Manfaat Hasil Penelitian Manfaat dari hasil penelitian ini adalah menyediakan informasi tentang jenis senyawa aktif propolis Trigona spp yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai sebagai bahan pemacu pertumbuhan sapi.
Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini, lingkup kajian adalah sebagai berikut : 1. Propolis Trigona spp yang digunakan adalah yang berasal dari sarang lebah Trigona spp asal Pandeglang. 2. Jenis isolat bakteri usus sapi yang digunakan di dalam uji ini adalah: (a) bakteri non patogen, yang terdiri dari : Bachteriodes, Lactobacillus casei, Bifidobacteria (b) bakteri patogen, yang terdiri dari : E. coli, Salmonella typhymurium, Campylobacter. 3. Penelitian ini dilakukan secara in vitro.
Dugaan Propolis dari lebah madu jenis Trigona spp asal Pandeglang, merupakan suatu bahan antibiotik alamiah yang mempunyai kemampuan aktivitas antibakteri serta mengandung komponen-komponen senyawa bioaktif yang berkhasiat antibakteri terhadap beberapa bakteri usus sapi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Propolis Propolis merupakan nama generik dari resin sarang lebah madu. Kata propolis berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata yaitu pro (sebelum atau pertahanan), dan polis (kota atau sarang lebah). Jadi, kata propolis dapat diterjemahkan sebagai sistem pertahanan pada sarang lebah. Pada struktur sarang
lebah, propolis merupakan resin berbentuk pasta yang lengket, sehingga disebut sebagai bee-glue (Melia Propolis, 2006). Di dalam proses pembuatan sarangnya, lebah mengumpulkan resin dari berbagai kuncup bunga tumbuhan, kemudian bercampur dengan saliva dan berbagai enzim dalam lebah, sehingga menghasilkan resin baru. Resin baru yang terbentuk di dalam sarang dan merupakan suatu komponen pembentuk sarang lebah ini,
berbeda dengan resin asalnya. Resin baru yang terbentuk (propolis)
berwarna kuning, coklat tua, merah atau bahkan transparan, yang dipengaruhi oleh kandungan flavonoidnya (Bankova et al. 2000). Di dalam struktur sarang lebah, propolis merupakan lapisan tipis pada dinding bagian dalam, atau lubang-lubang tempat tinggal lebah. Propolis juga dimanfaatkan untuk memperbaiki, membuat pertahanan sarang, atau untuk membalut predator yang terbunuh yang
tidak dapat dikeluarkan dari sarang
(Ghisalberti, 1978). Propolis sudah mulai diteliti dan dipelajari sejak tahun 1960-an. Hal ini berdasar pada sifat uniknya yakni dipergunakan sejak dahulu oleh bangsa Yunani dan Romawi sebagai bahan antimikroba. Propolis diketahui mempunyia khasiat aktivitas antibakteri, antifungi, antivirus dan anti aktivitas biologi lain seperti antiinflamasi, anestesi lokal, hepatoprotektif, antitumor, dan imunostimulasi. Selama 40 tahun terakhir, banyak diungkapkan tentang propolis yang meliputi komposisi kimia, aktivitas biologi, farmakologi dan terapi penggunaan propolis. Diketahui pula bahwa komposisi kimia propolis sarang lebah serta aktivitas biologisnya dapat berbeda antar daerah, tempat
propolis sarang lebah itu
diperoleh. Hal ini diduga sebagai adanya perbedaan jenis atau ekosistem tumbuhan (flora) sebagai sumber utama propolis (Bankova et al. 2000).
Komposisi Kimiawi Propolis Propolis mengandung bahan campuran kompleks malam, resin, balsam, minyak, dan sedikit polen. Juga mengandung zat aromatik, zat wangi dan berbagai mineral (Gojmerac, 1983, diacu dalam Angraini, 2006). Secara kimia, komponenkomponen kimiawi propolis sangat kompleks dan kaya akan senyawa terpena, asam benzoat, asam kafeat, asam sinamat, dan asam fenolat. Propolis juga
mengandung flavonoid yang sangat tinggi, sehingga banyak peneliti yang mensejajarkan propolis dengan flavonoid (Chinthapally 1993, diacu dalam Angraini, 2006). Khismatullina, 2005 (diacu dalam Anggraini, 2006) mengungkapkan bahwa propolis dengan sejumlah senyawanya menunjukkan bermacam-macam efek biologis dan aktivitas farmakologis. Telah diketahui lebih dari 200 senyawa yang terkandung di dalam propolis, dengan komponen kimianya seperti tertera dalam Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Komponen Kimia Propolis
Kelas senyawa Resin Lilin
Golongan senyawa Flavonoid, asam aromaik dan esternya. Asam lemak dan esternya
Jumlah 50% 30%
Minyak esensial Volatil 10% Polen Protein dan asam amino bebas 5% Senyawa organik dan Mineral, keton, lakton, quinon, steroid, 5% mineral vitamin dan gula Sumber : (Khismatullina 2005, dalam Angraini, 2006) Menurut Bankova et al. (2000), sifat fisik dan komposisi kimia propolis dan khasiat propolis sangat bergantung pada botani tempat lebah memperoleh resin, serta musim dan kondisi geografis daerah atau tempat dimana propolis ditemukan. Pada daerah yang beriklim sedang seperti Eropa, Asia dan Amerika Utara, propolis yang diperoleh dari daerah ini mempunyai komposisi kimia yang mirip dengan bahan utama fenolik : flavonoid aglikon, asam aromatik dan esternya. Propolis dari daerah tropis, khususnya Brazil, menunjukkan beberapa komponen kimia serta aktivitas biologisnya (Tabel 2). Tabel 2. Aktivitas Biologis Komponen Propolis Jenis senyawa Prenylated p-coumaric acids: 3,5-diprenyl-4-hydroxycinnamic acid, 3-prenyl-4-dihydrocinnamoy-loxycinnamic acid, dan 2,2dimethyl-6-carboxy-ethenyl-2H-1-benzopyran. Lignans : 3-acetoxymethyl-5-[(E)-2-formylethen-1-yl]-2-(4-
Jenis aktivitas
hydroxy-3-methoxyphenyl)-7-methoxy-2,3-dihydrobenzofuran, sesamin, achantin, dan sesartenin. Diterpenic acids : 15-oxo-3,13Z-kolavadiene-17-oic acid and its E-isomer, communic acid, imbricatoloic acid, dan isocupressic acid. Flavonoid : aromadendrine-4’methyl ether dan 3,5,7-trihydroxy6,4’-dimethoxyflavon. Prenylated p-coumaric acids: 3,5-diprenyl-4-hydroxynnamic acid dan 9-E-,2-dimethyl-6-carboxyethenyl-8- prenyl-2H1-benzopyran. Lignans : 1-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)-2-{4-[(E)-3-acetoxypropen-1-yl]-2-ethoxyphenoxy}propan-1,3-diol 3-acetate (erythro- and treo) dan Yangambin. Diterpenic acid : ent-17-hydroxy-3,13Z-clerodadien-15-oic acid Caffeoylquinic acids : 3-caffeoylquinic (chlorogenic) acid, 4caffeoylquinic acid, 5-caffeolyquinic acid, 3,5-dicaffeoylquinic acid dan 4,5-dicaffeoylquinic acid methyl ester. Caffeoylquinic acids : 4,5-dicaffeoylquinic acid dan 3,4dicaffeoylquinic acid
Antibakteri
Sitotoksik
Imunomodulasi
antihepatotoksik
Sumber : Bankova et al. (2000) Struktur kimia golongan senyawa dalam propolis yang mempunyai aktivitas biologi penting, tampak pada Gambar 1. Kandungan mineral propolis yang telah diteliti pada sampel propolis asal Macedonia, antara lain Ca, Mg, K, Na, Fe dan Zn. Sedangkan propolis asal Kuba mengandung Fe, Mn, Zn dan Cu.
Gambar 1, Struktur kimia senyawa di dalam fraksi propolis (Pendekatan). 1). 3,5-diprenyl-4hydroxy-cinnamic acid; 2). 2,2-dimethyl-6-carboxyethenyl-2H-1-benzopyran; 3). ent-17-hydroxy-3,13Z-clerodadien-15-oic acid; 3). 15-oxo-3, 13Z-kolava-diene17-oic acid; 4). imbricatoloic acid; 5). 8(17),13E-labdadien-15,19-dioic acid; 6). 3-acetoxymethyl-5-[(E)-2-formylethen-1-yl]-2-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)-7methoxy-2,3-dihydrobenzofuran; 7). sesartenin; 8). 3,5-dicaffeoylquinic acid (Bankova et al. 2000)
Berdasarkan
tumbuhan asal resin pembentuknya serta pengetahuan
tentang senyawa aktif propolis, maka telah ditentukan komponen-komponen yang terkandung di dalam propolis lokal. Misalnya propolis asal Rusia, Brasilia dan Eropa. Komponen umum propolis yang berasal dari berbagai daerah tertera pada Tabel 3.
Propolis asal Brazil berwarna merah, mengandung 14 senyawa yang termasuk dalam golongan fenolik, triterpenoid, isoflavonoid, benzopenon terprenilasi dan naptokuinon epoksida. Tiga komponen utama tersebut mempunyai aktivitas antimikroba (Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Candida albicans) dan dua komponen utama mempunyai aktivitas antioksidan yang mampu menangkap radikal bebas terhadap 1,1-diphenyl-2-picylhydrazyl (DPPH) (Trusheva et al. 2006)
Tabel 3 Komponen Propolis Berdasarkan Daerah Asal Daerah asal Tumbuhan sumber resin Eropa, Asia, Populus spp (poplar) Amerika Utara Rusia Utara Brazil Kepulauan Canary
Komponen utama Pinocembrin, pinobanksin, pinobanksin-3O-acetate, chrysin, galangin, caffeates (benzyl, phenylethyl, prenyl) Betula verrucosa (birch) Acacetin, apigenin, ermanin, rhamnocitrin, kaemferid, αacetoxybetulenol. Baccahris spp. Araucaria Prenylated p-coumaric acids, prenylated spp. acetophenones, diterpenic acids Furoruran lignans
Sumber : Bankova et al. (2000)
Kegunaan Propolis Bagi Manusia Kegunaan Propolis bagi manusia adalah, pertama, sebagai suplementasi. Propolis mengandung zat-zat yang dibutuhkan untuk membangun kekebalan tubuh dan mengaktifkan kelenjar thymus. Zat-zat tersebut adalah semua vitamin (kecuali vitamin K), semua mineral yang dibutuhkan tubuh kecuali sulfur, 16 rantai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk regenerasi sel, dan bioflavonoid. Para ahli menemukan bahwa kandungan bioflavonoid pada satu tetes propolis setara dengan bioflavonoid yang dihasilkan dari 500 buah jeruk (Anonim, 2006a) Kedua, propolis digunakan sebagai bahan pengobatan alami karena mengandung zat aktif yang berfungsi sebagai obat untuk berbagai macam penyakit. Fungsi pengobatan meliputi beberapa hal, yakni : sebagai antibiotik, antivirus dan sekaligus antifungi alami tanpa efek samping. Mengobati penyakit yang berhubungan dengan bakteri, misalnya : tifus, diare atau muntaber dan sebagainya. Dapat juga untuk membunuh bakteri atau jamur di lipatan ketiak, untuk menghilangkan bau ketiak. Mengobati penyakit yang berhubungan dengan virus, misalnya : demam berdarah, flu, TBC dan sebagainya. Mengobati penyakit yang berhubungan dengan jamur, misalnya : eksim, panu, keputihan, dan ketombe. Sebagai bahan anti peradangan (infeksi dan luka), misalnya maag, luka luar, radang tenggorokan, sakit gigi, radang ginjal, lebam, dan luka bakar . Sebagai bahan anti kanker dan mutagenesis sel, misalnya : kanker tumor, mium, dan kista. Berfungsi pula untuk membersihkan pembuluh darah dan detoksifikasi
atau pembuangan racun, misalnya : asam urat, kolesterol, trigliserin, darah tinggi, jantung, stroke, diabetes melitus dan sebagainya (Rohmin, 2006). Moriyasu et al. (1994) dalam penelitiannya menemukan bahwa ekstrak propolis dapat
menyebabkan aktivitas mikrofag, yang berhubungan dengan
fungsi kekebalan tubuh pada manusia.
Kegunaan Propolis dalam Dunia Peternakan Studi pemanfaatan propolis dalam dunia peternakan telah banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Kwon et al. (1999) (dalam Fearnley 2001) menunjukkan bahwa propolis berpotensi mengurangi diare pada anak sapi yang terinfeksi oleh bakteri E.coli. Dunyavin (1971, diacu dalam Fearnley 2001) menemukan bahwa propolis yang dipadukan dengan logam tembaga dan kobalt dalam pakan yang diberikan kepada ternak sapi berkhasiat meningkatkan kekebalan tubuh sapi, mengaktifkan produksi antibodi dan fagositosis yang disebabkan oleh antigen paratyphoid. Selain sebagai obat dalam mengurangi kejadian diare, propolis juga dapat dipakai sebagai pemacu pertumbuhan anak sapi dengan cepat (Budicza, 1987 dalam Fearnley 2001). Pemberian ekstrak propolis 20% sebanyak 2 – 5 ml setiap pagi dan siang bersamaan dengan pemberian susu pada anak sapi, dapat mengurangi kejadian diare, dan mempercepat pertumbuhan berat badan. Buhatel et al. 1998 (diacu dalam Fearnley 2001) menemukan bahwa pemberian sejumlah kecil propolis bersama pakan ternak babi dapat mengurangi kebutuhan pakan sebesar 29%, tetapi berat badan anak babi meningkat lebih cepat. Dari fenomena ini diyakini bahwa pemberian propolis dapat mengatasi gangguan pencernaan pada anak babi. Bonomi et al. 1976 (diacu dalam Fearnley 2001) juga menemukan efek propolis terhadap ternak ayam. Ditemukan bahwa pemberian propolis sebanyak 30 ppm dalam ransum ayam, dapat meningkatkan produksi telur sebesar 6,07%, berat telur meningkat menjadi 1,27%, dan pertambahan berat badan ayam betina meningkat 6,40%. Propolis juga berkemampuan merangsang respon imun pada tikus (Dantas et al. 2006).
Propolis Trigona spp Trigona spp merupakan jenis lebah yang tidak menyengat (stingless bee). Jenis lebah ini termasuk di dalam famili Apidae. Lebah Trigona spp ditemukan di daerah tropis dan sub tropis, seperti Australia, Afrika, Asia Tenggara dan sebagian Meksiko dan Brazil. Lebah Trigona spp di daerah tropis selalu aktif sepanjang tahun, tetapi menjadi tidak aktif di musim dingin. Lebah Trigona spp merupakan salah satu serangga yang hidup berkelompok dan membentuk koloni. (Free, 1982). Trigona spp diklasifikasikan dalam divisi Animalia, filum Arthopoda, kelas Insecta, ordo Hymenoptera, famili Apidae, genus Trigona, dan species Trigona spp (Sihombing, 1997). Lebah Trigona spp biasanya bersarang di lubang pohon, ranting pohon atau celah batu karang. Kadang pula bersarang di lubang dinding rumah dan kayu lapuk. Mudah dipelihara dan jarang berpindah tempat. Lebah ini menyimpan polen tempat telur besar dari lilin lebah, yang biasanya dicampur dengan resin tumbuhan (propolis). Pot-pot ini disusun
mengelilingi pusat sarang sebagai
tempat larva. Lebah muda yang baru menetas, cenderung berada di dalam sarang, dan ketika cukup umur menjadi lebah pencari makan atau penjaga sarang. Larva lebah ini tidak diberi makan langsung
seperti lebah biasa. Hal mana berbeda dengan lebah biasa yang tergantung pada jenis makanannya (Hasan, 2006)
a
b Gambar 2 (a) Lebah Trigona spp. (b) Sarang lebah Trigona spp (Pyper, 2007)
Lebah Trigona spp membuat madu dengan mengumpulkan nektar, kemudian dimatangkan (dengan dehidrasi dan fermentasi) di mulut sampai membentuk madu. Sarang lebah madu biasa dapat menghasilkan 75 kg madu setiap tahun. Sedangkan sarang lebah Trigona spp menghasilkan kurang dari 1 kg setiap tahun. Madu lebah Trigona spp mempunyai aroma khas, campuran manis dan asam seperti aroma lemon. Aroma ini berasal dari resin kuncup tumbuhan yang dikonsumsinya. Menurut Singh (1962), lebah Trigona menghasilkan sedikit madu yang sulit diekstrak, namun propolis yang dihasilkannya lebih banyak dari jenis lebah lokal yang lain. Taksonomi lebah Trigona spp: Kigdom
: Animalia
Phylum
: Arthropoda
Class
: Insecta
Order
: Hymenoptera
Suborder
: Apocrita
Superfamily
: Apiodae
Famili
: Apidae
Subfamily
: Apinae
Tribe
: Meliponini
Genus
: Trigona
Species
: T. carbonaria, T. hockingsii, T. iridipennis, T. spinipes
Usus Sapi Sebagai Bagian Sistem Pencernaan Sapi Sapi merupakan hewan ruminansia dan merupakan salah satu hewan pemakan tumbuhan (herbivora). Bahan makanan sapi adalah rumput dan tumbuhtumbuhan berserat selulosa yang tinggi. Mikroba-mikroba di dalam rumen berperan mengurai selulosa dan karbohidrat dari rumput yang dimakan oleh sapi, dan mengubahnya menjadi asam lemak volatil. Asam lemak volatil yang terbentuk berperan sebagai bahan bakar utama untuk metabolisme dalam tubuh sapi. Mikroba yang hidup di dalam rumen sapi juga dapat mensintesis asam-asam amino dari bahan nitrogen non protein, seperti urea dan amonia untuk kebutuhan pertumbuhan sapi (Tyler et al. 2006). Sapi mempunyai lambung, yang terdiri dari empat bagian yaitu: rumen (bagian paling besar, kapasitas 80%), retikulum (bagian paling kecil, kapasitas 5%), omasum (kapasitas 7 – 8%), dan abomasum (kapasitas 7 – 8%). Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan dimamah kembali. Selain itu, pada lambung juga terjadi proses pembusukan dan fermentasi (Sarwono B dan Hario, 2006)
Lambung Sapi m = ujung kerongkongan, v = rumen, n = retikulum (perut jala), b = omasum (perut daun), l = abomasum (lambung), t = usus halus
Gambar 3. Anatomi sistem pencernaan sapi (sumber : Wikipedia, 2006a) Usus halus merupakan tempat berlangsungnya proses pencernaan lebih lanjut. Usus pada sapi sangat panjang, usus halusnya dapat mencapai 40 meter, dengan lebar sekitar 5 cm. Usus halus terdiri atas tiga bagian yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Usus halus menerima sekresi dari pankreas dan gallbladder, yang membantu pencernaan. Proses pencernaan umumnya diselesaikan di sini, dan zat-zat gizi hasil pencernaan terakhir ini diserap melalui fili ke dalam darah dan sistem yang mengandung getah bening, untuk selanjutnya diedarkan ke seluruh bagian tubuh (Tyler et al. 2006). . Makanan yang masuk ke dalam usus halus bercampur dengan sekresi pankreas dan hati yang akan menaikkan pH dari 2,5 menjadi 7 atau 8. Nilai pH yang lebih tinggi (basa) dibutuhkan untuk mengaktifkan enzim di dalam usus halus. Enzim ini berperan mendegradasi sisa protein menjadi asam amino, pati menjadi gula, dan lemak kompleks menjadi asam lemak. Proses yang terjadi di dalam usus halus menggunakan enzim dan hormon dari pankreas, hati dan usus halus. Absorbsi nutrisi terjadi di separuh bagian akhir usus halus. Dinding usus halus terdiri dari sejumlah fili yang memperluas permukaan usus untuk proses absorbsi. Kontraksi otot usus halus menyebabkan pencampuran makanan dan
menggerakkan penyebarannya ke seluruh jaringan yang diperlukan (Tyler et al. 2006) Di dalam usus, makanan
adalah
mikroorganisme yang membantu proses pencernaan
Lactobacillus (Lactobacillus salivarius, Lactobacillus
plantarum, Lactobacillus casei, L. acidophilus, Lactobacillus rhamnosus , Lactobacillus bulgaricus , Lactobacillus sporogenous dan lain-lain. Jenis bakteri ini disebut sebagai mikroba positif atau probiotik, dan merupakan kelompok mikroba terbesar yang ada di dalam usus sapi. Kelompok bakteri Lactobasillus di dalam usus sapi ini dapat dihambat aktivitasnya bilamana makanan (rumput) yang ditelan sapi terlampau banyak mengandung pestisida, atau dihambat aktivitasnya oleh bakteri jenis patogen (Anonim, 2006b) Mekanisme kerja Lactobacillus dalam memperbaiki efisiensi pakan untuk meningkatkan produktivitas ternak terjadi melalui perannya memproduksi enzim amilase, baik enzim intraseluler maupun ekstraseluler, dan dapat berkoloni pada ephitel usus. Satu dari beberapa kemungkinan mekanisme dari setiap mikroba probiotik yaitu mencegah pertumbuhan dan perkembangan bakteri
patogen,
seperti Salmonella dan Escherichia coli, serta menjamin keseimbangan populasi mikroba saluran
pencernaan induk semang. Lactobacilus juga dapat
memproduksi asam laktat dan hidrogen peroksida. Zat-zat yang dihasilkan ini mempunyai kemampuan untuk menghambat perkembangan populasi bakteri terutama Salmonella sp termasuk bakteri-bakteri yang
lain. Keberadaan
Lactobacillus acidophilus sebagai probiotik, mampu memperbaiki kinerja dan kecernaannya dalam usus halus sehingga absorbsi zat-zat makanan menjadi lebih banyak (Sellars, 1991, diacu dalam Haddadin, 2004). Jenis bakteri patogen yang hidup di usus sapi adalah E. coli, Salmonella dan Clostridium prefreinger. Bakteri-bakteri ini menghasilkan sejenis protein yang bersifat racun, yang dapat mengganggu dinding usus sapi. Jika protein bersifat racun itu diproduksi, maka sapi memberikan reaksi terhadap zat racun tersebut dengan jalan memompa air dalam jumlah banyak ke sistem usus, dengan tujuan untuk membilas atau memperkecil konsentrasi zat racun yang dihasilkan. Kondisi air yang banyak di dalam usus tersebut menyebabkan sapi mengalami diare. Diare yang terjadi biasanya berakibat kehilangan cairan atau dehidrasi.
Cairan tubuh yang keluar membawa serta garam-garam mineral atau elektrolit, yang berdampak pada berubahnya keseimbangan kimiawi tubuh. Pada akhirnya, akan menimbulkan stress dan depresi pada sapi, yang menyebabkan pertumbuhan sapi terganggu, kondisi fisiknya lemah, bahkan menyebabkan kematian. Secara umum, diare dibagi dalam dua kategori, yaitu diare yang disebabkan oleh ketidakseimbangan nutrisi (non-infeksius) dan diare yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme (Manglayang, 2006)
bakteri Salmonella sp
bakteri E. coli
Gambar 4, Bakteri E. Coli dan Salmonella sp (Wikipedia, 2006b) Bakteri Campylobacter merupakan bakteri penyebab keracunan makanan, yang mudah tumbuh dimana-mana, termasuk di saluran usus manusia dan hewan. Bakteri ini menimbulkan penyakit dan gastroenteritis pada hewan atau manusia yang terinfeksi. Gejala yang ditimbulkan adalah diare, sakit perut (abdominal pain) dan demam, karena adanya infeksi sistem gastrointestinal. Campylobacter biasa ditemukan pada saluran usus manusia maupun pada hewan tanpa menimbulkan gejala sakit. Media penularannya dapat melalui daging unggas, daging sapi, telur dan susu sapi. Susu sapi terkontaminasi melalui kontak langsung dengan tinja sapi (Suwandi, 2006).
Gambar 5, Bakteri Campylobacter sp. (Sumber : Wikipedia 2008a) Bakteri Klebsiella merupakan suatu bakteri anaerob yang bersama bakteri patogen lain menyebabkan berbagai infeksi di dalam tubuh. Infeksi-infeksi yang disebabkan itu adalah infeksi saluran pernapasan bagian bawah, infeksi kulit dan jaringan kulit, infeksi saluran kemih, tulang dan sendi, serta infeksi intra abdominal, yakni peranannya mengkontaminasi rongga abdomen (Wikipedia, 2007)
Gambar 6, Bakteri Klebsiella sp (Sumber : Wikipedia, 2007) Bakteri Bakteroides merupakan salah satu bakteri probiotik pengguna polisakarida dalam proses fermentasi dan metabolisme polisakarida, di samping bakteri sakarolitik lainnya seperti Bifidobacterium, Ruminococcus, Eubacterium, Lactobacillus, dan Clostridium. Proses metabolisme karbohidrat di dalam kolon bergantung pada kerjasama berbagai enzim yang dihasilkan dari bermacammacam spesies bakteri, termasuk Bakteroides, yang saling bergantung satu sama lain dalam rantai proses fermentasi. Bacteroides adalah genus dari bakteri Gram negatif berbentuk tongkat. Spesies Bacteroides tidak membentuk endospora, anaerob, dan bergerak ataupun tidak dapat bergerak, tergantung spesiesnya (Wikipedia, 2008).
Gambar 7, Bakteri Bakteroides sp (Sumber : Wikipedia.2008b) Bakteri Bifidum merupakan salah satu anggota kelompok bakteri probiotik, seperti L. casei dan Bakteroides sp. Bakteri ini hidup di dalam usus dan berperan membantu memperlancar proses pencernaan dan mengatasi ancaman terjadinya kanker. Penyebab kanker dapat bermula dari pola makan yang salah yang mengakibatkan terhambatnya sistem pembuangan di dalam usus. Dengan demikian,
menimbulkan senyawa karsinogenik dalam tubuh yang berpotensi
mengakibatkan kanker. Dari beberapa riset ditemukan bahwa Bifidobacterium tidak hanya mengatasi gangguan pencernaan, akan tetapi dapat juga efektif menurunkan resiko munculnya kanker terutama pada wanita (Anonim, 2007)
Gambar 8, : Bifidobacterium adolescentis Gram.jpg (Sumber : Wikipedia, 2008c) Senyawa Antibakteri Dalam definisi yang luas, antibakteri adalah zat atau senyawa
yang
memiliki kemampuan mencegah terjadinya pertumbuhan dan reproduksi bakteri. Dalam kehidupan sehari-hari, istilah yang lebih umum dikenal adalah antibiotik. Meskipun antibiotik maupun antibakteri sama-sama menyerang bakteri, namun kedua istilah ini memiliki arti yang berbeda. Zat antibakteri merupakan suatu zat yang digunakan untuk menghilangkan bakteri yang berpotensi membahayakan. Zat antibakteri tidak digunakan sebagai obat baik untuk manusia maupun untuk hewan, namun dapat ditemukan dalam berbagai produk seperti sabun, deterjen,
produk-produk untuk kulit dan kesehatan serta pembersih peralatan rumah tangga. Sedangkan antibiotik adalah zat yang digunakan sebagai obat, baik pada manusia maupun pada hewan, dan
mempunyai kemampuan untuk menghambat
pertumbuhan maupun membunuh mikroorganisme. Zat ini diperoleh dari hasil metabolisme sekunder
mikroorganisme lain, dan juga dapat disintesis secara
kimia (Pelczar & Chan, 1988). Berdasarkan cara kerjanya, antibakteri dibedakan menjadi bakteriostatik dan bakterisida. Antibakteri bakteriostatik bekerja dengan perbanyakan
cara menghambat
populasi bakteri, namun tidak mematikan bakteri. Sedangkan
bakterisida membunuh bakteri. Bakteriostatik dapat bertindak sebagai bakterisida jika dalam konsentrasi yang tinggi. Kadar terendah suatu zat antibakteri yang dapat mampu membunuh bakteri disebut Kadar Bunuh Minimal (KBM), sendangkan kadar terendah yang
mampu menghambat pertumbuhan bakteri,
dikenal sebagai Kadar Hambat Tumbuh Minimal (KHTM) (Pelczar & Chan, 1988) Kemampuan antibakteri dari zat-zat dapat berbeda satu sama lain. Menurut Dwijoseputro (1990), antibakteri dibedakan berdasarkan keefektifan kerjanya. Antibakteri berspektrum luas, yakni antibakteri yang efektif menghambat pertumbuhan berbagai jenis bakteri. Sedangkan antibakteri berspektrum sempit, yakni zat antibakteri yang tertentu.
Kerja
hanya
antibakteri
efektif
membunuh
mikroorganisme
juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
konsentrasi zat antibakteri, jenis zat, species bakteri, jumlah bakteri dan pH lingkungan.
Aktivitas Antibakteri Menurut Jawetz, (1986), kerja aktivitas antibakteri oleh suatu zat terjadi melalui empat cara. Pertama, melalui hambatan sintesis dinding sel. Dengan tidak terbentuknya dinding sel bakteri, maka bakteri tidak dapat hidup. Kedua, melalui cara perubahan permeabilitas selaput sel atau hambatan pengangkutan aktif melalui selaput sel. Membran sitoplasma berperan mempertahankan bahan-bahan tertentu di dalam sel serta mengatur aliran keluar masuknya bahan-bahan bagi sel. Membran berfungsi memelihara integritas
komponen-komponen seluler. Zat antibakteri akan menyebabkan terjadinya kerusakan pada membran sel. Kerusakan-kerusakan pada membran ini mengakibatkan terganggunya pertumbuhan sel bahkan menyebabkan sel mati. Ketiga, melalui hambatan sintesis protein. Hidupnya suatu sel bergantung pula pada terpeliharanya molekul-molekul protein dan asam nukleat alamiahnya. Suatu kondisi yang mengubah keadaan ini yakni terjadinya denaturasi protein dan asam-asam nukleat, (koagulasi dan atau timbulnya kondisi ireversible) maka sel pun mengalami kerusakan. Hal ini terjadi melalui kehadiran zat-zat kimia yang bersifat antibakteri atau kondisi suhu dan pH yang ekstrim. Keempat, hambatan sintesis asam nukleat. Proses kehidupan normal sel sangat ditentukan oleh DNA, RNA dan protein. Dengan demikian, jika terjadi gangguan terhadap sintesis komponen-komponen ini maka mengakibatkan kerusakan total sel. Pengukuran aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode difusi dan metode pengenceran. Metode difusi merupakan metode yang lebih umum digunakan (Pelczar et al. 1988). Metode difusi dapat dilakukan melalui tiga cara. Pertama, dengan cara silinder. Silinder steril dengan diameter 8 mm, ditetesi larutan uji (zat antibakteri), dan ditempatkan pada permukaan agar yang telah ditanami bakteri uji. Daerah hambat yang terbentuk, terlihat sebagai daerah bening di sekitar silinder. Kedua, cara perforasi. Pada cara ini, media agar yang telah ditanam jenis bakteri uji dibuat lubang atau sumur dengan diameter 5 sampai 6 mm. Ke dalam sumur dimasukkan larutan uji (zat antibakteri) sebanyak sekitar 10 μl, diinkubasi pada suhu syarat hidup bakteri uji. Daerah hambatan tumbuh bakteri yang terjadi terlihat sebagai daerah bening di sekeliling sumur. Ketiga, cara difusi cakram (Kirby-Bauer) merupakan cara yang paling banyak digunakan di antara kedua cara lain di atas. Sejumlah bakteri uji diinokulasi pada media agar, dan cakram yang mengandung larutan uji (larutan zat antibakteri) diletakkan pada permukaan media agar yang telah memadat. Setelah diinkubasi akan tampak daerah bening di sekeliling cakram, yang menandakan bahwa bakteri tidak dapat tumbuh (hidup) di sekitar daerah yang ditempati zat antibakteri.