BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebisingan 2.1.1 Pengertian Kebisingan Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki karena tidak sesuai dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan manusia (Sasongko, 2000). Kebisingan adalah semua bunyi atau suara yang tidak dikehendaki yang dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan. Kebisingan merupakan salah satu faktor fisik lingkungan kerja yang dapat menimbulkan dampak pada gangguan pendengaran (audiotory) dan extra audiotory seperti stres kerja/psikologik, hipertensi, kelelahan kerja dan perasaan tidak senang (annoyance) (Tana, 2002). Definisi bising menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per. 13/MEN/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerjaadalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Bising dalam kesehatan kerja,
diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan
pendengaran baik secara kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran) maupun secara kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran), berkaitan dengan faktor
7
8
intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu. Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat menimbulkan ketulian. Suara di tempat kerja berubah menjadi salah satu bahaya kerja (occupational hazard) saat keberadaannya dirasakan mengganggu atau tidak diinginkan (Tigor, 2009), secara : 1) Fisik (menyakitkan telinga pekerja). 2) Psikis (mengganggu konsentrasi dan kelancaran komunikasi). 2.1.2 Jenis-jenis Kebisingan Jenis kebisingan yang sering ditemukan menurut Suma’mur (2014) adalah: 1) Kebisingan menetap berkelanjutan tanpa putus-putus dengan spektrum frekuensi yang lebar (steady state, wide band noise), misalnya bising mesin, kipas angin, dapur pijar dan lain-lain. 2) Kebisingan menetap berkelanjutan dengan spektrum frekuensi tipis (steady state, narrow band noise), misalnya bising gergaji sirkuler, katup gas dan lain-lain. 3) Kebisingan terputus-putus (intermittent), misalnya lalu lintas, suara kapal terbang di bandara. 4) Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), seperti bising pukulan palu, tembakan bedil atau meriam dan ledakan. 5) Kebisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempa di perusahaan atau tempaan tiang pancang bangunan.
9
Sedangkan menurut Anizar (2009) kebisingan dapat dikelaskan kepada beberapa jenis yaitu : 1) Bising secara terus-menerus adalah bising yang mempunyai perbedaan tingkat intensitas bunyi diantara maksimum dan minimum yang kurang dari 3dB(A). Contohnya adalah bunyi yang dihasilkan oleh mesin penenun tekstil. 2) Bising fluktuasi adalah bunyi bising yang mempunyai perbedaan tingkat diantara intensitas yang tinggi dengan yang rendah lebih dari 3dB(A). 3) Bising impuls adalah bunyi bising yang mempunyai intensitas yang sangat tinggi dalam waktu yang singkat seperti tembakan senjata api, lagan besi dan sebagainya. 4) Bising bersela adalah bunyi yang terjadi di dalam jangka waktu tertentu serta berulang, contohnya bising ketika memotong besi akan berhenti apabila gergaji itu dihentikan. 2.1.3 Nilai Ambang Batas Kebisingan Nilai Ambang Batas kebisingan sebagai faktor bahaya di tempat kerja adalah standar sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat menghadapinya tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari dan 5 hari kerja seminggu atau 40 jam seminggu (Suma’mur, 2014). NAB kebisingan di tempat kerja berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per. 13/MEN/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, besarnya rata-rata adalah 85 dB(A) jam/minggu. Apabila tenaga kerja menerima pemaparan kebisingan lebih dari
10
ketetapan tersebut, maka harus dilakukan pengurangan waktu pemaparan seperti pada tabel berikut ini : Tabel 1. Waktu Pemaparan Kebisingan Per Hari Kerja Berdasarkan Intensitas Kebisingan yang diterima Tenaga Kerja. Batas waktu pemaparan Per hari kerja
Intensitas kebisingan dalam dB(A)
8 jam 4 jam 2 jam 1 jam 30 menit 15 menit 7,5 menit 3,75 menit 1,88 menit 0,94 menit 28,12 detik 14,06 detik 7,03 detik 3,52 detik 1,76 detik 0,88 detik 0,44 detik 0,22 detik 0,11 detik Sumber : Tarwaka (2004)
85 88 91 94 97 100 103 106 109 112 115 118 121 124 127 130 133 136 139
2.1.4 Pengaruh Kebisingan Kebisingan dapat menyebabkan berbagai pengaruh terhadap tenaga kerja, seperti pengaruh fisiologis, pengaruh psikologis berupa gangguan (mengganggu atau annoying), pengaruh pada komunikasi dan pengaruh yang paling serius adalah gangguan terjadinya ketulian (Soeripto, 2008). Pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja (Budiono, 2009) adalah :
11
1) Mengurangi kenyamanan dalam bekerja. Batas waktu pemaparan per hari kerja Intensitas kebisingan dalam dB(A) 2) Mengganggu percakapan atau komunikasi antar pekerja 3) Mengurangi konsentrasi 4) Menurunkan daya dengar 5) Tuli akibat kebisingan Menurut Buchari (2007) bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian, atau ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan auditori, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan nonauditori seperti komunikasi terganggu, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya performance kerja, kelelahan dan stres kerja. Lebih rinci lagi, maka dapatlah digambarkan pengaruh bising terhadap kesehatan tenaga kerja, sebagai berikut : 1) Gangguan Fisiologis Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, basal metabolisme, konstruksi pembuluh darah kecil terutama dibagian kaki, dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris. 2) Gangguan Psikologis Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, emosi dan lain-lain. Pemaparan jangka waktu lama dapat menimbulkan penyakit psikosomatik, seperti : gastristis, penyakit jantung koroner dan lain-lain.
12
3) Gangguan Komunikasi Gangguan komunikasi ini dapat menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan mungkin terjadi kesalahan terutama bagi pekerja yang belum berpengalaman. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung akan mengakibatkan bahaya keselamatan dan kesehatan tenaga kerja karena tidak mendengar teriakan atau isyarat tanda bahaya dan tentunya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan produktivitas kerja. 4) Gangguan Keseimbangan Gangguan keseimbangan ini menyebabkan gangguan fisiologis, seperti : kepala pusing, mual dan lain-lain. 5) Gangguan terhadap pendengaran Dapat menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian. Ketulian ini dapat bersifat progresif atau awalnya bersifat sementara tapi bila bekerja terus-menerus di tempat bising tersebut maka daya dengar akan menghilang secara menetap atau tuli.
13
Tabel 2. Jenis-jenis dari Akibat-akibat Kebisingan
Jenis-jenis dari akibat-akibat kebisingan Tipe
Uraian
Akibat-akibat badaniah
Akibat Psikologis
Kehilangan pendengaran
Perubahan ambang batas sementara akibat kebisingan.
Akibat-akibat fisiologi
Rasa tidak nyaman atau stress meningkat, tekanandarah meningkat, sakit kepala, bunyi dering.
Gangguan emosional
Kejengkelan, kebingungan
Gangguan gaya hidup
Gangguan tidur atau istirahat, hilang konsentrasi waktu bekerja, membaca, dsb.
Gangguan pendengaran
Merintangi kemampuan mendengarkan TV, radio, percakapan, telepon, dsb.
Sumber : Buchari (2007) 2.1.5 Pengendalian Kebisingan Dalam hal pengendalian suara yang menjadi bagian utamanya adalah sumber, penghubung dan penerima. Secara skematik adalah sebagai berikut :
Source
Path
Gambar 2.1. Skema sistem suara
Receiver
14
Sumber (source) adalah tempat dimana suara tersebut dihasilkan dan penghubung (path) adalah jalur suara di udara sehingga suara dapat sampai ke penerima (receivers) atau telinga (Anizar, 2009). Menurut Tarwaka (2004) sebelum dilakukan langkah pengendalian kebisingan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat rencana pengendalian yang didasarkan pada hasil penilaian kebisingan dan dampak yang ditimbulkan. Rencana pengendalian dapat disusun berdasarkanjenis-jenis dari akibat-akibat kebisingan yang dilakukan dengan pendekatan melalui perspektif manajemen resiko kebisingan. Langkah manajemen risiko kebisingan tersebut adalah : 1) Mengidentifikasi sumber-sumber kebisingan yang ada di tempat kerja yang berpotensi menimbulkan penyakit atau cidera akibat kerja. 2) Menilai risiko kebisingan yang berakibat serius terhadap penyakit dan cidera akibat kerja. 3) Mengambil langkah-langkah yang sesuai untuk mengendalikan atau meminimalisasi risiko kebisingan. Kebisingan dapat dikendalikan dengan berbagai cara (Chandra, 2007), antara lain : 1) Pengurangan sumber kebisingan Hal ini dapat dilakukan dengan menempatkan peredam suara pada sumber kebisingan, melakukan modifikasi mesin atau bangunan, mengganti mesin dan menyusun perencanaan bangunan baru.
15
2) Penempatan penghalang pada transmisi suara Isolasi antara ruangan kerja dengan ruangan mesin merupakan upaya yang cepat dan baik untuk mengurangi kebisingan. Agar efektif, harus disusun rencana yang sebaik mungkin dan bahan-bahan yang dipakai untuk penutup harus dibuat cukup berat dan dilapisi oleh bahan yang dapat menyerap suara agar tidak menimbulkan getaran yang kuat. 3) Perlindungan dengan sumbat atau tutup telinga Tutup telinga biasanya lebih efektif dari penyumbat telinga. Alat seperti ini harus diseleksi agar terpilih yang paling tepat. Alat semacam ini dapat mengurangi intensitas kebisingan sampai sekitar 20-25 dB. Selain itu sebagai akibat penggunaan alat tersebut, upaya perbaikan komunikasi harus dilakukan. Masalah utama pemakaian alat pelindung pendengaran adalah kedisiplinan pekerja didalam menggunakannya. Masalah ini dapat diatasi dengan menyelenggarakan pendidikan tenaga kerja tentang kegunaan alat itu. 2. 2
Stres Kerja
2.2.1
Pengertian Beberapa pengertian stres dapat dimaknai dari beberapa sudut pandang
keilmuan. Levi dalam Tarwaka (2010) mendefinisikan stres sebagai berikut : 1) Dalam bahasa teknik. Stres dapat diartikan sebagai kekuatan dari bagianbagian tubuh. 2) Dalam bahasa biologi dan kedokteran. Stres dapat diartikan sebagai proses tubuh untuk beradaptasi terhadap pengaruh luar dan perubahan lingkungan terhadap tubuh.
16
3) Secara umum. Stres dapat diartikan sebagai tekanan psikologis yang dapat menimbulkan penyakit baik fisik maupun penyakit jiwa. Sebelum terjadi stres, perlu terdapat stressor (pemicu stress) yang cukup bermakna dan spesifik untuk setiap individu. Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi atau menanggulangi stressor yang timbul (Roestam, 2003). Stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis dan perilaku. Lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stressor kerja. Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja. Stres akibat kerja adalah stress yang terjadi karena suatu ketidakmampuan pekerja dalam menghadapi tuntutan tugas yang mengakibatkan ketidaknyamanan dalam kerja. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, semua dampak dari stres kerja tersebut akan mengakibatkan menurunnya performansi, efisiensi dan produktivitas kerja tenaga kerja yang bersangkutan (Tarwaka, 2004). 2.2.2 Jenis-jenis Stres Menurut Quick dan Quick dalam Waluyo (2009), mengkategorikan jenis stres menjadi dua yaitu : 1) Eustress Yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu
17
dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi. 2) Distress Yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian. 2.2.3Gejala-gejala Stres Kerja Menurut Sunyoto (2001) gejala-gejala stres di tempat kerja sebagai berikut: 1) Tanda-tanda suasana hati (mood) Berupa menjadi overexcited, cemas, merasa tidak pasti, sulit tidur malam hari, menjadi mudah bingung dan lupa, menjadi sangat tidak enak dan gelisah, menjadi gugup, Ditandai perubahan sikap seperti keras kepala, mudah marah, tidak puas terhadap apa yang dicapai, bingung, gelisah, sedih, jengkel, salah paham, tak berdaya, hilang semangat, menggagap ketika bicara. 2) Tanda-tanda otot kerangka (musculoskeletal) Berupa jari-jari dan tangan gemetar, tidak dapat duduk diam atau berdiri di tempat, mengembangkan tic (gerakan tidak sengaja), kepala mulai sakit, merasa otot menjadi tegang atau kaku, leher menjadi kaku, lelah, kehabisan
18
tenaga, pusing, gangguan pencernaan, mulut dan kerongkongan kering, tangan dan kaki dingin berkeringat, otot sekitar leher tegang . 3) Tanda-tanda organ-organ dalam badan (viseral) Berupa perut terganggu, merasa jantung berdebar, banyak keringat, tangan berkeringat, merasa kepala ringan atau akan pingsan, mengalami kedinginan, wajah menjadi panas, mulut menjadi kering, mendengar bunyi berdering dalam kuping, napas tersengal-sengal. 2.2.4Faktor Penyebab Stres Kerja Menurut Patton dalam Tarwaka (2010) bahwa perbedaan reaksi antara individu tersebut sering disebabkan karena faktorpsikologis dan sosial yang dapat merubah dampak stressor bagi individu. Faktor-faktor tersebut antara lain : 1) Kondisi individu, seperti umur, jenis kelamin, temperamental, genetik, integensia,
pendidikan, kebudayaan dan lain-lain.
2) Ciri kepribadian, seperti introvert atau ekstrovert, tingkat emosional, kepasrahan, kepercayaan diri dan lain-lain. 3) Sosial-kognitif, seperti dukungan sosial, hubungan sosial dengan lingkungan sekitarnya. Lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi stres kerja adalah yang termasuk dalam beban tambahan akibat lingkungan kerja. Misalnya saja lingkungan kerja fisik (kebisingan, penerangan, getaran), lingkungan kerja kimiawi (debu, gas pencemaran udara), lingkungan kerja biologis (bakteri, virus dan parasit) dan lingkungan kerja psikologis (penempatan tenaga kerja). Lingkungan kerja fisik atau intrinsik seperti bising merupakan salah satu
19
faktor penyebab stres kerja. Bising merupakan gelombang suara yang dirasakan sebagai gangguan, karena sifatnya yang mengganggu secara psikologik bising adalah penimbul stres (stresor). Tidak adanya kendali pada kebisingan akan menimbulkan stres jika berlangsung lama. 4) Strategi untuk menghadapi setiap stres yang muncul. Faktor yang mempengaruhi stres kerja pada individu, antara lain : 1) Usia Kebanyakan kinerja fisik mencapai puncak dalam usia pertengahan 20-an dan kemudian menurun dengan bertambahnya usia. Peran faktor umur memberikan respon terhadap situasi yang potensial menimbulkan stress kerja. Penelitian pada kelompok usia lebih dari 40 tahun dan dibawah 40 tahun, dengan indikator adrenalin dan tekanan darah, mendapatkan hasil bahwa kelompok umur > 40 tahun lebih rentan dalam menghadapi stres kerja (Roestam, 2003). 2) Masa kerja Masa kerja dapat diartikan sebagai jangka waktu seseorang bekerja, dihitung dari mulai bekerja sampai sekarang dia masih bekerja. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. 3) Pendidikan Secara umum pendidikan bertujuan mengembangkan dan memperluas pengetahuan, pengalaman serta pengertian individu. Semakin tinggi pendidikan seseorang makin mudah seseorang berpikir secara luas, makin
20
tinggi daya inisiatifnya dan makin mudah pula untuk menemukan cara-cara yang efisien guna menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Dampak lain pendidikan adalah bahwa pendidikan dapat bertindak sebagai suatu penunjang dalam mengontrol diri. Tiap-tiap individu melalui pelajaran dalam berbagai aspek kehidupan dapat mempertahankan kesehatan fisik dan mentalnya (Setyawati, 2010). 4) Riwayat penyakit Penyakit akan menyebabkan hipo atau hipertensi suatu organ, akibatnya akan merangsang syaraf tertentu. Dengan perangsangan yang terjadi akan menyebabkan pusat syaraf otak akan terganggu atau terpengaruh yang dapat menurunkan kondisi fisik seseorang (Suma’mur, 2014). 5) Kepribadian Faktor
kepribadian
seseorang
(ekstrovert
atau
introvert)
sangat
berpengaruh terhadap stressor yang diterima. Konflik yang diterima oleh dua orang dapat mengakibatkan reaksi yang berbeda satu dengan yang lainnya (Tarwaka, 2010). 6) Hubungan sosial Hubungan tidak baik antara karyawan di tempat kerja adalah faktor yang potensial sebagai penyebab terjadinya stress ditempat kerja. Kecurigaan antar pekerja,
kurangnya
komunikasi,
ketidaknyamanan
dalam
melakukan
pekerjaan merupakan tanda-tanda adanya stres akibat kerja (Tarwaka, 2010).
21
2.2.6 Pengaruh Stres Kerja Pengaruh stres terhadap pekerja bermacam-macam tergantung pada tingkat prediktabilitas dan tingkat kontabilitasnya. Stres dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan pekerja, gangguan di tempat kerja, masyarakat dan keluarganya (Setyawati, 2010). Stres kerja dapat menimbulkan reaksi pada tubuh manusia. Reaksi tubuh karena stres akibat kerja yang merupakan masalah kesehatan (Roestam, 2003), diantaranya adalah : 1) Penyakit psikis yang diinduksi oleh stres kerja Misalnya jantung koroner, hipertensi, tukak lambung dan gangguan psikomatik lain. Kondisi lain yang juga mungkin terjadi adalah keletihan, sering pilek, gangguan tidur, nafas pendek, sakit kepala, migren, kaki tangan dingin, nyeri kuduk serta pundak, gangguan menstruasi, gangguan pencernaan, muntah, alergi dan serangan asma. 2) Kecelakaan kerja Berbagai data dapat dinyatakan bahwa kecelakaan kerja terjadi 90% karena tindakan yang kurang berhati-hati. 3) Absen kerja Absensi kerja sering terdapat pada pekerja yang sulit menyesuikan diri dengan pekerjaannya. Ketidakhadiran ini biasanya karena gejala sakit psikis ringan.
22
4) Lesu kerja Terjadi apabila tenaga kerja kehabisan motivasi dalam upaya mencari suatu kinerja yang tinggi. 5) Gangguan jiwa Berupa suatu continnum, mulai gejala subjektif yang mempunyai efek ringan sehari-hari hingga gangguan jiwa mengganggu fungsi pekerjaan. 2.2.7 Pengendalian Stres Akibat Kerja Cartwright, et. al. dalam Tarwaka (2010) memberikan cara-cara untuk mengurangi stres kerja secara lebih spesifik yaitu melalui : 1) Redesain tugas-tugas pekerjaan, 2) Redesain lingkungan kerja, 3) Menerapkan waktu kerja yang fleksibel, 4) Menerapkan manajemen partisipatoris, 5) Melibatkan karyawan dalam pengembangan karier, 6) Menganalisis peraturan kerja dan menetapkan tujuan, 7) Mendukung aktivitas sosial, 8) Membangun kerja tim yang kompak. 9) Menetapkan kebijakan ketenagakerjaan yang adil dan lain-lain. Selain cara-cara tersebut diatas, menurut Tarwaka (2010) ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk mengurangi terjadinya stres di tempat kerja adalah sebagai berikut : 1) Menghilangkan faktor penyebab stres, khususnya yang berasal dari tasks, organisasi kerja dan lingkungan kerja.
23
2) Memposisikan pekerja pada posisi yang sebenarnya (the right man on the right place). 3) Mengembangkan struktur organisasi sesuai dengan kultur dan tradisi masyarakat pekerjanya. 4) Menjamin perasaan aman setiap pekerja. 2.3
Hubungan Kebisingan dengan Stres Kerja Ada beberapa faktor intrinsik dalam pekerjaan dimana sangat potensial
menjadi penyebab terjadinya stres dan dapat mengakibatkan keadaan yang buruk pada mental. Faktor tersebut meliputi keadaan fisik lingkungan kerja yang tidak nyaman (bising, berdebu, bau, suhu panas, lembab dan lain-lain), stasiun kerja yang tidak ergonomis, kerja shift, jam kerja yang panjang, perjalanan ke dan dari tempat kerja yang semakin macet, pekerjaan berisiko tinggi dan berbahaya, pemakaian teknologi baru, pembebanan berlebih, adaptasi pada jenis pekerjaan baru dan lain-lain (Tarwaka, 2010). Kebisingan dapat menyebabkan dua jenis gangguan pada manusia (Tigor, 2009), yaitu : a. Dampak auditorial Dampak auditorial akibat kebisingan adalah terjadinya gangguan pendengaran yang bersifat sementara yang dapat disembuhkan hingga terjadi ketulian permanen. b. Dampak nonauditorial Selain dapat menimbulkan dampak negatif terhadap sistem pendengaran, kebisingan juga dapat mengganggu :
24
1) Sistem keseimbangan 2) Cardiovascular Tekanan darah menjadi naik, denyut jantung meningkat, serta adrenalin meningkat. 3) Kualitas tidur Tingkat gangguan tidur sangat bervariasi pada setiap orang, misalnya sering terbangun tanpa sebab yang tidak jelas, tidak tenang atau sering berpindahpindah posisi tidur, perubahan pada gerakan mata. 4) Kondisi kejiwaan pekerja (stres kerja). Kebisingan dapat mengakibatkan stres, efek awal dari kebisingan adalah takut dan perubahan kecepatan detak jantung, kecepatan respirasi, tekanan darah, metabolisme, ketajaman penglihatan, ketahanan kulit terhadap listrik dan lainlain. Ada penelitian yang menunjukkan bahwa bising yang berkepanjangan akan mengakibatkan naiknya tekanan darah secara permanen. Perubahan dalam tubuh seperti ini akan menurunkan kenyamanan sehingga efektivitas dalam melakukan pekerjaan pun akan menurun (Anizar, 2009).
25
2.4 Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah suatu hubungan antara konsep atau variabel yang akan diamati dan diukur melalui penelitian yang dillakukan. Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan.
Variabel Bebas
Variabel terikat
Kebisingan
Gejala Stres Kerja o
Ringan
o
Sedang
o
Berat
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Keterangan Gambar : Variabel dependen kebisingan yaitu angka yang ditunjukkan pada monitor (angka stabil) yang diukur dengan sound level meter. Sedangkan variabel independen gejala stres kerja dikategorikan dengan tingkat rendah, sedang, dan tinggi yang diukur melalui kuesioner HRS-A dengan pemberian skor terhadap gejala kecemasan yaitu 0 untuk tidak ada gejala, 1 gejala ringan, 2 gejala sedang, 3 gejala berat, dan 4 gejala berat sekali. Jumlah skor dikategorikan menjadi 3 yaitu: <17 ringan, 18-24 sedang, dan 25-30 berat. Kedua variabel diteliti untuk melihat adanya hubungan antara variabel dependen kebisingan dengan variabel independen stres kerja.