BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Teori Agensi Teori agensi merupakan teori yang menjelaskan mengenai perilaku agen dalam pengambilan keputusan. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan di dalam teori agensi (agency theory) bahwa perusahaan merupakan kumpulan kontrak (nexus of contract) antara pemilik sumber daya ekonomis (principal) dan manajer (agent) yang mengurus penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut. Teori keagenan dilandasi oleh beberapa asumsi (Eisenhardt, 1989). Asumsiasumsi tersebut dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian dan asumsi informasi. Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat mementingkan diri sendiri (self-interest), manusia memilika daya pkir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antara anggota organisai, efisiensi sebagai kriteria efektifitas dan adanya asymmetric information antara principal dan agent. Asumsi informasi adalah bahwa informasi sebagai barang komoditi yang dapat diperjualbelikan.
Permasalahan yang timbul akibat adanya perbedaan kepentingan antara principal dan agent disebut dengan agency problems. Salah satu penyebab agency problems adalah adanya asymmetric information. Asymmetric information adalah ketidaksinambungan informasi yang dimiliki principal dan agent, ketika principal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agen sebaliknya, agent memiliki lebih banya informasi mengenai kapasitas diri, lingkunagan kerja dan perusahaan secara keseluruhan (Widyaningdyah, 2001). Laporan keuangan yang disampaikan dengan segera dan tepat waktu diharapkan dapat mengurangi asimetri informasi tersebut.
2.1.2 Laporan Keuangan Laporan keuangan menurut Baridwan (2008) yaitu hasil akhir dari suatu proses pencatatan yang merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan. Laporan keuangan dibuat oleh manajemen dengan tujuan untuk mempertanggungjawabkan tugastugas yang dibebankan kepadanya oleh para pemilik perusahaan. Disamping itu laporan keuangan dapat juga digunakan untuk memenuhi tujuan-tujuan lain yaitu sebagai laporan kepada pihak-pihak di luar perusahaan. Komponen laporan keuangan yang lengkap menurut PSAK 1 (2013) terdiri atas: (1) laporan posisi keuangan; (2) laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain; (3) laporan perubahan ekuitas; (4) laporan arus kas; (5) catatan atas laporan keuangan; dan (6) informasi komparatif. Tujuan pelaporan keuangan menurut Kieso dan Weygandt (2012) adalah untuk menyediakan informasi keuangan tentang entitas yang
berguna untuk investor, kreditur, dan para pemakai lainnya yang berguna dalam pengambilan keputusan. Menurut Munawir (2014) laporan keuangan digunakan oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap posisi keuangan maupun perkembangan suatu perusahaan. Pihak-pihak tersebut antara lain: 1. Pemilik Perusahaan Pemilik perusahaan memerlukan laporan keuangan untuk menilai hasil-hasil yang telah dicapai dan untuk menilai kemungkinan hasil-hail yang akan dicapai, sehingga apat menaksir bagian keuntungan yang akan diterima dan perkembangan harga saham yang dimilikinya. 2. Pimpinan Perusahaan Pimpinan perusahaan berkepentingan untuk menetahui posisi keuangan perusahaan sehingga dapat menyusun rencana yang lebih baik, memperbaiki sistem pengawasan dan menentukan kebijakan-kebijakan yang lebih tepat. 3. Para Kreditur dan Bankers Para Kreditur dan Bankers perlu mengetahui posisi keuangan perusahaan sebelum mengambil keputusan untuk memberi atau menolak permintaan kredit dari suatu perusahaan. 4. Investor Para investor memerlukan laporan keuangan perusahaan tempat mereka menanamkan
modal.
Para
investor
berkepentingan
terhadap
prospek
keuntungan dimasa mendatang dan perkembangan perusahaan selanjutnya
untuk mengetahui jaminan investasinya dan untuk mengetahui kondisi keuangan jangka pendek perusahaan. 5. Pemerintah Pemerintah sangat berkepentingan dengan laporan keuangan perusahaan disamping untuk menentukan besarnya pajak yang harus ditanggung oleh perusahaan juga sebagai dasar perencanaan pemerintah. 6. Karyawan Karyawan berkepentingan dengan laporan keuangan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam memberikan jaminan sosial yang lebih baik. 7. Masyarakat Masyarakat umum secara tidak langsung memerlukan laporan keuangan perusahaan. Kepentingan mereka berhubungan dengan kesempatan kerja dan fasilitas-fasilitas yang bermanfaat bagi masyarakat Laporan keuangan merupakan salah satu dasar dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, laporan keuangan memiliki karakteristik kualitatif yang memiliki hubungan dengan dasar pengambilan keputusan, kebutuhan pemakai
dan
keyakinan
pemakai
terhadap
informasi
yang
digunakan.
Karakteristik kualitatif laporan keuangan menurut Kieso dan Weygandt (2012) terdiri dari dua hal, yaitu: 1. Kualitas Dasar Kualitas dasar adalah kualitas yang harus ada dalam laporan keuangan. Kualitas dasar dalam karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah sebagai berikut:
a. Relevan Agar relevan, informasi harus dapat membuat perbedaan dalam pengambilan keputusan. Informasi keuangan dapat membuat perbedaan ketika mempunyai nilai prediktif, nilai konfirmatif, atau keduanya. b. Representasi Kejujuran Representasi kejujuran berarti bahwa angka dan deskripsi sesuai dengan apa yang ada dan terjadi. Agar informasi dapat memenuhi representasi kejujuran, informasi harus lengkap, netral, dan bebas dari kesalahan. 2. Kualitas Penambah Kualitas penambah berguna sebagai pelengkap dari kualitas dasar. Kualitas ini membedakan informasi yang bermanfaat dengan informasi yang kurang bermanfaat. Kualitas penambah terdiri dari: a. Komparabilitas Komparabilitas berarti bahwa informasi diukur dan disajikan dengan cara yang
sama
dengan
memungkinkan
perusahaan
pengguna
untuk
yang
lainnya.
mengidentifikasi
Komparabilitas persamaan
dan
perbedaan kejadian ekonomi diantara perusahaan yang berbeda. b. Verifiabilitas Verifiabilitas terjadi ketika pengukuran independen, dengan menggunakan metode yang sama menghasilkan hasil yang sama. c. Ketepatwaktuan Ketepawaktuan berarti bahwa informasi tersedia untuk pengambil keputusan sebelum informasi tersebut kehilangan kapasitasnya untuk
mempengaruhi keputusan. Informasi relevan yang tersedia lebih cepat dapat meningkatkan kapasitasnya untuk mempengaruhi keputusan, sedangkan informasi yang tidak tepat waktu akan mengurangi manfaat dari informasi tersebut. d. Dapat dipahami Dapat dipahami berarti bahwa informasi keuangan memungkinkan pengguna untuk dapat memahami laporan keuangan secara jelas. Karakteristik
ini
dapat
ditingkatkan
ketika
informasi
keuangan
diklasifikasikan dan disajikan secara jelas dan konsisten. Salah satu kendala informasi yang relevan adalah ketepatwaktuan, apabila terdapat penundaan yang tidak semestinya dalam pelaporan, maka informasi yang dihasilkan akan kehilangan relevansinya. Pelaporan keuangan publik di Indonesia telah diatur dalam Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep346/BL/2011 yang berlaku sejak tanggal 5 Juli 2011 tentang kewajiban penyampaian laporan keuangan berkala emiten atau perusahaan publik. Pelaporan dan publikasi laporan keuangan tahunan yang diaudit dan laporan tengah tahunan yang tidak diaudit adalah bersifat wajib, sedangkan penyampaian laporan keuangan triwulan bersifat sukarela. 2.1.3 Ketepatwaktuan Pelaporan Ketepatwaktuan diterbitkannya laporan keuangan perusahaan merupakan salah satu karakteristik kualitatif laporan keuangan (Kieso dan Weygandt, 2012). Hal itu disebabkan karena ketepatwaktuan pelaporan keuangan menentukan relevansi dari informasi dan dapat mempengaruhi keputusan yang diambil oleh
pengguna laporan keuangan. Sesuai dengan peraturan BAPEPAM (2011), perusahaan yang terdaftar wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan auditan kepada BAPEPAM dan Bursa Efek Indonesia (BEI) paling lambat pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah tanggal laporan keuangan tahunan. Sedangkan, perusahaan yang juga tercatat di bursa saham asing, batas waktu untuk menyerahkan laporan keuangan mengikuti batas waktu yang diatur di bursa asing (BAPEPAM, 2011). Mengenai penyampaian laporan tahunan (BAPEPAM, 2011), aturan mengharuskan perusahaan yang terdaftar untuk mengajukan laporan tahunan dalam waktu empat bulan setelah akhir tahun keuangan perusahaan. Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui keputusan direksi PT. Bursa Efek Jakarta Nomor 306/BEJ/07-2004 menerbitkan peraturan pencatatan berkala Nomor I-E tentang kewajiban penyampaian informasi yang batas waktu penyampaiannya disesuaikan dengan peraturan BAPEPAM Nomor: KEP346/BL/2011. Selain itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) juga menerbitkan keputusan direksi PT. Bursa Efek Jakarta Nomor 307/BEJ/07-2004 yaitu peraturan Nomor 1H tentang sanksi. Bagi perusahaan yang tidak patuh terhadap peraturan tersebut, disebutkan ada empat bentuk sanksi yang dikenakan terdiri atas : 1. Peringatan tertulis I, atas keterlambatan penyampaian laporan keuangan sampai 30 hari kalender terhitung sejak lampaunya batas waktu penyampaian laporan keuangan; 2. Peringatan tertulis II dan denda Rp 50.000.000,- apabila mulai hari kalender ke-31 hingga kalender ke-60 sejak lampaunya batas waktu
penyampaian laporan keuangan, perusahaan tetap tidak memenuhi kewajiban menyampaikan laporan keuangan; 3. Peringatan tertulis III dan denda Rp 150.000.000,- apabila mulai hari kalender ke-60 hingga kalender ke-90 sejak lampaunya batas waktu penyampaian laporan keuangan, perusahaan tetap tidak memenuhi kewajiban menyampaikan laporan keuangan atau menyampaikan laporan keuangan namun tidak memenuhi kewajiban untuk membayar denda sebagaimana dimaksud pada ketentuan peraturan II di atas; 4. Penghentian sementara perdagangan dalam hal kewajiban laporan keuangan dan atau denda tersebut di atas belum dilakukan oleh perusahaan. Dalam penelitian ini, ketepatan waktu pelaporan diproksikan dengan management report lag yang menunjukkan jumlah hari antara akhir tahun buku laporan keuangan perusahaan hingga laporan keuangan tersebut dipublikasikan di situs web Bursa Efek Indonesia (BEI). Penggunaan proksi management report lag pada penelitian ini berbeda dengan penelitian Daoud et al. (2014) yang mnggunakan proksi audit report lag. Pemilihan proksi ini bertujuan untuk menunjukkan ketepatan waktu pelaporan berdasarkan anggapan bahwa ketika perusahaan menerbitkan laporan keuangannya tepat pada batas waktu yang telah ditentukan, maka tidak dapat dikatakan bahwa perusahaan telah menunda menerbitkan laporan keuangannya. Oleh sebab itu, penggunaan management report lag sebagai proksi ketepatan waktu pelaporan dianggap sudah tepat.
2.1.4 Dewan Komisaris Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance atau KNKG (2006), dewan komisaris didefinisikan sebagai organ perusahaan yang bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi agar sesuai dengan pedoman Good Corporate Governance. Namun, dewan komisaris tidak diperbolehkan untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan operasional. Dalam keanggotaan dewan komisaris terdapat komisaris internal dan komisaris independen. Dewan komisaris internal adalah seorang komisaris yang juga merupakan seorang pegawai, petugas, pemegang saham utama, atau seseorang yang berhubungan dengan organisasi (perusahaan) tersebut. Sedangkan komisaris independen adalah komisaris yang bukan merupakan pegawai atau orang yang berurusan langsung dengan organisasi tersebut, dan tidak mewakili pemegang saham. Menurut ketentuan good corporate governance, sebuah perusahaan harus memiliki anggota komisaris independen agar bisa mengawasi dan bersikap netral dalam pengambilan keputusan (KNKG, 2006). Komisaris independen merupakan sebuah badan dalam perusahaan yang biasanya beranggotakan dewan komisaris yang independen yang berasal dari luar perusahaan yang berfungsi untuk menilai kinerja perusahaan secara luas dan keseluruhan (Emirzon, 2007). Komisaris independen suatu perusahaan harus benar-benar independen dan dapat menolak pengaruh, intervensi dan tekanan dari pemegang saham utama yang memiliki kepentingan atas transaksi atau kepentingan tertentu (Weisbach, 1988 dalam Arifin, 2005). Sebagai bagian dari organ pengawasan, komisaris independen
diharapkan memiliki perhatian dan komitmen penuh dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Untuk itu
Komisaris Independen perusahaan merupakan
orang-orang yang memiliki pengetahuan, kemampuan, waktu dan integritas yang tinggi (Emirzon, 2007). Berdasarkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33/POJK.04/2014 tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik, dalam hal dewan komisaris terdiri lebih dari 2 (dua) orang anggota dewan komisaris, jumlah komisaris independen wajib paling kurang 30% (tiga puluh persen) dari jumlah seluruh anggota dewan komisaris. . Savitri (2010) menemukan bahwa keberadaan komisaris independen akan membuat laporan keuangan yang disajikan lebih berintegritas, karena didalam perusahaan terdapat badan yang mengawasi dan melindungi hak pihak-pihak diluar manajemen. Oleh sebab itu, untuk terhindar dari keterlambatan pelaporan keuangan, peran dewan komisaris khususnya komisaris independen sangat dibutuhkan oleh perusahaan. Berdasarkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33/POJK.04/2014 Pasal 21 ayat 2, kriteria komisaris independen adalah sebagai berikut :
1. Bukan merupakan orang yang bekerja atau mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, mengendalikan, atau mengawasi kegiatan Emiten atau Perusahaan Publik tersebut dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir, kecuali untuk pengangkatan kembali sebagai Komisaris Independen Emiten atau Perusahaan Publik pada periode berikutnya.
2. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada Emiten atau Perusahaan Publik tersebut 3. Tidak mempunyai hubungan Afiliasi dengan Emiten atau Perusahaan Publik, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau pemegang saham utama Emiten atau Perusahaan Publik tersebut; dan 4. Tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten atau Perusahaan Publik tersebut. Selain independensi dewan komisaris, Jensen (1993) dan Lipton dan Lorsch (1992) merupakan yang pertama menyimpulkan bahwa ukuran dewan komisaris merupakan bagian dari mekanisme corporate governance. Hal ini diperkuat oleh pendapat Allen dan Gale (2000) yang menegaskan bahwa dewan komisaris merupakan mekanisme governance yang penting. Ukuran dewan komisaris yang dimaksud disini adalah banyaknya jumlah anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan. Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Joened dan Damayanthi (2016) ditemukan bahwa perusahaan dengan dewan komisaris yang besar cenderung lebih cepat dalam menyampaikan laporan keuangan tahunan dibandingkan perusahaan dengan dewan komisaris yang kecil. Menurut peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33/POJK.04/2014, perusahaan publik memiliki paling sedikitnya 2 (dua) anggota Dewan komisaris. Oleh karena itu, jumlah anggota Dewan komisaris disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam
pengambilan keputusan. Diharapkan dengan ukuran dewan komisaris yang semakin besar, maka akan semakin mempercepat proses pelaporan keuangan. 2.1.5 Komite Audit Dengan semakin kompleksnya tugas dan fungsi Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap Emiten atau Perusahaan Publik maka diperlukan Komite Audit yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dalam membantu melaksanakan tugas dan fungsinya. Pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit di Indonesia secara resmi diatur dalam Keputusan Ketua Badan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor:Kep-643/BL/2012. Independensi merupakan landasan dari efektivitas komite audit. Kinerja komite audit menjadi efektif jika para anggotanya memiliki kemandirian dalam menyatakan sikap dan pendapat. Untuk menjamin independensi, Bapepam (2012) menetapkan persyaratan bagi pihak-pihak yang menjadi anggota komite audit yaitu: 1. Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik, Kantor Konsultan Hukum, Kantor Jasa Penilai Publik atau pihak lain yang memberikan jasa assurance, jasa non-assurance, jasa penilai dan/atau jasa konsultasi lain kepada emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir. 2. Bukan merupakan orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, mengendalikan, atau mengawasi kegiatan
emiten atau perusahaan publik dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir kecuali komisaris independen. 3. Tidak mempunyai saham langsung maupun tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik. 4. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan anggota dewan komisaris, anggota direksi, atau pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik tersebut 5. Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha emiten atau perusahaan publik tersebut. Selain harus memiliki independensi, komite audit juga harus memiliki kompetensi atau keahlian keuangan. Kompetensi adalah kemampuan yang harus dimiliki mengenai pemahaman yang memadai tentang akuntansi, audit dan sistem yang berlaku dalam
perusahaan. Kompetensi
menunjukkan terdapatnya
pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota komite audit untuk melaksanakan tugas dengan baik. Berdasarkan Keputusan Ketua Badan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor:Kep-643/BL/2012, anggota komite audit wajib memiliki paling kurang satu anggota yang memiliki keahlian di bidang akuntansi dan/atau keuangan. Berdasarkan pedoman corporate governance, anggota komite audit harus memiliki suatu keseimbangan keterampilan dan pengalaman dengan latar belakang usaha yang luas. Setidaknya satu anggota komite audit harus pula mempunyai pengertian yang baik tentang pelaporan keuangan. Komite audit dinyatakan memiliki keahlian di bidang akuntansi dan keuangan ketika memenuhi
salah satu dari kriteria berikut: a. memiliki latar belakang pendidikan di bidang akuntansi dan/atau keuangan. Latar bekalang pendidikan tersebut dilihat dari jenjang pendidikan baik level pada S1, S2, atau S3. b. memiliki pengalaman kerja di bidang akuntansi dan/atau keuangan (Mutmainnah dan Wardhani, 2013). 2.1.6 Opini Auditor Akuntan publik bertugas memberikan assurance terhadap kewajaran laporan keuangan yang disusun dan diterbitkan oleh manajemen. Assurance terhadap laporan keuangan tersebut, diberikan akuntan publik melalui opini akuntan publik. Menurut Mulyadi (2002) ada lima jenis pendapat akuntan, yaitu: 1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) 2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (unqualified opinion with explanatory language); 3. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion); 4. Pendapat tidak wajar (adverse opinion); 5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion). Perusahaan yang tidak menerima unqualified opinion cenderung untuk menunda pelaporan keuangan perusahaan. Hal ini dikarenakan auditor cenderung menghabiskan waktu yang lebih sedikit untuk melakukan audit pada perusahaan yang mendapatkan unqualified opinion (Daoud et al. 2014).
2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan ketepatwaktuan pelaporan telah dilakukan oleh Daoud et al. (2014) yang meneliti tentang pengaruh karakteristik dewan komisaris, profitabilitas, dan opini audit pada ketepatwaktuan pelaporan keuangan di seluruh perusahaan yang terdapat di Jordania. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan yang memperoleh laba dan menerima unqualified audit opinion cenderung untuk mempulikasikan laporan keuangan secara tepat waktu dibandingkan perusahaan yang mengalami kerugian dan menerima qualified audit opinion. Independensi dewan komisaris ditemukan tidak mempunyai pengaruh terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan. Dewan komisaris yang besar juga dinilai membutuhkan lebih banyak waktu untuk mempublikasikan laporan keuangan dibandingkan perusahaan dengan dewan komisaris yang kecil. Joened dan Damayanthi (2016) melakukan penelitian mengenai timeliness of financial reporting pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2013.
Variabel independen yang digunakan adalah karakteristik
dewan komisaris, opini auditor, profitabilitas, dan reputasi auditor. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa ukuran dewan komisaris, opini auditor, profitabilitas, dan reputasi auditor berpengaruh positif pada timeliness of financial reporting. Sedangkan komisaris independen berpengaruh negatif pada timeliness of financial reporting. Nor dan Hussin (2010) meneliti mengenai corporate governance dan audit report lag di Malaysia. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian tersebut diantaranya: Ukuran komite audit, jumlah pertemuan komite audit,
independensi komite audit, keahlian keuangan komite audit, independensi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris, dualitas CEO, dan opini auditor. Berdasarkan hasil pengujian, didapatkan bahwa Ukuran komite audit, jumlah pertemuan komite audit, independensi komite audit dan keahlian keuangan komite audit berpengaruh negatif terhadap audit report lag. Independensi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris, dualitas CEO, dan opini auditor berpengaruh positif terhadap audit report lag. Afify (2009) melakukan penelitian untuk menguji pengaruh penerapan tata kelola perusahaan terhadap audit report lag di Mesir. Penelitian ini menggunakan independensi dewan, dualitas CEO, dan keberadaan komite audit sebagai variabel independen dan audit report lag sebagai variabel dependen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa independensi dewan, dualitas CEO, dan keberadaan komite audit secara signifikan mempengaruhi audit report lag. Purwati (2006) menggunakan sampel 140 perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian menyatakan bahwa independensi anggota komite audit, ketua komite audit, serta kompetensi : keahlian keuangan anggota komite audit berpengaruh positif terhadap audit report lag, sedangkan keanggotaan komite audit, proporsi komisaris independen tidak berpengaruh terhadap audit report lag. Owusu-Ansah (2000) meneliti ketepatwaktuan pelaporan pada perusahaan nonkeuangan di Bursa Saham Zimbabwe. Faktor-faktor yang diteliti adalah ukuran perusahaan, profitabilitas, proporsi hutang terhadap total aset, pos luar biasa, kompleksitas operasi, bulan dari tahun tutup buku, serta umur perusahaan
sebagai variabel independen dan ketepatwaktuan pelaporan sebagai variabel dependen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, profitabilitas serta umur perusahaan secara signifikan mempengaruhi ketepatwaktuan pelaporan, sedangkan variabel lain tidak signifikan. Ringkasan penelitian-penelitian terdahulu disajikan dalam tabel berikut: Tabel II.1 Ringkasan Penelitian-Penelitian Terdahulu No
Peneliti
Variabel
Hasil Penelitian
Penelitian 1
Daoud
et
(2014)
al. Karakteristik dewan
Profitabilitas,
komisaris, ukuran
profitabilitas, opini audit
opini
dewan
dan berpengaruh
audit, komisaris terhadap
ketepatwaktuan
pelaporan
keuangan,
sedangkan
independensi dewan komisaris tidak
ditemukan
pengaruh
mempunyai terhadap
ketepatwaktuan
pelaporan
keuangan 2
Joened
dan karakteristik dewan ukuran dewan komisaris, opini
Damayanthi
komisaris,
(2016)
auditor, profitabilitas,
opini auditor, reputasi dan positif
profitabilitas, auditor pada
dan
berpengaruh
timeliness
of
reputasi auditor
financial reporting. Sedangkan komisaris
independen
berpengaruh
negatif
pada
timeliness of financial reporting.
3
Nor dan Hussin Ukuran
komite Ukuran komite audit, jumlah
(2010)
jumlah pertemuan
audit,
komite
audit,
pertemuan komite independensi komite audit dan audit, independensi keahlian keuangan komite audit komite
audit, berpengaruh negatif terhadap
keahlian keuangan audit report lag. Independensi komite
audit, dewan komisaris, ukuran dewan
Independensi dewan
komisaris, dualitas CEO, dan
komisaris, opini
ukuran
auditor
berpengaruh
dewan positif terhadap audit report lag.
komisaris, dualitas CEO,
dan
opini
auditor
4
Afify (2009)
independensi dewan,
independensi dewan, dualitas
dualitas CEO, dan keberadaan komite
CEO, dan komite audit audit
secara
signifikan
mempengaruhi audit report lag.
5
Purwati (2006)
Independensi anggota
Independensi anggota komite
komite audit, Ketua komite audit, serta
audit, Kompetensi : Kompetensi : keahlian keahlian
keuangan anggota komite audit
keuangan anggota berpengaruh komite
positif
terhadap
audit, ketepatwaktuan
Keanggotaan komite
pelaporan
keuangan,
sedangkan
audit, Keanggotaan
komite
audit,
Proporsi komisaris Proporsi komisaris independen independen
tidak
berpengaruh
terhadap
ketepatwaktuan
pelaporan
keuangan.
6
Owusu-Ansah
ukuran perusahaan, ukuran
(2000)
profitabilitas, proporsi
profitabilitas
hutang perusahaan
perusahaan, serta secara
umur signifikan
terhadap total aset, mempengaruhi ketepatan waktu pos
luar
biasa, pelaporan, sedangkan variabel
kompleksitas
lain tidak signifikan.
operasi, bulan dari tahun tutup buku, serta perusahaan
umur
2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Daoud et al. (2014), sehingga faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi dalam penelitian ini disesuaikan dengan yang digunakan dalam Daoud et al. (2014) dengan perbedaan terletak pada penggantian variabel profitabilitas dengan karakteristik komite audit. Faktor-faktor tersebut adalah karakteristik dewan komisaris, karakteristik komite audit, dan opini auditor. Berdasarkan penjelasan tersebut, kerangka pemikiran yang menggambarkan hubungan antara karakteristik dewan komisaris, karakteristik komite audit, dan opini auditor adalah sebagai berikut:
Gambar II.1 Kerangka Pemikiran Variabel Independen Indepenensi Dewan Komisaris
Ukuran Dewan Komisaris
Indpendensi Komite Audit
+
+ Variabel Dependen +
+ Financial Expertise Komite Audit
+ Opini Auditor
Ketepatwaktuan Pelaporan Keuangan
2.4 Hipotesis Penelitian Pengaruh Independensi Dewan Komisaris terhadap Ketepatwaktuan Pelaporan Keuangan Berdasarkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33/POJK.04/2014, komisaris independen dalam sebuah perusahaan harus berjumlah minimal 30% dari total anggota dewan komisaris. Savitri (2010) menemukan bahwa keberadaan komisaris independen akan membuat laporan keuangan yang disajikan lebih berintegritas, karena di dalam perusahaan terdapat badan yang mengawasi dan melindungi hak pihak-pihak diluar manajemen. Oleh sebab itu, untuk terhindar dari keterlambatan pelaporan keuangan, peran dewan komisaris khususnya komisaris independen sangat dibutuhkan oleh perusahaan. Ezat dan El-Masry (2008); Abdelsalam dan El-Masry (2008) menemukan bahwa proporsi komisaris independen berpengaruh signifikan dengan ketepatwaktuan penyampaian laporan keuangan pada internet. Dengan adanya proporsi komisaris independen diharapkan mengurangi terjadinya konflik kepentingan atau sering disebut konflik keagenan, sehingga laporan keuangan dapat disampaikan secara tepat waktu. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dapat disusun adalah sebagai berikut: H1: Independensi dewan komisaris berpengaruh positif terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan.
Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Ketepatwaktuan Pelaporan Keuangan Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007, pada pasal 108 ayat (5) dijelaskan bahwa bagi perusahaan berbentuk perseroan terbatas, maka wajib memiliki paling sedikitnya 2 (dua) anggota Dewan komisaris. Oleh karena itu, jumlah anggota Dewan komisaris disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengambilan keputusan. . Ukuran dewan komisaris dapat dinyatakan dengan pola pikir two head is better than one yang berarti bahwa semakin banyak yang memikirkan dan memantau
berbagai
resiko
yang
dihadapi
perusahaan,
semakin
besar
kemungkinan perusahaan dapat mengatasi ancaman yang dibawa oleh resiko tersebut (Muntoro, 2006). Diharapkan dengan ukuran dewan komisaris yang semakin besar, maka akan semakin mempercepat proses pelaporan keuangan. Hal ini didukung oleh penelitian Joened dan Damayanthi (2016) menemukan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif dan signifikan pada timeliness of financial reporting. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dapat disusun adalah sebagai berikut: H2: Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pelaporan keuangan.
ketepatwaktuan
Pengaruh Independensi Komite Audit terhadap Ketepatwaktuan Pelaporan Keuangan Berdasarkan Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No: 643-29/BL/2012 yang diterbitkan pada 7 Desember 2012 mensyaratkan jumlah anggota komite audit sekurang-kurangnya tidak kurang dari 3 (tiga) orang yang diketuai satu orang komisaris independen dan 2 (dua) orang dari luar perusahaan yang independen terhadap perusahaan. Anggota komite audit yang merupakan komisaris independen bertindak sebagai ketua komite audit. Dalam hal anggota komisaris independen yang menjadi anggota komite audit lebih dari satu orang maka salah satunya bertindak sebagai ketua komite audit. Bradbury et al. (2004) menemukan bahwa komite audit independen dapat memberikan kontribusi terhadap kualitas penyampaian laporan keuangan. Menurut Hashim dan Rahman (2011), audit independen dapat meningkatkan efektivitas fungsi pengawasan karena berfungsi sebagai agen penguat untuk independensi auditor internal dan eksternal dalam sebuah perusahaan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Nor dan Hussin. (2010) yang menyatakan bahwa proporsi komite audit independen yang besar akan semakin meningkatkan kualitas pengawasan di dalam perusahaan, sehingga semakin besar jumlah anggota komite audit independen maka akan semakin mempercepat ketepatwaktuan penyampaian laporan keuangan. Penelitian yang dilakukan oleh Purwati (2006) dan Hashim dan Rahman (2011) menemukan bahwa independensi komite audit berpengaruh terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan.
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang dapat disusun adalah sebagai berikut: H3: Independensi komite audit berpengaruh positif terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan. Pengaruh Financial Expertise Komite Audit terhadap Ketepatwaktuan Pelaporan Keuangan Berdasarkan Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No: 643-29/BL/2012 mensyaratkan bahwa salah seorang dari anggota komite audit harus memiliki latar belakang pendidikan akuntansi dan /atau keuangan, memiliki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami laporan keuangan, memiliki pengetahuan yang memadai tentang peraturan perundangan di bidang pasar modal dan peraturan perundang-undangan terkait lainya. Anggota komite audit yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi dan keuangan dipandang dapat meningkatkan kualitas dari laporan keuangan perusahaan dalam hal ini kaitanya dengan ketepatwaktuan pelaporan keuangan.Mutmainnah dan Wardhani (2013) menungkapkan bahwa semakin banyak anggota komite audit yang memiliki keahlian di bidang akuntansi dan keuangan akan berdampak kepada kualitas laporan keuangan yang lebih baik. Hasil penelitian Purbasari (2014) dan Purwati (2006)
menemukan bahwa keahlian keuangan anggota komite audit secara
signifikan berpengaruh terhadap timeliness pelaporan keuangan Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang dapat disusun adalah sebagai berikut:
H4: Financial expertise komite audit berpengaruh positif terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan. Pengaruh Opini Auditor terhadap Ketepatwaktuan Pelaporan Keuangan Akuntan publik bertugas memberikan assurance terhadap kewajaran laporan keuangan yang disusun dan diterbitkan oleh manajemen. Assurance terhadap laporan keuangan tersebut, diberikan akuntan publik melalui opini akuntan publik. Berdasarkan penelitian Daoud et al. 2014, perusahaan yang tidak menerima unqualified opinion cenderung untuk menunda pelaporan keuangan perusahaan. Hal ini dikarenakan auditor cenderung menghabiskan waktu yang lebih lama untuk melakukan audit pada perusahaan yang tidak mendapatkan unqualified opinion. Hasil penelitian Daoud et al. (2014), Astuti (2007), serta Joened dan Damayanthi (2016) menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara opini auditor dengan ketepatwaktuan pelaporan keuangan. Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang dapat disusun adalah sebagai berikut: H5: Opini auditor berpengaruh positif terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan.