BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Manajemen Aset
Manajemen Aset merupakan suatu bidang keilmuan baru dalam dunia
pendidikan yang muncul akibat adanya kenyataan terutama di Indonesia yang memiliki kekayaan sumber daya, baik sumber daya alam (SDA) maupun sumber daya manusia (SDM) dan juga insfrastruktur yang masih belum dikelola dengan
baik. Hal ini disebabkan karena pengelolaan aset yang ada belum optimal, bahkan
cenderung menimbulkan kerusakan pada alam dan lingkungannya. Mengacu pada permasalahan tersebut dan bagaimana respon Pemerintah akan permasalahan tersebut, tentu diperlukan adanya upaya nyata yang sistematis dan menyeluruh dalam pengelolaan aset pada masa mendatang. Saat ini telah berkembang suatu teori baru yang dikenal dengan Manajemen Aset (asset management). Manajemen Aset merupakan ilmu dan seni untuk mengelola aset agar aset tersebut memberikan nilai (value) tertinggi secara berkelanjutan bagi berbagai pihak (Sugiama, 2010). 2.1.1 Pengertian Manajemen Aset Briton dkk, dalam Siregar (2004) mengatakan, “Define good asset management in terms of measuring the value of properties (asset) on monetary terms and employing the minimum amount of expenditure on its management”. Manajemen Aset itu sendiri telah berkembang cukup pesat, bermula dengan orientasi yang statis, kemudian berkembang menjadi dinamis, inisiatif dan strategis. Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan BarangMilik Negara/Daerah (BMN/D), menyebutkan bahwa Pengelolaan barang milikNegara/Daerah
(BMN/D),
meliputi
perencanaan
kebutuhan
dan
pengamanan
dan
penganggaran,pengadaan,
penggunaan,
pemanfaatan,
pemeliharaan,
penghapusan,
pemindahtanganan,
penilaian,
penatausahaan,
pembinaan serta pengawasandan pengendalian. Berdasarkan pengertian tersebut, pengelolaan
barang milik Negara/Daerah dilaksanakan berdasarkan asas 10
fungsional,
kepastian
hukum,
transparansi
dan
keterbukaan,
efisiensi,
akuntabilitas dan kepastian nilai.
Menurut Hariyono (2007), Pengelolaan Aset adalah kegiatan mengelola
barang yang dimiliki mulai dari perencanaan. pengadaan. operasi dan suatu
pemeliharaan serta penghapusan. Berdasarkan pada Departemen of Threasury and Finance (2004), bahwa pengertian Manajemen Aset adalah proses pengelolaan suatu barang yang memiliki nilai dan manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang
digunakan dalam kegiatan operasional Perusahaan. Berdasarkan definisi tersebut disimpulkan bahwa Manajemen Aset adalah kegiatan pengelolaan suatu dapat
barang yang memiliki nilai dan manfaat yang bisa digunakan untuk mendukung dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam melakukan pengelolaan aset tiap proses atau fungsi yang ada harus dilakukan pengawasan selama oleh suatu organisasi atau Kementrian/Lembaga. Pengawasan pengelolaan aset yang dimiliki selama umur ekonomis bertujuan untuk tetap menjaga aset agar dapat membantu proses pencapaian tujuan individu atau organisasi yang memiliki aset tersebut. Dalam melakukan pengelolaan aset, ada prinsip dan teknik Manajemen Aset yang saling terikat satu sama lainnya. Prinsip dan teknik Manajemen Aset yang dikemukakan oleh Hariyono (2007), diturunkan dari pengertian umum dan didasarkan pada pendekatan siklushidup.Asumsi utama yang mendasari prinsip dan teknik Manajemen Aset adalah bahwa aset ada hanya untuk mendukung penyediaan pelayanan. Berikut merupakan 5 (lima) prinsip dan teknik Manajemen Aset: 1. Keputusan Manajemen Aset adalah keputusan yang terintegrasi dengan perencanaan strategis (strategic planning). 2. Keputusan perencanaan aset didasarkan atas evaluasi berbagai alternatif yang mempertimbangkan biaya siklus-hidup, manfaat, dan risiko kepemilikan. 3. Akuntabilitas diterapkan untuk kondisi aset, penggunaan, dan kinerja. 4. Keputusan penghapusan didasarkan pada analisis terhadap metode-metode yang menghasilkan tersedianya pengembalian bersih (net return) dalam kerangka perdagangan yang wajar. 5. Struktur pengendalian yang efektif diterapkan untuk Manajemen Aset. 11
Kepentingan terhadap rencana akan aset akan terlihat disaat manajemen mengakui bahwa aset fisik merupakan sumber daya yang vital bagi organisasi.
Aplikasi yang efektif dari prinsip-prinsip Manajemen Aset akan memastikan bahwa input sumber daya tersebut ada pada biaya terendah. Kelima prinsip
Manajemen Aset berupa perencanaan yang terintegrasi, yaitu berupa keputusan atas pengadaan atau penggantian aset, penggunaan, pemeliharaan, dan penghapusan haruslah terintegrasi dengan perencanaan strategis. Hal tersebut
dicapai dengan menghubungkan aset dengan standar dan strategi penyediaan pelayanan.
Prinsip yang kedua yaitu pengadaan suatu aset, yakni merupakan kerangka perencanaan aset yang efektif dengan melakukan evaluasi atas berbagai alternatif untuk pengadaan aset baru dan penggantian aset-aset yang telah ada. Prinsip yang ketiga yaitu akuntabilitas untuk suatu aset, merupakan kerangka akuntabilitas yang efektif mengidentifikasi tanggung jawab atas aset. Mekanisme tanggung jawab disusun terkait dengan kepemilikan, pengendalian, tanggung jawab untukpenggunaan, keamanan, kondisi, dan kinerja aset. Prinsip yang keempat yaitu penghapusan aset, yakni kerangkapenghapusan aset yang efektif dengan menyertakan pertimbangan terhadap alternatif penghapusan aset-aset yang berlebih/surplus, usang, berkinerja jelek,serta tidak memberi pelayanan. Sedangkan prinsip yang terakhir yaitupengendalian manajemen, merupakan struktur pengendalian intern (internal control) yang efektif membangun dan mendeklarasikan kebijakan dan prosedur aset dan menggunakan sistem informasi yang menyediakan data yang andal, relevan, dan tepat waktu untuk membuat keputusan Manajemen Aset yang informatif. 2.1.2 Tujuan Manajemen Aset Manajemen Aset mempunyai tujuan-tujuan yang diharapkan dapat tercapai oleh setiap organisasi yang memiliki aset tersebut. Menurut Sutrisno (2004), tujuan umum Manajemen Aset adalah mengarahkan sistem pengelolaan aset sehingga pemanfaatannya efektif dan efisien. Efektif berkaitan dengan sasaran yang tercapai. sedangkan efisien berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan. 12
Sedangkan tujuan khusus dari Manajemen Aset ini yaitu meningkatkan kualitas aset, meningkatkan penggunaan dan pemanfaatan aset, meningkatkan kualitas
layanan aset dan meningkatkan cakupan layanan aset. Menurut Siregar (2002:198), ada 3 tujuan utama dari Manajemen Aset yaitu
efisiensi pemanfaatan dan pemilikan, terjaga nilai ekonomis dan objektivitas dalam pengawasan dan pengendalian peruntukkan, penggunaan serta alih penguasaan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dibawah ini,
1. Efisiensi Pemanfaatan dan Pemilikan Pengelolaan yang baik. membuat pemanfaatan aset optimal ataupun maksimal. Aset yang dikelola dapat digunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) dan dimanfaatkan secara efektif dan efisien sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. 2. Terjaga Nilai Ekonomis dan Potensi Yang Dimiliki Nilai ekonomis suatu aset akan terjaga. apabila aset dikelola dengan baik. Potensi yang dimiliki oleh aset akan memberikan keuntungan baik dari segi pendapatan maupun dari pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. 3. Objektivitas
dalam
Pengawasan
dan
Pengendalian
Peruntukkan.
Penggunaan Serta Alih Penguasaan. Pengelolaan aset yang baik. dapat membuat pengawasan akan lebih terarah.
Sehingga peruntukkan. penggunaan dan alih penguasaan aset
akan tepat sesuai dengan rencana.
Selain itu pengawasan bertujuan
membantu pencapaian tujuan dari aset tersebut. 2.1.3 Alur Manajemen Aset Dalam pelaksanaannya, Manajemen Aset memiliki alur proses pengelolaan tersendiri. Menurut Siregar (2004) alur Manajemen Aset dapat dibagi menjadi 5 (lima) tahapan kerja, yaitu inventarisasi aset, legal audit, penilaian aset, optimasi aset dan pengembangan SIMA (Sistem Informasi Manajemen Aset). Kelima tahapan kerja ini saling berhubungan dan terintegrasi.
13
Berikut adalah penjelasan setiap alur Manajemen Aset menurut Siregar (2004):
Inventarisasi aset terdiri atas dua aspek yaitu inventarisasi fisik dan yuridis/legal. Aspek fisik terdiri atas bentuk, luas, lokasi, volume/jumlah,
jenis, alamat dan lain-lain. Sedangkan aspek yuridis adalah status
1. Inventarisasi Aset
penguasaan, masalah legal yang dimiliki, batas akhir penguasaan dan lain
lain. Proses kerja yang dilakukan adalah pendataan, kodifikasi/labeling,
pengelompokkan dan pembukuan/administrasi sesuai dengan tujuan Manajemen Aset. 2. Legal Audit Legal audit merupakan suatu lingkup kerja Manajemen Aset yang berupa inventarisasi status penguasaan aset, sistem dan prosedur penguasaan atau pengalihan aset, identifikasi dan mencari solusi atas permasalahan legal yang terkait dengan penguasaan ataupun pengalihan aset. Permasalahan legal yang sering ditemui antara lain status hak penguasaan lemah, aset dikuasai pihak lain, pemindahtanganan aset yang tidak termonitor, dan lain-lain. 3. Penilaian Aset Penilaian aset merupakan satu proses kerja untuk melakukan penilaian atas aset yang dikuasai. Biasanya ini dikerjakan oleh konsultan penilaian yang independen. Hasil dari nilai tersebut akan dapat dimanfaatkan untuk mengetahui nilai kekayaan maupun informasi untuk penetapan harga bagi aset yang ingin dijual. 4. Optimasi Aset Optimasi aset merupakan proses kerja dalam manjemen aset yang bertujuan
untuk
mengoptimalkan
potensi
fisik,
lokasi,
nilai,
jumlah/volume, legal dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut. Dalam tahap ini aset-aset yang dimiliki Pemerintah diidentifikasi dan dikelompokkan atas aset yang memiliki potensi dan tidak memiliki potensi. Aset yang memiliki potensi dapat dikelompokkan berdasarkan 14
sektor-sektor
unggulan
yang
menjadi
tumpuan
dalam
strategi
pengembangan ekonomi nasional, baik jangka pendek, menengah
maupun jangka panjang. Tentunya kriteria untuk menentukan hal tersebut
harus terukur dan transparan. Sedangkan aset yang tidak dapat dioptimalkan, harus dicari penyebabnya. Apakah faktor permasalahan
legal, fisik, nilai ekonomi yang rendah ataupun faktor lainnya. Hasil
akhir dari tahapan ini adalah rekomendasi yang berupa sasaran, strategi
dan program untuk mengoptimalkan aset yang dikuasai.
5. Pengawasan dan Pengendalian
Lingkup pengawasan dan pengendalian aset adalah pengawasan dan pemanfaatan seluruh aset yang ada pada suatu perusahaan atau Daerah. Satu sarana yang efektif untuk meningkatkan aspek ini adalah pengembangan SIMA (Sistem Informasi Manajemen Aset). Melalui SIMA transparansi kerja dalam pengelolaan aset sangat terjamin tanpa perlu adanya kekhawatiran akan pengawasan dan pengendalian yang lemah. Dalam SIMA ini, keempat aspek itu diakomodasi dalam sistem dengan menambahkan aspek pengawasan dan pengendalian. Sehingga setiap penanganan terhadap satu aset, termonitor jelas, mulai dari lingkup penanganan hingga siapa yang bertanggung jawab menanganinya. Menurut Sugiama (2011), alur Manajemen Aset ada 8 (delapan) tahapan yang terdiri dari pengadaan aset, inventarisasi aset, legal audit aset, penilaian aset, operasi aset, pemeliharaan aset, penghapusan atau rejuvinasi aset/renew dan pengalihan atau pemusnahan aset. Kedelapan tahapan ini disebut dengan alur Manajemen Aset dengan rejuvinasi. Artinya pada saat pengambilan keputusan dalam tahap akan dilaksanakan penghapusan, dipertimbangkan apakah aset tersebut masih bisa di-upgrade atau dikenal dengan istilah rejuvinasi aset atau aset tersebut memang sudah saatnya dihapuskan.
15
Tahapan kerja dalam alur Manajemen Aset dengan rejuvinasi dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut,
8. Pengalihan atau Pemusnahan Aset
7. Pemeliharaan Aset
7. Rejuvinasi Aset/Renew
6. Pemeliharaan Aset
5. Operasi Aset
4. Penilaian Aset
3. Legal Audit Aset
2. Inventarisasi Aset 1. Pengadaan Aset Sumber: Penilaian Aset, Sugiama (2011)
Gambar 2.1 Alur Manajemen Aset Dengan Rejuvinasi Adapun penjelasan dari setiap langkah dalam alur Manajemen Aset yang telah digambarkan pada gambar 2.2 adalah sebagai berikut: 1. Pengadaan Aset Kegiatan pengadaan (barang dan jasa) yang dibiayai oleh sendiri maupun yang dibiayai oleh pihak luar, baik yang dilaksanakan secara swakelola (sendiri), maupun oleh penyedia barang dan jasa. 2. Inventarisasi Aset Rangkaian kegiatan mengidentifikasi kualitas dan kuantitas aset secara fisik non fisik, dan secara yuridis/legal. melakukan kodefikasi, dan
16
mendokumentasikannya
untuk
kepentingan
pengelolaan
aset
bersangkutan.
3. Legal Audit Aset Kegiatan pengauditan tentang status aset, sistem dan prosedur penguadaan, sistem dan prosedur pengalihan, pengidentifikasian adanya
indikasi permasalahan legalitas, pencarian solusi untuk memecahkan
masalah legalitas yang terjadi atau terkait dengan penguasaan dan
pengalihan aset.
4. Penilaian Aset
Sebuah proses kerja untuk menentukan nilai aset yang dimiliki, sehingga
dapat diketahui secara jelas nilai kekayaan yang dimiliki, atau yang akan dialihkan maupun yang akan dihapuskan. 5. Operasi Aset Kegiatan menggunakan atau memanfaatkan aset dalam menjalankan tugas dan pekerjaan untuk mencapai suatu tujuan. 6. Pemeliharaan Aset Kegiatan menjaga dan memperbaiki seluruh bentuk aset agar dapat dioperasikan dan berfungsi sesuai dengan harapan. 7. Penghapusan Aset Kegiatan untuk menjual, menghibahkan, atau bentuk lain dalam memindahkan hak kepemilikan atau memusnahkan seluruh/sebuah unit atau unsur terkecil dari aset yang dimiliki. 8. Pengalihan Aset Upaya memindahkan hak dan atau tanggung jawab, wewenang, kewajiban penggunaan, pemanfaatan dari sebuah unit kerja ke unit yang lainnya di lingkungan sendiri. 2.2
Optimasi Aset Optimasi aset merupakan proses kerja dalam Manajemen Aset yang
bertujuan untuk mengoptimalkan potensi, lokasi, nilai, jumlah atau volume, legal dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut (Siregar, 2004). Secara umum tujuan 17
optimasi aset dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan inventarisasi semua aset yang meliputi bentuk, ukuran, fisik, legal, sekaligus mengetahui nilai pasar atas
masing-masing aset tersebut yang mencerminkan manfaat ekonomisnya. Ada beberapa pengertian optimal menurut beberapa pendapat para ahli, sebagai
berikut: 1. Optimal merupakan jumlah, derajat, atau sesuatu yang paling disukai,
bisa dicapai dalam suatu kondisi tertentu (Herilarium, wordpress.com).
Optimum tidak berarti maksimum, karena optimum mempertimbangkan
juga faktor-faktor batasan atau konstan. Kata optimum mengacu kepada kualitas bukan kuantitas, ini berarti yang terbaik bukan yang terbesar. 2. Optimal adalah berusaha untuk memaksimumkan sesuatu yang diinginkan (Sisdjiatmo, 1983 . Hal. 266 ). Dari beberapa pengertian optimasi aset, maka dapat disimpulkan optimasi
aset merupakan proses kerja dalam Manajemen Aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut. Dalam tahap ini aset-aset yang dimiliki Pemerintah diidentifikasi dan dikelompokkan atas aset yang memiliki potensi dan tidak memiliki potensi. Analisis optimasi pengunaan dan pemanfaatan aset digunakan untuk mengidentifikasi dan memilah aset yang masuk ke dalam aset operasional atau aset non operasional (Siregar, 2004). Untuk aset operasional, dilakukan kajian yang lebih mendalam untuk mengetahui apakah aset operasional tersebut sudah optimal atau belum penggunaan dan pemanfaatannya. Sedangkan untuk analisis terhadap aset non operasional yang dilakukan terhadap kondisi eksisting suatu aset. Untuk mengetahui pemanfaatannya sudah optimal, dilihat dari penggunaan aset dari aspek ekonomis. Analisis ini akan mencakup regulasi, peruntukan, dan pengembangan kawasan sekitar. 2.2.1 Tanah Aset Instansi Pemerintah Berdasarkan sumber dari buku panduan tentang Tanah Kereta Api, dijelaskan status dan macam hak atas tanah pemerintah yang dikelola oleh
18
PT KERETA API INDONESIA (Persero). Berikut adalah penjelasan dari Status Dan Macam Hak Atas Tanah yang dimiliki tersebut,
Status tanah menurut Undang-Undang Perkereta Apian (UUPA) dibedakan atas dua macam yaitu tanah hak dan tanah Negara. Tanah hak
adalah tanah yang dipunyai oleh orang atau badan hukum dengan salah
1. Status Tanah
satu macam hak atas tanah, misalnya hak milik, hak guna usaha, hak
guna bangun, hak pakai, atau hak pengelolaan. Tanah Negara adalah
tanah yang belum dipunyai oleh orang atau badan hukum dengan salah satu macam hak atas tanah seperti tersebut di atas. Tanah Negara ada yang kualitasnya sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara (tanah Negara bebas) dan ada juga yang kualitasnya sebagai kekayaan Negara atau aset instansi Pemerintah (tanah milik Pemerintah atau tanah Pemerintah). 2. Kekayaan Negara Kekayaan Negara adalah barang milik Negara atau disebut juga aset dari instansi Pemerintah. Barang milik/kekayaan Negara terdiri dari : a. Barang tidak bergerak b. Barang bergerak c. Hewan d. Barang persediaan. Barang milik/kekayaan Negara ditinjau dari subyek yang memilikinya dibedakan atas : a. Barang milik/kekayaan Negara, adalah semua barang termasuk tanah yang berada dalam penguasaan/pengelolaan (inbeheer) dari suatu departemen/lembaga Negara. Barang tersebut merupakan aset departemen/lembaga Negara yang bersangkutan. b. Barang milik/kekayaan Negara yang dipisahkan, adalah semua barang termasuk
tanah
yang
sudah
dipisahkan
dan
diserahkan
penguasaannya/pengelolaannya kepada BUMN yang dibina oleh suatu 19
departemen teknis. Barang tersebut merupakan aset BUMN yang
bersangkutan.
c. Barang milik/kekayaan Daerah otonom, adalah semua barang
termasuk tanah yang berada dalam penguasaan/pengelolaan suatu Pemerintah Daerah Otonom. Barang tersebut merupakan aset
Pemerintah Daerah Otonom yang bersangkutan.
2.2.2 Penggunaan BMN/BMD Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengguna barang dalam
mengelola dan menatausahakan barang milik Negara/Daerah yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi suatu instansi bersangkutan. Status penggunaan barang ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Barang milik Negara oleh pengelola barang; 2. Barang milik Daerah oleh Gubernur/Bupati/Walikota. Barang milik Negara/Daerah dapat ditetapkan status penggunaannya untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian Negara/lembaga/satuan kerja perangkat Daerah, untuk dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka menjalankan pelayanan umum sesuai tugas pokok dan fungsi kementerian Negara/lembaga/satuan kerja perangkat Daerah yang bersangkutan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 (pasal 16) menyebutkan bahwa penetapan status penggunaan tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan ketentuan bahwa tanah dan/atau bangunan tersebut diperlukan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang yang bersangkutan. 2.2.3 Pemanfaatan BMN/BMD Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 6 Tahun 2006, pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik Negara/Daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat Daerah, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama 20
pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan.
Pemanfaatan barang milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan
dilaksanakan oleh pengelola barang dengan menetapkan barang milik Negara
berupa tanah dan/atau bangunan yang harus diserahkan oleh pengguna barang karena sudah tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi instansi bersangkutan. Pemanfaatan barang milik Negara/Daerah berupa tanah
dan/atau bangunan yang diperlukan untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna barang/kuasa pengguna barang dilakukan oleh
pengguna barang dengan persetujuan pengelola barang. Pemanfaatan barang milik Negara/Daerah dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan Negara/Daerah dan kepentingan umum. Pertimbangan tersebut meliputi pengoptimalan pemanfaatan barang, peningkatan penerimaan Negara, pengamanan barang. Bentuk-bentuk pemanfaatan barang milik Negara/Daerah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 96/PMK.07/2007 Pasal 5 poin 4 meliputi: sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan , serta bangun guna serah (BGS) dan bangun serah guna (BSG). a. Sewa Berdasarkan Peraturan Mentri Keuangan No. 96/PMK.07/2007 Lampiran II, yang dimaksud dengan sewa adalah pemanfaatan Barang Milik Negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai. Pertimbangan
penyewaan
Barang
Milik
Negara
dilakukan
untuk
mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara yang belum/tidak dipergunakan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan Pemerintahan,
menunjang
pelaksanaan
tugas
pokok
dan
fungsi
kementrian/lembaga, atau mencegah penggunaan Barang Milik Negara oleh pihak lain secara tidak sah.
21
b. Pinjam Pakai Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 96/PMK.07/2007 Lampiran III,
yang dimaksud dengan pinjam pakai barang milik Negara (BMN) adalah penyerahan penggunaan Barang Milik Negara antara Pemerintah pusat dengan
Pemerintah Daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu berakhir Barang Milik Negara tersebut diserahkan kembali kepada Pemerintah Pusat.
c. Kerjasama Pemanfaatan Berdasarkan Berdasarkan Peraturan Mentri Keuangan No. 96/PMK.07/2007
Lampiran IV, yang dimaksud dengan kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan Negara bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya. d. Bangun Guna Serah (BGS) Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 96/PMK.07/2007 Lampiran V, yang dimaksud dengan Bangun Guna Serah (BGS) adalah pemanfaatan tanah milik Pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, diserahkan kembali kepada Pengelola Barang setelah berakhirnya jangka waktu. e. Bangun Serah Guna (BSG). Sedangkan Bangun Serah Guna (BSG) adalah pemanfaatan tanah milik Pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada Pengelola Barang untuk kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut selama jangka waktu tertentu yang disepakati. Pertimbangan BGS dan BSG dilakukan untuk menyediakan bangunan dan fasilitasnya dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementrian/lembaga, yang dana pembangunannya tidak tersedia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 22
2.2.4
Tujuan Optimasi Aset Siregar (2004:776), menyebutkan bahwa tujuan optimasi aset secara
umum adalah sebagai berikut :
a.
ukuran, fisik, dan legal, sekaligus mengetahui nilai pasar atas masing-
masing aset tersebut yang mencerminkan manfaat ekonomisnya.
b.
Mengidentifikasi dan inventarisasi semua aset meliputi bentuk,
Pemanfaatan aset tersebut telah sesuai dengan peruntukkannya atau tidak.
c.
Terciptanya suatu sistem informasi dan administrasi sehingga tercapainya efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan aset.
Optimasi aset bertujuan untuk mengidentifikasi aset sehingga akan diketahui aset yang perlu dioptimalkan dan bagaimana cara mengoptimalkan aset tersebut. Hasil akhir optimasi aset ini adalah rekomendasi yang berupa sasaran, strategi dan program untuk mengoptimalkan aset yang dikuasai. 2.2.5 Prosedur Optimasi Aset Menurut Djumara (2007), dalam mencapai tujuan optimasi aset, secara umum ada beberapa langkah yang harus dilakukan diantaranya sebagai berikut : 1. Identifikasi aset, inventarisasi fisik dan legal Melakukan pendataan terhadap semuan aset yang dimiliki yang mencakup ukuran, fisik, legal status dan kondisi aset. Melakukan identifikasi atas kelengkapan dokumen-dokumen legalnya dan analisis yuridis atas aset bermasalah yang pada akhirnya dapat memberikan legal opinion. 2. Penilaian aset tetap Melakukan kegiatan penilaian untuk mengetahui nilai pasar (market value) atas objek properti dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dan metode penilaian.
23
Pendekatan-pendekatan dan metode penilaian yang lazim digunakan dalam pekerjaan penilaian, yaitu :
a. Pendekatan data pasar (market data approach) dengan metode perbandingan langsung (direct comparison) b. Pendekatan biaya (cost approach) dengan metode biaya pengganti baru
yang disusutkan (depreciated replacement cost).
c. Pendekatan pendapatan (income approach) dengan metode arus kas
terdiskonto (discounted cash flow).
d. Pendekatan pengembangan tanah (land development approach) dengan
land residual method. 3. Analisis optimasi pemanfaatan fixed assets Analisis optimasi pemanfaatan adalah untuk mengidentifikasi dan memilah aset yang masuk dalam aset operasional atau aset non operasional. Untuk aset operasional kemudian dilakukan kajian yang lebih mendalam untuk mengetahui apakah aset operasional tersebut sudah optimal pemanfaatannya atau belum. Apabila belum optimal dilakukan studi optimasi. Studi optimasi ini dilakukan berdasar tolak ukur kebutuhan akan aset tersebut dikaitkan dengan kegiatan usahanya. Untuk aset non operasional. Analisis dilakukan terhadap kondisi aset saat ini. untuk mengetahui apakah pemanfaatan aset ini sudah optimal atau belum dilihat dari penggunaan tanah dalam bangunan dan fungsional bangunannya dari aspek ekonomis. Analisis ini akan mencakup regulasi. peruntukkan dan pengembangan kawasan sekitar. 4. Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA) Objek pengembangan sistem informasi Manajemen Aset (SIMA), sebagai alat untuk optimasi dan efisiensi pengelolaan aset. Sedangkan SIMA adalah suatu konsep yang memadukan beberapa disiplin keahlian. Dengan memadukan berbagai disiplin keahlian akan dapat menunjang pemanfaatan terbaik dari aset yang dimiliki.
24
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada 4 tahapan atau langkah-langkah yang harus dilewati dalam melakukan optimasi aset. Langkah
langkah tersebut yaitu identifikasi aset, inventarisasi fisik dan legal, penilaian aset analisis optimasi pemanfaatan fixed asset dan sistem informasi Manajemen tetap,
Aset (SIMA).
2.2.6 Optimasi Aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Berbagai program telah, sedang, dan akan dijalankan oleh Pemerintah untuk
mewujudkan reformasi struktural di bidang ekonomi maupun politik. Tanpa
disadarai BUMN, BUMD, instansi Pemerintah baik pusat maupun Pemerintah Daerah memiliki aktiva tetap yang besar, beragam dan tersebar hampir di seluruh Kota di Indonesia. Dalam kenyataannya aktiva tetap yang dimiliki tersebut masih banyak yang belum optimal pemanfaatannya, bahkan sebagin belum dilakukan inventarisasi yang benar sesuai dengan kondisi sesungguhnya. Untuk itu restrukturisasi aset di lingkungan BUMN, BUMD, dan Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah sangat perlu dilaksanakan.Berdasarkan UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan. Dengan restrukturisasi aset, diharapkan terciptanya optimasi pemanfaatan aktiva tetap serta terciptanya tingkat efisiensi dan efektifitas yang tinggi dalam pengelolaan aktiva tetap (Siregar, 2004). Aset yang dimiliki oleh beberapa BUMN berupa tanah dan bangunan dengan jumlah sangat besar tersebar dan tidak sedidkit yang berada di lokasilokasi strategis pada pusat kota, seperti asset BUMN kelompok perhubungan, kelompok
perdagangan
dan
pergudangan,
perindustrian,
pariwisata,
telekomunikasi, energi dan lainnya. Dapat kita lihat dengan jelas banyak sekali asset berupa tanah dan bangunan yang dimiliki BUMN tidak optimal pemanfaatan ekonomisnya. Bahkan tidak sedikit yang belum dimanfaatkan. Jikapun sudah dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu tidak jelas status hukum dan perjanjian
25
kerjasamanya. Berikut adalah langkah-langkah yang harus dilakukan agar aset yang dimiliki oleh Negara dapat dioptimalkan,
2.3
Bentuk Kerjasama Optimasi Aset Dalam melakukan kajian untuk pemilihan bentuk kerjasama optimasi aset
lahan di Pananjungsari Pantai
Pangandaran, berdasarkan Keputusan Direksi
PT KERETA API (Persero) Nomor : KEP.U/A.109/OT.103/U.2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kerjasama Pemanfaatan Aset di Lingkungan PT KERETA
API (Persero), bentuk kerjasama tersebut meliputi Persewaan, Kerjasama Operasi
(KSO), Kerjasama Usaha (KSU), dan Kerjasama Manajemen (KSM) : 1. Kerjasama Persewaan Kerjasama Persewaan adalah bentuk kerjasama yang dilaksanakan dengan ketentuan tarif sewa yang telah ditetapkan sebagai acuan negosiasi para pihak dan dalam jangka waktu tertentu, dengan batasbatas kewenangan tertentu. Jangka waktu persewaan maksimum adalah 5 tahun. 2. Kerjasama Operasi (KSO) Kerjasama Operasi (KSO) merupakan bentuk kegiatan usaha yang modal usahanya merupakan penyertaan dari Perusahaan dan pihak lain. Pengelolaannya dilaksanakan secara bersama oleh perusahaan dan pihak lain. Pola kerjasama dapat berupa BOT (Build, Operate and Transfer), BOO (Build, Own, and Operate), BOL (Build, Own, and Lease), BTO (Build, Transfer, and Operate), atau bentuk lain atas kesepakatan antara Perusahaan dengan pihak lain. Pemilihan jenis pola kerjasama dilakukan dengan negosiasi antara Perusahaan dengan pihak lain. Jangka waktu KSO maksimum adalah 30 tahun. 3. Kerjasama Usaha (KSU) KSU merupakan bentuk kegiatan usaha yang modal usahanya merupakan penyertaan dari Perusahaan dan pihak lain. Pengelolaannya dilaksanakan oleh pihak lain. Pola kerjasama dapat berupa BOT (Build, Operate and Transfer), BOO (Build, Own, and Operate), BOL (Build, Own, and
26
Lease), BTO (Build, Transfer, and Operate), atau bentuk lain atas
kesepakatan antara Perusahaan dengan pihak lain. Pemilihan jenis pola
kerjasama dilakukan dengan negosiasi antara Perusahaan dengan pihak
lain. Jangka waktu KSU maksimum adalah 30 tahun. 4.Kerjasama Manajemen (KSM)
Kerjasama Manajemen (KSM) merupakan bentuk kegiatan usaha yang
modal usaha berupa bangunan dan atau fasilitas usaha merupakan milik
Perusahaan. Pengelolaannya dilaksanakan oleh pihak lain dengan suatu
pembayaran/kompensasi tertentu. Jangka waktu maksimum KSM adalah 5 tahun
2.4
Highest and Best Use Analysis (HBU Analysis) Highest and Best Use analysis digunakan untuk memberikan gambaran
tentang penggunaan tanah/lahan yang paling sesuai bagi properti, sehingga diperoleh nilai tertinggi tanah/lahan tersebut. Analisis HBU perlu dilakukan oleh penilai sebelum melakukan kerja-kerja penilaian properti, baik tanah kosong maupun yang diatasnya sudah ada bangunan. HBU juga digunakan untuk menganalisis pemanfaatan dan pengembangan dari suatu aset yang masih belum dimanfaatkan atau dioptimalkan secara maksimal tetapi masih berpotensi tinggi apabila dioptimalkan secara tepat. Untuk menggunakan analisis HBU agar tujuan optimasi lahan dapat dilakukan secara tepat, harus dilakukan beberapa pertimbangan yaitu diantaranya dari aspek hukum/legal, aspek keuangan, aspek produktivitas, dan aspek penggunaan tertinggi dari lahan tersebut. 2.4.1 Definisi Analisis HBU Berikut ini adalah definisi HBU menurut beberapa ahli. Menurut Prawoto (2003:170), HBU dapat didefinisikan sebagai kemungkinan yang rasional dan sah penggunaan tanah atau properti yang sudah dikembangkan yang secara fisik mungkin, mendapat dukungan yang cukup dan secara financial itu layak dan menghasilkan nilai yang tertinggi. HBU dimaksudkan untuk menentukan penggunaan properti yang menghasilkan nilai maksimal. Spesifikasi dalam jangka 27
waktu penggunaan, waktunya dan pelaku pasar seperti pengguna properti (user), investor pemodal (equity investor) dan investor kreditur (debt investor).
Menurut Siregar (2004:779), Highest and Best Use Analysis (HBU Analysis)
suatu analisis yang bertujuan untuk mengembangkan aset yang mempunyai adalah
potensi untuk dikembangkan atau aset yang dirasakan belum optimal pemanfaatannya (idle capacity). Berdasarkan The Uniform Standards of Profesional Appraisal Practise
dalam Prijatno (2010), pengertian HBU Analisys adalah: “Highest and Best Use Analysis is the reasonable probable and legal use of property that is physically
possible, appropriately supported and financially feasible and the result in the highest value”. 2.4.2 Tujuan Analisis HBU Menurut Siregar (2004), Highest and Best Use Analysis (HBU Analysis) memiliki tujuan untuk mengetahui produk pengembangan terbaik dan optimal di atas tanah atau tanah dan bangunan yang di anggap memiliki potensi untuk dikembangkan atau yang dirasakan belum optimal pemanfaatannya. Menurut Robert, dkk (dalam Prijatno, 2010), tujuan dari Highest and Best Use Analysis (HBU Analysis) ini adalah untuk menetapkan pemanfaatan yang paling optimal dari aset-aset yang belum optimal, akan tetapi mempunyai potensi untuk di kembangkan, sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal bagi pemilik aset tersebut. Berdasarkan definisi dari beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari HBU antara lain adalah : 1. Memberikan gambaran tentang penggunaan tanah yang paling sesuai bagi properti, sehingga diperoleh nilai tertinggi tanah tersebut. (Supriyanto:24) 2. Analisis untuk pengembangan aset yang produktivitasnya masih kurang optimal. 3. Menentukan strategi untuk menjalankan bisnis properti seperti apa yang cocok dan tepat di lingkungan tempat aset berada. 28
4. Untuk menetapkan pemanfaatan yang paling optimal dari aset-aset yang
belum optimal tetapi masih memiliki potensi untuk dikembangkan. Syarat Analisis HBU 2.4.3
Menurut Supriyanto (2011), Properti dikatakan memiliki HBU yang tepat
jika telah memenuhi empat kriteria yaitu 1. Hukum (Peraturan).
Penggunaan lahan untuk properti hendanya sesuai dengan tata guna
lahan/tanah (zoning) seperti yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten kota setempat, bangunan (gedung) harus memenuhi koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan peraturan lain. 2. Fisik Penggunaan properti tersebut harus didukung oleh sifat fisik tapak. 3. Financial Analisis financial dilakukan setelah tapak tersebut memenuhi kriteria hukum dan fisik. Variabel dan alat analisis yang dapat digunakan misalnya tingkat pendapatan, return, kekosongan, kerugian sewa, dan biaya. 4. Produktifitas Maksimal Berdasarkan analisis financial, diperoleh tingkat pengembalian ROI (Return on Investment), NPV (Net Present Value), IRR (Internal rate of return), PP (Payback period), dan lain-lain.
2.4.4 Pengujian Analisis HBU Pengujian HBU ini dilakukan setelah kriteria hukum dan fisik terpenuhi. Lebih tepatnya ini dilakukan untuk memenuhi kriteria financial dan produktifitas. Appraisal Institute (2001) memberikan beberapa kriteria dalam melakukan pengujian HBU ini, yaitu : 1. Penggunaan Tertinggi dan Terbaik tanah kosong. Dalam arti, memang tanah kosong atau menganggap tidak ada bangunan diatas tanah tersebut. Dengan asumsi semacam itu, maka penggunaan29
penggunaan yang dapat menghasilkan nilai dapat diidentifikasi dan penilai
dapat mulai memilih membandingkan berbagai jenis properti dan
membuat estimasi nilainya.
2.
Penggunaan Tertinggi dan Terbaik properti yang dikembangkan. Analisis dengan membandingkan properti yang sudah ada dengan properti
yang diharapkan lain apakah bisa memberikan nilai lebih tinggi pada
pemilik aset. Contoh sebuat apartemen apakah hasilnya akan meningkat
apabila penggunaan properti itu diubah menjadi sebuah Hotel?.
2.4.5 Konsep Dasar Analisis HBU Berdasarkan Konsep dan Prinsip Umum Penilaian 6.0 SPI 2007 (dalam Prijatno:2010), konsep dasar dari HBU Analysis adalah sebagai berikut: 1. Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (HBU) didefinisikan sebagai penggunaan yang paling mungkin dan optimal dari suatu properti, yang secara fisik dimungkinkan, telah dipertimbangkan secara memadai, secara hukum diijinkan, secara financial layak dan menghasilkan nilai tertinggi dari properti tersebut. 2. Penilai
akan
mempertimbangkan
penggunaan
yang
paling
memungkinkan dan menghasilkan nilai tertinggi dari properti tersebut. 3. Apabila penggunaan tanah dan peruntukan berada dalam tahap perubahan, Penggunaan Tertinggi dan Terbaik saat ini dapat bersifat sementara. 2.4.6 Proses Analisis HBU Dalam melakukan Highest and Best Use Analysis (HBU) ada proses yang harus dilewati oleh penilai aset. Berdasarkan Siregar (2004), ada 6 tahapan dalam melakukan Highest and Best Use Analysis (HBU Analysis) ini.
30
Tahapan-tahapan dalam studi kelayakan tersebut antara lain:
1. Analisis Lokasi
Menganalisis lokasi dari aset yang akan dijadikan kajian dengan
melakukan metode Highest and Best Use Analysis, sehingga diketahui tempat aset yang akan dijadikan sebagai objek untuk dioptimalkan.
2. Analisis Kondisi Eksisting
Melihat kondisi aset pada saat ini, dilihat dari keadaan aset, kepemilikan
aset, penggunaan dan pemanfaatan yang telah dilakukan saat ini. Sehingga
dapat diketahui aset yang sudah optimal dan yang belum optimal atau masih berstatus idle capacity. 3. Analisis Pasar Menganalisis keadaan pasar untuk dijadikan pertimbangan dalam optimasi pemetaan aset ini. Dalam hal ini dilihat pasar yang akan memanfaatkan aset
yang
akan
dipetakan.
Sehingga
estimasi
terhadap
bentuk
pengoptimalan aset bisa dilakukan. 4. Analisis Financial Menganalisis keuangan dari penggunaan dan pemanfaatan aset yang akan dioptimalkan. Berapa biaya yang akan dikeluarkan dan berapa pendapatan yang mungkin bisa didapatkan. 5. Potensi Aset Potensi aset dilihat dan dihitung, apakah aset yang ada dapat berpotensi untuk
dioptimalkan
atau
tidak.
Jika
mempunyai
potensi
untuk
dikembangkan, maka akan diketahui metode pengembangan paling tepat dari aset yang berpotensi tersebut. 6. Performa Investasi dari masing-masing pengembangan Dihitung estimasi terhadap investasi yang akan didapatkan dalam mengembangkan aset yang kurang optimal ini. Apakah aset yang dikembangkan akan memberikan keuntungan atau tidak baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
31
Sedangkan menurut Prijatno (2010), proses dari studi HBU yaitu dengan melakukan beberapa studi kelayakan, diantaranya sebagai berikut:
1. Kelayakan Aspek Hukum
a. Private Restriction/Contract b. Zoning
c. Bukti kepemilikan
d. Peraturan-peraturan Bangunan (Building Code)
e. Peraturan-peraturan Lingkungan
2. Kelayakan Aspek Fisik a. Luas Tanah b. Lebar depan (Frontage) c. Panjang/Kedalaman tanah (Depth) d. Bentuk Tanah e. Kontur Tanah f. Ketersediaan air g. Ketinggian dari paras jalan h. Ketinggian dari permukaan laut i. Lokasi Tanah j. Aksesibilitas 3. Kelayakan Aspek Keuangan a. Net Operating Income b. Pay back period Pay back period adalah merupakan perhitungan atau penentuan jangka waktu yang dibutuhkan untuk menutup initial investment dari suatu proyek dengan menggunakan cash inflow yang dihasilkan oleh proyek tersebut. (Syamsuddin, 2004:444).
32
Pay back period dapat dihitung dengan rumus,
c. Net present value
Net Present Value (NPV) adalah salah satu dari teknik capital
budgeting yang mempertimbangkan nilai waktu/uang yang paling
banyak digunakan, dan merupakan selisih antara cash inflow yang didiskonto pada tingkat bunga minimum atau cost of capital perusahaan, dikurangi dengan nilai investasi. (Syamsuddin, 2004:448). Dapat dihitung dengan rumus, Atau bisa menggunakan rumus, NPV = ∑
– I0
d. Internal Rate of Return IRR didefinisikan sebagai tingkat discount atau bunga yang akan menyamakan Present value cash inflow dengan jumlah initial investment dari proyek yang sedang dinilai. Usulan proyek investasi akan diterima apabila, IRR π cost of capital Dan akan ditolak apabila, IRR < cost of capital. (Syamsuddin, 2004:460). e. Return on Invesment atau Return on Equity Menurut Santosa (2009), Return on Investment (ROI) adalah rata-rata profit tahunan dibandingkan dengan jumlah yang diinvestasikan. Return on Investment dapat dihitung menggunakan rumus,
ROI = 33
Sedangkan menurut Mardiyanto (2009), Return on Equity (ROE)
merupakan ukuran terakhir dari rasio probabilitas. Rasio itu mengukur
keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan laba bagi para pemegang
saham. Oleh karena itu, ROE dianggap sebagai representasi dari kekayaan pemegang saham atau nilai perusahaan.
ROE =
4. Produktivitas yang Maksimal
a. NPV positif dan terbesar b. IRR positif dan terbesar c. Pay back period paling cepat d. ROI atau ROE terbesar dan >1 e. Sesuai dengan kelayakan fisik dan peraturan Proses dalam HBU Analysis ini harus dilewati tahap demi tahap. Setiap langkah dalam proses ini akan memberikan informasi yang dibutuhkan dalam melakukan penilaian optimasi suatu aset. Sehingga hasil yang didapatkan dari HBU Analisis akan sesuai dengan apa yang diharapkan yakni pengoptimalan aset dan pengembangan terbaiknya. 2.5
Analisis Pendapatan Berdasarkan Cash Flow Cash flow dari suatu proyek didefinisikan sebagai daftar dari penerimaan
dan pengeluaran uang kas dari suatu proyek, dimana dengan adanya cash flow dapat diketahui jumlah nominal uang kas proyek pada saat tertentu. Pendapatan total adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari jumlah barang yang terjual pada saat tingkat harga tertentu. Menghitung pendapatan total dengan mengalikan harga dengan jumlah barang. Kontraktror adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang optimal. Salah satu usaha kontraktor untuk mengoptimalkan keuntungan adalah
34
dengan membuat cash flow proyek sehingga kontraktor dapat mengetahui kondisi keuangan pada periode tertentu. Untuk perencanaan dan pengendalian financial
suatu proyek konstruksi, salah satu metode yang dapat digunakan adalah cash Indikasi secara statistik menunjukkan bahwa banyak perusahaan yang flow.
bergerak di bidang jasa konstruksi mengalami likuidasi, terutama disebabkan karena kurang optimalnya perencanaan cash flow.
2.5.1 Cash in flow dan Cash Out flow Cash flow (aliran kas) merupakan sejumlah uang kas yang keluar dan yang
masuk sebagai akibat dari aktivitas perusahaan dengan kata lain adalah aliran kas yang terdiri dari aliran masuk dalam perusahaan dan aliran kas keluar perusahaan serta berapa saldonya setiap periode. Aliran kas yang berhubungan dengan suatu proyek dapat di bagi menjadi tiga kelompok yaitu: 1. Aliran kas awal (Initial Cash Flow) merupakan aliran kas yang berkaitan dengan pengeluaran untuk kegiatan investasi misalnya; pembelian tanah, gedung, biaya pendahuluan dsb. Aliran kas awal dapat dikatakan aliran kas keluar (cash out flow) 2. Aliran kas operasional (Operational Cash Flow) merupakan aliran kas yang berkaitan dengan operasional proyek seperti; penjualan, biaya umum, dan administrasi. Oleh sebab itu aliran kas operasional merupakan aliran kas masuk (cash in flow) dan aliran kas keluar (cash out flow). 3. Aliran kas akhir (Terminal Cash Flow) merupakan aliran kas yang berkaitan dengan nilai sisa proyek (nilai residu) seperti sisa modal kerja, nilai sisa proyek yaitu penjualan peralatan proyek. Positif cash flow menunjukkan kontraktor menerima pemasukan lebih besar daripada dana yang dikeluarkan, negatif cash flow menunjukkan keadaan yang sebaliknya (Ahuja, 1994). Banyak proyek yang memiliki cash flow negatif hingga akhir proyek dan diketahui ketika pembayaran final. Ini menunjukkan tipikal dana retention dan persentase dari retensi lebih besar dari persentase keuntungan. 35
Bagaimana juga, akan menjadi suatu variasi yang cukup besar di dalam pola cash flow. Kontraktor bisa mencapai positif cash flow pada saat awal dari suatu periode
proyek. Ini adalah suatu situasi yang menarik dari keberadaan kontraktor, tidak hanya mengeliminasi pinjaman atau mencoba mereorganisasi dana, tetapi
menghasilkan dana baru yang dapat digunakan di dalam investasi. Negatif cash flow menunjukkan indikasi perlunya mereorganisasi program kerja.
2.5.2
Penerapan Kurva S Pada Cash Flow Metode untuk pemodelan cash flow adalah dengan menggunakan analisis
kurva S, yang menampilkan hubungan antara network planning dengan pengeluaran. Biaya komulatif proyek akan membentuk kurva S. Berikut adalah gambar 2.3 yang menunjukkan banana curve,
(Burke dalam Anggoro, 2008)
Gambar 2.2 Banana Curve Jika kurva S untuk Early Start dan Latest Start digambarkan pada suatu grafik akan berbentuk Banana Curve, seperti terlihat pada gambar 2.3 Banana Curve mengindikasikan perbedaan waktu dari cash flow dari aktivitas Early Start terhadap Latest Start. Perencanaan proyek menggunakan Early Start untuk menjamin tersedianya float. Namun demikian, pada pelaksanaan kadang kala dirasakan bahwa aktivitas harus dilaksanakan Latest Start. Keuntungan dari penggunaan Latest Start adalah pembayaran dapat ditunda dan penambahan
36
keuangan dapat dikurangi. Kelemahan dari aktivitas Latest Start yaitu tidak adanya float. Proyeksi Cash Flow 2.5.3
Proyeksi dari pendapatan dan pengeluaran selama umur proyek dapat
dikembangkan dari time schedule yang digunakan kontraktor. Pada kebanyakan kontrak, owner seringkali meminta kontraktor untuk menyediakan kurva S dari
pekerjaan dan biaya terhadap umur proyek. Kontraktor membuat barchart proyek, menandai biaya pada bars dan menghubungkan jumlah total pengeluaran proyek
sehingga terbentuk kurva S. Bars mewakili aktivitas-aktivitas yang diposisikan dengan skala waktu yang menunjukkan waktu mulai dan waktu selesai. Biaya langsung (direct cost) dihubungkan dengan tiap aktivitas yang ditunjukkan di atas tiap bar. Diasumsikan bahwa biaya per bulan untuk biaya tidak langsung/indirect cost (sewa kantor, telepon, listrik, dan lain-lain) adalah $ 5000. Biaya langsung/direct cost pada akhirnya didistribusikan terhadap durasi dari aktivitas, direct cost per bulan dapat dihitung dan ditunjukkan pada hitungan di bawah. Direct cost pada bulan kedua, sebagai contoh, berasal dari aktivitas A, B dan C, yang kesemuanya mempunyai bagian tertentu. Direct cost secara sederhana dihitung berdasar porsi dari aktivitas terjadwal pada bulan kedua, yaitu:
Pada Tabel 2.1 di bawah menunjukkan jumlah total pengeluaran per bulan dan kumulatif total pengeluaran per bulan sepanjang umur proyek. Kurva S adalah grafik yang mempresentasikan jumlah total pengeluaran komulatif proyek. Kurva di bawah menunjukkan bahwa pada awal proyek, pengeluaran meningkat sejalan dengan aktivitas proyek dan pada akhir proyek aktivitas menurun dan pengeluaran menurun. Kurva ini adalah gambaran dari arus uang keluar, baik direct cost maupun indirect cost.
37
Berikut adalah tabel 2.1 yang menunjukkan RAB dan RAP pada cash flow,
Sumber : Anggoro, (2008)
Tabel 2.1 RAB dan RAP pada Cash Flow Pada Gambar 2.4 di bawah menunjukkan jumlah total pengeluaran per bulan dan kumulatif total pengeluaran per bulan sepanjang umur proyek
Sumber : Anggoro (2008)
Gambar 2.3 Kurva S Pengeluaran Pada Gambar 2.5 Perhitungan jumlah tiap pembayaran dapat dirumuskan : Pembayaran = 1,10 (biaya langsung + biaya tidak langsung) - 0,05 (1,10 (biaya langsung + biaya tidak langsung)).
38
Berikut adalah gambar 2.4 yang menunjukkan profil pendapatan dan pengeluaran,
Anggoro (2008)
Gambar 2.4 Profil Pendapatan dan Pengeluaran 2.5.4 Income Statement (Rugi-Laba) Pada prinsipnya, perhitungan rugi-laba memperlihatkan aliran kas masuk (“cash inflow”) dan aliran kas keluar (“cash outflow”). Adapun komponen perhitungan rugi-laba meliputi : pendapatan dan pengeluaran/biaya (tetap dan variabel). Contoh perhitungan rugi-laba Hotel (sebagai ilustrasi) adalah sebagai berikut, (1)
Pendapatan tunai sewa kamar
(2)
Pengeluaran Tunai untuk biaya operasional dan beban-beban pengeluaran lainnya (“Variable Cost”).
(3)
Pendapatan Kotor (Laba Kotor = (1) – (2))
(4)
Pengeluaran Tunai Tetap (“Fixed Cost”), yang meliputi pajak, penyusutan bangunan, dan beban gaji perbulan.
(5)
Pendapatan Usaha Bersih= (3) – (4) yang akan menjadi Income Statement (Rugi-Laba)
Contoh Perhitungan : Pendapatan tahun pertama sebesar Rp. 46.200.000,Biaya operasional sebesar Rp. 16.000.000,Pengeluaran Tunai tetap sebesar Rp. 10.000.000,-
39
Perhitungan untuk pendapatan bersih adalah sebagai berikut,
Tahun Ke
1
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Pendapatan
Biaya Operasional
Pendapatan Kotor
Beban Tetap
Pendapatan Bersih
16.000.000
30.200.000
10.000.000
46.200.000
Hasilnya Pendapatan Kotor sebesar Rp. 30.200.000,-
Dan Pendapatan bersih sebesar Rp. 20.200.000,
20.200.000
Jadi Pendapatan bersih didapatkan dari Pendapatan Kotor (Income)
dikurangi Beban Pengeluaran Tunai Tetap (expanse).
2.6
Landasan Normatif Landasan Normatif yang menjadi dasar hukum dalam penyelesaian masalah
yang dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Pasal 23 dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor : PER-06/MBU/2011 Tentang Pedoman Pendayagunaan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara.
3.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara;
4.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara;
5.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
6.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas;
7.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 Tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas, dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum), Perusahaan Jawatan (Perjan) Kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
8.
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 Tentang Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero);
9.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2005 Tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Perubahan Bentuk Badan Usaha Milik Negara; 40
10. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik
Negara dan Perseroan Terbatas;
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 Tentang Pendirian, 11.
Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara.
12. Berdasarkan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kabupaten Ciamis tahun 2011 – 2031.
13. Keputusan
Direksi
PT
KERETA
API
(Persero)
Nomor
:
KEP.U/1.109/OT.103/U.2006. Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kerjasama Pemanfaatan Aset (Persewaan, Kerjasama Operasi/Usaha/Manajemen) di
Lingkungan PT KERETA API (Persero). 14. SK Direksi KEP.U/OT.003/X/6/KA-2010 tanggal 14 Oktober 2010, tentang tugas dan fungsi Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung. 15. Bukti Kepemilikan aset lahan di Desa Pananjungsari, Desa Pangandaran, Pantai Pangandaran, Kabupaten Ciamis, yaitu berupa Groundkaart No. 22a PT KERETA API INDONESIA (Persero). 16. Perda Nomor 20 Tahun 2001 tentang Izin Usaha Kepariwisataan dan Budaya dalam Kabupaten Ciamis. 17. Undang-undang tentang kepariwisataan Bab IV Pasal 7. 2.7
Penelitian Terdahulu Untuk dapat mendapatkan gambaran dan dasar yang kuat, penulis
menggunakan jurnal penelitian terdahulu agar dapat dijadikan sumber dan bahan perbanding untuk penulisan Tugas Akhir. Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang sedang dilakukan dapat dijadikan sumber data atau pembanding data. Berikut adalah tabel 2.2 yang menunjukkan penelitian terdahulu,
41
Berikut adalah tabel 2.2 yang menunjukkan penelitian terdahulu,
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
No 1
2
3
4 5
Judul Evaluating hotel feasibility studies: lender Perspective An Examination of Brand Loyalty in the Indonesian Hotel Industry What Is Asset Management
Pengarang A.J. Singh* and Raymond S. Schmidgall.
Persamaan Analisis Persamaan dengan penelitian ini adalah menganalisis kelayakan bisnis Hotel.
Dwi Suhartanto
Persamaan dengan penelitian ini adalah menganalisis kebutuhan Hotel di Indonesia.
Asset Management Council
Journal of Property Investment & Finance Analisis Finansial Usaha Agribisnis
Nick French, Laura Gabriell
Persamaan dengan penelitian ini adalah menganalisis aset yang harus di manfaatkan dan dioptimalkan. Persamaan dengan penelitian ini adalah menganalisis investasi dan keungan pada suatu proyek. Persamaan dengan penelitian ini adalah perhitungan laba bersih menggunakan metode cashflow
G. P. Bagus Suastina Dan I. G. Ngurah Kayana. Sumber : Olah Data Penulis, 2012
2.8
Kerangka Berpikir Penyelesaian Masalah Definisi kerangka berfikir menurut Uma Sekaran dalam Sugiyono (2008)
adalah “model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting”(hal. 60). PT KERETA API INDONESIA (Persero) merupakan perusahaan jasa transportasi darat yang memiliki dua pembagian divisi untuk pengelolaan aset, yaitu divisi aset produksi dan divisi aset nonproduksi. Aset lahan yang dimiliki oleh PT KERETA API INDONESIA (Persero) di Pananjungsari Pantai Pangandaran Kabupaten Ciamis dikelola oleh bagian divisi aset nonproduksi. Karena aset lahan tersebut termasuk kedalam non core business. Perusahaan harus dapat mengelola dan melakukan optimasi aset agar dapat menghasilkan produktivitas aset yang optimal dan memiliki nilai investasi jangka panjang yang semakin meningkat. Apabila tidak dilakukan pengelolaan dan optimasi aset, dapat terjadi hal-hal yang menyebabkan kehilangan atas aset yang dimiliki. Kerugian akibat hal tersebut akan berdampak pada status kepemilikan aset dan tidak adanya pemasukan keuangan dari produktivitas aset yang seharusnya untuk perusahaan.
42
Berikut adalah gambar 2.5 yang menunjukkan kerangka berfikir penyelesaian masalah,
INPUT
PROSES
OUTPUT
Analisis Potensi Pengembangan Aset Berdasarkan Analisis HBU
Analisis Potensi Pengembangan
Aset Lahan Pananjungsari 1. Lahan seluas 15.037 m² 2. Berada di Kawasan Wisata Pantai Pangandaran. 3. Lokasi Aset strategis 4. Belum ada upaya pemanfaatan aset (Idle Asset)
1. 2. 3. 4.
Landasan Teori Optimalisasi Aset Analisis HBU Bentuk Kerjasama Analisis Cashflow
1. 2. 3. 4.
Landasan Normatif RTRW Kab. Ciamis SK Direksi PT KAI No.KEP.U/1.109/OT.103/U .2006 UU No. 19 Tahun 2003 Permen BUMN No. PER06/MBU/2011
Kelayakan Berdasarkan : 1. Aspek Legal 2. Aspek Fisik 3. Aspek Finansial 4. Aspek Produktivitas Maksimal Pemilihan Bentuk Kerjasama Yang Menghasilkan Pendapatan Tertinggi 1. Persewaan 2. Kerjasama Operasi (KSO) 3. Kerjasama Usaha (KSU) 4. Kerjasama Manajemen (KSM)
Gambar 2.5 Kerangka Berfikir Penyelesaian Masalah 43
Mendapatkan hasil analisis dan informasi Pengembangan Aset yang cocok dan sesuai untuk Aset Lahan Pananjungsari berdasarkan kelayakan aspek legal, aspek fisik, aspek finansial, dan aspek produktivitas maksimal. Analisis Potensi Bentuk Kerjasama Mendapatkan Hasil dan Informasi Bentuk Kerjasama Pemanfaatan Aset yang dapat menghasilkan Pendapatan Tertinggi.
44