BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Acrylonitrile Acrylonitrile juga dinamai sebagai senyawa Propene Nitrile atau Vinyl
Cyanide dan juga dinamai dengan Acrylic Acid Nitrile, Propylene Nitrile, dan Propenoic Acid Nitrile (Yarns and Fiber Exchange, 2007; Kirk & Othmer, 1949). Acrylonitrile adalah molekul tak-jenuh yang memiliki ikatan rangkap karbon-karbon yang berkonjugasi dengan golongan nitril (Kirk & Othmer, 1949). Senyawa ini memiliki rumus molekul C3H3N (H2C = CHCN) (Wikipedia, 2009). Acrylonitrile merupakan senyawa kimia berwujud cair yang tidak berwarna dan berbau tajam (Yarns and Fiber Exchange, 2007). Senyawa ini sangat mudah terbakar dengan titik didih 77,3 – 77,4 °C dan titik lebur – 84 °C, bersifat sangat polar karena adanya heteroatom nitrogen, dan dapat larut pada kebanyakan pelarut organik (Yarns and Fiber Exchange, 2007; Wikipedia Encyclopedia, 2009; Kirk & Othmer, 1949). Acrylonitrile dapat diproduksi dari berbagai bahan baku dengan berbagai proses dan katalis (Kirk & Othmer, 1949). Selain itu, saat ini telah dikembangkan berbagai alternatif proses dalam pembuatan senyawa ini (Dimian & Bildea, 2008). Penggunaan Acrylonitrile dalam dunia industri sangat luas, antara lain sebagai bahan antara senyawa kimia lainnya (Yarns and Fiber Exchange, 2007). Senyawa ini terutama digunakan sebagai monomer ataupun co-monomer untuk serat sintesis, plastik, dan elastomer (Nexant. Inc, 2006). Acrylonitrile membuat beberapa polimer tahan terhadap panas, bahan-bahan kimia, pelarut, dan cuaca (Nexant. Inc, 2006). Selain itu, aplikasi Acrylonitrile pada serat Acrylic dan Modacrylic digunakan untuk memproduksi Adiponitrile, bahan antara Nylon melalui proses reduksi elektrolitik
dan dimerisasi (Nexant. Inc,
2006). Selanjutnya,
Adiponitrile
dihidrogenasi untuk menghasilkan Hexamethylenediamine yang merupakan suatu comonomer dengan asam Adipic dalam pembuatan polimer Nylon 66 yang digunakan pada serat dan plastik (Nexant. Inc, 2006). Produksi Acrylonitrile-Butadiene-Styrene (ABS) atau Styrene-Acrylonitrile (SAN) merupakan sektor pertumbuhan utama Acrylonitrile (Chemical Intelligence-
Universitas Sumatera Utara
ICIS, 2009). Acrylonitrile adalah unsur pokok penting dari resin dengan kuat tekan tinggi, seperti ABS dan SAN (Nexant. Inc, 2006). ABS mengandung 25% Acrylonitrile dan SAN mengandung 30% Acrylonitrile (Nexant. Inc, 2006). ABS digunakan dalam peralatan rumah tangga, mesin-mesin bisnis, telepon, peralatan rekreasi dan transportasi, bagasi, dan konstruksi (Nexant. Inc, 2006). SAN juga digunakan pada peralatan rumah tangga, plastik pembungkus, perabotan rumah tangga, dan otomotif (Nexant. Inc, 2006). Serat Nitrile terbuat dari co-polimerisasi Acrylonitrile dengan Butadiene yang memiliki daya tahan yang baik terhadap goresan, panas, minyak pelumas, dan bensin (Nexant. Inc, 2006). Serat ini terutama sekali digunakan dalam aplikasi otomotif (Nexant. Inc, 2006). Hidrolisis katalisis Acrylonitrile menghasilkan Acrylamide yang membentuk beranekaragam homopolimer dan co-polimer (Nexant. Inc, 2006). Polimer ini digunakan sebagai flokulan di dalam pengolahan air dan limbah, sebagai agent pengontrol perolehan kembali minyak mentah, sebagai zat penstabil saat penyimpanan produk pada pembuatan kertas, dan dalam proses flotasi busa (Nexant. Inc, 2006). Poliacrylonitrile (PAN) adalah senyawa awal dalam pembuatan serat karbon dengan kekuatan yang tinggi untuk penggunaan pada pesawat terbang hingga peralatan olah raga (Nexant. Inc, 2006). Aplikasi Acrylonitrile lainnya adalah termasuk bahan perekat, pencegah korosi, dan co-monomer dengan Vinyl Chloride, Vinylidene Chloride, Vinyl Acetate, dan Acrylate dalam resin untuk cat dan mantel. Penggunaan Acrylonitrile terutama sekali dapat digolongkan sesuai kapasitasnya seperti dalam tabel berikut :
Tabel 2.1 Persentase Penggunaan Acrylonitrile pada berbagai Industri Penggunaan
Persentase (%)
Produksi serat tekstil Acrylic untuk pembuatan pakaian, selimut,
52%
permadani, kain pelapis, dan sebagainya. Produksi
resin
Acrylonitrile-Butadiene-Styrene
(ABS)
atau
29%
Styrene-Acrylonitrile (SAN) Produksi adiponitril, di mana Nylon-66 sebagai produk antaranya.
9%
Produksi serat Nitrile dan Acrylamide
7%
(Sumber : Yarns and Fiber Exchange, 2007)
Universitas Sumatera Utara
2.2
Asam Sianida (HCN) Asam sianida sering disingkat dengan HCN dan juga dikenal dengan nama
Hydrocyanic Acid, Prussic Acid, dan Formonitrile (Kirk & Othmer, 1949). HCN merupakan produk yang dihasilkan dari reaksi samping antara propena, ammonia, dan oksigen dalam pembuatan Acrylonitrile. Reaksi : CH2 = CHCH3 + Propena
3NH3 Ammonia
+
3O2 Oksigen
→
HCN
+
Asam Sianida
6H2O Air
HCN merupakan cairan dengan viskositas rendah, bersifat racun, tidak berwarna, dan memiliki bau khas yang menyengat (Kirk & Othmer, 1949). Senyawa ini dikenal dan digunakan sebagai racun selama beberapa dekade (Kirk & Othmer, 1949). Di beberapa negara Amerika, HCN digunakan untuk pengasapan penyakit pada tanaman hingga tahun 1960 (Kirk & Othmer, 1949). Selanjutnya, pemakaian HCN berkembang menjadi bahan baku berbagai senyawa kimia penting (Kirk & Othmer, 1949). HCN adalah senyawa kimia dasar yang terlibat dalam beberapa reaksi untuk menghasilkan beberapa produk kimia, seperti Adiponitrile yang digunakan untuk memproduksi Nylon, Methyl Methacrylate untuk memproduksi plastik Acrylic bening, sodium sianida untuk memurnikan emas, Triazine sebagai herbisida di bidang pertanian, Methionine sebagai suplemen makanan ternak, Chelating agent untuk pengolahan air, dan sebagainya (Kirk & Othmer, 1949).
2.3
Sifat Bahan Baku Bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan Acrylonitrile
adalah propena, ammonia, dan udara, serta air sebagai absorbent dan asam sulfat sebagai pengikat larutan ammonia berlebih untuk memurnikan produk.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Sifat-sifat Bahan Propena Rumus molekul
C3H6
Berat molekul
42 g/mol
Titik lebur
− 185,2 °C
Titik didih
− 47,6 °C
Panas laten
18.372,6 J/mol
Panas standard reaksi pembentukan
4,88 kkal/mol
Konstanta persamaan Antoine
A = 13,8782 B = 1.875,25 C = − 22,9101
Konstanta untuk menghitung densitas cairan A = 1,5245 (kmol/m3)
B = 0,27517 C = 364,76 D = 0,302
Konstanta untuk menghitung viskositas uap A = 8,79E-006 (Pa.s)
B = 0,232 C = 800 D = 12.000
Konstanta untuk menghitung viskositas A = − 44,83 cairan (Pa.s)
B = 1.337 C = 5,671
Ammonia Rumus molekul
NH3
Berat molekul
17 g/mol
Titik lebur
− 77,73 °C
Titik didih
− 33,34 °C
Panas laten
23.351 J/mol
Panas standard reaksi pembentukan
− 10,92 kkal/mol
Konstanta Antoine
A = 13,8782 B = 1.875,25
Tabel 2.2 Sifat-sifat Bahan (Lanjutan) C = − 22,9101
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Sifat-sifat Bahan (Lanjutan) Konstanta untuk menghitung densitas cairan A = 3,543 (kmol/m3)
B = 0,25471 C = 405,65 D = 0,2887
Konstanta untuk menghitung viskositas uap A = 4,1855E-008 (Pa.s)
B = 0,9806 C = 30,8
Konstanta untuk menghitung viskositas A = − 6,743 cairan (Pa.s)
B = 598,3 C = − 0,7341 D = − 3,69E-027 E = 10
Udara Oksigen Rumus molekul
O2
Berat molekul
32 g/mol
Titik lebur
− 182,98 °C
Titik didih
− 218,79 °C
Panas laten
6.820,5 J/mol
Panas standard reaksi pembentukan
-
Konstanta Antoine
A = 13,6835 B = 780,26 C = − 4,1758
Konstanta untuk menghitung viskositas uap A = 8,038E-007 (Pa.s) B = 0,60478 C = 70,3 Nitrogen Rumus molekul
N2
Berat molekul
28 g/mol
Titik lebur
− 210 °C
Titik didih
− 195,8 °C
Panas laten
5.577,5 J/mol
Panas standard reaksi pembentukan
-
Konstanta Antoine
A = 13,6835
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Sifat-sifat Bahan (Lanjutan) B = 780,26 Konstanta untuk menghitung viskositas uap C = − 4,1758 (Pa.s)
A = 7,632E-007 B = 0,58823 C = 67,75
Air Rumus molekul
H2O
Berat molekul
18 g/mol
Titik lebur
0 °C
Titik didih
100 °C
Panas laten
40.656,2 J/mol
Panas standard reaksi pembentukan
− 57,8 kkal/mol
Konstanta Antoine
A = 16,5362 B = 3985,44 C = − 38,9974
Asam Sulfat Rumus molekul
H2SO4
Berat molekul
98 g/mol
Titik lebur
10 oC
Titik didih
338 oC
Panas laten
20.983,5 J/mol
Panas standard reaksi pembentukan
− 282,076 kkal/mol
Konstanta untuk menghitung tekanan uap
A = 14,422 B = − 9.757,7 C = 2,3632 D = 3,27E-019
E = 6 Konstanta untuk menghitung densitas cairan A = 0,8322 (kmol/m3)
B = 0,19356 C = 925 D = 0,2857
Konstanta untuk menghitung viskositas
A = − 179,84
cairan (Pa.s)
B = 10.694
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Sifat-sifat Bahan (Lanjutan) C = 24,611 Acrylonitrile Rumus molekul
C3H3N
Berat molekul
53 g/mol
Titik lebur
− 84 oC
Titik didih
77 oC
Panas laten
32.630,1 J/mol
Panas standard reaksi pembentukan
44,2 kkal/mol
Konstanta Antoine
A = 14,2095 B = 3033,10 C = − 34,9326 D = 0,28939
Konstanta untuk menghitung densitas cairan A = 1,0816 (kmol/m3)
B = 0,2293 C = 535
Konstanta untuk menghitung viskositas uap A = 4,302E-008 (Pa.s)
B = 0,9114 C = 54,3
Konstanta untuk menghitung viskositas A = − 2,96 cairan (Pa.s)
B = 473 C = − 1,1632
Asam Sianida Rumus molekul
HCN
Berat molekul
27 g/mol
Titik lebur
− 13,24 oC
Titik didih
25,70 oC
Panas laten
26.891,5 J/mol
Panas standard reaksi pembentukan
31,2 kkal/mol
Konstanta Antoine
A = 15,4856 B = 3151,53 C = − 8,8383
Konstanta untuk menghitung densitas cairan A = 1,3413 (kmol/m3)
B = 0,18589 C = 456,65
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Sifat-sifat Bahan (Lanjutan)
D = 0,28206
Konstanta untuk menghitung viskositas uap A = 1,278E-008 (Pa.s)
B = 1,0631 C = 340
Konstanta untuk menghitung viskositas A = − 21,927 cairan (Pa.s)
B = 1.266,5 C = 1,5927
Ammonium Sulfat Rumus molekul
(NH4)2SO4
Berat molekul
132 g/mol
Titik lebur
495 oC
Titik didih
-
Panas laten
-
Panas standard reaksi pembentukan
− 282,076 kkal/mol
Konstanta
untuk
menghitung
densitas A = 13,85 B = − 0,0014657
padatan (kmol/m3) Dowtherm J Panas spesifik pada suhu - 80 oC o
1,584 kJ/kg.K
Panas spesifik pada - 30 C
1,688 kJ/kg.K
Densitas pada – 30 oC
900 kg/m3
(Sumber : Chemcad 5 Database, 1999; Kirk dan Othmer, 1949; Perry dan Green, 1999; Reklaitis, 1983; Smith, 2001; Speight, 2002; Ulrich, 2004; The Dow Chemical Company; 1997; Wikipedia, 2009)
2.4
Proses Pembuatan Acrylonitrile Berdasarkan data dari US Patent (1946 – 1962), kebanyakan produk
Acrylonitrile diproduksi secara komersil menggunakan proses Acetylene dan proses Propene (Propylene) Ammoxidation (Imai, 1980). Beberapa proses lainnya juga digunakan, seperti proses Ethylene Cyanohydrin, proses Dehydrogenation, dan sebagainya (Kirk dan Othmer, 1949). Hanya saja proses ini tidak begitu berkembang karena biaya produksi yang mahal untuk proses tersebut (Kirk dan Othmer, 1949).
Universitas Sumatera Utara
2.4.1 Proses Acetylene Proses ini berlangsung kontinu dalam fasa uap dengan mereaksikan Acetylene dan HCN (15 : 1) menggunakan larutan katalis Cuprous Chloride pada temperatur 70 – 100 °C. Reaksinya adalah : HC
CH
Acetylene
+
HCN
→
Asam Sianida
H2C = CH
CN
Acrylonitrile
Kelemahan dari process ini adalah katalis Cuprous Chloride akan dikonversi menjadi Cuprous Cyanide dengan adanya HCN, sehingga katalis tersebut menjadi tidak aktif. Untuk menghindari hal ini dibutuhkan senyawa tambahan, yaitu dengan menambahkan asam klorida (HCl) kedalam larutan katalis untuk mengimbangi efek yang dihasilkan oleh HCN yang tidak bereaksi di dalam reaktor (Kremer & Rowbottom, 1962). Kondisi reaksi pada proses produksi Acrylonitrile ini juga mendukung terbentuknya beberapa produk samping yang mudah menguap, seperti reaksi antara Acetylene dengan air, HCN, dan HCl akan membentuk Acetaldehyde, Lactonitrile (dari Acetaldehyde dan HCN), Vinyl Chloride, dan Mononinylacetylene. Reaksi akhir selanjutnya pada proses ini akan membentuk Cyanobutadiene, Chloroprene, Divinylacetylene, dan isomer. Senyawa-senyawa ini sangat sulit untuk dipisahkan dari Acrylonitrile. Selain itu, juga dihasilkan produk reaksi berupa senyawa tidak mudah menguap (Tar) yang terdiri dari polimer-polimer campuran senyawa-senyawa yang bereaksi sebelumnya (Kremer & Rowbottom, 1962). Produk gas hasil reaksi di dalam reaktor berupa Acrylonitrile, produk samping yang mudah menguap, HCN, dan sejumlah besar Acetylene berlebih. Acrylonitrile dan produk samping akan dipisahkan dari Acetylene dengan scrubber menggunakan air sebelum Acetylene disirkulasikan kembali kedalam reaktor. Selanjutnya larutan air dan Acrylonitrile yang mengandung sejumlah senyawa impurities polimer akan dikontakkan dengan steam, sehingga sebagian besar senyawa impurities akan menguap bersama Acrylonitrile dan terpisah dari senyawa impurities berupa Tar (Stehman, 1954). Selanjutnya Acrylonitrile dipisahkan dari impurities yang ikut menguap bersama Acrylonitrile dengan menggunakan absorben
Universitas Sumatera Utara
air, sehingga diperoleh larutan Acrylonitrile-air yang selanjutnya dimurnikan pada kolom distilasi (Kremer & Rowbottom, 1962). Proses ini memiliki banyak kekurangan, di mana proses pemisahan Acrylonitrile dari produk sampingnya sangat sulit untuk dilakukan, sehingga produk Acrylonitrile yang dihasilkan sangat sulit untuk dimurnikan, dan selama proses reaksi banyak produk samping yang tidak diinginkan terbentuk dan menjadi senyawa impurities yang akan mengganggu proses berikutnya dalam pemakaian produk Acrylonitrile yang dihasilkan dari proses ini (Kremer & Rowbottom, 1962). Dalam kasus ini, produk samping yang dihasilkan menjadi masalah utama, karena membutuhkan proses tambahan yang rumit dan biaya produksi yang tinggi, selain itu konversi yang dihasilkan rendah, yaitu sekitar 64% (Goerg, 1954; Koons, 1956).
2.4.2 Proses Propene (Propylene) Ammoxidation Proses ini dikomersialkan oleh Sohio Company (BP Chemical) dan disebut dengan proses Propene Ammoxidation. Bahan baku berupa propena pada temperatur – 50 °C dan tekanan 0,5 bar dan ammonia pada temperatur – 40 °C dan tekanan 0,5 bar dipanaskan hingga mencapai temperatur, masing-masing 25 °C sebelum diumpankan kedalam reaktor. Selanjutnya bahan baku dioksidasi dalam fasa gas dengan udara pada temperatur 250 °C di dalam sebuah reaktor fluid-bed dengan katalis Bismuth-Molybdenum Oxide (Bi2 O3.MoO3) pada temperatur 450 °C dan tekanan 3,5 bar. Konversi propena dalam reaktor sebesar 98% (Nexant, Inc, 1998). Reaksi yang terjadi adalah :
CH2 = CHCH3 + NH3 + 3 O2 → CH2 = CHCN + 3H2O 2 Propena
Ammonia
Oksigen
Acrylonitrile
Air
Untuk memperoleh Acrylonitrile dengan kemurnian yang tinggi dilakukan proses pemisahan dari impuritis-impuritisnya, seperti HCN, Acetonitrile, Acroleine, Succcinic Nitrile, dan uap air dalam beberapa tahap, yaitu dengan distilasi. Proses ini lebih sederhana bila dibandingkan dengan proses lainnya juga proses polimerisasi yang tidak diinginkan dapat dihindarkan dengan menggunakan proses ini dan produk samping yang dihasilkan sangat kecil dan kemurnian Acrylonitrile yang dihasilkan
Universitas Sumatera Utara
lebih besar, yaitu sekitar 99,8% (Dimian & Bildea, 2008; Kirk dan Othmer, 1949; Wu, Wang, & Chen, 2002).
2.5
Kriteria Pemilihan Proses Dari kedua proses pembuatan Acrylonitrile yang ada, maka perbandingan
antara proses Acetylene dan proses Propene (Propylene) Ammoxidation dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 2.3 Perbedaan Proses Acetylene dan proses Propene (Propylene) Ammoxidation Proses Propene (Propylene)
Proses Acetylene 1) Katalis
Larutan
Cuprous
Ammoxidation Bismuth-Molybdenum
Oxide
(CuCl) berfasa cair. Katalis ini
(Bi2O3.MoO3)
padat.
membutuhkan tambahan larutan
Tidak membutuhkan perlakuan
HCl untuk mencegah terjadinya
tambahan
reaksi
karena
samping
Chloride
yang
cukup
terhadap
reaksi
banyak.
begitu banyak.
2) Konversi umpan
64%.
98%.
3) Recycle umpan
20%
Acetylene
bereaksi
berfasa
katalis,
samping
tidak
yang
tidak
Tidak ada, karena sebagian besar
dimurnikan
dan
propena telah terkonversi dan
diumpankan kembali ke dalam
recycle
reaktor,
biaya tambahan untuk pemurnian
karena
konversi
Acetylene yang rendah, yaitu
umpan
membutuhkan
umpan yang akan di-recycle.
sekitar 30%. 4) Produk samping
Produk samping yang dihasilkan
Produk samping yang dihasilkan
lebih
reaksi
tidak begitu banyak, yaitu HCN,
juga
Acetonitrile, Acroleine, Succcinic
banyak,
samping
yang
karena terjadi
Nitrile,
banyak.
dan
uap
air
dalam
persentase yang tidak begitu besar, sehingga bisa diabaikan. 5) Proses pemurnian
Proses
pemurnian
yang
Tahap pemurnian tidak begitu
dilakukan lebih banyak dan sulit,
banyak dan lebih sederhana,
seperti adanya proses pemurnian
karena perbedaan titik didih
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Perbedaan Proses Acetylene dan proses Propene (Propylene) Ammoxidation umpan yang akan di-recycle dan
produk dan impurities cukup
produk yang dihasilkan.
besar, sehingga lebih mudah dipisahkan
dan
persentase
impurities tidak begitu besar. (Sumber : Dimian & Bildea, 2008; Goerg, 1954; Koons, 1956; Kirk dan Othmer, 1949; Kremer & Rowbottom, 1962; Nexant, Inc, 1998; Wu, Wang, & Chen, 2002)
Berdasarkan tabel 2.3 di atas, maka proses pembuatan Acrylonitrile yang dipilih adalah proses Propene (Propylene) Ammoxidation, karena secara keseluruhan proses ini lebih sederhana dibandingkan dengan proses Acetylene.
2.6
Deskripsi Proses Pembuatan Acrylonitrile dari propena dengan proses Ammoxidation
dilakukan dalam beberapa tahap, tahapan tersebut adalah: 1. Tahap Persiapan Bahan baku Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi Acrylonitrile adalah gas propena, ammonia, dan udara (oksigen). Propena pada tangki penyimpanan (TT-101) yang berada pada fasa cair dengan kondisi tekanan 0,5 bar dan temperatur – 50 °C. Begitu juga dengan Ammonia pada tangki penyimpanan (TT102) yang berada dalam fasa cair dengan tekanan 0,5 bar dan temperatur – 40 °C. Temperatur penyimpanan propena dan Ammonia dijaga dengan memberikan serangkaian refrigerasi pada tangki penyimpanan kedua bahan baku tersebut. Selanjutnya, propena cair pada temperatur – 40 °C dan tekanan 0,5 bar dipompakan dengan pompa (J-101) ke Heater (E-211) hingga mencapai temperatur 25 °C dan berubah fasa menjadi gas sebelum diumpankan kedalam reaktor (R-201). Begitu juga dengan Ammonia pada temperatur – 30 °C dan tekanan 0,5 bar dipompakan dengan pompa (J-102) ke Heater (E-212) hingga temperatur 25 °C dan berubah fasa menjadi gas sebelum diumpankan ke reaktor (R-201).
Universitas Sumatera Utara
Udara (21% oksigen) pada kondisi temperatur 25 °C dan tekanan 1 bar dialirkan melewati kompresor (JC-103) dan dipanaskan dengan Heater (E-213) hingga udara mencapai tekanan 3,5 bar dan temperatur 250 °C.
2. Tahap Reaksi Acrylonitrile dihasilkan melalui reaksi oksidasi langsung antara propena, ammonia, dan udara (oksigen) dengan katalis Bismuth-Molybdenum Oxide (Bi2O3.MoO3). Reaksi berlangsung secara eksotermik pada fasa gas di dalam reaktor Fluidized Bed pada temeperatur 450 ° dan tekanan 3,5 bar C. Dalam reaktor (R-201), umpan propena dan ammonia yang berfasa gas, masing-masing pada temperatur 25 °C dan tekanan 3,5 bar dikontakkan dengan udara pada temperatur 250 °C dan tekanan 3,5 bar. Reaksi yang terjadi dalam reaktor dapat dituliskan sebagai berikut : Reaksi Utama : C3H6 (g )
+
Propena
NH3 (g ) + 3 O2 (g ) 2 Ammonia
→
Oksigen
C3H3N (g )
+
Acrylonitrile
3H2O (g ) Air
Reaksi Samping : C3H6 (g )
+
Propena
3NH3 (g ) Ammonia
+ 3O2 (g ) Oksigen
→
3HCN (g )
+
Asam Sianida
6H2O (g ) Air
Konversi propena dalam reaktor adalah 98% dengan yield sebesar 82%. Campuran gas hasil reaksi dari reaktor (R-201) pada temperatur 450 °C, selanjutnya dikontakkan dengan BFW di dalam HE (E-201) untuk menurunkan temperatur gas hasil reaksi menjadi 128 °C dan keluaran HE (E-201) akan menghasilkan Saturated Steam 254 oC, 42,534 bar yang digunakan untuk proses pemanasan alat proses
di dalam pabrik. Selanjutnya, gas hasil reaksi
temperaturnya diturunkan kembali menjadi 28 °C dan berubah fasa menjadi cair dengan Cooler (E-101) menggunakan air pendingin pada 28 °C. Campuran gas pada temperatur
28 °C tersebut dialirkan ke kolom absorbsi. Tekanan operasi
pada kolom absorbsi adalah pada 1,1 bar.
Universitas Sumatera Utara
3. Tahap Pemisahan dan Pemurnian Produk A.
Kolom Absorbsi (T-301) Campuran cairan dan gas hasil reaksi dari ekspander (JE-201) selanjutnya dialirkan ke bagian bawah kolom absorbsi (T-301) dan air akan dialirkan dari bagian atas kolom absorbsi sebagai absorben. Pada kolom absorbsi (T-301), diinginkan pemisahan sebagian besar propena dan nitrogen dari Crude Acrylonitrile. Sebagian besar gas Acrylonitrile, ammonia, dan HCN akan terlarut dan diserap oleh air, sedangkan gas-gas yang tidak terserap oleh air, yaitu nitrogen dan propena akan keluar pada bagian atas kolom absorbsi (T-301) dan dialirkan menggunakan Blower (G-301) sebagai off-gas pada temperatur 28 °C. Selanjutnya, produk bottom kolom absorbsi (T-301) dialirkan menggunakan pompa (J-301) kedalam reaktor Mixed Flow (R-301) untuk mencampurkan produk bottom dari kolom absorbsi (T-301) dengan larutan asam sulfat (H2SO4) 40% yang dipompakan dengan pompa (J-302) dari tangki penyimpanan H2SO4 40% (TT- 103) pada temperatur 25 °C agar Ammonia berlebih yang ada di dalam produk dapat dipisahkan, setelah H2SO4 dan Ammonia bereaksi membentuk senyawa ammonium sulfat [(NH4)2SO4]. Senyawa (NH4)2SO4 akan terpisah dari produk setelah melewati proses pemurnian pada kolom distilasi. Reaksi : H2SO4 (l )
+
Asam Sulfat
B.
2NH3 (g )
→
Ammonia
(NH4)2SO4 (s ) Ammonium Sulfat
Distilasi (T-311) Produk dari reaktor Mixed Flow (R-301), berupa HCN, Acrylonitrile, air, dan senyawa (NH4)2SO4 pada temperatur 50 °C, selanjutnya dialirkan ke Heater
(E-214) untuk dipanaskan sebelum diumpankan ke kolom distilasi
(T-311)
menggunakan
pompa
(J-303)
untuk
memisahkan
produk
Acrylonitrile dan HCN dari air dan senyawa impurities dengan tekanan operasi sebesar 1,1 bar. Gas yang keluar dari bagian atas kolom distilasi didinginkan dengan kondensor (E-102) menggunakan air pendingin pada temperatur 28 °C dan
Universitas Sumatera Utara
ditampung pada Reflux Drum (D-301). Selanjutnya, distilat dari Reflux Drum (D-301) dialirkan ke Splitter (SP-301) untuk membagi aliran produk distilat. Sebagian produk distilat akan dialirkan ke kolom distilasi (T-312) menggunakan pompa (J-305) dan sebagian lagi di-reflux ke kolom distilasi (T-311) menggunakan pompa (J-304) dengan reflux ratio 1,5. Produk bottom dialirkan menggunakan pompa (J-306) ke Reboiler parsial (E-215) untuk dididihkan. Sebagian produk bottom akan diumpankan kembali ke kolom distilasi (T-311) dan sebagian lagi dialirkan ke Cooler (E-104) menggunakan air pendingin 28 °C untuk menurunkan temperaturnya menjadi 30 °C sebelum dialirkan dengan pompa (J-307) ke pengolahan limbah cair.
C.
Kolom Distilasi (T-312) Distilat dari kolom distilasi (T-311) dialirkan ke kolom distilasi (T312) untuk memurnikan produk samping, yaitu HCN dari Crude Acrylonitrile dengan tekanan operasi sebesar 1,1 bar. Gas yang keluar dari bagian atas kolom distilasi akan didinginkan dengan kondensor (E-105) menggunakan air pendingin pada temperatur 28 °C dan ditampung pada Reflux Drum (D-302). Selanjutnya, distilat dari Reflux Drum (D-302) dialirkan ke splitter (SP-302) untuk membagi aliran distilat. Sebagian produk distilat, yaitu HCN, Acrylonitrile, propena, dan air dialirkan ke tangki penyimpanan produk HCN (TT-302) menggunakan pompa (J-309). Sebagian lagi di-reflux ke kolom distilasi (T-312) menggunakan pompa (J-308) dengan reflux ratio 1,5. Produk bottom, yaitu berupa Crude Acrylonitrile dialirkan ke Reboiler parsial (E216) menggunakan pompa (J-310) untuk dididihkan dan diumpankan kembali ke kolom distilasi (T-312) dan sebagian lagi dipompakan dengan pompa (J311) ke kolom distilasi (T-313). Distilat pada kolom distilasi (T-312), terdiri dari propena, HCN, Acrylonitrile, dan uap air. Produk bottom, terdiri dari propena, HCN, Acrylonitrile, dan air.
Universitas Sumatera Utara
D.
Kolom Distilasi (T-313) Produk bottom dari kolom distilasi (T-312), berupa Crude Acrylonitrile akan dimurnikan di kolom distilasi (T-313) untuk memisahkan Acrylonitrile dari heavy impurities-nya dengan tekanan operasi 1,1 bar. Gas yang keluar dari bagian atas kolom distilasi akan didinginkan dengan kondensor (E-106) menggunakan air pada temperatur 28 °C dan ditampung pada Reflux Drum
(D-303). Selanjutnya, distilat dari Reflux Drum (D-303)
dialirkan ke Splitter (SP-303) untuk membagi aliran distilat. Sebagian produk distilat, yaitu Acrylonitrile, propena, HCN, dan air dialirkan ke tangki penyimpanan produk Acrylonitrile (TT-301) menggunakan pompa (J-313). Sebagian lagi di-reflux
ke kolom distilasi (T-312) menggunakan pompa (J-
312) dengan reflux ratio 1,5. Produk bottom dialirkan ke Reboiler parsial (E217) menggunakan pompa
(J-314) untuk dididihkan dan diumpankan
kembali ke kolom distilasi (T-313). Sebagian lagi aliran lagi, dialirkan ke Cooler (E-108) menggunakan air 28 °C untuk didinginkan hingga temperatur 25 °C sebelum dialirkan ke pengolahan limbah cair dengan pompa (J-315). Distilat pada kolom distilasi (T-313), terdiri dari propena, HCN, Acrylonitrile, dan air. Produk bottom, terdiri dari Acrylonitrile dan air.
4. Tahap Finishing Tahap ini adalah tahap penyimpanan produk setelah selesai dari tahap pemurnian. Produk Acrylonitrile yang diperoleh sebagai distilat kolom distilasi (T-313) sebelum disimpan pada tangki penyimpanan (T-302), terlebih dahulu temperaturnya diturunkan menjadi 25 °C dengan Cooler (E-107) menggunakan air 28 °C dan selanjutnya Acrylonitrile dialirkan ke tangki penyimpanan (TT301) menggunakan pompa (J-313). Produk samping, yaitu asam sianida (HCN) yang merupakan distilat kolom distilasi (T-312), dialirkan ke tangki penyimpanan (TT-302) menggunakan pompa (J-309). Kondisi penyimpanan HCN adalah pada temperatur 25 °C, sehingga terlebih dahulu temperaturnya diturunkan menjadi 25 °C dengan Cooler (E-301).
Universitas Sumatera Utara
Saturated Steam 6041,5 kPa, 276 oC Air Pendingin 28 0C
Saturated Steam 4253,4 kPa, 254 oC
Dowtherm J
PC
FC
Off-Gas
11
Air Proses
10
G-301 J-201
FC
TC
TT-103 TC
TC
TC
D-302
TC
TT-102 LI
E-201
FC
13
E-101
D-301
E-212
PI
TC
PI
TC LI
R-201 R-201
SP-301
J-304
R-301
9
5
14
E-103
LI
T-312
33
J-303 T-311 6
E-107
SP-303
J-312
J-313
E-216
TC
23
32
PI
FC
3
J-310
FC
J-311
42 PI
34
E-213
TC
T-313
FC
E-215 22
JC-101
39
PI
TC
PC
40
38
J-305 TC
FC
37
E-214
E-211 J-101
Udara
TT-301
TC FC
15
LC
L C
D-303
E-109 PI
LC T-301
36
SP-302
21 20
FC
FC 2
18
19 TC
J-308
FC
E-106
35
30 TC
FC
J-102
28
29
LC
PI
4
TC TC
FC
16
LC
PI
E-102
TC 1
TT-101
31
26
17
8
7
TC
LI
27 E-105
J-302
TC
TT-302 J-309
FC LI
E-217 41
TC FC
FC
J-306
FC
43
24
44 E-108
J-315 12
J-314 TC
FC
J-301
Ke Unit Pengolahan Air Limbah
25 E-104
J-307
Dowtherm J Bekas Kondensat (254 oC) Air Pendingin Keluar (68 oC)
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.
Kode TT-101 TT-102 TT-103 J-101 J-102 J-302 JC-101 E-211 E-212 E-213 R-201 E-201 E-101 J-201 G-301 J-301 T-301 R-301 J-303 E-214 E-102 D-301 SP-301 J-304 T-311 J-306 E-215
Keterangan Tangki Penyimpanan Propena Tangki Penyimpanan Ammonia Tangki Penyimpanan Asam Sulfat Pompa Pompa Pompa Kompresor Heater Heater Heater Reaktor Fluidized Bed Waste Heat Boiler (WHB) Cooler Pompa Blower Pompa Kolom Absorpsi Reaktor Mixed Flow Pompa Heater Kondensor Reflux Drum Splitter Pompa Kolom Distilasi Pompa Reboiler
No. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54.
Kode E-104 J-307 J-305 E-103 T-312 E-105 D-302 SP-302 J-308 J-310 E-216 J-311 J-309 T-313 E-106 D-303 SP-303 J-312 J-313 J-314 E-217 J-315 E-107 E-108 E-109 TT-301 E-215
Keterangan Cooler Pompa Pompa Cooler Kolom Distilasi Kondensor Reflux Drum Splitter Pompa Pompa Reboiler Pompa Pompa Kolom Distilasi Kondensor Reflux Drum Splitter Pompa Pompa Pompa Reboiler Pompa Cooler Cooler Cooler Tangki Penyimpanan Acrylonitrile Tangki Penyimpanan Asam Sianida
Universitas Sumatera Utara