BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Hipertensi
2.1.1 Pengertian Hipertensi Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World Health Organization) memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg. Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin (Marliani, 2007). Menurut American Society of Hypertension (ASH), pengertian hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif, sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan. (Sigalingging, 2011). Definisi hipertensi tidak berubah sesuai dengan umur: tekanan darah sistolik (TDS) > 140 mmHg dan/ atau tekanan darah diastolik (TDD) > 90 mmHg. The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and treatment of High Bloodpressure (JNC VI) dan WHO/lnternational Society of Hypertension guidelines subcommittees setuju bahwa TDS & keduanya digunakan untuk klasifikasi hipertensi (Kuswardhani, 2006).
2.1.2 Penyebab Hipertensi Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan – perubahan pada organ tubuh, yaitu elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah 10
11
menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan elastisitas pembuluh darah yang disebabkan karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer. Usia diketahui merupakan salah satu faktor penyebab hipertensi. Sejalan dengan bertambahnya umur, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah, tekanan sistolik terus meningkat sampai umur 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai umur 55-60 tahun. Perubahanperubahan normal pada jantung (kekuatan otot jantung berkurang), pembuluh darah (arterioklerosis), dan kemampuan memompa dari jantung harus bekerja lebih keras sehingga terjadi hipertensi. Semua hal tersebut ini berhubungan dengan proses menua di mana dapat mengubah fungsi dan menempatkan para lansia pada resiko terhadap penyakit (Nosaria, 2012). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dikelompokkan menjadi dua. Yang pertama hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya. Yang kedua hipertensi sekunder, disebabkan kelainan ginjal dan kelainan kelenjar tiroid. Yang banyak terjadi adalah hipertensi primer, sekitar 92-94% dari kasus hipertensi. Dengan kata lain, sebagian besar hipertensi tidak dapat dipastikan penyebabnya (Marliani, 2007).
2.1.3 Klasifikasi Tekanan Darah The Seventh Report Of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and treatment of High Blood pressure (JNC VII) mengklasifikasikan tekanan darah pada orang dewasa berusia 18 tahun ke atas
12
menjadi 4 kelompok, yaitu normal, prehipertensi, hipertensi derajat satu, dan hipertensi derajat dua. Tabel 1. Klasifiikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII JNC 7 Kategori Tekanan
Tekanan Darah Sistolik <120 120-139
Normal Prehipertensi Hipertensi Derajat 1 140-159 Derajat 2 >/=160 Sumber : JNC VII, 2003
Dan/atau
Tekanan Darah Diastolic (mmHg)
Dan Atau
<80 80-89
Atau Atau
90-99 >/=100
Sedangkan WHO/lnternational Society of Hypertension guidelines subcommittees mengklasifikasikan tingkat tekanan darah menjadi beberapa kategori,yaitu optimal, normal, normal-tinggi, hipertensi derajat satu, hipertensi derajat dua, hipertensi derajat tiga dan hipertensi sistolik terisolasi. Tabel 2. Klasifiikasi Tekanan Darah Menurut WHO Kategori Optimal Normal Normal-Tinggi Hipertensi Derajat 1 (ringan) Subkelompok :boderline Hipertensi Derajat 2 (sedang) Hipertensi Derajat 3 (berat) Hipertensi sistolik terisolasi Subkelompok :boderline Sumber : WHO, 1999
Sistolik (mmHg) <120 <130 130-139 140-159 140-149 160-179 ≥180 ≥140 140-149
Diastolic (mmHg) <80 <85 85-89 90-99 90-94 100-109 ≥110 <90 <90
2.1.4 Manifestasi Klinis Hipertensi Menurut Guyton & Hall (2008) sebagian besar manifestasi klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun, dan berupa : a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah intrakranium.
13
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina. c. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat d. Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. Tanda dan gejala hipertensi menurut Kowalak dkk (2011) sering tanpa gejala atau asimptomatik namun tanda klinis yang ditimbulkan dapat berupa : a. Nyeri kepala oksipital yang bisa semakin parah pada saat bangun di pagi hari karena terjadi peningkatan tekanan intracranial, nausea dan vomitus. b. Perasaan pening, bingung, dan keletihan yang disebabkan oleh penurunan perfusi darah yang disebabkan karena vasokonstriksi pembuluh darah c. penglihatan kabur akibat kerusakan retina dan penurunan perfusi darah perifer d. Nokturia akibat peningkatan aliran darah menuju ginjal dan peningkatan tekanan pembuluh darah kapiler e. Edema ekstremitas yang disebabkan karena peningkatan tekanan pembuluh darah kapiler
2.1.5 Faktor Resiko Hipertensi Faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat dan tidak dapat dikontrol, antara lain: a. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dikontrol: 1) Jenis kelamin Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita
14
yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian didapatkan hasil lebih dari setengah penderita hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar 56,5% (Anggraini dkk, 2009). 2) Umur Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus hipertensi akan berkembang pada umur lima puluhan dan enam puluhan. 3) Keturunan (Genetik) Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Selain itu didapatkan 7080% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Anggraini dkk, 2009). Jika seorang dari orang tua kita mempunyai hipertensi, sepanjang hidup kita mempunyai 25% kemungkinan terkena pula. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkinan terkena penyakit tersebut 60% (Sugiharto, 2008).
15
b. Faktor Resiko Yang Dapat Dikontrol: 1) Obesitas Semakin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air. Pada penelitian dibuktikan bahwa curah jantung dan volume darah sirkulasi pasien obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal dengan tekanan darah yang setara (Sugiharto, 2008). 2) Kurang olahraga Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada orang yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras usaha otot jantung dalam memompa darah, makin besar pula tekanan yang dibebankan pada dinding arteri sehingga meningkatkan tahanan perifer yang menyebabkan kenaikkan tekanan darah. Studi epidemiologi membuktikan bahwa olahraga secara teratur memiliki efek antihipertensi dengan menurunkan tekanan darah sekitar 6-15 mmHg pada penderita hipertensi (Kartikasari, 2012).
16
3) Kebiasaan Merokok Kebiasaan merokok bisa meningkatkan resiko hipertensi karena kandungan nikotin yang terdapat dalam rokok bisa mengakibatkan pengapuran pada dinding pembuluh darah. (Sudarmoko, 2010 dalam Sigalingging, 2011). Nikotin juga mengakibatkan pelepasan epinefrin atau adrenalin dengan mengirim sinyal pada kelenjar adrenal yang akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan darah yang lebih tinggi. Kandungan karbon monoksida dalam asap rokok akan menggantikan ikatan oksigen dalam darah. Hal tersebut mengakibatkan tekanan darah meningkat karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan tubuh lainnya (Kartikasari, 2012). 4) Mengkonsumsi garam berlebih Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Garam menyebabkan cairan dalam tubuh menumpuk, karena menarik cairan di luar sel agar tidak keluar, sehingga meningkatkan volume dan tekanan darah. Mengkonsumsi garam kurang dari 3 gram per hari ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7– 8 gram per hari, tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi (Sugiharto, 2008). 5) Minum alkohol Mengonsumsi minuman beralkohol bisa meningkatkan sintetis katekholamin dalam tubuh. Kadar katekholamin dalam jumlah besar bisa
17
memicu kenaikan tekanan darah (Sigalingging, 2011).Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk salah satu faktor resiko hipertensi (Marliani, 2007). 6) Stress Stres adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber-sumber daya sistem biologis, psiikologis dan sosial dari seseorang. Dimana stress sangat berhubungan dengan hipertensi, hal ini diduga melalui saraf simpatis yang meningkatkan tekanan darah intermintent. Apabila stress berlangsung lama dapat mengakibatkan tingginya tekanan darah yang menetap (Muahmmadum, 2010 dalam Sigalingging, 2011). Menurut Anggraini dkk, (2009) mengatakan Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stress ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal 2.1.6 Patofisiologi Hipertensi Mekanisme pengaturan konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor pada medula otak. Dari pusat vasomotor, bermula pada saraf simpatis yang berlanjut ke bawah menuju korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis yang berada di toraks dan abdomen. Rangsangan dari pusat vasomotor bergerak ke bawah ganglia simpatis dalam
18
bentuk impuls yang bergerak melalui saraf simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dengan dilepaskannya norepinefrin bermanifestasi pada berkonstriksinya pembuluh darah. Respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti kecemasan dan rasa takut. Pada waktu yang bersamaan, respon rangsangan emosi menstimulasi sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah dan kelenjar adrenal yang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah, begitu juga dengan korteks adrenal yang mensekresi kortisol dan steroid yang memperkuat efek vasokonstriksi pada pembuluh darah. Vasokonstriksi pembuluh darah menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal yang menyebabkan pelepasan rennin. Renin kemudian merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah
menjadi
angiotensin
II.
Angiotensin
II
merupakan
vasokonstriktor kuat yang dapat merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal yang menyebabkan peningkatan volume intravaskular. Keadaan diatas cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Jika ditinjau dari pertimbangan gerontologis, hipertensi dihubungkan dengan perubahan struktur dan fungsional system pembuluh darah perifer yang bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah pada lanjut usia. Perubahan tekanan darah pada lanjut usia dapat disebabkan karena aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan relaksasi otot polos pada pembuluh darah,
19
keadaan tersebut menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya kemampuan arteri dan aorta dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa jantung, mengakibatkan terjadinya penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer & Bare, 2002)
2.1.7 Penatalaksanaan Hipertensi Penatalaksanaan untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi dapat dilakukan dengan dua jenis yaitu penataksanaan farmakologis atau
penatalaksanaan
dengan
menggunakan
obat-obatan
kimiawi
dan
penatalaksanaan non farmakologis atau penatalaksanaan tanpa menggunakan obat-obatan kimiawi. a. Penatalaksanaan farmakologi Umur dan adanya penyakit merupakan faktor yang akan mempengaruhi metabolisme dan distribusi obat, karenanya harus dipertimbangkan dalam memberikan
obat antihipertensi. Hendaknya pemberian obat dimulai dengan
dosis kecil dan kemudian ditingkatkan secara perlahan. Menurut JNC VII pilihan pertama untuk pengobatan pada penderita hipertensi lanjut usia adalah diuretic atau penyekat beta. Pada HST, direkomendasikan penggunaan diuretic dan antagonis kalsium. Antagonis kalsium nikardipin dan diuretic tiazid sama dalam menurunkan angka kejadian kardiovaskuler. Pada penderita hipertensi dengan gangguan fungsi jantung dan gagal jantung kongestif, diuretik, penghambat ACE
20
(angiotensin convening enzyme) atau kombinasi keduanya merupakan ptlihan terbaik (Kuswardhani, 2006). b. Penatalaksanaan non farmakologi Penatalaksanaan non farmakologis dengan modifikasi gaya hidup sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam mengobati tekanan darah tinggi (Ridwanamiruddin, 2007). Penatalaksanaan hipertensi dengan nonfarmakologis terdiri dari berbagai macam cara modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu : 1) Mempertahankan berat badan ideal Mengurangi berat badan dapat menurunkan risiko hipertensi, diabetes, dan penyakit kardiovaskular. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental, pengurangan sekitar 10 kg berat badan menurunkan tekanan darah rata-rata 2-3 mmHg per kg berat badan. Diet rendah kalori dianjurkan bagi orang dengan kelebihan berat badan atau obesitas yang berisiko menderita hipertensi, terutama pada orang berusia sekitar 40 tahun yang mudah terkena hipertensi (Kartikasari, 2012). 2) Kurangi asupan natrium (sodium) Batas konsumsi garam yang dianjurkan American Heart Association tidak lebih dari 2.300 gr (1 sendok teh) perhari (sebagai perbandingan, satu sendok teh mengandung sekitar 2.400 gr garam) (ClevelandClinic, 2006 dalam Pusat Jantung Nasional, 2011). Dalam banyak penelitian diketahui, pengurangan konsumsi garam menjadi setengah sendok teh per hari, dapat menurunkan tekanan sistolik sebanyak 5 mmHg dan tekanan darah diastolik sekitar 2,5 mmHg. Pengaruh ini kebanyakan terjadi pada para lansia (Pusat Jantung Nasional, 2011).
21
3) Batasi konsumsi alkohol Mengkonsumsi alkohol terlalu sering atau terlalu banyak memiliki resiko terkena hipertensi lebih tinggi daripada individu yang tidak mengkonsumsi. Hal ini disebabkan karena mengkonsumsi alkohol menyebabkan peningkatan kadar kortisol, peningkatan volume sel darah merah dan meningkatkan kekentalan darah yang menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan darah (Anggara, 2013). Penelitian oleh
Anggara
(2013)
menyebutkan
sebanyak
71,4%
responden
yang
mengkonsumsi alkohol mengalami hipertensi. Beberapa studi juga melaporkan kebiasaan mengkonsumsi alkohol 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya dapat berpengaruh terhadap tekanan darah (Anggara, 2013). 4) Makan K dan Ca yang cukup dari diet Banyak penelitian menemukan bahwa mengonsumsi cukup kalium secara rutin dapat membantu mengurangi dan mempertahankan tekanan darah tetap normal. Kalsium dibutuhkan tubuh untuk mengatur kontraksi dan relaksasi otototot jantung, sehingga cukup konsumsi kalsium akan membantu menurunkan risiko hipertensi. Dinyatakan bahwa bila konsumsi kalsium ditingkatkan, maka insiden timbulnya penyakit hipertensi menurun, karena kalsium berperan dalam pengontrolan
kekuatan
pemompaan
darah
oleh
jantung
serta
untuk
mempertahankan aliran darah di dalam vena dan kapiler (Muchtadi, 2005). 5) Menghindari merokok Merokok sangat besar perananya dalam meningkatkan tekanan darah, hal tersebut disebabkan oleh nikotin yang terdapat didalam rokok yang memicu hormon adrenalin yang menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan darah
22
akan turun secara perlahan dengan berhenti merokok. Selain itu merokok dapat menyebabkan obat yang dikonsumsi tidak bekerja secara optimal (Kartikasari, 2012). 6) Penurunan stress Stres emosional dan mental berkontribusi besar terhadap tekanan darah tinggi, karena stres menyebabkan peningkatan yang berkelanjutan dalam aktivitas sistem saraf simpatik yang merupakan bagian dari sistem saraf yang berhubungan dengan respon fight-or-flight. Ketika sistem saraf simpatik diaktifkan oleh stres, memicu pelepasan kortisol dan adrenalin yang mempercepat detak jantung, konstriksi pembuluh darah, dan meningkatkan tekanan darah. Menurunkan tekanan darah dapat dilakukan dengan mengurangi stress yaitu dengan memanipulasi aktivitas sistem saraf simpatik dengan menenangkan diri, meredakan kecemasan emosional, dan mencapai keseimbangan fisik dan mental yang optimal. Metode mind-body sangat ideal untuk menurunkan darah tinggi contohnya meditasi, yoga, relaksasi otot, latihan pernafasan, dan terapi musik (Scott, 2012). 7) Terapi Komplementer Beberapa terapi komplementer yang sudah sering digunakan untuk menurunkan tekanan darah, antara lain terapi tertawa, terapi musik, relaksasi progresif, yoga, hipnoterapi, guided imagery (Arthini, 2012). Selain itu, salah satu terapi komplementer lain yang mampu menurunkan tekanan darah adalah terapi massage. Menurut Dalimartha (2008) dalam Herliawati (2011), pada prinsipnya massage yang dilakukan pada penderita hipertensi adalah untuk memperlancar
23
aliran energi dalam tubuh sehingga gangguan hipertensi dan komplikasinya dapat diminimalisir, ketika semua jalur energi terbuka dan aliran energi tidak lagi terhalang oleh ketegangan otot dan hambatan lain maka risiko hipertensi dapat ditekan. Massage mampu mengurangi hipertensi. Ketika dipijat tubuh akan dirangsang agar mempengaruhi reseptor tekanan di bagian otak yang mengatur tekanan darah. Massage di daerah punggung dan kaki mampu menurunkan denyut jantung hingga 10 denyut tiap menitnya dan tekanan darah bisa menurun hingga delapan persen (Herliawati, 2011).
2.1.8 Pengukuran Tekanan Darah Menurut Guyton & Hall (2008), tekanan darah berarti daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh. Menurut Potter & Perry (2005), tekanan darah merupakan kekuatan lateral pada dinding arteri oleh darah yang didorong dengan tekanan dari jantung. Menurut Potter & Perry (2005), tekanan darah timbul ketika bersikulasi di dalam pembuluh darah. Organ jantung dan pembuluh darah berperan penting dalam proses ini dimana jantung sebagai pompa muskular yang menyuplai tekanan untuk menggerakkan darah, dan pembuluh darah yang memiliki dinding yang elastis dan ketahanan yang kuat. Metode
pengukuran
sfigmomanometer.
tekanan
Sfigmomanometer
darah
secara
tersusun
atas
umum manset
menggunakan yang
dapat
dikembangkan dan alat pengukur tekanan yang brhubungan dengan rongga dalam manset. Alat ini dikalibrasi sedemikian rupa sehingga tekanan yang terbaca pada manometer sesuai dengan tekanan dalam millimeter air raksa yang dihantarkan
24
oleh arteri brakialis. Manset dibalutkan dengan kencang dan lembut pada lengan atas dan dikembangkan dengan pompa. Tekanan dalam manset dinaikkan sampai denyut radial atau brakial menghilang. Hilangnya denyutan menunjukkan bahwa tekanan sistolik darah dilampaui dan arteri brakialis telah tertutup manset kemudian dikempiskan perlahan dan dilakukan pembacaan secara auskultasi maupun palpasi (Smeltzer & Bare, 2002). Ada tiga jenis sfigmomanometer, yaitu aneroid, merkuri/air raksa dan digital. Dalam penelitian ini, sifgmomanometer yang digunakan adalah sfigmomanometer digital. Sfigmomanometer digital tidak memerlukan stetoskop untuk mendengarkan tekanan darah sistolik dan diastolic klien (Kozier & Erb, 2009). Dengan tensimeter digital, pemeriksa cukup menyalakan alat tersebut kemudian memompa manset untuk mengetahui tekanan darahnya. Tekanan darah akan terukur dengan sendirinya oleh alat dan ditampilkan dalam bentuk angka pada layar LCD (Panduan Peringatan Hari Kesehatan Sedunia, 2013).
2.2 Slow-Stroke Back Massage
2.2.1 Pengertian Slow-Stroke Back Massage Slow-stroke back massage adalah tindakan pijat punggung dengan usapan yang perlahan selama 3-10 menit (Potter & Perry, 2005). SSBM adalah teknik pijat yang ditandai dengan pijatan yang memanjang, perlahan, gerakan meluncur dan gerakan stroking menggunakan dua tangan secara bersamaan dan berulang dari daerah sacral ke daerah cervical pada tulang belakang. Teknik untuk melakukan SSBM dilakukan dengan beberapa pendekatan, salah satunya metode
25
yang dilakukan ialah dengan mengusap kulit klien secara perlahan dan berirama dengan tangan, dengan kecepatan 60 kali per menit. Kedua tangan menutup suatu area yang lebarnya 5 cm pada kedua sisi tonjolan tulang belakang. Tindakan pijat punggung dengan usapan perlahan (Slow-stroke back massage) pada klien dengan penyakt terminal terbukti menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolic (Potter & Perry, 2005). Slow-stroke back massage diberikan selama lima hari pada waktu siang hingga sore hari kisaran pukul 15.00-19.00 WITA. Penelitian yang dilakukan oleh Yeganehkhah (2008) tentang pengaruh slow-stroke back massage pada lansia dengan hipertensi menunjukkan pemberian slow-stroke back massage selama lima hari secara signifikan efektif dapat menurunkan tekanan darah lansia. Ketika tidur tekanan darah berada pada titik terendah di malam hari. Sesaat setelah terbangun, tekanan darah mulai meningkat. Peningkatan terus terjadi hingga mencapai puncaknya antara tengah hari dan sore hari (Paisal, 2012). Oleh karena itu terapi diberikan pada kisaran waktu siang sampai sore hari agar terapi yang diberikan lebih efektif.
2.2.2 Manfaat Slow-Stroke Back Massage Slow-stroke back massage juga memiliki beberapa macam manfaat bagi kesehatan, di antaranya : a. Membantu memperbaiki sirkulasi dan menurunkan tekanan darah. Karena sirkulasinya membaik, maka pada gilirannya organ-organ yang ada di dalam tubuh akan berfungsi dan bekerja lebih baik. b. Mempengaruhi jaringan tubuh untuk memperluas kapiler dan kapiler cadangan, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan aliran darah ke jaringan
26
dan organ, meningkatkan proses reduksi oksidasi, memfasilitasi jantung dan berkontribusi terhadap redistribusi darah dalam tubuh. c. Mempengaruhi sistem saraf perifer, meningkatkan rangsangan dan konduksi impuls saraf, melemahkan dan menghentikan rasa sakit dengan mempercepat proses pemulihan saraf yang cedera. d. Mempercepat aliran getah bening yang meningkatkan gizi jaringan, mengurangi stasis pada sendi serta organ dan jaringan lain. e. Memiliki efek fisiologis yang beragam terhadap kulit dan fungsinya, seperti membersihkan saluran keringat, kelenjar sebaceous, meningkatkan fungsi sekresi, ekskresi dan pernapasan kulit. f. Membuat otot menjadi fleksibel, meningkatkan fungsi kontraktil yang mempercepat keluarnya metabolit yang merupakan hasil dari metabolisme. Sementara pada lansia, massage secara berkala dapat menekan laju tekanan darah, meningkatkan sirkulasi darah, mengendurkan otot, sekaligus merangsang otot yang lemah untuk bekerja (Trisnowiyanto, 2012).
2.2.3 Tahap Pelaksanaan Slow-Stroke Back Massage Potter & Perry (2005) menyatakan prosedur pelaksanaan slow stroke back massage dapat dilakukan sebagai berikut: a. Identifikasi faktor-faktor atau kondisi seperti fraktur tulang rusuk atau vertebrata, luka bakar, daerah kemerahan pada kulit, atau luka terbuka yang menjadi kontra indikasi untuk usapan punggung. Pada klien yang mempunyai riwayat hipertensi atau disritmia, kaji denyut nadi dan tekanan darah. b. Jelaskan prosedur dan posisi yang diinginkan klien.
27
c. Persiapan bahan dan instrumen meliputi olive oil dan minyak esensial ylangylang yang sudah dicampur sesuai aturan pakai, handuk, selimut dan jam. d. Responden dipersilahkan untuk memilih posisi yang diinginkan selama intervensi, bisa telungkup atau duduk. e. Buka punggung, bahu, dan lengan atas responden lalu tutup sisanya dengan selimut mandi. f. Pemberi intervensi mencuci tangan terlebih dahulu dengan menggunaka antiseptik atau air mengalir. Tuang sedikit minyak di tangan. Jelaskan pada responden bahwa prosedur massage akan dilakukan. Gunakan minyak sesuai kebutuhan. g. Letakkan tangan pertama-tama pada daerah sacrum, massase dalam gerakkan melingkar. Usapkan ke atas dari daerah sacrum ke bahu. Massase di atas scapula dengan gerakan lembut dan tegas. Lanjutkan dalam satu usapan lembut ke lengan atas dan secara lateral sepanjang sisi punggung dan kembali ke bawah ke puncak iliaca. Jangan sampai tangan anda terangkat dari kulit klien. Lanjutkan pola di atas selama 5 menit. h. Remas kulit dengan mengambil jaringan di antara ibu jari dan ari tangan anda. Remas ke atas sepanjang satu sisi spina dari daerah sacrum ke bahu dan sekitar bawah leher. Remas atau usap ke bawah ke arah sacrum. Ulangi sepanjang sisi punggung yang lain. i. Akhiri usapan dengan gerakan memanjang dan beritahu klien bahwa pemberi intervensi mengakhiri usapan.
28
j. Bersihkan kelebihan lubrikan dari punggung klien dengan handuk mandi. Bantu lansia memakai bajunya kembali. k. Bantu klien kembali pada posisi yang nyaman. l. Letakkan handuk yang kotor pada tempatnya dan cuci tangan. m. Kaji kembali denyut nadi dan tekanan darah. n. Catat respon terhadap massase dan kondisi kulit 2.3 Pengaruh Slow-Stroke Back Massage Terhadap Tekanan Darah Slow-Stroke Back Massage merupakan gerakan sentuhan dan penekanan pada kulit area punggung yang memberikan efek rileksasi pada otot, tendon dan ligament sehingga meningkatkan aktivitas saraf parasimpatis untuk merangsang pengeluaran neurotransmitter asitelkolin. Neurotransmitter asetikolin selanjutnya menghambat aktivitas saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi sistemik dan penurunan kontraktilitas otot jantung yang bermanifestasi pada penurunan kecepatan denyut jantung, curah jantung serta volume sekuncup yang pada akhirnya menyebabkan penurunan tekanan darah (Retno, 2012). Efek penurunan tekanan darah dari slow-stroke back massage didapatkan melalui peningkatan vasodilatasi pembuluh darah dan getah bening, meningkatkan level serotonin, mengurangi sekresi hormon katekolamin dan dapat mengurangi rasa nyeri kepala akibat hipertensi, sehingga komplikasi lebih lanjut dapat dicegah (Arifin, 2012). Penelitian Meek didapatkan hasil bahwa implikasi keperawatan slow-stroke back massage dapat menurunkan tekanan darah, frekuensi jantung dan suhu tubuh (Smeltzer, 2004 dalam Retno, 2012). Mekanisme slow-stroke back massage (pijat lembut pada punggung) yaitu meningkatkan relaksasi dengan menurunkan
29
aktivitas saraf simpatis dan meningkatkan aktivitas saraf parasimpatis sehingga terjadi vasodilatasi diameter arteriol (Cassar, 2004 dalam Retno, 2012). Sistem saraf parasimpatis melepaskan neurotransmiter asetilkolin untuk menghambat aktifitas saraf simpatis dengan menurunkan kontraktilitas otot jantung, volume sekuncup, vasodilatasi arteriol dan vena kemudian menurunkan tekanan darah (Retno, 2012). Sebuah studi dari University of Miami dan Nova Southeastern University di Amerika yang mengikut sertakan 30 orang responden dengan hipertensi, ternyata telah diketahui bahwa Back Massage memiliki efek relaksasi dimana efek relaksasi ini akan menurunkan sekresi hormon stres seperti hormon katekolamin dan kortisol, yang diukur melalui saliva responden sehingga tekanan darah klien menurun
(Hernandez, 2000 dalam Arifin, 2012). Massage mempunyai efek
relaksasi yang dapat menurunkan skresi noreepinefrin dan ADH, serta meningkatkan sekresi endorphin. Kesemua efek ini akan memiliki manfaat dalam penurunan tekanan darah pada lansia.Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa terapi pijat adalah intervensi yang aman, efektif, aplikatif dan irit biaya dalam mengendalikan tekanan darah dari pasien hipertensi dan dapat digunakan di pusat-pusat perawatan kesehatan dan bahkan di rumah. 2.4 Minyak Esensial Ylang-Ylang (Cananga odorata) 2.4.1 Pengertian Minyak Esensial Ylang-Ylang (Cananga odorata) Aromaterapi
merupakan
bagian
dari
pengobatan
herbal
yang
menggunakan wangi-wangian yang berasal dari senyawa-senyawa aromatik, biasanya berasal dari bahan cairan tanaman (minyak esensial). Manfaat dari
30
aromaterapi ini umumnya berkaitan dengan kondisi fisik, mental, emosional, dan spiritual (Damayanti, 2012). Minyak esensial yang digunakan dalam aromaterapi dapat diekstraksi dari tumbuhan aromatik yang memiliki kandungan minyak atsiri di dalamnya. Minyak atsiri adalah zat yang memberikan aroma pada tumbuhan. Minyak tersebut merupakan hasil sisa dari proses metabolisme tanaman yang terbentuk karena reaksi persenyawaan kimia. Selain memiliki aroma yang menenangkan, minyak atsiri juga memiliki manfaat untuk kesehatan, seperti antiradang, antiserangga, antiflogistik, antiviral, antifungal, sedatif, antispasmodik, stimulan, relaksan, diuretik, dan afrodisiaka (Agusta 2000; Skaria et al. 2007 dalam Damayanti, 2012). Minyak ylang-ylang adalah minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan bunga tanaman kenanga (Cananga odorata) (Ketaren, 1985 dalam Rasmaini, 2011). Sharma (2009) dalam Majidi dkk (2013) menyebutkan minyak kenanga merupakan salah satu jenis aromaterapi yang memiliki efek relaksasi, meredakan ketegangan, mereduksi stres, mengontrol denyut nadi yang cepat dan pernapasan yang cepat dan bermafaat dalam penurunan tekanan darah. Minyak ylang-ylang mengandung banyak ester, sehingga mempunyai aroma lebih tajam dan halus serta memiliki efek menenangkan (Rasmaini, 2011).
2.4.2 Kandungan Minyak Esensial Ylang-Ylang (Cananga odorata) Senyawa terkandung dalam bunga kenanga antara lain saponin, flavonoid, serta komponen minyak atsiri dimana mengandung senyawa linalol, eugenol, methyl benzoate, benzil salysilat, benzil benzoat dan terpineol (Adrianta, 2013).
31
Kandungan terbesar minyak atsiri bunga kenanga terdiri atas flavonoid, linalool, geraniol, dan eugenol. Di bawah ini adalah penjelasan masing-masing senyawa kandungan dari minyak ylang-ylang. a. Flavonoid Aktivitas farmakologis dari flavonoid adalah sebagai anti depresan, anti inflamasi, analgesi dan antioksidan. Flavonoid mampu bekerja langsung pada otot polos pembuluh darah arteri dengan mengaktivasi Endothelium Derived Relaxing Factor (EDRF) sehingga menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah arteri. Flavonoid
juga berperan sebagai senyawa yang dapat mereduksi
trigliserida dan meningkatkan HDL (Adrianta, 2013). b. Linalool Linalool menyebabkan minyak ylang-ylang berbau jeruk segar. Linalool adalah kandungan aktif utama yang berperan pada efek anti cemas (relaksasi) (Dewi, 2013). c. Eugenol Komponen eugenol dalam jumlah besar (70-80%) yang mempunyai sifat sebagai stimulan, anestetik lokal, karminatif, antiemetik, antiseptik, dan antispasmodik. Selain rasanya hangat, juga bersifat antiseptik (Rasmaini, 2011). d. Geraniol Geraniol merupakan suatu jenis monoterpenoid alkohol yang menjadi salah satu penyusun utama pada minyak atsiri. Senyawa ini memiliki ciri khas yang beraroma bunga sebagai parfum dan sebagai senyawa kimia yang menghambat aktivitas bakteri terutama pada kulit sehingga mencegah terjadinya
32
gangguan pada kulit. Geraniol adalah antioksidan alami dan mempunyai daya tolak terhadap nyamuk Aedes Aegypti jika dioleskan pada kulit (Dewi, 2013).
2.4.3 Metode Penggunaan Minyak Esensial Ylang-Ylang (Cananga odorata) a. Pijat Untuk tujuan pemijatan, minyak esensial harus dilarutkan atau diencerkan dengan minyak pembawa atau minyak dasar sebelum dioleskan ke kulit. Fungsinya adalah untuk mencegah agar minyak esensial tidak mudah menguap. Setetes minyak esensial murni akan lenyap dalam waktu beberapa detik jika terkena udara, selain itu minyak pembawa dapat membuat kulit menjadi kenyal dan tidak kesat sehingga mempermudah proses pemijatan. Minyak pembawa yang digunakan biasanya adalah minyak kelapa, minyak kedelai atau minyak zaitun. b. Kompres Perawatan kulit menjadi lebih efektif bila dikombinasikan dengan beberapa tetes sari minyak atsiri murni pada kompres hangat. Jika dilakukan setiap hari, maka kulit akan kelihatan sehat dan cerah, memberikan kenyamanan, mencerahkan kulit kusam dan lelah serta melemaskan otot yang kaku dan salah urut. c. Penguapan Tuangkan beberapa tetes minyak atsiri murni pada baskom berisi air panas, tutup rapat kepala dengan handuk dan hirup uapnya. Cara ini sangat berkhasiat untuk membersihkan dan member kenyamanan pada pikiran, perasaan dan mempercepat penyembuhan pilek, batuk, bronchitis, dan sebagainya.
33
d. Penggunaan langsung di kulit Campurkan beberapa tetes sari minyak atsiri murni pilihan dengan beberapa mililiter minyak dasar, misalnya Sweet Almond. Campuran ini akan berfungsi sebagai pengharum tubuh sekaligus penyembuhan bagi masalah emosi, pikiran atau fisik. Aromaterapi juga digunakan untuk merawat infeksi atau memperbaiki kulit, misalnya jerawat, bekas luka, digigit serangga, dan sebagainya. Minyak atsiri murni tidak boleh digunakan secara langsung di atas kulit, harus dicampur dengan minyak dasar, kecuali Lavender dan Tea Tree (Ideawati, 2010). 2.4.4 Manfaat Minyak Esensial Ylang-Ylang (Cananga odorata) Manfaat minyak esensial ylang-ylang adalah sebagai berikut : a. Memiliki efek santai dan rileks : Sistem tradisional penyembuhan menggunakan aromatik menyarankan penggunaan minyak esensial ylangylang untuk mengurangi dan mengatur denyut jantung yang cepat , tekanan darah tinggi dan nafas cepat. Berdasarkan penelitian Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine yang berjudul Essential Oil Inhalation on Blood Pressure and Salivary Cortisol Levels in Prehypertensive and Hypertensive Subjects membuktikan bahwa menghirup campuran minyak esensial ylang ylang, neroli, lavender dan marjoram terbukti efektif dalam mengontrol tekanan darah dan sangat dianjurkan untuk mencegah hipertensi. Penelitian ini juga membuktikan bahwa "minyak esensial Ylang –ylang efektif menurunkan
34
tekanan darah, meredakan jantung berdebar dan sistem eksitasi saraf, dan menciptakan relaksasi emosional " (In-hee, 2012). b. Efektif untuk menghilangkan stress, depresi dan gangguan mental lainnya : minyak esensial ylang ylang efektif dalam mengatasi depresi mental, stres, kecemasan, insomnia, ketegangan saraf , fluktuasi suasana hati , kemarahan dan beberapa gangguan mental lainnya. Minyak esensial ylang-ylang membantu menyeimbangkan hormon dan efektif membantu dalam perubahan suasana hati yang terkait dengan menopause dan PMS (Sindrom Pra menstruasi ) . Sebuah studi yang diterbitkan di PubMed yang berjudul Relaxing effect of Ylang Ylang oil on humans after transdermal absorption
membuktikan
bahwa minyak esensial ylang ylang memiliki efek menenangkan, mendorong tidur nyenyak, menghilangkan stress, dan depresi pada manusia. Minyak esensial ylang-ylang dapat digunakan sebagai minyak pijat dicampur dengan minyak pembawa seperti minyak jojoba , minyak kelapa atau minyak zaitun (Hongratanaworakit, 2006). c. Minyak yang sangat baik untuk perawatan kulit : minyak esensial ylang-ylang sangat efektif dan serbaguna dalam mengencangkan dan merangsang sel-sel kulit terutama karena kekuatannya untuk menyeimbangkan produksi sebum , sehingga cocok untuk semua jenis kulit. Minyak esensial ylang-ylang memiliki sifat menyejukkan, sifat anti-seboroik dan antiseptik minyak ini mendukung dalam mengobati peradangan kulit, keriput, kulit kering dan beberapa tanda-tanda penuaan.
35
2.4.5 Cara Penggunaan Minyak Esensial Hampir semua minyak esensial tidak dapat diberikan langsung pada kulit dan harus diencerkan terlebih dahulu dengan minyak pembawa. Pengenceran normal adalah 2.5% dari minyak esensial murni, misalnya untuk 15 tetes (± 1 ml) minyak esensial perlu diencerkan dengan 1 ounce (± 30 ml) minyak pembawa. Sedikit adalah lebih baik, karena khasiat minyak esensial murni sangat kuat. Untuk penggunaan pada wajah, kadar yang aman dan efektif adalah 1-2% larutan minyak esensial dalam larutan standar. Untuk penggunaan pada tubuh dapat mencapai 3% larutan minyak esensial dalam larutan standar. Untuk pemakaian pada waja di dekat daerah sensitif, seperti mata dan bibir atau pada alat genital dimana lapisan kulitnya lebih tipis, maka minyak pembawa perlu ditambahkan lebih banyak (Buckle, 2003 dalam Isabella, 2011). Tabel 3. Bagan pengenceran minyak esensial murni untuk dilarutkan dalam ± 30 ml minyak pembawa (Isabella, 2011). 1% dari 600 tetes 2% dari 600 tetes 2.5% dari 600 tetes 5% dari 600 tetes 10% dari 600 tetes Sumber : Isabella, 2011
= = = = =
6 tetes 12 tetes 15 tetes 30 tetes atau 1,5 ml 60 tetes atau 3 ml
2.5 Pengaruh Minyak Esensial Ylang-Ylang (Cananga odorata) Terhadap Tekanan Darah Mekanisme kerja minyak esensial/aromaterapi dalam tubuh manusia berlangsung melalui dua sistem fisiologis, yaitu sistem sirkulasi tubuh dan sistem penciuman. Berdasarkan sifat kulit, senyawa yang lipofilik (larut dalam lemak, misal minyak atsiri) mudah terabsorbsi. Kebanyakan minyak atsiri yang
36
digunakan dalam aromaterapi dapat menembus kulit. Begitu menembus lapisan epidermis, molekul minyak atsiri dapat dengan mudah menyebar ke bagian tubuh yang lain, misalnya saluran limfa dan pembuluh darah, saraf, kolagen, fibroblast, mast cells, dan lain-lain. Molekul-molekul itu akan ikut bersirkulasi dan dibawa oleh sistem sirkulasi baik sirkulasi darah maupun sirkulasi limfatik melalui pembuluh-pembuluh
kapiler.
Selanjutnya,
pembuluh-pembuluh
kapiler
mengantarnya ke susunan saraf pusat dan oleh otak akan dikirim berupa pesan ke organ tubuh yang mengalami gangguan atau ketidakseimbangan. Molekul yang mencapai setiap sel otak dikonversikan menjadi suatu aksi dengan pelepasan substansi neurokimia berupa perasaan senang, rileks, dan tenang. Minyak esensial yang dioleskan disertai pemijatan akan lebih merangsang sistem sirkulasi untuk bekerja lebih aktif (Annisa, 2011). Bila minyak esensial dihirup molekul yang menguap akan membawa unsur aromatik yang terdapat dalam kandungan minyak ke sistem penciuman. Respon bau yang dihasilkan akan merangsang kerja sel neurokimia otak. Sebagai contoh, bau yang menyenangkan akan menstimulasi talamus untuk mengeluarkan enkefalin yang berfungsi sebagai penghilang rasa sakit alami dan menghasilkan perasaan tenang. Bau seperti ylang-ylang dapat merangsang kerja endorfin pada kelenjar pituitari dan menghasilkan efek afrodisiak. Beta endorphin memiliki efek positif pada tubuh dan pikiran, dimana saat beta endorphin dilepaskan, tekanan darah akan menurun (Sholikha, 2011). Beta endorphin merupakan hormone anti stress yang dapat menimbulkan efek relaksasi. Aktivitas beta endorphin menekan aktivitas saraf simpatis yang dapat menurunkan kadar kortisol dan hormone
37
adrenalin sehingga tekanan darah menurun (Psychother, 2005 dalam Arthini, 2012). Kelenjar pituitari juga melepaskan agen kimia ke dalam sirkulasi darah untuk mengatur fungsi kelenjar lain seperti tiroid dan adrenal. Bau yang menimbulkan rasa tenang akan merangsang daerah di otak yang disebut raphe nucleus untuk mengeluarkan sekresi serotonin (Sholikha, 2011). Serotonin memiliki efek dalam menurunkan tekanan darah dengan menekan aktivitas saraf simpatis. Serotonin memiliki peran penting pada regulasi pembuluh darah, dimana serotonin memiliki efek vasodilatasi melalui aktivitas reseptor S1. Serotonin juga berfungsi menekan aktivitas ACTH dan menurunkan kadar kotisol, dimana kortisol berefek dalam vasokontriksi pembuluh darah (Psychother, 2005 dalam Arthini, 2012). Berdasarkan penelitian In-Hee et al (2012), yang mengukur perubahan home BP, 24-hour ambulatory BP dan salivary cortisol levels setelah mendapatkan intervensi minyak esensial secara inhalasi, ditemukan bahwa menghirup campuran minyak esensial terbukti efektif dalam menurunkan tekanan darah dan didapatkan hasil bahwa menghirup minyak esensial efektif dalam penurunan kadar kortisol saliva. Intervensi ini sangat dianjurkan untuk mencegah hipertensi. Terapi minyak esensial juga diyakini berfungsi sebagai intervensi keperawatan yang menjanjikan.
38
2.6
Lanjut Usia
2.6.1 Pengertian Lanjut Usia Usia lanjut merupakan tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Nugroho (2008) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan lanjut usia adalah suatu keadaan yang terjadi di setiap kehidupan manusia yang berarti bahwa seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua. Ketiga tahap kehidupan ini memiliki perbedaan secara biologis dan psikologis. UU No. 13 tahun 1998 Pasal 1 Ayat 2 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Maryam dkk, 2012). Penuaan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan secara terus-menerus yang menyebabkan perubahan anatomi, fisiologis dan biokimia yang mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan. Usia lanjut menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) , meliputi : usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun, usia lanjut (erderly) antara 60 sampai 74 tahun, usia tua (old) antata 75 sampai 90 tahun dan usia sangat tua (veryold) di atas 90 tahun (Saragih, 2012). Dari beberapa penjelasan di atas maka yang dimaksud dengan lanjut usia adalah suatu proses alamiah yang terjadi pada kehidupan manusia yang menyebabkan perubahan anatomi, fisiologis dan biokimia yang mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan dimana seseorang dikatakan lanjut usia ketika berusia 60 tahun ke atas.
39
2.6.2 Perubahan Fisik yang Terjadi pada Lanjut Usia Beberapa perubahan fisik yang terjadi pada lanjut usia adalah sebagai berikut : a. Sel Jumlah sel otak menurun, mekanisme perbaikan sel terganggu, otak mengalami atrofi, beratnya berkurang 5-10%, dan lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar (Mubarak dkk, 2012). b. Sistem persarafan Saraf pancaindera mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam merespons dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stres. Berkurang atau hilangnya lapisan myelin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respon motorik dan stress (Maryam dkk, 2012). c. Sistem pendengaran Gangguan pendengaran terjadi karena membran timpani menjadi atrofi. Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan (Maryam dkk, 2012). d. Sistem penglihatan Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun dan katarak (Maryam dkk, 2012). e. Sistem kardiovaskuler Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun, elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh
40
darah perifer sehingga tekanan darah meningkat (Mubarak dkk, 2012; Maryam dkk, 2012). Perubahan kardiovaskular pada proses menua menurut Sudoyo dkk (2006) dalam buku ajar ilmu penyakit dalam yaitu berkurangnya pengisian ventrikel kiri, hipertrofi atrium kiri, kontraksi dan relaksasi ventrikel kiri bertambah lama, menurunnya respon inortropik, kronoropik, lusitropik terhadap stimulasi beta adernegik, menurunnya curah jantung maksimal, peningkatan atrial natriuretic peptide (ANP), lapisan subendotel menebal dengan jaringan ikat, dan fragmentasi elastin pada lapisan media dinding arteri. Sedangkan perubahan pada tekanan darah pada proses menua yaitu terjadi peningkatan tekanan darah sistolik sedangkan tekanan darah diastolik tidak mengalami perubahan, dan berkurangnya vasodilatasi yang dimediasi alfa adrenergik tidak berubah. f. Sistem respirasi Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, , kapasitas residu meningkat sehingga menarik nafas lebih berat, dan kemampuan batuk menurun, serta terjadi penyempitan bronkus (Mubarak dkk, 2012; Maryam dkk, 2012). g. Sistem gastrointestinal Kehilangan gigi, penurunan fungsi indra pengecap, esofagus melebar, asam lambung menurun, rasa lapar menurun, dan peristaltik menurun sehingga terjadi konstipasi dan penurunan daya absorpsi (Mubarak dkk, 2012; Maryam dkk, 2012).
41
h. Sistem Endokrin Produksi hormone mengalami penurunan (Maryam dkk, 2012). Akibat menurunnya aktivitas tiroid mengakibatkan basal metabolisme menurun, produksi aldosteron menurun, menurunnya sekresi hormone gonand, bertambahnya insulin, norefinefrin,
parathormon,
vasopressin,
berkurangnya
tridotironin,
dan
psikomotor menjadi lambat (Mubarak dkk, 2012). i. Sistem genitourinaria Pada lansia wanita sering mengalami inkontinensia stres dan urgensi akibat penurunan tonus otot perineal. Pada lansia pria terjadi peningkatan frekuensi berkemih dan retensi urine akibat pembesaran prostat (Potter & Perry, 2005). j. Sistem kulit Elastisitas menurun, vaskularisasi menurun, rambut memutih, kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan seperti tanduk (Maryam dkk, 2012). k. Sistem muskuloskletal Cairan tulang menurun sehingga mudah (osteoporosis), bungkuk (kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot), kram, dan tremor, tendon mengerut (Maryam dkk, 2011).