BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Karakteristik Pesawat Terbang Dalam Perencanaan Bandar Udara
2.1.1. Pendahuluan Menurut Horonjeff (1994) berat pesawat terbang penting untuk menentukan tebal perkerasan runway, taxiway dan apron, panjang runway saat lepas landas dan pendaratan pada suatu bandara. Bentang sayap dan panjang badan pesawat terbang mempengaruhi ukuran apron parkir, yang akan mempengaruhi susunan gedunggedung terminal. Ukuran pesawat terbang juga menentukan lebar runway, taxiway dan jarak antara keduanya, serta mempengaruhi jari-jari putar yang dibutuhkan pada kurva- kurva perkerasan. Kapasitas penumpang mempunyai pengaruh penting dalam menentukan fasilitas-fasilitas di dalam dan yang berdekatan dengan gedung-gedung terminal. Panjang runway mempengaruhi sebagian besar daerah yang dibutuhkan di suatu bandara. Panjang landas pacu yang terdapat pada Tabel 2.1. dan Tabel 2.2. adalah pendekatan panjang landasan pacu minimum yang dipakai setelah beberapa kali tes yang dilakukan oleh pabrik pembuat pesawat terbang yang bersangkutan. Perlu dijelaskan bahwa tabel-tabel ini diberikan untuk mengenal bahwa beberapa besaran seperti ”Operating Weight Empty” kapasitas penumpang dan landasan adalah sebagai ancar-ancar, mengingat bahwa besaran tadi bisa dihitung dan hitungannya dipengaruhi oleh beberapa aspek.
6 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 2.1. Klasifikasi Bandar Udara, Desain Grup Pesawat dan Jenis Pesawat AEROPLANE TYPE
REF CODE
AEROPLANE CHARACTERISTICS ARFL
Wingspan
OMGWS
Length
MTOW
TP
(m)
(m)
(m)
(m)
(kg)
(kPa)
1A
381
14.6
3.3
10.3
2490
240
58 (Baron)
1A
401
11.5
3.1
9.1
2449
392
100
1A
628
14.0
4.0
12.2
5352
1A
353
14.9
4.0
10.9
2850
172
1A
272
10.9
2.7
8.2
1066
206
1A
274
10.9
2.6
8.6
1639
310
1A
518
11.3
3.7
9.7
2359
414
404
1A
721
14.1
4.3
12.1
3810
490
Partenavia P68
1A
230
12.0
2.6
9.4
1960
PA 31 (Navajo)
1A
639
12.4
4.3
9.9
2950
PA 38
1A
378
11.8
3.4
8.7
1814
1B
592
16.6
5.6
13.3
5670
208 A (Caravan)
1B
296
15.9
3.7
11.5
3310
402 C
1B
669
13.45
5.6
11.1
3107
490
441
1B
544
15.1
4.6
11.9
4468
665
DHC 6 Twin Otter
1B
695
19.8
4.1
15.8
5670
220
Domier 228-200
1B
525
17.0
3.6
16.6
5700
DHC-7
1C
689
28.4
7.8
24.6
19505
DHC-5E
1d
290
29.3
10.2
24.1
22316
Lear Jet 28/29
2A
912
13.4
2.5
14.5
6804
Beechcraft 1900
2B
1098
16.6
5.8
17.6
7530
CASA C-212
2B
866
20.3
3.5
16.2
7700
392
Embraer EMB110
2B
1199
15.3
4.9
15.1
5670
586
Metro II
2B
800
14.1
5.4
18.1
5670
74
Metro III
2B
991
17.37
5.4
18.1
6577
740
ATR 42-200
2C
1010
24.6
4.9
22.7
16150
728
Cessna 550
2C
912
15.8
6.0
14.4
6033
700
100
2C
948
25.9
8.5
22.3
15650
805
300
2C
1122
27.4
8.5
25.7
18642
805
Lear Jet 55
3A
1292
13.4
2.5
16.8
9298
IAI Westwind 2
3A
1495
13.7
3.7
15.9
10660
DHC2 Beaver Beechcraft
Britten Norman Islander
228
Cessna :
Piper :
Beechcraft 200
414 735
Cessna :
620 793
DHC-8 :
1000
7 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
AEROPLANE TYPE
REF CODE
AEROPLANE CHARACTERISTICS ARFL
Wingspan
OMGWS
Length
MTOW
TP
(m)
(m)
(m)
(m)
(kg)
(kPa)
3B
1713
15.7
3.3
15.5
12480
1007
CL600
3B
1737
18.9
4.0
20.9
18642
1140
CRJ-200
3B
1527
21.21
4.0
26.77
21523
1117
Jetstream 31
3C
1440
15.9
6.2
14.4
6950
448
Jetstream 41
3C
1500
18.3
19.3
10433
146-200
3C
1615
26.3
5.5
26.2
42185
1138
146-300
3C
1615
26.3
5.5
31.0
44225
945
DC-3
3C
1204
28.8
5.8
19.6
14100
358
DC9-20
3C
1551
28.5
6.0
31.8
45360
972
Bae 125-400 Canadair :
Bae :
McDonnell Douglas :
Fokker : F27-500
3C
1670
29.0
7.9
25.1
20412
540
F28-4000
3C
1640
25.1
5.8
29.6
32205
779
F50
3C
1760
29.0
8.0
25.2
20820
552
F100
3C
1695
28.1
5.0
35.5
44450
920
SAAB SF-340
3C
1220
21.4
7.5
19.7
12371
655
Airbus A300 B2
3D
1676
44.8
10.9
53.6
142000
1241
Airbus A320-200
4C
2058
33.9
8.7
37.6
72000
1360
B717-200
4C
2130
28.4
6.0
37.8
51710
B737-200
4C
2595
28.4
6.4
30.6
52390
1145
B737-300
4C
2749
28.9
6.4
30.5
61230
1344
B737-400
4C
2499
28.9
6.4
36.5
63083
1400
B737-800
4C
2256
35.8
6.4
39.5
70535
DC9-30
4C
2134
28.5
6.0
37.8
48988
DC9-80/MD80
4C
2553
32.9
6.2
45.1
72575
1390
A300-600
4D
2332
44.8
10.9
54.1
165000
1260
A310-200
4D
1845
43.9
10.9
46.7
132000
1080
B707-300
4D
3088
44.4
7.9
46.6
151315
1240
Boieng :
McDonnell Douglas :
Airbus :
Boieng : B757-200
4D
2057
36.0
8.7
47.3
108860
1172
B767-200ER
4D
2499
47.6
10.8
48.5
156500
1310
B767-300ER
4D
2743
47.6
10.8
54.9
172365
1310
8 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
AEROPLANE TYPE
REF CODE
AEROPLANE CHARACTERISTICS ARFL
Wingspan
OMGWS
Length
MTOW
TP
(m)
(m)
(m)
(m)
(kg)
(kPa)
McDonnell Douglas : DC8-63
4D
3179
45.2
7.6
57.1
158757
1365
DC10-30
4D
3170
50.4
12.6
55.4
251744
1276
4D
2469
47.3
12.8
54.2
211378
1207
MD11
4D
2207
51.7
12.0
61.2
273289
1400
Tupolev TU154
4D
2160
37.6
12.4
48.0
90300
A 330-200
4E
2713
60.3
12.0
59.0
230000
1400
A 330-300
4E
2560
60.3
12.0
63.6
230000
1400
A 340-300
4E
2200
60.3
12.0
63.7
253500
1400
B747-SP
4E
2710
59.6
12.4
56.3
318420
1413
B747-300
4E
3292
59.6
12.4
70.4
377800
1323
B747-400
4E
3383
64.9
12.4
70.4
394625
1410
B777-200
4E
2500
60.9
12.8
63.73
287800
1400
Lockheed : L1011-100/200 McDonnell Douglas :
Airbus :
Boieng :
Sumber : Manual of Standards Part 139—Aerodromes Chapter 2: Application of Standards to Aerodromes, Civil Aviation Safety Authority, Australian Government
9 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 2.2. Aerodrom Reference Code Aerodrome Refecence Code Code Element 1
Code Element 2
Code
Aeroplane Reference
Code
Number
Field Length
Letter
1
less than 800 m
A
2
800 m up to but not
B
including 1200 m 3
1200 m up to but not
C
including 1800 m 4
1800 m and over
5 6
D E F
Wing span
Outer main gear wheel span
up to but not
up to but not
including 15 m
including 4.5 m
15 m up to but not
4.5 m up to but not
including 24 m
including 6 m
24 m up to but not
6 m up to but not
including 36 m
including 9 m
36 m up to but not
9 m up to but not
including 52 m
including 14 m
52 m up to but not
9 m up to but not
including 65 m
including 14 m
65 m up to but not
14 m up to but not
including 80 m
including 16 m
Sumber : Manual of Standards Part 139—Aerodromes Chapter 2: Application of Standards to Aerodromes, Civil Aviation Safety Authority, Australian Government
2.1.2. Tipe Mesin Pesawat Terbang Untuk mengetahui klasifikasi pesawat terbang perlu diketahui tentang tipe mesin pesawat terbang : 1. Piston Engine Aircraft (P) Pesawat terbang digerakan oleh perputaran baling–baling dengan tenaga mesin piston. Sebagian pesawat terbang kecil digerakan oleh mesin piston. 2. Turbo Propeller (TP) Pesawat terbang digerakan oleh baling–baling dengan tenaga mesin. 3. Turbo Jet (TJ) Pesawat terbang digerakan oleh daya dorong dari tenaga semburan Turbo Jet, sangat boros bahan bakar.
10 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4. Turbo Fan (TF) Pesawat terbang digerakan oleh daya dorong dari tenaga semburan Turbo Jet yang ditambahkan kipas (fan), ditempatkan di depan dari turbin induk. Sehingga didapatkan tenaga penggerak lebih besar. 2.1.3. Macam - macam Berat Pesawat Terbang Beban pesawat terbang diperlukan untuk menentukan tebal lapis keras landing movement yang dibutuhkan. Beberapa jenis beban pesawat terbang yang berhubungan dengan pengoperasian pesawat terbang antara lain : 1. Berat kosong operasi (Operating Weight Empty = OWE) Adalah beban utama pesawat terbang, termasuk awak pesawat dan konfigurasi roda pesawat terbang tetapi tidak termasuk muatan (payload) dan bahan bakar. 2. Muatan (Payload) Adalah beban pesawat terbang yang diperbolehkan untuk diangkut oleh pesawat terbang sesuai dengan persyaratan angkut pesawat terbang. Biasanya beban muatan menghasilkan pendapatan (beban yang dikenai biaya). Secara teoritis beban maksimum ini merupakan perbedaan antara berat bahan bakar kosong dan berat operasi kosong. 3. Berat bahan bakar kosong (Zero Fuel Weight = ZFW) Adalah beban maksimum yang terdiri dari berat operasi kosong, beban penumpang dan barang. Sehingga ketika pesawat terbang sedang terbang, tidak terjadi momen lentur yang berlebihan pada sambungan.
11 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4. Berat Ramp maksimum (Maximum Ramp Weight = MRW) Adalah beban maksimum untuk melakukan gerakan, atau berjalan dari parkir pesawat ke pangkal landas pacu. Selama melakukan gerakan ini, maka akan terjadi pembakaran bahan bakar sehingga pesawat akan kehilangan berat. 5. Berat maksimum lepas landas (Maximum Take Off Weight = MTOW) Adalah beban maksimum pada awal lepas landas sesuai dengan bobot pesawat terbang dan persyaratan kelayakan penerbangan. Beban ini meliputi berat operasi kosong, bahan bakar dan cadangan (tidak termasuk bahan bakar yang digunakan untuk melakukan gerakan awal) dan muatan (payload). 6. Rumus menghitung panjang runway Adalah beban maksimum pada saat roda pesawat terbang menyentuh lapis keras (mendarat) sesuai dengan bobot pesawat dan persyaratan kelayakan penerbangan. Main gear (roda pendarat utama) direncanakan untuk menyerap gaya yang lebih besar, jadi harus dengan gear yang lebih kuat. Untuk pesawat terbang transport, main gear direncanakan untuk menahan berat yang lebih kecil dari maximum structural take off weight. Untuk pesawat terbang dengan jarak tempuh tidak terlalu jauh misalnya DC-9, main gear direncanakan dengan kekuatan menahan hampir maximum structural take off weight karena keperluaan bahan bakar tidak terlalu banyak.
Pada saat mendarat pesawat terbang tidak boleh melebihi maximum structural landing weight.
Pada saat lepas landas pesawat terbang tidak boleh melebihi maximum structural take off weight. 12
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 2.3. merupakan perhitungan distribusi yang mendekati kebenaran dari komponen bobot pesawat terbang. Dapat diperhatikan tentang perbandingan jarak jelajah terbang dengan berat bahan bakar perjalanan, semakin jauh jarak jelajah terbang maka berat bahan bakar perjalanan ketika lepas landas juga semakin besar. Namun bobot muatan (payload) menurun. Tabel 2.3. Persentase Take Off Weight
Short Range
Operating Empty Weight 66
Medium Range
59
16
21
4
Long Range
44
16
42
5
Penerbangan
Payload
Tripload
Reverse Fuel
24
6
4
(Sumber: Tabel 1.2 hal 5. Heru Basuki, 1986)
2.1.4. Payload dan Range (jarak tempuh) Pertanyaaan yang sering muncul, berapa jauh pesawat terbang bisa terbang, jarak yang bisa ditempuh disebut range (jarak tempuh). Banyak faktor yang mempengaruhi jarak tempuh pesawat terbang, yang paling penting adalah payload. Pada dasar payload bertambah, jarak tempuhnya berkurang atau sebaliknya payload berkurang, jarak tempuh bertambah. 2.1.5. Berat Statik pada Main Gear dan Nose Gear Selain berat pesawat terbang, konfigurasi roda pendaratan utama sangat berpengaruh terhadap perancangan tebal lapis keras. Pada umumnya konfigurasi roda pendaratan utama dirancang untuk menyerap gaya-gaya yang ditimbulkan selama melakukan pendaratan (semakin besar gaya yang ditimbulkan semakin kuat roda yang digunakan), dan untuk menahan beban yang lebih kecil dari beban pesawat terbang lepas landas maksimum.
13 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Distribusi beban untuk perkerasan runway dan apron sangat penting diketahui untuk menentukan tebal perkerasan. Untuk merencanakan kekuatan landasan, dianggap bahwa 5% beban diberikan kepada nose gear sedangkan yang 95% dibebankan kepada main gear. Bila ada dua main gear, masing – masing gear menahan 47,5 % beban pesawat. Pada main gear yang mempunyai lebih dari dua main gear seperti B 747 dibuat sumbu tengah antara dua gear. Tabel 2.4. Tipikal Konfigurasi Roda Pesawat Terbang dan Tekanan Angin
(Sumber: Tabel 1.2 hal 5. Heru Basuki, 1986)
14 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.2.
Perencanaan Runway
2.2.1. Pendahuluan Runway adalah bagian dari bandar udara yang diperlukan untuk tinggal landas (take off) dan pendaratan (landing). 2.2.2. Konfigurasi Runway Banyak macam konfigurasi landasan pacu, sebagian konfigurasi adalah kombinasi dari konfigurasi besar. Konfigurasi dasar adalah : 1. Single Runway 2. Paralel Runway 3. Intersecting Runway 4. Open V Runway 1. Single Runway Konfigurasi ini merupakan konfigurasi yang paling sederhana seperti terlihat pada gambar. Kapasitas landasan pacu untuk kondisi VFR kapasitasnya adalah antara 45 – 100 operations/hours (gerakan /jam). Sedangkan untuk kondisi IFR kapasitasnya berkurang menjadi 50 -70 operasi tergantung dari komposisi mix pesawat dan perlengkapan penerbangan yang tersedia. 2. Paralel Runway (Landasan Pacu Dua Arah) Kapasitas runway tergantung dari jumlah dan jarak antara runway.
Untuk close paralel : Kondisi VFR kapsitasnya per jam : 90 – 198 Kondisi IFR kapasitasnya per jam : 54 – 64
15 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Untuk intermediate per jam : Kondisi VFR kapsitasnya per jam : 90 – 198 Kondisi IFR kapasitasnya per jam : 74 – 79
Untuk far paralel : Kondisi VFR kapsitasnya per jam : 90 – 198 Kondisi IFR kapasitasnya per jam : 84 – 106
3. Intersecting Runway (Landasan Pacu Berpotongan) Banyak Bandar udara mempunyai dua atau lebih landasan pacu yang arahnya berbeda dan saling berpotongan. Landasan pacu ini diperlukan bila terdapat angin yang relatif kuat, bertiup lebih dari satu arah. Kapasitas landasan pacu yang berpotongan sangat tergantung pada letak perpotongannya (ditengah atau diujung) dan pada cara pengoperasian landasan pacu, yang disebut strategi (lepas landas atau mendarat). 4. Open V Runway (Landasan Pacu V-terbuka) Landasan pacu yang arahnya memencar (divergen) tetapi tidak berpotongan disebut landasan pacu V-terbuka. Seperti landasan pacu berpotongan, landasan pacu V-terbuka akan berubah menjadi landasan pacu tunggal apabila angin bertiup dari satu arah. Apabila hembusan angin lemah, kedua landasan pacu dapat digunakan. Perbandingan konfigurasi landasan pacu dipandang dari segi kapasitas dan pengendalian lalu lintas udara, konfigurasi landasan pacu satu arah (single runway) adalah yang terbaik. Konfigurasi ini akan menghasilkan kapasitas yang tertinggi dibandingkan konfigurasi lainnya.
16 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Gambar 2.1. Tipikal Konfigurasi Runway 2.2.3. Perhitungan Panjang Runway Ada tiga metode yang menjadi dasar perhitungan panjang runway : 1. Tuntunan terhadap pembuatan dan operator pesawat terbang mengenai prestasi atau Performance. 2. Hal – hal yang menentukan berat tiap – tiap jenis pesawat terbang pada waktu take off dan landing. 3. Keadaan sekeliling bandar udara.
17 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 2.5. Tipikal Konfigurasi Panjang Runway NO Runway use configuration 1
Hourly capacity ops/h
Annual service volume
VFR
IFR
51 - 98
50 - 59
195.000 - 240.000
2
215 - 761 m
94 -197
56 - 60
260.000 - 355.000
3
762 - 1310 m
103 - 197
65 - 75
275.000 - 365.000
4
1311 m +
103 - 197
99 - 119
305.000 - 370.000
5
72 - 98
56 - 60
200.000 - 265.000
6
73 - 150
56 - 60
220.000 - 270.000
7
73 - 132
56 - 60
215.00 - 265.000
(Sumber: Tabel 1.2 hal 5. Heru Basuki, 1986)
2.2.3.1 Persyaratan prestasi (performance) yang ditentukan oleh industri pesawat terbang. Ada tiga kasus yang dipertimbangkan dalam menetapkan panjang runway untuk pengoperasian yang aman :
18 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
1. Kasus pendaratan (Landing Case) Disediakannya landasan yang cukup panjang sehingga suatu pesawat terbang dalam situasi normal dapat mendarat dengan aman atau adanya overshoots dan poor approaches dapat dihindari dengan baik. Sehingga pesawat terbang dapat berhenti 60% dari seluruh panjang landasan, dimana ketinggian pesawat pada ujung runway sebesar 50 ft (15,24 m). 2. Kasus lepas landas normal Pada keadaan ini harus ada runway yang panjang sehingga pesawat terbang yang akan lepas landas dengan segala variasi dapat berjalan aman. 3. Kasus lepas landas dengan kegagalan mesin Pada keadaan ini harus ada runway yang panjang sehingga pesawat terbang dapat melanjutkan tinggal landas walaupun pesawat terbang kekurangan tenaga atau dibutuhkan runway yang panjang sehingga pesawat terbang yang mengalami kerusakan mesin dapat berhenti dengan melakuakan pengereman. Untuk menghitung panjang runway dapat digunakan perumusan sebagai berikut : a. Keadaan pendaratan FL = FS = LD LD = b. Keadaan lepas landas normal FL = FS + CL CL = 0.5[TOD – 1.15(LOD)] TOD = 1.15(D35) FS = TOR TOR = TOD - CL 19 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
c. Keadaan lepas landas dengan kegagalan mesin
Ditunda/dibatalkan FL = FS + SW FL = ASD
Tetap lepas landas FL = FS + CL CL = 0.50(TOD - LOD) TOD = D35 FS = TOR TOR = TOD – CL
Keterangan: FL
: Panjang lapangan (Field Length), m
FS
: Panjang perkerasan kekuatan penuh (Full Strength), m
CW
: Daerah bebas (Clearway), m
TOD : Jarak lepas landas (Take Off Distance), m LOD : Jarak pengangkatan (Lift Off Distance), m D35
: Jarak pada ketinggian 35 ft, m
TOR
: Jarak pacuan lepas landas (Take Off Run), m
ASD
: Jarak percepatan berhenti (Accelerate Stop Distance), m
LD
: Jarak pendaratan (Landing Distance), m
SD
: Jarak pemberhentian (Stop Distance), m
20 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.2.4. Parameter yang Mempengaruhi Panjang Landasan Bagi Pesawat Terbang 1. Elevasi Lapangan Terbang Panjang landasan pacu yang didapat adalah tinggi di atas muka air laut. 2. Temperatur Standard temperatur adalah suhu rata-rata harian dari bulan-bulan yang terpanas di lokasi lapangan terbang. Data bisa didapat pada Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). 3. Take Off Weight
Zero fuel weight ditambah payload ditambah BBM yang dibutuhkan untuk terbang ke lapangan terbang tujuan, ditambah BBM cadangan untuk terbang 1,5 jam.
Maximum landing weight ditambah payload tambah BBM untuk terbang ke lapangan terbang tujuan.
4. Distance Jarak yang dapat ditempuh pesawat terbang dari satu tujuan lapangan terbang ke lapangan terbang yang lain dengan maximum payload dan minimum berat BBM yang dibutuhkan untuk jarak itu. 5. Arah Runway Arah runway harus selalu searah dengan atau mendekati dengan angin dominan (prevailing wind) yang terdapat di daerah tersebut, karena gerakan pesawat sewaktu landing dan take off akan menjadi sulit bahkan berbahaya apabila kecepatan angin melampaui suatu batas tertentu dan juga bila arah angin membentuk sudut dengan arah pendaratan. 21 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Gambar 2.2. Tipikal Arah Angin Penyelidikan angin dilakukan minimum selama 5 tahun dan dicatat: •
Arah angin
•
Kecepatan/kekuatan angin
•
Lamanya angin bertiup
Ketika landing dan take off, pesawat terbang dimungkinkan untuk manuver di atas runway selama komponen angin bertiup pada sudut yang sesuai dengan arah perjalanan dan crosswind tidak terjadi. Maksimum crosswind yang diijinkan tergantung pada : •
Ukuran pesawat terbang
•
Konfigurasi sayap
•
Kondisi permukaan perkerasan
22 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.3.
Kapasitas dan Delay
2.3.1. Perumusan Delay Definisi keduanya adalah jumlah maksimum pesawat terbang yang beroperasi yang dapat diakomodasikan oleh bandara selama interval waktu tertentu ketika ada permintaan untuk pelayanan yang berkesinambungan (Blumstein,1960). Perhitungan delay dipengaruhi oleh seberapa lama sebuah pesawat terbang clear dari runway. Waktu minimal yang diperlukan agar pesawat terbang berikutnya dapat melakukan pergerakan di runway minimal sebesar clearance time pesawat terbang sebelumnya. Clearance time tergantung dari kecepatan pesawat saat melakukan pendaratan, touchdown, keluar exit taxiway, dan perlambatan ketika akan mendarat dan setalah mendarat. Perumusan matematis kapasitas runway yang berkaitan dengan delay untuk tingkat kedatangan adalah :
a
a
a
⁄ a a a
Dimana : a:
delay rata-rata pesawat terbang yang datang (satuan waktu)
a : tingkat kedatangan rata-rata (pesawat terbang per satuan waktu) a : tingkat pelayanan rata-rata (pesawat terbang per satuan waktu) a : simpangan rata-rata pesawat terbang yang datang.
23 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perumusan matematis kapasitas runway yang berkaitan dengan delay untuk tingkat keberangkatan adalah : d d
d
⁄
d d d
Dimana : d:
delay rata-rata pesawat terbang yang berangkat (satuan waktu)
d : tingkat keberangkatan rata-rata (pesawat terbang per satuan waktu) : tingkat pelayanan rata-rata (pesawat terbang per satuan waktu) d : simpangan rata-rata pesawat terbang yang berangkat Sebelum menghitung delay harus diketahui jumlah pergerakan maksimum yang bisa terjadi di runway untuk mengetahui tingkat pelayanan runway. Jumlah pergerakan maksimum yang bisa terjadi di runway tergatung pada persentase takeoff, landing dan campuran kategori pesawat terbang. Perumusan sebagai berikut : (pesawat)
(
x
to) (
x (( x
ta) (
x
tb) (
x
tc) ( x
td) (
x
te)))
Dimana : N
= Jumlah pergerakan maksimum dalam 1 jam
%T
= % Take-off
%L
= % Landing
%A
= % Pesawat terbang landing kategori A
%B
= % Pesawat terbang landing kategori B
%C
= % Pesawat terbang landing kategori C
%D
= % Pesawat terbang landing kategori D
24 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
%E
= % Pesawat terbang landing kategori E
CTto = Clearance time pesawat terbang takeoff CTta = Clearance time pesawat terbang kategori A CTtb = Clearance time pesawat terbang kategori B CTtc = Clearance time pesawat terbang kategori C CTtd = Clearance time pesawat terbang kategori D CTte = Clearance time pesawat terbang kategori E 2.3.2. Perumusan Kapasitas Metode FAA American Federal Aviation Administration (FAA) sudah menyediakan petunjuk penghitungan kapasitas bandar udara untuk komposisi pesawat terbang yang berbeda-beda dan dengan konfigurasi landas pacu yang berbeda-beda dalam Federal Aviation Administration (FAA) Advisory Circular (AC) 150/5060-5, Airport Capacity and Delay tahun 1983 dengan revisi tahun 1995. Penghitungan kapasitas bandar udara menurut FAA merupakan gabungan dari kapasitas komponen landasan pacu, landasan hubung dan landasan parkir. Penghitungan kapasitas menurut metode yang dikembangkan oleh FAA dalam AC. 150/5060-5 adalah untuk menghitung kapasitas bandar udara. Maka diperlukan penghitungan menyeluruh untuk setiap komponen sisi udara, yaitu: a. Runway atau landasan pacu, istilah landasan pacu termasuk permukaan untuk mendarat, ditambah dengan bagian dari jalur pendekatan dan keberangkatan yang secara umum digunakan oleh semua pesawat terbang. Penghitungan kapasitas dari komponen landasan pacu berdasarkan konfigurasi landasan pacu dari bandar udara yang ada.
25 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
b. Taxiway atau landasan hubung, istilah landasan hubung termasuk landasan hubung sejajar (parallel taxiway), landasan hubung keluar dan masuk, serta landasan hubung yang berpotongan dengan landasan pacu. Kapasitas dari komponen landasan hubung perlu diperhitungkan apabila terdapat landasan hubung yang memotong landasan pacu, karena dapat mengurangi kapasitas operasi landasan pacu. c. Gate Group atau kelompok pintu kedatangan/keberangkatan merupakan istilah yang menyatakan jumlah pintu yang ada di terminal yang digunakan oleh suatu perusahaan penerbangan atau digunakan secara bersama-sama antara 2 atau lebih perusahaan penerbangan atau pesawat terbang berjadwal lainnya yang beroperasi secara rutin. penerbangan yang ada ditambah dengan Positioning Time (PT) atau waktu yang diperlukan pesawat terbang untuk bergerak atau manuver keluar dan masuk tempat parkir. Kapasitas yang dihasilkan oleh sistem sisi udara (throughput capacity) merupakan ukuran dari jumlah maksimum operasi pesawat terbang yang bisa diakomodasi oleh bandar udara atau komponen bandar udara dalam 1 jam. Melalui penghitungan kapasitas tiap komponen sisi udara tersebut dapat diketahui kapasitas bandar udara tiap jam dan dihitung volume tahunan yang mampu dilayani oleh suatu bandar udara (annual service volume). Langkah dan data masukan yang diperlukan untuk menghitung kapasitas bandar udara metode FAA. AC. 150/5060-5. 2.3.3
Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Tujuan dari perhitungan kapasitas bandar udara adalah untuk menjelaskan
kapasitas dari suatu bandar udara sebagai dasar untuk pengembangan bandar udara di masa mendatang dalam menghadapi pertumbuhan lalulintas udara. Pertumbuhan 26 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
penumpang udara yang telah diperhitungkan sebelumnya berakibat kepada semua komponen transportasi udara termasuk bandar udara. Mengantisipasi dan menangani kenaikan penumpang, penambahan fasilitas dan pengembangan bandar udara diperlukan untuk memenuhi permintaan akan transportasi udara di masa yang akan datang. Metode pertama yang digunakan adalah dengan mengevaluasi komponenkomponen utama dari bandar udara termasuk sisi udara, fasilitas dan gedung serta ruang udara yang tersedia. Melalui studi perencanaan, maka akan diketahui komponen yang perlu mendapatkan penanganan lebih lanjut untuk menghadapi kenaikan permintaan akan transportasi udara. Tabel 2.6. Langkah Penghitungan Kapasitas Sisi Udara Hasil Kapasitas
Data masukan
tiap
jam
dari
a. Cuaca; tinggi dasar awan dan jarak pandang (VFR,
komponen landas pacu (Hourly capacity of runway component)
IFR atau PVC) b. Konfigurasi landas pacu c. Variasi pesawat (Aircraft Mix) d. Persentase kedatangan e. Persentase Touch and Go f. Lokasi dari landas hubung keluar/exit taxiway
Kapasitas komponen
tiap
jam
landas
dari a. Lokasi persimpangan degan landas hubung hubung b.
Intensitas
penggunaan
landas
pacu
(Runway
(Hourly capacity of taxiway) operation rate) component
c. Variasi pesawat pada landas pacu yang bersilangan
Kapasitas tiap jam dari apron a. Jumlah dan tipe gate pada tiap grup (Hourly capacity of gate group b. Gate mix components)
c. Gate occupancy time
Kapasitas bandar udara tiap Hasil dari perhitungan 1, 2 dan 3 di atas dipilih yang jam (Airport hourly capacity)
terendah
Sumber : FAA AC 150/5060-5
27 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Komponen utama yang harus dihitung dan diketahui sebagai dasar menentukan kapasitas sisi udara adalah konfigurasi landasan pacu, panjang landasan pacu, dan jumlah dan letak landasan hubung keluar dari landasan pacu. Sebagai tambahan, kapasitas dari sistem sisi udara lebih lanjut dipengaruhi oleh karakteristik operasi seperti cuaca, variasi pesawat terbang yang beroperasi dan sistem pengendalian lalu lintas udara. Masing-masing komponen tersebut harus dianalisa sebagai bagian dari perhitungan kapasitas sisi udara. a. Konfigurasi Bandar Udara Faktor utama untuk menghitung kapasitas operasi suatu bandar udara adalah tata letak (layout) dan geometri dari landasan pacu serta landasan hubung bandar udara. Menurut FAA dalam Air Circular 150/5060-5 Airport Capacity and Delay ada sekitar 64 konfigurasi landasan pacu yang digunakan sebagai dasar penghitungan kapasitas landasan pacu. Masing-masing konfigurasi mempunyai kapasitas yang berbeda sehubungan dengan jarak pisah aman (separation) antar pesawat baik yang berangkat maupun mendarat. Dalam penghitungan kapasitas sisi udara terkait dengan konfigurasi bandar udara adalah exit factor atau faktor yang diakibatkan oleh jumlah landasan hubung dan jarak landasan hubung keluar dari awal pendaratan atau keberangkatan pesawat. Hal ini berpengaruh terhadap penghitungan kapasitas, jumlah landasan hubung keluar dari landasan pacu untuk pendaratan dan keluar dari landasan parkir untuk keberangkatan yang lebih banyak akan memperbesar kapasitas sisi udara, sedangkan jarak keluar yang sesuai dengan banyak landasan hubung keluar juga akan memperbesar kapasitas yang ada. 28 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
b. Cuaca Fenomena cuaca yang berpengaruh terhadap operasi penerbangan terutama di bandar udara adalah ceiling (tinggi dasar awan) dan visibility (jarak pandang). Terdapat 3 kategori untuk kondisi tersebut, yaitu: 1. Visual Flight Rules (VFR), tinggi dasar awan di atas 1000 kaki dan jarak pandang lebih dari 3 mil. 2. Instrument Flight Rules (IFR), tinggi dasar awan 670 sampai 1000 kaki dan atau jarak pandang 1 sampai 3 mil. 3. Poor Visibility Condition (PVC) atau kondisi cuaca di bawah minimum, dimana tinggi dasar awan di bawah 670 kaki dan atau jarak pandang kurang dari 1 mil. Kondisi cuaca di atas menyebabkan kapasitas yang berbeda akibat operasional pesawat yang terganggu, kapasitas pada kondisi IFR atau di bawah minimum akan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kondisi VFR. Perbedaan kondisi tersebut digunakan untuk menghitung kapasitas operasi bandar udara pada masing-masing kondisi cuaca. c. Mix Index Mix Index adalah fungsi matematis yang digunakan dalam penghitungan kapasitas bandar udara untuk mengetahui tingkat pengaruh pesawat terbang berbadan lebar terhadap sistem bandar udara. Hal ini terkait dengan perbedaan kecepatan pesawat terbang saat melakukan pendekatan (approach) sehingga waktu yang diperlukan berbeda untuk setiap kelas pesawat terbang, 29 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
selain itu adalah adanya pengaruh udara yang berputar di belakang mesin pesawat (wake turbulence) terutama apabila beroperasi di belakang pesawat terbang berbadan lebar sehingga harus ada jarak yang aman antar pesawat. Semakin besar perbedaan kelas pesawat terbang yang beroperasi, maka semakin besar jarak aman yang diperlukan dan berarti semakin sedikit kapasitas operasi yang dihasilkan. Untuk penghitungan kapasitas, maka pesawat terbang dikategorikan menjadi 4 kelas seperti dapat dilihat pada Tabel 2.7. Perhitungan Mix Index adalah persentase operasi dari pesawat terbang kelas C (pesawat terbang berbadan sedang) ditambah 3 kali persentase operasi pesawat terbang terbang kelas D (berbadan lebar), atau % (C+3D). Tabel 2.7. Klasifikasi Pesawat Terbang Kelas pesawat A B C D
Maximum Take Off Weight (pounds) ≤ .5 12.500 - 300.000 ≥ .
Jumlah mesin
Kelas turbulen
Tunggal Jamak Jamak Jamak
Kecil/Small(S) Kecil/Small(S) Sedang/Large(L) Lebar/Heavy(H)
d. Percent Arrivals Persentase kedatangan atau persentase pendaratan pesawat terbang adalah perbandingan antara jumlah pendaratan dengan seluruh operasi pesawat terbang, dengan perhitungan sebagai berikut. P
i
x
Semakin besar persentase kedatangan maka akan semakin kecil kapasitas yang dihasilkan, hal ini dikarenakan prosedur kedatangan memerlukan waktu 30 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
yang lebih lama daripada prosedur keberangkatan atau lepas landas pesawat terbang terkait dengan separasi atau jarak pisah aman yang harus disediakan kepada pesawat terbang. e. Percent Touch & Go Persentase Touch and Go atau pesawat terbang yang melakukan latihan pendaratan dengan hanya menyentuh landasan tanpa berhenti adalah perbandingan antara jumlah Touch and Go dengan seluruh operasi pesawat terbang, dengan perhitungan sebagai berikut. T h
x
dengan, A = Jumlah kedatangan pesawat terbang dalam 1 jam DA = Jumlah keberangkatan pesawat terbang dalam 1 jam T&G = Jumlah Touch and Go dalam 1 jam Operasi Touch and Go memperkecil kapasitas sisi udara terutama komponen landasan pacu, hal ini disebabkan pesawat terbang yang akan mendarat dan lepas landas harus memiliki jarak pisah yang aman terhadap operasi Touch and Go yang berarti waktu tunggu yang lebih lama dan kapasitas yang semakin berkurang.
2.4.
Clearance Time Clearance Time adalah waktu pemakaian pesawat terbang di runway hingga
pesawat terbang mengosongkan runway dan dianggap aman bagi pesawat terbang berikutnya yang antri untuk melakukan take off dan landing di runway.
31 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Takeoff-takeoff clearance time
= 2 menit
Takeoff-landing clearance time
= 2 menit
Landing-landing clearance time
= CT menit
Landing-takeoff clearance time
= CT menit
Catatan : CT take off 2 menit mengacu pada DOC 4444-RAC/501/12 ICAO, Untuk runway tunggal dengan posisi antrian saat take off berurutan pada satu garis lurus dan elevasi yang sama. CT dihitung dengan persamaan berikut (Horojeff & McKelvey, 1994) ot -
a
td
td -
a
e
t
Dimana : CT
= waktu pemakaian runway (dt) = kecepatan pesawat terbang saat melewati ujung runway (ft/dt) = kecepatan touchdown (ft/dt) = kecepatan keluar exit taxiway (ft/dt) = waktu membelokan dari runway setelah kecepatan keluar exit taxiway (dt) = perlambatan rata-rata di udara (ft/dt2) = perlambatan rata-rata di darat (ft/dt2)
3
= waktu yang dibutuhkan bagi roda depan pesawat terbang menyentuh runway (dt)
32 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.5.
Metode Perhitungan Jam Puncak Diperlukannya metode ini adalah untuk mengetahui tinggkat pergerakan
pesawat terbang pada kondisi peak hour dan juga sebagai dasar acuan kondisi paling maksimum pemakaian runway. Berdasarkan data existing jumlah rata-rata pergerakan harian di runway dalam 1 tahun dan jumlah pergerakan pesawat terbang di runway pada bulan puncak dalam satu tahun, dapat diketahui rasio jumlah pesawat terbang bulan puncak terhadap jumlah pergerakan pesawat terbang total satu tahun. Dapat dilihat pada persamaan berikut (Pignataro, 1973) : month
month
year
Dimana : month
= peak month ratio.
month
= pergerakan total pesawat terbang di runway saat bulan puncak.
year
= pergerakan total pesawat terbang di runway dalam 1 tahun.
Rasio jumlah pergerakan pesawat terbang pada hari puncak terhadap jumlah pergerakan pesawat terbang bulan puncak. Dapat dilihat pada persamaan berikut (Pignataro, 1973) : day
day month
Dimana : day
= peak day ratio.
day
= pergerakan total pesawat terbang di runway dalam 1 hari puncak.
month
= pergerakan total pesawat terbang di runway saat bulan puncak. 33
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Rasio jumlah pergerakan pesawat terbang pada jam puncak terhadap jumlah pergerakan pesawat terbang hari puncak. Dapat dilihat pada persamaan berikut (Pignataro, 1973) : hour
hour
day
Dimana : hour
= peak hour ratio.
hour
= pergerakan total pesawat terbang di runway dalam satu jam puncak.
day
= pergerakan total pesawat terbang di runway saat hari puncak.
2.6.
Metode Peramalan Lalu Lintas Udara Untuk melakukan peramalan lalu lintas udara terdapat beberapa metode yang
dapat digunakan. Metode-metode yang digunakan yang ada ini cukup bervariasi mulai dari perkiraan yang sederhana hingga metode analisa matematis yang lebih rumit. . 2.6.1. Peramalan Kecenderungan (Trend Extrapolation) Ekstrapolasi didasarkan pada suatu pengukian pada hipótesis kegiatan dan menganggap bahwa faktor-faktor tersebut yang menentukan variasi lalu lintas pada masa lalu akan terus menunjukan hubungan-hubungan yang serupa pada masa depan. Prosedur ini menggunakan data tipe rangkaian wakru dan menganalisis pertumbuhan
dan
laju
pertumbuhan
yang
dihubungkan
dengan
kegiatan
penerbangan.
34 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
1. Linear Extrapolation (Ekstrapolasi Linear) Teknik ini digunakan untuk pola permintaan yang menunjukan suatu hubungan linear hitoris dengan perubahan waktu. 2. Exponential Extrapolation (Ekstrapolasi Eksponensial) Variabel yang tergantung pada yang lain memeperlihatkan suatau laju pertumbuhan yang konstan terhadap waktu, biasanya digunakan esktrapolasi eksponensial. 3. Logistic Curves (Kurva-Kurva Logistik) Dimana laju pertumbuhan tahunan rata-rata secara berangsur-angsur mulai berkurang sesuai dengan waktu, mak sebaiknya digunakan kurva logistik untuk menganalisis kecenderungan. 2.6.2. Pemodelan Ekonometrik (Econometric Modelling) Metode yang menghubungkan kegiatan penerbangan dengan faktor-faktor sosial ekonomi merupakan teknik yang sangat berguna dalam membuat peramalan masa mendatang. Metode yang digunakan pada Tugas akhir ini adalah regresi linear. Metode ini dapat digunakan untuk menggambarkan saat ini (existing) dan peramalan pertumbuhan lalu lintas udara yang akan datang. Metode ini juga dapat memodelkan hubungan antara 2 peubah atau lebih. Pada model ini terdapat peubah tidak bebas (y) yang menghubungkan fungsional 1 atau lebih peubah bebas (xi). Dalam kasus ini yang paling sederhana, hubungan secara umum dapat dinyatakan dalam persamaan berikut (Tamin, 2000) :
35 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Y = A + Bx Dimana : Y
= peubah tidak bebas
A
= peubah bebas
B
= intersep atau konstanta regresi
x
= koefisien regresi Parameter A dan B dapat diperkirakan dengan menggunakan metode kuadrat
terkecil yang meminimumkan selisih kuadrat total antara hasil pengamatan, nilai parameter A dan B bisa didapatkan dari persamaan berikut: i(
i
i)
i(
i
i
)
i i
i
i
i
A = Y – Bx Jumlah data dalam bilangan bulat positif , , ……….., Koefisien determinasi (R2) didefinisikan sebagai nisbah antara variasi terdifinisi dengan variasi total persamaan berikut : i
yi y
i
yi y
Koefisien ini mempunyai batas limit sama dengan satu (perfect explanation) dan nol (zero explanation). Nilai antara kedua batas limit ini ditafsirkan sebagai persentase total variasi yang dijelaskan untuk analisa regresi linear.
36 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Data Primer Data – data proposal tugas akhir ini diambil langsung pada Bandar Udara
Internasional Juanda Surabaya yang meliputi frekuensi pergerakan pesawat terbang selama 1 hari, terutama pada jam sibuk (peak hour).
3.2.
Data Sekunder Data – data proposal tugas akhir ini dari PT. ANGKASA PURA I Bandar
Udara Internasional Juanda Surabaya, meliputi : 1. Spesifikasi Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya. 2. Jadwal Penerbangan. 3. Data Angin 4. Jenis dan Tipe Pesawat Rencana. 5. Pergerakan Pesawat Terbang Selama 5 Tahun Terakhir.
3.3.
Metode Perencanaan Metodologi yang digunakan pada proposal tugas akhir ini adalah sebagai
berikut : 1. Studi kasus untuk mendapatkan data primer yang meliputi frekuensi pergerakan pesawat terbang selama 1 hari, terutama pada jam sibuk (peak hour).
37 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2. Mencari data – data sekunder yang meliputi : spesifikasi Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya, jadwal penerbangan, data angin, jenis dan tipe pesawat terbang rencana dan pergerakan pesawat terbang selama 5 tahun terakhir. 3. Menentukan metode dan peraturan yang meliputi : 1. Perhitungan dimensi runway ideal terhadap pesawat terbang rencana berdasarkan perumusan sebagai berikut : a. Keadaan pendaratan FL = FS = LD LD = b. Keadaan lepas landas normal FL = FS + CL CL = 0.5[TOD – 1.15(LOD)] TOD = 1.15(D35) FS = TOR TOR = TOD - CL c. Keadaan lepas landas dengan kegagalan mesin 1. Ditunda/dibatalkan FL = FS + SW FL = ASD d. Tetap lepas landas FL = FS + CL CL = 0.50(TOD - LOD) TOD = D35 38 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
FS = TOR TOR = TOD – CL Keterangan: FL : Panjang lapangan (Field Length), m FS : Panjang perkerasan kekuatan penuh (Full Strength), m CW : Daerah bebas (Clearway), m TOD : Jarak lepas landas (Take Off Distance), m LOD : Jarak pengangkatan (Lift Off Distance), m D35 : Jarak pada ketinggian 35 ft, m TOR : Jarak pacuan lepas landas (Take Off Run), m ASD : Jarak percepatan berhenti (Accelerate Stop Distance), m LD : Jarak pendaratan (Landing Distance), m SD : Jarak pemberhentian (Stop Distance), m 2. Perhitungan peramalan lalu lintas udara berdasarkan perumusan sebagai berikut : Y = A + Bx Dimana : Y = peubah tidak bebas A = peubah bebas B = intersep atau konstanta regresi x
= koefisien regresi
Parameter A dan B dapat diperkirakan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil yang meminimumkan selisih kuadrat total antara hasil
39 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
pengamatan, nilai parameter A dan B bisa didapatkan dari persamaan berikut: i(
i
i)
i(
i
i
)
i i
i
i
i
A = Y – Bx Jumlah data dalam bilangan bulat positif , , ……….., Koefisien determinasi (R2) didefinisikan sebagai nisbah antara variasi terdifinisi dengan variasi total persamaan berikut : i
yi y
i
yi y
3. Perhitungan pada jam puncak (peak hour) berdasarkan perumusan sebagai berikut : month
month
year
Dimana : month
= peak month ratio.
month
= pergerakan total pesawat terbang di runway saat bulan puncak.
year
= pergerakan total pesawat terbang di runway dalam 1 tahun. day
day
month
Dimana : day
= peak day ratio.
day
= pergerakan total pesawat terbang di runway dalam 1 hari puncak.
month
= pergerakan total pesawat terbang di runway saat bulan puncak. 40
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
hour
hour
day
Dimana : hour
= peak hour ratio.
hour
= pergerakan total pesawat terbang di runway dalam 1 jam puncak.
day
= pergerakan total pesawat terbang di runway saat hari puncak.
4. Perhitungan kapasitas dan delay berdasarkan perumusan sebagai berikut : a
a
a
⁄ a⁄
a a
)
)
Dimana : a
= penundaan rata-rata terhadap pesawat yang datang, satuan waktu.
a
= tingkat kedatangan rata-rata, pesawat terbang per satuan waktu.
a
=.tingkat pelayanan rata-rata untuk kedatangan, pesawat terbang per satuan waktu, atau kebalikan dari waktu pelayanan rata-rata. = simpangan baku waktu pelayanan rata-rata dari pesawat terbang
a
yang datang. d
d
d
⁄ d⁄
d d
)
)
Dimana : d=
penundaan rata-rata terhadap pesawat yang berangkat, satuan waktu.
d
= tingkat keberangkatan rata-rata, pesawat terbang per satuan waktu.
41 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
d
= tingkat pelayanan rata-rata untuk keberangkatan, pesawat terbang per satuan waktu, atau kebalikan dari waktu pelayanan rata-rata.
d
= simpangan baku waktu pelayanan rata-rata dari pesawat terbang yang
(
x
to) (
x (( x
ta) (
x
tb) (
x
tc) ( x
td) (
x
te)))
Dimana : N
= Jumlah pergerakan maksimum dalam 1 jam
%T
= % Take-off
%L
= % Landing
%A
= % Pesawat terbang landing kategori A
%B
= % Pesawat terbang landing kategori B
%C
= % Pesawat terbang landing kategori C
%D
= % Pesawat terbang landing kategori D
%E
= % Pesawat terbang landing kategori E
CTto = Clearance time pesawat terbang takeoff CTta = Clearance time pesawat terbang kategori A CTtb = Clearance time pesawat terbang kategori B CTtc = Clearance time pesawat terbang kategori C CTtd = Clearance time pesawat terbang kategori D CTte = Clearance time pesawat terbang kategori E 4. Mengerjakan proposal tugas akhir. 5. Menuangkan pada bentuk gambar (dimensi runway ideal) dan data teknis (perhitungan/peramalan lalu lintas udara).
42 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3.4.
Bagan Alir Perencanaan
Mulai
Identifikasi Permasalahan : Pergerakan pesawat terbang yang mengalami peningkatan 5% - 10% tiap tahunnya dan kemampuan runway untuk melayani pesawat terbang rencana Airbus A 380-800.
Studi Literatur
Pengumpulan Data
1. 2. 3. 4. 5.
Data Primer : frekuensi pergerakan pesawat selama 1 hari, terutama pada jam sibuk (peak hours).
Data Sekunder : Spesifikasi Bandara Juanda. Jadwal Penerbangan. Data Angin. Jenis dan Tipe Pesawat Rencana. Pergerakan Pesawat Selama 5 Tahun Terakhir.
Analisa Data
A
43 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
A
1. 2. 3. 4.
Perhitungan dimensi runway ideal terhadap pesawat rencana. Perhitungan peramalan lalu lintas udara (Regresi Linear). Perhitungan pada jam puncak (peak hour) Perhitungan kapasitas dan delay
Usulan Konfigurasi dan Perubahan Dimensi Runway Apakah Studi Kapasitas Landasan Pacu (Runway) Sudah Optimal ? 1. < 10 % berat pesawat diatas 125.000 pon pergerakan pesawat per tahunnya 90.000 – 150.000 dan > 90% berat pesawat diatas 125.000 pon pergerakan pesawat per tahunnya 80.000 – 140.000. 2. Runway existing bisa menampung pesawat rencana Airbus 380-800.
TIDAK
YA Gambar Layout Runway dan Data Teknis
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Gambar 3.1. Bagan Alir Perencanaan 44 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA DATA
4.1.
Perencanaan Runway Dalam evaluasi kinerja runway pada Bandar Udara Internasional Juanda
Surabaya dibutuhkan beberapa data, antara lain spesifikasi pesawat terbang rencana, data meteorologi dan geofisika dan beberapa data penunjang lainnya.
4.2.
Konfigurasi dan Kapasitas Runway Konfigurasi arah dan kapasitas runway dapat direncanakan berdasarkan data-
data sekunder yang ada. Konfigurasi single runway merupakan acuan perencanaan yang ideal. Sedangkan untuk arah runway direncanakan berdasarkan data angin dari Badan Meteorologi dan Geofisika Juanda Surabaya. Data angin yang tercatat dalam 3 tahun terakhir tersebut menunjukkan angin dominan dan kecepatan angin.
4.3.
Perhitungan Panjang Runway Untuk kebutuhan panjang landasan dalam perencanaan lapangan terbang
diatur oleh (Federal Aviation Administration) FAA. AC 150/5324-4 atau ICAO, Aerodrome Manual DOC 7920-AN/865 part 1 Aircraft Characteristic untuk menghitung panjang landasan bagi rute-rute tertentu, untuk berbagai macam pesawat terbang dan Airplane Characteristics Airbus 380. Pada perhitungan panjang runway menggunakan pesawat terbang rencana Airbus 380-800 dengan mesin TRENT 900 Engines, serta data angin yang berasal
45 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
dari Badan Meteorologi dan Geofisika Juanda Surabaya sebagai pedoman seperti pada Tabel 4.1. dan Tabel 4.2. berikut ini : Tabel 4.1. Spesifikasi Pesawat Terbang Rencana Airbus 380-800 Measurement Cockpit Crew Seating Capacity Length Overall Wingspan Height Wheel Base Wheel Track Outside Fuselage Width Outside Fuselage Width Height Maximum Cabin Widht Cabin Length Wing Area Aspect Ratio Wing sweep Maximum Taxi/Ramp Weight Maximum Take off Weight Maximum Landing Weight Maximum Zero Full Weight Typical Operating Empty Weight Maximum Structural Payload Maximum Cargo Volume Maximum Operating Speed at cruise altitude Maximum Design Speed in dive at cruise altitude Take off Run at MTOW/SL ISA Range at Design Load Service Ceiling Maximum Fuel Capacity
Engines (4 x) Thrust (4 x)
A380-800
A380-800F
Two
525 (3-Class) 624 (2-Class) 853 (1-Class)
12 Couriers
72.73 m (238. 6 ft) 79.75 m (261. 6 ft) 24.45 m (80. 2 ft) 33.58 m (110. 2 ft) Wing Landing Gear 36.85 m (120.9 ft) Body Landing Gear 12.46 m (40.9 ft) 7.14 m (23.4 ft) 8.41 m (27.6 ft) 6.58 m (21.6 ft) Main Deck 5.92 m (19.4 ft) Upper Deck (Floor Level) 49.9 m (164 ft) Main Deck 44.93 m (147.4 ft) Upper Deck 845 m2 (9.100 sq ft) 7.5 33.5 571.000 kg 592.000 kg (1.260.000 lb) (1.310.000 lb) 569.000 kg 590.000 kg (1.250.000 lb) (1.300.000 lb) 391.000 kg 427.000 kg (860.000 lb) (940.000 lb) 366.000 kg 402.000 kg (810.000 lb) (890.000 lb) 276.800 kg 252.200 kg (610.000 lb) (566.000 lb) 89.200 kg 149.800 kg (197.000 lb) (330.000 lb) 176 m3 1.134 m3 ( 6.200 cu ft) ( 40.000 cu ft) Mach 0.89 (945 km/h, 589 mph, 510 knots) Mach 0.96 (at cruise altitude) (1020 km/h, 634 mph, 551 knots)
2.750 m ( 9.020 ft) 15.400 km (8.300 nmi, 9.500 mi)
13.115 m (43.028 ft)
320.000 L (84.600 US gal) GP7270 (A380-861) Trent 970/B (A380-841) Trent 927/B (A380-842) 310 kN (70.000 lbf) GP 7270 310 kN (70.000 lbf) Trent 970/B 320 kN (72.000 lbf) Trent 972/B
2.900 m ( 9.500 ft) 10.400 km (5.600 nmi, 6.400 mi)
310.000 L (81.893 US gal) 320.000 L (84.600 US gal)option
GP7277 (A380-863F) Trent 977/B (A380-843F) 340 kN (76.000 lbf) GP7277 340 kN (76.000 lbf) Trent 977/B
Sumber : Airplane Characteristics Airbus 380.
46 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 4.2. Data Angin di Bandar Udara Juanda Internasional Surabaya
2009
Suhu Rata-rata ( C) Suhu Maksimum (0C) Suhu Minimum (0C) Kec. Rata-rata Arah Rata-rata Kec. Maksimum Arah Rata-rata
JAN 27,0 34,0 22,8 8,1 W 30 130
FEB 26,4 34,4 22.6 7,3 W 29 300
MAR 27,9 34,2 22,6 5,0 E 28 160
APR 27,6 34,2 23,2 5,2 E 25 50
MEI 27,7 33,2 22,2 5,1 E 17 10
BULAN JUN JUL 27,5 26,7 32,1 33,1 22,2 20,1 6,3 6,0 E E 15 16 90 110
AGS 26,7 32,6 20,6 6,6 E 18 90
SEP 28,3 34,4 21,7 7,1 E 17 90
OKT NOV DES 29,1 28,6 29,1 35,0 35,2 35,4 23,4 22,5 23,8 7,8 8,0 6,3 E E NE 20 22 16 80 260 90
2010
Suhu Rata-rata (0C) Suhu Maksimum (0C) Suhu Minimum (0C) Kec. Rata-rata Arah Rata-rata Kec. Maksimum Arah Rata-rata
27,3 34,8 22,4 8,0 W 22 280
27,7 33,8 14,8 6,7 W 18 50
28,2 34,5 22,8 6,0 NE 17 360
27,7 33,8 23,2 5,9 E 17 330
28,4 33,2 21,2 6,3 E 19 90
28,0 33,4 23,2 7,0 E 17 100
27,9 33,4 21,3 6,0 E 16 70
27,9 33,4 21,3 6,5 E 15 100
27,2 34,3 23,8 6,6 E 18 90
28,4 34,4 22,8 6,3 E 19 90
27,8 34,8 23,4 6,0 E 15 100
27,3 33,4 22,2 7,2 W 38 320
2011
Suhu Rata-rata (0C) Suhu Maksimum (0C) Suhu Minimum (0C) Kec. Rata-rata Arah Rata-rata Kec. Maksimum Arah Rata-rata
27,0 33,3 23,0 8,9 W 29 290
27,0 33,6 23,0 8,3 W 24 360
27,1 33,7 23,0 7,0 W 17 360
27,4 32,6 23,5 7,0 E 15 100
27,7 32,6 23,5 6,0 E 15 100
26,8 32,6 20,4 7,0 E 15 100
26,6 31,8 20,6 7,0 E 18 100
26,3 32,4 20,0 7,1 E 15 90
26,3 33,4 21,7 7,3 E 15 90
29,0 34,8 22,6 7,6 E 16 100
28,6 34,6 23,5 7,0 E 17 200
27,8 34,2 22,9 6,4 W 22 200
TAHUN
URAIAN 0
Sumber : PT (Persero) Angkasa Pura I Juanda Surabaya.
47 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Data angin yang tercatat pada Tabel 4.2. dibutuhkan dalam penentuan distribusi arah angin dan kecepatan angin yang terjadi di lokasi. Hasil perhitungan kecepatan angin ditampilkan pada Tabel 4.3. berikut ini : Tabel 4.3. Persentase Analisa Kecepatan Angin Kecepatan Angin (Knot) 0–5 6 – 10 11 – 15 16 – 20 > 21 Jumlah
U 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
TL 0.00 0.00 0.00 5.56 0.00
Arah Angin (%) T TG S BD B 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 22.22 0.00 0.00 0.00 0.00 38.89 0.00 0.00 0.00 5.56 8.333 0.00 0.00 0.00 19.44
BL 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 5.56 69.44 0.00 0.00 0.00 25.00 0.00
Keterangan Jumlah 0.00 0.00 22.22 50.00 27.78 100.00
Sumber : PT (Persero) Angkasa Pura I Juanda Surabaya.
Setelah didapatkan hasil persentase analisa kecepatan angin di Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya. Perhitungan untuk menentukan arah dominan (prevailing wind) pada runway dengan bantuan Tabel 4.4. berikut ini : Tabel 4.4. Persentase Sudut Azimut No
Calm
Sudut Azimut
1
NE : Timur Laut
250 - 690
2
E : Timur
700 - 1140
3
SE : Tenggara
1150 - 1590
4
S : Selatan
1600 - 2040
5
SW : Barat Daya
2050 - 2490
6
W : Barat
2500 - 2940
7
NW : Barat Laut
2950 - 3390
8
N : Utara
3400 - 0240
Sumber : PT (Persero) Angkasa Pura I Juanda Surabaya.
48 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perhitungan untuk menentukan arah dominan (prevailing wind) pada runway dibagi menjadi empat alternatif berorientasi pada sudut azimut, seperti berikut : 1. Alternatif I (Berorientasi pada sudut Azimut 700 - 2940/E - W) (0 - 5) Knot
= 0.00 %
(6 - 10) Knot = 0.00 % (11 - 15) Knot = 22.22 % (16 - 20) Knot = 33.33 % (> 21) Knot
=16.67 %
Total
= 72.22 %
2. Alternatif II (Berorientasi pada sudut Azimut 1600 - 0240/S - N) (0 - 5) Knot
= 0.00 %
(6 - 10) Knot = 0.00 % (11 - 15) Knot = 2.78 % (16 - 20) Knot = 0.00 % (> 21) Knot
= 13.89 %
Total
= 16.67 %
3. Alternatif III (Berorientasi pada sudut Azimut 250 - 1590/NE - SE) (0 - 5) Knot
= 0.00 %
(6 - 10) Knot =0.00 % (11 - 15) Knot = 0.00 % (16 - 20) Knot = 2.78 % (> 21) Knot
= 0.00 %
Total
= 2.78 %
49 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4. Alternatif IV (Berorientasi pada sudut Azimut 2050 - 3390/SW - NW) (0 - 5) Knot
= 0.00 %
(6 - 10) Knot = 0.00 % (16 - 15) Knot = 0.00 % (> 21) Knot
= 0.00 %
Total
= 0.00 %
e rnyata dari keempat alternatif, terdapat “percentage of wind” terbesar pada Alternatif I (Berorientasi pada sudut Azimut 700 - 2940/E - W) dengan total persentase 72.22 % Berdasarkan “percentage of wind”, persentase angin yang berkaitan dengan arah dan kecepatan dengan berbagai sektor. Dengan “percentage of wind” diberi tanda asiran, yang seperti ditampilkan pada Gambar 4.1. berikut ini :
Gambar 4.1. Wind Rose di Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya
50 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perhitungan untuk menentukan suhu rata-rata pada Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya, berdasarkan Tabel 4.2. Data Angin di Bandar Udara Juanda Internasional Surabaya adalah sebagai berikut : 1. Suhu rata-rata perbulan pada tahun 2009 ,
,
,
,
,
,5
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
,
2. Suhu rata-rata perbulan pada tahun 2010 ,
,
,
,
,
,
,
,
3. Suhu rata-rata perbulan pada tahun 2011 ,
,
,
,
,
,
,
,
4. Suhu rata-rata selama 3 tahun terakhir ,
,
,
,
Berdasarkan perhitungan suhu rata-rata selama 3 tahun terakhir, yakni sebesar 27,6 0C dan elevasi landasan pacu eksisting pada Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya sebesar 9 feet atau 2,743 m (PT. Angkasa Pura Juanda Surabaya). Digunakan untuk perhitungan koreksi landasan pacu rencana Mengacu kepada perhitungan analisa arah, kecepatan angin dan elevasi landasan pacu, maka untuk perhitungan panjang runway adalah sebagai berikut : a. Keadaan Lepas Landas Pada keadaan lepas landas dibutuhkan berat maksimum lepas landas yang direncanakan, yang diperoleh dari total berat yang berpengaruh pada pesawat terbang rencana. Komponen berat pesawat terbang rencana menggunakan Airbus 380-800.
51 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Direncanakan : 6. Pesawat terbang rencana Airbus 380-800 rute penerbangan maksimal sejauh 15.400 km 7. Pesawat terbang rencana Airbus 380-800 mempunyai Maximum Take-off Weight sebesar 1.250.000 lbs 8. Panjang landasan pacu untuk lepas landas Berdasarkan Lampiran 1 tentang Airplane Characteristics Airbus 380 FIGURE 3-3-1-991-001-A01 (Takeoff Weight Limitation), pada temperatur 27,80C (ISA Conditions) dan ketinggian lapangan terbang 9 feet, maka panjang landasan pacu pada keadaan lepas landas adalah 9632 feet (2919 m). b. Keadaan Pendaratan Angka yang diberikan pada tabel panjang landasan pacu untuk kemampuan pesawat terbang mendarat didasarkan kepada kecepatan angin nol (tidak ada angin bertiup) landasan basah, sehingga tidak perlu penyesuaian panjang landasan pacu Berdasarkan Lampiran 2 tentang Airplane Characteristics Airbus 380 FIGURE 3-4-1-991-001-A01 (Landing Field Length), ketinggian lapangan terbang 9 feet serta Maximum Landing Weight 860.000 lbs, maka panjang landasan pacu pada keadaan pendaratan adalah 6300 feet (1920 m). c. Operasional Pesawat Terbang Normal : 1. Untuk Operasional Lepas Landas : Take-off Distance = 1,15 x panjang landasan pacu rencana A 380-800 = 1,15 x 2.919 m = 3.356,6 m = 11.076.8 ft 52 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Take-off Run
= panjang landasan pacu rencana = 2.919 m = 2.919 x 3,3 ft = 9.632,7 ft
Lift-off Distance = 0,55 x Take-off Distance LOD
= 0,55 x 3.356,6 m = 1. 846,1 m = 1. 846,1 x 3,3 ft = 6.092,2 ft
2. Untuk operasional pendaratan (landing) : Landing Distance (LD)
= TOD = 3.356,6 m = 11.076.8 ft
Stop Distance (SD)
= 0,6 x LD = 0,6 x 3.356,6 m = 2.014 m = 2.014 x 3,3 ft = 6.646,1 ft
Periksa ! LD
= =
, . ,
= 3.356,6 m -------- ( OK )
53 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Clearway (CW)
= 0,5 .(TOD – LOD) = (0,5 .( 3.356,6 m – 1. 846,1 m)) = 755,3 m = 755,3 x 3,3 ft = 2492,3 ft
Stopway (SW)
= 0,05 x LD = 0,05 x 3.356,6 m = 167,8 m = 167,8 x 3,3 ft = 553,8 ft
9. Panjang total dari jalur landasan pacu dengan perkerasan penuh (full strength hardening) yang dibutuhkan adalah : Field Length (FL)= Take-off Run + (0,5 .(TOD –LOD)) = 2.919 m + (0,5 .( 3.356,6 m – 1. 846,1 m)) = 2.919 m + 755,3 m = 3.674,3 m = 3.674,3 x 3,3 ft = 12.125,2 ft 10. Poor-approaches Landing : Landing Distance (LD) = TOD = 3.356,6 m = 11.076.8 ft
54 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Stop Distance (SD)
= 0,6 x LD = 0,6 x 3.356,6 m = 2.014 m = 2.014 x 3,3 ft = 6.646,1 ft
Clearway (CW)
= 0,15 x LD = 0,15 x 3.356,6 m = 503,5 m = 503,5 x 3,3 ft = 1661,5 ft
Stopway (SW)
= 0,05 x LD = 0,05 x 3.356,6 m = 167,8 m = 167,8 x 3,3 ft = 553,8 ft
11. Overshoot Take-off : Landing Distance (LD) = TOD = 3.356,6 m = 11.076.8 ft Lift-off Distance
= 0,75 x Take-off Distance
LOD
= 0,75 x 3.356,6 m = 2.517,5 m = 3.356,6 x 3,3 ft = 8.307,6 ft 55
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Clearway (CW)
= 0,5 .(TOD – LOD) = (0,5 .( 3.356,6 m – 1. 846,1 m)) = 755,3 m = 755,3 x 3,3 ft = 2492,3 ft
Stopway (SW)
= 0,05 x LD = 0,05 x 3.356,6 m = 167,8 m = 167,8 x 3,3 ft = 553,8 ft
12. Pesawat terbang lepas landas dengan kondisi kegagalan mesin, sehingga harus melakukan emergency landing : Landing Distance (LD) = 0,6 x LD = 0,6 x 3.356,6 m = 2.014 m = 2.014 x 3,3 ft = 6.646,1 ft Clearway (CW)
= 0,15 x LD = 0,15 x 3.356,6 m = 503,5 m = 503,5 x 3,3 ft = 1661,5 ft
56 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Stopway (SW)
= 0,05 x LD = 0,05 x 3.356,6 m = 167,8 m = 167,8 x 3,3 ft = 553,8 ft
13. Untuk kondisi kegagalan mesin pada pesawat terbang, panjang jalur landasan pacu yang dibutuhkan adalah : Field Length (FL)
= Take-off Run + Stopway = 2.919 m + 167,8 m = 3.086,8 m = 3.086,8x 3,3 ft = 10.186,4 ft
Maka Accelerate-Stop Distance = Field Length = 3.086,8 m = 10.186,4 ft 14. Faktor koreksi terhadap landasan pacu rencana menurut temperatur udara : Ft
= 1 + 0,01 x (T – (15 – 0,0065 x h)) = 1 + 0,01 x (27,6 – (15 – 0,0065 x 2,743)) = 1 + 0,01 x (27,6 – (14.87)) = 1 + 0,01 x 12,73 = 1 + 0,13 = 1,1
57 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
15. Menurut elevasi / ketinggian bandara dari permukaan laut : Fe
= 1 + 0,07 x (
)
= 1 + 0,07 x (
)
= 1 + 0,07 x (0,09) = 1 + 0,00064 = 1,00064 16. Sehingga panjang landasan pacu rencana koreksi adalah : LR
= LBR x Ft x Fe = 2.919 x 1,1 x 1,00064 = 3.213 m = 10.603 ft
17. Ukuran komponen pada runway Airbus 380-800 termasuk pesawat terbang rencana kategori VIE berdasarkan Tabel 4.5.dan Tabel 4.6. berikut ini : Tabel 4.5. Klasifikasi Pesawat Terbang Rencana Group I II III IV V VI
Sumber : FAA. AC 150/5300-13 1989.
Tail Height (ft) <20 20 - <30 30 - <45 45 - <60 60 - <66 66 - <80
Wingspan (ft) <45 49 - <79 79 - <118 118 - <171 171 - <214 214 - <262
58 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 4.6. Airplane Design Group NO
ITEM
DIM
1
Runway Length
A
2
Runway Width
B
3
Runway Shoulder Width
4
Runway Blast Pad Width
Runway Blast Pad Length Runway Safety Area 6 C Width Runway Safety Area 7 Length Prior to Landing Thereshold Runway Safety Area 8 P Length Beyond RW End Obstacle Free Zone 9 Width and Length Runway Object Free 10 Q Area Width Runway Object Free Area 11 R Length Beyond RW End Sumber : FAA. AC 150/5300-13 1989. 5
100 ft 30 m 10 ft 3m 120 ft 36 ft 100 ft 30 m 500 ft 150 ft 600 ft
AIRPLANE DESIGN GROUP II III IV V Refer to Paragraph 301 100 ft 100 ft 150 ft 150 ft 30 m 30 m 45 m 45 m 10 ft 20 ft 25 ft 35 ft 3m 6m 7,5 m 10,5 m 120 ft 140 ft 200 ft 220 ft 36 m 42 m 60 m 66 m 150 ft 200 ft 200 ft 400 ft 45 m 60 m 60 m 120 m 500 ft 500 ft 500 ft 500 ft 150 ft 150 ft 150 ft 150 ft 600 ft 600 ft 600 ft 600 ft
200 ft 60 m 40 ft 12 m 280 ft 84 m 400 ft 120 m 500 ft 150 ft 600 ft
180 m
180 m
180 m
180 m
180 m
180 m
1000 ft 300 m
1000 ft 300 m
1000 ft 300 m
1000 ft 300 m
1000 ft 300 m
1000 ft 300 m
I
VI
Refer to Paragraph 306 800 ft 240 m
800 ft 240 m
800 ft 240 m
800 ft 240 m
800 ft 240 m
800 ft 240 m
1000 ft
1000 ft
1000 ft
1000 ft
1000 ft
1000 ft
300 m
300 m
300 m
300 m
300 m
300 m
Sehingga ukuran komponen pada runway dapat diperoleh sebagai berikut : Lebar landasan pacu
:
200 ft (60 m)
Lebar bahu landasan pacu
:
40 ft (12 m)
Lebar blast pad
:
280 ft (84 m)
Panjang blast Pad
:
400 ft (120 m)
Lebar daerah aman
:
600 ft (180 m)
Panjang daerah aman
:
1000 ft (300 m)
59 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4.4.
Peramalan Jumlah Pergerakan Pesawat Terbang di Runway Peramalan pertumbuhan transportasi udara sangat diperlukan sebagai :
1. Gambaran untuk industri manufaktur mengantisipasi jumlah permintaan pesawat terbang dan pengembangan jenis pesawat terbang baru. 2. Panduan untuk maskapai penerbangan menyusun perencanaan jangka panjang dalam hal perlengkapan dan sumber daya manusia. 3. Gambaran untuk pemerintah pusat dalam memfasilitasi perkembangan sistem udara nasional dan internasional (termasuk : fasilitas terminal, akses rute, runway, taxiway, apron, kontrol terminal lalu lintas udara). Dalam Tugas Akhir ini peramalan pertumbuhan lalu lintas udara dibutuhkan untuk mengetahui perkiraan jumlah pergerakan pesawat terbang sampai 5 tahun yang akan datang (2016).
4.5.
Peramalan Jumlah Pergerakan Pesawat Terbang di Runway Dengan Analisa Regresi Linear Peramalan jumlah pergerakan pesawat dengan regresi linear digunakan
karena pola pergerakan menunjukan suatu hubungan linear historis dengan variabel waktu dengan bantuan Microsoft Excel. Hubungan yang terbentuk adalah konstan, berdasarkan data historis pergerakan pesawat terbang 5 tahun terakhir (2007-2011) seperti yang ditampilkan pada Tabel 4.7. berikut ini :
60 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 4.7. Total Pergerakan Pesawat Terbang di Runway (2007-2011) Tahun Ke-
Tahun
Domestik Datang Berangkat
Total
Internasional Datang Berangkat
Total
Total
1
2007
37.467
37.428
74.895
4.100
4.094
8.194
83.089
2
2008
36.238
36.244
72.482
4.521
4.519
9.040
81.522
3
2009
40.454
40.463
80.917
4.928
4.927
9.855
90.772
4
2010
44.913
44.915
89.828
4.530
4.508
9.038
98.865
5
2011
50.824
50.820
101.644
5.162
5.154
10.316 111.960
Sumber : PT. Angkasa Pura I Bandara Internasional Juanda Surabaya,2012
Jumlah total kedatangan dan keberangkatan domestik dan internasional 2007-2011 ditunjukan dalam Gambar 4.1. berikut ini : 120.000 111.960
Jumlah Pergerakan (Pesawat Terbang)
110.000 98.866
100.000 90.772
90.000 83.089
81.522
80.000 70.000 60.000
2007
2008
2009
2010
2011
Jumlah Total Pergerakan Pesawat Terbang 2007-2011
Gambar 4.2. Grafik Jumlah Total Pergerakan Pesawat Terbang Tahun 2007-2011
61 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Diagram alir peramalan dengan Analisa Regresi Linear berdasarkan jumlah pesawat terbang dilihat pada Gambar 4.3. berikut ini : MULAI DATA SEKUNDER : Data jumlah pergerakan pesawat terbang di runway Tahun 2007-2011
Peramalan Tahun X : Penentuan persamaan regresi Y = A+BX A,B = Konstan Regresi Y = Peubah Tidak Bebas X = Peubah Bebas Penentuan koefisien determinasi R2 Penentuan jumlah pergerakan total pesawat terbang tahun X
Penentuan Peak Month Ratio : month
month year
Penentuan Peak Month Ratio : day
day month
Penentuan Peak Month Ratio : hour
hour day
Penentuan ∑ Pergerakan Bulan Puncak Tahun X = ∑ Pergerakan Tahun X x R month Penentuan ∑ Pergerakan Hari Tersibuk Bulan Puncak Tahun X = ∑ Pergerakan Bulan Puncak Tahun X x R day Penentuan ∑ Pergerakan Jam Puncak Hari Tersibuk Bulan Puncak Tahun X = ∑ Pergerakan Hari Tersibuk Bulan PuncakTahun X x R Hour
FINISH
Gambar 4.3. Diagram Alir Peramalan Analisa Regresi Linear 62 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Berdasarkan data jumlah total pergerakan pesawat terbang di runway 2007-2011 untuk masing-masing jumlah kedatangan dan keberangkatan baik domestik maupun internasional dilakukan peramalan dengan langkah sebagai berikut : 1. Memasukan data total pergerakan pesawat di runway tahun 2007-2011 ke dalam lembar kerja pada program Microsof Excel seperti Gambar 4.4. 2. Membuat grafik hubungan waktu sebaagai sumbu X (tahun ke-1 2007) dengan masing- masing pergerakan sebagai sumbu Y : kedatangan domestik, keberangkatan domestik, subtotal kedatangan dan keberangkatan domestik, kedatangan internasional , keberangkatan internasional total kedatangan dan keberangkatan domestik dan internasional. 3. Menampilkan persamaan regresi dan koefisien determinasi pada grafik. 4. Memasukan X tahun rencana kedalam persamaan regresi. 5. Didapatkan jumlah total pergerakan pesawat tahunan 2012 sampai dengan 2016. Data hasil peramalan total pergerakan pesawat terbang di runway 2007-2011 untuk masing-masing jumlah kedatangan dan keberangkatan baik domestik maupun internasional dapat diihat pada Gambar 4.4.-4.10. berikut ini :
63 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Pertumbuhan jumlah kedatangan pesawat terbang domestik pada tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Gambar 4.4. berikut ini :
Jumlah Pergerakan Pesawat Terbang
55.000 50.000 45.000 40.000 35.000 30.000
2007
2008
2009
2010
2011
Kedatangan Domestik
37.467
36.238
40.454
44.913
50.824
Linear
34.904
38.442
41.979
45.517
49.055
Gambar 4.4. Grafik Kedatangan Pesawat Terbang Domestik Pada Tahun 2007-2011.
Pertumbuhan jumlah keberangkatan pesawat terbang domestik pada tahun 20072011 dapat dilihat pada Gambar 4.5. berikut ini :
Jumlah Pergerakan Pesawat Terbang
55.000 50.000 45.000 40.000 35.000 30.000
2007
2008
2009
2010
2011
Keberangkatan Domestik
37.428
36.244
40.463
44.915
50.820
Linear
34.883
38.429
41.974
45.520
49.065
Gambar 4.5. Grafik Keberangkatan Pesawat Terbang Domestik Pada Tahun 2007-2011.
64 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Pertumbuhan jumlah kedatangan pesawat terbang internasional pada tahun 20072011 dapat dilihat pada Gambar 4.6. berikut ini :
Jumlah Pergerakan Pesawat Terbang
5.500 5.000 4.500 4.000 3.500 3.000
2007
2008
2009
2010
2011
Kedatangan Internasional
4.100
4.521
4.928
4.530
5.162
Linear
4.222
4.435
4.648
4.862
5.075
Gambar 4.6. Grafik Kedatangan Pesawat Terbang Internasional Pada Tahun 2007-2011.
Pertumbuhan keberangkatan pesawat terbang internasional pada tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Gambar 4.7. berikut ini : 5.500
Jumlah Pergerakan Pesawat Terbang
5.000 4.500 4.000 3.500 3.000
2007
2008
2009
2010
2011
Keberangkatan Internasional
4.094
4.519
4.927
4.508
5.154
Linear
4.219
4.430
4.640
4.851
5.062
Gambar 4.7. Grafik Keberangkatan Pesawat Terbang Internasional Pada Tahun 2007-2011.
65 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Pertumbuhan jumlah total kedatangan dan keberangkatan pesawat terbang domestik pada tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Gambar 4.8. berikut ini : 110.000
Jumlah Pergerakan Pesawat Terbang
100.000 90.000 80.000 70.000 60.000
2007
2008
2009
2010
2011
Kedatangan + Keberangkatan Domestik
74.895
72.482
80.917
89.828
101.644
Linear
69.784
76.869
83.953
91.038
98.122
Gambar 4.8. Grafik Kedatangan dan Keberangkatan Pesawat Terbang Domestik Pada Tahun 2007-2011.
Pertumbuhan jumlah total kedatangan dan keberangkatan pesawat terbang internasional pada tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Gambar 4.9. berikut ini : 12.000
Jumlah Pergerakan Pesawat Terbang
11.000 10.000 9.000 8.000 7.000 6.000
2007
2008
2009
2010
2011
Kedatangan + Keberangkatan Internasional
8.194
9.040
9.855
9.038
10.316
Linear
8.440
8.864
9.289
9.713
10.137
Gambar 4.9. Grafik Total Kedatangan dan Keberangkatan Pesawat Terbang Internasional Pada Tahun 2007-2011.
66 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Pertumbuhan jumlah total kedatangan dan keberangkatan pesawat terbang domestik dan internasional pada tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Gambar 4.10. berikut : 120.000
Jumlah Pergerakan Pesawat Terbang
110.000 100.000 90.000 80.000 70.000 60.000
2007
2008
2009
2010
2011
Total Pergerakan Domestik + Internasional
87.193
86.434
94.076
102.187
116.765
Linear
82.352
89.841
97.331
104.821
112.310
Gambar 4.10. Grafik Total Pergerakan Pesawat Terbang Pada Tahun 2007-2011
Dari grafik yang ditampilkan pada Gambar 4.4.-4.10. didapatkan persamaan regresi dan koefisien determinasi (R2) seperti pada Tabel 4.8. berikut ini : Tabel 4.8. Persamaan Regresi Peramalan Jumlah Pergerakan Total Pesawat Terbang di Runway Sampai Dengan Tahun 2016. Pesamaan Regresi
R2
Jenis Pergerakan
Y1 = 31.363+3.538.X
0.94
Kedatangan Pesawat Terbang Domestik
Y2 = 31.338+3.546.X
0.94
Keberangkatan Pesawat Terbang Domestik
Y5 = 4.008+213.X
0.82
Total Kedatangan dan Keberangkatan Pesawat Terbang Domestik
Y3 = 4.008+211.X
0.81
Kedatangan Pesawat Terbang Internasional
Y4 = 62.700+7.084.X
0.94
Keberangkatan Pesawat Terbang Internasional
Y6 = 8.016+0.424.X
0.82
Y7 = 70.716+7.509.X
0.95
Sumber : Hasil Perhitungan
Total Kedatangan dan Keberangkatan Pesawat Terbang Internasional Total Pergerakan Pesawat Terbang Pada Tahun 20072011
67 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Yang dimaksud dengan koefisien determinasi (R2) adalah suatu bilangan yang menyatakan tingkat korelasi antara jumlah pergerakan dengan variabel waktu. Semakin nilai R2 mendekati 1 (satu) maka ada korelasi positif antara jumlah pergerakan dengan peubah waktu, dimana arti dari korelasi positif adalah dari tahun ke tahun jumlah pergerakan semakin bertambah. Setelah didapatkan persamaan regresi dapat diramalkan pertumbuhan jumlah pesawat pada tahun rencana. Persamaan regresi yang dipakai dalam peramalan adalah persamaan Y7 untuk jumlah total pergerakan pesawat terbang di runway pada tahun rencana. Hasil peramalan didapatkan dengan memasukan tahun peramalan pada kolom ke-1 ke dalam Tabel 4.9. kemudian dikonversikan ke dalam masing-masing persamaan regresi, seperti perhitungan berikut ini : 1. Persamaan untuk jumlah pergerakan total pesawat terbang tahun 2012 adalah Y7 = 70.716+7.509.X 2. Tahun 2012 adalah tahun rencana ke-6 sehingga X = 6, maka Y7 ( jumlah kedatangan pesawat terbang) = 70.716+7.509.(6) = 115.768 3. Analisa untuk masing-masing tahun dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut ini :
68 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel. 4.9. Hasil Peramalan Jumlah Pergerakan Total Pesawat Terbang di Runway Sampai 2016. Koef. Regresi Y1 Y2 Domestik Tahun Tahun Ke Datang Berangkat 1 2007 34.904 34.883 2 2008 38.442 38.429 3 2009 41.979 41.974 4 2010 45.517 45.520 5 2011 49.055 49.065 6 2012 52.592 52.611 7 2013 56.130 56.156 8 2014 59.668 59.702 9 2015 63.205 63.247 10 2016 66.743 66.793 Sumber : Hasil Perhitungan
Y5 Y3 Y4 Internasional Sub Total Datang Berangkat 69.784 4.222 4.219 76.869 4.435 4.430 83.953 4.648 4.640 91.038 4.862 4.851 98.122 5.075 5.062 105.206 5.288 5.273 112.291 5.501 5.484 119.375 5.715 5.695 126.460 5.928 5.906 133.544 6.141 6.117
Y6 Sub Total 8.440 8.864 9.289 9.713 10.137 10.561 10.985 11.410 11.834 12.258
Y7 Total 78.225 85.733 93.242 100.750 108.259 115.768 123.276 130.785 138.293 145.802
Dari Tabel 4.9. didapatkan jumlah total pergerakan pesawat terbang untuk tahun 2012 dan 2016 masing-masing adalah 115.768 dan 145.802 pergerakan. Setelah didapatkan jumlah pergerakan total pesawat terbang di runway pada tahun rencana, dilakukan perhitungan volume jam puncak yaitu jumlah pergerakan pesawat pada kondisi peak hour. Perhitungan volume jam puncak ini diperlukan : 1. Sebagai dasar acuan kondisi paling maksimum pemakaian runway 2. Mengetahui tingkat pergerakan maksimum pesawat terbang pada kondisi peak hour Berdasarkan data eksisting jumlah rata-rata pergerakan harian di runway pada bulan puncak dalam 1 tahun dan jumlah pergerakan pesawat terbang di runway pada bulan puncak dalam 1 tahun, dapat diketahui peak month ratio. Peak month ratio ini diperlukan untuk mendapat nilai jumlah pergerakan pesawat pada bulan puncak dalam tahun yang dikehendaki. Sehingga pola puncak jumlah pergerakan pesawat terbang adalah sama dengan pada tahun eksisting.
69 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perhitungan dilakukan untuk mendapatkan peak month ratio adalah sebagai berikut : 1. Pada tahun 2011 jumlah pergerakan bulan Desember adalah 10.578 dengan total pergerakan 111.960 2. Rasio bulan 2011 adalah jumlah total pergerakan pesawat terbang bulan dibagi dengan jumlah total pergerakan pesawat terbang pada tahun 2011. month
month year
.5 .
.
3. Dengan langkah yang sama dilakukan perhitungan untuk mencari peak month ratio. Selengkapnya ditampilkan pada Tabel 4.10. berikut ini : Tabel 4.10. Rasio Pergerakan Bulanan Pesawat Terbang Terhadap Total 1 Tahun No
Bulan
1
Total Pergerakan
Ratio
2007
2008
2009
2010
2011
2007
2008
2009
2010
2011
Jan
7.086
6.915
7.236
7.652
9.030
0.085
0.085
0.080
0.077
0.081
2
Feb
6.025
6.57
6.483
7.280
8.333
0.073
0.081
0.071
0.074
0.074
3
Mar
6.917
6.872
7.175
8.453
8.924
0.083
0.084
0.079
0.086
0.080
4
Apr
6.738
6.346
7.184
8.158
8.504
0.081
0.078
0.079
0.083
0.076
5
Mei
6.648
6.624
7.799
8.601
8.916
0.080
0.081
0.086
0.087
0.090
6
Jun
6.646
6.572
7.514
8.245
8.990
0.080
0.081
0.083
0.083
0.080
7
Jul
7.421
7.208
7.623
8.286
9.634
0.089
0.088
0.084
0.084
0.086
8
Agust
7.093
6.636
7.887
7.789
8.763
0.085
0.081
0.087
0.079
0.078
9
Sep
6.460
6.448
7.587
8.298
9.762
0.078
0.079
0.084
0.084
0.087
10
Okt
6.928
7.151
8.088
8.597
9.992
0.083
0.088
0.089
0.087
0.089
11
Nop
7.362
6.878
7.732
8.400
10.534
0.089
0.084
0.085
0.085
0.094
12
Des
7.765
7.302
8.464
9.106
10.578
0.093
0.090
0.093
0.092
0.094
Total 83.089 81.522 Sumber : Hasil Perhitungan
90.772
98.865
111.960
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
Pada tahun 2007, 2008, 2009, 2010, dan 2011. Bulan puncak terjadi pada bulan Desember dengan rasio masing-masing adalah 0.093, 0.090, 0.093, 0.092, dan 0.094. Rasio maksimum dari hasil perhitungan, merupakan peak month ratio.
70 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Maka untuk mendapatkan peramalan pergerakan maksimum pesawat terbang pada bulan puncak tahun rencana, dipakai peak month ratio sebesar 0.094. Berdasarkan jadwal penerbangan bulan Desember 2011 (PT. (Persero) Angkasa Pura Bandara Internasional Juanda Surabaya, 2011), dapat diketahui pergerakan pesawat terbang selama 1 bulan dan setiap hari. Dari data tersebut dapat dihitung peak day ratio. Peak day ratio ini diperlukan untuk mendapatkan nilai jumlah pergerakan pesawat terbang pada hari tersibuk bulan puncak yang dikehendaki. Sehingga pola puncak jumlah pergerakan pesawat terbang adalah sama dengan tahun eksisting. Perhitungan dilakukan untuk mendapatkan peak day ratio adalah sebagai berikut : 1. Pada bulan Desember 2011 jumlah pergerakan pesawat terbang November 10.578 dengan pergerakan pesawat terbang pada hari Rabu adalah 349. 2. Rasio hari Rabu adalah jumlah pergerakan pesawat terbang hari Rabu dibagi dengan jumlah pergerakan pesawat bulan Desember. day
day month
.5
.
3. Dengan langkah yang sama dilakukan perhitungan untuk mencari rasio hari lain. Selengkapnya ditampilkan pada Tabel 4.11. berikut ini :
71 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 4.11. Rasio Pergerakan Harian Pesawat Terbang Terhadap Total 1 Tahun Tanggal 5,12,19,26 6,13,20,27
Hari senin selasa
7,14,21,28
rabu
1,8,15,22,29
kamis
2,9,16,23,30
jumat
3,10,17,24,31 4,11,18,25
sabtu Minggu
Total
Jumlah Pergerakan Ratio 0.032 339 0.032 337 349 338
0.033
345 339 342 10578
0.033
0.032 0.032 0.032 1
Sumber : Hasil Perhitungan
Hari Rabu merupakan hari tersibuk dalam 1 Minggu. Sehingga rasio pergerakan pada hari Rabu adalah 0.033 merupakan peak day ratio. Dari data eksisting jumlah pergerakan pesawat terbang per jam di runway dan jumlah pergerakan harian pesawat terbang di runway pada hari tersibuk, dapat diketahui peak hour ratio. Peak hour ratio ini diperlukan untuk mendapatkan nilai jumlah pergerakan pesawat terbang pada jam puncak tahun yang dikehendaki. Sehingga pola puncak jumlah pergerakan pesawat terbang adalah sama dengan pada tahun eksisting. Perhitungan dilakukan untuk mendapatkan peak hour ratio adalah sebagai berikut : 1. Pergerakan pesawat terbang pada hari Rabu 7 Desember 2011 yaitu 349 2. Rasio periode waktu pukul 09.00-10.00 adalah jumlah total pergerakan pukul 09.00-10.00 dibagi dengan jumlah total pergerakan 1 hari. 3.
day
hour day
.
4. Dengan langkah yang sama dilakukan perhitungan untuk mencari rasio periode waktu lain. Selengkapnya disajikan pada Tabel 4.12. berikut ini : 72 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 4.12. Rasio Pergerakan Perjam Pesawat Terbang Terhadap Total Harian Jam
Jumlah Pergerakan
Ratio
00.00-01.00 01.00-02.00 02.00-03.00 03.00-04.00 04.00-05.00 05.00-06.00 06.00-07.00 07.00-08.00 08.00-09.00 09.00-10.00 10.00-11.00 11.00-12.00 12.00-13.00 13.00-14.00 14.00-15.00
0 0 0 1 2 8 23 21 19 31 22 18 11 20 26
0.000 0.000 0.000 0.003 0.006 0.023
15.00-16.00 16.00-17.00 17.00-18.00 18.00-19.00 19.00-20.00 20.00-21.00 21.00-22.00 22.00-23.00 23.00-24.00 Total
19 24 24 21 19 17 13 6 4 349
0.054 0.069 0.069 0.060 0.054 0.049 0.037 0.017 0.011 1
Sumber : Hasil Perhitungan
0.066 0.060 0.054 0.089 0.063 0.052 0.032 0.057 0.074
Peak hour terjadi pukul 09.00-10.00 WIB dengan jumlah pergerakan total landing dan take-off mencapai 31 pergearkaan. Rasio pergerakan pada periode tersebut adalah 0.089 yang merupakan peak hour ratio. Dengan mengetahui peak month ratio, peak day ratio dan peak hour ratio kondisi eksisting, maka jumlah pergerakan pesawat terbang pada kondisi peak hour tahun rencana dapat dihitung dengan langkah berikut :
73 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
1. Jumlah pergerakan pesawat terbang pada bulan puncak tahun 2012 N month
= N year x R month = 115.768 x 0.094 = 10.882 pesawat terbang
2. Jumlah pergerakan harian pesawat terbang pada bulan puncak tahun 2012 N day
= N month x R day = 10.882 x 0.033 = 359 pesawat terbang
3. Jumlah pergerakan pesawat terbang kondisi peak hour pada hari tersibuk pada bulan puncak tahun 2012 N hour
= N day x R hour = 359 x 0.089 = 32 pesawat terbang
4. Dengan cara yang sama dapat dihitung jumlah pergerakan pesawat terbang total di runway pada tahun 2016. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.13 - 4.15. berikut ini : Tabel 4.13. Peramalan Jumlah Pergerakan Pesawat Terbang di Runway Pada Bulan Puncak Domestik Internasional Tahun Sub Sub Tahun Total ke Total Total Datang Berangkat Datang Berangkat 6 2012 4.944 4.945 9.889 497 496 993 10.882 10 2016 6.275 6.278 12.553 577 575 1.152 13.705 Sumber : Hasil Perhitungan
74 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 4.14. Peramalan Jumlah Pergerakan Harian Pesawat Terbang di Runway Domestik Tahun Sub Tahun ke Total Datang Berangkat 6
2012
10
2016
163 207
Sumber : Hasil Perhitungan
163 207
Internasional Datang Berangkat
326 414
16 19
17 19
Sub Total Total 33 38
359 452
Tabel 4.15. Peramalan Jumlah Pergerakan Peak Hour Pesawat Terbang di Runway Domestik Internasional Tahun Sub Sub Tahun Total ke Total Total Datang Berangkat Datang Berangkat 6 2012 14 15 29 1 2 3 32 10 2016 18 19 37 1 2 3 40
Sumber : Hasil Perhitungan
4.6.
Ringkasan Hasil Peramalan Pertumbuhan Jumlah Pergerakan Pesawat Terbang di Runway Peramalan pertumbuhan jumlah pergerakan pesawat terbang pada 5 tahun
mendatang dilakukan dengan analisa regresi linear berdasarkan jumlah pergerakan pesawat terbang. Hasil perhitungan didapatkan jumlah pergerakan maksimum pesawat terbang di runway pada Tabel 4.16 berikut ini : Tabel 4.16. Pergerakan Pesawat Terbang di Runway Pada Kondisi Eksisting dan 5 Tahun Mendatang Tahun 2012 2016
Peak Month
Sumber : Hasil Perhitungan
10.882 13.705
Analisa Regresi Linear Peak Day 359 452
Peak Hour 32 40
75 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4.7.
Delay Kondisi Existing Perhitungan delay dipengaruhi oleh seberapa lama sebuah pesawat terbang
clear dari runway. Waktu minimal yang diperlukan agar pesawat terbang berikutnya dapat melakukan pergerakan di runway minimal sebesar clearance time pesawat terbang sebelumnya. Clearance time tergantung dari kecepatan pesawat saat melakukan pendaratan, touchdown, keluar exit taxiway, dan perlambatan ketika akan mendarat dan setalah mendarat. Menurut FAA, pesawat di kategorikan berdasarkan kecepatan seperti dalam Tabel 4.17. berikut ini : Tabel 4.17. Kategori Pesawat Terbang Berdasarkan Kecepatan Menurut FAA Kategori Pesawat Terbang A
B
C
D
E
Kecepatan Pendaratan
Kecepatan Touchdown
Tipe Pesawat Terbang
< 91 knots (169 km/jam)
Lihat b >
Convair 240, DC 3, DHC 7. Convair 600, DC 6, Fokker 27, Fokker 28, Fokker 100, Viscount 800, HS 748 Series 2A. A 300, A310, B 707320, DC 9, MD 82, B 707-420, B 727, B 737, B 767, BAC 111. B 4747, MD 11, DC 10, L 1011, A 340, TU 154, IL 62M, DC 8-61, DC 8-63, B 707-200. Pesawat terbang masa depan (A380-800)
91 knots (169 km/jam) - 121 knots (222 km/jam)
97 knots (180 km/jam)
121 knots (222 km/jam) - 141 knots (259 km/jam)
120 knots (222 km/jam)
141 knots (261 km/jam) - 166 knots (308 km/jam)
140 knots (259 km/jam)
166 knots (308 km/jam) -
140 knots (259 km/jam)
Sumber : Sylvia. 2004 dan FAA. 1974
Catatan : a.
b.
Pesawat terbang diasumsikan untuk touchdown pada rata-rata dari 1,3 kali kecepatan saat konfigurasi pendaratan, pada rata-rata berat total pendaratan sebesar 85% maksimum. Ini merpersentasikan kecepatan touchdown dari 92% dari rata-rata kecepatan pendaratan yang digunakan untuk mengelompokan pesawat terbang. Rata-rata kecepatanb touchdown dari kelompok ditetapkan ketika tipe pesawat terbang yang diperkirakan menggunakan bandara yang diketahui.
76 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Kecepatan pendaratan dan touchdown pesawat terbang kategori untuk pesawat terbang kategori A, B, C, D dan E berdasarkan kecepatan pesawat terbang pada saat pendaratan dan touchdown dapat dilihat pada Tabel 4.18. berikut ini : Tabel 4.18. Kecepatan Pendaratan dan Touchdown Pesawat Terbang (km/jam) Kategori Pesawat Terbang A B C D E
V ot (km/jam) 169 222 259 306 344
V ot (m/dt) 46.94 61.67 71.94 85.00 96.00
V dt (km/jam) 159 180 222 259 259
V dt (m/dt) 44.17 50.00 61.67 71.94 71.94
Sumber : Sylvia. 2004 dan FAA. 1974 Catatan : V ot adalah kecepatan pendaratan, V dt adalah keceptan touchdown. Kecepatan touchdown untuk pesawat terbang kategori A adalah kira-kira 5 knot lebih lambat dari kecepatan melewati ujung runway, sehingga besar kecepatan touchdown untuk pesawat terbang kategori A diperkirakan adalah sebesar 159 km/jam.
Setelah pesawat terbang touchdown di runway, pesawat terbang akan mengalami perlambatan dari kecepatan touchdown dan mencapai kecepatan lebih rendah yang aman untuk berbelok ke exit taxiway. Kecepatan keluar ini tergantung pada besar sudut exit taxiway, semakin kecil sudut exit taxiway maka kecepatan keluar yang diizinkan semakin besar, karena semakin memudahkan pesawat terbang dalam melakukan manuver. Sebaliknya exit taxiway bersudut 900 memungkinkan pesawat terbang keluar dari runway dan berbelok ke exit taxiway dengan kecepatan yang paling rendah. Kecepatan keluar exit taxiway yang dimaksud adalah keceptaan ketika pesawat terbang berada di tangent curve exit taxiway. Berdasarkan kecepatan keluar exit taxiway untuk masing-masing sudut, dan perlambatan saat di udara dan di darat dapat dilihat pada Tabel 4.19. berikut :
77 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 4.19. Kecepatan Keluar Exit Taxiway (mph) dan Perlambatan (ft/sc2) Sudut Ve (mph) Ve (m/dt) 300 60 30.87 0 45 40 20.58 900 15 7.72 Sumber : Sylvia. 2004 dan FAA. 1974 Catatan : Ve adalah kecepatan keluar exit taxiway. a1 adalah perlambatan di udara. a2 adalah perlambatan di darat.
a1 (ft/sc2) 2.5 2.5 2.5
a1 (m/dt2) 0.76 0.76 0.76
a2 (ft/sc2) 5 5 5
a2 (m/dt2) 1.52 1.52 1.52
Berdasarkan kategori pesawat terbang A, B, C, D dan E (dalam satuan MKS) tentang kecepatan dan perlambatan pesawat terbang dapat dilihat pada Tabel 4.20. berikut : Tabel 4.20. Kategori Kecepatan dan Perlambatan Pesawat Terbang Kategori Pesawat Terbang A B C D E
V ot (km/jam)
V dt (km/jam)
46.94 61.67 71.94 85.00 96.00
44.17 50.00 61.67 71.94 71.94
Sumber : Sylvia. 2004 dan FAA. 1974
Sudut 300 30.87 30.87 30.87 30.87 30.87
Ve (m/dt) Sudut 450 20.58 20.58 20.58 20.58 20.58
Sudut 900 7.72 7.72 7.72 7.72 7.72
a1 (m/dt2)
a2 (m/dt2)
0.76 0.76 0.76 0.76 0.76
1.52 1.52 1.52 1.52 1.52
Data historis jumlah pergerakan pesawat terbang dan persentase setiap tahun berdasarkan kategori yang tercatat pada tahun 2007-2011. Berdasarkan Tabel 4.16. jumlah pergerakan pesawat terbang tahun puncak pada tahun 2011. Data tersebut juga sebagai acuan untuk perhitungan delay pada kondisi eksisiting dan 5 tahun mendatang. Sehingga mengacu pada data tersebut jumlah dan persentase pesawat terbang. Berdasarkan hasil survei data primer pada hari Selasa tanggal 21 Februari 2012 pukul 06.00-09.00 dan pukul 16.00-19.00 serta pada hari Rabu tanggal 22 Februari 2012 pukul 10.00-12.00. didapatkan jumlah dan persentase pergerakan pesawat terbang pada peak hour pada pukul 08.00-09.00. Seperti pada Tabel 4.21. berikut :
78 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 4.21. Persentase Pergerakan Pesawat Terbang di Runway Pada Peak Hour Jenis Pergerakan
Take-off Landing Take-off + Landing Landing Pesawat Terbang Kategori A Landing Pesawat Terbang Kategori B Landing Pesawat Terbang Kategori C Landing Pesawat Terbang Kategori D Landing Pesawat Terbang Kategori E Sumber : Hasil Perhitungan
Jumlah pesawat Terbang 16 8 24 0 0 7 0 1
Persentase (%) 66,67 33,33 100 0 0 87,5 0 12,5
Perhitungan clearance time menggunakan pesawat terbang berdasarkan hasil survei/eksisting dan berdasarkan Tabel 4.20. persentase pergerakan pesawat terbang di runway pada peak hour. Perhitungannya sebagai berikut : 1. Diketahui pesawat terbang Airbus 330-300, termasuk pesawat terbang kategori 4E dengan data kecepatan dan perlambatan seperti pada Tabel 4.18. akan landing di Bandara Juanda pada pukul 08.00 dengan menggunakan exit taxiway bersudut 900. Maka datanya sebagai berikut : a. Vot = 96,00
m/detik
b. Vtd = 71,94
m/detik
c. Ve = 7,72
m/detik
d. t
detik
= 10
Berdasarkan rata-rata untuk semua kategori pesawat terbang dan sudut exit taxiway sudut 300, 450, 900, adalah sebagai berikut : (Horonjeff dan McKelvey, 1994) a. a1 = 0,76 m/detik2 b. a2 = 1,52 m/detik2
79 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2. Maka clearance time pesawat terbang tersebut sebesar : ot -
td -
td
a ,
e
t
,
- ,
a -
,
,
,5
de tik
Didapatkan clearance time untuk kategori pesawat terbang kategori C dengan sudut exit taxiway 900 adalah kurang dari 72 detik. Dengan langkah perhitungan yang sama clearance time untuk pesawat terbang kategori lainnya dapat dilihat pada Tabel 4.22. berikut ini : Tabel 4.22. Hasil Perhitungan Clearance Time Kategori Pesawat Terbang A B C D E
Sumber : Hasil Perhitungan
Clearance Time Sudut 30 Sudut 450 Sudut 900 25 32 41 41 48 56 47 54 62 57 64 72 72 78 87 0
Tabel 4.22. memperlihatkan hasil perhitungan clearance time masing-masing kategori pesawat terbang untuk berbagai sudut exit taxiway sesuai dengan kategori pesawat terbang C dan E. Selanjutnya hasil perhitungan pada Tabel 4.22. digunakan dalam perhitungan delay. Sebelum menghitung delay harus diketahui jumlah pergerakan maksimum yang bisa terjadi di runway untuk mengetahui tingkat pelayanan runway. Jumlah pergerakan maksimum yang bisa terjadi di runway tergantung pada persentase take-off, landing dan campuran kategori pesawat terbang.
80 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perhitungan delay kondisi eksisting dilakukan pada saat kondisi peak hour berdasarkan hasil survey data primer pada hari Selasa tanggal 21 Februari 2012 pukul 08.00-09.00 sebagai berikut : 1. Jumlah kapasitas maksimum yang boleh terjadi di runway untuk kondisi eksisting sebagai berikut : N
= Jumlah kapasitas maksimum dalam 1 jam
%T
= % Take-off
= 66,67 %
%L
= % Landing
= 33,33 %
%A
= % Pesawat terbang landing kategori A
=0%
%B
= % Pesawat terbang landing kategori B
=0%
%C
= % Pesawat terbang landing kategori C
= 87,5 %
%D
= % Pesawat terbang landing kategori D
=0%
%D
= % Pesawat terbang landing kategori E
= 12,5 %
CTto = Clearance time pesawat terbang takeoff
= 120 detik
CTta = Clearance time pesawat terbang kategori A
= 41 detik
CTtb = Clearance time pesawat terbang kategori B
= 56 detik
CTtc = Clearance time pesawat terbang kategori C
= 62 detik
CTtd = Clearance time pesawat terbang kategori D
= 72 detik
CTte = Clearance time pesawat terbang kategori E
= 87 detik
(pesawat)
(
x
to ) (
x ((
x
ta ) (
x
tb ) (
x
t c) (
x
td )
(
x
81 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
t e)))
(pesawat)
(,
x
) (,
x
(( x
) ( x5 ) (,
5x
) ( x
)
( , 5x
)))
5 pe sawat terbang
Maka jumlah kapasitas maksimum yang bisa terjadi : 1. Jumlah pergerakan maksimum (N)
= 35 Pesawat Terbang
2. Jumlah pesawat terbang takeoff maksimum = 23 Pesawat Terbang 3. Jumlah pesawat terbang landing maksimum = 12 Pesawat Terbang 4. Jumlah pesawat terbang landing kategori A = 0 Pesawat Terbang 5. Jumlah pesawat terbang landing kategori B = 0 Pesawat Terbang 6. Jumlah pesawat terbang landing kategori C = 10 Pesawat Terbang 7. Jumlah pesawat terbang landing kategori D = 0 Pesawat Terbang 8. Jumlah pesawat terbang landing kategori E = 2 Pesawat Terbang 2. Perhitungan delay rata-rata pesawat terbang landing dan take-off berdasarkan perumusan yang telah dijelaskan adalah sebagai berikut : a
=8
pesawat terbang/jam
d
= 16
pesawat terbang/jam
a
= 12
pesawat terbang/jam
d
= 23
pesawat terbang/jam
a
=0
pesawat terbang/jam
d
=0
pesawat terbang/jam
Maka delay rata-rata pesawat terbang landing adalah sebagai berikut :
82 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
a
⁄
a
a
a
a
⁄
a
⁄ a
)
,
⁄ )
jam
de tik
Maka delay rata-rata pesawat terbang take-off adalah sebagai berikut d
⁄
d
d
d
d
⁄ ) d ⁄
d
4.8.
)
⁄ )
)
, 5 jam
de tik
Peramalan Delay 5 Tahun Mendatang Perhitungan peramalan delay 5 tahun mendatang berdasarkan hasil
perhitungan pada Sub Bab 4.4. Peramalan Jumlah Pergerakan Pesawat Terbang di Runway dalam 5 tahun mendatang. Jumlah pergerakan maksimum yang boleh terjadi di runway 5 tahun mendatang berdasarkan persentase pergerakan pada Table 4.23. berikut ini : Tabel 4.23. Presentase Pergerakan Pesawat Terbang Tahun 2016 Jenis Pergerakan
Take-off Landing Take-off + Landing Landing Pesawat Terbang Kategori A Landing Pesawat Terbang Kategori B Landing Pesawat Terbang Kategori C Landing Pesawat Terbang Kategori D Landing Pesawat Terbang Kategori E Sumber : Hasil Perhitungan
Jumlah pesawat Terbang 20 20 40 0 0 17 0 3
Persentase (%) 50 50 100 0 0 87,5 0 12,5
83 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perhitungan clearance time menggunakan pesawat terbang berdasarkan kategori C dan E serta berdasarkan Tabel 4.20. persentase pergerakan pesawat terbang di runway pada peak hour. Perhitungannya kapasitas maksimum pergerakan di runway sebagai berikut : 1. Direncanakan menggunakan pesawat terbang kategori C dan E dengan data kecepatan dan perlambatan seperti pada Tabel 4.23. akan landing di Bandara Juanda pada pukul 08.00 dengan menggunakan exit taxiway bersudut 300. Maka datanya sebagai berikut : a. Vot = 96,00
m/detik
b. Vtd = 71,94
m/detik
c. Ve = 30,87
m/detik
d. t
detik
= 10
rata-rata untuk semua kategori pesawat terbang dan sudut exit taxiway (Horonjeff dan McKelvey, 1994) a. a1 = 0,76
m/detik2
b. a2 = 1,52
m/detik2
2. Maka clearance time pesawat terbang tersebut sebesar : ot
- td
td -
a ,
e
t
a ,
,
,
,5
,
de tik
Didapatkan clearance time untuk pesawat terbang kategori C dan E dengan sudut exit taxiway 300 adalah kurang dari 72 detik. Dengan langkah perhitungan yang sama
84 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
clearance time untuk pesawat terbang kategori lainnya dapat dilihat pada Tabel 4.24. berikut ini : Tabel 4.24. Hasil Perhitungan Clearance Time Kategori Pesawat Terbang A B C D E
Sumber : Hasil Perhitungan dari Microsoft Excel
Tabel
4.24. di atas
Clearance Time Sudut 30 Sudut 450 Sudut 900 25 32 41 41 48 56 47 54 62 57 64 72 72 78 87 0
memperlihatkan hasil perhitungan clearance time masing-
masing kategori pesawat terbang untuk berbagai sudut exit taxiway sesuai dengan kategori pesawat terbang E. Selanjutnya hasil perhitungan pada Tabel 4.24. digunakan dalam perhitungan delay. Sebelum menghitung delay harus diketahui jumlah pergerakan maksimum yang bisa terjadi di runway untuk mengetahui tingkat pelayanan runway. Jumlah pergerakan maksimum yang bisa terjadi di runway tergantung pada persentase take-off, landing dan campuran kategori pesawat terbang. Perhitungan delay kondisi 5 tahun mendatang dengan menggunakan pesawat kategori C dan E. Perhitungan delay untuk kondisi 5 tahun mendatang sebagai berikut : 1. Jumlah kapasitas maksimum yang boleh terjadi di runway untuk kondisi eksisting sebagai berikut : N
= Jumlah kapasitas maksimum dalam 1 jam
%T
= % Take-off
= 50 %
%L
= % Landing
= 50 % 85
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
%A
= % Pesawat terbang landing kategori A
=0%
%B
= % Pesawat terbang landing kategori B
=0%
%C
= % Pesawat terbang landing kategori C
= 87,5 %
%D
= % Pesawat terbang landing kategori D
=0%
%E
= % Pesawat terbang landing kategori E
= 12,5 %
CTto = Clearance time pesawat terbang takeoff
= 120 detik
CTta = Clearance time pesawat terbang kategori A
= 25 detik
CTtb = Clearance time pesawat terbang kategori B
= 41 detik
CTtc = Clearance time pesawat terbang kategori C
= 47 detik
CTtd = Clearance time pesawat terbang kategori D
= 57 detik
CTte = Clearance time pesawat terbang kategori E
= 72 detik
(pesawat)
(
x
to ) (
x ((
x
ta ) (
x
tb ) (
x
t c) (
x
t d) (
x
t e)))
(pesawat)
( ,5 x
) ( ,5 x (( x
) ( x 5 ) (. 5x
) ( x5 ) ( . 5x
)))
pe sawat terbang
Maka jumlah kapasitas maksimum yang bisa terjadi : 1. Jumlah pergerakan maksimum (N)
= 42 Pesawat Terbang
2. Jumlah pesawat terbang takeoff maksimum = 21 Pesawat Terbang 3. Jumlah pesawat terbang landing maksimum = 21 Pesawat Terbang 4. Jumlah pesawat terbang landing kategori A = 0 Pesawat Terbang 5. Jumlah pesawat terbang landing kategori B = 0 Pesawat Terbang 6. Jumlah pesawat terbang landing kategori C = 18 Pesawat Terbang 86 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
7. Jumlah pesawat terbang landing kategori D = 0Pesawat Terbang 8. Jumlah pesawat terbang landing kategori E = 3 Pesawat Terbang 2. Perhitungan delay rata-rata pesawat terbang landing dan take-off berdasarkan perumusan yang telah dijelaskan adalah sebagai berikut : a
= 20
pesawat terbang/jam
d
= 20
pesawat terbang/jam
a
= 21
pesawat terbang/jam
d
= 21
pesawat terbang/jam
a
=0
pesawat terbang/jam
d
=0
pesawat terbang/jam
Maka delay rata-rata pesawat terbang landing adalah sebagai berikut : a
⁄
a
a
a
)
a
⁄ ) a ⁄
a
,
⁄
jam
de tik
Maka delay rata-rata pesawat terbang take off adalah sebagai berikut d d
⁄
d
d
d
⁄ ) d ⁄
d
)
⁄ )
)
,
jam
de
tik
87 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4.9.
Runway Occupancy Time
4.9.1. Kondisi Eksisting Berdasarkan hasil survei data primer pada hari Selasa tanggal 21 Februari 2012 pukul 06.00-09.00 dan pukul 16.00-19.00 serta pada hari Rabu tanggal 22 Februari 2012 pukul 10.00-12.00. didapatkan jumlah dan persentase pergerakan pesawat terbang pada peak hour pada pukul 08.00-09.00, sebesar 95,33% pesawat terbang kelas C dan 4,67% pesawat terbang kelas D, dengan jumlah pesawat terbang sebesar 24 pesawat terbang. Persentase tersebut berdasarkan klasifikasi pesawat terbang yang ditampilkan pada Tabel 4.25. seperti berikut ini : Tabel 4.25. Klasifikasi Pesawat Terbang Kelas Pesawat A B C D
Maximum Take Off Weight (pounds) ≤ .5 12.500 - 300.000 ≥ 300.000
Sumber : FAA AC 150/5060-5
1
Jumlah Mesin
Kelas Turbulen
Tunggal Jamak Jamak Jamak
Kecil/Small(S) Kecil/Small(S) Sedang/Large(L) Lebar/Heavy(H)
Berdasarkan pergerakan kedatangan maksimum pesawat terbang pada saat kondisi eksisting sebesar 12 pesawat terbang. Dengan komponen data perhitungan sebagai berikut : A
= Jumlah kedatangan pesawat dalam 1 jam sebesar 12 pesawat
DA
= Jumlah keberangkatan pesawat dalam 1 jam sebesar 23 pesawat
T&G = Jumlah Touch and Go dalam 1 jam 35 pesawat Dari data diatas, persentase kedatangan pesawat terbang bisa ditentukan seperti berikut ini : P
i
x
88 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
P
5
i
5
x
2. Berdasarkan total pergerakan kedatangan dan keberangkatan pesawat terbang pada saat kondisi eksisting sebesar 35 pesawat terbang. Dengan komponen data perhitungan sebagai berikut : A
= Jumlah kedatangan pesawat dalam 1 jam sebesar 12 pesawat
DA
= Jumlah keberangkatan pesawat dalam 1 jam sebesar 23 pesawat
T&G = Jumlah Touch and Go dalam 1 jam 35 pesawat Dari data diatas, persentase Touch & Go pesawat terbang bisa ditentukan seperti berikut ini : T h T h
x 5 5
x
5
3. Menentukan Mix Index Dengan persentase klasifikasi pesawat terbang sebesar sebesar 95,33% pesawat terbang kelas C dan 4,67% pesawat terbang kelas D. maka perhitungan Mix Index sebagai berikut : Mix index
= C + 3D = 95,33 + ( 3x4,67) = 109%
Berdasarkan hasil perhitungan mix index sebesar 109%, maka kapasitas dan rencana kebutuhan pesawat terbang dapat dilihat pada Tabel 4.26. sebagai berikut :
89 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 4.26. Kapasitas dan Rencana Kebutuhan Pesawat Terbang No
1
Runway Use Configuration
Mix Index %(C+3D) 0 to 20 21 to 50 51 to 80 81 to 120 121 to 180
Single Runway
Sumber : FAA AC 150/5060-5
Hourly Capacity Ops/H VFR IFR 98 59 74 57 63 56 55 53 51 50
Annual Service Volume 230.000 195.000 205.000 210.000 240.000
4. Perhitungan VFR dan IFR pada Kondisi Eksiting Berdasarkan perhitungan Percent Arrival, Percent Touch & Go dan Mix Index, maka untuk perhitungan pergerakan pesawat terbang pada kondisi VFR dan IFR adalah sebagai berikut : 1. Pada kondisi VFR, Arrival
= ((42/100) x 55) = 23 operations/hour
Touch & Go
= ((50/100) x 55) = 28 operations/hour
2. Pada kondisi IFR, Arrival
= ((42/100) x 53) = 22 operations/hour
Touch & Go
= ((50/100) x 53) = 27 operations/hour
90 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4.9.2. Kondisi 5 Tahun Mendatang Berdasarkan hasil perhitungan bada Sub Bab 4.8. kapasitas maksimum pesawat terbang saat jam puncak, pada kondisi 5 tahun mendatang sebesar 42 pergerakan. Dengan menggunakan persentase existing sebesar 95,33% pesawat terbang kelas C dan 4,67% pesawat terbang kelas D, dengan jumlah pesawat terbang sebesar 24 pesawat terbang. Persentase tersebut berdasarkan klasifikasi pesawat terbang yang ditampilkan pada Tabel 4.25. seperti berikut ini : Tabel 4.27. Klasifikasi Pesawat Terbang Kelas pesawat A B C D
Maximum Take Off Weight (pounds) ≤ .5 12.500 - 300.000 ≥ 300.000
Sumber : FAA AC 150/5060-5
1
Jumlah mesin
Kelas turbulen
Tunggal Jamak Jamak Jamak
Kecil/Small(S) Kecil/Small(S) Sedang/Large(L) Lebar/Heavy(H)
Berdasarkan pergerakan kedatangan pesawat terbang pada saat kondisi 5 tahun mendatang sebesar 21 pesawat terbang. Dengan komponen data perhitungan sebagai berikut : A
= Jumlah kedatangan pesawat dalam 1 jam sebesar 21 pesawat
DA
= Jumlah keberangkatan pesawat dalam 1 jam sebesar 21 pesawat
T&G = Jumlah Touch and Go dalam 1 jam 42 pesawat Dari data diatas, persentase kedatangan pesawat terbang bisa ditentukan seperti berikut ini : P
i
x
91 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
P
i
x
5
2. Berdasarkan total pergerakan kedatangandan keberangkatan pesawat terbang pada saat kondisi eksisting sebesar 42 pesawat terbang. Dengan komponen data perhitungan sebagai berikut : A
= Jumlah kedatangan pesawat dalam 1 jam sebesar 21 pesawat
DA
= Jumlah keberangkatan pesawat dalam 1 jam sebesar 21 pesawat
T&G = Jumlah Touch and Go dalam 1 jam 42 pesawat Dari data diatas, persentase Touch & Go pesawat terbang bisa ditentukan seperti berikut ini : T h
x
T h
x
5
3. Menentukan Mix Index Dengan persentase klasifikasi pesawat terbang sebesar sebesar 87,5% pesawat terbang kelas C dan 12,5% pesawat terbang kelas D. maka perhitungan Mix Index sebagai berikut : Mix index
= C + 3D = 95,33 + ( 3x4,67) = 109%
Berdasarkan hasil perhitungan mix index sebesar 109%, maka kapasitas dan rencana kebutuhan pesawat terbang dapat dilihat pada Tabel 4.26. sebagai berikut :
92 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 4.28. Kapasitas dan Rencana Kebutuhan Pesawat Terbang No
1
Runway Use Configuration
Mix Index %(C+3D) 0 to 20 21 to 50 51 to 80 81 to 120 121 to 180
Single Runway
Sumber : FAA AC 150/5060-5
Hourly Capacity Ops/H VFR IFR 98 59 74 57 63 56 55 53 51 50
Annual Service Volume 230.000 195.000 205.000 210.000 240.000
4. Perhitungan VFR dan IFR pada Kondisi 5 Tahun Mendatang Berdasarkan perhitungan Percent Arrival, Percent Touch & Go dan Mix Index, maka untuk perhitungan pergerakan pesawat terbang pada kondisi VFR dan IFR adalah sebagai berikut : 1. Pada kondisi VFR, Arrival
= ((50/100) x 55) = 27 operations/hour
Touch & Go
= ((50/100) x 55) = 28 operations/hour
2. Pada kondisi IFR, Arrival
= ((50/100) x 53) = 26 operations/hour
Touch & Go
= ((50/100) x 53) = 27 operations/hour
93 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4.9.3. Ringkasan Perhitungan Runway Occupancy Time 1. Berdasarkan hasil perhitungan runway occupancy time eksisting pada kondisi VFR dan IFR adalah sebagai berikut : a. Pada kondisi VFR, Arrival
= 23 operations/hour
Touch & Go
= 28 operations/hour
b. Pada kondisi IFR, Arrival
= 22 operations/hour
Touch & Go
= 27 operations/hour
2. Berdasarkan hasil perhitungan runway occupancy time untuk 5 tahun mendatang pada kondisi VFR dan IFR adalah sebagai berikut : a. Pada kondisi VFR, Arrival
= 27 operations/hour
Touch & Go
= 28 operations/hour
b. Pada kondisi IFR, Arrival
= 26 operations/hour
Touch & Go
= 27 operations/hour
94 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4.10. Ringkasan Kapasitas Runway 1. Berdasarkan hasil perhitungan runway dengan menggunakan pesawat terbang rencana Airbus 380-800. Ternyata pada kondisi eksisting runway di Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya tidak bisa menampung pesawat rencana Airbus 380-800. Dikarenakan pesawat rencana Airbus 380-800 membutuhkan panjang dan lebar runway sebesar 3.213 m dan 60 m sedangkan pada kondisi eksisting sebesar 3000 m dan 45 m. 2. Berdasarkan perhitungan arah dan kecepatan angin di Bandar Udara
Internasional Juanda Surabaya. Ternyata “p
g
f wi d ” terbesar
berorientasi pada sudut Azimut 700 - 2940 arah E – W, dengan rata-rata kecepatan angin sekitar 16 - 20 knot. Data tersebut digunakan untuk perencanaan konfigurasi runway rencana di Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya. 3. Berdasarkan perhitungan pertumbuhan pergerakan di runway Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya ditampilkan pada Tabel 4.29 berikut ini : Tabel 4.29. Pergerakan Pesawat Terbang di Runway Pada Kondisi Eksisting dan 5 Tahun Mendatang Tahun 2012 2016
Peak Month 10.882 13.705
Analisa Regresi Linear Peak Day
Sumber : Hasil Perhitungan dari Microsoft Excel
389 486
Peak Hour 32 40
95 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4. Pergerakan pesawat terbang pada peak hour pada kondisi eksisting sebanyak 32 pergerakan pesawat terbang masih bisa ditampung oleh runway. Karena jumlah kapasitas maksimum yang bisa terjadi berdasarkan perhitungan untuk persentase landing, take-off dan campuran kategori pesawat terbang mencapai 35 pergerakan pesawat terbang. Dengan delay rata-rata yang terjadi untuk pesawat terbang landing dan take-off masing-masing adalah sebesar 300 detik dan 179 detik. 5. Pergerakan pesawat terbang pada peak hour pada kondisi 5 tahun mendatang sebanyak 40 pergerakan pesawat terbang masih bisa ditampung oleh runway. Karena jumlah kapasitas maksimum yang bisa terjadi berdasarkan perhitungan untuk persentase landing, take-off dan pesawat terbang rencana mencapai 42 pergerakan pesawat terbang. Dengan delay rata-rata yang terjadi untuk pesawat terbang landing dan take-off masing-masing adalah sebesar 1714 detik dan 1714 detik. 6. Berdasarkan perhitungan Runway Occupancy Time pada kondisi eksiting VFR dan IFR adalah sebagai berikut : 1. Pada kondisi VFR, Arrival
= 23 operations/hour
Touch & Go
= 28 operations/hour
2. Pada kondisi IFR, Arrival
= 22 operations/hour
Touch & Go
= 27 operations/hour
96 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
7. Berdasarkan perhitungan Runway Occupancy Time pada kondisi 5 tahun mendatang VFR dan IFR adalah sebagai berikut : 1. Pada kondisi VFR, Arrival
= 27 operations/hour
Touch & Go
= 28 operations/hour
2. Pada kondisi IFR, Arrival
= 26 operations/hour
Touch & Go
= 27 operations/hour
8. Berdasarkan perhitungan Kapasitas Delay dan Runway Occupancy Time pada kondisi eksisting. Hubungan dari keduanya adalah jumlah kapasitas maksimum pesawat terbang sebesar 35 pesawat terbang dengan konfigurasi pesawat terbang untuk kondisi VFR dan IFR sebesar, 1. Pada kondisi VFR, Arrival
= 23 operations/hour
Touch & Go
= 28 operations/hour
2. Pada kondisi IFR, Arrival
= 22 operations/hour
Touch & Go
= 27 operations/hour
selama interval waktu/delay sebesar 300 detik dan 179 detik untuk landing dan take-off. Sehingga hubungan dari keduanya adalah berkesinambungan atau pergerakan pada pada jam puncak bisa ditampung oleh runway karena interval waktu/delay masih
bisa diakomodasikan oleh bandara, dengan
jumlah pergerakan maksimum pesawat terbang sebesar 35 pesawat terbang 97 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
lebih besar dari pada pergerakan pesawat terbang pada kondisi eksisting sebesar 32 pesawat terbang. 9. Berdasarkan perhitungan Kapasitas Delay dan Runway Occupancy Time pada kondisi 5 tahun mendatang. Hubungan dari keduanya adalah jumlah kapasitas maksimum pesawat terbang sebesar 42 pesawat terbang dengan konfigurasi pesawat terbang untuk kondisi VFR dan IFR sebesar, 1. Pada kondisi VFR, Arrival
= 27 operations/hour
Touch & Go
= 28 operations/hour
2. Pada kondisi IFR, Arrival
= 26 operations/hour
Touch & Go
= 27 operations/hour
selama interval waktu/delay sebesar 1714 detik dan 1714 detik untuk landing dan take-off. Sehingga hubungan dari keduanya berkesinambungan atau pergerakan pada jam puncak masih bisa ditampung oleh runway karena interval waktu/delay terlalu besar sehingga tidak bisa diakomodasikan oleh bandara, dengan jumlah kapasitas maksimum pesawat terbang sebesar 42 pesawat terbang lebih kecil dari pada pergerakan pesawat terbang pada kondisi 5 tahun mendatang sebesar 40 pesawat terbang.
98 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB V KESIMPULAN & SARAN
5.1.
Kesimpulan Berdasarkan perhitungan dalam penulisan u gas khir yang berjudul “Studi
Optimasi Kapasitas Landasan Pacu (Runway) Pada Bandar Udara Internasional Juanda urabaya” dapat disimpulkan bahwa : 1.
Berdasarkan perhitungan pada kondisi eksisting atau sekarang, landasan pacu (runway) masih bisa menampung pertumbuhan pergerakan pesawat terbang. Karena jumlah pertumbuhan pergerakan pesawat terbang eksisting sebesar 32 pesawat terbang lebih kecil daripada jumlah pertumbuhan kapasitas maksimum sebesar 35 pesawat terbang pada kondisi rencana. Sedangkan perhitungan pada kondisi 5 tahun mendatang atau tahun rencana, landasan pacu (runway) masih bisa menampung pertumbuhan pergerakan pesawat terbang. Karena jumlah pertumbuhan pergerakan pesawat terbang pada kondisi 5 tahun mendatang sebesar 40 pesawat terbang lebih kecil daripada jumlah pertumbuhan kapasitas maksimum sebesar 42 pesawat terbang pada kondisi 5 tahun mendatang.
2.
Berdasarkan hasil perhitungan runway dengan menggunakan pesawat terbang rencana Airbus 380-800. Ternyata pada kondisi eksisting runway di Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya tidak bisa menampung pesawat terbang rencana Airbus 380-800. Dikarenakan pesawat rencana Airbus 380-800
99 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
membutuhkan panjang dan lebar runway sebesar 3.213 m dan 60 m sedangkan pada kondisi eksisting sebesar 3000 m dan 45 m. 3.
Langkah untuk mengatasi jumlah pergerakan pesawat terbang yang berlebih pada kondisi peak hour adalah dengan pengaturan ulang jadwal penerbangan, sehingga jumlah pergerakan pesawat terbang tidak hanya terkonsentrasi pada satu jam peak. Dengan periode peak hour yang lebih panjang maka kondisi kinerja runway pada 5 tahun mendatang saat peak hour akan lebih baik.
4.
Langkah untuk mengatasi runway eksisting bisa menampung pesawat terbang rencana Airbus 380-800 adalah dengan perubahan dimensi runway. Berdasarkan data sebagai berikut :
1. Panjang dan Lebar Runway
: 3.213 m dan 60 m
2. Lebar Bahu Runway
: 12 m
3. Panjang dan Lebar Blast Pad
: 167,8 m dan 84 m
4. Panjang dan Lebar Clearway
: 300 m dan 180 m
5. Panjang dan Lebar Marking Sumbu Landasan : 30 m dan 0,9 m 6. Panjang dan Lebar Marking Threshold
: 30 m dan 1,8 m
7. Panjang dan Lebar Fixed Distance Marking
: 60 m dan 30 m
8. Panjang dan Lebar Marking Touchdown Zone : 22,5 m dan 1,8 m 9. Marking Tepi Landasan
: 0,9 m
10.Nomor Landasan
: 07 dan 29
Berdasarkan hasil perhitungan, desain dimensi landasan pacu (runway) rencana ditampilkan pada Gambar 5.1. berikut ini (Lampiran).
100 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
5.2
Saran 1. Untuk penulisan selanjutnya dengan judul yang sama disarankan agar dalam optimasi runway perlu juga dilakukan analisa terhadap kapasitas taxiway dan apron di lokasi bandar udara yang lain. Selain itu juga perlu dilakukan studi tentang optimasi runway berdasarkan waktu antrian pesawat terbang di holding bay sebagai perbandingan kebutuhan delay pada saat peak hour 2. Data primer yang dibutuhkan harus ditambahkan
tentang
pergerakan
pesawat terbang di runway berdasarkan kategori pada kondisi peak hour selama sehari dalam 1 minggu. 3. Dalam penelitian selanjutnya perlu diperhatikan dalam hal pengumpulan data sekunder karena dalam hal ini penulisan mengalami kesulitan untuk mendapatkan
data sekunder dari PT. Angkasa Pura Bandar Udara
Internasional Juanda Surabaya.
101 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
DAFTAR PUSTAKA
Airplane Characteritic For Airport Planning. Airbus 380. Techinical Data Supoet and Services 31707. Blagnac Codex, 01-11-2011. France. asuki, Heru. . Bandung. CAA.
.“ R wyR
“M
g, M
h i bi i
Lp g
T b g” . P.T. Alumni.
”. Cap 781. Civil Aviation Authority.
Federal Avition Administration (FAA). Advisory Circular (AC) : 150/5300-13. U.S Departement of Transportasi. 09-29-1989. Federal Avition Administration (FAA). Advisory Circular (AC) : 150/5323-4A. U.S Departement of Transportasi. 01-29-1990. Horonjeff, Robert dan Mckelvey, Francis . . “ Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara”. Edisi Ketiga. Jilid 1. Erlangga. ICAO. July . “Aerodrome Design and Op i ” . Third Edition. International Civil Avition Organization (ICAO). Doc. Annex 14. I O . July . “Aerodrome Design and Op i ” . Fourth Edition. International Civil Avition Organization (ICAO). Doc. Annex 14. I O . “Manual of Aerodrome Design and Safeguarding (this document)”. Initial Issue. ubagio, Hadi a tag. 5. “Perencanaan Runway Bandar Udara Rogojampi Kbp B y w gi D g M d F ”. Tugas Akhir, UPN. Surabaya. Tidak dipublikasikan. ubagyo, Pangestu dan ja rwanto Ps. BPFE-YOGYAKARTA. ylvia.
5. “
tatistika Induktif”. disi Kelima.
. “Evaluasi Kinerja Runway Dengan Berbagai Sudut Exi Taxiway (Studi K B d I i J d S by ” ) .Tugas Akhir, ITS. Surabaya. Tidak dipublikasikan.
ijaya, di. . “Studi Perencanaan Pengembangan Runway Bandar Udara N h di N g Kb p J mb D g M d F ”. Tugas Akhir, UPN. Surabaya. Tidak dipublikasikan. Zainab, iti. . “Penulisan Proposal Tugas Akhir dan Laporan Tugas Akhir”. Program Studi Teknik Sipil F P UP “ veteran” Jawa im ur. 102 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
103 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
104 Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.