BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Pengaruh Pengertian pengaruh menurut kamus besar bahasa Indonesia (2000:879),
Yaitu : “ Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang “ Sedangkan pengertian pengaruh menurut Badudu dan Zain (1994:1031), Yaitu sebagai berikut : “ Pengaruh adalah (1) daya yang menyebabkan sesuatu terjadi ; (2) sesuatu yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain ; (3) dan tunduk atau mengikuti karena kuasa atau kekuatan orang lain.” Dari pengertian yang telah dikemukakan sebelumnya dapat disimpulkan, bahwa pengaruh merupakan suatu daya yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain.
2.2
Audit
2.2.1
Pengertian Audit Pemeriksaan atau lebih dikenal dengan istilah audit bertujuan untuk menilai
apakah pelaksanaan sudah selaras dengan apa yang telah digariskan, sehingga disimpulkan bahwa audit merupakan suatu proses membandingkan antara fakta yang ada dengan yang seharusnya. Berikut definisi audit menurut The American Accounting Assiciation (AAA) dikutip dari Robertson dan louwers (2002:7). Mendefinisikan Audit : “Auditing is a systematic process of objectively obtaining and evaluating evidence regarding assertion and established criteria and communicating the result to interest users”. Pernyataan tersebut mendefinisikan audit sebagai suatu proses yang sistematis atau perolehan dan pengevaluasian bukti secara objektif mengenai asersi dan kriteria
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13
yang ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada para pengguna yang tertarik. Arens et al (2006:4) mendefinisikan audit : “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent independent persons”. Pernyataan yang dikemukakan tersebut mendefinisikan audit sebagai suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian informasi yang didapat dengan kriteria yang telah ditentukan. Pemeriksaan harus dilakukan oleh seseorang yang kompeten dan independen. Dari definisi yang telah dikemukakan tersebut dapat diambil kesimpulan tentang beberapa karakteristik dari audit yaitu: a. Audit merupakan suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti atau informasi. b. Adanya bukti audit (Evidence), yang merupakan informasi atau keterangan yang digunakan oleh auditor untuk menilai tingkat kesesuaian suatu informasi. c. Adanya tingkat kesuaian informasi (Degree of correspondence information) dan kriteria tertentu (Established criteria). d. Audit harus dilakukan seseorang yang memiliki kualifikasi yang diperlukan untuk melakukan audit. Seorang Auditor harus kompeten dan independen terhadap fungsi atau satuan usaha yang diperiksanya. e. Adanya pelaporan dan mengkomunikasikan hasil audit kepada pihak yang berkepentingan.
2.2.2
Tipe-tipe Audit Menurut Arens et al (2006:14) terdapat tiga tipe penugasan audit yaitu
audit operasional (operational audits), audit laporan keuangan (financial statement audits), dan audit ketaatan (compliance audit).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 14
a.
Audit operasional (Operational Audit) Audit operasional merupakan penelaahan atas setiap bagian dari prosedur operasional perusahaan dan metode-metode operasi dengan tujuan untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas. Pihak yang memerlukan audit operasioanl adalah manajemen atau pihak ketiga. Hasil audit operasional diserahkan kepada pihak yang meminta dilaksanakannya audit tersebut.
b. Audit Ketaatan (Complience Audit) Audit ketaatan adalah audit yang bertujuan untuk menentukan apakah klien telah mengikuti sesuai dengan prosedur atau peraturan tertentu yang telah ditetapkan. Hasil audit ketaatan umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang dalam membuat kriteria. Audit ketaatan banyak dijumpai dalam pemerintahan. c. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit) Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh klien untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan atas dasar kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Hasil audit terhadap laporan keuangan disajikan dalam bentuk tertulis berupa laporan audit yang akan dibagikan kepada para pemakai informasi keuangan.
2.2.3
Jenis-jenis auditor Didalam dunia praktek dikenal beberapa tipe auditor. terdapat empat tipe
auditor yang umum dikenal yaitu : a. Auditor Eksternal atau kantor akuntan publik (Certified public accounting). Auditor eksternal sering dikenal dengan istilah akuntan publik atau Certified Public accountant (CPA). Menurut mulyadi (1998:19), di Indonesia, Akuntan publik adalah Akuntan Profesional yang menjual jasanya kepada masyarakat, terutama dalam bidang audit terhadap laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya, audit tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan para kreditor , pemilik perusahaan dan, calon pemilik perusahaan. Akuntan publik menerima honorarium dari klien dalam menjalankan keahliannya,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15
namun meskipun demikian seorang Akuntan Publik harus bebas dan independen, serta tidak berpihak pada kliennya. Tipe audit yang biasanya dilakukan adalah mencakup berbagai tipe terutama audit atas laporan keuangan. Kantor Akuntan Publik dalam tugasnya melaksanakan dua jenis jasa utama yaitu jasa assurance dan jasa non assurance. b. Auditor Pemerintah (General Accounting Office Auditor) Banyak auditor yang bekerja diinstansi pemerintah, menurut Mulyadi (1998:20) umumnya yang disebut dengan auditor pemerintah adalah akuntan yang bekerja di Badan Pengawasan Keuangan dan Pengembangan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan serta Instansi Pajak. c. Auditor Pajak (Internal Revenue Agent) Direktorat Jendral Pajak (DJP). Berada dibawah Departemen Keuangan RI, bertanggung jawab atas penerimaan Negara dari sektor perpajakan dan penegakan hukum dalam pelaksanaan. Aparat pelaksana DJP dilapangan adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kantor Pemeriksaan Pajak (karikpa). Karikpa mempunyai auditor-auditor khusus yang bertanggung jawab melakukan audit teerhadap para wajib pajak tertentu untuk menilai apakah telah sesuai dengan undang-undang perpajakan. Tipe audit yang dilaksanakan adalah audit ketaatan. d. Auditor Internal (Internal Auditor) Auditor internal merupakan auditor yang berstatus sebagai karyawan suatu organisasi dan bekerja untuk kepentingan organisasi tersebut. Tugas utamanya adalah membantu pemimpin dalam pengendalian organisasi tersebut. Tipe audit yang dilaksanakannya umumnya dalah audit operasional dan audit ketaatan. Audit Internal bekerja disuatu perusahaan untuk melakukan audit bagi kepentingan manajemen perusahaan. Untuk menjalankan tugasnya dengan baik, auditor internal harus berada diluar fungsi inti suatu organisasi, tetapi tidak terlepas dari hubungan antara atasan dan bawahan seperti lainnya. Auditor Internal wajib memberikan informasi yang berharga bagi manajemen untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan operasi perusahaan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 16
2.2.4
Program Audit Program
audit
merupakan
perencanaan
prosedur dan
teknik-teknik
pemeriksaan yang ditulis secara sistematis untuk mencapai tujuan pemeriksaan secara efisien dan efektif. Selain berfungsi sebagai alat perencanaan juga penting untuk mengatur pembagian kerja, memonitor jalannya kegiatan pemeriksaan, menelaah pekerjaan yang telah dilakukan. Pengertian program audit menurut Moeller and Witt (1999:10-20), sebagai berikut : “The audit program is a tool for planning, directing and controlling audit work an d a blueprint for actions , specifying the procedures to be followed and delineating steps to be performed to meet audit objective.” Pengertian dari pernyataan diatas. Program audit merupakan alat untuk perencanaa, pengarahan-pengarahan dan pengendalian pekerjaan audit dan merupakan pedoman untuk tindakan, mengurutkan prosedur-prosedur yang akan dilaksanakan dan menggambrkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan audit. Fungsi program audit dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1
Sumber : Amin W.Tunggal (2000:33)
Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:15), mendefinisikan program audit sebagai berikut :
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 17
“Dalam
merencanakan
mempertimbangkan
penugasan,
sasaran
auditor
penugasan,
alokasi
internal
harus
sumber
daya
penugasan, serta program kerja penugasan.”
Program Audit yang baik mencakup: 1. Tujuan audit dinyatakan denga jelas dan harus tercapai atas pekerjaan yang direncanakan. 2. Disusun sesuai dengan penugasan yang bersangkutan. 3. Langkah kerja yang terperinci atas pekerjaan yang dilakukan. 4. Menggambarkan urutan prioritas langkah kerja yang dilaksanakan dan bersifat fleksibel tetapi setiap perubahan yang ada harus diketahui oleh atasan auditor. Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya program audit, antara lain: 1. Memberikan bimbingan prosedural untuk melaksanakan pemeriksaan. 2. Memberikan checklist pada saat pemeriksaan berlangsung, tahap demi tahap sehingga tidak ada yang terlewatkan. 3. Merevisi program audit sebelumnya, jika ada perubahan standar dan prosedur yang digunakan perusahaan. Keunggulan program audit antara lain sebagai berikut: 1. Meratanya pembagian kerja diantara auditor. 2. Program audit yang rutin hasilnya lebih baik dan menghemat waktu. 3. Program audit memilih tujuan audit yang penting saja. 4. Program audit yang telah digunakan dapat menjadi pedoman untuk tahun berikutnya. 5. Program audit menampung pandangan manajer atas mitra kerja. 6. program audit memberikan kepastian bahwa ketentuan umum akuntansi telah dijalankan. 7. Penanggung jawab pelaksanaan audit jelas. Kelemahan program audit antara lain: 1. Tanggung jawab audit pelaksana terbatas pada program audit saja. 2. Sering menimbulkan hambatan untuk berpikir kreatif dan membangun. 3. Kegiatan audit menjadi monoton.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 18
2.2.5
Prosedur Audit Prosedur audit menurut Sunarto (2003:94) adalah tindakan yang dilakukan
atau metode yang digunakan oleh auditor untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti audit. Prosedur bisa diterapkan pada data akuntansi maupun pada proses untuk mendapatkan dan mengevaluasi informasi penguat. Sepuluh macam prosedur audit menurut Sunarto (2003:94) yang biasa dilakukan auditor, yakni : “1. Prosedur analitik (analytical procedure) 2. Menginspeksi (inspecting) 3. Mengkonfirmasi (confirming) 4. Mengajukan pertanyaan (inquiring) 5. Menghitung (counting) 6. Menelusuri (tracing) 7. Mencocokkan kedokumen (vouching) 8. Mengamati (observing) 9. Melakukan ulang (re-perfoming) 10. Teknik audit dengan bantuan komputer (computer assisted audit techniques)” 1. Prosedur Analitis Prosedur analitik dari kegiatan mempelajari dan membandingkan data yang memiliki hubungan. Prosedur ini mencakup perhitungan dan penggunaan rasio sederhana, analisis vertikal atau laporan perbandingan, perbandingan antara jumlah sesungguhnya dengan data historis atau anggaran, dan penggunaan model matematika dan statistika seperti analisa regresi. Dalam prosedur ini selain digunakan data finansial, bisa juga digunakan data nonfinancial. Prosedur analitik ini menghasilkan bukti analitik. 2. Menginspeksi Menginspeksi meliputi kegiatan pemeriksaan secara teliti atau pemeriksaan secara mendalam atas dokumen,catatan, dan pemeriksaan fisik atas sumbersumber berwujud. Menginspeksi dokumen adalah cara untuk mengevaluasi dokumen. Auditor akan dapat menentukan keaslian suatu dokumen atau mungkin juga mendeteksi adanya pengubahan isi dokumen atau adanya halhal yang mengundang pertanyaan menginspeksi sumber-sumber berwujud akan dapat memberi pengetahuan langsung kepada auditor mengenai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 19
keberadaan dan kondisi fisik, inspeksi juga merupakan cara untuk mengevaluasi bukti. 3. Mengkonfirmasi Konfirmasi adalah suatu bentuk pengajuan pertanyaan yang memungkinkan auditor untuk mendapatkan informasi langsung dari sumber indenpenden diluar organisasi klien (auditee). Klien (auditee) membuat permintaan kepada pihak luar secara tertulis tetapi auditor harus mengawasi pengirimannya. Permintaan tersebut berisi pula instruksi agar jawaban atas pertanyaan yang diajukan dikirim langsung kepada auditor. Prosedur adudit ini menghasilkan bukti konfirmasi. 4. Mengajukan Pertanyaan Mengajukan pertanyaan bisa dilakukan secara lisan atau tertulis. Pengajuan pertanyaan bisa dilakukan kepada sumber-sumber internal perusahaan klien (auditee) ataupun diajukan kepada pihak luar. Hasilnya bukti lisan maupun bukti pertanyaan tertulis. 5. Menghitung Menghitung yang paling umum dilakukan adalah (1) Melakukan perhitungan fisik atas barang berwujud seperti melakukan perhitungan atas kas atau persediaan yang ada diperusahaan, dan (2) Menghitung dokumen bernomor urut cetak. Tindakan pertama dimaksudkan sebagai cara untuk mengevaluasi bukti fisik dari jumlah
yang ada ditangan. Sedangkan tindakan kedua
merupakan cara untuk mengevaluasi bukti dokumen yang berkaitan dengan kelengkapan catatan akuntansi. 6. Menelusuri Pada saat menelusuri, auditor (1) memilih dokumen yang dibuat pada saat transaksi terjadi, dan (2) menentukan informasi dalam dokumen tersebut telah dicatat dengan tepat dalam catatan akuntansi, arah pengujian dilakukan dari dokumen ke catatan akuntansi. Prosedur ini akan lebih efektif apabila klien (auditee) menggunakan dokumen dengan nomor urut tercetak. 7. Mencocokkan ke Dokumen Mencocokan kedokumen meliputi kegiatan : (1) Memilih alat-alat jurnal tertentu dalam catatan akuntansi, dan (2) Mendapatkan dan menginspeksi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 20
dokumen yang menjadi dasar pembuatan ayat jurnal tersebut untuk menentukan validitas dan ketelitian transaksi yang dicatat. Pencocokan dokumen berhubungan erat dengan bukti dokumen. 8. Mengamati Mengamati meliputi kegiatan melihat atau mengevaluasi pelaksanaan sejumlah kegiatan atau proses. Aktivitasnya bisa merupakan proses rutin dari suatu transaksi. Misalnya auditor mengamati kecermatan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan klien (auditee) dalam melakukan perhitungan fisik persediaan tahunan. Dalam tindakan ini tampak perbedaan antara mengamati dengan menginspeksi. Disatu sisi, auditor mengamati proses karyawan klien (auditee) dalam melakukan perhitungan fisik persediaan, dan disisi lain auditor juga menginspeksi atau memeriksa persediaan tertentu untuk dapat mengetahui kondisi persediaan. 9. Melakukan ulang Melakukan ulang atau mengerjakan ulang perhitungan dan rekonsiliasi yang telah dilakukan oleh klien (auditee). Prosedur ini menghasilkan bukti perhitungan. Auditor juga bisa melakukan ulang beberapa aspek dalam memproses transaksi tertentu, untuk memastikan bahwa proses yang telah dilakukan klien (auditee) sesuai dengan prosedur dan kebijakan yang telah ditetapkan. 10. Teknik Auditing dengan Bantuan Komputer Teknik audit dengan bantuan komputer untuk membantu dalam melakukan prosedur-prosedur yang telah terangkan diatas. contoh : auditor bisa menggunakan perangkat lunak komputer untuk melakukan perhitungan dan membandingkan dalam prosedur analitik, melakukan pemilihan sampel file yang berbeda untuk memeriksa kecocokan dan melakukan ulang berbagai perhitungan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21
2.3
Audit Internal
2.3.1
Pengertian Audit Internal Pada saat ini audit internal telah mengalami perkembangan sesuai dengan
tuntutan berkembangnya dunia usaha dan perekonomian yang menuntut suatu perusahaan untuk menjalankan operasinya secara profesional yang berarti pemanfaatan sumber daya yang efektif dan efisien sesuai dengan tujuan perusahaan. Kebutuhan akan fungsi audit internal muncul seiring dengan perkembangan tersebut. The Institute of internal auditor (IIA,1995) telah mendefinisikan audit internal sebagai berikut : “Internal auditing is an indenpendent appraisal functional established within an organization to examine and evaluate its activities as a service to the organization. the objective of internal auditing is to assist members of the organization in the effective discharge of their responsibilities, to this and the internal audit furnishes them with analyses, appraisal recomendation, counsel and information concerning the activities reviewwd. The audit objective includes promoting effektive control at responsible cost”. Definisi tersebut diartikan oleh Hiro Tugiman (1997:11) sebagai berikut: “ Internal audit atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan yang dilaksanakan. Tujuan pemeriksaan internal adalah membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggungjawabnya secara efektif. Untuk itu pemeriksaan internal akan melakukan analisis,penilaian, dan mengajukan saran-saran tujuan pemeriksaan menyangkut pula pembangunan pengawasan yang efektif dengan biaya yang wajar”. Definisi audit internal mengalami perkembangan, seperti yang telah ditetapkan oleh IIA’S Board of directors pada bulan juni 1999. Definisi baru tersebut tidak hanya merefleksikan perubahan yang telah terjadi dalam profesi, definisi tersebut juga mengarahkan auditor internal menuju peran yang lebih luas dan berpengaruh pada masa yang akan datang seperti yang dikutip dari Amin W tunggal (2003:3) definisi baru tersebut adalah : “Internal audit is an independent, objektive assurance and consulting activities design to add value and improve an organization is operations. it help an organization accomplish its objective by bringing a systematic, disiplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control and governance process”.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 22
Adapun pengertian tersebut sesuai dengan Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (KOPAI) (2004:5) yang diartikan sebagai berikut : “ Audit internal adalah kegiatan assurance dan konsultasi yang independen dan objektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan operasi organisasi. Audit internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektifitas pengelolaan resiko, pengendalian dan proses governance”. Dari definisi tersebut dapat diuraikan kata-kata kunci audit internal sebagai berikut : 1.
Kegiatan Assurance dan konsultasi Aktivitas pemberian jaminan keyakinan dan konsultasi bagi organisasi atau perusahaan.
2.
Independen dan objektif Para auditor internal dianggap mandiri apabila dapat melaksanakan pekerjaannya secara bebas dan objektif. Kemandirian para pemeriksa internal dapat memberikan penilaian yang tidak memihak dan tanpa prasangka, yang mana hal ini sangat diperlukan atau penting bagi pemeriksaan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat diperolah melaui status organisasi dan sikap objektif para auditor internal. Status organisasi unit audit internal haruslah memberikan keleluasaan untuk memenuhi atau menyelesaikan tanggungjawab pemeriksaan yang diberikan. Para auditor internal harus melakukan pemeriksaan secara objektif adalah sikap bebas yang harus dimiliki oleh auditor internal dalam melaksanakan pemeriksaan.
3.
Memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan organisasi, audit internal diharapkan dapat membantu organisasi perusahaan untuk mencapai tujuan organisasi.
4.
Pendekatan yang sistematis dan teratur Auditor internal dalam melaksanakan tugasnya harus tepat pada pokok permasalahan/tidak
bias,
sehingga
permasalahan
organisasi/perusahaan dan segera teratasi dan diatasi.
yang
dihadapi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 23
5.
Pengelolaan risiko Auditor internal mempunyai fungsi dalam membantu organisasi dengan cara mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko signifikan dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan pengelolaan risiko dan sistem pengendalian intern.
6.
Pengendalian Auditor internal mempunyai fungsi audit internal dalam membantu organisasi dalam memelihara pengendalian intern yang efektif dengan cara mengevaluasi kecukupan, efisiensi, dan efektifitas pengendalian tersebut, serta mendorong peningkatan pengendalian intern secara berkesinambungan.
7.
Proses Governance Auditor internal mempunyai fungsi audit internal dalam menilai dan memberikan rekomendasi yangs sesuai untuk meningkatkan proses governance dalam mencapai tujuan-tujuan berikut: a.
Mengembangkan etika dan nilai-nilai yang memadai didalam organisasi.
b.
Memastikan
pengeloaan
kinerja
organisasi
yang
efektif
dan
akuntabilitas. c.
Secara efektif mengkomunikasikan risiko dan pengendalian kepada unit-unit yang tepat dalam organisasi.
d.
Secar efektif mengkoordinasi kegiatan diri dan mengkomunikasikan informasi diantara pimpinan, dewan pengawas, auditor internal, auditor eksternal serta manajemen.
Adapun definisi audit internal menurut Sawyer (2003:6) adalah sebagai berikut: “Audit internal is a systematic, objective appraisal by auditor internal of the operation and control within organization to determine wether : a. Financial and operating information is accurate and reliable; b. Risk to the enterprise are identified and minimized; c. External regulation and acceptable internal policies and procedures are followed; d. Satisfactory operating criteria are met;
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 24
e. Resources are used effectively achieved all for the purposed of sitting members of the organization in the effective discharge of their responsibilities”. Dari definisi audit tersebut dapat diartikan bahwa audit internal adalah suatu fungsi penilaian yang objektif dan sistematis dalam menilai pengendalian dan kegiatan operasi dalam suatu organisasi yang dilakukan oleh auditor internal untuk meyakinkan bahwa: a. Informasi keuangan dan operasi harus akurat dan reliable. b. Risiko bisnis dapat diidentifikasi dan diminimalisasi, c. Peraturan kebijakan dan prosedur telah ditaati, d. Tercapainya kriteria kegiatan operasional organisasi, e. Meyakinkan bahwa sumber daya telah digunakan secara efektif serta penempatan para anggota organisasi berjalan secara efektif sesuai dengan tanggung jawab.
2.3.2
Perbedaan Layanan Auditor Internal dan Auditor Eksternal Dalam melaksanakan tugasnya terdapat perbedaan layanan antara auditor
internal dengan auditor eksternal, menurut Barlow (1994:45) . Sebagaimana dikutip Hiro Tugiman (1997:6) bahwa terdapat perbedaan layanan antara auditor internal dan auditor eksternal yang dapat dibandingkan dari berbagai aspek pelayanan nampak sebagai berikut : Tabel 2.1 Perbedaan layanan Auditor Internal dan Auditor Eksternal Aspek
Internal
Eksternal
Konsumen
Manajer / komite audit
Pemegang saham
Fokus
Risiko usaha
Risiko laporan keuangan
Orientasi
Saat ini dan yang akan Masa lalu sampai saat ini datang
Pengendalian
Langsung
Tidak langsung
Kecurangan
Langsung
Tidak langsung
Kebebasan
Berdasarkan status
Objektifitas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 25
Kegiatan
Proses
yang
sedang Tiap periode akuntansi
berjalan Sumber : Barlow (1995:45)
Berdasarkan tabel tersebut, maka tampak perbedaan antara auditor internal dan auditor eksternal yang meliputi perbedaan tujuan dan aspek-aspek pelayanan. Inti utama dari perbedaan tersebut adalah bahwa auditor internal merupakan yang bekerja dalam suatu perusahaan dan berstatus sebagai karyawan, sehingga terikat dengan perusahaan tersebut dan memiliki tujuan untuk memberikan informasi kepada dewan direksi atau manajer, mengenai kinerja dari perusahaan sedangkan auditor eksternal merupakan auditor dari luar perusahaan yang dipekerjakan oleh perusahaan untuk keperluan mengaudit laporan keuangan dalam setiap periode akuntansi.
2.3.3
Tujuan Audit Internal Adapun tujuan audit internal menurut IIA (1995:95) yang dikemukakan
sebagai berikut: “The objective of internal audit is to assist members of organization in the efective discharge of the responsibilities. To this end, internal audit furnished them with analysis, appraisal, recomendations, counsels, and information concerning the activities reviewed. The audit objektif includes promoting effective control at reasonable cost”. Dari pernyataan yang dikemukakan tentang tujuan audit internal yang dialih bahasakan oleh Hiro Tugiman (1997:99) dapat diartikan sebagai berikut: “Tujuan pelaksanaan audit internal adalah membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggungjawabnya secara efektif. Untuk hal tersebut, auditor internal akan memberikan senagai analisis, penilaian, rekomendasi, petunjuk, dan informasi sehubungan dengan kegiatan pemeriksaan. Tujuan pemeriksaan mencakup pula usaha mengembangkan pengendalian yang efektif dengan wajar”. Konsorsium Organisasi Profesi Auditor Internal (2004:8) menyatakan bahwa: “Tujuan kewenangan dan tanggungjawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam charter audit internal, konsisten
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 26
dengan Standar Profesi Audit Internal dan mendapat persetujuan dari pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi”. Dengan kata lain tujuan audit internal adalah memberikan pelayanan kepada organisasi untuk membantu semua anggota organisasi tersebut. Bantuan yang diberikan sebagai tujuan akhir agar semua organisasi dapat melakukan semua tanggungjawab yang diberikan dan dibebankan kepadanya secara efektif.Audit internal membantu manajemen dalam hal mencari kemungkinan yang paling baik dalam penggunaan sumber modal secara efisien dan efektif, termasuk efektifitas pengendalian dalam biaya wajar. Semua bantuan audit internal tersebut dapat diberikan melalui analisis-analisis, penilaian, saran-saran, bimbingan dan informasi tentang aktivitas yang diperiksa.
2.3.4
Fungsi dan Tanggung jawab Auditor Internal “Fungsi audit internal melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi
terhadap peningkatan proses pengelolaan risiko, pengendalian, dan governance, dengan menggunakan pendekatan yang sistematis, teratur, dan menyeluruh, yang meliputi : a. Pengeloaan Risiko, Fungsi
audit
internal
harus
membantu
organisasi
dengan
cara
mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko signifikan dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan pengelolaan risiko dan sistem pengendalian intern. b. Pengendalian Fungsi audit internal harus membantu organisasi dalam memelihara pengendalian internal yang efektif dengan cara mengevaluasi kecukupan, efisiensi, dan efektifitas pengendalian tersebut, serta mendorong peningkatan pengendalian intern secara berkesinambungan. c. Proses Governance Fungsi audit internal harus menilai dan memberikan rekomendasi yangs esuai untuk meningkatkan proses governance dalam mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut :
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 27
i) Mengembangkan etika dan nilai-nilai yang memadai didalam organisasi. ii) Memastikan
pengelolaan
kinerja
organisasi
yang
efektif
dan
akuntabilitas. iii) Secara efektif mengkomunikasi risiko dan pengendalian kepada unit-unit yang tepat didalam organisasi. iv) Secara
efektif
mengkomunikasikan
kegiatan
dari
dan
mengkomunikasikan informasi diantara pimpinan, dewan pengawas, audit internal dan eksternal serta manajemen.
Seiring dengan semakin berkembangnya profesi auditor internal disebabkan semakin tingginya pengakuan atas pentingnya keberadaan auditor internal bagi perusahaan, Tanpa adanya auditor internal pada suatu perusahaan, maka dewan direksi tidak memiliki sumber informasi internal yang bebas mengenai kinerja manajemen. Hal yang harus ditekankan disini adalah auditor internal merupakan bagian integral dari perusahaan dan fungsi yang diemban dan dijalankannya adalah berdasarkan kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh dewan direksi. Fungsi auditor internal menurut Hiro Tugiman (1997:11) adalah sebagai berikut: “Fungsi internal auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi, untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan. Tujuannya adalah membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawab secara efektif”. Sedangkan menurut Chambers (1981:13), internal auditor pada dasarnya mempunyai tiga fungsi utama dalam perusahaan yaitu: “(1) he act an arms of management; (2) he round out and perfect the system of internal control; (3) he directly participant in the verification of financial statement”. Menurut Amin Widjaja Tunggal (2000:21), tanggung jawab departemen audit sebagai berikut : a. “Tanggung jawab auditor internal adalah menerapkan program audit internal mengarahkan personil dan aktivitas-aktivitas departemen audit internal juga menyiapkan rencana tahunan untuk pemeriksaan semua
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 28
unit perusahaan. Dan menyajikan program yang telah dibuat untuk persetujuan. b. Tanggung jawab Auditor Supervisor adalh membantu direktur audit internal dalam mengembangkan program audit tahunan dan membantu dalam mengkoordinasikan usaha auditing dengan auditor independen agar memberikan cakupan audit yangs esuai tanpa duplikasi usaha. c. Tanggung jawab staf auditor dalam pekerjaan lapangan audit. d. Tanggung jawab staf auditor adalah melaksanakan tugas audit pada suatu lokasi audit.” Fungsi dan tanggung jawab auditor internal akan berjalan dengan baik apabila pelaksanaan audit internal didukung oleh audit internal yang berkualitas dan profesional. Hiro Tugiman menyatakan bahwa : “ Keberhasilan pelaksanaan fungsi audit internal ditentukan oleh status yang diberikan perusahaan atau departemen audit internal juga akan sangat ditentukan oleh kemampuan dan pengetahuan dari audit internal itu sendiri, karena suatu fungsi pemeriksaan tidak akan berhasil tanpa adanya orang yang berintelegensi tinggi, berdaya imajinasi, daya analisis kuat, berinisiatif serta berkemampuan untuk mengkomunikasikan perkembangan perusahaan dengan orang lain”.
2.4
Norma Praktik Profesional Audit Internal Menurut Hiro Tugiman pada bukunya Standar profesional Audit Internal
(1997:13),yang menyatakan bahwa: “Standar profesi membedakan antara berbagai macam tanggung jawab organisasi yang meliputi dewan,unit internal,pimpinan audit internal, para pemeriksa internal (internal auditor), dan pemeriksa aksternal (external auditor).” Dimana menurut Hiro Tugiman, Standar profesi meliputi: 1. Independensi atau kemandirian unit audit internal yang membuatnya terpisah dari berbagai kegiatan yang diperiksa dan objektivitas para pemeriksa internal (internal auditor). 2. Keahlian dan penggunaan kemahiran profesional secara cermat dan seksama para auditor internal. 3. Lingkup pekerjaan audit internal 4. Pelaksanaan tugas audit internal.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 29
5. Manajemen unit audit internal
2.4.1
Independensi Auditor Internal Agar seseorang auditor internal efektif dalam menjalankan tugas, auditor
internal harus independen dan objektif dalam pelaksanaan tugasnya, hal ini berarti auditor internal dalam memberikan penilaian tidak memihak kepada siapapun. Hal ini dapat dicapai bila fungsi auditor internal diberikan status dan kedudukan yang jelas, seperti yang dikemukakan IIA (2004:7), sebagai berikut: “The internal audit activity should be independent, and internal auditor shiuld be objective in performing their work”. Independensi berarti bahwa auditor internal harus harus mandiri dan terpisah dari berbagai kegiatan yang diperiksa. Para auditor internal dianggap mandiri apabila dapat melaksanakan pekerjaannya secara bebas dan objektif sehingga dapat membuat pertimbangan penting secara netral dan tidak menyimpang indenpendensi dapat dicapai melalui status organisasi dan objektivitas.
Konsorsium Organisasi Audit Internal (2004:8), menyatakan bahwa : “Fungsi audit internal harus ditempatkan pada posisi yang memungkinkan fungsi tersebut memenuhi tanggung jawabnya. Indenpendensi akan mengikat apabila fungsi audit internal memiliki akses komunikasi yang memadai terhadap pimpinan dan dewan pengawas organisasi”.
Objektifitas adalah sikap mental yang bebas yang harus dimiliki oleh auditor internal dalam melaksanakan pemeriksaan. Audit internal tidak boleh menempatkan penilai sehubungan dengan penilaian yang dilakukan oleh pihak lain atau menilai sesuatu berdasarkan hasil penilaian orang lain.
Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:8), menyatakan bahwa : “Auditor internal harus memiliki sikap mental yang objektif, tidak memihak, dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan (conflict of interest)”.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 30
Kondisi yang mendorong indenpendensi dan layanan optimal dalam organisasi bagi auditor internal apabila dapat dipenuhi hal-hal sebagai berikut: Gambar 2.2
Sumber : Pickett (2000:73)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
31
2.4.2 Ruang Lingkup Audit. Lingkup penugasan audit internal menurut Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:13) sebagai berikut : Ruang lingkup kegiatan audit internal mencakup bidang yang sangat luas dan kompleks meliputi seluruh tingkatan manajemen baik yang sifatnya administratif maupun operasional. Hal tersebut sesuai dengan komitmen bahwa fungsi audit internal adalah membantu manajemen dalam mengawasi jalannya roda organisasi. Namun demikian audit internal bukan bertindak sebagai mata-mata tetapi merupakan mitra yang siap membantu dalam memecahkan setiap permasalahn yang dihadapi. Ruang lingkup audit internal menurut Hiro Tugiman (1997:99-100) sebagai berikut: “Ruang lingkup pemeriksaan internal menilai keefektifan sistem pengendalian internal serta pengevaluasian terhadap kelengkapan dan kefektifan sistem pengendalian internal yang dimiliki organisasi , serta kualitas pelaksanaan tanggungjawab yang diberikan. Pemeriksaan internal harus : a. Me-review keandalan (reliabilitas dan integritas) informasi finansial dan operasional serta cara yang dipergunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, mengklasifikasikan dan melaporkan informasi tersebut. b. Me-review barbagai sistem yang telah ditetapkan untuk memastikan kesesuaian dengan berbagai kebijakan, prosedur, hukum, dan peraturan yang dapat berakibat penting terhadap kegiatan organisasi,serta harus menentukan apakah organisasi telah mencapai kesesuaian dengan hal-hal tersebut. c. Me-review berbagai cara yang dipergunakan untuk melindungi harta, dan bila dipandang perlu, memverifikasi keberadaan harta-harta tersebut . d. Menilai keekonomisan dan kefesienan penggunaan barbagai sumberdaya. e. Me-review berbagai operasi atau program untuk menilai apakah hasilnya konsisten dengan tujuan dan sarana yang telah ditetapkan dan apakah kegiatan tersebut dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
32
2.4.3 Kompetensi Audit Internal. Kualifikasi audit internal menurut Amin W.Tunggal (2000:22-27), antara lain adalah : a. Audit internal harus memiliki pendidikan dan latihan yang memadai, karena audit berhubungan dengan analsis dan pertimbangan. Oleh karena itu audit internal harus mengerti catatan keuangan dan akuntansi sehingga dapat memverifikasi dan menganalisa dengan baik. b. Selain pendidikan dan pelatihan seorang audit internal juga harus berpengalaman dibidangnya. Apabila ia seorang auditor internal yang baru. Ia harus dibimbing oleh auditor yang kompeten. c. Seorang auditor dikatakan kompeten bila ia memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (a). Auditor harus tertarik dan ingin mengetahui semua operasi perusahaan, selain itu juga harus mempunyai perhatian terhadap prestasi dan persoalan karyawan perusahaan mulai dari tingkat bawah sampai tingkat atas. (b). Seorang auditor internal harus tekun dan menjalankan pekerjaannya (c). Auditor juga harus memandang suatu kesalahan sebagai sesuatu yang harus diselesaikan dan kesalahan dibuat sebisa mungkin dihindari. (d). Auditor internal harus menelaah semua pengaruh yang terjadi terhadap profitabilitas dan efisiensi kegiatan perusahaan. (e). Mempertimbangkan auditee sebagai mitra, karena tujuan dari audit internal bukan mengkritik tetapi untuk meningkatkan operasi perusahaan. d. Seorang auditor internal harus mempunyai ide-ide yang cemerlang untuk membangun organisasi.
Konsorsium Organisasi Audit Internal (2004:9), menyatakan bahwa : “Penugasan harus dilaksanakan dengan memperhatikan keahlian dan kecermatan profesional:
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
33
(a) Keahlian Auditor harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan kompetensi yang harus dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab perorangan. Fungsi audit internal secara kolektif harus memiliki atau memperoleh pengetahuan, keterampilan, yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab. (b) Kecermatan profesional Auditor internal harus menerapkan kecermatan dan keterampilan yang layaknya dilakukan oleh seorang audit internal yang bijaksana dan kompeten, dengan mempertimbangkan ruang lingkup penugasan; kompleksitas dan materialitas yang dicakup dalam penugasan: kecukupan dan kefektifan manajemen risiko,pengendalian, dan proses governance; biaya dan manfaat penggunaan sumber daya alam. Penugasan penggunaan teknik-teknik audit berbasis komputer dan teknik-teknik analisis lainnya. (c) Pengembangan Profesional yang Berkelanjutan (PPL) Auditor internal harus meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kompetensinya melalui pengembangan profesional yang berkelanjutan.
2.4.4 Pelaksanaan Audit Internal IIA (1995:39-59) mengemukakan pelaksanaan Audit Internal, sebagai berikut: “Performance of audit work should include: a. Planning the audit ; b. Examining and evaluation information c. Communicating results d. Following up.”
Pengertian empat langkah kerja pelaksanaan audit internal diatas menurut Hiro Tugiman (1997:53-78) adalah sebagai berikut : a. “Perencanaan harus didokumentasikan dan mencakup : a) Menetapkan tujuan dan ruang lingkup pekerjaan;
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
34
b) Mendapatkan informasi mengenai aktivitas yang diperiksa; c) Menentukan sumber-sumber yang penting dalam melaksanakan audit; d) Mengkomunikasikan pihak-pihak tertentu; e) Melakukan survey langsung ; f) Menulis program audit; g) Menentukan kapan, kepada siapa hasil audit dikomunikasikan; h) Mendapatkan persetujuan dan perencanaan pekerja audit. b. Proses pengujian dan pengevaluasian informasi a) Seluruh informasi yang berhubungan dengan tujuan dan ruang lingkup dikumpulkan; b) Informasi harus mencukupi, kompeten, dan relevan; c) Prosedur audit termasuk teknik pengujian dan sampel harus dipilih; d) Proses pengumpulan analisis dan interprestasi serta dokumentasi harus dawasi untuk memelihara objektivitas. c. Audit internal harus melaporkan hasil audit a) Laporan ditulis setelah pekerjaan audit selesai; b) Audit
internal
harus
mendiskusikan
kesimpulan-kesimpulan
dan
rekomendasi-rekomendasi dengan pihak manajemen; c) Laporan harus objektif dan jelas, ringkas, konstruktif dan tepat waktu; d) Laporan mencakup rekomendasi untuk pemeliharaan dan pernyataan keberhasilan pelaksanaan disertai tindakan koreksi; e) Laporan menyatakan tujuan, ruang lingkup dan hasil pemeriksaan; f) Pemeriksaan internal harus melakukan tindak lanjut untuk memastikan tindakan yang pantas telah dilakukan.” d. Hasil audit harus ditindak lanjuti. a) Adanya proses untuk menentukan kecukupan, keefektivan, dan ketepatan waktu dari berbagai tindakan yang dilakukan oleh manajemen terhadap berbagai temuan pemeriksaan yang dilaporkan; b) Adanya tanggung jawab untuk melakukan tindak lanjut;
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
35
c) Dalam menentukan luas dari tindak lanjut, auditor internal harus mempertimbangkan berbagai prosedur dari hal-hal yang berkaitan dengan tindak lanjut, yang dilaksanakn oleh pihak lain dalam organisasi; d) Dewan harus diberi laporan tentang seluruh keputusan manajemen senior terhadap berbagai temuan pemeriksaan penting; e) Sifat, ketepatan waktu, dan luas tindak lanjut ditentukan oleh pimpinan audit internl; f) Dalam menentukan prosedur tindak lanjut yang tepat memperhatikan: Pentingnya temuan yang dilaporkan Tingkat usaha dan biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki kondisi yang dilaporkan Risiko yang mungkin terjadi bila tindakan korektif yang dilakukan gagal Tingkat kesulitan pelaksanaan tindakan korektif, dan Jangka waktu yang dibutuhkan ; (g)
Pemonitoran oleh pemeriksa internal hingga diperbaiki karena berbagai akibat yang mungkin ditimbulkan terhadap organisasi;
(h)
Pemeriksa internal harus memastikan bahwa tindakan yang dilakukan terhadap temuan memperbaiki berbagai kondisi yang mendasari dilakukannya tindakan tersebut;
(i)
Pimpinan audit internal bertanggung jawab membuat jadwal kegiatan tindak lanjut sebagai bagian dari pembuatan jadwal pekerjaan pemeriksaan;
(j)
Penjadwalan tindak lanjut harus didasarkan pada risiko dan kerugian yang terkait, juga tingkat kesulitan dan perlunya ketepatan waktu dalam penerapan tindakan korektif;
(k)
Pimpinan audit internal harus menetapkan berbagai prosedur;
(l)
Berbagai teknik yang digunakan untuk menyelesaikan tindak lanjut secara efektif.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
36
2.4.4.1 Laporan Hasil Audit Internal Laporan audit internal dibuat setelah selesai melakukan audit laporan ditujukan kepada manajemen pada dasarnya audit internal dirancang memperkuat sistem pengendalian internal, untuk menentukan ditaatinya prosedur atau kebijakan yang telah digariskan oleh manajemen dan meyakinkan bahwa pengendalian internal yang telah ditetapkan cukup baik, ekonomis dan efektif . Oleh karena itu auditor internal harus melaporkan kepada manajemen, apabila terdapat penyimpanganpenyimpangan yang berarti dan mengusulkan cara-cara perbaikannya, apabila disetujui oleh manajemen, auditor internal akan mengawasi perbaikan tersebut. Laporan audit dianggap baik jika memenuhi persyaratan yang dikemukakan oleh Gil Courtemanche, yang dialih bahasakan oleh Hiro Tugiman (1997:191) sebagai berikut, bahwa laporan audit dianggap baik apabila memenuhi empat kriteria dasar yaitu : a.
Objektifitas Suatu laporan audit objektif membicarakan pokok persoalan dalam auditing, bukan perincian prosedural atau hal-hal yang diperlukan dalam proses audit.
b.
Berwibawa Laporan yang berwibawa adalah laporan audit harus dapat dipercaya dan mendorong pembacanya untuk setuju dengan substansi yang terdapat dalam laporan tersebut. Meskipun para pembaca belum tentu akan menerima temuan, simpulan dan rekomendasi auditor internal, namun mereka cenderung untuk tidak menolak. Hal tersebut dikarenakan karena mereka percaya pada laporan yang dibuat oleh auditor internal. c. Keseimbangan Laporan audit yang seimbang adalah laporan yang memberikan gambaran tentang organisasi dan aktivitas yang ditinjau secara wajar dan realitas.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
37
d. Cara penulisan yang profesional Laporan yang ditulis secara profesional adalah laporan yang ditulis dengan memperhatikan sejumlah unsur yaitu : Struktur, kejelasan, keringkasan, nama laporan, dan pengeditan”.
Laporan hasil audit menurut Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:16-17) adalah : “Auditor internal mengkomunikasikan hasil penugasannya secara tepat waktu. a. Kriteria komunikasi Komunikasi harus mencakup sasaran dan lingkup penugasan, simpulan, rekomendasi, dan rencana tindakannya. a) Komunikasi akhir penugasan bila memungkinkan memuat opini keseluruhan dan simpulan auditor internal. b) Auditor internal dianjurkan untuk memberi aprasiasi dalam komunikasi hasil penugasan terhadap kinerja yang memuaskan dari kegiatan yang direview. c) Bilaman hasil penugasan disampaikan kepada pihak diluar organisasi, maka pihak berwenang harus menetapkan pembatasan dalam distribusi dan penggunannya. b. Kualitas Komunikasi Komunikasi yang disampikan baik tertulis maupun lisan harus akurat, objektif, ringkas, konstruktif, lengkap, dan tepat waktu. Dan jika terjadi kesalahan, penanggung jawab audit internal harus mengkomunikasikan informasi yang telah dikoreksi kepada semua pihak yang telah menerima komunikasi sebelumnya. c. Pengungkapan atas ketidak patuhan terhadap standar-standar Dalam hal ini terdapat ketidak patuhan terhadap standar yang mempengaruhi penugasan tertentu, komunikasi hasil-hasil penugasan harus mengungkap : a) Standar yang tidak dipatuhi b) Alasan ketidakpatuhan c) Dampak dari ketidakpatuhan terhadap penugasan. d. Diseminasi hasil-hasil penugasan Penanggung jawab fungsi audit internal harus mengkomunikasikan hasil penugasan kepada pihak-pihak yang berhak.”
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
38
2.4.4.2 Tindak lanjut Atas Laporan Hasil Audit Internal Tindak lanjut merupakan tahap yang terakhir dari langkah kerja audit internal. Tindak lanjut dimaksudkan supaya auditor internal mempunyai keyakinan bahwa tindakan yang layak telah diambil sesuai dengan yang dilaporkan pada temuan audit. Bagian audit internal harus menentukan bahwa manajemen telah melaksanakan tindakan koreksi dan tindakan tersebut menghasilkan sesuatu sesuai dengan yang diharapkan. Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:18), menyatakan bahwa: “Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun prosedur tindak lanjut untuk memantau dan memastikan bahwa manajemen talah melaksanakan tindak lanjut secara efektif atau menanggung risiko karena tidak melakukan tindak lanjut.” Hiro Tugiman dalam bukunya Standar Profesional Audit Internal (1997:75), menyatakan : “Pemeriksa internal harus terus menerus meninjau dan melakukan tindak lanjut (follow up) untuk memastikan bahwa terhadap temuan pemeriksaan yang dilaporkan telah dilakukan tindakan yang tepat.”
Pemeriksa internal harus memastikan apakah suatu tindakan korektif telah dilakukan dan memberikan berbagai hasil yang diharapkan, ataukah manajemen senior atau dewan telah menerima risiko akibat tidak dilakukannya tindak korektif atas temuan yang dilaporkan.
2.4.5 Manajemen Audit Internal. Menurut Hiro Tugiman dalam bukunya Standar Profesional Audit Internal (1997:19), menyatakan bahwa : “ Pimpinan audit internal harus mengelola bagian audit internal secara tepat. Tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab Pimpinan audit internal harus memiliki pernyataan kewenangan, dan tanggung jawab bagi bagian audit internal.
tujuan,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
39
Perencanaan Pimpinan audit internal harus menetapkan rencana bagi pelaksanaan tanggung jawab bagian audit internal. Kebijakan dan prosedur Pimpinan audit internal harus membuat berbagai kebijaksanaan dan prosedur secara tertulis yang akan dipergunakan sebagai pedoman oleh staff pemeriksa. Manajemen Personel Pimpinan audit internal harus menetapkan program untuk menyeleksi dan mengembangkan sumber daya manusia pada bagian audit internal. Auditor Eksternal Pimpinan audit internal harus mengkoordinasikan usaha-usaha atau kegiatan audit internal dengan auditor eksternal. Pengendalian mutu Pimpinan audit internal harus menetapkan dan mengembangkan pengendalian mutu atau jaminan kualitas untuk mengevaluasi berbagai kegiatan audit internal.”
2.5
Prosedur Pemeriksaan Internal Menurut Hiro Tugiman dalam bukunya Standar Profesional Audit Internal
(1997:60-61),yaitu: “Prosedur pemeriksaan analitis dilakukan dengan cara meneliti dan memperbandingkan berbagai hubungan antara informasi finansial dan informasi nonfinansial. Dimana Prosedur Pemeriksaan meliputi hal-hal berikut ini: 1. Perbandingan antara informasi dalam periode saat ini dengan informasi sejenis pada periode sebelumnya. 2. Perbandingan antara informasi dalam periode saat ini dengan anggaran atau prakiraan (forecast). 3. Penelitian terhadap hubungan antara informasi finansial dengan informasi nonfinansial yang sesuai. 4. Penelitian terhadap hubungan di antara berbagai unsur informasi. 5. Perbandingan suatu informasi dengan informasi sejenis yang diberikan kepada unit organisasi lain. 6. Perbandingan suatu informasi dengan informasi sejenis yang diberikan kepada industri yang dijalankan oleh organisasi.” Prosedur pemeriksaan analitis dapat dilakukan dengan menggunakan jumlah moneter, kuantitas fisik, rasio, atau persentase.Prosedur pemeriksaan yang khusus
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
40
meliputi,namun tidak terbatas pada rasio,analisis terhadap kecenderungan (trend) dan kemunduran (regresi), tes tentang kelayakan (reasonable test), perbandingan antarperiode, perbandingan dengan anggaran, prakiraan (forecast) dan informasi ekonomi eksternal. Dalam bukunya Standar Profesional Audit Internal, Hiro Tugiman (1997:57) juga menyatakan bahwa dalam melakukan audit biasanya meliputi penggunaan prosedur-prosedur berikut ini: 1. Diskusi dengan pihak yang akan diperiksa; 2. Wawancara dengan individu-individu yang terpengaruh oleh kegistan yang akan diperiksa; 3. Observasi lapangan; 4. Peninjauan atau review terhadap laporan dan penelitian yang dilakukan oleh manajemen; 5. Prosedur pemeriksaan analitis; 6. Pembuatan bagan arus atau flow charting; 7. Melakukan pengujian terhadap pelaksanaan pekerjaan tertentu dari awal hingga selesai (functional “walk trhough”); 8. Mendokumentasikan aktivitas kunci pengendalian
Prosedur audit yang digunakan sesuai dengan standar auditing hanya saja penekanannya berbeda sesuai keadaan. Disamping standar auditing prosedur audit juga menggunakan wewenang penyidik yang sangat luas. Ruang lingkup atau luas audit juga sangat luas sesuai dengan kewenangan penyidik. Pendeteksian kecurangan dalam pemeriksaan intern dapat dilakukan dengan teknik audit seperti biasa dengan beberapa tambahan teknik lain. Berikut ini adalah teknik pemeriksaan intern yang telah dimodifikasi dengan beberapa teknik tambahan, yang cukup sering digunakan oleh para pemeriksa intern (auditor) : 1. Prosedur analitik 2. Inspeksi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
41
3. Konfirmasi atau wawancara dengan pihak ketiga yang netral 4. Wawancara dengan saksi penguat 5. Wawancara dengan pihak-pihak yang diduga terlibat 6. Wawancara dengan tersangka 7. Menghitung fisik barang 8. Penelusuran dokumen dan bukti pendukungnya kecatatan. 9. Mencocokkan kedokumen (vouching). 10. Mengamati tatu observasi 11. Rekonsiliasi 12. Audit dengan bantuan komputer. 13. Waspada terhadap kelemahan pengendalian internal 14. Mengevaluasi indikator kecurangan yang ada.
2.6
Kecurangan
2.6.1 Pengertian kecurangan (fraud) Sesuai dengan Standar Akuntansi bahwa kecurangan dapat dikelompokan menjadi kecurangan pelaporan dan penyalahgunaan aktiva. Kecurangan pelaporan mengandung unsur manipulasi, pemalsuan, pengubahan catatan akuntansi dan atau pendukungnya, penerapan prinsip akuntansi yang salah dengan sengaja yang merupakan
sumber
untuk
penyusunan
laporan
keuangan.
Kecurangan
penyalahgunaan aktiva seringkali disebut dengan unsur penggelapan. Definisi kecurangan menurut Jack Bologna, Robert J Lindquist dan Joseph T Wells yang dikutip oleh Amin Widjaja (2001:1) adalah: “Fraud is criminal deception intended to financially benefit the deceiver.”
Definisi lain diungkapkan oleh The Institute of Internal Auditor yang dikutip oleh Soejono karni (2000:34) sebagai berikut :
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
42
“Kecurangan mencakup suatu ketidakberesan dan tindakan ilegal yang bercirikan penipuan yang disengaja. Ia dapat dilakukan untuk manfaat dan atau kerugian organisasi oleh orang diluar atau didalam organisasi.” Berdasarkan definisi diatas kecurangan mengarah pada 4 (empat) unsur penting,yaitu: 1. Ketidak beresan dan tindakan ilegal 2. Penipuan yang disengaja. 3. Dilakukan untuk manfaat dan atau kerugian organisasi 4. Dilakukan oleh orang dalam atau luar organisasi.
Pengertian lainnya dikemukakan oleh Sunarto (2003:57) : “Kecurangan dalam pelaporan keuangan yang dilakukan untuk menyajikan laporan keuangan yang menyesatkan, seringkali disebut kecurangan manajemen (manajemen Fraud).”
Soejono Karni (2000:34) juga mengemukakan tentang unsur kecurangan sebagai berikut : “Kecurangan terdiri dari & unsur penting, apabila tidak terdapat salah satu dari unsur maka tidak ada kecurangan yang dilakukan. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut : 1. Harus terdapat penyajian yang keliru (misspresentation) 2. Dari suatu masa lampau atau sekarang 3. Faktanya material 4. Dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan 5. Dengan maksud untuk menyebabkan pihak lain bereaksi. 6. Pihak yang terlukai harus bereaksi terhadap kekeliruan penyajian. 7. Mengakibatkan kerugian.” Menurut lindquist (1994:1). definisi kecurangan (fraud) adalah sebagai berikut : “Kecurangan adalah penipuan yang disengaja, umumnya diterangkan sebagai kebohongan, penjiplakan dan pencurian yang termanifestasikan dalam laporan keuangan untuk menyajikan informasi keuangan yang menyesatkan.”
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
43
Berdasarkan definisi diatas kecurangan (fraud) merupakan salah satu bentuk irregularities yang termanifestasi dalam laporan keuangan. Untuk menyajikan informasi keuangan yang menyesatkan.
2.6.2 Klasifikasi Kecurangan Kecurangan dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam menurut Soejono Karni (2000:35), yaitu : ” a. Manajemen fraud b. Non Management (Employee fraud) c. Computer fraud.” a. Management Fraud (Kecurangan manajemen) Kecurangan ini dilakukan oleh orang dari kelas ekonomi yang lebih atas dan terhormat yang biasa disebut white collar crime. Kecurangan manjemen ada 2 tipe, yaitu: Kecurangan jabatan dan kecurangan korporasi. Kecurangan jabatan dilakukan oleh orang yang mempunyai jabatan penting dan menyalahgunakan jabatannya itu. Kecurangan korporasi adalah kecurangan yang dilakukan oleh suatu perusahaan demi memperoleh keuntungan bagi perusahaan tersebut, misalnya manipulasi pajak. b. Employee Fraud (Kecurangan karyawan) Kecurangan karyawan biasanya melibatkan karyawan bawahan kadangkadang merupakan pencurian atau manipulasi dibandingkan dengan para manajemen kesempatan untuk melakukan kecurangan pada karyawan bawahan jauh lebih kecil. Hal ini disebabkan mereka tidak mempunyai wewenang karena pada umumnya semakin tinggi wewenang seseorang semakin besar kesempatan untuk melakukan kecurangan. c. Computer Fraud Tujuan pengadaan komputer antara lain digunakan untuk pencatatan operasional atau pembukuansuatu perusahaa. Kejahatan komputer dapat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
44
berupa pemanfaatan berbagai sumber daya komputer diluar perusahaan yang sah dan perusakan atau pencurian fisik atas sumber daya komputer itu sendiri.
SAS 316 dan PSA No.70 mengklasifikasikan bentuk-bentuk kecurangan sebagai berikut : 1. Employee fraud Yaitu suatu kecurangan yang dilakukan oleh pegawai atau tenaga kerja pada suatu entitas atau perusahaan. Bentuk-bentuk lain dari employee fraud antara lain : a. Ketidak beresan (Irregularities) Adalah penyimpangan dari penyampaian laporan keuangan yang dilakukan secara sengaja, termasuk kecurangan dalam laporan keuangan dan perlakuan tidak semestinya terhadap aset. b. Tindakan yang melanggar hukum (Illegal acts) Adalah tindakan yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, prosedur atau Peraturan Pemerintah. Contoh : tidak membayar pajak. c. Transaksi tanpa pendukung Adalah transaksi yang tidak cukup kompeten, tidak jelas yang melanggar aturan transaksi. Contoh : pembayaran (termasuk beban penyusutan dan pembayaran gaji yang sebenarnya tidak ada atau tidak cukup bukti, penjelasan, otorisasi atau tidak ada bukti yang valid. 2. Illegal Act by client Yaitu suatu tindakan yang melanggar hukum, tidak sesuai dengan prosedur atau prinsip akuntansi yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
45
2.6.3 Faktor Pendorong Terjadinya Kecurangan dan Indikasi Kecurangan Menurut lindquist (fraud Auditing and Forensic accounting ; 1995), diterjemahkan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ada beberapa hal yang menjadi indikasi terjadinya kecurangan, yaitu : 1. Employee Fraud a. Saldo kas disajikan rendah dibandingkan dengan saldo kas bulan-bulan sebelumnya. b. Menjawab atau merespon pertanyaan auditor dengan jawaban yang tidak masuk akal. c. Pegawai yang menolak mengambil cuti. d. Pegawai yang menolak untuk melakukan rotasi kerja. e. Mengubah
catatan
akuntansi,
seperti
general ledger dan
bukti
pendukungnya. f. Subsidiary ledger yang tidak bisa direkonsiliasi dengan total general ledger. g. Pegawai yang melakukan lembur kerja tanpa adanya alasan yang jelas sehingga terjadi excess over time. h. Pegawai selalu menghubungi staf auditor melalui telepon. i. pengambilan barang tanpa didukung oleh dokumen prenumbered. j. Pembelian aktiva tetap yang tidak didukung denga dokumen atau bukti pendukung. k. Mendesak memberikan diskon untuk costumer tertentu dengan maksud penghapusan account receivable. 2. Illegal act by client a. Pembayaran untuk afiliasi atau pembayaran tenaga kerja tanpa persetujuan atau otorisasi yang jelas. b. Pengelompokan transaksi yang tidak benar. c. Tidak ada analisis dalam pemberian fasilitas kredit.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
46
d. Hubungan istimewa antara eksekutif puncak dengan penjual, pelanggan atau relasinya. e. Keengganan memberikan data yang kita butuhkan atau pembatasan lingkup pekerjaan. f. Klien sering melakukan pertukaran konsultan. g. Penjualan atau pembelian tidak biasa dilakukan oleh top manajemen. h. Perusahaan menggunakan rekening bank yang berbeda dan selalu melakukan perubahan rekening. Suatu hasil penelitian menunjukan bahwa terjadinya kecurangan sebagai akibat antara tekanan kebutuhan seseorang dengan lingkungan yang memungkinkan bertindak. Soejono Karni (2000:38) menyatakan pendapatnya tentang faktor pendorong terjadinya kecurangan, sebagai berikut : 1. Lemahnya pengendalian internal: a. Manajemen tidak menekankan perlunya peranan pengendalian internal. b. Manajemen tidak menindak pelaku kecurangan. c. Manajemen tidak mengambil sikap dalam hal terjadi conflict interest d. Auditor internal tidak diberi wewenang untuk menyelidiki para eksekutif terutama menyangkut pengeluaran yang besar. 2. Tekanan keuangan terhadap seseorang : a. Banyak utang. b. Pendapatan rendah. c. Gaya hidup mewah. 3. Tekanan nonfinancial : a. Tuntutan pimpinan diluar kemampuan bawahan. b. Direktur utama menetapkan suatu tujuan yang harus dicapai tanpa dikonsultasikan dulu kepada bawahannya. c. Penurunan penjualan. 4. Indikasi lain : a. Lemahnya kebijakan penerimaan pegawai.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
47
b. Meremehkan integritas pribadi. c. Kemungkinan koneksi dengan organisasi kriminal.
Ciri-ciri atau kondisi adanya kecurangan menurut Soejono Karni (2000:43) adalah : a. Terdapat angka laporan keuangan yang mencolok dengan tahun-tahun sebelumnya. b. Adanya perbedaan antara buku besar dengan buku pembantu. c. Perbedaan yang dikemukakan melalui konfirmasi. d. Transaksi yang tidak dicatat sesuai dengan otorisasi manajemen baik yang umum maupun yang khusus. e. Transaksi yang tidak dicatat sesuai dengan otorisasi manajemen, baik yang umum maupun yang khusus. f. Terdapat perbedaan kepentingan (Conflict of interest), pada tugas pekerjaan karyawan.
2.6.4 Tanda-Tanda Fraud (kecurangan) Fraud dapat ditangani sedini mungkin oleh manajemen atau pemeriksaan intern apabila jeli dalam melihat tanda-tanda fraud tersebut. Amin Widjaja Tunggal dalam buku Pemeriksaan Kecurangan (1992:61-62) menyatakan bahwa beberapa tanda-tanda fraud tersebut antara lain : 1. Terdapat perbedaan angka laporan keuangan yang mecolok dengan tahuntahun sebelumnya. 2. Tidak ada pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas 3. Tidak ada rotasi pekerjaan karyawan 4. Pengendalian operasi yang tidak baik 5. Situasi karyawan yang sedang dalam tekanan Dari pernyataan diatas, jelas bahwa tanda-tanda fraud dapat diketahui dari perbedaan angka laporan keuangan yang mecolok dari tahun-tahun sebelumnya. hali
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
48
ini disebabkan karena laporan keuangan dimanipulasi untuk menutup fraud sehingga timbul perbedaan-perbedaan angka. Tidak adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas pada karyawan dapat menimbulkan fraud karena karyawan dapat bertindak semena-mena tanpa memperdulikan tanggung jawabnya. Fraud dapat dilakukan dengan mudah apabila tidak dilakukan rotasi pekerjaan sehingga karyawan mengetahui rahasia atau hal-hal penting yang berkaitan dengan pekerjaannya. Selain itu, pengendalian operasi yang tidak baik dapat membuat kegiatan yang dilakukan tidak berjalan lancar, contohnya adalah banyaknya sumber daya yang hilang karena kegiatan operasi menjadi tidak efisien. Hilangnya sumber daya tersebut karena situasi karyawan dalam keadaan tertekan karena frustasi atau merasa diperlakukan tidak adil.
2.6.5 Tipe-Tipe Korban Kecurangan Pendapat Amin Widjaja Tunggal (2001:6), menyatakan bahwa ada empat kategori utama kecurangan : 1. Stakeholders (Pemegang Saham) Pemegang
saham
sering
menjadi
korban
kecurangan
manajemen
(management fraud), yaitu manajer berusaha meningkatkan laba atau aktiva secara palsu. 2. Investor (Penanam Modal) Investor mengalami kerugian dipasar modal karena tindak pidana yang dilakukan emiten (insider trading,dsb) 3. Enterprise (Perusahaan) Baik organisasi komersial maupun pemerintahan dapat menjadi korban baik kecurangan internal maupun kecurangan eksternal.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
49
4. Costumer (Pelanggan) Perusahaan sering mengorbankan pelanggannya melalui iklan dan promosi yang menyesatkan, substitusi produk dan pola yang sejenis mempercayai dan bertindak sesuai dengan penyajian yang keliru tersebut.
2.6.6 Kecurangan Menurut Akuntansi dan Auditing Dilihat dari sudut akuntansi, Soejono Karni (2000:44) mengelompokan kecurangan menjadi 4, yaitu : 1. Kecurangan korporasi Kecurangan korporasi dilakukan oleh pejabat, eksekutif dan atu manajer pusat laba dan perusahaan publik untuk kepentingan perusahaan jangka pendek. 2. Kecurangan Pelaporan Kecurangan pelaporan adalah penyajian laporan keuangan yang merusak integritas informasi keuangan, dan dapat dipengaruhi korban seperti pemilik, kreditur, bahkan kompetitor. 3. Kecurangan manajemen Kecurangan manajemen dilakukan oleh manajer tingkat atas untuk kepentingannya sendiri dengan jalan menyalahgunakan wewenangnya. 4. Kegagalan Audit Kegagalan audit adalah kegagalan auditor untuk dapat mendeteksi dan mengoreksi atau mengungkapkan setiap kalalaian atau kesalahan besar dalam penyajian laporan keuangan yang antara lain karena auditor menerapkan prosedur audit yang seharusnya terutama untuk transaksi yang besar.
Sesuai dengan Standar Audit seksi 316 bahwa kecurangan dapat dikelompokan menjadi : a. Kecurangan pelaporan Kecurangan
pelaporan
mengandung
unsur
manipulasi,
pemalsuan,
pengubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya, penerapan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
50
prinsip akuntansi yang salah dengan sengaja yang merupakan sumber penyusunan laporan keuangan. b. Penyalahgunaan aktiva Kecurangan penyalahgunaan aktiva seringkali disebut dengan unsur penggelapan.
2.6.7 Pendekatan Perumusan dan Komunikasi Temuan Menemukan penyimpangan kecil dalam proses yangs sedang berlangsung seringkali relatif mudah. Pemeriksa intern bertanggung jawab untuk menguji dan menilai kecukupan serta efektivitas tindakan manajemen untuk memenuhi kewajiban tersebut. Dengan demikian, audit internal harus melakukan audit sesuai dengan prosedur, memonitor gejala-gejala fraud, melakukan penelusuran untuk mencegah fraud, dan mengidentifikasi semua fraud yang mungkin terjadi. Bambang
Hartadi
(1999:53)
menyebutkan
faktor-faktor
yang
harus
dipertimbangkan dalam perumusan dan pengkomunikasian temuan: Auditor internal harus memperhatikan keadaan yang terjadi pada saat kekurangan yang ditemukan berlangsung. Keputusan manajemen didasarkan pada kenyataan yang tersedia saat itu. Audiot intern tidak boleh mengkritik suatu keputusan semata-mata hanya karena setuju dengan keputusan itu atau karena memiliki informasi yang tidak dimiliki pembuat keputusan. Auditor intern adalah yang harus bertanggung jawab untuk memberikan bukti yang memuaskan, bukan auditee. jika suatu kelemahan belum terbukti sepenuhnya sebanding dengan yang dapat dilakukan oleh seseorang yang kompeten dan objektif, maka kelemahan tersebut tidak dapat dilaporkan. Auditor intern tentu saja berkepentingan dalam perbaikan prestasi, tetapi prestasi tertentu tidak layak dikritik hanya karena kurang sempurna. Auditor intern yang berhasil menemukan kelemahan yang jelas harus mengambil jarak dari temuannya dan berperan sebagai pembela. Mereka harus berupaya untuk menganalisis temuannya secara objektif untuk melihat kemungkinan adanya penalaran yang salah. Auditor intern seperti juga semua pendukung gagasan tertentu, berusaha merasionalisasikan interprestasi yang mendukung temuannya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
51
Auditor intern tidak dapat mengatakan suatu kondisi sebagai kondisi yang lemah hanya karena kebijaksanaan ausitor tersebut. Pengembangan suatu temuan harus dapat menunjukan secara meyakinkan kepada pihak lain mengenai ketepatan dan kewajaran kesimpulan yang diambil. Dari pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa auditor internal harus memperhatikan berbagai faktor agar kesimpulan yang diambil dapat meyakinkan. Dalam hal ini, tanggung jawab auditor sangat besar. Membuat prosedur yang tepat dalam perusahaan merupakan langkah awal untuk menemukan fraud. Prosedur yang tepat tidak berarti tanpa dukungan karyawan yang bekerja dalam perusahaan. oleh karena itu, dibutuhkan audit yang independen terhadap karyawan. untuk menciptakan hubungan yang baik antara auditor, manajemen, dan karyawannya, manajemen harus selalu mengadakan pertemuan atau rapat yang dimanfaatkan untuk menyampaikan pendapat atau keluhan-keluhan yang dihadapi. Dari pertemuan yang telah dilakukan, tingkah lau masing-masing karyawannya dapat diketahui sehingga terjalin komunikasi yang baik antara kedua belah pihak.
2.6.8 Syarat Penemuan Fraud Standar audit pada dasarnya mampu mengetahui kesalahn yang disengaja atau tidak disengaja, menurut Amin Widjaja Tunggal dalam Pemeriksaan Kecurangan (1992:71-73) bahwa syarat penemuan fraud terdiri dari : 1. Penemuan fraud 2. Bukti yang cukup dan kompeten Dari pernyataan diatas, dapat diketahui bahwa dalam syarat penemuan fraud, audit internal harus dapat menemukan fraud dan didukung oleh bukti yang cukup dan kompeten. Berikut ini akan dijelaskan mengenai penemuan fraud serta bukti yang cukup dan kompeten:
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
52
1. Penemuan Fraud Audit intern diharapkan dapat menemukan kelemahan atau fraud yang terjadi didalam perusahaan, sehingga segala aktivitas yang bertentangan dengan prosedur atau kebijakan perusahaa dapat dicegah dan diatasi. Sehubungan dengan itu, temuan-temuan hasil audit harus didasarkan pada: (1) Kriteria: Yaitu berbagai standar, ukuran atau harapan dalam melakukan evaluasi. (2) Kondisi : Yaitu berbagai bukti nyata yang ditemukan oleh audit internal (3) Sebab : Yaitu alasan yang dikemukakan atas terjadinya perbedaan antara kondisi yang diharapkan dan kondisi yang sebenarnya. (4) Akibat : Yaitu berbagai resiko atau kerugian yang dihadapi oleh organisasi dari pihak yang diaudit atau unit organisasi lain karena terdapatnya kondisi yang tidak sesuai dengan kriteria (dampak dari perbedaan). (5) Dalam laporan tentang berbagai temuan, dapat pula dicantumkan berbagai rekomendasi, hasil yang telah dicapai oleh pihak yang diaudit, dan informasi lain bersifat membantu yang tidak dicantumkan ditempat lain.
Penemuan fraud, dapat diketahui dari sistem pengawasan yang diterapkan (misalnya melalui audit internal), kebetulan (by accident), dan laporan dari pihak lain. Masih dalam buku yang sama, Amin Widjaja Tunggal (1992:72) menyatakan bahwa: “Suatu studi yang dilakukan di Inggris, mengungkapkan bahwa diperkirakan hanya 19% fraud ditemukan oleh auditor, 51% ditemukan karena kebetulan, 10% ditemukan melalui pengendalian manajemen, dan lebih dari 20% merupakan “tips” atau laporan dari pihak lain.” Dari pernyataan tersebut, jelas bahwa fraud dapat ditemukan dari hasil audit yang dilakukan, secara kebetulan dan melaui pengendalian manajemen serta informasi dari pihak lain.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
53
Pengaruh Pemeriksaan Internal Terhadap Temuan Kecurangan Dalam Perusahaan. Adanya pemeriksaan intern atau lebih dikenal dengan audit internal pada suatu perusahaan membantu manajemen sebagai alat pengendalian peusahaan dalam pencapaian tujuannya. Kegunaan pemeriksaan intern untuk mendeteksi menemukan adanya suatu kecurangan yang terjadi pada perusahaan. Tujuan akhir pemeriksaan internal adalah untuk mencegah adanya suatu kecurangan (fraud) yang merupakan salah satu bentuk irregularities yang termanifestasi dalam laporan keuangan. Untuk menyajikan informasi keuangan yang menyesatkan. dan juga mengakibatkan timbulnya inekonomis dan tidak efektifnya kinerja perusahaan. Tujuan pelaksanaan audit internal adalah membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggungjawabnya secara efektif. Untuk hal tersebut, auditor internal akan memberikan senagai analisis, penilaian, rekomendasi, petunjuk, dan informasi sehubungan dengan kegiatan pemeriksaan. Tujuan pemeriksaan mencakup pula usaha mengembangkan pengendalian yang efektif dengan wajar. Dari uraian diatas penulis berpendapat bahwa pemeriksaan intern dapat berpengaruh dalam menemukan adanya penyimpangan-penyimpangan dan atau kecurangan-kecurangn yang terjadi pada suatu perusahaan.dan untuk mengetahui adanya indikasi mengenai ada tidaknya kecurangan (fraud) dalam suatu organisasi atau perusahaan.