BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku 2.1.1 Definisi Perilaku Perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon), juga suatu tindakan atau perbuatan suatu organisasi yang dapat diamati dan bahkan dipelajari. Dengan demikian perilaku adalah suatu respon terhadap stimulus dan akan sangat ditentukan oleh keadaan stimulusnya, individu atau organisme seakan-akan tidak mempunyai kemampuan untuk menentukan perilakunya sehingga hubungan stimulus dan respon seakan-akan bersifat mekanistis (Notoatmodjo, 2007) Selanjutnya Skinner (1938) seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organism dan kemudian organism tersebut merespon, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus Organisme Respon. Skinner membedakan adanya dua respon: a) Responden respon atau reflexive yaitu respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus seperti ini disebut eliciting stimulation karena menimbulkan respo-respon yang relativ tepat. Responden respon ini juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah menjadi menangis.
Universitas Sumatera Utara
b) Operant Respons atau Instrumental Respon yaitu respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti dengan stimulus atau perangsang tertentu. Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua: 1. Perilaku Tertutup (Covert Behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dapat diamati secara jelas oleh orang lain. 2. Perilaku terbuka (Overt Behavior) Respon seseorang dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon seseorang terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain. 2.1.2 Jenis Perilaku Menurut Notoatmodjo, 2007 perilaku dibagi menjadi dua bagian a) Perilaku yang alami (Innate Bahavior) Perilaku alami yaitu yang dibawa sejak organisme dilahirkan yang berupa reflex dan insting
b) Perilaku Operan (Operant Behavior)
Universitas Sumatera Utara
Perilaku operan yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar, sebagian besar perilaku manusia adalah perilaku operan. 2.1.3 Prosedur Pembentukan Perilaku Prosedur pembentukan perilaku adalah sebagai berikut: a) Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat reinforce berupa hadiah-hadiah atau rewads bagi perilaku yang dibentuk. b) Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-komponen tersebut disusun menuju terbentuknya perilaku yang dimaksud. c) Menggunakan secara urut komponen tersebut sebagai tujuan sementara, mengidentifikasi reinforce atau hadiah untuk masingmasing komponen tersebut. d) Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang tersusun tersebut. Apabila komponen pertama dilakukan maka hadiah akan diberikan. Hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku (tindakan) tersebut cenderung akan sering dilakukan (Notoatmodjo, 2007). 2.1.4 Bentuk Perilaku a) Bentuk Pasif (Cover Behavior) adalah respon internal yaitu yang terjadi didalam diri manusia dan secara langsung dapat terlihat oleh
Universitas Sumatera Utara
orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sifat batin dan pengetahuan. b) Bentuk Aktif (Operant Behavior) adalah apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung (Notoatmodjo, 2007). 2.1.5 Perilaku Kesehatan Berdasarkan batasan perilaku maka perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan diklasifikasikan menjadi tiga kelompok: a) Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health Maintanance) Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang unutk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bila sakit. b) Perilaku Pencarian Pengobatan (Health Seeking Behavior) Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (Self treatment) sampai mencari pengobatan keluar negeri. c) Perilaku Kesehatan Lingkungan Yaitu bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun
sosial
budaya,
sehingga
lingkungan
tidak
mempengaruhi kesehatannya.
Universitas Sumatera Utara
2.1.6 Perubahan-Perubahan Perilaku Perubahan-perubahan dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra. Setiap orang memiliki persepsi yang beda, meskipun mengamati pada satu objek yang sama. Motivasi yang diartikan sebagai suatu dorongan untuk bertindak untuk mencapai suatu tujuan juga dapat terwujud dalam bentuk perilaku. Perilaku juga dapat timbul karena emosi. Aspek psikologis yang mempengaruhi emosi yang berhubungan erat dengan keadaan jasmani, yang pada hakekatnya merupakan faktor keturunan. Manusia dalam mencapai kedewasaan secara aspek tersebut diatas akan berkembang sesuai dengan perkembangan (Notoatmodjo, 2007) 2.1.7 Domain Perilaku Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku dapat diukur dengan pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan tindakan (practice). a. Pengetahuan 1) Definisi Pengetahuan Pengetahuan sebagai suatu kompleks gagasan yang berbeda dalam pikiran manusia yang diperoleh dari proses belajar. Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan pada dasarnya terjadi dari
Universitas Sumatera Utara
sejumlah fakta dan teori yang mungkin seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperolehnya baik dari pengalaman langsung maupun pengalaman orang lain. 2) Cara memperoleh pengetahuan Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk mmemperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni: a) Cara tradisional Yaitu cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi: 1. Cara coba-coba, cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan 2. Cara kekuasaan dan otoritas 3. Berdasarkan pengalaman pribadi 4. Melalui jalan pikiran b) Cara modern Cara modern atau cara baru dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sitematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode ilmiah 3) Proses adopsi perilaku terhadap pengetahuan Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) seperti yang dikutip oleh
Universitas Sumatera Utara
Notoatmodjo
2007,
mengungkapakan
bahwa
sebelum
orang
mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: a) Awareness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus objek terlebih dahulu. b) Interest yakni orang mulai tertarik pada stimulus. c) Evaluation menimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti responden sudah lebih baik lagi. d) Adaption,
subjek
telah
berperilaku
baru
sesuai
dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. 4) Tingkat Pengetahuan Tingkat pengetahuan terdiri dari 6 tingkatan, yaitu: a) Tahu (know) : mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima, merupakan tingkat pengetahuan yang lebih rendah. b) Memahami (Comprehension) Suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat mengintrepretasikan materi tersebut dengan benar. c) Aplikasi (aplication): kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari pada situasi yang sebenarnya
Universitas Sumatera Utara
d) Analisa (analysis) : suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. e) Sintesis
(synthesis):
kemampuan
untuk
meletakkan
atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f) Evaluasi (Evaluation): kemampuan untuk melakukan judifikasi penilaian terhadap suatu materi atau objek. 5) Pengukuran pengetahuan Dapat dilakukan dengan wawancara atau angket (kuisoner) yang menanyakan tentang materi yang ingin diukur dari suatu subjek penelitian atau responden. Kedalam pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas (Notoatmodjo, 2007). b. Sikap (Attitude) 1) Definisi yaitu suatu tingkatan afeksi baik ang bersifat positif maupun negative dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis, sikap juga sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan objek psikologi.
Universitas Sumatera Utara
2) Pembentukan sikap Sikap sosial terbentuk dari interaksi sosial yang dialami individu. Dalam interaksi sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara individu sebagai anggota kelompok sosial yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai naggota masyarakat. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap diantaranya: (a) Pengalaman pribadi, (b) pengaruh orang lain, (c) pengaruh kebudayaan, (d) media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, (e) pengaruh faktor emosional. 3) Tingkatan sikap Sikap terdiri dari berbagai tingkatan diantaranya: (a) Menerima (Reciving) : bahwa orang atau subjek mau dan menerima stimulus yang diberikan dalam objek (b) Merespon (Responding) : memberikan jawaban apabila ditanya mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap (c)Menghargai (Valuing) : mengajak orang lain untuk emnerjakan atau mendiskusikan suatu masalah yang merupakan suatu indikasi sikap tingkat tiga. (d) Bertanggung jawab (Responsible) : bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi
Universitas Sumatera Utara
4) Pengukuran sikap Cara pengukuran sikap ini dapat dilakukan dengan menggunakan skala Borgadus, Thrustone dan Likert. Namun dari ketiga skala tersebut, skala Likert yang paling mudah dilakukan. Dalam menciptakan alat ukur, likert juga menggunakan pernyataan-pernyataan dengan menggunakan lima alternatif atau tanggapan atas pernyataan-pernyataan. Lima alternatif jawaban yang dikemukakan linkert adalah: sangat setuju (Strongly Approve), Setuju (Approve), Ragu-ragu (Undecided), Tidak setuju (Disapprove), Sangat tidak setuju (Strongly disapprove). Skala likert menggunakan nilai untuk masing-masing pernyataan bergerak antara 1-5. Nilai terendah adalah 1 dan nilai tertinggi adalah bila pernyataan bersifat positif dan seseorang setuju terhadap pernyataan tersebut, maka orang tersebut akan memperoleh nilai 5, dengan demikian dapat dikemukakan untuk mengukur sikap yang terdiri dari 10 pertanyaan, maka skor tertinggi yang mungkin dicapai adalah 50, sedangkan skor terendah adalah 10. Jumlah nilai yang dicapai seseorang menggambarkan sikap orang terhadap suatu objek sikap. Corak khas dari skala likert, bahwa makin tinggi skor yang diperoleh seseorang merupakan indikasi bahwa orang tersebut sikapnya makin positif terhadap objek sikap, demikian sebaliknya (Notoatmodjo, 2007).
Universitas Sumatera Utara
c. Tindakan (Practice) 1) Definisi Tindakan adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap menjadi suatu perbuatan nyata. Tindakan juga merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan yang dengan mudah diamati atau dilihat oleh orang lain. 2) Tingkatan dalam tindakan Tingkatan- tingkatan dalam tindakan yaitu: (a)Persepsi (perception) : mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh dan merupakan indicator tingkat pertama. (b) Respon terpimpin (Quided Response) : dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar
sesuai dengan contoh dan
merupakan indicator praktek tingkat kedua. (c)Mekanisme (Mechanism) : telah dapat melakukan sesuatu yang benar secara otomatis atau segala itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. (d) Adaptasi (Adaptation) : suatiu tindakan yang sudah berkembang dengan baik dan mencapai tingkat paling atas.
Universitas Sumatera Utara
3) Pengukuran tindakan Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan atau dengan observasi secara langsung (Notoatmodjo, 2007). 2.2 Kepatuhan 2.2.1 Definisi kepatuhan Kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan (Niven, 2002). Yang mendukung kepatuhan pasien adalah: a) Pendidikan Pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikann aktif seperti penggunaan buku-buku dan kaset oleh pasien secara mandiri. b) Akomodasi Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami cirri kepribadian pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Sebagai contoh pasien yang lebih mandiri harus dapat merasakan bahwa ia dilibatkan secara aktif dalam program pengobatan. c) Modifikasi faktor lingkungan dan sosial Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan temanteman. Kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan terhadap program pengobatan.
Universitas Sumatera Utara
d) Perubahan model terapi Program-program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin, dan pasien dapat terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut. Dengan cara ini komponen sderhana dalam program pengobatan dapat diperkuat untuk selanjutnya mematuhi komponen yang lebih kompleks. e) Meningkatkan interaksi professional kesehatan dengan pasien Suatu hal yang penting untuk memberikan umpan balik pada pasien serelah memperoleh informasi tentang diagnosis. Pasien mebutuhkan penjelasan tentang kondisinya saat ini, apa penyebanya dan apa yang dapat mereka lakukan denagn kondisi seperti itu (Niven, 2002). 2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien Menurut Sachwartz dan Griffin dalam buku psikologi kesehatan karangan
Bart
Smet
mengatakan
bahwa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kepatuhan adalah: a) Sosial ekonomi b) Umur c) Tingkat pendidikan d) Sumber informasi 2.3 Anemia Pada Ibu Hamil 2.3.1 Defenisi anemia Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada di bawah normal. Di Indonesia Anemia umumnya disebabkan oleh kekurangan Zat Besi, sehingga lebih dikenal dengan istilah Anemia Gizi Besi. Anemia
Universitas Sumatera Utara
defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai di bawah 11 gr/dl selama trimester III. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi berat badan lahir rendah (BBLR) dan prematur juga lebih besar. 2.3.2 tanda dan gejala anemia pada ibu hamil - Kulit pucat, khususnya daerah wajah - Kelemahan dan kelelahan - Jantung berdebar-debar, takikardi, sesak nafas - Kelainan gambaran darah - Pada hasil pemeriksaan laboratorium terlihat adanya hemoglobinemi, hiperbilirubinea 2.3.3 Pengobatan anemia dalam kehamilan Pencegahan dan penanggulangan anemia defisiensi zat besi dilakukan antara lain dengan cara berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan b. Suplementasi tablet zat besi dapat memperbaiki status hemoglobin c. Fortifikasi zat besi, yaitu dengan penambahan zat gizi kedalam pangan, atau diberikan tablet Fe 1 kali sehari (Wirakusuma, 2001). 2.4 Zat Besi 2.4.1 Definisi Zat besi adalah salah satu nutrient yang tidak dapat diperoleh dalam jumlah yang adekuat dan bermakna yang dikonsumsi selama masa kehamilan. Jumlah zat besi yang dibutuhkan untuk kehamilan tunggal yang normal adalah sekitar 1000 mg, 350 mg untuk pertumbuhan janin dan plasenta, 450 mg untuk peningkatan massa sel darah merah ibu dan 200 mg untuk kehilangan basal (Bobak, 2004). Zat besi berkaitan erat dengan anemia atau kekurangan sel darah merah sebagai adanya perubahan fisiologis selama kehamilan yang disebabkan oleh: (a) Meningkatnya kebutuhan zat besi untuk pertumbuhan janin (b) Kurangnya asupan zat besi pada makanan yang dikonsumsi sehari-hari (c) Adanya kecenderungan rendahnya cadangan zat besi pada wanita, sehingga tidak mampu menyuplai kebutuhan zat besi dan mengembalikan persediaan darah yang hilang akibat persalinan sebelumnya. Kelebihan zat besi jarang terjadi karena makanan, tetapi tidak dapat disebabkan oleh suplemen besi. Gejalanya adalah rasa mual, muntah, diare, denyut jantung meningkat, sakit kepala, mengigau dan pingsan (Almatsier, 2004).
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Fungsi zat besi (a) Metabolisme energi Didalam sel zat besi bekerja sama dengan rantai protein pengangkat electron, yang berperan dalam langkah-langkah akhir metabolisme energi. Menurunnya produktivitas kerja pada kekurangan zat besi disebabkan oleh dua hal, yaitu: berkurangnya enzim-enzim yang mengandung zat besi dan menurunnya hemoglobin darah. Akibatnya, metabolisme energi didalam otot terganggu dan terjadi penumpukan asam laktat yang menyebabkan rasa lelah. (b) Sistem kekebalan Zat besi memegang peranan penting dalam system kekebalan tubuh. Respon
kekebalan
sel
oleh
limfosit-T
terganggu
karena
berkurangnya pembentukan sel-sel (c) Pelarut obat-obatan Obat-obatan yang tidak larut dalam air oleh enzim mengandung besi dapat dilarutkan hingga dapat dikeluarkan dari tubuh (Almatsier, 2004). 2.4.3 Sumber zat besi Sumber zat besi adalah makanan hewani, seperti daging, ayam dan ikan. Sumber lainnya telur, serelia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah. Pada umumnya zat besi didalam daging, ayam dan ikan mempunyai ketersediaan biologik tinggi, besi didalam serelia dan kacangkacangan mempunyai ketersediaan biologik sedang, dan zat besi didalam
Universitas Sumatera Utara
sayuran yang mengandung asam laktat tinggi seperti bayam mempunyai ketersediaan biologik rendah. Sebaiknya diperhatikan kombinasi makanan sehari-hari yang terdiri atas campuran sumber besi berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan serta sumber gizi lain yang dapat membantu absorbs (Almaitser, 2004) 2.4.4 Zat besi untuk ibu hamil Wanita memerlukan zat besi lebih tinggi dari laki-laki karena terjadi menstruasi dengan pendarahan sebanyak 50 sampai 80 CC setiap bulan dan kehilangan zat besi 30 sampai 40 mg, disamping itu kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah janin dan plasenta. Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin banyak kehilangan zat besi dan akan menjadi semakin anemis (Manuaba, 1998). Pada setiap kehamilan kebutuhan zat besi yang diperlukan sebanyak 900 mg Fe yaitu meningkatnya sel darah ibu 500 mg Fe, terdapat dalam plasenta 300 mg Fe, dan untuk darah janin sebesar 100 mg Fe. Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan menguras Fe tubuh dan akhirnya akan menimbulkan anemia pada kehamilan (Manuaba, 1998). Kebutuhan zat besi setiap tri wulan pertama relative kecil, yaitu 0,8 mg perhari, namun meningkat dengan pesat selama triwulan kedua dan ketiga hingga 6,3 mg perhari. Sebagian dari peningkatan dapat dipengaruhi oleh simpanan zat besi dan peningkatan aditif presentase zat besi yang diserap, tetapi bila zat besi rendah atau tidak sama sekali, dan zat besi yang diserap
Universitas Sumatera Utara
dari makanan sangat sedikit, maka suplemen zat besi sangat dibutuhkan pada masa kehamilan (Demayer, 1995). Pada ibu hamil dan menyusui kebutuhan akan zat besi meningkat karena selain dibutuhkan oleh sang ibu, zat besi juga dibutuhkan oleh bayinya. Pada ibu hamil, zat besi juga dibutuhkan oleh plasenta dan janinnya. Apabila kebutuhan yang tinggi ini tidak dapat dipenuhi, maka kemungkinan terjadinya anemia defisiensi besi cukup besar. Kebutuhan zat besi tiap semester pada ibu hamil sebagai berikut: Trimester I Kebutuhan zat besi ± 5mg/hari (kehilangan basal 0,8 mg/hari) ditambah 30-40 mg untuk kebutuhan janin dan sel darah merah. Trimester II Kebutuhan zat besi ± 5mg/hari (kehilangan basal 0,8 mg/hari) ditambah 30mg dan coceptus 115mg. Trimester III Kebutuhan zat besi ± 5 mg/hari (kehilangan basal 0,8mg/hari) ditambah kebutuhan sel darah merah 150mg dan coceptus 223 mg. Selama masa kehamilan minimal diberikan 90 tablet sampai 42 minggu setelah melahirkan, diberikan sejak pemeriksaan ibu pertama. Pemeberian zat besi untuk dosis pengobatan (bila Hb < 11g/dl) adalah 3x1 tablet per hari dan untuk dosis pencegahan 1x1 tablet per hari (wirakusumah, 2001).
Universitas Sumatera Utara
2.4.5 Akibat Kekurangan Zat Besi Pada Masa Kehamilan Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dalam darah kurang dari normal yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin. Kadar normal hemoglobin dalam darah yaitu : anak balita 11 gr, anak usia sekolah 12 gr, wanita dewasa 12 gr, ibu hamil 11 gr, laki-laki 13 gr, ibu menyusui 12 gr (Depkes RI, 1999). Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih besar. Menurut manuaba (1998) anemia pada kehamilan dapat berakibat buruk pada ibu dan janin yang dikandung. Bahaya selama kehamilan adalah terjadi abortus, persalinan prematuritas, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah terjadi infeksi, ancaman dekompensasi kordis (Hb<6 gr%), mola hidatidosa, hiperemesis gravadarum, perdarahan antepertum, dan ketuban pecah dini (KPD). Dampak anemia pada bayi yaitu bayi lahir sebelum waktunya, berat badan lahir rendah, kematian bayi, serta meningkatnya angka kesakitan bayi (Depkes RI, 1999).
Universitas Sumatera Utara
Wiknyosastro (1999) dalam Dina (2004) menyatakan bahwa kematian ibu dapat digolongkan pada kematian obstetrik langsung. Kematian obstetrik tidak langsung disebabkan oleh penyakit atau komplikasi lain yang sudah ada sebelum kehamilan atau persalinan seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes millitus malaria dan anemia. Royston (1994) juga mengemukakan bahwa salah satu penyebab tidak langsung kematian ibu adalah penyakit yang mungkin telah terjadi sebelum kehamilan dan diperburuk oleh kehamilan ibu sendiri, penyakit tersebut antara lain adalah anemia. 2.4.6 Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Kurang Besi Pada Ibu Hamil Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menganggulagi kurang zat besi pada ibu hamil menurut Depkes (1999) adalah : 1. Meningkatkan konsumsi zat besi dari sumber alami, terutama makanan sumber hewani yang mudah diserap seperti ikan, hati, daging. Selain itu perlu ditingkatkan juga makanan yang banyak mengandung vitamin C dan vitamin A (buah-buahan dan sayur-sayuran) untuk membantu zat besi dan membantu proses pembentukan Hb. 2. Fortifikasi bahan makanan, yaitu menambah zat besi asam folat, vitamin A, dan asam amino esensial pada bahan makanan yang dimakan secara luas oleh kelompok sasaran. Penambahan zat besi ini umumnya dilakukan pada bahan makanan hasil produksi industri pangan. Untuk mengetahui bahan makanan yang mengandung zat besi, dianjurkan membaca label pada kemasannya.
Universitas Sumatera Utara
3. Suplementasi besi-folat secara rutin selama jangka waktu tertentu, bertujuan untuk meningkatkan kadar Hb secara cepat. Dengan demikian suplementasi zat besi hanya merupakan salah satu upaya cara pencegahan dan penanggulangan kurang besi yang perlu diikuti dengan cara lainnya. 2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Mengkonsumsi Zat Besi Pada Ibu Hamil Kepatuhan mengkonsumsi tablet zat besi diukur dari ketepatan jumlah tablet yang dikonsumsi, ketepatan cara mengkonsumsi zat besi, frekuensi konsumsi per hari. Suplementasi besi atau pemberian tablet Fe merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah dan menanggulangi anemia, khususnya anemia kekurangan zat besi (Afnita, 2004). Menurut Dinicola dan Dimatteo (1984), cara meningkatkan kepatuhan diantaranya melalui perilaku sehat dan pengontrolan perilaku dengan faktor kognitif, dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga yang lain, teman, waktu dan uang maupun dukungan dari professional medis merupakan faktor yang penting dalam kepatuhan menjalani program-program medis. Tablet zat besi sebagai suplementasi yang diberikan pada ibu hamil menurut aturan harus dikonsumsi setiap hari. Namun karena berbagai alasan misalnya, pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu hamil yang kurang baik, efek samping dari zat besi dan motivasi petugas kesehatan yang sering kali menjadi faktor ketidakpatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi zat besi. Hal ini dapat mengakibatkan tujuan dari pemberian zat besi tidak tercapai (Niven, 2002).
Universitas Sumatera Utara