7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Energi Matahari Matahari adalah sumber energi utama yang memancarkan energi yang luar biasa besarnya ke permukaan bumi. Energi matahari dapat dipresentasikan dalam parameter intensitas radiasi yaitu jumlah daya matahari yang datang pada suatu permukaan persatuan luas area. Pada keadaan cuaca cerah, permukaan bumi menyerap sekitar 1000 watt energi matahari permeter persegi. Kurang dari 30% energi tersebut dipantulkan kembali ke angkasa, 47% dikonversikan menjadi panas, 23% digunakan untuk seluruh sirkulasi kerja yang terdapat di atas permukaan bumi, sebagian kecil 0,25% ditampung angin, gelombang dan arus dan masih ada bagian yang sangat kecil 0,025% disimpan melalui proses fotosintesis di dalam tumbuh-tumbuhan yang akhirnya digunakan dalam proses pembentukan batu bara dan minyak bumi (bahan bakar fosil, proses fotosintesis yang memakan jutaan tahun) yang saat ini digunakan secara ekstensif dan eksploratif.Bukan hanya untuk bahan bakar tetapi juga untuk bahan pembuat plastik, formika, bahan sintesis lainnya. Sehingga bisa dikatakan bahwa sumber segala energi adalah energi matahari (Manan, 2009). Energi matahari dapat dimanfaatkan dengan berbagai cara salah satunya sel surya yang menjanjikan masa depan yang cerah sebagai sumber energi listrik.
2.2 Sel Surya Sel surya adalah suatu divais yang dapat mengkonversi energi matahari menjadi energi listrik melalui efek fotovoltaik. Divais ini dibuat dari bahan semikonduktor yaitu suatu zat padat yang memiliki nilai resitivitas lebih besar dari bahan konduktor dan lebih kecil dari bahan isilator. Celah pita energinya pun tidak terlalu besar sehingga memungkinkan terjadinya eksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi.
2.2.1 Sel Surya Anorganik Pada umumnya sel surya terbuat dari bahan semikonduktor anorganik. Bahan semikonduktor dibentuk dari hasil ikatan kovalen antara unsur-unsur bahan sehingga konvigurasi elektron valensinya menyerupai konvigurasi elektron pada unsur-unsur gas mulia. Misalnya unsur-unsur pada golongan IIIA seperti Boron (B), Aluminium (Al), Gallium (Ga), Indium (In) dan Thallium (Tl) dengan unsurunsur pada golongan V A seperti Nitrogen (N), Phosphorus (P), dan Arsenik (As). Muatan pembawa arus listrik pada bahan semikonduktor adalah elektron dan hole. Suatu bahan yang pembawa mayoritasnya adalah hole disebut semikonduktor tipe-p dan bahan yang muatan pembawa mayoritasnya adalah elektron disebut semikonduktor tipe-n. Ketika kedua bahan ini disatukan maka akan terbentuk semikonduktor sambungan p-n. Ketika bahan tipe-p disambungkan dengan bahan tipe-n, maka elektron pada bahan tipe-n berdifusi melalui permukaan sambungan menuju bahan tipe-p, begitu juga sebaliknya, hole pada
8
bahan tipe-p berdifusi menuju bahan tipe-n. Ketika berdifusi, hole mengalami rekombinasi dengan elektron dan saling meniadakan muatan sehingga tepat pada sambungan p-n terjadi daerah tanpa muatan bebas yang disebut daerah deplesi. Pada daerah deplesi muatan positif terpisah dari muatan negatif, sehingga timbulmedan listrik yang dikenal sebagai medan built-in yaitu medan dalam. Akibat dari medan dalam ini akan muncul suatu potensial penghalang antara bahan tipe-p dan bahan tipe-n. Besarnya potensial penghalang kemudian di ikuti dengan melebarnya daerah deplesi. Struktur sel surya dari bahan semikonduktor anorganikdapat terbentuk sambungan p-n atau sambungan schottky. Sel surya persambungan schottky terdiri dari sambungan metal dan semikonduktor. Struktur sel surya persambungan p-n yang umum digunakan adalah struktur heterojunction. Pada struktur ini, energi gap lapisan atas akan lebih besar di bandingkan dengan energi gap lapisan di bawahnya, sehingga ketika foton dari cahaya matahari menembus lapisan-lapisan ini foton yang energinya tidak mampu mengeksitasikan elektron pada lapisan teratas akan diteruskan ke lapisan di bawahnya begitu setrusnya, yang dikenal dengan sistem window. Sebuah sel surya dapat menghasilkan arus listrik jika diberikan sejumlah energi cahaya. Proses munculnya arus listrik ini diawali dengan proses pemutusan ikatan elektron pada atom-atom yang tersusun dalam kristal semikonduktor ketika menerima energi dari luar. Pada sel surya terdapat dua jenis arus, yaitu arus foto (photo current) dan arus gelap (dark current). Arus foto atau arus penyinaran muncul karena elektron-elektron pada pita valensi bahan semikonduktor
9
tereksitasi ke pita konduksi akibat diberikan sejumlah energi foton. Sehingga akan timbul perbedaan kerapatan muatan pembawa pada pita konduksi di daerah persambungan. Karena perbedaan kerapatan dan muatan, maka akan muncul pergerakan muatan dari daerah kerapatan tinggi ke daerah kerapatan rendah atau terjadi proses difusi sehinggs arus foto di sebut juga dengan arus difusi. Sedangkan arus gelap pada sel surya yang disebut juga dengan arus dioda, karena munculnya arus ini akibat persambungan p-n pada sel surya tersebut. Arus gelap berlawanan arah dengan arus foto, arus gelap merupakan arus minoritas. Resultan arus foto dan arus gelap menghasilkan arus listrik secara keseluruhan pada sel surya.
2.2.2 Sel Surya Organik Sifat listrik material organik pertama kali ditemukan pada tahun 1977 oleh Chiang dan kelompok penelitiannya (Gadisa, 2006). Material organik pertama yang dapat menghantarkan arus listrik adalahpolyacetylene yang didopping iodine dan bromin(Roth, 1985). Molekul-molekul dalam bahan organik
berinteraksi
melalui interaksi Van der Waals yang lemah.Hal ini mengakibatkan pita valensi dan pita konduksi terbentuk pada setiap molekuldengan lebar pita antar setiap molekulnya lebih kecil dari 0,1 eV (Ishii dkk., 1999).Orbital anti-ikatan (antibondingorbital) terletak pada tingkat energi yang lebih tinggidaripada orbital ikatan (bonding orbital). Orbital anti-ikatan membentuk pita konduksi dan orbital ikatan membentuk pita valensi. Bagian teratas dari keadaan yang ditempati oleh elektron pada pita valensi disebut Highest Occupied Molecular Orbital (HOMO),
10
sedangkan bagian terbawah dari keadaan yang tidak ditempati elektronpada pita disebut dengan Lowest Unoccupied Molecular Orbital (LUMO), atau dapat juga dikatakan bahwa HOMO merupakan analog bagi pita valensi dalam kajian semikonduktor berbasis bahan anorganik, sedangkan LUMO merupakan analog bagi pita konduksi. Apabila level Fermi suatu bahan lebih dekat dengan LUMO, dapat dikatakan bahan tipe-n, dan berperilaku sebagai penerima (akseptor) elektron, sedangkan apabila level Fermi suatu bahan lebih dekat dengan HOMO, bahan tersebut dapat dikatakan bahan tipe-p dan berperan sebagai pemberi (donor) elektron. Pada sel surya organik, digunakan dua lapisan aktif, yang satu berfungsi sebagai lapisan donor (tipe-p) dan yang lainnya berfungsi sebagai lapisan akseptor (tipe-n). Proses transfer muatan yang terjadi pada lapisan aktif terjadi karena adanya perbedaan afinitas elektron. Agar terjadi suatu transfer muatan pada lapisan donor-akseptor, LUMO lapisan donor seharusnya berada minimal 0,5 eV di atas LUMO akseptor dan level HOMO lapisan akseptor seharusnya berada di bawah level HOMO lapisan donor Hal ini berarti bahwa setiap bahan organik dapat berperan sebagai lapisan donor maupun akseptor, tergantung dengan bahan apa dia dikombinasikan (Pratiwi, 2009). Menurut Timothy David Heidel (2010), Pembentukan dan penyinaran sel surya organik merupakan mekanisme yang terdiri dari beberapa langkah, diantaranya: 1. Penyerapan optis atau penyerapan energi foton. Energi ini digunakan elektron dan hole yang saling berikatan dengan kuat. Pasangan elektron dan hole ini
11
kemudian membentuk eksiton (muatan netral) dengan energi ikat sebesar 0,10,4 eV. 2. Difusi eksiton,eksiton yang terikat ini harus berpindah ke lapisan antarmuka. Selama perjalanannya menuju lapisan antarmuka ada kesempatan eksiton tersebut akan berekombinasi. Jarak yang ditempuh suatu eksiton sebelum berekombinasi disebut panjang difusi, biasanya berkisar dalam orde 10-15 nm. 3. Perjalanan eksiton, setelah mencapai lapisan antarmuka eksiton tersebut berdisosiasi menjadi muatan-muatan bebas. Hasil pemisahan muatan elektron akan ditemukan pada level LUMO dari lapisan akseptor, dan hole akan ditemukan pada level HOMO pada lapisan donor. 4. Pemisahan eksiton, muatan-muatan ini akan berdifusi menuju elektroda masing-masing. Pergerakan muatan ini dikerenakan drift oleh medan dalam, walaupun efek difusi memainkan peranan penting. Perjalanan muatan ini juga dipengaruhi oleh adanya interaksi dengan atom-atom atau muatan lain, sehingga akan mengurangi kelajuan transpor elektron. Berikut ini adalah skema mekanisme terbentuknya arus penyinaran pada sel surya organik:
12
Gambar 2.1Skema terbentuknya arus penyinaran pada sel surya organik (Heidel, 2010)
2.3 Menentukan Performa Sel Surya Performa sel surya ditentukan oleh dua parameter, yaitu karakterisitik arustegangan (kurva I-V) yang diukur di bawah pengaruh penyinaran dan efisiensi sel surya.
2.3.1 Karakteristik Kurva Arus-Tegangan (I-V) Karakteristik I-V pada sel surya menggambarkan bagaimana sel surya tersebut bekerja di bawah penyinaran sinar matahari langsung. Kurva I-V ditentukan oleh beberapa parameter, antara lain arus hubungan singkat Isc(short sircuit) yaitu arus ketika potensial sama dengan nol, tegangan rangkaian terbuka Voc(open circuit voltage), yaitu tegangan ketika beban luar yang diberikan sangat
13
besar, tegangan Vmaxyaitu tegangan yang memberikan nilai daya maksimum, arus Imaxyaitu arus yang memberikan nilai daya maksimum. Pmax = Vmax Imax = Voc Isc FF
(2.1)
dan faktor isi ataufill factor(FF). Faktor isi adalah ratio antara perkalian arus maksimum dan tegangan maksimum dengan perkalian Vocdan Isc.
FF =
Imax Vmax (2.2) IscVoc
FF merupakan parameter yang memperlihatkan seberapa jauh kurva I-V mendekati bentuk ideal. Nilai FF terbesar (ideal) adalah 1 yang terjadi ketika Pmax sama dengan Vocdikali Isc (Timuda, 2009). Berikut di bawah ini adalah bentuk karakteristik kurva arus-tegangan (I-V) pada sel surya.
Gambar 2.2 Kurva karakteristik arus-tegangan (I-V)
14
2.3.2 Efisiensi Sel Surya Efisiensi konversi energi sel surya secara keseluruhan adalah perbandingan daya yang dihasilkan sel surya dengan daya sinar matahari yang mengenai sel surya tersebut. Efisiensi tersebut dapat ditentukan dengan menggunakan parameter-parameter dari kurva I-V. Adapun persamaan efisensi konversi energi selsurya adalah sebagai berikut: ߟ=
ೌೣ
ݔ100%
(2.3)
Dimana Pmax daya maksimum yang dihasilkan sel surya dan Pin adalah daya sumber cahaya yang digunakan (Maddu dkk., 2007).
2.4 Dye-Sensitized Solar Cell (DSSC) DSSC merupakan sebuah kelas baru sel surya yang relatif rendah biaya. Sel ini diciptakan oleh Michael Grätzel dan Brian O'Regan di École Polytechnique Fédérale de Lausanne pada tahun 1991 dan juga dikenal sebagai sel Grätzel. Beliau membuat sel surya dengan mekanisme yang sama dengan fotosintetis yang dilakukan oleh tumbuhan hijau. Sel surya jenis ini menggunakan gabungan material semikonduktor anorganik dan organik. Sel surya jenis DSSC terdiri dari tiga bagian utama, yaitu elektroda kerja, elektroda pembanding dan larutan elektrolit. Elektroda kerja terdiri dari kaca konduktif transfaran, seperti Indium Tin Oxida (ITO), lapisan semikonduktor nano kristalin TiO2 dan lapisan aktif dye. Elektroda pembanding terdiri dari kaca konduktif transparan dan lapisan karbon. Elektrolit yang digunakan adalah
15
elektrolit iodin dan triiodida dengan pasangan redoks (I-/I3-). Adapun struktur DSSC ditunjukan oleh Gambar 2.3.
Gambar 2.3Struktur Dye-Sensitized Solar Cell (Sastrawan, 2006)
2.4.1 Perendaman Elektroda Kerja Proses perendaman elektroda kerja ke dalam larutan dye merupakan proses pembentukan lapisan aktif dye di atas elektroda kerja. Selama proses perendaman, molekul-molekul dyeakan terserap ke dalam pori TiO2. Jika jumlah molekul dye yang terserap semakin banyak, maka proses peneyerapan energi foton akan semakin efektif karena yang berperan dalam penyerapan energi foton adalah molekul-molekul dye. Hal ini akan mempengaruhi efisiensi konversi energi pada DSSC. Penyerapan molekul dye dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain luas lapisan TiO2, konsentrasi larutan dye, dan lamanya waktu perendaman elektroda kerja dalam larutan dye.Seiring bertambahnya konsentrasi
dyepada waktu
perendaman tertentu, maka jumlah molekul dye yang terserap mengisi pori TiO2pun
akan semakin banyak sehinggasaturasi pada nilai tertentu. Saturasi
dalam hal ini adalah kejenuhan elektroda kerja untuk menyerap molekul-molekul dye dikarenakan pori TiO2 sudah terisi penuh oleh molekul dye, walaupun 16
konsentrasi dyebertambah molekul-molekul dye tidak dapat mengisi pori TiO2. Sehingga pada keadaan ini injeksielektron ke pita konduksi TiO2tidak mengalami perubahan yang berdampak pada efisiensi konversi energi DSSCyang akan bernilai konstan.
2.4.2 Mekanisme Arus Penyinaran Prinsip kerja
DSSC merupakan siklus transfer elektron. Mekanisme
timbulnya arus penyinaran pada DSSC antara lain: a. Ketika foton dari sinar matahari menimpa DSSC, energi foton tersebut akan diserap oleh larutan dyemenyebabkan elektron valensi dyetereksitasi (D*) dari level HOMO ke level LUMO pada molekul dyedengan persamaan reaksi: D + foton →D*
(2.4)
b. Elektron yang tereksitasi dari molekul dye tersebut akan diinjeksikan ke pita konduksi (CB) nanopartikel TiO2. Molekul dye yang ditinggalkannnya kini dalam
keadaan
teroksidasi
(D+).
Lapisan
TiO2
bertindak
sebagai
semikonduktor tipe-n. Elektron foto yang diinjeksikan ke molekul TiO2 akan bergerak secara difusi ke sepanjang bagian atas dari elektroada kerja berupa lapisan konduktif transparan ITO (Indium Tin Oxide). c. Selanjutnya elektron ini ditransfer melewati rangkaian luar menuju elektroda pembanding. d. Triiodida yang terbentuk akan menangkap elektron yang berasal dari rangkaian luar dengan bantuan molekul karbon sebagai katalis. Reaksi yang terjadi adalah:
17
I3-+2e-cb → 3I-
(2.5)
Elektrolit iodin menyediakan elektron pengganti untuk molekul dye yang telah menginjeksikan elektronnya pada molekul TiO2 sehingga molekul dye tetap seperti semulakembali pada keadaan dasarground state (D) dengan persamaan reaksi: 2D+ +3I- → I3- + 2D
(2.6)
Gambar 2.4 Diagram skema aliran energi Dye-Sensitized Solar Cell
2.5Semikonduktor Titanium Dioksida (TiO2) Material TiO2 adalah material semikonduktor yang memiliki energi gap sebesar 3,2 eV dan menyerap sinar pada daerah ultraviolet. Material ini memiliki kemampuan yang bagus dalam fotokimia dan fotoelektrokimia, selain itu material TiO2 juga mudah untuk didapatkan, murah pemakaian luas tidak beracun(Gratzel,
18
2003).Umumnya TiO2 memiliki tiga fasa yaitu rutile, anatase dan brookite. Fasa rutile dari TiO2 adalah fasa yang umum dan merupakan fasa yang disintesis dari mineral ilmenite melalui proses Becher. Pada proses Becher, oksida besi yang terkandung dalam ilmenite dipisahkan dengan temperatur tinggi dan dengan bantuan gas sulfat atau klor sehingga menghasilkan TiO2 rutile dengan kemurnian 91-93%. Titania pada fasa anatase umumnya stabil pada ukuran partikel kurang dari 11 nm, fasa brookite pada ukuran partikel 11–35 nm, dan fasa rutile diatas 35 nm (Zhang et al., 2000). TiO2 yang digunakan untuk aplikasi DSSC ini adalah TiO2 dengan fase anatase karena mempunyai kemapuan fotoaktif yang tinggi. Dengan struktur nanopori ini yaitu ukuran pori dalam skala nano akan menaikkan kinerja sistem karena struktur nanopori ini mempunyai karakteristik luas permukaan yang tinggi sehingga akan menaikkan jumlah dye yang menempel pada molekul TiO2 yang implikasinya akan menaikan jumlah cahaya yang diserap. Selain itu porositas dan produksi fotoelektron pun akan meningkat.
2.6 Larutan Elektrolit Larutan elektrolit yang digunakan dalam DSSC ini terdiri dari pelarut organik dan senyawa pasangan redoks. Pasangan redoks yang digunakan adalah iodin dan triiodida (I-/I3-). Elektrolit cair ini tersusun dari kation iodida ditambah iodin yang dilarutkan dengan pelarut organik. Pelarut organik adalah senyawa yang mengandung nitril, seperti methoxypro-pionitrile, acetonitrile, atau γ– Butyrolactone. Penggunaan pelarut organik memiliki beberapa keuntungan yaitu
19
viskositas rendah, difusi ion cepat, efisiensi tinggi, mudah dibuat dan terserap banyak ke lapisan TiO2. Fungsi larutan elektrolit pada DSSC antara lain: 1. Sebegai regenerasi muatan pada molekul dye. 2. Transportasi muatan dalam pasangan redoks sebagai penyeimbang konsentrasi redoks. 3. Pengisi ruangan antara TiO2 dengan permukaan elektroda lawan. Pasangan redoks pada elektrolit (I-/I3-) memiliki potensial sebesar 0,53 V terhadap NHE (Normal Hydrogen Energy). Nilai ini lebih besar dari potensial maksimum pada tingkat HOMO dye, sehingga elektrolit dapat mereduksi molekul dye yang teroksidasi.
2.7
Dye-Sensitizer Sensitizer
adalah
materialyang
memberikan
pengaruh
sensitisasi
semikonduktor terhadap cahaya (Rahman, 2009). Dye-sensitizer pada DSSC adalah
zat
warna
yang
dapat
bertindak
sebagai
penyerap
energi
fotonatauphotosensitizer. Molekul dye menyerap foton dari cahaya matahari yang datang, dengan energi foton tersebut akan mengeksitasikan elektronnya dari level HOMO ke level LUMO dan menginjeksikan elektron tersebut ke pita konduksi semikonduktor TiO2.
2.8 Buah Delima Buah delima (pomegranate fruits) adalah tanaman buah-buahan yang dapat tumbuh hingga 5-8 m. Tanaman ini diperkirakan berasal dari Iran, namun telah
20
lama dikembangbiakkan di daerah Mediterania. Bangsa Moor memberi nama salah satu kota kuno di Spanyol, Granada berdasarkan nama buah ini. Tanaman ini juga banyak ditanam di daerah Cina Selatan dan Asia Tenggara.
Gambar 2.5 Buah delima
2.8.1 Klasifikasi Ilmiah Buah Delima Krajaan
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Upakelas
: Rosidae
Ordo
: Mytales
Genus
: Punica
Spesies
: P. Granatum
Nama binomial
: Punica Granatum
Umumnya orang mengenal delima karena bentuk buahnya yang menarik, sehingga sering disajikan di meja untuk dimakan segar, tanpa memperhatikan khasiatnya. Buah delima sudah matang banyak mengandung vitamin dan mineral
21
yang bermanfaat bagi tubuh seperti, kalsium, ium, zat besi, vitamin A maupun C. Tidak hanya itu juga buah delima sangat banyak mengandung zat warna, terutama pigmen antosianin . 2.8.2Antosianin tosianin Buah Delima Nama antosianin berasal dari bahasa Yunani antho-, antho , bunga dan kyanos-, kyanos biru. Antosianin adalah pigmen larut air yang secara alami terdapat pada berbagai jenis tumbuhan dan merupakan pewarna yang yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. tumbuhan Senyawa ini tergolong pigmen dan pembentuk warna pada tanaman yang ditentukan oleh pH dari lingkungannya. Dalam keadaan asam berwarna merah dan basa berwarna biru. Struktur dasar antosianin ini terdiri te atas 2-fenil-benzopirilium benzopirilium atau plavilium klorida dengan jumlah subtitusi gugus hidroksi dan metoksi. Sebagian besar antosianin memiliki struktur 3,5,73,5,7 trihidroksiflavilium hidroksiflavilium klorida dan bagian gula biasanya terikat pada gugus hidroksil pada 3 (pada Gambar mbar 2.4) Berikut ini adalah struktur umum antosianin:
Gambar 2.6 Struktur umum antosianin Sementara subtitusi pada pada cincin aromatik pada jenis-jenis jenis senyawa antosianin diperlihatkan pada Tabel 2.1
22
Tabel 2.1 Subtitusi pada cincin aromatik jenis-jenis senyawa antosianin Subtitusi pada cincin aromatik
Senyawa
Warna
3’
5’
-H
-H
Orange red
Sianidin
-OH
-H
Purplish red
Delpinidin
-OH
-OH
Bluis purle
Peonidin
-OCH3
-H
Rosy red
Petunidin
-OCH3
-OH
Purple
Malvidin
-OCH3
-OCH3
Wine red
Pelargonidin
Pada buah delima mengandung banyak antosianin, Sirimanne etal. (2006) melakukan ekstrak figmen alami buah delima (antosianin) sebagai dye-sensitizer pada DSSC pada lapisan TiO2. Di dalam antosianin buah delima yang diekstrak mengandung sianin (sianidin 3-glukosida) atau plavilium pada pH alami (~3.4), dengan kemampuan menyerap cahaya tampak pada panjang gelombang510 nm menggunakan
UV–vis
spektrometer
(Shimadzu
UV-3000).
Pada
pH
(~3.4)keasaman antosianin akan bersifatstabil. Antosianin bersifat lebih stabil pada pH asam dan pH berpengaruh terhadap efisiensi ekstraksi antosianin (Ariviani, 2010).
23
Gambar 2.7Struktursianin (flavilium) (Sirimanneetal., 2006) 2.9Ekstraksi Ekstaksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik (optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif.Dengan demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan lainya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan yang diinginkan. Ekstraksi antosianin dari tumbuhan adalah dengan menggunakan pelarut yang mengandung asam asetat atau asam hidrokloridadan larutannya harus disimpan ditempat gelap serta sbaiknya didinginkan. Pelarut yang sering digunakan untuk mengekstrasi antosianin adalah etanol, metanaol, isopropanol, aseton atau dengan air (akuades), asam asetat, asam format, atau asam askorbat (Farima, 2009).
24