5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Terapi Fotodinamik (Photodynamic Therapy, PDT) Proses terapi PDT dapat diilustrasikan secara lengkap pada tahapan berikut. Mula-mula pasien diinjeksi dengan senyawa fotosensitizer dan jika senyawa tersebut telah terkumpul pada suatu tempat di dalam tubuh (sel yang sakit), selanjutnya pasien dikenai radiasi. Pada saat diradiasi senyawa yang telah terakumulasi pada sel yang sakit akan aktif untuk kemudian menyerang sel-sel penyebab kanker. Perusakan sel kanker (sekuen DNA) terjadi karena reaksi DNA dengan oksigen singlet yang terbentuk dari penyinaran suatu fotosensitizer senyawa interkalor DNA (treatment of tumor). Proses yang sesungguhnya terjadi adalah perpindahan energi triplet dari senyawa kompleks logam yang tereksitasi akibat penyinaran ke
singlet (oksigen singlet) 3O2 (Armitage, 1998).
Proses ilustrasi PDT dapat dilihat pada Gambar 1.
Injeksi Fotosensitzer
Fotosentisizer terdistribusi pada tubuh pasien
Fotosentisizer terakumulasi pada sel tumor
Tumor
Sel tumor mati didestruksi oleh oksigen singlet yang terbentuk dari penyinaran suatu fotosensitizer
Gambar 1. Proses ilustrasi PDT pada pasien kanker dengan senyawa Fotosensitizer (dimodifikasi dari Agostinis, 2011).
5 Karakteristik Fisikokimia Senyawa..., Ari Fariz Mustafa, Fakultas Farmasi UMP, 2015
6
B. Mekanisme Fotofisika dan Fotokimia PDT Absorbsi foton oleh fotosensitizer menyebabkan fotosensitizer mengalami satu atau lebih transisi dan biasanya muncul dalam keadaan eksitasi triplet dan kondisi ini menghasilkan reaksi oksidasi reduksi satu elektron (fotokimia tipe I) menghasilkan komponen radikal bebas yang dapat bereaksi dengan oksigen untuk menghasilkan radikal peroksida. Fotosensitizer dalam keadaan triplet dapat mentransfer energi ke oksigen dalam keadaan dasar (fotokimia tipe II), menghasilkan singlet. (Mekanisme ini dapat dilihat pada Gambar 2). Umumnya fotosensitizer untuk PDT merupakan penghasil oksigen singlet yang efisien dalam sistem kimia sederhana, dengan demikian diasumsikan fotokimia tipe II adalah mekanisme dominan untuk PDT dalam sel dan jaringan (Dougherty et al., 1998).
Gambar 2. Mekanisme fotofisika dan fotokimia PDT (dimodifikasi dari Bonnett, 1995).
Karakteristik Fisikokimia Senyawa..., Ari Fariz Mustafa, Fakultas Farmasi UMP, 2015
7
C. Senyawa Fotosensitizer Struktur dasar tetrapirol makrosiklik lazim dikenal dengan nama porfirin. Klorin dan bakterioklorin merupakan golongan senyawa tetrapirol makrosiklik yang mengalami reduksi ikatan rangkap pada berturut turut 1 sampai 2 cincin pirol. Kandidat potensial dari fotosensitizer biologis untuk PDT harus memenuhi beberapa kriteria. Senyawa tersebut harus memiliki toksisitas rendah dalam keadaan tanpa cahaya dan terakumulasi secara selektif dalam jaringan tumor. Absorbsi dalam daerah spektrum radiasi merah dengan serapan molar yang tinggi (ε ≥5x104 M-1cm-1) juga merupakan kriteria penting. Hal ini berguna untuk meningkatkan jumlah foton yang diserap dan meningkatan kedalaman penetrasi cahaya ke jaringan. Disamping itu, pita absorpsi fotosensitizer sebaiknya tidak tumpang tindih dengan pita absorbsi kromofor lain yang ada dalam jaringan. Absorbsi radiasi yang ideal adalah pada λ 675-800 nm, karena akan memungkinkan penetrasi cahaya sampai kedalaman 2-3 cm (Bonnett, 2000). Reduksi 1 cincin pirol dari MTPP menghasilkan senyawa MTPC (dapat dilihat pada Gambar 3). Kedua senyawa ini tersedia secara komersial, oleh sebab itu dipilih sebagai senyawa model untuk melihat pengaruh
reduksi
cincin
pirol
terhadap
efektivitasnya
sebagai
fotosensitizer. A
B
NH N
N HN
NH N
N HN
Gambar 3. Struktur senyawa meso- tetraphenylporphine (A) dan mesotetraphenylchlorin (B).
Karakteristik Fisikokimia Senyawa..., Ari Fariz Mustafa, Fakultas Farmasi UMP, 2015
8
D. Karakterisasi Fisikokimia Fotosensitizer Karakterisasi fisikokimia fotosensitizer menggambarkan kemampuan fotosensitizer sebagai obat kanker dalam PDT. Di antara beberapa parameter fisikokimia, parameter yang paling penting dalam PDT meliputi prediksi koefisien partisi, spektrum absorpsi dan absorptivitas molar (ε), dan quantum yield oksigen singlet (Φ∆), selain itu di uji stabilitas terhadap cahaya matahari secara tidak langsung. Porfirin memiliki karakteristik berupa kristal berwarna ungu tua yang dalam kloroform akan memberikan larutan berwarna ungu kemerahan dan menunjukkan fluoresensi merah yang kuat pada radiasi daerah ultraviolet. Porfirin merupakan senyawa berbentuk planar, larut sempurna dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air (karena sifat hidrofobiknya). Spektrum sinar tampak porfirin sangat khas. Pada sekitar 400 nm terdapat pita yang kuat (ε ~ 200000) disebut pita soret, sedangkan di daerah 500600 nm biasanya terdapat 4 pita yang berbeda, yang disebut pita Q seperti yang terdapat pada Gambar 4 (Bonnett, 2000).
Gambar 4. Spektrum sinar tampak senyawa porfirin
Karakteristik Fisikokimia Senyawa..., Ari Fariz Mustafa, Fakultas Farmasi UMP, 2015
9
E. Absorptivitas Molar (ε) Absorptivitas merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet, dan intensitas radiasi yang mengenai larutan uji. Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi. Berikut adalah persamaan hukum Lambert-Beer : A = ε.b.c Yang mana : A = Absorban ε = absorptivitas b = tebal kuvet (cm) c = konsentrasi Satuan ditentukan oleh satuan-satuan b dan c. Jika satuan c dalam molar (M) maka absorptivitas disebut absorptivitas molar disimbolkan dengan ε dengan satuan M-1cm-1 atau liter. mol-1cm-1. Jika c dinyatakan dengan persen berat/volume (g/100 mL) maka absorptivitas dapat ditulis dengan E
dan juga seringkali ditukis A
(Gandjar, 2007).
F. Oksigen Singlet Oksigen singlet adalah molekul yang amat reaktif, elektrofilik, nonradikal dan ribuan kali lebih reaktif dibanding oksigen triplet. Perbedaannya dengan oksigen triplet digambarkan pada susunan elektronnya. Oksigen triplet mempunyai dua elektron terluar pada dua orbital
terpisah.
Sementara
oksigen
singlet,
elektron
terluarnya
mempunyai spin berlawanan dan berpasangan (Raharjo, 2004).
G. Stabilitas Senyawa Fotosensitizer Senyawa yang memiliki kemampuan fotosensitizer cenderung tidak stabil
terhadap
cahaya
atau
mudah
mengalami
fotodegradasi.
Fotodegradasi atau kerusakan yang diakibatkan oleh cahaya yang dipaparkan pada senyawa fotosensitizer dikhawatirkan dapat memberikan pengaruh terhadap efektifitasnya, karena fotosensitizer reaktif dengan
Karakteristik Fisikokimia Senyawa..., Ari Fariz Mustafa, Fakultas Farmasi UMP, 2015
10
cahaya. Pola spektrum
menjadi parameter yang digunakan untuk
mengetahui adakah perubahan yang terjadi setelah senyawa uji diberi paparan cahaya dilakukan selama 5 jam dengan selang waktu pengukuran tiap 30 menit pada suhu ruang. Senyawa uji dianalisis dengan spektrofotometer UV-tampak pada lamda (λ) pita Q1 (Christiana, 2008).
Karakteristik Fisikokimia Senyawa..., Ari Fariz Mustafa, Fakultas Farmasi UMP, 2015