BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. TinjauanTeori 1. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) a. Pengertian ISPA Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut dan mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya nasional ISPA di Cipanas. Istilah ini merupakan padanan istilah bahasa InggrisAcute Respiratory Infections (ARI). Dalam lokakarya nasional ISPA tersebut ada dua perbedaan pendapat. Pendapat pertama memilih istilah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut), dan pendapat kedua memilih istilah ISNA (Infeksi Saluran Nafas Akut). Pada akhir lokakarya diputuskan untuk memilih ISPA dan sampai saat ini istilah tersebut masih digunakan. Istilah ISPA meliputi tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernafasan, infeksi akut dengan pengertian sebagai berikut: (Dirjen PPM & PLP, Depkes, 2005). 1) Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembangbiak sehingga menimbulkan gejala penyakit. 2) Saluran pernafasan yaitu organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus – sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksanya saluran pernafasan.
6
7
3) Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat berlangsung lebih dari 14 hari. ISPA adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (salura bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga, dan pleura (Depkes RI, 2006).
b. Klasifikasi ISPA Program pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasikan ISPA sebagaiberikut (Widoyona, 2005): 1) Bukan pneumonia: Mencakup pasien balita dengan batuk yang tidak menunjukan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak menunjukan adanya tarikan dinding dada bagian bawah kearah dalam. Contohnya :common cold, faringitis, tonsillitis, dan otitis. 2) Pneumonia Didasarkan adanya batuk dan atau kesukaran bernafas, diagnose ini berdasarkan umur. Batas frekuensi nafas cepat pada anak berusia 2 bulan sampai<1 tahun adalah 50 kali per menit dan untuk anak usia 1 tahun sampai< 5 tahun adalah 40 kali per menit. 3) Pneumonia berat Didasarkan pada adanya batuk dan atau kerusakan bernapas di sertai sesak napas atau tarikan dinding dada bagian bawah kearah dalam (chest indrawing), pada anak berusia dua bulan sampai < 5 tahun. Untuk anak berusia < 2 bulan, diagnosa pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat yaitu frekuensi pernapasan yaitu 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat
8
pada dinding dada bagian bawah kearah dalam (severe chest indrawing).
c. Penyebab ISPA ISPA merupakan penyakit infeksi saluran nafas yang secaraanatomi dibedakan atas saluran
nafas atas mulai dari
hidungsampai dengan taring dan saluran nafas bawah mulai dari laring sampai dengan alveoli beserta adnexanya, akibat invasi infecting agents yang mengakibatkan reaksi inflamasi saluran nafas yangterlibat. Hingga saat ini telah dikenal lebih dari 300 jenis bakteri dan virus merupakan penyebab tersering infeksi saluran nafas. Bakteri penyebab ISPA berasal dari genus Streptococcus, Staphylococcus,
Pneumococcus,
Hemovilus,
Bordetella,
dan
Corynebacterium. Virus penyebab ISPA adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikomavirus, Mikooplasma, herpesvirus, dan lain–lain. Penentuan klasifikasi penyakit ISPA dibedakan atas dua kelompok, yaitu kelompok umur 2 bulan – 5 tahun dan kelompok umur kurang dari 2 bulan. Untuk kelompok umur 2 bulan – 5 tahun klasifikasi dibagi atas pneumonia berat, pneumonia, dan bukan pneumonia. Untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan klasifikasi dibagi atas pneumonia berat, dan bukan pneumonia. Dalam pendekatan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) klasifikasi pada kelompok umur kurang dari 2 bulan adalah infeksi bakteri yang serius dan infeksi bakteri lokal (Widoyona, 2005). Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor yang menyebabkan terjadinya ISPA (Depkes RI,2007) yaitu: 1) Faktor individu a) Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi,
9
transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi (Supariasa, 2004). Kebutuhan zat gizi setiap orang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan berbagai faktor antara lain umur,jenis kelamin dan macam pekerjaan. Masukan zat gizi yang berasal dari makanan yang dimakan setiap hari harus dapat memenuhi kebutuhan tubuh karena konsumsi makanan sangat berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi yang baik terjadi bila tubuh memperoleh asupan zat gizi yang cukup sehingga dapat digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan fisik, perkembangan otak dan kecerdasan, produktivitas kerja serta daya tahan tubuh terhadap infeksi secara optimal (moehji, 2004). Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam tubuh, kecenderungan kenaikan prevalensi dan insidensi pada anak dengan status gizi kurang (Dinkes, 2007). b) Umur ISPA dapat menyerang semua manusia baik pria maupun wanita pada semua tingkat usia, terutama pada usia kurang dari 5 tahun karena daya tahan tubuh balita lebih rentan dari orang dewasa sehingga mudah menderita ISPA. Umur diduga terkait dengan sistem kekebalan tubuhnya belum sempurna, sehingga masih rentan terhadap berbagai penyakit infeksi (Dinkes, 2009). c) Jenis Kelamin Selama masa anak-anak, laki-laki dan perempuan mempunyai kebutuhan energi dan gizi yang hampir sama. Kebutuhan gizi untuk usia 10 tahun pertama adalah sama, sehinggadiasumsikan kerentanan terhadap masalah gizi dan konsekuensi kesehatannya akan sama pula. Sesungguhnya, anak perempuan mempunyai keuntungan biologis dan pada lingkungan yang optimal
10
mempunyai keuntungan yang diperkirakan sebesar 0,15-1 kali lebih di atas anak laki-laki dalam hal tingkat kematian (Koblinsky, 2003). Survei kesehatan rumah tangga tahun 20032004 mencatat bahwa anak balita yang mempunyai gejala-gejala pneumonia dalam dua bulan survei pendahuluan sebesar 7,7% dari jumlah balita yang ada (14.510) adalah anak balita laki-laki. Sedangkan jumlah balita perempuan yang mempunyai gejalagejala pneuminia sebesar 7,4% (SDKI, 2003).
2) Faktor perilaku a) Kelengkapan Imunisasi Sesuai dengan program pemerintah (Departemen Kesehatan) tentang Program Pengembangan Imunisasi (FPI), maka anak diharuskan mendapat perlindungan terhadap 7 jenis penyakit utama, yaitu penyakit TBC (BCG), difteria, tetanus, batuk rejan, polimielitis, campak dan hepatitis (Dinkes, 2009). b) Pemberian ASI Esklusif ASI adalah komponen yang paling utama bagi ibu dalam memberikan pemeliharaan yang baik terhadap bayinya, untuk memenuhi pertumbuhan dan perkembangan psikososialnya. Zat yang terkandung dalam ASI sangat baik untuk pembentukan anti body menurunkan kemungkinan bayi dan balita terkena penyakit infeksi, batuk, pilek dan penyakit alergi. (Kartasasmita,2003) c) Pemberian Vitamin A Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa pertumbuhannya,
daya
tahan
kesehatannya. (Kartasasmita,2003)
tubuh
dan
kelangsungan
11
3) Faktor lingkungan tempat tinggal Lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan di sekitar yang sangat berpengaruh terhadap terwujudnya status kesehatan meliputi perilaku hidup bersih, tersedianya ventilasi yang baik dalam rumah. (Noor,2008)
d. Cara Penularan (patofisiologi) ISPA Bakteri penyebab ISPA dapat ditularkan dari ludah penderita ISPA yang mengering. Debu yang mengandung bakteri penyebab ISPA dapat dibawa oleh udara sebagai distribusi untuk masuk ke dalam tubuh manusia. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia bakteri ISPA akan mudah berkembang dalam tubuh yang daya tahannya lemah.Dalam hal inibalita dengan status gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang menyebabkan penyakit infeksi lebih mudah masuk dan berkembang. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang “ISPA berat” bahkan serangannya lebih lama. (Erlien,2008)
e. Penatalaksanaan ISPA Menurut Depkes RI (2007), Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting untuk dilakukan bagi penderita ISPA. Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut:
12
1) Pemeriksaan Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, inspeksi nafas anak diusahakan agar anak tetap dipangku oleh ibunya agar selama pemeriksaan anak tidak menagis karena bila menangis akan meningkatkan frekuensi napas anak. 2) Pengobatan a) Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen dan sebagainya. b) Pneumonia : diberi obat antibiotik kotrimoksazol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksazol atau ternyata dengan pemberian terapi tersebut keadaan menetap, maka dapat
diberikan
antibiotik
pengganti
yaitu
ampisilin,
amoksisilin atau penisilin prokain. c) Bukan pneumonia: tanpa pemberian antibiotik. Bila batuk dapat diberikan obat batuk tradisional (jeruk nipis dan kecap) atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan sepertidekstrometorfan dan antihistamin. Bila demam berikan obat penurun panas yaitu parasetamol. 3) Perawatan di rumah Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA. a) Mengatasi panas (demam) Untuk mengatasi anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres (tidak perlu air es), bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari.
13
b) Mengatasi batuk Dianjurkan memberikan obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh, diberikan 3 x sehari. c) Pemberian makanan Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tapi berulang-ulangyaitu lebih sering dari biasanya. d) Pemberian minuman Berikan minuman/cairan (air putih, air buah dll) lebih banyak dari biasanya
karena
banyak
minum
bisa membantu
mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita. e) Lain-lain Pada anak dengan kondisi demam tidak dianjurkan untuk mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat. Jika pilek, bersihkan hidung dengan kain bersih atau tissue, kemudian ajarkan anak untuk tidak menggunakan barang milik orang lain terutama peralatan makan dan minum, saputangan, serbet, handuk, dll. Ajarkan anak untuk menutup mulut dengan tissue saat batuk atau bersin, Jaga kebersihan rumah terutama kamar mandi dan dapur. Untuk penderita ISPA yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2-3 hari anak dibawa kembali kepetugas kesehata untuk pemeriksaan ulang.
f. Pencegahan ISPA Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga keadaan gizi agar tetap baik, imunisasi dasar lengkap, menjaga kebersihan, mencegah anak untuk berhubungan dengan anak penderita ISPA, membiasakan mencuci tangan teratur menggunakan air dan sabun
14
terutama setelah kontak dengan penderita ISPA, danupayakanventilasi yang cukupdalamruangan/rumah. (Depkes RI,2007)
g. Komplikasi ISPA Menurut
Whaley
and
Wong
(2005),
Penyakit
apabilatidakmendapatkanpengobatandanperawatan
ISPA yang
baikdapatmenimbulkanpenyakitseperti : 1) Tracheitis 2) Bronchitis 3) Bhronco pneumonia 4) kematian Konsultasikan ke dokter jika: 1) Bayi <3 bulan 2) Demam > 72 jam 3) Batuk > 1 minggu atau batuk hebat dengan muntah-muntah 4) Rewel dan letargi (kesadaran menurun) 5) Sesak napas atau tampak kebiruan sekitar bibir dan mulut 6) Jarang buang air kecil atau tidak mau minum 7) Dahak ada darahnya
2. Status gizi a. Pengertian Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang di konsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transformasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan keidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Supariasa dkk, 2004). Status gizi adalah penampilan atau keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan dalam menggunakan bahan makanan melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi (Dinkes Sumsel, 2004).
15
Status gizi juga diartikan sebagai keadaan kesehatan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan satu/kombinasi dari ukuran gizi tertentu (soekiman, 2006). Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, pertumbuhan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila kebutuhan mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat lebih asensial (Almetsier, 2005). Setiap manusia memerlukan makanan untuk hidup. Makanan yang dibutuhkan oleh tubuh kita bukan sekedar makan yang mengandung zat gizi. Upaya memelihara gizi dalam keluarga perlu dilaksanakan terutama untuk anak-anak usia 0-5 tahun, karena usia tersebut merupakan
usia
terpenting
bagi
pertumbuhan
jasmani
dan
perkembangan otak anak.
b. Kebutuhan Gizi Balita Kebutuhan gizi seseorang adalah jumlah yang diperkirakan cukup untuk memelihara kesehatan pada umumnya. Secara garis besar, kebutuhan gizi ditentukan oleh usia, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, dan tinggi badan. Antara asupan gizi dan pengeluarannya harus ada keseimbangan sehingga diperoleh status gizi yang baik. Status gizi balita dapat dipantau dengan menimbang anak setiap bulan dan dicocokan dengan Kartu Menuju Sehat (KMS).
16
Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata per hari bisa dilihat pada tabel 1.1 Tabel 1.1 Kebutuhan Gizi Balita berdasarkan AKG per hari Golonga BB TB Energ n Umur (kg) (cm) i Balita (Kkal) 0-6 bulan 5.5 60 560 7-12 8.5 71 800 buan 12 90 1250 1-3 tahun 18 110 1750 4-6 tahun Sumber : Almatsier, S. 2002
Protei n (g) 12 15 23 32
Lema k (g) 13 19 28 39
Vit. A (I.U) 350 350 350 460
Vit. C (mg)
Besi (mg)
30 35 40 45
3 5 10 10
Iodium (g) 50 70 70 100
c. Klasifikasi Status Gizi Menurut Almatsier (2004), status gizi dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih. 1) Status gizi buruk (<-3SD) Terjadi
bila
kekurangan
suatu
kondisi
nutrisi,
tubuh
dimana
seseorang
kekurangan
dinyatakan
makanan
ketika
kebutuhannormal terhadap satu atau beberapa nutrien tidak terpenuhi, atau nutrien-nutrien tersebut hilang dengan jumlah yang lebih besar dari pada yang didapat. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat, dan kalori. 2) Status gizi kurang (-3SD sampai -2SD) Terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial (zat gizi yang didatangkan dari makanan). 3) Status gizi baik/optimal (-2SD sampai 2SD) Terjadi bila tubuh memperoleh zat gizi yang digunakan secara efisiensehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggimungkin.
17
4) Satus gizi lebih (3SD) Terjadi bila tubuh memperoleh zat gizi dalam jumlah berlebihan sehingga menimbulkan efek toksis atau membahayakan.
d. Penilaian Status Gizi Penilaian status gizi balita status gizi disini memiliki pengertian status gizi anak atau seseorang pada suatu saat yang didasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan. Dalam penilaian status gizi balita di Puskesmas adalah dengan menggunakan antropometri dan KMS (Kartu Menuju Sehat). KMS (Kartu Menuju Sehat) untuk balita adalah alat yang sederhana dan murah, yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak. Oleh karenanya KMS harus disimpan oleh ibu balita di rumah, dan harus dibawa setiap kali mengunjungi posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk bidan dan dokter. (Depkes
RI,
2003).
Sedangkan
berdasarkan
pengukuran
antropometridapat dilihat dari hasil pengukuran berat badan menurut tinggi badan balita sebagai indikator penilaian status gizi balita.
e. Akibat gangguan gizi terhadap fungsi tubuh Gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau sekunder. Faktor primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kuantintas atau kualitas yang disebabkan oleh karena kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan salah, dan sebagainya. Faktor sekunder meliputi semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi yang tidak sampai di sel-sel tubuh setelah makan yang dikonsumsi.
18
1) Akibat gizi kurang pada proses tubuh Akibat kurang gizi menyebabkan gangguan pada proses-proses : a) Pertumbuhan Anak tidak tumbuh dengan potensialnya, protein digunakan sebagai zat pembesar sehingga otot-otot menjadi lembek dan rambut mudah rontok. b) Produksi Tenaga Kekurangan energi berasal dari makanan, menyebabkan seseorang kekurangan tenaga untukbergerak, bekerja, dan melakukan aktifitas. c) Pertahanan Tubuh Daya tahan terhadap tekanan atau stres menurun. Sistem imunitas dan anti bodi berkurang, sehingga orang mudah terkena infeksi seperti pilek, batuk, dan diare. d) Struktur dan Fungsi Otak Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental, dengan demikian kemampuan berpikir kurang. e) Perilaku Baik anak-anak maupun orang dewasa yang kurang gizi menunjukan perilaku tidak tenang. Mereka mudah tersinggung, cengeng dan apatis.
2) Akibat gizi lebih pada proses tubuh Gizi lebih menyebabkan kegemukan atau obesitas. Kelebihan energi yang dikonsumsi disimpan di dalam jaringan dalam bentuk lemak. Kegemukan merupakan salah satu faktor resiko dalam terjadinya berbagai penyakit degeneratif, seperti hipertensi, diabetes, jantung koroner, hati, dan kantong empedu.
19
B. Kerangka Teori Penelitian Berdasarkan landasan teori diatas faktor yang mempengaruhi ISPA antara lain adalah sebagai berikut: Kebutuhan Status Gizi -
Usia Jenis kelamin Aktivitas Berat Badan Tinggi Badan
Klasifikasi Status Gizi -
Status Gizi Buruk Status Gizi Kurang Status Gizi Baik/ Normal Status Gizi Lebih
Akibat Gangguan Terhadap fungsi tubuh -
Akibat gizi kurang pada proses tubuh Akibat gizi lebih pada proses tubuh
Faktor Individu - Status gizi - Umur - Jenis kelamin
Efek
ISPA
Faktor Lingkungan - Pencemaran udara - Ventilasi udara - Kepadatan hunian
-
Kesukaran bernafas Tidak dapat minum Kejang Kesadaran menurun Meninggal
Faktor Perilaku - Imunisasi - Asi eksklusif - Vitamin A
Bagan 1. Kerangka Teori
Sumber: (supariasa (2004); Moehji (2004); Santoso (2007); Dinkes (2004); Almatsier (2004); Kartasasmita (2003); Dinkes(2009); Noor (2008).
20
C. KerangkaKonsep Penelitian Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan/kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti, konsep adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan suatu pengertian oleh karena itu konsep tidak dapat diamati dan dapat diukur, maka konsep tersebut harus dijabarkan kedalam variabel-variabel, dari variable itulah konsep dapat diamati dan diukur (Notoatmodjo, 2005).
Variable Bebas
Variabel Terikat
Status Gizi
ISPA
Variabel Pengganggu - Umur - Jenis kelamin - Imun isasi - Asi eklusif - Vitamin A - Pencemaran udara - Ventilasi rumah - Kepadatan hunian rumah
Bagan 2. Kerangka konsep penelitian Keterangan : : Yang Diteliti : Yang tidak diteliti
21
D. HipotesisPenelitian Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga atau dalil sementara, yang masih membutuhkan pembuktian dan kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010). Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H1:
Ada hubunganstatus gizibalitadengankejadian ISPA padabalita di Puskesmas Buayan tahun 2013.