BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kepercayaan Diri 2.1.1. Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri adalah keyakinkan pada kemampuan dan penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih pendekatan yang efektif. Hal ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya menghadapi lingkungan yang semakin menantang dan kepercayaan atas keputusan atau pendapatnya. Orang yang tidak percaya diri akan merasa terus menerus jatuh, takut untuk mencoba, merasa ada yang salah dan khawatir (Risman, 2003). Menurut Byrne (2004), kepercayaan diri merupakan prediktor terbaik bagi keberhasilan seseorang serta suatu keyakinan yang dimiliki seseorang dan dengan keyakinan tersebut seseorang merasa mampu untuk dapat berperilaku sebagaimana mestinya dan positif dalam mencapai apa yang diinginkannya atau yang menjadi tujuannya, serta mampu bertahan terhadap tantangan dan permasalahan yang ada. Kepercayaan diri tersebut merupakan kualitas pribadi yang diperoleh seseorang melalui pengembangan konsep diri yang baik serta harga diri yang sehat. Luxori (2005) menyatakan bahwa percaya diri adalah pangkal kesuksesan. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki rasa percaya diri maka ia akan sulit meraih kesuksesan yang gemilang. Dengan kata lain, kepercayaan diri memiliki peran yang penting dalam prestasi belajar karena individu yang memiliki
8
kepercayaan diri yang baik akan dapat mengaktualisasikan potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Kumara (2008) menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan ciri kepribadian yang mengandung arti keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri. Selain itu, Anthony (2002) berpendapat bahwa kepercayaan diri merupakan sikap pada diri seseorang yang dapat menerima kenyataan, dapat mengembankan kesadaran diri, berpikir positif, memiliki kemandirian dan mempunyai kemampuan untuk memiliki serta mencapai segala sesuatu yang diinginkan. Ghufron (2010), juga menambahkan bahwa kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang berupa keyakinan akan kemampuan diri seseorang sehingga tidak terpengaruh oleh orang lain dan dapat bertindak sesuai kehendak, gembira, optimis, cukup toleran, dan bertanggung jawab. Menurut Sangkala (2010) menerangkan bahwa kepercayaan diri adalah sikap positif yang memampukan seseorang untuk mengembangkan penilaian positif, baik terhadap diri sendiri, lingkungan, maupun situasi yang dihadapi. Sebenarnya, rasa percaya diri yang tinggi hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut di mana ia merasa Berdasarkan kesimpulan di atas kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan terhadap dirinya sendiri dalam menentukan arah tujuan yang ingin dicapai serta berani mengemukakan pendapat, memiliki inisiatif, mampu menyelesaikan permasalahan secara tenang serta meraih kesuksesan di dalam tindakan. Selalu berpikir positif atas segala hal yang terjadi dan mampu bertanggung jawab atas segala hal yang telah dilakukan dan mampu mengenal
9
kekurangan dan kelibihan yang dimiliki serta dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru.
2.1.2. Karakteristik atau Ciri-ciri Kepercayaan Diri Fatimah (2008) mengatakan bahwa beberapa ciri-ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proposional adalah sebagai berikut: a) Percaya
akan
kemampuan
atau
kompetensi
diri,
hingga
tidak
membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan atau hormat dari orang lain. b) Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau kelompok. c) Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain, berani menjadi diri sendiri. d) Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosi stabil) e) Memiliki internal of locus control (memandang keberhasilan atau kegagalan, bergantung pada usaha sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak bergantung atau mengharapkan bantuan orang lain) f)
Mempunyai cara pandang yang positif terhadp diri sendiri, orang lain dan situasi di luar dirinya.
g) Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika harapan itu terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi
10
Kumara (2008) menyatakan bahwa ciri-ciri orang percaya diri adalah mampu berfikir secara original, berprestasi, aktif, agresif dalam mendekati pemecahan masalah dan tidak lepas dari situasi lingkungan yang mendukungnya, bertanggung jawab atas keputusan yang telah diambil, mampu menatap fakta dan realita secara obyektif yang didasari kemampuan dan ketrampilan. Waterman, (2008) menyatakan bahwa orang yang mempunyai kepercayaan diri adalah mereka yang mampu bekerja secara efektif, dapat melaksanakan tugas dengan baik dan bertanggung jawab serta mempunyai rencana terhadap masa depan.
2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri Menurut Grinder (dalam Tridesti, 2006), sedikitnya ada 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi dalam proses pembentukan kepercayaan diri, yaitu interaksi di dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. a) Keluarga, keluarga yang menerapkan pola asuh dan peneriman yang baik akan membantu menumbuhkan rasa percaya diri pada seorang anak. Hal mi sangat tergantung dari hubungan antara orang tua dan anak, di mana keluarga merupakan tempat pendidikan awal anak untuk
berkembang
menjadi
sosok
individu
yang
mampu
mengembangkan potensi dan kreatifitas yang ada pada diri anak tersebut. b) Sekolah, sampai sekarang selalu ditekankan bahwa sekolah harus inendidik seorang anak menjadi manusia berkualitas dan cakap dalam menghadapi tantangan masa depan. Dalam kaitannya dengan pembentukan kepercayan diri, maka sekolah merupakan sarana
11
tempat seorang anak untuk belajar dan mulai mengembangkan nilainilai yang diharapkan oleh orang tua dan lingkungan yang ada di sekitarnya, sehingga anak menjadi sosok individu yang kompclcn. dewasa serta mampu menghargai dirinya sendiri dan orang lain. c) Masyarakat, penerimaan masyarakat terhadap seorang individu tergantung dari bagaimana individu tersebut mampu berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya. Jika seorang individu tidak mampu mengikuti norma-norma yang ada di masyarakat maka ia akan merasa rendah diri dan akan selalu menarik dirinya dari pergaulan yang ada di lingkungannya. Disamping itu, Berzonsky (dalam Huda 2003) secara umum menyatakan bahwa ada tiga aspek pembentuk kepercayaan diri, yaitu: a. Kemampuan pribadi; kemampuan ini merupakan kemampuan yang berasal dari dalam diri sendiri yang berupa potensi-potensi yang dapat dikembangkan secara maksimal. Hal-hal yang tercakup dalam kemampuan diri ini antara lain motivasi diri, pengetahuan akan potensi diri, optimis terhadap kemampuan, usaha individu dalam mengembangan diri dan sikap asertif. b. Rasa aman dari lingkungan; Dalam hal ini tidak hanya lingkungan saja yang mendukung individu sehingga menimbulkan rasa aman bagi dirinya untuk mengembangkan diri. Selain itu individu dapat juga melakukan penyesuaian dengan lingkungan. Melalui aktivitasnya individu akan mendapatkan umpan balik dari lingkungan. Dengan adanya umpan balik dari lingkungan, individu akan melakukan penyesuaian-penyesuaian yang kemudian menjadi dasar bagi aktivitasnya kemudian. Sampai pada akhirnya lingkungan dapat dirasakan mendukung
dan
menimbulkan
rasa 12
aman
bagi
individu
untuk
mengembangkan dirinya. Penyesuaian itu dapat dilakukan dengan cara berhati-hati, adanya toleransi dengan kondisi di luar individu, pengembangan moral yang disesuaikan dengan lingkungan, dan mengembangkan kerjasama dengan individu lain. c. Persepsi diri yaitu bagaimana individu mempersepsi dirinya sendiri. Persepsi terhadap diri sendiri diawali dari pengenalan diri secara fisik kemudian bagaimana individu menilai diri, menerima atau menolaknya. Selanjutnya ini akan menimbulkan rasa puas atau sebaliknya menjadi rendah diri dan kecewa. Persepsi diri ini juga dapat dipengaruhi oleh adanya perhatian dari individu lain, adanya pengakuan dari individu lain, pemberian kepercayaan dari individu lain, pandangan individu lain, penerimaan dari individu lain dan keadaan emosi. Samuel (dalam Walgito, 2008) menyatakan bahwa apabila seseorang telah menyadari tentang dirinya sendiri, dan dirinya sebagai sesuatu atau terpisah dari lingkungannya, maka dapat dikatakan bahwa pada waktu itu individu telah sadar akan dirinya. Ketidaksempurnaan (imperfect) sudah menjadi bagian dan kehidupan alami manusia. Manusia ditakdirkan untuk mempunyai perasaan curiosity (rasa ingin tahu) yang membuat manusia rentan berbuat salah. Menjadi diri sendiri merupakan hal yang tak kalah penting dalam proses pembentukan rasa percaya diri.
2.1.4. Dimensi-Dimensi Kepercayaan Diri Menurut Guilford (dalam Apollo, 2005) ciri-ciri orang yang percaya diri dapat dinilai melalui 3 aspek yaitu:
13
a. Individu merasa adekuat (keyakinan terhadap kemampuan diri) Hal ini didasari oleh adanya keyakinan terhadap kekuatan, kemampuan dan keterampilan yang dimiliki. Individu merasa optimis, cukup berambisi dan tidak berlebihan. Manifestasi dari keadaan ini antara lain individu mempercayai kemampuan sendiri sehingga tidak perlu bantuan orang lain, sanggup berkerja keras, mampu menghadapi tugas dengan baik dan bekerja secara efektif, serta bertanggung jawab atas keputusan dan pekerjaannya. b. Individu merasa dapat diterima oleh kelompok Hal ini didasari oleh keyakinan terhadap kemampuannya, khususnya dalam hubungan sosial. Individu merasa bahwa kelompoknya atau orang lain menyukainya. Manifestasi dari keadaan ini antara lain individu aktif menghadapi keadaan lingkungan, berani mengemukakan apa yang menjadi ide-ide secara bertanggung jawab dan tidak mementingkan diri sendiri. c. Memiliki ketenangan sikap Hal ini didasari oleh adanya keyakinan terhadap kekuatan dan kemampuannya. Memiliki cara pandang yang positif terhadap kondisi tubuh dan mampu mengatasi kekurangan dan kelebihan diri .Individu merasa tenang menghadapi berbagai macam situasi. Manifestasi dari keadaan ini antara lain individu merasa tenang, tidak mudah gugup, cukup toleran terhadap berbagai macam situasi dan memiliki kepercayaan diri “pede” terhadap kondisi fisik serta tidak membandingkan diri dengan orang lain.
14
2.2. Body Image (Citra Tubuh) 2.2.1. Pengertian Body Image (Citra Tubuh) Ada beberapa definisi yang dikemukakan para ahli mengenai body image (citra tubuh). Glesson & Frith, (2006) mengemukakan body image (citra tubuh) sebagai gambaran tentang tubuh individu yang terbentuk dalam pikiran kita, atau dengan kata lain gambaran tubuh individu menurut individu itu sendiri. Cash dan Pruzinsky (2000) menyatakan bahwa body image (citra tubuh) merupakan evaluasi dan pengalaman afektif seseorang terhadap karakteristik dirinya, bisa dikatakan bahwa investasi dalam penampilan merupakan bagian utama dari evaluasi diri seseorang yang merupakan gabungan dari gambaran, fantasi, dan pemaknaan individu tentang bagian dan fungsi tubuh yang dimiliki yang merupakan bagian dari komponen gambaran diri dan dasar representasi diri. Rudd dan Lennon (2000) menyatakan bahwa body image (citra tubuh) adalah gambaran mental yang dimiliki seseorang tentang tubuhnya. Gambaran mental ini meliputi dua komponen, yaitu komponen perseptual (ukuran, bentuk, berat, karakteristik, gerakan, dan performansi tubuh) dan komponen sikap (apa yang dirasakan seseorang tentang tubuhnya dan bagaimana perasaan ini mengarahkan pada tingkah laku). Grogan (1999) menyatakan bahwa body image (citra tubuh) merupakan persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang terhadap tubuhnya. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa body image (citra tubuh) merupakan gabungan beberapa hal yakni gambaran mental, fantasi, sikap, pikiran, perasaan, pemaknaan, dan persepsi serta evaluasi seseorang mengenai tubuhnya yang meliputi bentuk, ukuran, berat, karakteristik tubuh seseorang serta
15
dapat memiliki penilaian positif maupun negatif terhadap body image (citra tubuh).
2.2.2 Komponen Body image (Citra Tubuh) Ada beberapa ahli yang mengemukakan mengenai komponen body image pada remaja. Salah satunya adalah Cash dan Pruzinsky (2000) yang mengemukakan adanya lima komponen citra tubuh pada remaja, yaitu : a) Appearance Evaluation (Evaluasi Penampilan), yaitu penilaian individu mengenai keseluruhan tubuh dan penampilan dirinya, apakah menarik atau tidak menarik, memuaskan atau tidak memuaskan. b) Appearance Orientation (Orientasi Penampilan), perhatian individu terhadap penampilan dirinya dan usaha yang dilakukan untuk memperbaiki dan eningkatkan penampilan dirinya. c) Body Areas Satisfaction (Kepuasan terhadap Bagian Tubuh), yaitu kepuasan individu terhadap bagian tubuh secara spesifik, seperti wajah, rambut, payudara, tubuh bagian bawah (pinggul, pantat, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), dan keseluruhan tubuh. d) Overweight Preocupation (Kecemasan Menjadi Gemuk), yaitu kecemasan enjadi gemuk, kewaspadaan individu terhadap berat badan, melakukan diet ketat, dan membatasi pola makan. e) Self-Clasified Weight (Persepsi terhadap Ukuran Tubuh), yaitu persepsi dan penilaian individu terhadap berat badannya, mulai dari kekurangan berat badan sampai kelebihan berat badan.
16
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas mengenai komponen body image, maka dapat disimpulkan bahwa komponen body image pada remaja meliputi evaluasi dan orientasi individu terhadap penampilan tubuh, kepuasan pada bagian tubuh tertentu, serta persepsi dan penilaian terhadap berat badan.
2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Cita Tubuh (Body Image) Menurut Thompson (dalam Henggaryadi & Fakhrurrozi, 2008) body image dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : a) Tahap perkembangan Perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja akan berdampak pada tingkat kepuasan body image mereka karena belum tentu perubahan yang terjadi sesuai dengan keinginan mereka dan bahkan bisa menimbulkan rasa malu. b) Berat badan dan persepsi derajat kekurusan dan kegemukan Persepsi dan kategori diri sangat menentukan perasaan orang dalam memberikan label terhadap bentuk tubuhnya. c) Tren yang berlaku di masyarakat Tren yang sedang berlaku di masyarakat sangat mempengaruhi body image
seseorang.
Tren
tentang
bentuk
tubuh
ideal
dapat
mempengaruhi persepsi individu terhadap tubuhnya. Adanya tuntutan untuk selalu tampil menarik dan mempunyai bentuk tubuh ideal dapat mempengaruhi wanita untuk mencapai bentuk tubuh ideal.
17
d) Sosialisasi Dalam rentang hidup manusia, tidak terlepas dari pengaruh orang lain. Melalui orang tua, teman, kekasih, ataupun significant others lainnya, nilai mengenai penampilan dan standar fisik yang berlaku diajarkan dan disosialisasikan. Hardy dan Heyes (dalam Anwar, 2009) menyebutkan bahwa terbentuknya body image dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut: a) Reaksi orang lain Reaksi dari figur yang memiliki arti bagi individu akan mempengaruhi bentuk body image yang dimiliki oleh individu itu sendiri. b) Pembanding orang lain yang dimiliki individu. Body image yang terbentuk tergantung dari bagaimana individu membandingkan dirinya dengan orang lain. c) Identifikasi terhadap orang lain Individu yang mengagumi satu tokoh yang dianggap idola, seringkali mengikuti tokoh itu dalam hal penampilannya. d) Peran individu Setiap orang akan menginginkan peran yang berbeda-beda dimana ia diharapkan akan melakukan perbuatan-perbuatan dengan cara tertentu.Misalnya, peran sebagai model, penari, dan lain-lain. Kesimpulan berdasarkan faktor-faktor diatas adalah terdapat dua faktor yang mendominan dari keseluruhan yakini internal dan eksternal. Internal adalah bagaimana persepsi terbentuk dari keadaan yang kita alami seperti pencitraan terhadap tubuh, yang mana dibutuhkan pemahaman dari individu untuk dapat memahami kondisi yang ada. 18
Tahap perkembangan juga menyumbang sedikit banyaknya pengaruh terhadap terbentuknya body image (citra tubuh). Perubahan yang alami selama masa pubertas seperti berubahnya bentuk tubuh yang meliputi bertambahnya berat badan dan membesaranya payudara. Selain itu faktor eksternal juga sangat mempengaruhi remaja dalam pembentukan body image (citra tubuh) seperti lingkungan yang meliputi keluarga, masyarakat, teman sebaya dan juga perkembangan tren. Faktor tersebut dapat mempengaruhi terbentuknya body image pada remaja.
2.3. Remaja 2.3.1. Pengertian Remaja Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya “tumbuh untuk mencapai kematangan”. Menurut Mappiare ( dalam Mubin 2006), masa remaja berlangsung antara usia 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria. Jersild mengatakan bahwa masa remaja diartikan sebagai,” a period during which growing person makes the transition from chidhood to adulthood.” Dari definisi Jersild ini dapat dilihat bahwa masa remaja merupakan periode transisi dari anak-anak menuju dewasa ( dalam Mubin & Cahyadi, 2006). Piaget (dalam Hurlock, 2000) mengemukakan bahwa secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dalam masyarakat dewasa. Hall ( dalam Dacey 2004) menyatakan bahwa masa remaja merupakan suatu tahap perkembangan yang dikarakteristikkan sebagai “storm and stress‟, tahap dimana remaja sangat dipengaruhi oleh mood dan remaja tidak dapat dipercaya.
19
Salzman
(dalam
Yusuf,
2001),
mengemukakan
bahwa
remaja
merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua kearah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral. Remaja adalah fase perkembangan alami. Seorang remaja tidak akan menghadapi krisis apapun selama perkembangan tersebut, berjalan secara wajar dan alami, sesuai dengan kecenderungan-kecenderungan si remaja yang bersifat emosional dan sosial, (Jamaludin, 2001). Beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan fisik, kognitif, dan psikologis serta masa dimana terjadi suatu perubahan yang memberikan tantangan individu untuk dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkunganya. Masa dimana proses terbentuknya sikap menuju dewasa dan memiliki perkembangan yang alami yang berjalan apa adanya dan mengalir seprti air.
2.3.2. Ciri-ciri Remaja Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelum dan sesudahnya (Hurlock,2000). Ciri-ciri tersebut meliputi : a. Masa remaja sebagai periode yang penting Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental, terutama pada awal masa remaja. Semua
20
perkembangan itu menimbulkan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru. b. Masa remaja sebagai periode peralihan Status individu tidaklah jelas dan keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Dilain pihak, status remaja yang tidak jelas juga menguntungkan karena status memberi waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai bagi dirinya. c. Masa remaja sebagai periode perubahan Ada empat perubahan yang sama yang hamper bersifat unifersal. Pertama, meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kedua, perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial, menimbulkan masalah baru. Ketiga, dengan berubahnya minat dan perilaku, maka nilai-nilai juga berubah. Apa yang pada kanak-kanak dianggap penting.Sekarang hampir dewasa tidak penting lagi. Keempat, sebagian besar remaja bersikap ragu terhadap setiap perubahan, mereka mengiginkan dan menuntut kebebasan tapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk dapat mengatasi tanggung jawab tersebut.
21
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah Ketidakmampuan mereka untuk mengatasi sendiri masalahnya menurut
cara
yang
mereka
yakini,
maka
banyak
remaja
akhirnyamenemukan bahwa penyelesaianya tidak selalu sesuai dengan harapan mereka. e. Masa remaja sebagai masa menjadi identitas Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak lagi puas dengan menjadi sama dengan teman-temanya dalam segala hal, seperti sebelumnya. Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perananya dan sebagainya. f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik Remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagai mana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya. g. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa Semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan steriotip dulu dan memberikan kesan bahwa mereka sudah hamper dewasa. Oleh karena itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa dan manganggap akan memberikan citra yang mereka inginkan. Selain itu, menurut Zulkifli (2002), menyebutkan beberapa karakteristik remaja, yaitu sebagai berikut : a. Pertumbuhan fisik Perkembangan fisik mengalami perubahan dengan cepat, lebih cepat dibandingkan masa anak-anak dan dewasa.
22
b. Perkembangan seksual Tanda-tanda perkembangan seksual pada anak laki-laki diantaranya: alat reproduksi, ia mengalami mimpi yang pertama, yang tanpa sadar mengeluarkan sperma. c. Cara berfikir kasualitas Menyangkut hubungan sebab akibat, usia remaja sudah dapat berfikir kritis, sehingga ia akan melawan orang tua, guru, lingkungan yang menganggapnya masih sebagai anak kecil. d. Emosi yang meluap-luap Keadaan emosi remaja masih labil karena erat hubunganya dengan keadaan hormon. Suatu saat ia bisa sedih sekali, dilain waktu ia bisamarah sekali. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri mereka daripada pikiran realistis. e. Mulai tertarik kepada lawan jenis Kehidupan sosial remaja, mereka tertarik kepada lawan jenisnya dan mulai berpacaran. Jika dalam hal ini orang tua kurang mengerti, kemudian melarangnya, akan menimbulkan masalah dan remaja akan bersikap tertutup kepada orang tuanya.
2.3.3. Tugas Perkembangan Remaja Havighurst (dalam Dariyo, 2004) menyatakan terdapat lima tugas perkembangan yang harus dilalui pada seorang remaja, yaitu : a)
Menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis-psikologis. Diketahui bahwa perubahan fisiologis yang dialami oleh individu, mempengaruhi
23
pola perilakunya. Disatu sisi, ia harus dapat memenuhi kebutuhan dorongan biologis, namun bila dipenuhi hal itu pasti akan melanggar norma-norma sosial. Padahal dari penampilan fisik, remaja sudah seperti orang dewasa. Dengan demikian, dirinya dituntun untuk dapat menyesuaikan diri dangan baik. b) Belajar bersosialisasi sebagai seorang laki-laki maupun wanita. Pergaulan dengan lawan jenis ini sebagai suatu hal yang sangat penting, karena dianggap sebagai upaya untuk mempersiapkan diri guna memasuki kehidupan pernikahan nanti. c)
Memperoleh kebebasan secara emosional dari orang tua dan orang dewasa lainya ketika sudah menginjak dewasa, individu memiliki hubungan pergaulan yang lebih luas dibandingkan dengan masa kanakkanak sebelumnya. Hal ini menunjukan bahwa individu tidak lagi bergantung pada orang tua. Bahkan mereka menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bergaul bersama teman-temanya dibandingkan dengan keluarganya.
2.3.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja Menurut pandangan Gunarsa (2003), bahwa secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja, yaitu : a. Faktor Endogen (nature) Teori ini dinyatakan bahwa perubahan-perubahan fisik maupun psikis dipengaruhi oleh faktor internal yang bersifat herediter yaitu
24
yang diturunkan oleh orang tuanya, misalnya postur tubuh, bakat atau minat, kecerdasan serta kepribadian. b. Faktor Exogen (narture) Pandangan ini menyatakan bahwa perubahan dan perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar individu itu sendiri. Faktor ini diantaranya berupa lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik seperti sarana fasilitas, letak geografis dan lingkungan. Sedangkan lingkungan sosial ialah lingkungan dimana seseorang mengadakan interaksi dengan individu atau sekelompok individu di dalamnya. Lingkungan sosial ini seperti keluarga, tetangga, teman, lembaga kesehatan dan sebagainya.
2.4. Penelitian tentang hubungan antara body image (citra tubuh) dengan kepercayaan diri remaja Putri Pemahaman body image (citra tubuh) sudah terbentuk sejak masa kanakkanak. Anak perempuan memiliki pemahaman bahwa tubuh yang ideal bagi mereka adalah tubuh yang langsing, putih, cantik bagaikan boneka barbie. Pola pikir ini terus terbawa hingga memasuki masa remaja sehingga persepsi negatif terhadap citra tubuh cenderung terbentuk, jika tidak memiliki bentuk tubuh yang ideal seperti yang diharapkan, timbulah suatu perasaan tidak percaya diri atau dalam bahasa sehari-hari dikenal dengan istilah minder atau tidak pede. Hal ini akan terus terjadi hingga remaja sehingga individu melakukan identifikasi terhadap figur tubuh ideal yang selalu ditampilkan oleh lingkungan yang diantaranya idola yang memiliki bentuk tubuh seperti layaknya boneka
25
barbie. Selain itu media juga memberikan informasi kepada setiap orang khususnya remaja putri bagaimana sosok wanita ideal sebenarnya, baik dari bentuk tubuh dan sebagainya, yang tentunya sangat berhubungan dengan kepercayaan diri seorang remaja dalam menghadapi hari-harinya. Kepercayaan diri merupakan suatu hal yang sangat penting di dalam proses perkembangan seseorang khususnya remaja yang baru mengalami masa pubertas. Kepercayaan diri juga akan menyumbangkan suatu keyakinan di dalam dirinya untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki. Salah satu hal yang juga sangat berhubungan dengan kepercayaan diri remaja adaalah body image (citra tubuh). Dengan bentuk tubuh yang ideal yang mereka dambakan sedikit banyaknya akan membuat kepercayaan diri meningkat dan tentunya akan menjadikan remaja tumbuh dan berkembang dengan citra yang baik. Persepsi positif terhadap citra tubuh akan mengembangkan kepribadian yang sehat. Sebaliknya, persepsi negatif terhadap citra tubuh akan menyebabkan munculnya persepsi negatif terhadap dirinya sehingga dapat menghambat kepercayaan dirinya dengan orang lain. Oleh karena itu terdapat hubungan yang sangat berkaitan antara body image dengan kepercayaan dir remaja putri yang perlu untuk diteliti untuk mengetahui seberapa besar hubungan tersebut berlangsung. Berdasarkan uraian dari berbagai teori para ahli yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat berkaitan antara body image dengan kepercayaan diri remaja putri.
26
Secara lengkapnya, desain penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut:
Kerangka Berpikir
Gambar 2.1 : Desain Penelitian
2.5. Hipotesis Dalam penelitian ini, peneliti mempergunakan hipotesis hubungan (asosiatif). Sugiyono (2006), mengatakan bahwa hipotesis asosiatif adalah Jawaban sementara terhadap rumusan masalah asosiatif, yaitu yang menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih. 2.5.1. Hipotesis Penelitian Ha (rxy > 0): Ada hubungan antara body image dengan kepercayaan diri pada siswi SMA
27