10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Obesitas
2.1.1 Defenisi Obesitas Obesitas didefenisikan sebagai kondisi kelebihan lemak dalam jaringan adipose yang mengganggu kesehatan (Adriani dan Wirjatmadi, 2012). Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh yang berbeda pada kedua jenis kelamin. Pada pria dengan obesitas ditemukan total lemak tubuh lebih dari 20% dan pada wanita
lebih dari 30% (Misnadiarly,2007). Obesitas merupakan hasil dari
ketidakseimbangan homeostasis energy kronis yaitu asupan energi melebihi pengeluarannya (Weigt, 2012). Obesitas digolongkan menjadi dua jenis yaitu hipertrofi dan hyperplasia. Pada obesitas hipertrofi terjadi peningkatan volume jaringan adiposit, sedangkan obesitas hyperplasia terjadi peningkatan jumlah sel adiposit. Obesitas hyperplasia berkorelasi dengan beratnya derajat obesitas. Penelitian pada hewan menunjukkan hipertrofi adiposit terjadi sebelum hyperplasia adiposit. Penelitian yang menggunakan Carbon-14 menyatakan bahwa sel adiposit dibentuk terus menerus sepanjang hidup. Adiposit yang hipertrofi lebih bersifat merusak dan berhubungan dengan sindroma metabolik, risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes tipe 2, kanker dan peningkatan mortalitas (Navarrete dan Real,2012) infertilitas, sindrom polycystic ovary, sleep apnea dan kanker tertentu (Kanasaki & Koya, 2011). Berdasarkan distribusi lemak dalam tubuh, bentuk obesitas dibedakan menjadi tipe 2 tipe yaitu android dan ginoid. Tipe android (buah apel ) yaitu akumulasi lemak terjadi pada bagian tubuh atas, sekitar dada, pundak, leher dan
10
Universitas Sumatera Utara
11
muka
yang biasanya dialami oleh pria dan wanita yang sudah menopause.
Sedangkan tipe Ginoid (buah pear) yaitu akumulasi lemak pada bagian tubuh bawah, sekitar perut, pinggul, paha, pantat. Tipe ginoid umumnya diderita oleh wanita. Dalam kondisi yang exstreme dapat terjadi steatopygia yaitu akumulasi lemak yang sangat berlebih pada daerah pantat (Gesta et al,2006).
Gambar 2.1. Wanita dengan steatopygia 2.1.2
Etiologi Obesitas Obesitas disebabkan oleh berbagai factor, yang secara umum berkaitan
dengan ketidakseimbangan antara asupan dan pengeluaran energy sehingga terjadi kelebihan energy yang disimpan dalam jaringan lemak (Trayhurn,2007; Case &Menendez, 2010) Menurut Adriani dan Wirjatmadi (2012) Obesitas terjadi karena beberapa factor antara lain factor genetik, lingkungan, psikis dan penyakit (hipotiroidisme, sindroma chusing, sindroma prader willi) dan penggunaan obatobatan tertentu (steroid dan neuroleptic). 2.1.3
Pengukuran dan Kriteria Penilaian Obesitas
1. Body Mass Indeks Metode pengukuran yang lazim digunakan untuk menilai obesitas salah satunya adalah BMI. BMI telah digunakan secara luas dalam studi
Universitas Sumatera Utara
12
epidemiologi dan dimasukkan ke dalam praktek klinis karena bersifat sederhana (Perhitungan BMI dilakukan dengan cara menghitung pembagian antara berat badan ( BB) dalam kilogram dan kuadrat tinggi badan (TB) dalam meter (Okorodudu et al,2010). Klasifikasi BMI dibedakan menurut Kriteria WHO dan kriteria Asia Pasifik. Criteria WHO untuk populasi Eropa dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Populasi Asia menunjukkan kondisi yang berbeda dengan populasi dibelahan dunia yang lain. Postur tubuh orang Asia lebih kecil dan kurus. Dengan melihat kemungkinan resiko BMI yang berdasarkan cut off point, prevalensi overweight dan obesitas lebih rendah dibanding tempat lain di dunia. sehingga dibutuhkan penentuan nilai cut off point (Weisel,2002).
The
BMI untuk region Asia
International Obesity Taskforce mempublikasikan
klasifikasi pengukuran BMI untuk populasi Asia dalam The Asia Pacific Perspective: Redefining obesity and its treatment (2000) yang dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
13
(Weisell, 2002; The Asia pacific perspective , 2000) 2. Lingkar Pinggang Selain IMT,metode lain untuk pengukuran antropometri tubuh adalah pengukuran lingkar pinggang. Penelitian Wall et al (2011), menunjukkan bertambahnya ukuran lingkar pinggang dari tahun ke tahun dibandingkan dengan pertambahan BMI pada orang muda obesitas sehingga pengukuran ini lebih erat keterkaitannya dengan tingkat resiko gangguan metabolik. International Diabetes Federation (IDF) mengeluarkan criteria lingkar pinggang berdasarkan etnis (tabel 2.3) Tabel 2.3 Ukuran Lingkar Pinggang Berdasarkan Etnis (IDF,2006). Negara / etnis Eropa Asia selatan Populasi China , Melayu, Asia-India Amerika Tengah dan Selatan
Sub Sahara Afrika Timur tengah
Lingkar pinggang (cm) Pria > 94 cm Wanita >80 cm Pria > 90 cm Wanita > 80 cm Gunakan rekomendasi Asia selatan hingga data tersedia spesifik Gunakan Rekomendasi Eropa hingga tersedia data spesifik Gunakan rekomendasi Eropa hingga tersedia data spesifik
Universitas Sumatera Utara
14
3. Pengukuran Lemak Sub Cutan Metode anthropometris lain untuk memprediksi persentase lemak tubuh total atau segmental termasuk lemak sub cutan dengan tehnik skinfold-thickness yang menggunakan alat skinfold caliper dengan satuan millimeter.salah satu lokasi spesifik yang dapat dilakukan pengukuran ini adalah pada Triceps.(Norton & Old,1998). Pengukuran lemak subcutan pada wanita dapat dilakukan pada area tricep dan dikatakan obesitas bilai nilai pengukuran > 25,1 mm (Rita Ramayulis,2013). 2.1.4
Aspek Regulasi Homeostasis Energy dan Berat Badan Didalam tubuh manusia terjadi proses untuk menjaga keadaan homeostasis
yang berlangsung secara berkesinambungan, termasuk homeostasis energy yang akan tercapai bila terjadi keseimbangan antara pembentukan energy yang berasal dari intake makanan , dan pengeluarannya berupa pemakaian untuk metabolisme basal, termogenesis dan aktivitas fisik (Speilgement & Flier,2001). Susunan saraf pusat berperan dalam mengatur keseimbangan ini melalui tiga mekanisme yaitu (1) membentuk perilaku berupa aktivitas makan atau kegiatan fisik (2) efek pada saraf otonom yang mengatur pemakaian energy dan metabolisme (3) efek pada system endokrin, seperti sekresi hormone tiroid, kortisol, insulin, hormone gonad dan growth hormone (Speilgement & Flier,2001 ; Nuraiza, 2005). Perilaku makan dipengaruhi secara multifaktorial melalui faktor endokrin, metabolic, neural dan juga dimodifikasi oleh input visual, olfaktori, emosional dan kognitif. Faktor-faktor ini terintegrasi dan menentukan proses dimulainya prilaku makan (Speilgement & Flier,2001).
Universitas Sumatera Utara
15
Terdapat dua jenis pengaturan yaitu pengaturan jangka pendek dan pengaturan jangka panjang. Pengaturan jangka pendek merupakan pengaturan yang menyebabkan seseorang merasa kenyang dan menghentikan aktivitas perilaku makan. Hal-hal ini disebabkan adanya sinyal – sinyal berupa peregangan lambung, sekresi kolesitokinin dan peningkatan kadar insulin . Pengaturan jangka panjang melibatkan informasi dari tempat cadangan energy yaitu jaringan adipose (Nuraiza, 2005). Informasi ini berupa perubahan kadar hormone leptin yang menggambarkan jumlah cadangan lemak (Sherwood,2012) .
2.2
Leptin
2.2.1 Defenisi Leptin Leptin merupakan suatu peptide 16 kD yang ditemukan pada tahun 1994 pada tikus obesitas (gen ob/ob) (Friedman & Hallas,1998). Leptin terletak pada kromosom 7q31.1, 4 dan 6 (Karmazyn et al, 2009). Leptin diproduksi sebagian besar oleh jaringan adiposa yang berperan sebagai regulator utama dalam pengaturan keseimbangan energy dan berat badan (Friedman & Hallas,1998). Fungsi utama leptin adalah untuk menyampaikan sinyal simpanan energi yang ada dalam tubuh pada system saraf pusat sehingga otak dapat melakukan penyesuaian yang dibutuhkan untuk menyeimbangkan asupan dan pengeluaran energy (Friedman & Hallas,1998). Leptin diindikasikan sebagai sinyal afferent regulasi negative dalam mempertahankan massa jaringan adiposa. Leptin disekresikan dari sel-sel adiposit . dan
berikatan dengan reseptornya (Ob-R). Level leptin berkorelasi positif
dengan perubahan lemak tubuh. Peningkatan leptin menghasilkan keseimbangan energy negative (pengeluaran energy lebih besar dibanding intake makanan) dan
Universitas Sumatera Utara
16
penurunan leptin menghasilkan kesimbangan energy positif (intake makanan lebih besar dibanding pengeluaran energy). Aksi utama leptin terjadi di hipotalamus. Leptin bekerja secara sentral untuk menurunkan intake makanan dan memodulasi glukosa serta metabolisme lemak. Efek perifer leptin pada T cells, islets pancreas dan jaringan lain juga telah ditunjukkan (Friedman & Hallas, 1998).
Gambar 2.2.
Leptin adiposity dan regulasi di jaringan adipose.(Friedman & Hallas,1998)
1. Struktur Leptin Reseptor leptin (ObR) pertama kali diisolasi dari plexus choroid dengan tehnik cloning ekpresi (Tartaglia,1995) yang telah diidentifikasi sebagai salah satu anggota cytokine family kelas 1 dimana termasuk dengan growth hormone, prolactin dan interleukin (Mo et al,2006). 2. Reseptor dan pensinyalan leptin Leptin terutama diekspresikan dalam jaringan adiposa, dan konsentrasi disirkulasi pada saat makan sangat berkorelasi dengan tingkat adipositas (Maffei et al.1995). Jaringan lain yang mengekspresikan mRNA leptin, termasuk plasenta ,epitel mammae, hipofisis dan hipotalamus (Bado et al 1998; Smith - Kirwin et al 1998; Hoggard et al, 2001) Konsentrasi akut leptin disirkulasi dipengaruhi oleh status gizi dan menurun pada kondisi puasa (Ahren et al. 1997) atau paparan
Universitas Sumatera Utara
17
dingin (Hardie et al. 1996). Turunnya level leptin ini memediasi sejumlah adaptasi fisiologis terhadap gangguan homeostasis energi, termasuk stimulasi perilaku makan dan penurunan pengeluaran energy serta penekanan axis reproduksi (Cotrell & Mercer; 2012). Reseptor leptin memiliki sebuah domain extra selular berikatan dengan ligan, sebuah transmembran domain dan sebuah domain sinyal cytoplasmic (Fruhbeck 2006). Reseptor leptin (ObR) yang merupakan produk gen Lepr memiliki enam isoform dengan domain intraselular yang khas. Isoform – isoform ini diklasifikasikan berdasarkan panjang domain intraselular pendek atau panjang (Tartaglia, 1996) yang dihasilkan dari alternatif splicing mRNA dan / atau proses proteolitik . Masing-masing isoform domain ekstra - seluler dan transmembran sama, tetapi berbeda dalam sequensi C- terminal intra - selulernya (Cotrell & mercer,2012) Lepr a, c, d, e dan f memiliki domain sitoplasma yang relatif pendek (dan disebut sebagai "short" isoform), (Bjorbaek et al 1997; Fruhbeck,2006)
LepRb , dengan sebuah perpanjangan region c terminal intra
seluler dari 300 asam amino,yang memiliki kemampuan lengkap untuk transduksi sinyal intra-seluler (Baumann et al. 1996) Selanjutnya, LepRb telah terbukti sangat penting dalam memediasi aksi leptin dalam pengaturan berat badan, tidak ditemukan perbedaan phenotip yang dapat dilihat antara tikus yang kehilangan semua isoform reseptor leptin (db3J/db3J) ,dengan
tikus db/db (yang hanya
kekurangan fungsi LepRb) dan defisiensi leptin pada hewan ob / ob (Chua et al 1996; Tartaglia 1997).
Universitas Sumatera Utara
18
Gambar 2.3. Struktur reseptor leptin (ObR). (Friedman, 1996) Pengikatan leptin pada LepRb melibatkan dimerisasi reseptor dan aktivasi jalur janus kinase / sinyal transduser dan aktivator transkripsi (JAK/STAT) ( Banks et al. 2000). Aktivasi LepRb menginisiasi suatu jalur transduksi sinyal bertahap. Defisit salah satunya akan berperan penting dalam etiologi resistensi leptin. Heterodimer lepra dan LepRb tampaknya mampu memberikan sinyal karena isoform pendek LepRa tidak memiliki residu Leu896 dan Phe897 yang sangat penting untuk dimerisasi (Bahrenberg et al. 2002). Seperti banyak reseptor sitokin, LepRs tidak memiliki aktivitas kinase intrinsik sehingga pensinyalan memerlukan interaksi dengan
reseptor tirosin kinase non sitoplasma
(Jaks)
(Cotrell & Marcel,2012) yang menfosforilasi sejumlah residu tirosin pada domain reseptor intraseluler. Walaupun mekanisme pasti dari aktivasi dan pensinyalan JAK2 masih belum jelas, terdapat sejumlah bukti yang mendukung ikatan leptin pada reseptornya memicu agregasi LepRb menjadi oligomers dan berikatan dengan molekul JAK2, sehingga memungkinkan terjadinya autofosforilasi. Kemungkinan terdapat tiga residu torosin yang tersimpan di dalam domain reseptor intraseluler yang terfosforilasi dan berkontribusi terhadap pensinyalan yaitu Y985, Y1138 dan Y1077. Domain yang terfosforilasi akan mengikat protein yang mengandung SRC homolog 2 (SH2) dimana STATs
Universitas Sumatera Utara
19
diaktivasi dan ditranslokasikan kedalam nucleus dan berlaku seperti factor transkripsi. STAT3 diketahui penting untuk keseimbangan energy dan setelah berikatan dengan LepR/ObR menjadi substrat untuk JAKs dan kemudian berdisosiasi dari reseptor sebelum membentuk dimer aktif (Cotrell & Marcell,2012). Selain JAK/STAT signaling, aktivasi LepRb menghasilkan pengaktifan
sinyal
extra
selular
regulated
kinase
(ERK)
dan
jalur
phosphoinositide 3-kinase (PI3K) (Fruhbeck 2006). Signaling Leptin melalui LepRb juga di bawah regulasi umpan balik negatif , protein suppressors of sitokin signaling (SOCS), khususnya SOCS3, yang berfungsi menghambat phosphorilasi tirosin LepR (Munzberg et al . 2003), dan dengan demikian melemahkan sinyal selanjutnya. Residu Tyr985 dan Tyr1077 juga dianggap situs penting untuk rekrutmen SOCS3 , dan umpan balik negatif dari sinyal leptin (Eyckerman et al. 2000). Tyr1138 telah terbukti penting dalam memediasi aktivasi jalur STAT3, Pada tikus yang dilakukan penggantian tirosin ini dengan residu serin gagal untuk mengaktifkan STAT3 dan menunjukkan hyperphagia dan munculnya obesitas dini (Bates et al. 2003). Namun demikian percobaan pada tikus menunjukkan meskipun sinyal Tyr1138 - STAT3 sangat penting untuk aksi leptin pada regulasi keseimbangan energi, gangguan pada proses ini tidak mengakibatkan infertilitas atau gangguan pertumbuhan linear (Cotrell & Marcell,2012). Dengan
terjadinya
ikatan
leptin
pada
reseptor,
JAK2
mulai
autophosporilasi dan memphosforilasi tirosin (Yp) residu kunci didalam region cytoplasmic LepRb (Y985, Y1077, Y1138). Yp menyediakan tempat untuk pengikatan komponen sinyal intraseluler lain. Secara khusus, factor transkripsi
Universitas Sumatera Utara
20
STAT3 berikatan ke domain aktivasi SH2 pada y1138 dan memphosforilasi, dimerisasi dan ditranslokasikan ke nucleus dimana mereka mempengaruhi transkripsi gen target. Suppressor of cytokine signaling (SOCS3) dinduksi oleh pSTAT3 dan beraksi sebagai sinyal regulasi negatif leptin dengan inhibisi phosforilasi tail cytoplasmic LepRb oleh JAK2 (Cotrell & Mercell,2012).
Gambar 2.4.
Jalur aktivasi intraseluler yang diikuti pengikatan leptin pada LepRb.
2.2.2 Peran Biologi Leptin Leptin yang berasal dari jaringan adipose akan masuk kesirkulasi, melewati sawar darah –otak dan akan berikatan dengan reseptornya yang terdapat pada hypothalamus, yaitu neuron-neuron yang berada pada nucleus arkuatus yang terletak pada bagian dasar hypothalamus yang mengelilingi ventrikel ketiga (Cotrel & Mercer,2012). Peningkatan kadar leptin menggambarkan kondisi makan dan simpanan energi yang adekuat yang menyebabkan
peningkatan ekspresi POMC
(proopiomelanocortin) dan CART (cocaine and and amphetamine regulated
Universitas Sumatera Utara
21
transcript) oleh neuron-neuron. Keduanya merupakan peptide anoreksigenik sehingga menekan nafsu makan. Sebaliknya penurunan kadar leptin menyebabkan peningkatan sekresi peptide oreksigenik seperti neuropeptida Y dan AGRP ( Agouti related peptide) . Kedua peptide ini mempengaruhi sekresi MCH (melanin concentrating hormone ) dan orexin di area lateral hypothalamus sehingga meningkatkan nafsu makan (Sherwood, 2012; Cotrell &Mercer, 2012).
Gambar 2.5. Jalur neurohormonal dan homeostasis energy (Peny dan Page,2013). Di dalam hipotalamus, nucleus arkuata (ARC) dianggap sebagai nucleus utama
yang berhubungan dengan sinyal nutrisi dari sirkulasi. Dua populasi
penting dari sel ARC dianggap
neuron "orde pertama" : yang pertama co-
ekspresikan precursor anorexigenic proopiomelanocortin (POMC) dan kokain dan amfetamin regulated transkrip (CART), dan yang kedua co-ekspresikan orexigenic neuropeptide-Y (NPY) dan agouti-related protein (AgRP). Kedua populasi neuron ini juga mengekspresikan reseptor leptin dan insulin (Cotrell & Mercer, 2012). Namun penelitian pada tikus db/ db dengan penggantian LepRb transgenik di ARC hanya menunjukkan pembalikan parsial obesitas. Hal ini menunjukkan bahwa region responsive leptin lainnya juga berperan. (Cotrell & Marcell, 2012)
Universitas Sumatera Utara
22
Neuron dalam VMH dan LHA telah ditunjukkan memberikan respon langsung pada pemberian leptin (Elmquist et al 1998; Dhillon et al 2006;Leinninger et al 2009). Situs extra-hipotalamus, terutama batang otak, juga mengandung LepRs (Elmquist et al 1998; Mercer et al 1998). LepRe juga terkandung pada neuron dalam nukleus tractus solitari (NTS) dan daerah postrema yang telah dibuktikan responsive terhadap leptin ( Bjorbaek dan Kahn 2004; Hayes et al 2011). Selain menerima
dari faktor disirkulasi, neuron NTS juga menerima
neural input dari gastrointestinal aferent yang berperan dalam penghentian makan yang menunjukkan adanya interaksi antara leptin dan sinyal distensi gastrointestinal Temuan ini menunjukkan bahwa leptin
terlibat baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam pengaturan nafsu makan dan perilaku makan (Cotrell & Marcell,2012).
Gambar 2.6 Perbandingan Respons Biologis pada leptin kadar tinggi dan kadar rendah
2.2.3 Leptin pada Obesitas Hewan dan manusia obesitas memiliki level leptin yang tinggi disirkulasi (Maffei et al 1995). Kegagalan peningkatan kadar leptin untuk mengendalikan obesitas menunjukkan adanya keadaan resisten (Scarpace dan Zhang 2009) dan
Universitas Sumatera Utara
23
dianggap sebagai komponen kunci dan berpotensi sebagai penyebab obesitas ( Levin et al. 2003, 2004 ). Studi pada manusia menunjukkan terdapat level leptin perifer yang tinggi namun konsentrasi yang relative rendah pada cairan cerebrospinal (CSF), menunjukkan adanya gangguan transportasi leptin dari perifer ke situs central (Caro et al 1996). Studi pada tikus menunjukkan dua komponen yang berbeda untuk resistensi leptin. Resistensi pada pemberian leptin perifer menunjukkan kegagalan hormon untuk mengakses tempat target CNS dan/atau resistensi leptin pada CNS dihasilkan dari kegagalan respons pada neuron CNS yang mengekspresikan LepR( Cotrell & Marcell,2012). Penelitian Scarpace dan Zhang (2009) menunjukkan pada semua model yang resistensi leptin mengembangkan obesitas pada diet tinggi lemak (Cotrell & Marcell, 2012). Terdapat tiga jalur umum yang dapat mengubah regulasi leptin mengarah ke obesitas. (a) kegagalan produksi leptin, seperti pada tikus ob/ob, akan menghasilkan obesitas. (b) rendahnya sekresi leptin yang tidak sebanding dengan massa lemak. Dimana massa lemak akan mengembang hingga level normal leptin tercapai yang mengakibatkan obesitas. (c) obesitas dapat dihasilkan dari insensitifitas relative dan absolute leptin pada area tempat kerjanya. Resistensi demikian akan berasosiasi dengan peningkatan sirkulasi leptin. Umumnya, level plasma leptin yang tinggi ditunjukkan pada tikus dan manusia yang obesitas. Pada kasus tertentu, obesitas dihubungkan dengan level leptin yang normal. Perbedaan dalam produksi leptin dan sensitifitas leptin dipengaruhi oleh factor genetic, lingkungan dan psychologis (Freidman & Hallas, 1998).
Universitas Sumatera Utara
24
Gambar 2.7. Phatogenesis obesitas 2.2.4
Leptin dan Profil Lipid Leptin meningkatkan sekresi lipoprotein lipase pada kultur manusia dan
makrofag murine dan meningkatkan cholesterol ester pada sel busa, khususnya pada konsentrasi glukosa yang tinggi .Namun dalam kondisi normoglikemik, kemungkinan leptin melindungi makrofag dari kelebihan kolesterol. Leptin menunjukkan
HDL clearance
melalui upregulasi scavenger receptor type 1
(SRB1) dan menurunkan level HDL plasma pada mencit (Mainrette & Rinner; 2003, Hasty et al,2001; O’Roarke et al, 2001; Rainwater et al,1997, Koh KK,2008).
2.3
Estrogen
2.3.1 Defenisi Estrogen Estrogen adalah hormon steroid yang mengatur pertumbuhan, diferensiasi dan bermacam-macam fungsi dijaringan tubuh manusia, Sebagai hormon seks utama pada wanita, estrogen sangat penting dalam kontrol siklus menstruasi, reproduksi, dan perkembangan karakteristik seksual sekunder perempuan. Selain fungsi penting mereka pada sistem reproduksi, estrogen memainkan peran penting
Universitas Sumatera Utara
25
pada regulasi kardiovaskular, kekebalan tubuh, pertumbuhan tulang, dan sistem saraf pusat serta dalam proses metabolisme (Heldring et al , 2007). Tiga estrogen alami utama adalah estron (E1), estradiol (E2), dan estriol (E3), dimana estradiol (17 β-estradiol/E2) adalah bentuk biologis paling aktif , sedangkan estron (E1) dan estriol (E3) terdapat dalam kadar yang lebih rendah dan merupakan agonis reseptor estrogen yang lebih lemah meskipun merupakan ligan dengan afinitas yang tinggi (Heldring et al., 2007; Kuiper et al., 1997). Estradiol merupakan estrogen dominan selama fase reproduksi wanita dan dihasilkan terutama oleh folikel dalam ovarium .Biosintesis estrogen dimulai pada sel-sel theka interna ovarium dengan sintesis pregnenolon dan progesteron dari kolesterol. Zat-zat ini berfungsi sebagai prekursor untuk sintesis androgen , yang memerlukan beberapa langkah enzimatik . Langkah terakhir dikatalisis oleh enzim aromatase yang mengubah androgen menjadi estrogen (Weigt, 2012). Estriol diproduksi dalam jumlah besar oleh plasenta selama kehamilan, sedangkan estrone dominan pada wanita pascamenopause. Pada pria dan wanita menopause, tempat sinthesa dan sekresi estrogen adalah korteks adrenal dan jaringan adipose (Simpson et al , 1999; Simpson et al , 2005). Pada awal siklus ovulasi, produksi estradiol akan menurun sampai titik terendah ,yang kemudian naik karena pengaruh FSH. Sebelum fase mid cycle kadar estradiol dibawah 50 pg.ml, dan mencapai puncaknya pada hari ke 13-15 siklus ovulasi mencapai 250-500 pg/ml (Aron & Findling, 1997; Anwar, 2006). Waktu pengambilan sampel untuk pemeriksaan estradiol adalah pada fase folikular dan fase luteal (Demers,1999; Anwar, 2006) yaitu pada hari ke 5-10 untuk siklus 28-30 hari, hari ke 10-15 untuk siklus 35 hari dan hari ke 3-6 untuk siklus 21 hari (Rebar RW, 1999 ; Anwar,2006).
Universitas Sumatera Utara
26
Kadar estrogen akan meningkat pada ovulasi, kehamilan, pubertas prekoks, ginekomastia, tumor ovarium dan tumor adrenal. Kadarnya menurun pada keadaan menopause, anoreksia nervosa, amenorea akibat hipoptuitari, dan sindroma testicular ferninisasi pada wanita. Factor lain yang meningkatkan estrogen adalah preparat estrogen, kontrasepsi oral dan kehamilan serta yang menurunkannya yaitu penggunaan obat clomiphene (Demer, 2001).
2.3.2 Reseptor dan Mekanisme Pensinyalan Estrogen Reseptor estrogen termasuk kedalam family factor transkripsi reseptor nuclear (NR) yang terdiri dari dua jenis yaitu reseptor estrogen α/ERα (NR3A1) dan reseptor estrogen β/ERβ(NR3A2) (Heldring et al,2007). Kedua reseptor terletak di bagian kromosom yang berbeda serta memiliki pola ekspresi tertentu di jaringan dan jenis kelamin . Gen manusia yang menyandikan ERα terletak pada lengan panjang kromosom 6, sedangkan gen yang menyandikan ERβ terletak pada pita q22-24 dari kromosom 14.
ERα
diekspresikan terutama dalam uterus, ginjal, jantung, dan hati. Ekspresi ERβ dominan di ovarium , prostat, saluran pencernaan, kandung kemih, paru-paru , darah dan sistem saraf pusat . Beberapa jaringan mengekspresikan kedua subtipe ER yaitu kelenjar susu, epididimis, adrenal, otot rangka, jaringan adiposa, tiroid, tulang dan daerah tertentu dari otak . Coexpression ER α dan β dalam jenis sel yang sama dijelaskan untuk beberapa neuron di otak dan thymocytes serta dalam otot rangka dan jaringan adiposa ( Barros et al , 2009 ; Nilsson et al , 2001.) ER α dan ER β bekerja sebagai ligan yang mengaktivasi factor transkripsi dan mengatur ekpresi gen target setelah terjadi ikatan dengan hormon. Reseptor estrogen terbagi menjadi tiga domain fungsional independen
yang saling
Universitas Sumatera Utara
27
berinteraksi, yaitu terminal NH₂ atau domain A/B, domain C/D atau DNA binding domain dan domain D/E/F atau ligan binding domain (Nilson et al,2001)
Gambar 2.8. Diagramatis struktur domain nuclear reseptor (Nilsson,2001) Seperti banyak anggota lain dari keluarga NR, ERs terdiri dari domain fungsional yang berbeda. Domain N-terminal mengandung ligan - independen activation function 1 (AF1) yang memungkinkan modulasi ekspresi gen target melalui interaksi langsung dengan coactivators / co-represor atau komponen lain dari transcription machine. ligan dependent activation function 2 (AF2) terdapat di ligan binding domain (LBD) pada C - terminus. Domain ini terlibat dalam pengikatan ligan, dimerisasi reseptor, translokasi nuklear, dan transactivation ekspresi gen target oleh interaksi dengan protein coregulatory . Berbeda dengan daerah N - terminal dari ER alpha dan ER beta yang sangat bervariasi dalam sequensi dan panjang, LBDs dipertahankan relatif konstan. Meskipun AF1 menunjukkan aktivitas transkripsi tanpa AF2 , aktivitas ER maksimal diyakini tercapai ketika dua AFS bertindak secara sinergis . Selanjutnya, AF1 dari ER alpha lebih aktif dibandingkan dengan aktivitas domain AF1 ER beta dan aktivitas transkripsi dari masing-masing AF tergantung pada jenis sel dan karakteristik promotor. Antara dua domain di N - dan C - terminus , ada dua regio lain , yang disebut sebagai domain DNA -binding (DBD) dan hinge domain. DBD berisi dua zink finger motifs, yang penting untuk dimerisasi reseptor dan berikatan spesifik dengan estrogen responsive elemen ( ERE) di regio regulasi gen target estrogen .
Universitas Sumatera Utara
28
Domain ini merupakan sequensi homologi yang paling konstan dan memiliki kekhususan afinitas untuk mengikat berbagai EREs yang sama pada ER alpha dan beta. (Heldring et al , 2007; Nilsson et al , 2001; Zhao et al . , 2008) . 2.3.3 Mekanisme Aksi Seluler Estrogen Estrogen bekerja dengan berikatan pada reseptor estrogen (ER) spesifik. Reseptor estrogen terletak didalam sitoplasma yang bekerja menggunakan jalur molekuler yang berbeda. Jalur langsung (klasik) dan Jalur tidak langsung yang dimulai dengan aktivasi - ligan dependent ER diikuti oleh dimerisasi homo atau hetero reseptor-reseptor. Dimer ER kemudian berikatan baik ke EREs pada DNA ( jalur langsung/ klasik ) atau berinteraksi dengan faktor transkripsi lain seperti SP1, AP1, dan NFκB (jalur tidak langsung), tetapi kedua varian akhirnya mengakibatkan modulasi ekspresi gen. Jalur genomik lainnya adalah ligan independen. Dalam hal ini ,ERs berinteraksi dengan jalur sinyal lain (misalnya, beberapa faktor pertumbuhan dan neurotransmitter), dimana ERs menjadi terfosforilasi oleh activated kinase yang kemudian menyebabkan aktivasi ER dan dimerisasi, DNA – binding, dan regulasi gen (Nilson et al,2001). Selain itu, pengaktifan ERs juga dapat memediasi efek non - genomik , yang terjadi dengan cepat dalam hitungan detik atau menit. Efek yang cepat ini melibatkan aktivasi beberapa kaskade signaling seperti protein kinase A dan C , dan aktivasi mitogen activated protein kinase (MAPK), yang mempengaruhi fluks ion channel atau menyebabkan respon selular lainnya. Selain ER α dan β, membrane associated receptor (G protein - coupled receptor) juga kemungkinan terlibat dalam jalur cepat yang dapat memediasi respon terhadap E2 (Heldring et al , 2007; . . Nilsson et al , 2001).
Universitas Sumatera Utara
29
Gambar 2.9 Jalur molekuler mekanisme regulasi aksi ERS (Nilson, 2001). 2.3.4 Estrogen dan Homeostasis Energi Selain berperan dalam pertumbuhan, perkembangan dan fungsi reproduksi, estrogen juga terlibat dalam homeostasis energi (Weigt,2012). Estrogen telah terbukti memodulasi homeostasis glukosa pada manusia dan hewan pengerat . Pemberian jangka panjang E2 pada tikus OVX dengan diet standar serta diet tinggi lemak meningkatkan toleransi glukosa sistemik dan sensitivitas insulin dan meningkatkan sinyal insulin di otot rangka ( Riant et al ,2009). Sebaliknya pada tikus yang KO (knock out) aromatase, yang tidak menghasilkan estrogen dijumpai intoleransi glukosa dan resistensi insulin (Simpson et al, 2005). Penurunan kadar estrogen pada wanita selama masa transisi menopause dikaitkan dengan kenaikan berat badan. Selain itu, pertambahan bobot badan dan perubahan komposisi tubuh (rasio tinggi lemak/ otot) mengarah pada tingginya insiden obesitas viseral, resistensi insulin, dan diabetes mellitus type 2 (DMT2) (Rolland et al, 2007 ) Penelitian tentang efek terapi penggantian hormon (HRT pada wanita pascamenopause menunjukkan penurunan obesitas sentral, lebih rendahnya insiden DMT2 dan peningkatan metabolisme lipid (Santen et al , 2010).
Universitas Sumatera Utara
30
Efek serupa diamati dalam beberapa model hewan. Ovariektomi pada hewan pengerat menyebabkan kenaikan berat badan dan perkembangan obesitas ( Hertrampf et al, 2006a ; Hertrampf et al, 2008b ; Naaz et al , 2002) serta dislipidemia dan gangguan toleransi glukosa dan resistensi insulin (Riant et al , 2009; Saengsirisuwan et al, 2009). Interaksi estrogen dan aktivitas fisik sangat penting. Dua studi pada hewan menggunakan tikus wistar betina dengan diet tinggi lemak yang mengevaluasi efek dari E2 yang dikombinasikan dengan aktivitas fisik pada terapi obesitas menunjukkan bahwa latihan rutin, yang dilakukan pada tikus selama enam minggu, menghasilkan efek yang sama dengan perlakuan E2 saja . Kombinasi latihan dan pengobatan E2 menunjukkan efek yang sangat kuat dalam pencegahan dan terapi obesitas (Weigt, 2012). Sebuah indikasi lebih lanjut yang membuktikan bahwa massa lemak tubuh dipengaruhi oleh E2, ER α dan β berasal dari modulasi Leptin . Leptin , hormon yang hampir secara eksklusif disekresi oleh adiposit ,beredar dalam darah secara langsung proporsional dengan jumlah jaringan adiposa (Friedman, 2002). Dengan demikian , leptin berfungsi sebagai indikator penyimpanan energi tubuh. Hormon ini bekerja pada daerah tertentu dari otak (terutama hipotalamus) untuk mengurangi asupan makanan dan meningkatkan pengeluaran energi oleh modulasi ekspresi beberapa neuropeptida (Rosen dan Spiegelman, 2006).
2.4 Profil Lipid Pengontrolan profil lipid harus mengusahakan agar tercapai nilai profil lipid yang ideal. Untuk mencegah dislipidemia yang merupakan factor resiko kardovaskular yang ditandai peningkatan kolesterol total, kolesterol LDL dan
Universitas Sumatera Utara
31
trigliserida serta penurunan kolesterol HDL di dalam darah (Shah et al,2010) . Profil lipid terdiri atas : 2.4.1 Kolesterol Total dan Kolesterol LDL Kolesterol terdapat di jaringan dan plasma sebagai kolesterol bebas atau berikatan dengan asam lemak rantai panjang sebagai ester kolesterol. Kolesterol merupakan lipid amfipatik dan merupakan komponen structural esensial pada membrane dan laipsan luar protein plasma. Senyawa ini diseintesis dibanyak jaringan oleh asetil-KoA dan merupakan precursor semua steroid lain ditubuh, termasuk kortikosteroid, hormone seks , asam empedu dan vitamin D. Sekitar separuh kolesterol tubuh berasal dari proses sintesis (700 mg/hari) dan sisanya diperoleh dari makanan. Hampir semua jaringan yang mengandung sel berinti mampu membentuk kolesterol yang berlangsung di reticulum endoplasma dan sitosol (Mayes & Botham, 2009). Di jaringan terjadi pengaturan keseimbangan kolesterol yang dipengaruhi oleh beberapa proses. Peningkatan kolesterol sel terjadi karena penyerapan lipoprotein yang mengandung kolesterol oleh reseptor, misal reseptor LDL atau scavenger receptor, penyerapan kolesterol bebas dari lipoprotein yang kaya kolesterol ke membrane sel, sintesis kolesterol dan hidrolisis ester kolesteril oleh enzim ester kolesteril hidrolase. Penurunan kolesterol disebabkan oleh efflux kolesterol dari mebran ke HDL melalui ABCA-1 arau SR-B1, esterifikasi kolesterol oleh ACAT (asil KoA; kolesterol asiltranferase), dan pemakaian kolesterol untuk membentuk steroid lain (hormone atau asam empedu di hati). Setiap hari sekitar 1 gram kolesterol dikeluarkan dari tubuh, separuhnya
Universitas Sumatera Utara
32
dieksresikan melalui tinja setelah mengalami konversi menjadi asam empedu. Sisanya dieksresikan sebagai kolesterol (Mayes & Botham,2009). Didalam plasma kolesterol terdapat dalam fraksi protein, dan pada manusia proporsi tertinggi terdapat pada LDL. LDL β-lipoprotein yang mengandung 21% protein dan 78% lemak. Reseptor LDL (apo B-100 E) terdapat pada permukaan sel yang diselubungi sisi sitosolik membran sel oleh suatu protein yang disebut clathrin. Reseptor glikoprotein menembus membrane dengan region pengikat B-100 yang terletak diujung terminal amino yang terpajan. Setelah terjadi pengikatan, LDL diserap secara utuh dengan proses endositosis. Apoprotein dan esterkolesteril kemudian dihidrolisis di lisosom dan kolesterol dibebaskan kedalam cytosol sel. Reseptor didaur ulang kepermukaan sel. Influx kolesterol ini menghambat transkripsi gen-gen yang menyandi HMG-KoA reduktase serta enzim-enzim lain yang berperan dalam sintesis kolesterol serta reseptor LDL itu sendiri melalui jalur SREBP sehingga secara terpadu menekan sintesis dan penyerapan kolesterol. Dengan cara ini aktivitas reseptor LDL dipermukaan sel diatur oleh kebutuhan kolesterol untuk membentuk membrane, hormone steroid atau asam empedu (Mayes & Botham, 2009). 2.4.2 Trigliserida (TG) Trigliserida adalah bentuk simpanan utama asam lemak yang merupakan ester trihidrat alcohol gliserol dan asam lemak. Triasil gliserol merupakan lipid utama pada kilomikron dan VLDL. VLDL merupakan transporter pengangkut triasilgliserol dari hati kejaringan ekstrahepatik. Lipid terutama trigliserida dapat terakumulasi dihati yang dapat menyebabkan gangguan fungsi hati (fatty Liver). salah satu penyebabnya berkaitan dengan peningkatan asam lemak bebas plasma
Universitas Sumatera Utara
33
akibat mobilisasi lemak dari jaringan adipose atau dari hidrolisis triasilgliserol lipoprotein oleh lipoprotein lipase dijaringan ekstrahepatik. Hal ini terjadi pada konsumsi diet tinggi lemak (Mayes & Botham,2009). 2.4.3 Kolesterol HDL HDL yang terikat pada fraksi α-lipoprotein mengandung 30% protein dan 48% lemak. HDL disintesis dan disekresikan dihati dan diusus. Class B scavenger receptor B1 (SR-B1) diidentifikasi sebagai reseptor HDL dengan peranan ganda dalam metabolisme HDL. Fungsi utama HDL adalah sebagai tempat penyimpanan apo C dan apo E yang dibutuhkan dalam metabolisme kilomikron dan VLDL. Kadar HDL bervariasi secara timbal balik dengan kadar triasilgliserol plasma dan secara langsung dengan aktivasi lipoprotein lipase. Kadar HDL berbanding terbalik dengan insidens aterosklerosis koroner (Mayes & Gotham, 2009). HDL memindahkan lipid yang berbahaya,khususnya kolesterol dari jaringan perifer kembali ke hepar. HDL juga memblok agregasi LDL enzimatik, meningkatkan reaktivitas vascular dengan vasodilatasi melalui induksi produksi nitric
oxide,
menghambat
inflamasi,chemotaxis
dan
thrombosis.
Juga
memfasilitasi emigrasi makrofag keluar dari arteri. (Singh et al,2010; Ali et al,2012; Akaberi et al,2014). 2.4.4
Metabolisme Lipoprotein Metabolisme lipoprotein terdapat 3 jalur antara lain:
1. Jalur Metabolisme Eksogen Makanan yang mengandung lemak terdiri atas trigliserida dan kolesterol. Selain dari makanan, dalam usus juga terdapat kolesterol dari hati yang diekskresi bersama empedu ke usus halus. Baik lemak dari makanan maupun
Universitas Sumatera Utara
34
dari hati disebut lemak eksogen. Di dalam enterosit mukosa usus halus, trigliserida akan diserap sebagai asam lemak bebas sedangkan kolesterol sebagai kolesterol. Kemudian di dalam usus halus asam lemak bebas akan diubah menjadi trigliserida sedangkan kolesterol akan mengalami esterifikasi menjadi kolesterol ester. Dimana keduanya bersama dengan fosfolipid dan apolipoprotein akan membentuk lipoprotein yang dikenal dengan kilomikron (Adam,2006) Kilomikron ini akan masuk ke saluran limfe yang akhirnya masuk ke dalam aliran darah melalui duktus torasikus. Trigliserida dalam kilomikron akan mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase menjadi asam lemak bebas yang dapat disimpan sebagai trigliserida kembali di jaringan lemak (adiposa), tetapi bila berlebih sebagian akan diambil oleh hati sebagai bahan untuk membentuk trigliserida hati. Kilomikron akan menjadi kilomikron remnant mengandung kolesterol ester yang akan dibawa ke hepar (Adam,2006). 2. Jalur Metabolisme Endogen Trigliserida dan kolesterol di hati akan disekresi ke dalam sirkulasi sebagai lipoprotein VLDL. Dalam sirkulasi, VLDL akan mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase dan akan berubah menjadi IDL yang juga akan mengalami hidrolisis menjadi LDL. LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. Sebagian LDL akan dibawa ke hati, kelenjar adrenal, testis, dan ovarium yang mempunyai reseptor untuk kolesterol LDL. Sebagian lagi akan mengalami oksidasi yang akan menjadi sel busa. Makin banyak kolesterol LDL dalam plasma maka akan makin banyak dioksidasi dan akan ditangkap oleh sel makrofag. Jumlah small dense LDL seperti pada
Universitas Sumatera Utara
35
sindroma metabolik dan diabetes mellitus, kadar kolesterol HDL yang tinggi bersifat protektif terhadap oksidasi LDL (Adam, 2006). 3. Jalur Reverse Cholesterol Transport HDL dilepaskan
sebagai
partikel
kecil
miskin
kolesterol
yang
mengandung apolipoprotein A,C dan E disebut HDL nascent. HDL nascent yang berasal dari usus halus dan hati mengandung apolipoprotein A1. HDL nascent mengambil kolesterol bebas yang tersimpan di makrofag. Setelah mengambil kolesterol bebas, kolesterol tersebut akan diesterifikasi menjadi kolesterol ester oleh enzim lecithin cholesterol acyltransferase. Selanjutnya sebagian kolesterol ester tersebut dibawa oleh HDL akan mengambil 2 jalur. Jalur pertama akan ke hati sedangkan jalur kedua kolesterol ester dalam HDL akan dipertukarkan dengan trigliserida dalam VLDL dan IDL dengan bantuan cholesterol ester transfer protein untuk dibawa kembali ke hati (Adam,2006). 2.4.5 Klasifikasi Dislipidemia Tabel 2.4 Kadar lipid serum normal menurut NCEP (National Cholesterol Education Program) ATP III (Adult Treatment Panel III) (2000); (dalam mg/dl) Kolesterol Total <200 200-239 ≥240
Optimal Diinginkan Tinggi Kolesterol LDL
<100 100-129 130-159 160-189 ≥190
Optimal Mendekati optimal Diinginkan Tinggi Sangat tinggi Kolesterol HDL
<40 ≥60
Rendah Tinggi Trigliserida
<150 150-199 200-499 ≥500
Optimal Diinginkan Tinggi Sangat tinggi
Universitas Sumatera Utara
36
2.4.6 Hubungan Obesitas dan Profil Lipid Selama keseimbangan kalori yang positif, individu dengan predisposisi genetik atau lingkungan kemungkinan memiliki gangguan adipogenesis yaitu gangguan proliferasi dan/atau diferensiasi di jaringan adipose subcutan perifer. Melalui pembatasan penyimpanan energi dalam jaringan adiposa, asam lemak bebas meningkat dalam sirkulasi yang dapat meningkatkan akumulasi lemak. Peningkatan jumlah asam lemak bebas ke jaringan non adipose seperti hati dapat berkontribusi untuk hepatosteatosis (fatty liver), yang juga dapat dianggap sebagai indikator gangguan penyimpanan energi dalam jaringan adiposa subkutan. Peningkatan pengiriman asam lemak bebas ke hati memperkaya jumlah trigliserida dari VLDL ,yang secara klinis dimanifestasikan dengan peningkatan kadar TG puasa. Dalam sirkulasi, partikel VLDL yang berasal dari hepar mengalami pertukaran enzimatik dengan partikel lipoprotein lain seperti high density lipoprotein (HDL) dan low-density lipoprotein (LDL), melalui cholesteryl ester transfer protein ( CETP ). Partikel lipoprotein yang kaya dengan TG akan mengalami lysis oleh berbagai lipase , sehingga partikel HDL akan menjadi lebih kecil dan lebih cenderung untuk mengalami metabolisme dan ekskresi oleh ginjal , sehingga level kolesterol HDL menjadi rendah. Demikian pula ketika partikel LDL yang kaya akan partikel TG berinteraksi , mereka juga menjadi lebih kecil dan lebih padat(small dense LDL). Partikel VLDL dapat mengalami lipolisis lanjut, menghasilkan VLDL remnants , yang juga aterogenik . Pola dislipidemia adiposopathic ini merupakan karakteristik yang sangat jelas dengan level lipid abnormal yang ditemukan pada adiposity patogenik dan disfungsi jaringan
Universitas Sumatera Utara
37
adipose
dan
berbeda
dengan
dislipidemia
aterogenik
lainnnya
seperti
hiperkolesterolimia berat yang disebabkan oleh faktor genetic ( Bay et al,2013).
Gambar 2.10
Adiposopathy dalam keadaan puasa dan kontribusinya terhadap pola lipid biasanya ditemukan pada sindrom metabolic (Bay et al, 2013)
Gambar 2.11 Hubungan adiposopathy, diabetes mellitus tipe 2, hipertensi, dislipidemia dan aterosklerosis
2.5 Hubungan Leptin, Estrogen dan Profil Lipid pada Obesitas Leptin terutama dihasilkan oleh adipocytes dan memainkan peran penting dalam mengatur perilaku makan dan homeostasis energi. Sirkulasi leptin melintasi barier darah - otak dan berikatan reseptor di hipotalamus (Friedman , 2002) . Hipotalamus mengandung sejumlah kecil interkoneksi nucleus seperti nukleus
Universitas Sumatera Utara
38
arkuata, ventromedial nucleus, paraventricular nucleus, area hipotalamus lateral dan dorsomedial nucleus. Mereka mengekspresikan reseptor leptin dan terlibat dalam regulasi perilaku makan dan pengeluaran energi ( Simpson et al 2009). Efek katabolik leptin terjadi terutama dalam nucleus arkuata dengan menginduksi neuron anoxrexigenic POMC dan CART dan menghambat neuron orexigenic NPY dan AgRP mengakibatkan penurunan konsumsi makanan dan peningkatan pengeluaran energi (Simpson et al , 2009). Area utama dari reseptor estrogen (ER) termasuk daerah yang sama di mana reseptor leptin (LepRs) berada. Bahkan reseptor estrogen dan leptin berada dalam neuron dibawah area yang diketahui untuk mengkoordinasikan fungsi metabolisme dan gonad, seperti nukleus arkuata (ARC), ventromedial nucleus hipotalamus (VMH) , dan preoptic area (POA) .Lesi fisik atau kimia di daerah ini menghasilkan hyperphagia dan obesitas , sedangkan ekspresi leptin di daerah ini mengurangi asupan makanan dan berat badan. Demikian pula, infus estrogen ke dalam VMH, ARC atau nucleus paraventricular (PVN) mengurangi asupan makanan dan berat badan (Canesi et al,2004) ARC , VMH , dan PVN merupakan pusat anorectic di hipotalamus dalam merespons leptin untuk menekan nafsu makan (Gao & Horvath,2008).
Gambar 2.12. Target Umum Estrogen dan Leptin di Nucleus Hypothalamus (Gao & Horvart, 2008)
Universitas Sumatera Utara
39
Beberapa subset neuron yang terlibat dalam sinyal leptin juga mengekspresikan ER α (nukleus ventromedial) , ER β (paraventicular nucleus) atau kedua subtipe ER (arkuata nukleus). Beberapa penelitian pada hewan yang dilakukan untuk menjelaskan aksi E2 dalam sistem saraf pusat menunjukkan hasil yang kontroversial. Pemberian E2 dalam nucleus paraventricular dan dalam nucleus ventromedial telah terbukti mengurangi asupan makanan pada tikus OVX, menunjukkan bahwa kedua subtipe ER mungkin terlibat dalam perilaku makan. Sebuah studi lebih lanjut pada tikus betina OVX memanfaatkan infus E2 intracerebroventricular
secara
tunggal
atau
dikombinasikan
dengan
oligodeoxynucleotides antisense untuk kedua subtipe ER menyimpulkan bahwa ER β bertanggung jawab atas tindakan anorectic dari E2 ( Liang et al , 2002) . Penelitian Weigt (2012) menunjukkan percobaan jangka panjang pada tikus Winstar yang ditreatmen dengan nutrition induced obese tanpa adanya E2 ataupun ligan ER yang lain memiliki efek yang sangat signifikan dalam asupan energi. Sebaliknya treatment E2 pada tikus betina ZDF obese yang resistensi leptin menurunkan asupan energi mingguan yang nyata selama periode eksperimen, efek yang dimediasi melalui ERα. penelitian ini menunjukkan bahwa aktivasi ERα memiliki potensi untuk melemahkan asupan energi harian. Namun, efek ini hanya menjadi masalah pada individu yang resisten terhadap leptin (Weigt,2012). Penelitian Zhao et al (2012) pada tikus transgenic untuk melihat peran SH2 tirosin fosfatase dalam kaitannya dengan reseptor leptin dan estrogen dihipothalamus menunjukkan bahwa Shp2/ERα berhubungan dengan sinyal leptin dan estrogen, mengindikasikan sebuah koordinasi regulasi Shp2 pada signaling
Universitas Sumatera Utara
40
pathway leptin dan estrogen. Pada penelitian ini juga ditemukan efek antiobese Shp2 mutan lebih menonjol pada tikus betina daripada jantan, yang konsisten dengan phenotipe dimorfisme sex, menunjukkan Shp2 juga berhubungan dengan reseptor estrogen dan meningkatkan stimulasi estrogen (Zhao et al,2012).
Gambar 2.13.
Model Perpaduan Sinyal Estrogen dan Leptin dalam Regulasi Homeostasis Energi di Hipotalamus (Zhao et al,2012)
Selain berperan dalam metabolisme dan keseimbangan energi , leptin juga mengatur fungsi reproduksi, yang menunjukkan tumpang tindihnya jalur downstream pensinyalan hormon leptin dan hormone seks. Hewan pengerat yang kekurangan leptin ( ob / ob ) atau reseptor leptin (db/db) menjadi infertil (Zhang et al,1994; Zhao et al,2012) .Injeksi Leptin mengembalikan kesuburan tikus ob / ob (Chebab et al,1996).
Universitas Sumatera Utara
41
Perubahan yang tidak menguntungkan dalam profil lipoprotein dengan hypercholesteremia ditambah dengan HDL rendah, LDL dan VLDL yang tinggi. Obesitas, diabetes mellitus tipe 2, resistensi insulin dan hilangnya fungsi ovarium pasca menopause dikaitkan dengan dislipidemia yang merupakan salah satu faktor risiko penting untuk perkembangan penyakit kardiovaskular (Van Beek et al ,1999). Ovariektomi meningkatkan konsentrasi Total Cholesterol (TC) ,LDL , dan VLDL independen pada diet yang berbeda dibandingkan dengan hewan yang tidak di ovariektomi. Pengobatan dengan E2 dan ER alpha agonis selektif menyebabkan penurunan yang signifikan TC dan VLDL dibandingkan dengan tikus yang diovariektomi dan diberi diet tinggi lemak tanpa treatment E2 dan ER α agonis. Kelompok-kelompok hewan yang sama juga menunjukkan sedikit penurunan LDL , sedangkan kadar HDL tidak berubah (Weigt,2012). Dampak menguntungkan dari E2 pada lipid darah ini sejalan dengan penelitian lain dan menjelaskan perlindungan kardiovaskular relatif wanita premenopause dibandingkan dengan wanita dan pria setelah menopause ( Dubey et al , 2005; Ling et al , 2006). Studi ini menunjukkan bahwa efek positif dari E2 dimediasi melalui ER α. Hepar sebagai jaringan yang paling penting dalam modulasi komposisi lipid darah, sebagian besar mengekspresikan ER α (Matthews dan Gustafsson , 2003 ; Taylor dan Al - Azzawi , 2000). Efek positif dari E2 pada parameter yang terlibat dalam regulasi metabolisme lemak dimediasi melalui ER α dan ER β. Level lipid serum menunjukkan bahwa E2 menginduksi penuruanan TC dan VLDL
sebagian besar melalui peran ER alpha
(Weigt,2012).
Universitas Sumatera Utara
42
2.6 Kerangka Konsep Penelitian Regulasi signaling di Hipothalamus
Estradiol
Direct action
Leptin
Indirect Action
Melanocortin Hiperleptinemia
Intake Pengeluaran energy
BMI,WC, Lemak subcutan Wanita
Overweight
Obesitas
Obesitas
Profil Lipid Total Cholesterol, Trigliserida, HDL-C,LDL-C
Keterangan : Diteliti Tidak Diteliti
Universitas Sumatera Utara