7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar-dasar teori yang akan dijadikan sebagai acuan, prosedur dan langkah-langkah dalam melakukan penelitian, sehingga permasalahan yang diangkat nantinya akan dapat terselesaikan dengan baik.
2.1. Konsep dan Definisi Pengendalian Kualitas Konsep yang dapat digunakan perusahaan untuk penekanan prinsip manajemen kualitas salah satunya adalah melalui pendekatan proses produksi atau operasional. Jasa akan tercapai dengan lebih efisisen bila nilai-nilai yang masuk hubungan antara kegiatan dan prosesnya dikelola dengan baik sebagai suatu sistem yang terpadu, proses tersebut merubah nilai-nilai yang masuk pada organisasi atau perusahaan. Sistem kualitas dirancang untuk pengendalian dan perbaikan nilai yang secara sederhana meliputi semua pekerjaan atau kegiatan pada semua organisasi atau perusahaan yang terdiri dari berbagai proses kegiatan dalam organisasi tersebut. ( Dorothea Wahyu, 2002 : 17 ) Menurut Assauri Sofyan, (1993 : 267). Mutu diartikan sebagai faktorfaktor yang terdapat dalam suatu barang/hasil yang menyebabkan barang/hasil tersebut sesuai dengan tujuan untuk apa barang/hasil itu dimaksudkan atau digunakan. 7
8
J.M. Juran mengatakan mutu adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya. Menurut W. Edward Deming, mutu harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan masa akan datang. Crosby berpendapat bahwa mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi availability, delivery, reliability, maintainability, dan cost effectiveness. Sedangkan menurut A.V. Feigenbaum, mutu merupakan keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintenance melalui mana produk dan jasa dalam pemakaian akan sesuai denga harapan pelanggan. Menurut perbendaharaan istilah ISO 84202 dan Standar Nasional Indonesia, mutu adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar (Ariani, 1999 : 3). Istilah mutu sangat penting bagi suatu organisasi atau perusahaan, karena (Ariani, 1999 : 4) :
Mempengaruhi reputasi perusahaan
Penurunan biaya
Peningkatan pangsa pasar
Pertanggung jawaban produk
Dampak internasional
Penampilan produk atau jasa
Mutu yang dirasakan Tingkatan mutu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
(Sofjan, 1993 : 269) :
Fungsi suatu barang
9
Wujud luar
Biaya barang tersebut Untuk mencapai salah satu tujuan perusahaan dalam menghasilkan produk
yang sesuai permintaan konsumen, maka diperlukan perencanaan yang sesuai dengan tujuan tersebut. Suatu perencanaan harus didukung oleh pengawasan yang baik dan benar dengan cara mengatur pengendalian kualitas mulai dari bahan baku hingga produk jadi guna mencegah penyimpangan dari pelaksanaan produksi yang telah direncanakan sebelumnya. Pengendalian atau pengawasan kualitas yang kurang baik akan berpengaruh pada kelangsungan hidup perusahaan. Adanya kerusakan terhadap salah satu mesin akan mengakibatkan target produksi tidak tercapai sehingga penjualan produk dapat menurun. Dengan adanya pengendalian kualitas yang efektif akan menjamin kelancaran proses produksi, sehingga dihasilkan produk yang mampu bersaing secara sehat di pasaran dengan biaya yang efisien dan kelangsungan hidup perusahaan akan tetap berjalan. Proses kelahiran produk dimulai ketika desainer menerima informasi yang diinginkan, diperlukan dan diharapkan oleh konsumen dan menterjemahkannya ke dalam bentuk spesifikasi produk yang mencakup gambar, dimensi, toleransi, material, proses perkakas dan alat bantu. Operator menggunakan informasi dari desainer untuk memberikan fungsi yang tepat untuk membuat produk atau mengerjakannya pada proses permesinan. Dalam usaha memuaskan konsumen, produk yang dipesan harus tiba dalam jumlah, waktu dan memberikan fungsi yang tepat untuk satu periode waktu dan harga yang sesuai. Jadi dengan kata lain
10
sasaran kebutuhan konsumen adalah kualitas yang membangun keseimbangan yang tepat antara biaya produk dan nilai yang diterima oleh konsumen. Definisi kualitas adalah kepuasan konsumen terhadap produk yang dibelinya. Berdasarkan pengertian tentang kualitas tersebut nampak bahwa kualitas selalu berfokus pada pelanggan. Dengan demikian produk desain, diproduksi untuk memenuhi keinginan pelanggan dapat dimanfaatkan dengan baik serta diproduksi dengan baik dan benar. Pengendalian kualitas tiap produk mempunyai sejumlah unsur yang bersama-sama menggambarkan kecocokan penggunannya. Parameter-parameter ini biasanya dinamakan ciri-ciri kualitas menurut Douglas C Montgomery, (1998 : 3), ada beberapa jenis: 1.
Fisik; panjang, berat, voltage, kekentalan.
2.
Indera; rasa, penampilan, warna.
3.
Orientasi; waktu, keandalan (dapat dipercaya), dapatnya dipelihara, dapatnya dirawat. Pengendalian kualitas adalah aktivitas keteknikan dan manajemen, yang
dengan aktivitas itu kita ukur ciri-ciri kualitas produk, membandingkannya dengan spesifikasi atau persyaratan dan mengambil tindakan penyehatan yang sesuai apabila ada perbedaan antara penampilan yang sebenarnya dengan yang standart. Kegiatan pengendalian kualitas pada dasarnya merupakan kumpulan aktivitas untuk mencapai kondisi yang memuaskan keinginan konsumen yang mulai pada saat produk dirancang, diproses sampai seleksi didistribusikan ke
11
konsumen. Kegiatan pengendalian kualitas antara lain akan meliputi hal-hal berikut: 1.
Perancangan
kualitas
pada
saat
merancang
produk
dan
proses
pembuatannya. 2.
Pengendalian dalam penggunaan berbagai sumber material yang dipakai dalam proses produksi.
3.
Pengamatan terhadap performansi produk.
4.
Membandingkan performansi yang dihasilkan dengan standart yang berlaku.
5.
Analisa tindakan korelasi dalam kaitannya dengan cacat-cacat yang dijumpai pada produk yang dihasilkan.
Gambar 2.1 Siklus Kualitas Dari pengertian pengertian diatas mutu adalah “Tolak ukur” yang mengindikasikan nilai suatu produk yang mempengaruhi kepuasan dari pelanggan. Mutu sering diartikan kepuasan pelanggan atau konfirmasi tehadap
12
kebutuhan atau persyaratan pelanggan. Mutu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan harus dikelola, karena sistem mutu sebagai sarana yang mengatur sumber daya untuk mencapai tujuan mutu dengan penetapan peraturan dimana bila dilaksanakan dan dipelihara akan mencapai hasil yang maksimal. Menurut David A. Garvin, dimensi mutu untuk industri manufaktur, yaitu (Ariani, 1999 : 7): Performance, yaitu kesesuaian produk dengan fungsi utama produk itu sendiri atau karakteristik operasi suatu produk Feature, yaitu ciri khas produk yang membedakan dari produk lain yang merupakan karakteristik pelengkap dan mampu menimbulkan kesan yang baik bagi pelanggan Reliability, yaitu kepercayaan pelanggan terhadap produk karena kehandalannya atau karena kemungkinan rusaknya rendah Conformance, yaitu kesesuaian produk dengan syarat atau ukuran tertentu atau sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan Durability, yaitu tingkat keawetan produk atau lama umur produk Serviceability, yaitu kemudahan produk itu bila akan diperbaiki atau kemudahan memperoleh komponen produk tersebut Maksud dan tujuan Pengawasan mutu (Sofjan 1993 : 274) : 1. Agar barang hasil produksi dapat mencapai standar mutu yang telah ditetapkan 2. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin
13
3. Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses dengan menggunakan mutu produksi tertentu dapat menjadi sekecil mungkin. 4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin. Kegiatan mutu sangat luas, karena semua sangat pengaruh terhadap mutu harus dimasukan dan diperhatikan. Secara garis besar, pengawasan mutu dapat dibedakan menjadi dua tingkatan yaitu : 1. Pengawasan selama pengolahan (Proses) Banyak cara-cara pengawasan mutu yang berkenaan dengan proses yang teratur. Contoh contoh atau sample yang diambil jarak waktu yang sama, dan dilanjutkan pengecekan statistik untuk melihat apakah proses dimulai dengan baik atau tidak apa bila terjadi kesalahan maka selanjutnya dinformasikan pada pelaksana semula untuk penyesuaian kembali dan , cause dan effect diagram potensi kegagalan mutu, control chart sebelum perbaikan potensi kegagalan pengawasan harus sesuai urutan dan teratur. 2. Pengawasan atas barang hasil yang telah diselesaikan. Walau telah diadakan pengawasan mutu dalam tingkat-tingkat proses, teteapi tidak menjamin bahwa tidak ada hasil yang rusak atau kurang baik ataupun tercampur dengan hasil yang baik. Untuk menjaga agar barang barang hasil yang cukup baik atau yang paling sedikit rusaknya, tidak keluar atau lolos dari pabrik sampai ke consumer/pembeli, maka perlu adanya pengawasan mutu atas barang hasil akhir/produk selesai.
14
Dunia ini tampaknya menyusut karena kompetisi global berkembang dan menyentak perusahaan yang kokoh satu demi satu. Konsumen yang memperoleh informasi berada dalam posisi untuk meminta barang dan jasa yang bermutu paling baik, yang ditawarkan oleh perusahaan global. Harga-harga yang rendah dan tenggang waktu pengiriman yang pendek, dan fleksibilitas juga diminta. Sebagai tambahan kadang konsumen mencari jasa yang baik, jujur dan membantu dari pemberi jasa. Tujuan dari mutu harus merupakan produk
dan jasa yang dapat
memberikan kepuasan pelanggan. 2.2.
Tujuan Pengendalian Kualitas Tujuan pengendalian kualitas adalah untuk memberikan jaminan kualitas
yang sebaik-baiknya kepada konsumen sehingga didapatkan kepercayaan dari konsumen. Secara terperinci dapat dikatakan bahwa tujuan dari pengendalian kualitas adalah: 1.
Agar barang atau produk hasil produksi dapat mencapai standard mutu yang ditetapkan.
2.
Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses dengan menggunakan mutu produksi tertentu dapat menjadi sekecil nungkin.
3.
Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat ditekan seminimal mungkin.
4.
Mengusahakan agar biaya produksi dapat ditekan serendah mungkin. Tujuan pokok pengendalian mutu statistik adalah untuk menyelidiki
dengan cepat terjadinya sebab-sebab terduga sehingga tindakan pembenahan dapat dilakukan sedini mungkin.
15
Dengan adanya pengendalian kualitas maka perusahaan tersebut akan mempunyai kemampuan dalam hal: a.
Meningkatkan produktivitas Dengan adanya pengendalian kualitas maka akan mengurangi waktu yang terbuang sehingga produktivitas akan bertambah.
b.
Pencegahan cacat lebih besar Dengan adanya pengendalian kualitas maka pegendalian proses akan terpelihara dengan konsisten.
c.
Mencegah penyesuaian proses yang tidak perlu Pengendalian kualitas dapat mcmbedakan antara gangguan dasar dan variasi terduga.
d.
Memberikan informasi tentang proses. Informasi tentang perubahan proses dan parameternya yang penting dapat diketahui dengan adanya pengendalian kualitas.
2.3.
Manfaat Pengendalian Kualitas. Pengaturan pengendalian kualitas dalam suatu perusahaan merupakan bagian
yang sangat penting dalam menunjang kelangsungan suatu perusahaan. Manfaat yang dapat diperoleh dalam manajemen pengendalian kualitas adalah: 1.
Menambah tingkat efisiensi dan produktivitas kerja.
2.
Mengurangi kehilangan-kehilangan dalam proses kerja yang dilakukan seperti mengurangi atau menghilangkan waktu yang tidak reproduktif.
3.
Menekan biaya dan save money.
4.
Menjaga penjualan tetap meningkat sehingga profit tetap diperoleh.
16
5.
Menambah reliabilitas produk yang dihasilkan menjaga moral pekerja tetap tinggi.
6.
Mengurangi klaim pelanggan.
7.
Berorientasi pada kebutuhan konsumen.
2.4.
Ruang Lingkup Pengendalian Kualitas Ada 3 jenis kualitas dalam operasi bisnis manufaktur, yaitu:
1.
Kualitas Design Adalah derajat dimana kategori suatu produk akan mamapu memberikan kepada konsumen dua atau lebih produk meskipun memiliki fungsi yang sama bisa memberikan derajat kepuasan yang berbeda karena adanya perbedaan kualitas dalam rangcangan.
2.
Kualitas Kesesuaian Berhubungan dengan spesifikasi dan standardisasi produk dan kriteria standar kerja yang telah disepakati. Secara umum kualitas kesesuaian mencakup 3 macam bentuk pengendalian, yaitu: a. Pencegahan Cacat Mencegah kerusakan atau cacat benar-benar terjadi. b. Pencegahan Melibatkan pemakaian dan penetapan metode pemeriksaan, pengujian dan analisa statistik dengan menerapkan teknik pengawasan kualitas untuk mendeteksi cacat yang timbul.
17
c. Analisa dan Tindakan Korektif Menganalisa kesalahan yang terjadi dan melakukan koreksi terhadap penyimpangan tersebut, kegiatan ini merupakan tanggung jawab bagian quality control. 3.
Kualitas Penampilan Perbaikan dari kualitas design dan kualitas kesesuaian akan dapat meningkatkan penampilan produk. Jika kualitas design rendah terhadap kekurangan penyesuasian dalam spesifikasi, maka akan mempengaruhi penampilan secara keseluruhan.
2.5.
Alat dan Teknik Pengujian Kualitas Teknik dan alat pengawasan kualitas dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara,
yaitu: 1.
Inspeksi. Dengan inspeksi akan diketahui sejauh mana suatu produk memiliki kualitas seperti yang dikehendaki. Keterangan yang di dapat secara inspeksi akan diteruskan ke bagian lain dan bagian tersebut akan memberikan kepastian bahwa kegiatan pada bagian proses telah dilakukan dengan baik. Tetapi apabila terjadi penyimpangan maka akan diberi peringatan, agar dilakukan perbaikan dan kegiatan produksi selanjutnya dihentikan. Selanjutnya diberikan cara-cara agar kesalahan yang sama tidak terulang kembali.
2.
Pemberian Keterangan. Kegiatan
pemberian
keterangan
memerlukan
kegiatan
pencatatan,
penyingkatan, mempertunjukkan dan memberi komentar dan apabila perlu
18
diambil keputusan tentang tindakan yang dibutuhkan dan memberitahukan jaminan peringatan, atau tindakan yang diperlukan. 3.
Penyelidikan. Kegiatan
penyelidikan
membutuhkan
penganalisaan
catatan
tentang
pengawasan apabila diperlukan dilaksanakan suatu percobaan pada proses atau dalam laboratorium.
2.6.
Perangkat Pengendalian Kualitas Beberapa perangkat yang digunakan dalam pengendalian kualitas, yaitu:
2.6.1 Lembar Periksa Lembar periksa adalah suatu formulir dimana item-item yang akan diperiksa telah dicetak dalam formulir itu, dengan maksud agar data-data dapat dikumpulkan dengan mudah dan cepat. Penggunaan lembar periksa bertujuan untuk: 1.
Memudahkan proses pengumpulan data terutama untuk mengetahui bagaimana masalah sering terjadi. Tujuan utama dari penggunaan lembar periksa adalah membantu mentabulasikan banyaknya kejadian suatu masalah tertentu atau penyebab tertentu.
2.
Mengumpulkan data tentang jenis masalah yang sedang terjadi. Dalam kaitan ini, lembar periksa akan membantu memilah-milah data ke dalam kategori yang berbeda seperti penyebab-penyebab, masalah-masalah dan lainlain.
19
3.
Menyusun data secara otomatis, sehingga data tersebut dapat dipergunakan dengan mudah.
4.
Memisahkan antara opini dan fakta. Kita sering berfikir bahwa kita mengetahui suatu masalah atau menganggap bahwa sesuatu penyebab itu merupakan hal yang paling penting. Dalam kaitan ini lembar periksa akan rnembantu membuktikan opini kita itu apakah benar atau salah. Pada dasarnya lembar periksa dapat dibuat dengan menggunakan enam
langkah utama, sebagai berikut: 1.
Menjelaskan tentang tujuan pengumpulan data. Dalam hal ini sangat baik untuk memulai pengumpulan data (apakah dengan menggunakan lembar periksa atau bukan) dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan hal-hal bcrikut: a.
Apa yang menjadi masalah utama
b.
Mengapa data harus dikumpulkan
c.
Siapa yang akan menggunakan informasi yang sedang dikumpulkan dan informasi apa yang benar-benar dibutuhkan. Apakah informasi itu perlu diperinci berdasarkan departemen, hari, bulan, shift, mesin, dan lain-lain.
d. 2.
Siapa yang mengumpulkan data
Identifikasi apa atau atribut karakteristik kualitas yang sedang diukur? Berkaitan dengan hal ini kita dapat mengikuti langkah-langkah spesifik, sebagai berikut:
20
a.
Memulai
memberikan
judul
dari
lembar
periksa
itu.
Pemberian judul harus tegas dan memberitahukan kepada orang tentang apa yang sedang dikaji. b.
Menuliskan hal-hal spesifik yang akan diukur pada lembar periksa itu. Sebagai misal, apabila kita sedang mengukur keluhan pelanggan, maka kategori yang mungkin dipertimbangkan adalah penyerahan terlambat, karyawan tidak sopan, tagihan tidak benar, penyerahan tidak sesuai pesanan, dan lain-lain.
3.
Menentukan waktu atau tempat pengukuran. Dalam kaitan ini perlu memutuskan apakah ingin mengumpulkan informasi berdasarkan waktu (per menit, per jam, per hari, dan lain-lain).
4.
Mulai mengumpulkan data untuk item yang sedang diukur. Dalam kaitan ini, kita harus mencatat kejadian secara langsung pada lembar periksa. Akurasi data harus diperhatikan dalam setiap kegiatan pengumpulan data.
5.
Menjumlahkan data yang telah dikumpulkan itu. Dalam hal ini kita harus menjumlahkan banyaknya kejadian untuk setiap kategori yang sedang diukur.
6.
Memfokuskan untuk mengambil tindakan peningkatan atas penyebab masalah yang sedang terjadi itu. Perlu diingat bahwa setiap tindakan peningkatan harus diambil berdasarkan fakta dan bukan hanya berdasarkan opini.
21
2.6.2
Data Numerik atau Kuatitatif Alat-alat yang mengunakan data numerik untuk mengadakan perbaikan
kualitas pada penelitian ini antara lain sebagai berikut: a.
Check Sheet Check sheet adalah alat yang sering digunakan untuk menghitung seberapa sering sesuatu hal terjadi dan sering digunakan dalam pengumpulan dan pencatatan data. Data yang sudah terkumpul tersebut kemudian dimasukkan ke dalam grafik, seperti pareto chart ataupun histogram untuk kemudian dilakukan analisis terhadapnya. Check sheet ini dapat digunakan sebagai alat bantu dalam tahap pelaksanaan (do) dalam plan-do-check-action cycle. Di sektor pelayanan atau jasa, check sheet ini dilakukan dengan mengumpulkan pendapat pelanggan mengenai proses jasa pelayanan. Check sheet ini sering juga kita ganti dengan tally sheet. Pada tabel 2.1 dapat dilihat contoh penggunaan tally sheet pada jasa pelayanan bengkel, dan tabel 2.2 adalah contoh penggunaan check sheet yang juga pada jasa pelayanan bengkel mobil Surya Agung Indah Motor. Tabel 2.1 Tally Sheet Kesalahan
Jumlah kesalahan dalam 1 bulan
Kualitas perbaikan mobil
///// ////
Pelayanan administrasi
///
Pelayanan mekanik
///// //
Peralatan kuno
///// ///// ///// //
Sumber: Goetsch dan Davis ( 1995 )
22
Tabel 2.2 Check Sheet
Kesalahan pengecekan
Minggu 1 Vv
Frekuensi Minggu 2 Minggu 3 V -
Minggu 4 v
Kesalahan perbaikan
V
-
-
vvv
Kesalahan pemakaian
Vvv
Vv
vv
vv
Kesalahan perawatan
V
V
v
v
Sumber: Schonberger dan Knood ( 1997 ) No. Jam Kedatangan
b.
Jumlah Data
Frekwensi
1
D < 06.30
IIII
4
2
06.30 ≤ 06.35
IIII III
8
3
06.35 ≤ 06.40
III
3
Diagram Pareto Diagram pareto merupakan grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh grafik batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik batang yang terakhir yang terendah serta ditempatkan pada sisi yang paling kanan. Gambar 2.1 berikut merupakan contoh penggunaan diagram pareto.
23
70
100
60 80
60
40 30
40
Percent
jumlah cacat
50
20 20
10 0 jenis cacat Count Percent Cum %
Gumpil 27 39.1 39.1
Retak 21 30.4 69.6
Pecah 17 24.6 94.2
Kait Rusak 4 5.8 100.0
0
Gambar 2.2 Pareto Diagram Sumber: Mitra ( 1993 ) Histogram Histogram adalah alat yang digunakan untuk menunjukkan variasi data pengukuran dan variasi setiap proses. Berbeda dengan pareto chart yang penyusunanya menurut urutan yang memiliki proporsi terbesar ke kiri hingga proporsi terkecil, histogram ini penyusunannya tidak menggunakan urutan apapun. Contoh histogram dapat dilihat pada gambar 2.2 30 25 Jumlah Cacat
c.
20 15 10 5 0 Gumpil
Pecah
Retak
Kait Rusak
Jenis Cacat
Gambar 2.3 Histogram Sumber: Goetsch dan Davis ( 1995 )
24
2.6.3
Diagram Sebab Akibat Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan
antara sebab akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses stastistical, diagram sebab akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang sering disebut juga sebagai diagram tulang ikan (fishbone diagram) karena bentuknya seperti kerangka ikan. Pada dasarnya diagram sebab akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhankebutuhan sebagai berikut: a.
Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah.
b.
Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah
c.
Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab suatu masalah yang sedang
dikaji kita dapat mengembangkan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1.
Apa penyebabnya?
2.
Mengapa kondisi atau penyebab itu terjadi?
3.
Bertanya “mengapa” beberapa kali (konsep five whys) sampai ditemukan penyebab yang cukup spesifik untuk diambil tindakan peningkatan. Penyebab-penyebab spesifik itu yang dimasukkan atau dicatat ke dalam diagram sebab akibat seperti pada gambar 2.3
25
Gambar 2.5 Contoh Diagram Tulang ikan (Sebab Akibat) Sumber: Goetsch dan Davis ( 1995 ) 2.6.4 Stratifikasi Stratifikasi adalah menguraikan dan mengelompokkan data menjadi unsurunsur tunggal persoalan, sehingga menjadi lebih jelas. Kegunaannya untuk menemukan persoalan, penyebab persoalan dan untuk menyiapkan Diagram Pareto. PENJUAL A
B
C
D
E
F
TOTAL
I
125
100
50
75
100
50
500
II
50
100
25
25
100
50
300
III
25
25
-
25
100
25
150
TOTAL
200
225
75
125
175
150
950
JENIS
Tabel 2.3 Stratifikasi 2.6.6 Control Chart Control Chart adalah grafik yang menyerupai run chart yang digunakan untuk menentukan apakah suatu proses berada dalam keadaan in control atau out of control.
Control limit yang meliputi batas atas (upper control limit) dan batas
bawah (lower control limit) dapt membantu kita untuk menggambarkan
26
performansi yang diharapkan dari suatu proses, yang menunjukkan bahwa proses tersebut konsisten. Dengan mengetahui kondisi proses, maka kita dapat mengetahui sumber variasi proses, apakah merupakan common cause atau special cause. Apabila merupakan special cause, kita dapat mengadakan perubahan tanpa mengubah proses secara keseluruhan, teteapi bila merupakan common cause maka kita tidak dapat mengadakan perubahan. dalam siklus PDCA, control chart digunakan dalam tahap pelaksanaan (do) dan pengujian (check).
Gambar 2.5 Control Chart 2.7 Pengertian Proses Produksi Menurut Assauri Sofyan (1993 : 37) menyatakan bahwa Kegiatan produksi dan operasi merupakan kegiatan mentranformasikan masukan (input) menjadi keluaran (output) yang berupa barang atau jasa. Usaha untuk memenuhi ketepatan pengadaan barang dan nilai kualitas yang terjaga sesuai yang dijanjikan maka perusahaan harus senantiasa melakukan perbaikan yang berkesinambungan
27
dan peningkatan sistem produksi dalam rangka mencapai salah satu tujuan dari perusahaan tersebut. Produksi dan operasi adalah merupakan suatu sistem untuk menyediakan barang-barang dan jasa-jasa yang dibutuhkan dan akan dikonsumsi oleh anggota masyarakat (Sofjan, 1993 : 34). Proses produksi selain dapat diartikan
suatu proses tranformasi atau
perubahan dari input – proses - output, dapat juga dikatakan cara atau teknik untuk menciptakan dan menambah fungsi dari barang dan jasa dengan menggunakan sumber-sumber antara lain : tenaga kerja, bahan dan dana yang ada. Ada tiga cara proses produksi untuk memperoleh hasil produksi yaitu : 1. Proses produksi yang kontinyu dimana peralatan produksi yang digunakan diatur dengan memperhatikan urutan-urutan
kegiatan
dalam menghasilkan produk, serta arus proses telah distandarisasi. 2. Proses produksi yang terputus-putus, dimana kegiatan produksi dilakukan
tidak standard. Dilakukan dengan keluwesan (flexible)
menurut berbagai produk dan ukuran. 3. Produksi yang bersifat proyek, dilakukan pada tempat dan waktu yang berbeda. Menurut Assauri Sofyan. (1993 : 30), empat macam fungsi dari produksi antara lain : 1. Proses (process) berarti metode atau teknik yang digunakan.
28
2. Jasa-jasa (service) adalah suatu badan pengorganisasian untuk penetapan teknik sehingga proses dapat dipergunakan secara efektif. 3. Perencanaan (planning) yang merupakan hubungan korelasi dan organisasi dari kegiatan produksi untuk suatu dasar waktu tertentu. 4. Pengawasan (controlling) untuk menjamin bahwa maksud dan tujuan dari pemakaian bahan dan pelaksanaannya. Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa dalam kegiatan produksi perlu adanya usaha pengkoordinasian, agar kegiatan produksi yang dilakukan dapat efektif
dan
efisiens
seperti
apa
yang
diharapkan.
Untuk
melakukan
pengkoordinasian ini yang terpenting bukan hanya pengawasan dan perencanaan saja tetapi yang paling penting adalah kebijaksanaan produksi pengontrolan (production policy). Karena tujuan dari kegiatan produksi adalah tujuan dari perusahaan juga. Menurut Assauri Sofyan (1980), tujuan dari perencanaan dan pengawasan produksi adalah : 1. Untuk mengusahakan perusahaan dapat menguasai pasar yang luas. 2. Untuk mengusahakan perusahaan dapat berproduksi pada tingkat yang efisien dan efektifitas yang tinggi. 3. Untuk bisa menggunakan modalnya secara optimal mungkin. Hal tersebut diatas dimungkinkan
apa bila perusahaan
bisa menjual
produk dalam jumlah banyak, sehingga volume produksinya menjadi lebih besar
29
lagi. Sehingga perusahaan akan mampu berproduksi dengan biaya yang rendah dan dapat menentukan harga jual yang rendah sehingga mampu bersaing. Menurut Assauri Sofyan (1999) tujuan perusahaan pada umumnya dalam berproduksi dapat disimpulkan antara lain : -
Berproduksi dengan sukses.
-
Berproduksi dengan ekonomis.
-
Berproduksi dengan dapat menyelesaikan pembutan barang atau jasa tepat pada waktunya dan juga arah tujuannya.
-
Berproduksi dengan mengharapkan keuntungan. Kegiatan pengendalian dan pengawasan
yang dilakukan
dalam
pelaksanaan fungsi produksi dan operasi adalah pengendalian operasionalnya, pengendalian mutu, persediaan, dan pengawasan biaya. Dengan demikian kita mengetahui usaha pengkoordianasian segala aktifitas yang menyangkut kegiatan produksi menjadi tanggung jawab pimpinan produksi atau kepala pabrik, maka seorang manajer produksi dapat melimpahkan wewenang atau otoritasnya kepada kepala bagian perencanaan dan pengawasan produksi atau Production Planning and Controling (P.P.C) dengan tugas dan kewajiban yang jelas sehingga apa yang menjadi tanggung jawabnya dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. 2.8 Pengendalian Mutu Statistik Pengendalian mutu statistik dapat dibagi kedalam pengendalian mutu proses, yaitu pengendalian mutu produk selama masih berada dalam proses dan pengendalian produk jadi. Untuk pengendalian mutu proses dapat digunakan alat
30
pengendali yang disebut Peta Pengendali Proses (Process Control Chart) atau sering disingkat dengan control chart. Perusahaan yang menganut filosofi TQM hanya melakukan pengendalian mutu selama masih berada dalam proses, sehingga hanya digunakan Peta Pengendali Proses (Ariani, 1999 : 99) Pengendalian mutu proses statistik adalah pengendalian mutu produk selama masih ada dalam proses. Dalam mengadakan pengendalian mutu tersebut dapat digambarkan batas atas (upper control limit) dan batas bawah (upper control limit) beserta garis tengahnya (center line). Pengendalian mutu proses statistik meliputi pengendalian mutu proses untuk data variabel dan pengendalian mutu proses untuk data atribut.
2.8.1
Pengendalian Mutu Proses Statistik Data Variabel Yang dimaksud dengan data variabel adalah data mengenai ketetapan
pengukuran produk yang masih berada dalam proses dengan standar yang telah ditetapkan. Pengukuran ini meliputi pengukuran panjang, diameter, ketebalan, lebar, dan sebagainya. Penyimpangan dari pengukuran yang diharapkan tetapi masih ada di bawah batas atas (UCL) atau diatas batas bawah (LCL) masih dianggap sebagai produk yang baik yang berarti dalam proses terdapat berbagai variasi atau penyimpangan. Namun bila data pengukuran yang dihasilkan ada diluar batas pengendalian, maka proses produksi tersebut dianggap berada diluar batas pengendalian (out of control) yang berarti proses tersebut mengalami kerusakan. Pengukuran yang ada pada center line diharapkan dapat tercapai.
adalah pengukuran yang
31
Pengukuran Upper Control Limit Centerline Lower Upper Limit Waktu Gambar 2.9 Peta Pengendali Mutu Proses Statistik Data Variabel
Peta pengendali mutu proses statistik data variabel meliputi: Peta pengendali rata-rata (mean chart atau X-chart) yang digunakan untuk mengetahui penyimpangan pengukuran dari pengukuran rata-rata panjang, lebar, tinggi, berat, diameter, dan sebagainya. Peta pengendali range (R-chart) dan peta pengendali standar deviasi (SDchart) yaitu peta pengendali untuk mengetahui tingkat keakurasian pemrosesan. R-chart lebih mudah diterapkan dari pada SD-chart, tetapi SD-chart lebih tepat. Peta Pengendali individu (Individual control chart) yaitu peta pengendali yang digunakan apabila perusahaan hanya memproduksi satu unit dalam setiap harinya. Peta pengendali regresi/kecenderungan Itrend-chart) yaitu peta pengendali untuk perusahaan yang mempunyai data yang bentuknya merupakan suatu kecenderungan naik atau turun.
32
2.8.2
Pengendalian Mutu Proses Statistik Data Atribut Yang dimaksud dengan data atribut adalah data mengenai ketepatan
pengukuran produk yang masih berada dalam proses dengan standar yang telah ditetapkan. Pengukuran ini meliputi pengukuran cacat atau tidak, nyala atau tidak, dan sebagainya. Penyimpangan dari pengukuran yang diharapkan tetapi masih ada di bawah batas atas (UCL) atau di atas batas bawah (LCL) atau ada di bawah batas bawah masih dianggap sebagai produk yang baik yang berarti dalam proses terdapat berbagai variasi atau penyimpangan. Namun bila data pengukuran yang dihasilkan ada diluar batas pengendalian yaitu yang ada diatas batas, maka proses produksi tersebut dianggap berada diluar batas pengendalian (out of control) yang berarti proses tersebut mengalami kerusakan. Data pengukuran yang ada dibawah batas bawah (LCL) justru produk yang baik karena jumlah atau proporsi produk cacatnya kecil. Bila data ada diluar batas pengendalian, perlu diadakan revisi terhadap peta pengendalian tersebut sehingga data pengukuran berada dalam batas pengendalian (in control).
Cacat Upper Center Limit Centerline Lower Center Limit Waktu Gambar 2.10 Peta Pengendalian Mutu Proses Statistik Data Atribut
33
Peta pengendali mutu proses statistik data atribut meliputi : P-chart atau np-chart, yaitu peta pengendali proses untuk mengetahui proporsi produk cacat dalam suatu sampel. np-chart hanya digunakan untuk banyaknya sampel yang sama dalam setiap kali observasi, sedang pchart dapat digunakan untuk banyaknya sampel sama maupun bervariasi untuk setiap observasi. C-chart atau U-chart, yaitu peta pengendali proses untuk mengetahui banyaknya cacat dalam satu unit produk. C-chart hanya digunakan untuk banyaknya sampel yang sama untuk setiap kali observasi, sedang u-chart digunakan untuk banyaknya sampel sama maupun bervariasi untuk setiap kali observasi. 2.8.3 Failure Mode and Effect Analysis ( FMEA ) Failure Mode and Effect Analysis adalah suatu penaksiran elemen per elemen secara sistematis untuk menyoroti akibat-akibat dari kegagalan komponen, produk, proses atau system memenuhi keinginan dan spesifikasi konsumen, termasuk keamanan. Hal ini ditandai dengan nilai yang tinggi atas elemen dari komponen, produk, proses atau sistem yang memerlukan prioritas penanganan untuk mengurangi kegagalan melalui desain ulang, perbaikan secara terusmenerus, pendukung keamanan, tinjauan perancangan, dll. Hal itu dapat dilaksanakan pada tahap perancangan dengan reliabilitas data menggunakan pengetahuan tentang rata-rata tingkat kegagalan untuk komponen dan produk yang ada saat ini.
34
Untuk dapat berkompetisi, sebuah organisasi harus terus meningkatkan diri. FMEA adalah sebuah teknik yang memberikan sebuah metodologi untuk memudahkan peningkatan proses. Dengan menggunakan metode FMEA, organisasi dapat mengidentifikasi dan mengurangi keperluan dini dalam pengembangan sebuah proses atau desain. Kualitas dalam memperoleh komponen atau pelayanan dapat meningkat ketika organisasi bekerja dengan supplier mereka untuk
mengimplementasikan
FMEA
dalam
organisasi
mereka.
Adapun
keuntungan dari penerapan FMEA meliputi :
Mengurangi ‘lead time’ dari perubahan Engineering
Mengurangi metode ‘trial error’
Mengurangi rework, aktivitas redesign
Mengurangi reject rate dan biaya
Bagaimana Implementasi FMEA bekerja ? Langkah – langkah dan konsep – konsep kunci adalah sebagai berikut : Tentukan siapa pelanggannya Buat list apa yang digrapkan dari desain, dan apa yang tidak diinginkan untuk terjadi Buat analisa resiko Input dan tools yang digunakan Mulai, evaluasi dan perbaikan Revisi apabila terjadi masalah Rating occurrence, severity dan detectability dinyatakan dalam skala dari 1 sampai 10 dan digambarkan dalam gambar berikut :
35
RATING
OCCURRENCE
SEVERITY
DETECTABILITY
1
Almost never
Hardly
Absolutely obvious
noticeable
Occasionally
Dissatisfaction
Visible but could go unnoticed
10
Often
Serious effect
Undetectable
Tabel 2.4 Rating Umum Untuk FMEA Untuk keterangan lebih lanjut tentang rating occurrence, severity dan detectability dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 2.3 Definisi FMEA untuk Rating Occurrence Probability kegagalan
Tingkat kegagalan
Cpk
Nilai
≥ 1 dalam 2
< 0.33
10
1 dalam 3
≥ 0.33
9
1 dalam 8
0.51
8
1 dalam 20
0.67
7
1 dalam 80
0.83
6
1 dalam 400
1.00
5
1 dalam 2000
1.17
4
Rendah : hanya kegagalan tertentu yang terjadi
1 dalam 15000
1.33
3
Sangat rendah : kegagalan hampir bisa diindentifikasikan
1 dalam 150000
1.50
2
Hampir tidak terjadi
1 dalam 1500000
1.67
1
Sangat tinggi : kegagalan hampir tidak dapat dielakan Tinggi : Sama seperti diatas dimana kegagalan sering terjadi Sedang : Kegagalan yang terjadi kadang kadang, tetapi tidak dalam porsi yang besar/ major
36
Tabel 2.4 Definisi FMEA untuk Rating Severity Akibat
Kriteria : Tingkat bahaya akibat dari kegagalan.
Nilai
Dapat membahayakan mesin atau assembling operator. Nilai severity sangat Bahaya tanpa adanya peringatan
tinggi apabila kegagalan yang terjadi dapat membahayakan keselamatan dalam pengoprasian
kendaraan atau melanggar peraturan pemerintah.
10
Kegagalan yang terjadi tanpa adanya peringatan. Dapat membahayakan mesin atau assembling operator. Nilai severity sangat Bahaya tapi ada peringatan sebelumnya
tinggi apabila kegagalan yang terjadi dapat membahayakan keselamatan dalam pengoprasian
kendaraan atau melanggar peraturan pemerintah.
9
Kegagalan yang terjadi didahului oleh peringatan. Sangat mengganggu produksi. 100% produk kemungkinan harus dibuang. Sangat tinggi
Kendaraan tidak berfungsi, kehilangan fungsi utamanya. Customer sangat
8
tidak puas. Agak mengganggu produksi. Produk kemungkinan harus disortir dan Tinggi
sebagian ( kurang dari 100%) dibuang. Kendaraan masih berfungsi tetapi
7
tingkat kenyamanannya berkurang. Customer tidak puas. Sedikit menggaggu produksi. Sebagai produk (kurang dari 100%) harus Sedang
dibuang tanpa harus disortir. Kendaran berfungsi tetapi beberapa faktor
6
kenyamanan tidak berfungsi. Agak mengganggu produksi. 100% produk harus kemungkinan harus Rendah
diperbaiki. Kendaraan / item berfungsi, tetapi tidak maksimal. Beberapa
5
Customer yang berpengalaman kurang puas Agak mengganggu produksi. Produk kemuingkinan harus disortir dan Sangat Rendah
sebagaian (kurang dari 100%) harus diperbaiki. Penampilan dan sehingga
4
kurang nyaman. Gangguan dirasakan oleh kebanyakan customer. Sedikit mengganggu produksi. sebagaian (kurang dari 100%) produk harus Kecil
diperbaiki dijalur produksi tetapi bukan ditempat pemasangan. Penampilan) sehingga mengurangi kenyamanan. Gangguan dirasakan oleh rata - rata
3
Customer. Sedikit mengganggu produksi. sebagaian (kurang dari 100%) produk harus Sangat kecil
diperbaiki dijalur produksi dan tempat pemasangan. Penampilan sehingga
2
mengurangi kenyamanan. Gangguan dirasakan oleh Customer yang teliti. Tidak ada effect
Tidak ada effect
1
37
Tabel 2.5 Definisi FMEA untuk Rating Detectability Kreteria : Kemungkinan cacat komponen bisa dideteksi oleh proses control Detection
yang ada, sebelum diproses lebih lanjut, atau sebelum part dikirim ke
Nilai
Customer. Hampir tidak bisa dideteksi
Tidak diketahui control yang dapat mendetksi
10
Sangat kecil kemungkinan Kontrol yang dapat mendeteksi kegagalan
9
Kecil kemungkinan Kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan
8
Sangat rendah kemungkinan Kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan
7
Rendah
Rendah kemungkinan Kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan
6
Sedang
Sedang kemungkinan Kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan
5
Agak besar kemungkinan Kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan
4
Beasar kemungkinan Kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan
3
Sangat besar
Sangat Besar kemungkinan Kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan
2
Hampir
Hampir pasti kemungkinan Kontrol yang ada dapat mendeteksi kegagalan
1
Sangat kecil Kecil Sangat rendah
Agak besar Besar
Risk Priority Number (RPN) merupakan perkalian dari rating occurrence (O), severity (S) dan detectability (D) : RPN = O x S x D Angka ini seharusnya digunakan sebagai panduan untuk mengetahui masalah yang paling serius, dengan indikasi angka yang paling tinggi memerlukan penanganan serius.
38
2.9 Pengetahuan Ban Luar Roda Dua Ban luar sepeda motor merupakan suatu komponen pokok pada suatu kendaraan roda 2. 2.9.1 Kontruksi ban roda dua (defenisi dan fungsi)
Gambar 2.6 Kontruksi Ban Roda Dua
Tread
:Lapisan karet yang bersentuhan langsung dengan permukaan
jalan. Tread berfungsi untuk melindungi carcass dari keausan yang disebabkan oleh pemakaian dan kerusakan yang lain.
Carcass :Merupakan lapisan dari lembaran kain ban berlapis karet yang merupakan pembentuk dari kontruksi ban. Karet yang melapisi kain ban, tidak hanya melindungi dari kerusakan luar, tetapi juga mencegah kerusakan yang ditimbulkan karena gesekan diantara kain ban.
Bead
:Merupakan cincin dari kawat karbon tinggi, yang berlapis karet
dan terpasang pada keliling ban. Fungsinya adalah untuk menjamin
39
pemasangan yang kokoh dari ban ke rim.
Tread Grooves :Struktur telapak pada Crown Region Area. Fungsinya adalah untuk mengalirkan air yang berada diantara ban dan permukaan jalan serta meminimalisir efek pertambahan panas dari ban, pada area crown.
Rim line :Garis melingkar pada bagian side wall sebagai penanda pemasangan rim.
Inner Liner
:Lapisan karet butyl yang melapisi keseluruhan bagian
dalam dari ban tubeless.
2.9.2 Klasifikasi Ban Luar Klasifikasi ban luar dibagi berdasarkan dua kriteria, yaitu berdasarkan jenis dan kontruksinya. Berdasarkan jenisnya ban luar terbagi atas “Bias Tire” & “Radial Tire”. Bias tire adalah ban yang struktur carcassnya disusun secara bersilangan terhadap garis tengah telapak. Ada yang memakai peredam (breaker) dan ada yang tidak. Ban radial adalah ban yang struktur carcassnya disusun 900 terhadap garis tengah telapak dan memakai sabuk peredam jika diperlukan. Berdasarkan kontruksinya ban dibagi atas “Tube Type” dan “Tubeless Type”. Ban yang merupakan Tube type menggunakan ban dalam untuk menahan tekanan angin pada ban, sedangkan Tubeless type tidak memerlukan ban dalam. Bagian dalam dari ban type ini dilapisi dengan karet butyl sebagai lapisan kedap udara yang fungsinya menyerupai ban dalam. Hal lain yang berbeda, pada bagian bead terdapat desain khusus. Pemakaian ban tubeless ini haruslah pada rim khusus tubeless yang dapat menahan kebocoran angin.
40
Keuntungan menggunakan ban type tubeless adalah jika terjadi kebocoran, tekanan angin ban hanya keluar sedikit demi sedikit sehingga kendaraan masih dapat berjalan. Tabel 2.7 Syarat penandaan ban luar sepeda motor Identifikasi 1.
Nama
Cara penandaan perusahaan
atau
nama ………………..
produsen dan nama dagang 2. Ukuran
Sesuai lampiran atau JATMA, ETRTO, TRA
3. Jenis benang carcass
Nylon, Polyester, Fiberglass, Rayon
4. Jenis benang belt
Nylon, Polyester, Fiberglass, Steel, Kevlar, Rayon
5. Petunjuk keausan
TWI atau segitiga
6. Negara pembuat
Made in ……………
7. Kode masa produksi
4 angka
8. Jenis pakai ban dalam
Tube type atau tidak disebutkan
9. Jenis tanpa ban dalam
Tubeless
10.Tanda SNI
SNI
11.Kontruksi radial
Radial
12.Ban reinforced
Reinforced
13.Ban salju
Snow
41
2.9.3 Penulisan Ukuran Ban Roda Dua Pada umumnya, penulisan ukuran ban roda dua, dilakukan dalam dua cara. Cara yang paling umum digunakan adalah cara imperial, sedangkan penulisan cara metrik adalah cara penulisan standard ISO. Penulisan cara imperial : Gambar 2.7 Penulisan Ukuran Ban Roda Dua
3.00
-
Lebar penampang
18
Kontruksi
4PR
Diameter pelek
Lebar penampang
:Lebar penampang ban (dalam inchi)
Kontruksi
_
: Symbol untuk kontruksi bias
R
: Symbol untuk kontruksi radial
Ply Rating
Diameter pelek
:Diameter pelek yang digunakan (dalam inchi)
Ply Rating
:Angka indeks yang menyatakan tingkat kekuatan
ban pada batas beban dan tekanan angin maksimum. Angka indeks selalu di dinyatakan dengan angka genap. Gambar 2.8 Penulisan Cara Metrik
100
/ 80
-
18
53
S
lebar
aspek rasio
kontruksi
Diameter
Indeks
Symbol
pelek
beban
kecepatan
penampang
42
Lebar penampang
:Lebar penampang ban ( dalam millimeter)
Aspek Rasio
:Perbandingan antara tinggi dan lebar penampang ban baru.
Diameter pelek
:Diameter pelek yang dipergunakan (dalam inchi)
Indeks beban
:Angka indeks yang menyatakan beban maksimum yang
dapat ditanggung sebuah ban pada kondisi tertentu. Symbol kecepatan
:Symbol yang menyatakan tingkat kecepatan ban untuk
membawa beban sesuai dengan indeks bebannya.
2.9.4 Tanda Petunjuk Keausan (Tread Wear Indication) Pola telapak atau pattern yang ada pada bagian tread pada ban, bertujuan terutama untuk memberikan cengkraman (grip) pada kondisi jalan yang basah atau licin. Kemampuan cengkraman tersebut berkurang sebanding dengan bertambahnya keausan tread akibat pemakaian. TWI merupakan petunjuk untuk menentukan batas minimum keausan ban dalam batas performance ban yang aman. Posisi dimana tanda TWI tersebut berada, ditunjukkan dengan tanda segitiga pada kedua sisi sidewall dari ban. Untuk motor Cycle terdapat 6 tanda, sedangkan untuk scooter terdapat 4 tanda pada sekeliling lingkaran ban.
2.9.5 Penunjuk Arah Putaran Pada saat pemasangan ban ke rim, pastikan bahwa pemasangannya telah sesuai dengan arah penunjuk putaran, yang ditunjukkkan oleh arah tanda panah pada dinding samping ban.
43
Dengan pemasangan yang tepat, maka performance dari karakteristik pattern, akan dapat dicapai secara optimum. Baik dari segi pengendalian, pembuangan air, maupun dari kemampuan pengereman. Seperti yang telah diketahui, bahwa gaya yang bekerja pada ban depan dan belakang selama pengereman dan akselerasi, adalah bervariasi. Selama pengereman 60 % dari gaya ditanggung oleh ban depan. Sedangkan selama akselerasi, 70% dari gaya ditanggung oleh ban belakang. Dengan demikian, pemasangan ban dengan arah yang sesuai dengan petunjuk arah putaran akan menghindari kerusakan dini dari ban.
2.9.6 Penandaan Titik Teringan Pada Ban (lightest Point Marking) Umumnya, pada setiap ban, akan ditemui titik-titik / daerah unbalance, yang memerlukan dilakukannya setting / adjusment pada saat pemasangan ban dengan rim. Ligthest point pada ban, ditandai dengan segitiga kuning pada area sidewall. Pada titik tersebut merupakan posisi pemasangan valve sehingga diharapkan akan dapat memperbaiki / menyeimbangkan disribusi beban pada ban tersebut.
2.10 Proses Produksi Dan Mesin Yang Digunakan. Yang dimaksud dengan mesin adalah suatu peralatan yang digerakkan oleh suatu kekuatan/tenaga yang dipergunakan untuk membantu manusia dalam mengerjakan produk atau bagian-bagian produk tertentu, (Sofjan, 1993 : 103). Proses pembuatan tire terbagi atas beberapa proses yang masing-masing proses pembuatannya menggunakan mesin dan tempat yang berbeda. Tire
44
terbentuk setelah semua proses dari awal sampai akhir proses dilakukan dengan benar, tentang proses pembuatan tire secara menyeluruh antara lain :
Flowchart Produksi Tire PT. Gajah Tunggal Tbk. Plant B, H, dan I
Treatment Ply
Comp'd
TOPPING CALL.
BIAS CUTTING
Comp'd
BANBURY
Tread
TREAD EXTRUDING
BUILDING
GT
Tire
INNER PAINT
Bead Wire
Comp'd
GT *
BEAD GROMMET
Gambar.2.9 Proses Produksi Ban
CURING TIRE
F. I TIRE
45
2.10.1 Flow Chart Proses Tread Extruding
COMPOUND/ TREAD (OES)
COMPOUND
UNDER TREAD CEMENT FEEDER
WARM UP MILL BLOWER COOL W ATER
FEED MILL COOLING CONVEYOR EXTRUDING SPONGE ROLL HEAD EXTRUDING DIE HOUSE. DIE PLATE.
BLOWER
ACCUMULATOR
TREAD (OES)
SHRINKAGE CONVEYOR BOOKING MARKING PAINT
COLOUR MARKING
TREAD STORAGE
Gambar 2.10 Flow Chart Proses Tread Extruding
PANTRUCK / ROLLING TREAD
46
2.10.1.1 Penjelasan Flow Chart Proses Tread Extruding Compound SO Compound SO adalah material untuk membuat tread, dimana compound (SO) Nomor harus sesuai dengan Inprocess Spec, dan jumlah max. satu kali giling sekitar 16 lembar (sheet).
Gambar 2.11 Compound Sheet 1 lembar (sheet) yaitu sama dengan 1 lekukan / 1 meter panjang lembar compound (sekitar 7.2 kg), dimana tebal per lembar maksimal 12 mm. Lama penyimpanan compound maksimal 10 hari dari tanggal produksi, dapat juga sampai maksimal 16 hari ( hal ini tidak disarankan karena comp’d sulit lumat pada waktu warm up mill ). Compound / Tread OES Compound / Tread OES adalah material untuk membuat tread, dimana comp’d / Tread OES Nomor harus sesuai dengan Inprocess Spec, dan pencampuran maksimal 20 % dari jumlah yang digiling ( maksimal 2 box per 16 lembar comp’d SO ).
47
Gambar 2.12 Compound Tread OES Dimana berat Tread OES dalam 1 box sekitar 14.5 kg ( tidak termasuk berat box ). Warm Up Mill Merupakan proses pemanasan dan pelumatan awal tread comp’d, dimana proses warm up mill ini dilakukan di mesin Open Mill. Dimana untuk tinggi bank comp’d waktu menggiling 30 cm diukur dari tinggi permukaan atas mesin Open Mill, comp’d thickness 8 – 12 mm diukur setelah digiling dan waktu giling 4 – 6 menit ( 3 – 5 kali giling ) supaya mendapatkan hasil tread comp’d yang homogen. Setelah digiling di Warm Up Mill comp’d ditransfer melalui conveyor ke Feed Mill untuk menjalani proses selanjutnya. Feed Mill Merupakan proses pelumatan lanjutan tread comp’d, dimana comp’d digiling untuk mendapatkan hasil tread comp’d yang lebih homogen yang selanjutnya comp’d yang digiling tersebut dibuat Feed Strip yang kemudian ditransfer ke mesin Extruder unruk menjalani proses selanjutnya, proses Feed Mill ini dilakukan dimesin Open Mill. Dimana untuk tinggi bank comp’d waktu menggiling 30 cm diukur dari tinggi permukaan atas mesin Open Mill, temperature Feed Strip maksimal 90oC diukur setelah digiling, dan tebal serta lebar Feed Strip sesuai dengan Inprocess Spec.
48
Extruding Merupakan proses untuk memadatkan dan mendorong feed strip comp’d secara terus menerus untuk enghasilkan Tread, diman temperature Head Extruder maksimal 115oC dan temperature Barrel Extruder maksimal 95oC dan kecepatan putar Srew sesuai dengan Inproses Spec. Head Extruder, Die House dan Die ( Plate ) Berfungsi sebagai media perantara pembentukan contour tread, dimana pemakaian Die House dan Die Plate sesuai dengan Inprocess Spec, temperature tread maksimal 120oC diukur setelah tread keluar dari Die ( Plate ). Shrinkage Conveyor Berfungsi sebagai media untuk membantu menjaga dimensi contour tread, bekerjanya shrinkage conveyor mengikuti extruder. Colour Marking Berfungsi sebagai penandaan tread agar dapat dibedakan secara visual dan tercetak pada permukaan atas tread. Under Tread Cement Feeder Berfungsi sebagai perekat antara tread dan ply pada proses building, under tread cement dilapiskan pada bagian bawah tread, dimana waktu simpan maksimal 48 jam dan selalu diaduk secara merata. Proses pemakaiannya adalah drum dicelupkan pada cement tank kemudian berputar, tread digulirkan pada permukaan drum yang telah terlapisi cement. Blower Berfungsi untuk mengeringkan under tread cement pada tread, bekerjanya mengikuti extruder.
49
Cooling Conveyor Berfungsi untuk mendinginkan tread dengan menggunakan media air, dimana temperature inlet air tersebut maksimal 32oC dan tread temperature 35oC pada saat keluar dari cooling conveyor. Sponge Roll Berfungsi untuk mengeringkan permukaan atas dan bawah tread dari air setelah dari proses cooling conveyor, dimana bekerjanya mengikuti extruder. Blower Berfungsi untuk mengeringkan permukaan atas dan bawah tread dari air dengan semburan udara setelah melewati sponge roll, dimana bekerjanya mengikuti extruder. Accumulator Berfungsi untuk meredam supply tread pada saat penggantian rolling tread/ pantruck, dimana bekerjanya mengikuti extruder. Tread ( OES ) Yaitu tread yang secara visual dan dimensi tiadak sesuai dengan Inprocess Spec, dimana tread ( OES ) tersebut dikumpulkan yang nantinya digiling ulang untuk proses pembuatan tread dari awal.
Gambar 2.13 Tread
50
Booking Dipergunakan dalam penempatan tread ( dalam bentuk Rolling Tread dan pantruck ). Tread Storage Berfungsi sebagai tempat penyimpanan tread, dimana lama penyimpanan tread maksimal 3 hari.
2.10.1.2 Jenis mesin yang digunakan dalam section Tread Extruder Extruder Nama Mesin
: Tread Extruder
Maker
: Seyen Machinery Co., Ltd.
Screw Diamter
: ± 150 mm
Tread Head Max. Opening : 350 mm Screw Rpm
: 20 – 60 Rpm
Motor
: DC 50 HP
Line Construction Extruder
Take Up Conveyor
Cooling Tank Blower Conveyor
Tread Skiver & conveyor Take Off Conveyor
Utility
Electric Source
: 380 V, 50 Hz, 3 Ø
Pneumatic Source : 6 Kg/ cm 2 Water Source
Shrinkage Roll
: 2 Kg/ cm2
Cement Roll
Sponge Roller Wind Up Stand
51
2.10.2 Flow Chart Proses Bias Cutting
TREATMENT
LET OFF
PRICKING
FESTOON
FEED CONVEYOR
CUTTING
PLY JOINT
SLITTING
WIND UP
BOOKING
PLY STORAGE
Gambar 2.14 Flow Chart Proses Bias Cutting
52
2.10.2.1 Penjelasan Flow Chart Proses Bias Cutting Treatment Merupakan material untuk membuat ply, yaitu terdiri dari cord ( nylon ) yang telah dilapisi oleh compound, proses pembuatan treatment dilakukan dengan menggunakan mesin Topping Calender, dimana lama penyimpanan treatment maksimal 14 hari dari tanggal produksi topping calender, dengan lebar 1460 ± 15 mm dan panjang satu roll treatment 450 ± 5 meter. Adapun jenis Treatment yang dipakai adalah M6143N-925, M6148NS-925, M6138J-925, M6138J-925, M6140N-925, dimana penggunaan masing- masing jenis treatment tersebut sesuai dengan Inprocess Spec. Let Off Berfungsi sebagai dudukan roll treatment dan untuk menjaga kestabilan tension dari treatment tersebut, dimana air pressure for break roll treatment diadjust sesuai besarnya gulungan treatment. Pricking Berfungsi untuk membuat lubang- lubang pada treatment dengan tujuan untuk membantu keluarnya udara yang terperangkap pada proses building, dimana bekerjanya mengikuti proses cutting. Festoon Berfungsi untuk meredam dan membantu kesetabilan tension treatment pada saat proses cutting. Feed Conveyor Berfungsi untuk memindahkan hasil cutting yaitu ply ke bagian wind up.
53
Cutting Berfungsi untuk memotong treatment dengan lebar dan sudut tertentu sesuai dengan Inprocess Spec. Ply Joint Berfungsi untuk menyambung ply secara overlap dengan jarak overlap 3 – 5 benang dengan sudut yang sejajar. Slitting Berfungsi untuk memblah hasil cutting menjadi ply. Wind Up Berfungsi untuk menggulung ply bersama dengan kain agar tidak lengket antar satu dengan yang lainnya.
Sudut
Lebar
Gambar 2.15 Ply
54
2.10.2.2 Jenis mesin yang digunakan dalam section Bias Cutting Nama Mesin
: Bias Cutter
Maker
: Seyen Machinery Co., Ltd.
Tipe Mesin
: High Table
Let – Off station
: 2 sets
Liner Width of Let – Off
: max. 1800 mm
Cord Width of Let – Off
: max. 1460 mm
Stock Roll of Let – Off : max. Ø 950 mm Square Shaft
:
40 mm x Ø 1980 mm
Festoon Stock
: 2860 mm
Main Conveyor Speed
: max. 30 m/min
Cutter Speed Rpm
: 6000 rpm
Cutter Size
: Ø 100 mm x Ø 25.4 mm x 1 mm
Cutting Width
: max. 800 mm
Cutter Angle Range
: 40 0 – 90 0
Machine Accuracy of Width : ± 2 mm Cutter Accuracy of Angle
:±10
Cutting Rate ( at 60 0 / 800 w ): max. 15 Cuts / min Conveyor Motor Drived
: Inverter Type
Sequenec Control
: Omron
Joint Table
: teflon Conveyor
Wind Up Slitter Cutter
: 1 set
Guide Adjust
: max. 850 mm
Liner Roll
: max. 350 mm
55
Wind Up Diameter
: max. Ø 700 mm
Wind Up station
: 4 sets
Reeling Speed of Wind Up
: max. 23 m/ min
Square Shaft Quantity
: 16 pcs
Carriage Quantity
: 4 pcs
Pneumatic Source
: 7 kg/ cm2
Wiring and Electical System : 380 V, 3 Ø, 50Hz
56
2.10.3 Flow Chart Proses Bead Grommet
COMPOUND(OES) DIPPING IN BEAD COMPOUND RELEASE AGENT COMPOUND OVER FLOW
WIRE
LET OFF STAND
SOLUTION CUTTER
WIRE CLEANING
HEATING
CUTTING TALC
EXTRUDING BEAD TALC FEEDER
COMPOUND HEAD , DIE , BUFFLE
BEAD COMP'D SLITTING
LORY BOOKING
BEAD COOLING COMP'D FEED STRIP
PULL ROLL
WATER
BEAD STORAGE
BEAD DRYING
FESTOON
FORMER & ADJUSTING PLATE
BENDING ROLL
BEAD WINDING
PUSHING ROLLER
Gambar 2.16 Flow Chart Proses Bead Grommet
57
2.10.3.1 Penjelasan Flow Chart Proses Bead Grommet Wire Merupakan salah satu material untuk membuat bead, dimana wire diameter sesuai dengan Inprocess Spec. Let – Off Stand Berfungsi untuk menjaga kesetabilan tension dari wire dan sebagai dudukan bead reel. Wire Cleaning Berfungsi sebagai pembersih wire dari debu atau foreign material, dimana menggunakan sponge dan cairan solution sebagai media pembersih. Heating Berfungsi untuk memanasi wire sehingga memudahkan copound lengket dengan wire pada saat proses selanjutnya. Extruding Sebagai media untuk memadatkan dan mendorong feed strip compound secara terus menerus, dimana compound pressure pada extruder 70 – 150 kg/cm2, head extruder temperature maksimal 80oC, cylinder temperature maksimal 80oC, extruder screw speed maksimal 67.7 rpm, screw temperature maksimal 60oC, dan cool water pressure minimal 1 kg/cm2. Compound Feed Strip Merupakan material untuk melapisi bead, dimana mempunyai tebal 8 ± 1 mm dan lebar 38 ± 5 mm.
58
Bead Compound Slitting Machine Berfungsi sebagai media memotong lembaran compound menjadi feed strip. Compound Overflow Berfungsi untuk menyeimbangkan pemakaian pelapisan comp’d pada wire. Dipping in Bead Comp’d Release Agent Berfungsi sebagai media untuk mendinginkan comp’d overflow dan supaya compd tidak lengket dengan yang lainnya, dimana menggunakan campuran cairan dengan estimasi campuran 10 (air) : 1 (GRL). Compound OES Merupakan material untuk melapisi wire. Head, Die dan Baffle Berfungsi sebagai media pembentuk pelapisan wire dengan compound, dimana ukuran Die dan Baffle tersebut disesuaikan Inprocess Spec. Bead Cooling Berfungsi untuk mendinginkan lapisan compound dengan cara air dikucurkan dari atas bead secara continue. Pull Roll Berfungsi untuk mendinginkan lapisan compound dan menarik bead, dimana Pull Roll speed 20 - 40 rpm. Bead Drying Berfungsi untuk mengeringkan bead, dengan cara udara dari blower disemprotkan dari atas dan bawah bead.
59
Festoon Berfungsi untuk meredam supply bead dari extruder pada saat bead winder berhenti sementara. Bending Roller Berfungsi untuk melengkungkan bead agar relatif sesuai dengan lengkungan former. Bead Winding Berfungsi untuk menggulung bead, dimana winding speed, circum length, size code, bead width dan thickness sesuai dengan Inprocess Spec. Pushing Roll Berfungsi untuk membantu mengarahkan dan merekatkan overlap bead ,dimana menggunakan tekanan angin 0.5 – 1 kg/cm2. Cutting Berfungsi untuk memotong bead yang telah digulung pada bead winder . Bead Talc Feeder Berfungsi untuk memberikan lapisan talc pada bead sehingga tidak lengket satu dengan lainnya. Booking Berfungsi sebagai media untuk peletakan bead. Bead Storage Berfungsi sebagai tempat penyimpanan bead, dimana lama penyimpanan maksimal 3 bulan dari tanggal produksi, bila bead pada wire tidak terlapisi compound bead, maka tidak dapat digunakan.
60
Gambar 2.17 Bead
Gambar 2.18 Joint Overlap Bead
2.10.3.2 Jenis mesin yang digunakan dalam section Bead Grommet Nama Mesin
: Bead Grommet
Tipe Mesin
: Bead Winding machinery
Maker
: Nakata Zoki Co., Ltd.
Inner Dia. of Bead
: 16 ” ~ 21 ”
Number of Bead Turn
: 2 ~ 4 turns
Number of strand
: 2 ~ max. 8 strand
Width of Die Opening
: max. 25 mm
Forming Capacity
: 12 beads x 2 fotrmers/ min
Line Speed
: max 150 m/ min
Power Source
: 380 V AC, 50Hz, 3 Phase
61
2.10.4 Flow Chart Proses Building
PLY KEROSIN BEAD SOLUTION
TREAD
TIRE BUILDING M/C HBT TYPE : CUTTER
TREAD CUTTING
GM TYPE : SCISSORS
DRUM BUILDING
HBT Line F & BTU TYPE : SLITTER
STITCHER
TREAD ( OES )
BUILDING STEP
BLOWER JOINT TREAD PRESSING
Khusus HBT Line F & BTU Type VENTING
BOOKING
GREEN TYRE STORAGE
Gambar 2.19 Flow Chart Proses Building
62
2.10.4.1 Penjelasan Flow Chart Proses Building Ply Merupakan salah satu material penyusun green tire, dimana ply no. sesuai dengan tire building spec, pemasangan ply 1 dan seterusnya angle saling bersilangan, jarak overlap sambungan antara 3 – 5 benang, posis overlap sambungan antara ply 1 dan seterusnya saling berjauhan (tidak boleh menumpuk). Tread Merupakan salah satu material penyusun green tire, dimana tread no. sesuai dengan tire building spec, estimasi posisi sambungan tread tidak boleh menumpuk antara ply dengan ply atau ply dengan tread. Bead Meupakan salah satu material penyusun green tire, dimana bead no. sesuai dengan tire building spec, tumlah bead tiap green tire adalah 2 pcs. Mesin Tire Building Berfungsi sebagai alat atau media untuk membuat green tire, dimana jenis mesin yang dpakai ada 3 macam, yaitu BTU ( Bladder Turn Up ), HBT ( Herbert ) dan GM ( Manual ). Drum Building Berfungsi sebagai media untuk mengassembly ply, bead dan tread menjadi green tire, dimana machine type dan drum code sesuai dengan tire building spec, drum speed rotation pada waktu stitcher bekerja adalah 190 – 250 m/min. Untuk mengassembly tiga komponen penyusun green tire yaitu ply, bead dan tread menggunakan solution demgan material SBP XX yang berfungsi untuk
63
menambah daya lengket antara ply, bead dan tread, dimana estimasi campuran cairan tersebut 1 (koresin ) : 50 ( SBP XX ). Stitcher Berfungsi sebagai media untuk menekan atau melengketkan Tread dengan ply, dimana cylinder diameternya 50 mm dan waktu stitcher bekerja antara 10 – 13 detik. Tread Cutting Berfungsi untuk memotong tread dengan panjang sesuai tire building spec, dimana HBT type cutter temperature ( pada ujung ) 125 – 175 0C, GM type Scissor temperature 100 – 125
0
C, BTU type menggunakan Slitter yang
didinginkan dengan water spray kemudian ujung tread dikeringkan ( atas dan bawah ) dengan menggunakan Blower. Turn Up Berfungsi untuk mengikat bead dengan cara melipatkan ply ke bead, dimana untuk tipe mesin GM dengan menggunakan manual, tipe mesin HBT dengan menggukan media Fingers ( jari – jari ) dan tipe mesin BTU dengan menggunakan media Turn Up Bladder. Tread ( OES ) Merupakan tread, dimana secara visual dan dimensi tidak sesuai dengan tire building spec dan tread yang kelebihan potong. Venting Berfungsi
untuk
membantu
memudahkan
keluarnya
udara
yang
terperangkap antar ply dengan ply atau dengan tread, dengan cara green tire dipress melalui roll
yang ada jarum pakunya dan diputar secara merata
64
mengelilingi green tire. Dimana cylinder air pressure 4.5 ± 0.5 kg/ cm2, cylinder diameter 52 mm, lama kerja 2 kali lingkaran green tire, diameter roll 176 mm dan venting roll surface speed 19 – 21 m/min.
Gambar 2.20 Roll Venting Booking Berfungsi untuk penempatan green tire, dimana menggunakan lorry sebagai tempat booking. Green Tire Storage Berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan green tire, dimana lama penyimpanan maksimal 14 hari dari tanggal produksi.
Gambar 2.21 Green Tire
65
2.10.4.2 Jenis mesin yang digunakan dalam section Building Nama Mesin
: Building
Maker
: Seyen Machinery Co., Ltd.
Main Body
Leght
: 3060 mm
Width
: 920 mm
Height
: 1150 mm
Hight of Work Spindel
: 900 mm
Max. Inner Circumference of bead Wire : 810 mm Min. Inner Circumference of bead Wire : 620 mm Max. width of Green Tire
: 310 mm
Speed of work Spindle
: 35 / 140 Rpm
Power of Driven Motor
: AC 3 HP
Piston Surface of Stitching Cylinder :19,5 cm2 PLC
: MITSUBISHI
Inverter
: MITSUBISHI
Solenoid
: KURODA
Servicer
Length
: 2450 mm
Width
: 1400 mm
Heiht
: 2000 mm
Power of Drive Motor ( Ply ) : 0.4 KW, 4 P Power of Drive Motor ( Tread Rubber ) : 0.75 KW, 4 P Power of Drive Motor ( Roller Conveyer ) : 0.4 KW, 4 P
66
Power of Drive Motor ( Roller ) : 0.4 KW, 4 P Max. Ply Width
: 500 mm
Max. Ply – Roller Diameter : 500 mm Max. Tread Rubber Width : 300 mm Max. Tread Rubber Length : 1100 mm Max. Tread Rubber Roll Diameter : 700 mm Max. liner Roll Diameter
: 300 mm
Utility
Electrical Source
: 380 V, 50 Hz, 3 Ø
Pneumatic Source
: 6 atm – 8 atm
67
2.10.5 Flow Chart Proses Curing GREEN TIRE
GREEN INNER PAINT & GREEN OUTER PAINT
TIRE CURING LOW PRESSURE
STEAM
TIRE MOLD RING BLADDER & BLADDER
SHAPING PROCESS HIGH PRESSURE
STEAM LOW PRESSURE
STEAM WATER PRESSURE
POST CURE INFLATION PCI RIM
HANGING CONVEYOR
Gambar 2.22 Flow Chart Proses Curing
SERIAL N O
68
2.10.5.1 Penjelasan Flow Chart Proses Curing Green Tire Merupakan material yang akan dimasak, dimana green tire code mengikuti Inprocess Spec dan waktu pemasangan green tire pada mold dengan posisi sambungan tread didekat nomor serial. Green Inner Paint Berfungsi sebagai lubrican pada bagian dalam green tire agar tidak lengket dengan bladder pada saat proses curing terjadi, dimana menggunakan material Internal Tire Lubricant ( Silicon ). Adapun pemakaiannya dengan cara disemprotkan merata pada bagian dalam green tire, dimana internal tire lubricant tidak boleh dicampur dengan air dan sesalu dalam kondisi diaduk, dan setelah green tire diberi GIP dikeringkan pada suhu ruang selama minimal 30 menit setelah itu green tire siap untuk dimasak. Green Outer Paint Berfungsi sebagai lubrican pada bagian luar green tire agar tidak lengket dengan mold pada saat proses curing terjadi, dimana menggunakan material Green Outer Paint ( PCP ). Adapun pemakaiannya dengan cara disemprotkan merata pada bagian luar green tire, dimana Green Outer Paint ( PCP ) tidak boleh dicampur dengan SBP XX dan sesalu dalam kondisi diaduk, dan setelah green tire diberi GOP dikeringkan pada suhu ruang selama minimal 30 menit setelah itu green tire siap untuk dimasak.
69
Tire Curing Berfungsi untuk membentuk, memasak dan mencetak green tire menjadi tire.
Oil Pump Berfungsi sebagai media penggerak hydraulik untuk mesin curing tipe BOM Hydraulic, dimana oil pressure untuk kondisi low 25 ± 5 kg/cm2 dan kondisi high 100 – 120 kg/cm2. Ring Bladder Berfungsi sebagai media peletakan Bladder. Bladder Berfungsi sebagai media untuk shaping process pada saat pembentukan atau pemasakan green tire menjadi tire, dengan bladder temperature 120 ± 10 oC. Water Pressure Berfungsi sebagai media untuk proses vacuum bladder ( diflate bladder ), sebagai media untuk menggerakkan cylinder bladder dan sebagai media untuk membantu pembuangan steam pada proses drain. Shaping Process Berfungsi untuk pembentukan awal green tire pada mold sebelum curing proscess. Steam Berfungsi sebagai media untuk memanaskan platten, mold dan bladder, dimana platten pressure 7.5 ± 0.5 kg/cm2 , interrnal ( bladder ) high pressure steam 11 ± 0.5 kg/cm2 , internal ( bladder ) low pressure steam 7.5 ± 0.5 kg/cm2.
70
Tire Mold Berfungsi sebagai media untuk mencetak green tire menjadi tire. Serial No. Berfungsi sebagai identitas manufacturing number atau identitas produksi. Post Cure Inflation (PCI) Berfungsi untuk membentuk keseragaman dimensi tire setelah dimasak. Hanging Conveyor Berfungsi sebagai media mengirimkan tire ke finishing dan inspection section, dimana speed operation 17 – 18 m/min, dan jarak antar hanger 900 mm.
Gambar 2.23 Tire 2.10.5.2 Jenis mesin yang digunakan dalam section Curing Nama Mesin
: Curing HP 32 “
Maker
: Seyen Machinery Co., Ltd.
Mold Height Range
: 140 mm ~ 200 mm
Mold Outside Diameter
: 540 mm~ 650 mm
Stroke cylinder for lower Clip Ring : 200 mm Stroke cylinder for Stretching Bladder : 320 mm Platten temperature at 7.5 Kg/cm2 steam pressure : 165 oC ± 3 oC
71
Mold clossing force
: 5 Mpa
2.11. Penelitian Terdahulu Berikut ini merupakan penelitian–penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini. 1.
M. Fajar Hariadi (2006) ”Upaya Penurunan Jumlah Cacat Pada Mesin Dual DAPTC 611 Dengan Menggunakan Metode Failure Mode And Effect Analysis ( FMEA ) di PT Filtrona Indonesia, Sidoarjo”, Tugas Akhir S – 1 (Skripsi) Institut Teknologi 1o Nopember, Surabaya ) Pada saat penelitian dilakukan, jumlah cacat yang terdapat pada mesin dual DAPTC sangat banyak jika dibanding dengan mesin lainnya. Dengan banyaknya jumlah cacat menandakan bahwa pada mesin tersebut terdapat masalah. Untuk dapat menyelesaikkan masalah maka dilakukan identifikasi terhadap penyebab terjadinya cacat. Beberapa jenis cacat yang sering terjadi pada mesin dual, yaitu wringkle, creasing, jump, segmen variasi, circumference, gap dan lain sebagainya Untuk meminimasi adanya cacat, digunakan metode failure mode and effect analysis process (FMEAP). Dengan menggunakan metode tersebut dapat mengidentifikasi dan mendeteksi bentuk kegagalan yang memiliki potensi penyebab cacat produk. Dengan mengacu pada nilai RPN pengambilan tindakan perbaikan akan dilakukan. Tindakan implementasi dilakukan dengan melihat nilai RPN yang berada di atas standarisasi yang telah ditentukan perusahaan, yang mana terdapat enam fungsi proses yang akan diimplementasikan. Keberhasilan implementasi dilihat dari hasil perbandingan nilai RPN
72
sebelum dan sesudah implementasi. Berdasarkan Hasil dari penelitian, peneliti menyimpulkan dan merekomendasikan : A. Hasil Penelitian. Dalam memproduksi dual filter ini hanya membutuhkan satu mesin, dimana didalam mesin tersebut terdapat komponen – komponen yang memiliki fungsi berbeda – beda. Proses produksi pada dual filter dimulai dengan memasukkan black active acetate filter pada hopper II, mono active acetat filter pada hopper I yang kemudian bahan baku tersebut akan dipotong sesuai dengan spesifikasi order. Kedua bahan baku akan digabung dan akan dibungkus dengan PW (plug warp). Filter kemudian akan diatur kadar PD (presure drop), circumference, dipotong – potong dan siap untuk dikemas dalam tray. Pengamatan tentang jumlah cacat pada masing – masing jenis cacat dilakukan selama bulan Oktober 2006, dimana jumlah cacat terbesar yaitu wringkle. Dengan mengatahui jumlah cacat terbesar, bukan menjadi suatu jaminan untuk bisa mengetahui penyebab kegagalan potensial pada proses produksi dual filter. Oleh karena itu perlu adanya pertimbangan terhadap severity, occurance dan detection dari masing – masing fungsi proses. Berdasarkan hasil implementasi rekomendasi usulan perbaikan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan : A. Jumlah cacat terbesar dalam bulan oktober 2006 untuk jenis cacat wrinkle 312517,1 kg. B. Terdapat enam bentuk kegagalan potensial yang masuk dalam kategori resiko tinggi (risk priority number > 150), dimana yang
73
paling besar terdapat pada potential failure mode kebulatan tidak sesuai dengan spesifikasi (504). C. Pada ke enam kegagalan potensial terjadi penurunan nilai RPN, dimana penurunan yang signifikan terdapat pada kebulatan tidak sesuai dengan spesifikasi. D. 4. Penurunan tingkat cacat terbesar setelah dilakukan implementasi terdapat ada pada fungsi proses pengaturan circumference sebesar 3,07 %. B. Rekomendasi yang diberikan oleh peneliti terhadap perusahaan. Dengan mengetahui nilai severity, occurance dan detection maka nilai RPN akan dapat diketahui (dimana nilai RPN terbesar terdapat pada potential failure mode kebulatan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dengan nilai 504) dan untuk dapat mengetahui potensi – potensi kegagalan mana saja pada fungsi proses yang akan diperbaiki maka dilakukan pengurutan nilai RPN. Setelah memberikan hasil pengolahan dan recommended action kepada perusahaan. Perusahaan menetapkan standartisasi RPN yaitu >150 dan akan dilakukan implementasi. Terdapat enam fungsi proses yang akan diimplementasikan (kebulatan tidak sesuai dengan spesifikasi, posisi bahan baku yang tidak sesuai, ukuran potongan yang tidak sesuai dengan spesifikasi order, bahan baku rusak, kecepatan dari supply masing-masing bahan baku tidak sama dan penyumbatan lem). Dengan melakukan implementasi terhadap fungsi proses maka akan didapat nialai RPN baru. Dimana untuk nilai
74
occurance, detection dan RPN mengalami penurunan, hal ini menunjukkan bahwa implementasi yang dilakukan berhasil.
2. Fernando Tanzil, 2007, ( “Evaluasi pengaruh peralatan utama sistem distribusi tenaga listrik terhadap keandalan sistem dengan metode fmea (failure mode and effect analysis)”. Studi kasus:sistem distribusi Jawa Timur penyulangPenelitian ini dilakukan di PLN Waru Surabaya. Tugas Akhir S–1 (Skripsi) Universitas Kristen Petra, Surabaya ) www.google.com Tingkat keandalan dari suatu sistem distribusi adalah penting guna menjamin kontinuitas supply tenaga listrik kepada konsumen. Karena itu, disadari pentingnya otomatisasi sistem distribusi, yang salah satunya dapat dicapai dengan menggunakan sectionalizer. Tugas Akhir ini dibuat dengan tujuan menghitung indeks keandalan dari sistem distribusi 20 kV penyulang A. Yani. Metode yang digunakan adalah FMEA (Failure Mode and Effect Analysis), di mana indeks kegagalan dari setiap peralatan utama sistem distribusi diperhitungkan dalam mencari indeks keandalan sistem secara menyeluruh. Sejumlah studi kasus dilakukan guna melihat pengaruh dari jumlah serta lokasi penempatan sectionalizer di sepanjang jaringan terhadap indeks keandalan sistem. Pada akhirnya, solusi optimal akan memberikan nilai indeks keandalan sistem distribusi yang terbaik. Berdasarkan hasil analisa, dengan merelokasi sectionalizer AVS Sedati Agung yang ada pada jaringan distribusi A. Yani ke percabangan line 36, yakni pada studi kasus PGS Maxel + PGS Depag + AVS Sedati Agung reLoc2 + TS, akan diperoleh indeks keandalan
sistem
yang
lebih
baik
dibandingkan
dengan
75
kondisi existing, di mana SAIDI mengalami perbaikan sebesar 22.14 % (dari 5.1607 menjadi 4.0182), CAIDI mengalami perbaikan sebesar 22.14 % (dari 1.8621 menjadi 1.4499), sementara AENS mengalami perbaikan sebesar 15.49 % (dari 7.5456 menjadi 6.3766). A. Hasil.
76
B. Rekomendasi yang diberikan peneliti.
3.
Yuli Andani, 2008 (“ANALISIS PENYEBAB LOSSES ENERGI LISTRIK
DALAM PROSES DISTRIBUSI LISTRIK DAN USULAN
PENANGANANYA (Studi Kasus PT. PLN (Persero), APJ Surakarta)”, Tugas Akhir S–1 (Skripsi) Universitas Muhammadiyah, Surakarta, www.google.com).
Listrik merupakan komoditi yang sangat penting di dunia ini.hampir 90% penduduk di permukaan bumi ini bergantung pada penggunaan listrik. Jumlah ini akan semakin meningkat lagi, terbukti dengan banyak dibangunnya tempat-tempat pembangkit listrik di tempat-tempat tertentu. Dari itulah berhubung pengendalian listrik dan elektronika semakin rumit maka dibutuhkan orang-oranng ahli yang merawat dan berpengetahuan baik teori maupun praktek tentang pelistrikan
77
Pendistribusian di APJ Surakarta sering mengalami
masalah
penyusutan energi listrik. Penyusutan di sini diartikan sebagai adanya energi yang hilang baik secara teknis maupun non-teknis. Hal ini dapat dilihat dari adanya selisih yang cukup besar antara energi listrik yang dikirimkan dari gardu induk dengan energi listrik yang didapat dari konsumen pelanggan. Penyusutan yang terjadi pada bulan April 2007 adalah sebesar 6,59 % dari 796.390.809 KWh. Faktor yang diduga sebagai penyebab penyusutan antara lain adanya kerusakan jaringan distribusi. Energi yang dikirimkan ke gardu induk tidak akan sampai ke pelanggan karena dalam pendistribusiannya terjadi kerusakan jaringan, sehingga daya listrik tersebut akan berubah menjadi energi panas. Selain kerusakan jaringan, faktor yang diduga memberikan kontribusi dalam peningkatan penyusutan adalah adanya pelanggaran yang dilakukan oleh pelanggan. Pelanggaran tersebut dapat berupa pelanggaran dalam pemasangan pengukur daya atau meteran yang menyebabkan konsumsi energi listrik tidak terukur dengan baik, ataupun pelanggaran karena maalah administrasi pembayaran rekening listrik. Untuk mengatasi masalah pelanggraan tersebut, pihak PLN melakukan pemeriksaan dan penertiban ke pelanggan. Operasi penertiban tersebut diberi nama operasi P2TL (pemeriksaan pemakaian tenaga listrik). Dari operasi P2TL tersebut, dapat diketahui pelanggan mana saja yang melakukan pelanggaran pelanggan yang ditemukan, maka penyusutan yang terjadi dapat semakin ditekan. Kerusakan jaringan distribusi listrik selain menyebabkan kerugian terhadap PLN, juga menyebabkan kepada konsumen menjadi terganggu.
78
Untuk itu perlu dianalisis mengenai sebab-sebab kerusakan jaringan distribusi listrik
sehingga
kerugian
baik
di
pihak
PLN
maupun
konsumen
dapatdikurangi. Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Data losses yang dipakai adalah data sekunder yaitu data transaksi energi periode September 2006 sampai Agustus 2007 yang dihitung mulai dari GI Banyudono, GI Jajar, GI Mangkunegaran, GI Wonosari, GI Solo Baru, GI Palur, GI Masaran, GI Sragen, dan GI Wonogiri sampai ke tangan pelanggan. 2. Penentuan nilai prioritas perbaikan didasarkan pada skala severity, occurance, dan detection. 3. Data penentuan skala prioritas diperoleh data primer yang didapat berdasarkan kuisioner dari PT PLN persero APJ Surakarta di bagian Losses. 4. Penelitian hanya membahas mengenai penyebab umum losses energi yang terjadi di area Surakarta.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian untuk penyusunan tugas akhir ini dilakukan pada PT. GAJAH TUNGGAL, Tbk, Plant B, H, I ( khusus Ban sepeda motor ). Lokasi pabrik di kompleks Industri Gajah Tunggal, desa Pasir Jaya, Kecamatan Jatiuwung, Kota Tangerang. Pengambilan data diambil pada bagian produksi, yaitu proses produksi ban. Waktu pengambilan data dimulai pada bulan Januari – April tahun 2010, sesuai dengan rekomendasi dan izin yang diberikan perusahaan.
3.2 Identifikasi Dan Definisi Operasional Variable Dalam melakukan penelitian terdapat rangkaian tahapan – tahapan yang perlu dilakukan oleh penulis yang bersifat sistematis. Tahapan yang satu dengan tahapan yang lain harus saling berhubungan dan saling menunjang, dimana satu tahapan yang telah selesai dilakukan sangat menentukan terhadap tahapan selanjutnya yang akan dilakukan. Metode penelitian atau kerangka pemecahan masalah merupakan tahap – tahap penelitian yang harus direncanakan dan ditetapkan terlebih dahulu sebelum melakukan penelitian langsung terhadap obyek yang akan diteliti. Dengan adanya informasi penyusunan metodologi
79
80
penelitian ini maka kegiatan penelitian akan menjadi lebih terarah dan memudahkan dalam melakukan analisa terhadap permasalahan yang ada. Langkah – langkah yang baik dan jelas akan sangat mendukung keberhasilan kegiatan penelitian yang akan dilakukan. Penulis akan paham dengan jelas urutan – urutan kegiatan yang harus dilakukan dan mendapatkan informasi yang jelas tiap – tiap tahapan penelitian tersebut. Disamping itu langkah – langkah penilitian haruslah terarah dan saling mendukung antara satu dengan yang lainnya. Sebelum melakukan tahapan penelitian selanjutnya, hendaknya dipahami terlebih dahulu tahapan penelitian yang telah dilakukan. Agar dalam melakukan tahapan berikutnya penulis benar – benar memahami apa yang akan dilakukan dan tujuan pelaksanaan kegiatan tersebut. Dalam langkah melakukan penelitian, hal pertama yang harus dilakukan adalah studi lapangan. Studi lapangan disini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi sebenarnya yang terdapat dalam perusahaan. Dengan adanya studi lapangan, penulis dapat melihat secara langsung permasalahan yang ada, dan keadaan kegiatan produksi yang sedang berlangsung. Kegiatan yang akan diamati di sini adalah kegiatan produksi pembuatan ban sepeda motor ( tire ) pada perusahaan PT. Gajah Tunggal Tbk.
81
Identifikasi variable didapat dengan melakukan identifikasi proses produksi dengan menggunakan sampling kerja yaitu variable bebas dan variable terikat:
A.
Variabel Bebas.
Variable bebas ( Independent Variable ) adalah faktor yang menjadikan pokok permasalahan yang ingin diteliti, yaitu penyebab kecacatan produk. Variabel bebas antara lain: 1.
Spesifikasi Produk. Spesifikasi produk adalah Ban sepeda Motor jenis IRC terbuat dari karet
2.
Kecacatan Produk. Adapun kecacatan yang nyataa dalam proses produksi ban IRC ada lima kecacatan yang akan diteliti, yaitu defect yang menempati 5 urutan teratas
3.
Sampling produk cacat. Sampling produk cacat adalah pengamatan produk yang mengalami cacat.
B. Variabel terikat Variabel Terikat (Dependent Variable) merupakan variabel yang nilainya tergantung dari variasi perubahan variabel bebas. Yaitu kualitas produksi ban sepeda motor.
82
3.3
Metode Pengumpulan Data. Sebagai sumber data dalam penelitian ini digunakan variable data primer
dan Variable data sekunder, yaitu : 1. Variable Data Primer Yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber yang diamati dan dicatat untuk pertama kalinya. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara : a. Metoda Observasi, yaitu dengan cara pengamatan dan pencatatan langsung terhadap obyek yang diteliti. b. Wawancara (Interview), yaitu proses pengumpulan data melalui hubungan komunikasi atau tanya jawab langsung mengenai obyek yang diteliti dengan orang yang berhak atau memiliki wewenang. 2. Variable Data Sekunder Yaitu data yang bersumber dari hasil penelitian sebelumnya dan mempunyai kaitan dengan obyek yang akan diteliti, untuk memperoleh data sekunder
dapat
dilakukan
dengan
riset
kepustakaan
atau
metoda
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengambil bahan – bahan dari buku – buku atau literatur / dokumen dari perusahaan serta keterangan lain yang ada hubungannya dengan obyek yang akan diteliti. Karena dalam penelitian ini menitik beratkan pada pengendalian kualitas pada proses produksi, maka hal yang berhubungan dengan biaya
83
(cost) baik itu biaya bahan baku, biaya produksi dan biaya tenaga kerja tidak disinggung dalam penulisan ini.
3.4 Langkah-langkah Pemecahan Masalah Untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian ini dapat dibuat tahapan/langkah pemecahan masalah, hal ini seperti ditunjukan pada gambar 3.1. Mulai
Studi Lapangan - Observation - Interview - Documentation
Studi Pustaka
Perumusan Penelitian
Tujuan Penelitian
Identifikasi Variabel
Observasi lanjutan (Pemilihan Objek Penelitian)
1. 2. 3. 4.
Pengumpulan Data : Data produksi Data jumlah defect Data prosentase defect Data potential failure mode dan potential effect of failure Pengolahan Data :
1. 2. 3. 4. 5.
Mendefinisian potential failure mode dan potential effect of failure Penilaian terhadap potential effect of failure Penentuan potential cause (s) / mechanism of failure Penentuan current process control Penentuan nilai Risk Priority Number (RPN)
A
84
A Penetapan prioritas perbaikan
Penentuan recommended action
1. 2.
Implementasi FMEA : Peninjauan ulang terhadap recommended action Pelaksanaan recommended action
Terjadi Improve?
Tidak
Ya Analisa dan Pembahasan
Kesimpulan dan saran
Selesai
Gambar 3.1 Kerangka Metode Penelitian
3.4.1 Penjelasan langkah-langkah Pemecahan Masalah 1. Studi Pendahuluan. Tahap ini menjelaskan langkah awal yang dilakukan sebelum penelitian dilakukan yaitu mengidentifikasi sistem yang berjalan pada perusahaan dengan jalan melakukan pengamatan pada proses produksi.
85
2. Studi pustaka Studi pustaka merupakan tahap penelusuran referensi, dapat bersumber dari buku, jurnal, maupun penelitian yang telah ada sebelumnya. Berguna untuk mendukung tercapainya tujuan penelitian yang telah dirumuskan. Dari studi kepustakaan akan diperoleh landasan teori serta acuan-acuan yang akan digunakan dalam penelitian ini 3. Observasi dan wawancara. Observasi dan wawancara sangat diperlukan dalam suatu penelitian karena pada tahap ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi nyata obyek yang akan diteliti serta untuk merencanakan dan memilih lokasi penelitian yang nantinya akan diperbaiki dengan metode yang sesuai. 4. Identifikasi Masalah Masalah yang muncul dalam tugas akhir ini adalah menganalisa potensi suatu defect untuk meningkatkan kualitas produk ban. Oleh karena itu perlu dilakukan pengukuran tingkat defect (cacat), identifikasi potential-potential problem dalam hal proses produksi. Identifikasi proses perbaikan (usulan perbaikan) pada proses produksi ban. 5. Tujuan Penelitian Setelah dilakukan penentuan perumusan masalah yang akan diteliti, maka dapat ditentukan tujuan akhir yang akan dilaksanakan tersebut guna memberikan arah dalam melaksanakan penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa potensi kecacatan pada proses produksi ban,
86
dengan meneliti data total produksi dan meranking kecacatan dari produk tersebut. 6. Pengumpulan data Setelah mengindentifikasi permasalahan yang ada, langkah selanjutnya adalah mulai melakukan pengamatan untuk mendapatkan data – data yang perlu diolah untuk memudahkan kegiatan analisa. Dan sebelum melakukan pengumpulan data, perlu diketahui terlebih dahulu data – data yang akan diambil dan dari bagian mana data – data tersebut diperoleh. Pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam penyusunan tugas akhir ini adalah laporan data produk cacat dibagian proses produksi. Laporan data produk cacat yang diambil adalah data produk cacat selama periode produksi bulan Januari – April Tahun 2010, beserta dengan klasifikasi berdasarkan jenis – jenis cacatnya. 7. Pengolahan data Data – data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan diolah untuk memudahkan kegiatan analisa. Pada bagian pengolahan data ini penulis akan memakai alat – alat bantu pengendalian kualitas statistik untuk memantau langsung kualitas dari produk yang dihasilkan. alat – alat bantu yang dipergunakan adalah flow chart, diagram pareto, fish bone diagram, FMEA. (Mendefinisian potential failure mode dan potential effect of failure, Penilaian terhadap potential effect of failure. Penentuan potential cause (s) / mechanism of failure, Penentuan current process control, Penentuan nilai Risk Priority
87
Number (RPN) ) 8. Penetapan Prioritas Perbaikan. Prioritas perbaikan akan ditetapkan oleh nilai RPN yang melebihi batas yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu ≤ 100. 9. Penentuan Recomended action Recomended action akan dilakukan bilamana nilai RPN yang dihasilkan melebihi batas yang ditetapkan oleh perusahaan, pada tahap ini data yang memiliki nilai RPN yang besar akan dilakukan suatu usulan perbaikan. 10. Implementasi FMEA Pada tahap ini dilakukan peninjauan ulang pada tahap recomended action. Setelah itu akan dilakukan recomended action. 11. Improve. Pada tahap ini akan dilakukan suatu usulan perbaikan terhadap data yang memiliki RPN melebihi batas yang ditetapkan 12. Analisa pemecahan masalah dengan metode PFMEA ( Potensial Failure Mode And Effect Analysis ). Menganalisa terjadinya defect terbesar (faktor-faktor penyebab tingkat kegagalan tinggi pada produk) dengan menggunakan Rating SOD ( Severity, Occurrence, Detectability ). Setelah menemukan angka dari perhitungan Risk Priority Number (RPN). RPN merupakan perkalian dari rating occurrence (O), severity (S) dan detectability (D) : RPN = O x S x D
88
Angka ini seharusnya digunakan sebagai panduan untuk mengetahui masalah yang paling serius, dengan indikasi angka yang paling tinggi memerlukan penanganan serius. 13. Kesimpulan dan Saran Tahap ini merupakan tahap akhir dalam penelitian yaitu menarik kesimpulan atas hal-hal yang diperoleh dari serangkaian langkah penelitian yang telah dilakukan. Disamping itu juga diajukan saran-saran untuk mengembangkan penelitian sejenis dimasa mendatang.
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1.
Pengumpulan Data PT. Gajah Tunggal, Tbk merupakan perusahaan yang bergerak dibidang
industri manufaktur, Salah satu produk yang dihasilkan yaitu ban untuk sepeda motor ( IRC ). Pengumpulan data penelitian yang dilakukan di PT. Gajah Tunggal, Tbk dengan jenis produk cacat yang diteliti adalah ban sepeda motor merk IRC . Pengumpulan data tersebut dilaksanakan mulai bulan Januari-April 2010. PT. Gajah Tunggal, Tbk dalam berproduksi sejauh ini telah berupaya mengadakan perbaikan untuk mengurangi hasil produk yang cacat dalam proses produksi, namun belum pernah mengidentifikasi lebih jauh tentang penyebab terjadinya kecacatan dalam proses produksi. Output yang dihasilkan memiliki banyak ketidak sesuaian produk seperti yang diharapkan oleh konsumen.
4.1.1. Deskripsi Spesifikasi Produk PT. Gajah Tunggal, Tbk memproduksi berbagai produk ban dengan berbagai tipe dan kegunaan, namun produk yang menjadi pokok utama dalam penelitian ini adalah ban luar sepeda motor ( IRC ) .
89
Gambar 4.1 Gamabar ban luar sepeda motor.
4.1.2. Identifikasi Kesesuaian Produk Berdasarkan Data Kecacatan Produk Oleh Pengawas Produksi Berdasarkan hasil penelitian pada PT. Gajah Tunggal, Tbk, diperoleh data total produksi ban luar sepeda motor, berdasarkan data yang diperoleh dari bagian Produksi PT. Gajah Tunggal, Tbk selama 4 bulan (Januari 2010 - April 2010). seperti pada tabel 4.1 Tabel 4.1 Total Produksi NO 1 2 3
TOTAL PRODUKSI JANUARI FEBRUARI MARET APRIL B 676342 680141 774658 632740 H 423229 503714 403491 426947 I 424745 520439 427073 399687 JUMLAH TOTAL PRODUKSI ( JANUARI-APRIL ) PLANT
Sumber : Data Internal Perusahaan
TOTAL 2763881 1757381 1771944 6293206
800000
774658
750000 700000
676342
680141 632740
650000
Plant B Plant H Plant I
600000 550000
520439 503714
500000 450000
426947
427073 403491
424745 423229
399687
400000 350000 Januari
Februari
Maret
April
Gambar 4.2 Histogram Total Produksi Plant B, H, I ( Januari – April ) Berdasarkan hasil penelitian pada PT. Gajah Tunggal, Tbk, diperoleh data cacat produk berdasarkan hasil pemeriksaan bagian Pengawas Produksi PT. Gajah Tunggal, Tbk selama 4 bulan (Januari 2010 - April 2010). seperti pada tabel 4.2 dan data yang sudah di ranking dari data yang terbesar sampai data yang terkecil Tabel 4.3.
Keterangan : Presentasi Cacat (%) =
JumlahTiap JenisCacat x100% JumlahTota lJenisCacat
*) Contoh : Presentasi Cacat (%) 6687 x100% 47683
Blown Side Wall =
= 14% *) Contoh : Presentasi Cacat Kumulatif Undercure (%) = 14%+11%=25% Berdasarkan data kecacatan tersebut dapat digambarkan grafik cacat produk yang terjadi pada perusahaan dengan melihat grafik histogram dan diagram pareto berikut ini. Data cacat ban luar sepeda motor ( Januari - April ) 8000 7000 6727 6000 5080 5000 4337 3848
4000
DEFFECT
3261 2887 2687 2433 2089 1965
3000 2000
1537 1265 1211 1145 1120 1098 887848837 632481 298274267246 11691 56
1000
JC I
K
B T
TO S
C B
P D
LB
LT
T P LN
B B
B P
N B
FM
B S W
0
Gambar 4.3 Histogram Jumlah Produk Cacat Ban Luar sepeda Motor Bulan Januari - April 2010
Deffect Deffect
Cum%
8,000
120%
7,000 6,727 100%
6,000 80%
4,337 3,848
4,000
60%
3,261 2,887 2,687 2,433 2089 1865 1537 1265 1211 1145 1120 1098 887848837 632481 298274267246 11691 56
3,000 2,000 1,000 0
Kumulative%
Frekuensi
5,080 5,000
40%
20%
JC I
K
G T
W
S
BI L BE T BO B
KB
TO
C
C B BU B
O
B
Jenis Deffect
PD
BL
P
LB
LT
M
T
M O
IP
BB
N
PL
C SW
SB
BP
BT
N B
FM
W BS
U C
0%
Gambar 4.4 Diagram Pareto Jumlah Produk Cacat Ban Luar sepeda Motor Bulan Januari - April 2010
4.2.
Pengolahan Data Dari data yang terkumpul selanjutnya akan diolah sampai menemukan
pemecahan dari masalah yang diambil yaitu faktor yang menyebabkan kecacatan beserta tingkat kecacatan yang terjadi pada setiap peristiwa yang tidak diinginkan dengan membuat proses flow diagram dan risk assesment setelah itu menganalisa dengan menggunakan metode FMEA ( Failure Mode And Effect Analysis ). Analisa pertama yang dilakukan adalah menggambarkan penyebab – penyebab terjadinya Blown side wall, Undercure, Foreign Material, Blown Tread, dan Narrow Bead. Dengan menggunakan Fishbone daiagram atau Cause and Effect Diagram
Deffect Deffect
Cum%
8,000 7,000
60% 6,727
50%
Frekuensi
5,080
5,000
40% 4,337 3,848
4,000
30% 3,261
3,000
20%
2,000 10%
1,000 0
0% BSW
UC
FM Jenis Deffect
BT
NB
Gambar 4.5 Diagram Pareto Lima Deffect Urutan Teratas
4.2.1 Define Merupakan langkah operasional pertama dari Sigma dalam program peningkatan kualitas Sigma.
4.2.1.1 Identifikasi Obyek Penelitian Permasalahan yang sering dihadapi oleh perusahaan ialah tingginya defect (jenis scrap). Data yang akan diolah adalah data total defect pada bulan januari 2010 hingga April 2010.. Tingginya jumlah defect tersebut akan menghambat proses selanjutnya, selain itu mengakibatkan kerugian waktu dan biaya. Dengan demikian pengamatan difokuskan pada nilai kinerja proses. Penilaian dilaksanakan secara
Kumulative%
6,000
dua arah, pertama: penilaian terhadap DPMO dan Sigma semua proses pada bulan (Januari2010, Febuari2010, Maret, April2010). Tabel 4.4 Data proses dan Lima defect tingkatan teratas (Pcs) Bulan
Total Produksi
Total Defect
(%) Defect
Januari
2010
1.502.976
9.877
0,66
Febuari
2010
1.528.115
4.234
0,28
Maret
2010
1.798.811
5.403
0,31
April
2010
1.463.304
3.739
0,26
Sumber : Data Internal Perusahaan
Tabel 4.5 Data Lima defect Yang Menempati Tingkatan Teratas. (Pcs) Bulan Januari 2010 Febuari 2010 Maret 2010 April 2010
Blown Side Wall
Undercure
Foreign Blown Material Tread
Narrow Bead
3123
1211
1273
2147
2123
1127
1130
979
589
409
1705
1266
1190
723
519
732
1473
935
389
210
Sumber: Data Internal Perusahaan
4.2.2 Measure Merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan kualitas sigma. 4.2.2.1 Critical to Quality (CTQ) Defect yang ada di perusahaan adalah : Scrap
: defect pada produk dimana jenis defect ini benar-benar tidak dapat diperbaiki.
Critical to Quality (CTQ) yang dianggap kritis terhadap kualitas cetakan pada bagian cetak, antara lain : 1. Blown Side Wall. 2. Undercure. 3. Foreign material. 4. Blown Tread 5. Narrow Beaad. Jadi terdapat 5 faktor kritis (CTQ) terhadap kualitas ban
4.2.3 Menentukan defect terbesar Berdasarkan data defect yang ada di tabel 4.1 maka dapat diurutkan jumlah defect dari yang terbesar sampai terkecil seperti tabel 4.3 dibawah ini. Tabel 4.6 Data Prosentase defect (Pcs) Bulan
Jumlah Defect
Jumlah Kumulatif
(%) Kumulatif
Januari
2010
9.877
9.877
42.48
Febuari
2010
4.234
14.111
60.68
Maret
2010
5.403
19.514
8392
April
2010
3.739
23.253
100.00
Jumlah
23.253
Selanjutnya bisa dibuat diagram pareto sebagai berikut:
Deffect Deffect
Cum%
120%
12,000 9,877
100%
Frekuensi
8,000
80%
6,000
60%
5,403 4,234 3,739
4,000
40%
Kumulative%
10,000
20%
2,000 0
0% Januari
Febuari
Maret
April
Bulan
Gambar 4.6 Diagram Pareto Jenis Cacat (defect) ban 4.2.4 Menentukan Karakteristik Kualitas (CTQ) 4.2.4.1 Proses Produksi ban Bulan Januari 2010 Gambaran defect jenis scrap yang terjadi pada proses cetak adalah sebagai berikut: Tabel 4.7 Data scrap proses produksi. (Piece) Jenis cacat
Jumlah Defect
Jumlah komulatif
(%) Kumulatif
Blown Side Wall
3.123
3.123
31.62
Undercure
1.211
4.334
43.88
Foreign Material
1.273
5.607
56.77
Blown Tread
2.147
7.754
78.51
Narrow Bead
2.123
9.877
100,00
Jumlah
9.877
Deffect Deffect
Cum%
120%
3,500 3,123
3,000 2,500 Frekuensi
2,147
80%
2,121
2,000 60% 1,500
1,273
1,211
40%
1,000
Kumulative%
100%
20%
500 0
0%
BSW
UC
FM
BT
NB
Bulan
Gambar 4.7 Diagram Pareto (defect) jenis scrap pada proses produksi ban (Januari2010) 4.2.4.2 Proses Produksi Ban Bulan Febuari 2010 Gambaran defect jenis scrap yang terjadi pada proses produksi ban adalah sebagai berikut: Tabel 4.8 Data scrap proses produksi ban. (Piece) Jenis cacat
Jumlah Defect
Jumlah komulatif
(%) Kumulatif
Blown Side Wall
1.127
1.127
26.62
Undercure
1.130
2.257
53.31
Foreign Material
9.79
3.236
76.43
Blown Tread
5.89
3.825
90.34
Narrow Bead
4.09
4.234
100,00
Jumlah
4.234
Deffect Deffect
1,127
120%
1,130 979
Frekuensi
1,000
100%
800
80% 589
600
60% 409
400
40%
200
20%
0
Kumulative%
1,200
Cum%
0% BSW
UC
FM
BT
NB
Bulan
Gambar 4.8 Diagram Pareto (defect) jenis scrap pada proses produksi ban (Febuari2010)
4.2.4.3 Proses Produksi Ban Bulan Maret 2010 Gambaran defect jenis scrap yang terjadi pada proses produksi ban adalah sebagai berikut: Tabel 4.9 Data scrap proses produksi ban. (Piece) Jenis cacat
Jumlah Defect
Jumlah komulatif
(%) Kumulatif
Blown Side Wall
1.705
1.705
31.56
Undercure
1.266
2.971
54.99
Foreign Material
1.190
4.161
77.01
Blown Tread
723
4.884
90.39
Narrow Bead
519
5.403
100,00
Jumlah
5.403
Deffect Deffect
1,800
Cum%
120%
1,705
1,600 100% 1,400
1,266
Frekuensi
80%
1,000 60% 800
723
600
519
40%
Kumulative%
1,190
1,200
400 20% 200 0
0% BSW
UC
FM
BT
NB
Bulan
Gambar 4.9 Diagram Pareto (defect) jenis scrap pada proses produksi ban (Maaret2010)
4.2.4.4 Proses Produksi Ban Bulan April 2010 Gambaran defect jenis scrap yang terjadi pada proses produksi ban adalah sebagai berikut: Tabel 4.10 Data scrap proses produksi ban. (Piece) Jenis cacat
Jumlah Defect
Jumlah komulatif
(%) Kumulatif
Blown Side Wall
732
732
19.58
Undercure
1.473
2.205
58.97
Foreign Material
935
3.140
83.98
Blown Tread
389
3.529
98.38
Narrow Bead
210
3.739
100,00
Jumlah
3.739
Deffect Deffect
1,600
Cum%
120%
1,473
1,400
100%
800
80%
935
1,000 732
60%
600
40%
389
Kumulative%
Frekuensi
1,200
400 210
200 0
20% 0%
BSW
UC
FM
BT
NB
Bulan
Gambar 4.10 Diagram Pareto (defect) jenis scrap pada proses produksi ban (April2010)
4.2.5 Baseline Kinerja Untuk mencari DPMO dan Sigma dapat dilihat pada perhitungan di bawah ini : 4.2.5.1 Proses Produksi Ban Bulan Januari 2010 Perhitungan : Tingkat defect =
total.defect 9877 = 0,006572 (0,66 %) = total. produksi 1.502.976
Peluang tingkat defect =
tingkat.defect 0,006572 = = 0,001314 (0,131 %) CTQ 5
DPMO = 0,001314 x 106 = 1.314
Konversi dengan tabel kapabilitas Sigma :
Karena dalam tabel nilai 1.314 tidak ada, maka mempergunakan interpolasi: DPMO 1.306, Nilai konversinya = 4,51 (lihat lampiran A) DPMO 1.314, Nilai konversinya = ….? DPMO 1.350, Nilai konversinya = 4,50 (lihat lampiran A) Maka, X= 4,51 +
1314 1306 x (4,50 – 4,51) 1350 1306
= 4,51 +
8 x (- 0,01) 44
= 4,51 + (0,19 x ( - 0,01)) = 4,51 + (-0,00182) = 4,51 – 0,00182 = 4,508 Jadi untuk nilai DPMO 1.314, Nilai konversinya = 4,508 Tabel 4.11 DPMO dan Sigma pada proses Produksi ban Bulan Januari 2010.
Keterangan
Jumlah
Total Produksi
1.502.976
Total Defect
9.877
CTQ
5
DPMO
1.314
Sigma
4,508
4.2.5.2 Proses Produksi Ban Bulan Febuari 2010
Perhitungan : Tingkat defect =
total.defect 4234 = = 0,002771 (0,28 %) total. produksi 1528115
Peluang tingkat defect =
tingkat.defect 0,002771 = = 0,000554 (0,055 %) CTQ 5
DPMO = 0,000554 x 106 = 554 Konversi dengan tabel kapabilitas Sigma :
Karena dalam tabel nilai 554 tidak ada, maka mempergunakan interpolasi: DPMO 538, Nilai konversinya = 4,77 (lihat lampiran A) DPMO 554, Nilai konversinya = ….? DPMO 557, Nilai konversinya = 4,76 (lihat lampiran A) Maka, X= 4,77 +
= 4,77 +
554 538 x (4,76 – 4,77) 557 538 16 x (- 0,01) 19
= 4,77 + (0,84 x ( - 0,01)) = 4,77 + (-0,0842) = 4,77 – 0,0071 = 4,762 Jadi untuk nilai DPMO 1.060, Nilai konversinya = 4,762
Tabel 4.12 DPMO dan Sigma pada proses Produksi ban Bulan Febuari 2010.
Keterangan
Jumlah
Total Produksi
1.528.115
Total Defect
4.234
CTQ
5
DPMO
554
Sigma
4,762
4.2.5.3 Proses produksi ban Bulan Mei 2005
Perhitungan : Tingkat defect =
total.defect 5403 = 0,003004 (0,30 %) = total. produksi 1.798.811
Peluang tingkat defect =
tingkat.defect 0,003004 = = 0,000601 (0,060 %) CTQ 5
DPMO = 0,000601 x 106 = 601 Konversi dengan tabel kapabilitas Sigma :
Karena dalam tabel nilai 601 tidak ada, maka mempergunakan interpolasi: DPMO 598, Nilai konversinya = 4,74 (lihat lampiran A) DPMO 601, Nilai konversinya = ….? DPMO 619, Nilai konversinya = 4,73 (lihat lampiran A) Maka, X= 4,74 +
601 598 x (4,73 – 4,74) 619 598
= 4,7 4+
3 x (- 0,01) 21
= 4,7 4+ (0,14 x ( - 0,01)) = 4,7 4+ (-0,00143) = 4,7 4– 0,00143 = 4,739 Jadi untuk nilai DPMO 1.080, Nilai konversinya = 4,739
Tabel 4.13 DPMO dan Sigma pada proses Produksi ban Bulan Maret 2010.
Keterangan
Jumlah
Total Produksi
1.798.811
Total Defect
5.403
CTQ
5
DPMO
601
Sigma
4,739
4.2.5.4 Proses Produksi Ban Bulan April 2010
Perhitungan : Tingkat defect =
total.defect 3739 = 0,002555 (0,26 %) = total. produksi 1.463.304
Peluang tingkat defect =
tingkat.defect 0,002555 = = 0,000551 (0,051 %) CTQ 5
DPMO = 0,000551 x 106 = 551 Konversi dengan tabel kapabilitas Sigma :
Karena dalam tabel nilai 551 tidak ada, maka mempergunakan interpolasi: DPMO 538, Nilai konversinya = 4,77 (lihat lampiran A) DPMO 551, Nilai konversinya = ….? DPMO 557, Nilai konversinya = 4,76 (lihat lampiran A) Maka, X= 4,77 +
= 4,77 +
551 538 x (4,76 – 4,77) 557 538 13 x (- 0,01) 19
= 4,77 + (0,68 x ( - 0,01)) = 4,77 + (-0,00684) = 4,77 – 0,00684 = 4,763 Jadi untuk nilai DPMO 1.200, Nilai konversinya = 4,763 Tabel 4.14 DPMO dan Sigma pada proses Produksi ban Bulan April 2010.
Keterangan
Jumlah
Total Produksi
1.463.304
Total Defect
3.739
CTQ
5
DPMO
551
Sigma
4,763
4.3. Analyse
Merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas Sigma. 4.3.1 Analisa Kapabilitas Proses
Analisa terhadap nilai kapabilitas proses yang memiliki nilai DPMO terbesar dan mengidentifikasi sumber-sumber penyebab scrap
dengan cara
brainstorming dengan pihak perusahaan khususnya pada proses produksi bagian cetak. Identifikasi penyebab scrap ini dilakukan dengan menggunakan fishbone
diagram (diagram tulang ikan). Karena telah diketahui bahwa kapabilitas proses yang memiliki nilai DPMO terbesar adalah proses produksi pada bulan Januari 2010 dan penyebab
scrap terbesar pada proses cetak ini adalah proses (Blown Side wall) sesuai dengan data scrap maka penyebab yang potensial ini akan diidentifikasi dengan menggunakan diagram tulang ikan (fishbone diagram). Nilai DPMO sesuai dengan tabel 4.14
Tabel 4.15 Rekapan nilai kapabilitas proses produksi ban. Total
Total
Produk
Defect
1.502.976
Bulan
Januari 2010 Febuari 2010 Maret 2010 April 2010
DPMO
Sigma
CTQ
9.877
1.314
4,508
5
1.528.115
4.234
554
4,762
5
1.798.811
5.403
601
4,739
5
Deskripsi CTQ
1. Blown Side Wall 2. Undercure 3. Foreign Material. 4. Blown Tread.
1.463.304
3.739
551
4,763
5
5. Narrow Bead
Setelah sumber-sumber penyebab dari masalah teridentifikasi, maka perlu melakukan penetapan rencana tindakan perbaikan yang bertujuan untuk peningkatan kualitas sigma, sehingga pada tahap improve alat yang digunakan adalah FMEA. Pengerjaan FMEA ini untuk mengetahui failure mode pada proses cetak. dengan pengerjaan FMEA ini kita akan dapat memberikan usulan perbaikan pada perusahaan. Secara teknis penetapan nilai-nilai keseriusan akibat kesalahan terhadap proses dan konsumen (severity), frekuensi terjadinya kesalahan (occurance), dan terhadap alat kontrol akibat potential cause (detection) dengan jalan brainstorming. Dari hasil penetapan tersebut akan didapatkan nilai RPN (risk potential number) yang nilainya didapatkan dengan jalan mengalikan nilai SOD (severity, occurance, dan detection).
4.4. Analisa defect Menggunakan Metode Fishbone Diagram
Disini kita akan menganalisa defect tire tersebut dengan menggunakan metode Fishbone Diagram atau Cause and Effect Diagram, dimana yang akan kita analisa adalah faktor manusia, mesin, metode dan material, dikarenakn factor tersebut yang sangat dominan berpengaruh pada defect tire tersebut.
4.4.1 Fishbone Blown Side Wall dan Blown Tread MESINMESIN
METODEME Bearing roll sticher aus
SBPXX jarang dikuras
roll sticher goyang
Tangki SBPXX banyak kandungan air
Pressure roll sticher kurang rata
Antara Ply & tread terjadi kondensasi
Green Tire terdapat udara terjebak
antara Ply &Tread kurang lengket
green tire bergelombang
Antara Ply & tread terdapat endapan SBPXX
Venting Green t ire kurang rata Paku venting tumpul Dan pendek
Pemakaian SBPXX terlalu banyak
BSW BT Ply Blowming
Operator hanya berorentasi pada jumlah produk
Operator kuarang memahami prosedur kerja
Prosedur kerja kurang disosialisasi kan pada operator
Thakiness ply >Std Ply kering Ply to Tread kurang lengket
Nylon treatment tidak terlapis compound
Ply Botak
MANUSIA
Under tread cemment kurang rata Under tread cemment menempel pada roll cementing Under tread cement terlalu tebal Under tread cement terlalu kental
MATERIALMETE
Gambar 4.11 Fishbone Diagram Deffect Blown Sside Wall dan Blown Tread
4.4.1.1 Penjelasan Fishbone Defect Blown side wall dan Blown Tread A. Faktor manusia
Dengan tidak dilakukannya sosialisasi rutin oleh pengawas produksi terhadap setiap operator di setiap stasiun kerja, akan berdampak operator menjadi lalai dalam melaksanakan tugasnya, akan menyebabkan Kurang cermat dan kurang teliti dari operator dalam bekerja atau melaksanakan tugasnya, dikarenakan opertor itu sendiri tidak memahami prosedur kerja yang baik dan benar, sehingga tiap – tiap operator hanya berorientasi pada jumlah produknya saja B.
Faktor metode
Dengan tidak dilakukannya press roll area joint tread pada green tire pada saat proses building tersebut oleh operator building dapat mengakibatkan sambungan tread tidak rapat dan terdapat udara yang teperangkap didalam area sambungan tread tersebut sehingga setelah green tire dimasak di mesin curing dapat menimbulkan defect blown side wall. Operator tidak memberi SBP dengan mengoleskannya pada ply setelah proses turn up building dan langsung mengassembly dengan tread tanpa diolesi SBP, maka antara ply dengan tread tidak lengket sehingga terdapat udara yang terjebak diantara keduanya. Green tire yang tidak diventing oleh operator divisi building maka akan menyebabkan udara yang terjebak didalam green tire tidak bisa dikeluarkan, padahal fungsi utama proses venting adalah membantu proses pengeluaran udara yang terjebak dengan cara green tire dilubangi bagian dalamnya dengan menggunakan roll paku. Kurang cermat dan kurang teliti dari operator dalam mensetting extruder srew dan cooling conveyor speed
dapat mengakibatkan dimensi dan berat per meter tread tidak sesuai dengan spec dan dapat menimbulkan defect blown side wall. C. Faktor Material
Dimensi tread yang kurang dari stndard menyebabkan volume tread menjadi kurang, terutama area side wall tread dan akibatnya tread tidak memenuhi seluruh ruang mold dan mengakibatkan defec blown side wall. Tread under cement yang tidak merata akan menyebabkan tidak lengketnya tread dengan ply pada saat proses building dan dapat menyebabkan adanya udara terjebak didalamnya dan setelah dimasak di mesin curing maka akan timbul defect Blown side wall. Ply yang kering akan menyebabkan tidak lengketnya tread dengan ply pada saat proses building dan dapat menyebabkan adanya udara terjebak didalamnya dan akan timbul defect Blown side wall setelah dimasak. D. Faktor mesin
Steam trap yang rusak akan menyebabkan temperature steam didalam mesin curing akan turun dan akan menyebabkan proses pemasakan tidak sempurna dan akan timbul defect blown side wall setelah proses curing tersebut berakhir. Selenoid pada timer PLC yang rusak akan mengganggu step kerja mesin curing tersebut, sehingga banyak defect yang akan timbul, diantaranya defect blown side wall. Piston valve yang rusak akan mengganggu step kerja mesin curing tersebut, sehingga banyak defect yang akan timbul, diantaranya defect blown side wall. Mechanic valve pada mesin curing yang rusak akan membuat kinerja internal pressure menjadi lambat masuk atau tidak masuk ke bladder, sehingga akan timbul defect blown side wall. Selang
stitcher yang bocor akan menyebabkan supply udara ke silinder stitcher akan berkurang dan mengakibatkan pressure stither menjadi kurang dan pada green trire akan terdapat udara terjebak di dalamnya. Diameter silinder stitcher yang kurang dari standard akan menyebabkan pressure stitcher kurang dan menyebabkan tidak bisa memberi tekanan yang baik atau sesuai standard kepada green tire, dan akan mengakibatkan munculnya gelembung udara yang terjebak di dalam green tire. Roll stitcher yang sudah rusak atau aus tersebut akan menyebabkan pengepressan green tire pada proses building tidak akan merata dan masih terdapat rongga-rongga gelembung udara yang terjebak di dalam green tire. Drum building rotation speed yang kurang dari standard tersebut akan menyebabkan proses stitcher green tire pada proses building tidak akan merata dan masih terdapat rongga-rongga gelembung udara yang terjebak di dalam green tire.
4.4.2. Fishbone Undercure Steam trap macet
MATERIAL
MESIN
P L N Off Electric Power Off Proses Curing Temperatur Blader > Standar gagal Rocky valve lambat kerja
Blow down tidak kerja
Tebal tread center over standar
Terjadi kondensasi saat proses curing Di dalam Blader banyak air
Berat tread over standar Berat green tire over standar
Temperatur Blader > Standar Blader crack
Pressure Steam > Standar
Blader Bocor
Ring Hup Blader bocor
Steam Bocor
Seal Blader Bocor Seal Blader putus Seal Hup putus
Limit Switch tidak k j piston silinder lambat Struk nyentuh limit switch Struk piston silinder lambat nyentuh limit Filter oil pump mampet / kotor
Undercure Operator hanya berorentasi pada jumlah produk
Seal Blader dan seal hup kering Operator kuarang memahami prosedur kerja
Prosedur kerja kurang disosialisasi kan pada operator
MANUSIA
Seal terlalu lama dipakai Saat ganti blader seal blader dan seal hup tidak diganti
METODE Gambar 4.12 Fishbone Deffect Undercure
Mold temperatur dibawah standar Mold terlalu lama buka akibat tidak ada green tire Operatur tidak menutup mold ketika tidak ada green tire
4.4.2.1 Penjelasan Fishbone Diagram Defect Under Cure A. Faktor manusia
Dengan tidak dilakukannya sosialisasi rutin oleh pengawas produksi terhadap setiap operator di setiap stasiun kerja, akan berdampak operator menjadi lalai dalam melaksanakan tugasnya, akan menyebabkan Kurang cermat dan kurang teliti dari operator dalam bekerja atau melaksanakan tugasnya, dikarenakan opertor itu sendiri tidak memahami prosedur kerja yang baik dan benar, sehingga tiap – tiap operator hanya berorientasi pada jumlah produknya saja B. Faktor metode
Internal steam pressure yang lambat masuk ke bladder dapat mengakibatkan green tire mengalami proses pematangan yang tidak sama atau tidak serempak diseluruh area green tire pada saat proses cure di mesin curing. Setting extruder srew dan cooling conveyor speed yang tidak sesuai dengan spec dapat mengakibatkan dimensi dan berat per meter tread tidak sesuai dengan spec dan dapat menimbulkan defect blown side wall. Mold temperature yang kurang dari standard akan menyebabkan green tire yang dimasak di mesin curing mengalami defect blown side wall Platten temperature yang kurang dari standard akan menyebabkan mold menjadi tiak panas sehingga green tire yang dimasak di mesin curing mengalami defect blown side wall Bladder temperature yang kurang dari standard dapat mengakibatkan green tire mengalami proses pematangan yang tidak sama atau tidak serempak diseluruh area green tire pada saat proses cure di mesin curing. Curing time yang kurang dari standard dapat menyebabkan proses pematangan
green tire yang kurang sempurna pada saat proses curing dapat menyebabkan defect blown side wall. Steam pressure supply dari boiler untuk internal steam maupun untuk platen yang drop atau mengalami penurunan tekanan yang kurang dari standard akan menyebabkan temperature mold, platten, bladder dan pressure internal kuarang dari standard sehingga menyebabkan defect uner cure. C. Faktor material
Dimensi tread yang melebihi dari stndard menyebabkan volume tread menjadi over, dan akibatnya volume tread memenuhi seluruh ruang mold dan berat tread menjadi over sehingga green tire membutuhkan waktu masak yang lebih dari standard dan dapat mengakibatkan defec under cure. Compound properties yang tidak sesuai dengan standard mengakibatkan karakter compound tidak sesuai standard sehingga apabila dimasak dengan temperature dan waktu yang sesuai dengan standard dapat mengakibatkan defect under cure pada tire tersebut. D. Faktor mesin
Steam trap yang rusak akan menyebabkan temperature steam didalam mesin curing akan turun dan akan menyebabkan proses pemasakan tidak sempurna dan akan timbul defect blown side wall setelah proses curing tersebut berakhir. Selenoid pada timer PLC yang rusak akan mengganggu step kerja mesin curing tersebut, sehingga banyak defect yang akan timbul, diantaranya defect blown side wall. Piston valve yang rusak akan mengganggu step kerja mesin curing tersebut, sehingga banyak defect yang akan timbul, diantaranya defect blown side wall. Mechanic valve pada mesin curing yang
rusak akan membuat kinerja internal pressure menjadi lambat masuk atau tidak masuk ke bladder, sehingga akan timbul defect blown side wall. Dimensi area center pada die house yang sudah over dari standard menyebabkan tebal tread menjadi over dan berat tread pun menjadi over pula, sehingga apabila green tire dimasak di mesin curing dengan menggunakan tread yang over baik dimensi maupun beratnya maka akan tidak sempurna matangnya dengan waktu yang telah ditentukan atau sesuai standard. Steam supply dari boiler untuk internal pressure steam maupun untuk platen yang drop atau mengalami penurunan tekanan yang kurang dari standard akan menyebabkan under cure.
defect
4.4.3 Fishbone Foreign Material. METODET
MESINESIN
ODE
Sarung tangan operator banyak silikon
Tekanan angin kurang besar
Operator kurang rapi saat menyobek ply
Spry Gun Mampet
Nylon terkelupas saat proses
Operator ceroboh building Pada saat memegang Nylon menempel Green tire pada green tire Green tire terdapat silikon Green tire tertempel silikon di lorry booking Penyusunan green tire pada lorry saling tindih Operator hanya berorentasi pada jumlah
Operator kuarang memahami prosedur kerja Prosedur kerja kurang disosialisasi kan pada operator MANUSIA
Silikon terlalu kental
Putaran Mixer silikon lambat
Semburan silikon kurang stabil dan menggumpal
Semburan silikon kurang stabil dan kurang kuat
Foreign Material
Green tire terdapat tetesan silikon
Sisa Silikon menempel pada spry gun saat semburan berakhir Silikon menetes pada green tire saat proses GIP MATERIAL
Gambar 4.13 Fishbone Deffect Foreign Material
4.4.3.1 Penjelasan Fishbone Diagram Defect Foreign Material A. Faktor manusia
Dengan tidak dilakukannya sosialisasi rutin oleh pengawas produksi terhadap setiap operator di setiap stasiun kerja, akan berdampak operator menjadi lalai dalam melaksanakan tugasnya, akan menyebabkan Kurang cermat dan kurang teliti dari operator dalam bekerja atau melaksanakan tugasnya, dikarenakan opertor itu sendiri tidak memahami prosedur kerja yang baik dan benar, sehingga tiap – tiap operator hanya berorientasi pada jumlah produknya saja. B. Faktor metode
Green Tire terdapat silikon akan menyebabkan kotoran yang berdampak besar akan terjadinya suatu deffect, dikarenakan kesalahan dari proses pelapisan Green Tire dengan silikon, selain itu kesalahan dari penyusunan Green Tire yang saling tindih pada lory penyimpanan sehingga silikon tertempel pada Green Tire, selain penyimpanan faktor kesalahan operator itu sendiri juga dapat berdapak besar terjadinya suatu deffect foreign Material. C. Faktor material
Green Tire terdapat tetesan silikon dikarenakan pada saat proses pelapisan pada GIP, dikarenakan pada saat semburan terakhir, spry gun masih menyisakan silikon didalamnya dan akan menetes pada lapisan Green Tire tersebut. Semua bisa terjadi dikarenakan silikon yang terlalu kental. D. Faktor mesin
Green Tire terdapat tetesan silikon, ini terjadi karena tekanan angin kurang besar pada spry gun sehingga silikon mengumpal dan akan
menyebabkan spry gun agak mampet dan bila tidak di lakukan perbaikan, semburan silikon tidak stabil dan menyebabkan menetesnya sisa silikon pada akhir proses GIP.
4.4.4. Fishbone Deffect Narrow Bead METODET
MESINESIN
ODE
Regulator shapping pressure rusak Bead inner cycle under Standard
Ply kering dan kurang lengket Turn up green tire kendor Area Bead Green Tire menggelembung
Shapping pressure abnormal Over Shapping
Diameter Former Bead Wire under Standard Lock adjuster former bergeser
Narrow Bead Operator ceroboh Tidak menjalankan SOP dengan benar
Over lap joint off center Operator meletakkan green tire pada bladder miring
Wire Melintir Bending roll tidak diadjust waktu set up
Operator kurang mmemahami SOP
MANUSIA
Posisi green tire miring waktu cure Green tire bergerak waktu proses curing
MATERIAL
Gambar 4.14 Fishbone Deffect Narrow Bead
4.4.4.1 Penjelasan Fishbone Diagram Defect Narrow Bead A. Faktor manusia
Operator ceroboh karena tidak tidak menjalankan SOP dengan baik seperti tidak mensetting ulang pull roll speed sewaktu mengganti size yang lain akan menyebabkan dimensi bead tidak sesuai dengan standard sehingga apabila dimasak dimesin curing maka hasil tire tersebut akan timbul defect narrow bead. Tidak mensetting ulang sewaktu mengganti size di mesin building akan menyebabkan dimensi green tire tidak sesuai dengan standard sehingga apabila dimasak dimesin curing maka hasil tire tersebut akan timbul defect narrow bead. tidak mensetting ulang sewaktu mengganti size di mesin Bead Grommet akan menyebabkan dimensi bead tidak sesuai dengan standard sehingga apabila dimasak dimesin curing maka hasil tire tersebut akan timbul defect narrow bead. Semua karena operator kurang memahami SOP B. Faktor Metode
Ply kering dan kurang lengket akan mengakibatkan Turn Up Green Tire kendor sehingga menyebabkan dimensi bead menjadi tidak sesuai dengan standard
atau
menggelembung.
Akan
banyak
menimbulkan
defect,
diantaranya defect Narrow Bead. C. Faktor Material
Green Tire bergerak pada waktu pemasakan akan menyebabkan bead akan tertarik dengan kencang, sehingga apabila dimasak maka akan timbul defect narrow bead. Itu karena posisi Green Tire miring di dalam mold karena pada saat meletakan pada alat curing posisinya tidak tepat
D. Faktor mesin
Plate Adjuster pada former bead grommet yang sudah aus / rusak akan menyebabkan former bergoyang atau tidak stabil dalam membuat BIC bead
grommet bervariasi, apabila variasi BIC over dari standard, dan Regulator Shapping yang rusak, akan menyebabkan shapping preasure menjadi abnormal yan akan menyebabkan over shapping apabila dimasak maka akan menyebabkan timbulnya defect narrow bead.
4.5 Analisa defect Menggunakan Metode Failure Mode And Effect Analysis ( FMEA )
Disini kita akan menganalisa defect tire tersebut dengan menggunakan metode Failure Mode And Effect Analysis ( FMEA ), tetapi sebelum menganalisis dengan menggunakan metoda FMEA terlebih dahulu kita membuat flow chart proses dan risk assessment untuk menentukan proses mana yang beresiko tinggi atau berpotensi untuk terjadinya defect. Seperti pada tabel di bawah ini
Tabel 4.16 Pembuatan Process Flow Chart dan Risk Assesment Tread Extruding
No. Flow Process
Process Step
Risk Assesment
1.
Receiving Material Receiving
1. Ambil compound dari storage
Low
material
2. Check identitas compound
Low
Compound Milling Comp’d Milling
1. Menyiapkan spec dan memeriksa jenis comp’d sesuai Low spec extruding
Low
2. Memasukkan comp’d ke Warm Up Mill
Low
3. Menggiling comp’d di Warm Up Mill
Low
4. Mentransfer comp’d dari Warm Up Mill ke Feed Mill
Low
5. Menggiling comp’d di Feed Mill
Low
6. Mentransfer comp’d dari Feed Mill ke Hopper Extruder Low menggunakan conveyor Extruding
Extruding 1. Setting Cooling Conveyor Speed sesuai Spec Tread High Extruding
No. Flow Process
Process Step
Risk Assesment
2. Setting Extruder Srew Rotation Speed sesuai spec tread
High
extruding 3. Pasang dan setting die house pada head extruder
Low
1. Pasang dan setting die pada die house
Low
2. Masukkan compound kedalam hopper extruder
Low
3. Extruding
Low
4. Memberikan colour marking sesuai spec tread extruding
Low
5. Memberikan Under Tread Cement sesuai standard
Low
6. Mendinginkan Tread di cooling tank
Low
7. Masukkan Tread melalui Spong Roll
Low
8. Masukkan Tread melalui Blower untuk mengeringkan
Low
tread atas dan bawah 9. Mengecheck Thickness Tread Center*
High
10. Mengecheck Thickness Tread side
High
11. Mengecheck Tread Width
High
12. Mengecheck Tread weight per meter
High
13. Tempatkan Tread pada Booking conveyor melelui
Low
accumulator
No. Flow Process
Process Step
Risk Assesment
Booking pada Rolling Booking
1. Pasang kain liner pada besi shaft servicer
Low
2. Hidupkan motor untuk Rolling
Low
3. Pasang Rolling pada Rolling penggulung tread
Low
4. Kunci Rolling dengan menekan Hand Press Roll
Low
5. Tekan tombol selector untuk menggulung tread pada Low Rolling
Storage
6. tempatkan tread NG pada lorry
Low
7. Kirim tread rework ke Warm Up Mill
Low
Storage 1. Pasang lot flow pada tag
Low
2. Gantungkan tag pada rolling / pantruck sesuai ukuran
Low
3. Kirim Tread ke Storage
Low
Tabel 4.17 Pembuatan Process Flow Chart dan Risk Assesmet Bias Cutting
No. Flow Process
Process Step
Risk Assesment
1.
Receiving Material Receiving
1. Check treatment dan statusnya
Low
material
2. Check treatment sesuai jumlah dan jenis ordernya
Low
3. Siapkan treatment yang akan dipotong sesuai spec
Low
Cutting
Cutting 1. Letakkan treatment pada Let Off
Low
2. Tarik ujung treatment memanjang dan lewatkan melalui Low roll pricking 3. Tarik dan lewatkan treatment yang telah dipricking Low melalui festoon 4. Tarik dan letakkan treatment diatas feed conveyor dan Low ratakan 5. Lewatkan treatment melalui roll cutting
Low
6. Setting cutting angle sesuai spec bias cutting
High
7. Setting ply width sesuai spec bias cutting
High
Flow Process
Risk
No.
Process Step Assesment
Slitting
8. Check ply angle sesuai spec bias cutting
High
9. Setting lebar dan sudut potong sesuai spec
Low
10. Press treatment pada roll dan lakukan pemotongan
Low
11. Sambungan antara ply yang satu dengan ply yang lain
Low
Slitting
1. Setting lebar pemotongan ply sesuai standard
Low
2. Arahkan ply dari accumulator ke conveyor slitting
Low
3. Slitting Wind Up
Booking
Wind Up
1. Siapkan liner ply kosong dan kayu liner
Low
2. Letakkan liner pada roll wind up berikut kayu liner
Low
3. Ambil ply dari conveyor dan letakkan pada liner ply
Low
4. Gulung ply diatas liner
Low
5. Beri identitas ply sesuai spec
Low
Booking
1. siapkan lorry ply
Low
2. Dorong lorry ke storage ply
Low
Tabel 4.18 Pembuatan Process Flow Chart dan Risk Assesmet Bead Grommet
No. Flow Process
Process Step
Risk Assesment
1.
Receiving Material Receiving
1. Check wire dan statusnya
Low
material
2. Masukkan shaft pada lubang bobin
Low
3. Pasang bobin pada let off
Low
LetOff Stand
Wire Cleaning
Heating
Let Off Stand 1. Letakkan treatment pada Let Off
Low
2. Tarik wire sampai guide roll melalui tension roll
Low
3. Setting regulator angin untuk wire tension
Low
Wire Cleaning 1. Masukkan wire pada lap pembersih
Low
2. Check kondisi alat pembersih
Low
Heating 1. Setup wire pada heater
No. Flow Process
Process Step
Risk Assesment
Extruding
Extruding
Head, Die dan Baffle
Pull Roll
1. Siapkan compound feed strip
Low
2. Siapkan release agent untuk dipping
Low
Head, Die dan Baffle
1. Setup die dan baffle pada head
Low
2. Setup head pada extruder
Low
3. Hidupkan temperature control
Low
4. Setup wire pada die dan baffle sesuai spec
Low
5. Setup temperature head, silinder dan screw
Low
6. Adjust speed extruder
Low
7. Masukkan compound feed strip pada extruder
Low
8. Masukkan compound overflow ke release agent
Low
Pull Roll
1. Buka kran air pendingin
Low
2. Tarik wire dari extruder ke pull roll
Low
3. Lilitkan pada pull roll secara merata
Low
4. Setting pull roll speed sesuai standard
High
5. Setup bead pada roll festoon
Low
No. Flow Process
Process Step
Risk Assesment
6. Tarik bead sampai break roll Guide Roll
Guide Roll
1. Lilitkan bead pada alur guide roll Bending Roll
Low
Low
Bending Roll
1. Setup bead pada bending roll
Low
2. Adjust bending roll
Low
Push Roll
Push Roll 1. Lilitkan bead pada push roll
Low
Bead Winding
Bead Winding 1. Tarik dan masukkan bead melalui alur cutter
Low
2. Setting winding speed sesuai spec bead grommet
High
3. Setting turn sesuai spec bead grommet
High
4. Setting BIC sesuai spec bead grommet
High
5. Setting L x S sesuai spec bead grommet
High
6. Set length overlap sesuai spec bead grommet
High
7. Setting bead width sesuai spec bead grommet
High
8. Bead Grommeting
Low
9. Checking bead thickness ( without overlap) sesuai spec
High
Flow Process
Risk
No.
Process Step Assesment 10. Checking bead weight sesuai spec bead grommet Bead Talc Feeding
High
Bead Talc Feeding
1. Isi mesin bead talc feeder dengan zinc stearate
Low
Inspeksi
Inspeksi
1. Check BIC
Low
2. Check susunan dan jumlah wire
Low
Booking
Booking 1. Pindahkan bead dari bak penampungan ke lorry
Low
2. Beri identitas dan lot flow
Low
Tabel 4.19 Pembuatan Process Flow Chart dan Risk Assesmet Tire Building
No. Flow Process
Process Step
Risk Assesment
1.
Receiving Material Receiving material
Tire Building
1. Ambil ply, bead dan tread yang ada di storage sesuai Low spec 2. Ambil SBP XX
Low
3. Sediakan lap wool
Low
4. Siapkan nomor operator
Low
Tire Building 1. Setup ply, bead dan tread pada servicer
Low
2. Check drum circle expand sesuai spec tire building
High
3. Check drum width sesuai spec tire building
High
4. Pasang ply dari servicer keatas drum 5. Pasang bead dari kiri dan kanan pada drum
Low
6. Beri olesan SBP XX pada permukaan ply
Low
7. Lipat ply sampai menutupi bead
Low
8. Set Stitcher pressure sesuai spec tire building
High
9. Tire Building
Low
No. Flow Process
Process Step
Risk Assesment
10. Check green tire width sesuai spec tire building Venting
Booking
High
Venting
1. Ambil green tire dari drum
Low
2. Pasang green tire pada roll venting dan lakukan venting
Low
Booking
1. Letakkan green tire pada lorry
Low
Green Tire Storage
Green Tire 1. Pasang identitas green tire
Low
2. Kirim ke green tire storage
Low
Storage
Tabel 4.20 Pembuatan Process Flow Chart dan Risk Assesmet Tire Curing
No. Flow Process
Process Step
Risk Assesment
1.
Receiving Material Receiving
1. Ambil green tire dari storage
Low
material
2. Check identitas green tire
Low
GIP dan GOP GIP dan GOP
1. Pasang green tire pada mesin GIP dan GOP dan lakukan Low proses GIP dan GOP Check dan prepare sebelum curing
Check & Prepare Sebelum curing
1. Setup Mold
Low
2. Setting platten pressure steam sesuai standard
High
3. Check platten temperature sesuai spec tire curing
High
4. Check mold temperature sesuai spec tire curing
High
5. Check bladder height sesuai spec tire curing
high
6. Setting shaping pressure sesuai spec tire curing
High
7. Setting high pressure steam sesuai standard
High
8. Setting low pressure steam sesuai standard
High
No. Flow Process
Process Step
Risk Assesment
Tire Curing
Tire Curing
PCI
14. Pasang green tire pada mold
Low
15. Tekan tombol close
Low
16. Ambil tire dari mold setelah proses curing selesai
Low
PCI
1. Pasang tire ke rim PCI
Low
2. Ambil tire dari mold setelah proses curing selesai
Low
Hanging Hanging Conveyor
Conveyor 1. Gantungkan tire ke hanging conveyor
Low
Inspection
Inspection 1. Check tire balancing
High
2. Check tire wobbling
High
4.5.1
Nilai Severity.
Nilai severity merupakan penilaian seberapa serius yang ditimbulkan dari mode kegagalan potensial. Penilaian severity berdasarkan brainstorming dengan pihak manajemen perusahaan dan peneliti. Nilai Severity ini menggunakan skala 1-10, Yang artinya makin kecil skalanya, maka semakin baik ( smaller is better ). Tabel penilaian severity dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel 4.21 Nilai Severity Blown Side Wall Potential
NO
Failure Mode
Potential Effect of Failure
S E V
KETERANGAN
Sangat mengganggu produksi. 1
2
Compound tidak rata
5
-
Green Tire Repair
tread cement tidak
Life time cement tidak standard
Tread kotor
7
Produk
harus
di
sortir.
Kemudian produk harus di perbaiki Sangat mengganggu produksi.
Tire Blown
Under spec
rata
4
Tire Blown
Thickness Tread
Permukaan under 3
-
8
100%
produk
kemungkinan
harus dibuang. -
Tread OES
-
Green tire repair
-
Tire blown
Sangat mengganggu produksi. 7
Produk
harus
di
sortir.
Kemudian produk harus di perbaiki
-
Tread OES
-
Green tire repair
-
Tire blown
-
Tread OES
-
Green tire repair
-
Tire blown
Sangat mengganggu produksi. 7
Produk
harus
di
sortir.
Kemudian produk harus di perbaiki Sangat mengganggu produksi. Produk
7
harus
di
sortir.
Kemudian produk harus di perbaiki
NO
Potential Failure Mode
Potential Effect of Failure
S E V
KETERANGAN
Sedikit menggaggu produksi. 6
Treatment botak
-
Ply scrap
-
Green tire scrap
-
Tire blown
Sebagian produk (kurang dari 6 100%) harus dibuang tanpa harus disortir.
7
Ply tidak sesuai spec
-
Tire blown
-
Green tire scrap
-
Tire narrow bead
Sangat mengganggu produksi. 8
100%
produk
kemungkinan
harus dibuang.
8
Tread
tidak
sesuai
spec
-
Tire Long toe
-
Tire blown
-
Green tire scrap
Sangat mengganggu produksi. 8
100%
produk
kemungkinan
harus dibuang. 9
Stitcher time under standard
-
Green tire scrap
-
Tire blown side wall
Sangat mengganggu produksi. 100%
produk
kemungkinan
8 harus dibuang. Stircher harus diganti
10
Roll Stitcher goyang
-
Green tire scrap
-
Tire blown side wall
Sangat mengganggu produksi. 8
100%
produk
kemungkinan
harus dibuang. Karena Bearing rusak Sangat mengganggu produksi.
-
Green tire scrap
Stitcher preassure
-
Tire blown side wall
under spec
-
Tire blown tread
11
100%
produk
kemungkinan
8 harus dibuang. Karena stitcher preassure rusak
NO
Potential Failure Mode
Potential Effect of Failure
S E V
KETERANGAN
Sangat mengganggu produksi.
12
Sbpxx tidak sesuai
-
Green tire scrap
-
Tire blown side wall
-
Tire blown tread
-
Tire blown ply
100% 8
produk
kemungkinan
harus dibuang. Karena SBPXX tidak berfungsi, dikarenakan mengalami kondensasi Sangat mengganggu produksi.
13
Venting tidak rata
-
Tire blown side wall
-
Tire blown tread
-
Tire blown ply
100%
produk
kemungkinan
8 harus dibuang. Karena paku venting tumpul. Sangat mengganggu produksi.
Curing Time under 14
spec
-
Tire blown
-
Tire Undercure
100%
produk
kemungkinan
8 harus dibuang. Karena PLC rusak Sangat mengganggu produksi.
Temperature mold 15 tidak sesuai satandard
-
Tire blown
-
Tire Undercure
100%
produk
kemungkinan
8 harus dibuang. Karena mold tidak sesuai spec Sangat mengganggu produksi. 100%
Platen steam 16
preassure tidak sesuai spec
-
Tire blown
-
Tire Undercure
8
produk
harus automatic rusak
kemungkinan
dibuang. preassure
Karena contorl
NO
Potential Failure Mode
Bladder temp under 17
spec
Potential Effect of Failure
-
Tire blown
-
Tire Undercure
S E V
KETERANGAN
Sangat mengganggu produksi. 8
100%
produk
kemungkinan
harus dibuang. Karena seal bllader rusak Sangat mengganggu produksi.
Internal steam 18
preassure under
-
Tire blown
-
Tire Undercure
100%
produk
kemungkinan
8
harus dibuang. Karena mekanik
standart valve rusak
19
Sangat mengganggu produksi.
Shaping air
-
Tire blown
preassure diafragma
-
Tire Undercure
under spec
8
100% harus
produk
kemungkinan
dibuang.
preassure contorl rusak
Karena
Tabel 4.22 Nilai Severity Undercure NO
Potential Failure Mode
Potential Effect of Failure
S E V
KETERANGAN
Sangat mengganggu produksi.
1
Curing Time under spec
-
Tire blown
-
Tire Undercure
8
100%
produk
kemungkinan
harus dibuang. Karena PLC rusak Sangat mengganggu produksi.
2
Temperature mold tidak sesuai satandard
-
Tire blown
-
Tire Undercure
100% 8
produk
kemungkinan
harus dibuang. Karena mold tidak sesuai spec Sangat mengganggu produksi.
3
100%
Platen steam
-
Tire blown
preassure tidak
-
Tire Undercure
8
sesuai spec
produk
harus
kemungkinan
dibuang.
automatic
preassure
Karena contorl
rusak
4
Bladder temp under spec
-
Tire blown
-
Tire Undercure
Sangat mengganggu produksi. 8
100%
produk
kemungkinan
harus dibuang. Karena seal bllader rusak Sangat mengganggu produksi.
Internal steam 5
preassure under standart
-
Tire blown
-
Tire Undercure
100%
produk
kemungkinan
8
harus dibuang. Karena mekanik valve rusak
NO
6
Potential
Potential Effect of Failure
Failure Mode
Shaping
S E V
KETERANGAN
air Sangat mengganggu produksi.
preassure diafragma under spec
-
Tire blown
-
Tire Undercure
8
100% harus
produk
kemungkinan
dibuang.
Karena
preassure contorl rusak
Tabel 4.23 Nilai Severity Foreign Material NO
1
Potential Failure Mode
Compound tidak sesuai
Potential Effect of Failure
S E V
Agak mengganggu produksi.
- Tire Fm - Compound scrap
7
- Tread OES
Feed Strip kotor
- Compound scrap
Colour Marking
7
berantakan
Foreign Material
7
- Tread OES
- Green tire scrap
disortir dan sebagian ( kurang
Produk
kemuingkinan
harus
disortir dan sebagaian (kurang Agak mengganggu produksi. Produk
kemuingkinan
harus
disortir dan sebagaian (kurang dari 100%) harus diperbaiki
- Tire Fm 4
harus
dari 100%) harus diperbaiki
- Tire Fm - Green tire repair
kemungkinan
Agak mengganggu produksi.
- Green Tire repair
3
Produk
dari 100%) dibuang.
- Tire Fm 2
KETERANGAN
Agak mengganggu produksi. 7
Produk
kemuingkinan
harus
disortir dan sebagaian (kurang dari 100%) harus diperbaiki
Potential
NO
Failure Mode
Potential Effect of Failure
S E V
KETERANGAN
Sangat mengganggu produksi. 5
Tire FM
Foreign Material
8
100%
produk
kemungkinan
harus dibuang. Sangat mengganggu produksi. 6
Tire FM
Dirty Mold
8
100%
produk
kemungkinan
harus dibuang.
Tabel 4.24 Nilai Severity Blown Tread Potential
NO
Failure Mode
Potential Effect of Failure
S E V
KETERANGAN
Sangat mengganggu produksi. 1
2
Compound tidak rata
5
-
Green Tire Repair
tread cement tidak
Life time cement tidak standard
Tread kotor
7
Produk
harus
di
sortir.
Kemudian produk harus di perbaiki Sangat mengganggu produksi.
Tire Blown
Under spec
rata
4
Tire Blown
Thickness Tread
Permukaan under 3
-
8
100%
produk
kemungkinan
harus dibuang. -
Tread OES
-
Green tire repair
-
Tire blown
Sangat mengganggu produksi. 7
Produk
harus
di
sortir.
Kemudian produk harus di perbaiki
-
Tread OES
-
Green tire repair
-
Tire blown
-
Tread OES Green tire repair
Sangat mengganggu produksi. 7
Produk
harus
di
sortir.
Kemudian produk harus di perbaiki
7
Sangat mengganggu produksi. Produk harus di sortir. Kemudian produk harus di p4rbaiki
NO
Potential Failure Mode
Potential Effect of Failure
S E V
KETERANGAN
Sedikit menggaggu produksi. 6
Treatment botak
-
Ply scrap
-
Green tire scrap
-
Tire blown
Sebagian produk (kurang dari 6 100%) harus dibuang tanpa harus disortir.
7
Ply tidak sesuai spec
-
Tire blown
-
Green tire scrap
-
Tire narrow bead
Sangat mengganggu produksi. 8
100%
produk
kemungkinan
harus dibuang.
8
Tread
tidak
sesuai
spec
-
Tire Long toe
-
Tire blown
-
Green tire scrap
Sangat mengganggu produksi. 8
100%
produk
kemungkinan
harus dibuang. 9
Stitcher time under standard
-
Green tire scrap
-
Tire blown side wall
Sangat mengganggu produksi. 100%
produk
kemungkinan
8 harus dibuang. Stircher harus diganti
10
Roll Stitcher goyang
-
Green tire scrap
-
Tire blown side wall
Sangat mengganggu produksi. 8
100%
produk
kemungkinan
harus dibuang. Karena Bearing rusak Sangat mengganggu produksi.
-
Green tire scrap
Stitcher preassure
-
Tire blown side wall
under spec
-
Tire blown tread
11
100%
produk
kemungkinan
8 harus dibuang. Karena stitcher preassure rusak
NO
Potential Failure Mode
Potential Effect of Failure
S E V
KETERANGAN
Sangat mengganggu produksi.
12
Sbpxx tidak sesuai
-
Green tire scrap
-
Tire blown side wall
-
Tire blown tread
-
Tire blown ply
100% 8
produk
kemungkinan
harus dibuang. Karena SBPXX tidak berfungsi, dikarenakan mengalami kondensasi Sangat mengganggu produksi.
13
Venting tidak rata
-
Tire blown side wall
-
Tire blown tread
-
Tire blown ply
100%
produk
kemungkinan
8 harus dibuang. Karena paku venting tumpul. Sangat mengganggu produksi.
Curing Time under 14
spec
-
Tire blown
-
Tire Undercure
100%
produk
kemungkinan
8 harus dibuang. Karena PLC rusak Sangat mengganggu produksi.
Temperature mold 15 tidak sesuai satandard
-
Tire blown
-
Tire Undercure
100%
produk
kemungkinan
8 harus dibuang. Karena mold tidak sesuai spec Sangat mengganggu produksi. 100%
Platen steam 16
preassure tidak sesuai spec
-
Tire blown
-
Tire Undercure
8
produk
harus automatic rusak
kemungkinan
dibuang. preassure
Karena contorl
NO
Potential Failure Mode
Bladder temp under 17
spec
Potential Effect of Failure
-
Tire blown
-
Tire Undercure
S E V
KETERANGAN
Sangat mengganggu produksi. 8
100%
produk
kemungkinan
harus dibuang. Karena seal bllader rusak Sangat mengganggu produksi.
Internal steam 18
preassure under
-
Tire blown
-
Tire Undercure
100%
produk
kemungkinan
8
harus dibuang. Karena mekanik
standart valve rusak
19
Sangat mengganggu produksi.
Shaping air
-
Tire blown
preassure diafragma
-
Tire Undercure
8
100% harus
under spec
produk
kemungkinan
dibuang.
Karena
preassure contorl rusak Tabel 4.25 Nilai Severity Narrow Bead NO
1
2
Potential Failure Mode
Ply tidak sesuai spec
Turn up Kendor
Potential Effect of Failure
S E V
KETERANGAN
-
Tire blown
-
Green tire scrap
-
Tire narrow bead
-
Tire Long toe
-
Green tire scrap
-
Tire narrow bead
-
Tire Long toe
disortir dan sebagian ( kurang
-
Green tire repair
dari 100%) dibuang.
Sangat mengganggu produksi. 8
100%
produk
kemungkinan
harus dibuang. Agak mengganggu produksi. 7
Produk
kemungkinan
harus
4.5.2
Nilai Occurance.
Perhitungan nilai Occurance pada tabel dibawah ini di dapat dari suatu perkiraan subyektif tentang probabilitas atau suatu peluang bahwa kegagalan itu terjadi dan akan menghasilkan mode kegagalan yang memberikan suatu akibat tertentu. Dalam proses pembuatan tire ini nilai defect hanya didapatkan pada hasil akhir dari suatu proses produksi. Jenis – jenis cacat akan dihitung untuk keseluruhan proses berdasarkan hasil produk atau pada proses akhir.
Tabel 4.26 Nilai Occurance Blown Side Wall Potential
NO
Failure Mode
Potential Cause/Mechanism of Failure
Occurance
Proses Warm up Mill :
Feed Strip thickness over standard yang 1
Compound tidak rata
di sebabkan oleh Gap Open mill terlalu besar dan tinggi bank compound pada
1
proses warm up mill over satandard Proses Extruding 2
Thickness Tread Under spec
Screw rotation speed under spec, die tidak sesuai, dan cover kurang turun
1
karena terganjal karet over flow. 3
4
Permukaan under tread cement tidak
Proses Under tread cement:
rata
1. Roll drum tidak terendam air
Life time cement tidak standard
2. Identitas cement tidak jelas
3
1
NO
5
Potential Failure Mode
Tread kotor
Potential Cause/Mechanism of Failure
Proses pengeringan air
Occurance
1
Kondisi angin pada blower kotor Proses inspeksi ( Bias Cutting ):
6
Treatment botak
7
Ply tidak sesuai spec
8
Tread tidak sesuai spec
9
Stitcher time under standard
10
Roll Stitcher goyang
11
Stitcher preassure under spec
12
Sbpxx tidak sesuai
13
Venting tidak rata
14
Curing Time under spec Temperature mold tidak sesuai
15 satandard
1
Lapisan compound treatment botak Proses inspeksi ( Building ): 1. Identitas ply tidak sesuai
1
2. identitas tread tidak sesuai
1
Proses Building: Speed adjuster rusak
1
Proses building : 1. Bearing rusak dan bushing aus
1
2. Kebocoran stitcher preassure gauge rusak
unit
dan
3. SBPXX mengalami kondensasi
1
2
4. Paku venting tumpul, cylinder air preassure tidak sesuai standard
1
Proses Curing: 1. Program PLC rusak
1
2. platen temp, platen steam tidak standard, dan steam banyak mengandung air karena steam trap tidak berfungsi
1
Platen steam preassure tidak sesuai 16
spec
3. Automatic preassure control rusak
1
Potential
NO
Failure Mode
17
Bladder temp under spec
Potential Cause/Mechanism of Failure
Occurance
4. Kebocoran steam pada Bladder karena seal rusak
2
Internal steam preassure under 18
5. mekanik valve tidak berfungsi
standart Shaping air preassure diafragma
1
6.Terjadi kebocoran pada diafragma
19
3 selang angin
under spec
Tabel 4.27 Nilai Occurance Undercure Potential
NO
Failure Mode
Potential Cause/Mechanism of Failure
Occurance
Proses Curing:
1
Curing Time under spec
1. Program PLC rusak
1
2. platen temp, platen steam tidak 2
Temperature mold tidak sesuai
standard, dan steam banyak
satandard
mengandung air karena steam trap tidak
1
berfungsi 3
4
5
Platen steam preassure tidak sesuai spec
Bladder temp under spec
Internal steam preassure under standart
3. Automatic preassure control rusak
4. Kebocoran steam pada Bladder karena seal rusak
5. mekanik valve tidak berfungsi
1
2
1
Potential
NO
6
Failure Mode
Potential Cause/Mechanism of Failure
Occurance
Shaping air preassure diafragma 6.Terjadi kebocoran pada diafragma selang angin
under spec
3
Tabel 4.28 Nilai Occurance Foreign Material Potential
NO
Failure Mode
Potential Cause/Mechanism of Failure
Occurance
Proses Inspeksi :
1
Compound tidak sesuai
2
Feed Strip kotor
Compound kotor
Conveyor:
Tatakan conveyor kotor
1
1
Proses pemberian Colurr Marking: 3
Colour Marking berantakan
Valve marking tank feeder terlalu terbuka
1
lebar 4
Foreign Material
Proses Building : Terdapat benang yang terlepas pada saat pemotongan ply
1
Proses Curing: 5
Foreign Material
1. Sisa over flow tire yang masuk ke mold, dan silikon yang menempel pada
3
bladder 6
Dirty Mold
2. Terdapat kerak pada mold, dan inner 1
surface mold karatan
Tabel 4.29 Nilai Occurance Blown Tread Potential
NO
Failure Mode
Potential Cause/Mechanism of Failure
Occurance
Proses Warm up Mill :
Feed Strip thickness over standard yang di 1
Compound tidak rata
sebabkan oleh Gap Open mill terlalu besar dan tinggi bank compound pada
1
proses warm up mill over satandard Proses Extruding 2
Thickness Tread Under spec
Screw rotation speed under spec, die tidak sesuai, dan cover kurang turun
1
karena terganjal karet over flow. Permukaan under tread cement tidak
Proses Under tread cement:
rata
1. Roll drum tidak terendam air
4
Life time cement tidak standard
2. Identitas cement tidak jelas
5
Tread kotor
6
Treatment botak
3
Proses pengeringan air
3
1
1
Kondisi angin pada blower kotor Proses inspeksi ( Bias Cutting ):
1 Lapisan compound treatment botak 7
Ply tidak sesuai spec
Proses inspeksi ( Building ): 1. Identitas ply tidak sesuai
8
Tread tidak sesuai spec
2. identitas tread tidak sesuai
9
Stitcher time under standard
Proses Building: Speed adjuster rusak
1
1
1
Potential NO Failure Mode
10
Roll Stitcher goyang
11
Stitcher preassure under spec
12
Sbpxx tidak sesuai
13
Venting tidak rata
14
Curing Time under spec Temperature mold tidak sesuai
15 satandard
Potential Cause/Mechanism of Failure Proses building : 1. Bearing rusak dan bushing aus
2. Kebocoran stitcher unit dan preassure gauge rusak 3. SBPXX mengalami kondensasi
Occurance
1
1
2
4. Paku venting tumpul, cylinder air preassure tidak sesuai standard
1
Proses Curing: 1. Program PLC rusak
1
2. platen temp, platen steam tidak standard, dan steam banyak mengandung air karena steam trap tidak berfungsi
1
Platen steam preassure tidak sesuai 16
spec 17
Bladder temp under spec
3. Automatic preassure control rusak
4. Kebocoran steam pada Bladder karena seal rusak
1
2
Internal steam preassure under 18
standart Shaping air preassure diafragma
5. mekanik valve tidak berfungsi 6.Terjadi
kebocoran
pada
1
diafragma 3
19
under spec
selang angin
Tabel 4.30 Nilai Occurance Narrow Bead Potential
NO
Failure Mode
Potential Cause/Mechanism of Failure
Occurance
Proses inspeksi ( Building ): 1. Identitas ply tidak sesuai
1
Ply tidak sesuai spec
Turn up Kendor
2
4.5.3
1
Proses Building: Spring finger rusak ( HBT m/c ), Spring collapse putus ( HBT m/c ), dan engsel drumaus
Nilai Detection
Nilai Detection menggambarkan metode – metode yang diterapkan untuk mencegah atau mendeteksi penyebab kegagalan. Pemberian nilai Detection ini menggunakan skala 1 sampai 10 yang menggambarkan bahwa semakin kecil nilainya semakin baik ( smaller is better ). Pemberian nilai pada tabel dibawah ini berdasarkan brainstorming dengan pihak perusahaan .
1
Tabel 4.31 Nilai Detection Blown Side Wall Potential
Potential Cause/Mechanism of
Failure Mode
Failure
Compound tidak rata
Current Process Control
D E
Prevention
Proses Warm up Mill :
Check Feed Strip
Feed Strip thickness over standard
Thickness setiap
yang di sebabkan oleh Gap Open
set up per shift
mill terlalu besar dan tinggi bank
Detection
T
Visual Check
6
Visual check
6
Visual check
7
Visual check
8
Visual check
7
Visual check
7
compound pada proses warm up mill over satandard Check screw
Proses Extruding
Thickness Tread Under spec
Screw rotation speed under spec, die tidak sesuai, dan cover kurang turun karena terganjal karet over flow.
rotation speed, check die house code dan kondisinya per job set up
Permukaan
Check under
under tread
Proses Under tread cement:
tread cement per
cement tidak
1. Roll drum tidak terendam air
job set up
rata
Life time cement tidak standard
Tread kotor
Check under 2. Identitas cement tidak jelas
tread cement per job set up Check fungsi
Proses pengeringan air
Kondisi angin pada blower kotor Proses inspeksi ( Bias Cutting ):
Treatment botak Lapisan
compound
treatment
blower per shift Check apperance treatment dan dentitasnya
botak
Potential
Potential Cause/Mechanism of
Failure Mode
Failure
Current Process Control
E Prevention
Ply tidak sesuai Proses inspeksi ( Building ): 1. Identitas ply tidak sesuai spec
Check identitas
tidak 2. identitas tread tidak sesuai
Check identitas
Tread
ply per job set up
Tread per job set
sesuai spec
up time Proses Building: Speed adjuster rusak under standard Stitcher
D
Detection
T
Visual check
7
Visual check
7
Visual check
6
Visual check
7
Visual check
6
Visual check
7
check stitcher time per job set up Check kondisi
Roll Stitcher goyang
Proses building : 1. Bearing rusak dan bushing aus
Stitcher preassure under
roll stitcher per shift
check stitcher pressure per job 2. Kebocoran stitcher unit dan preassure gauge rusak set up
spec Check kebersihan Sbpxx tidak sesuai
SBPXX 3. SBPXX mengalami kondensasi
Check pressure gauge, check Venting tidak rata
kondisi paku Prose Venting: Paku venting tumpul, cylinder air venting preassure tidak sesuai standard
7
Visual check
Potential
Potential Cause/Mechanism of
Failure Mode
Failure
Current Process Control
D E
Prevention
Detection
T
Check PLC program setiap 1
Curing Time under spec
Proses Curing: 1. Program PLC rusak
tahun sekali dan
Visual chek
4
Automatic detection
4
Automatic detection
4
Automatic detection
4
Visual check
4
Visual check
5
curing time per job set up
Temperature mold tidak sesuai satandard
Shift 1 selalu 2. platen temp, platen steam tidak check temp mold standard, dan steam banyak pada area mold mengandung air karena steam trap bawah, platen tidak berfungsi temp, steam trap
Platen steam preassure tidak
Check platen 3. Automatic preassure control rusak
steam pressure
sesuai spec Bladder temp under spec
Check bllader 4. Kebocoran steam pada Bladder temp karena seal rusak
Check fungsi
Internal steam preassure under
mekanik valve 5. mekanik valve tidak berfungsi
standart Shaping air preassure diafragma under spec
Check shaping air 6.Terjadi
kebocoran
diafragma selang angin
pada
pressure
Tabel 4.32 Nilai Detection Undercure Potential
Potential Cause/Mechanism of
Failure Mode
Failure
D E
Prevention
Proses Curing:
Detection
T
Check PLC program setiap 1
1. Program PLC rusak
Curing Time
Current Process Control
tahun sekali dan
under spec
Visual chek
4
Automatic detection
4
Automatic detection
4
Automatic detection
4
Visual check
4
Visual check
5
curing time per job set up 2. platen temp, platen steam tidak
Temperature
standard, dan steam banyak
mold tidak sesuai satandard
Platen steam preassure tidak sesuai spec Bladder temp under spec
mengandung air karena steam trap tidak berfungsi
check temp mold pada area mold bawah, platen
temp, steam trap
3. Automatic preassure control rusak
Check platen steam pressure
4. Kebocoran steam pada Bladder
Check bllader
karena seal rusak
temp Check fungsi
Internal steam preassure under
Shift 1 selalu
5. mekanik valve tidak berfungsi
mekanik valve
standart Shaping
air 6.Terjadi
preassure diafragma under spec
kebocoran
diafragma selang angin
pada Check shaping air
pressure
Tabel 4.33 Nilai Detection Foreign Material Potential
Potential Cause/Mechanism of
Failure Mode
Failure
Compound tidak sesuai
Proses Inspeksi :
Compound kotor
Current Process Control
D E
Prevention
Detection
T
Check compound sebelum dan saat
milling
Visual Check
7
Visual Check
7
Visual Check
7
Check kebersihan Feed Strip kotor
Conveyor ( Extruding ):
mesin dan kondisi
Tatakan conveyor kotor
compound saat proses milling
Proses pemberian Colurr
Colour Marking
Marking:
berantakan
Valve marking tank feeder terlalu terbuka lebar
Foreign Material
Check colour marking dan proses extruding sesuai limit
sample
Proses Building : Terdapat benang yang terlepas pada saat pemotongan ply
Check kebersihan area mesin
Visual check
7
Proses Curing:
Check kebersihan mold setiap awal shift
Visual check
5
Visual check
5
Foreign
1. Sisa over flow tire yang masuk
Material
ke mold, dan silikon yang menempel pada bladder
Dirty Mold
2. Terdapat kerak pada mold, dan Check kebersihan mold setiap awal shift inner surface mold karatan
Tabel 4.34 Nilai Detection B;own Tread Potential
Potential Cause/Mechanism of
Failure Mode
Failure
Compound tidak rata
Current Process Control
D E
Prevention
Proses Warm up Mill :
Check Feed Strip
Feed Strip thickness over standard
Thickness setiap
yang di sebabkan oleh Gap Open
set up per shift
mill terlalu besar dan tinggi bank
Detection
T
Visual Check
6
Visual check
6
Visual check
7
Visual check
8
Visual check
7
Visual check
7
compound pada proses warm up mill over satandard Check screw
Proses Extruding
Thickness Tread Under spec
Screw rotation speed under spec, die tidak sesuai, dan cover kurang turun karena terganjal karet over flow.
rotation speed, check die house code dan kondisinya per job set up
Permukaan
Check under
under tread
Proses Under tread cement:
tread cement per
cement tidak
1. Roll drum tidak terendam air
job set up
rata
Life time cement tidak standard
Tread kotor
Check under 2. Identitas cement tidak jelas
tread cement per job set up Check fungsi
Proses pengeringan air
Kondisi angin pada blower kotor Proses inspeksi ( Bias Cutting ):
Treatment botak Lapisan
compound
treatment
blower per shift Check apperance treatment dan dentitasnya
botak
Potential
Potential Cause/Mechanism of
Failure Mode
Failure
Current Process Control
E Prevention
Ply tidak sesuai Proses inspeksi ( Building ): 1. Identitas ply tidak sesuai spec
Check identitas
tidak 2. identitas tread tidak sesuai
Check identitas
Tread
ply per job set up
Tread per job set
sesuai spec
D
Detection
T
Visual check
7
Visual check
6
Visual check
7
Visual check
6
up time Proses Building: Speed adjuster rusak under standard Stitcher
check stitcher time per job set up
Roll Stitcher goyang
Proses building : 1. Bearing rusak dan bushing aus
spec
Kalibrasi pressure gauge 2. Kebocoran stitcher unit dan setiap 1 tahun preassure gauge rusak sekali
Sbpxx tidak sesuai
roll stitcher per shift
Stitcher preassure under
Check kondisi
Visual check stitcher pressure
7
per job set up
Check kebersihan 3. SBPXX mengalami kondensasi
SBPXX
Visual check
7
Visual check cycle
7
Check pressure gauge, check Venting tidak rata
kondisi paku Prose Venting: Paku venting tumpul, cylinder air venting preassure tidak sesuai standard
Potential
Potential Cause/Mechanism of
Failure Mode
Failure
Current Process Control
D E
Prevention
Detection
T
Check PLC program setiap 1
Curing Time under spec
Proses Curing: 1. Program PLC rusak
tahun sekali dan
Visual chek
4
Automatic detection
4
Automatic detection
4
Automatic detection
4
Visual check
4
Visual check
5
curing time per job set up
Temperature mold tidak sesuai satandard
Shift 1 selalu 2. platen temp, platen steam tidak check temp mold standard, dan steam banyak pada area mold mengandung air karena steam trap bawah, platen tidak berfungsi temp, steam trap
Platen steam preassure tidak
Check platen 3. Automatic preassure control rusak
steam pressure
sesuai spec Bladder temp under spec
Check bllader 4. Kebocoran steam pada Bladder temp karena seal rusak
Check fungsi
Internal steam preassure under
mekanik valve 5. mekanik valve tidak berfungsi
standart Shaping air preassure diafragma under spec
Check shaping air 6.Terjadi
kebocoran
diafragma selang angin
pada
pressure
Tabel 4.35 Nilai Detection Narrow Bead Potential
Potential Cause/Mechanism of
Failure Mode
Failure
Ply tidak sesuai
Current Process Control
E Prevention
Proses inspeksi ( Building ): 1. Identitas ply tidak sesuai
Check identitas
Detection
ply per job set up
Check kondisi Proses Building: Spring finger rusak ( HBT m/c ), drum bulding Spring collapse putus ( HBT m/c ), dan engsel drumaus
7
Visual check
4.5.4 Risk Priority Number Setelah didapatkan nilai severity, occurance, dan detection. Maka akan didapatkan nilai RPN yang meruakan perkalian antara severity, occurance, dan detection. RPN = S x O x D
T
Visual check
spec
Turn up Kendor
D
7
Tabel 4.36 Nilai Risk Priority Number Defect Blown Side Wall
Potential Failure Mode
O C C U R
D
R
E
P
T
N
1
6
42
1
6
48
3
7
147
1
8
56
1
7
49
1
7
42
1
7
56
8
1
7
56
Proses Building: 8 Speed adjuster rusak
1
6
48
S E V
Potential Cause/Mechanism of Failure
Proses Warm up Mill :
Feed Strip thickness over standard yang di sebabkan oleh
Compound tidak rata
7 Gap Open mill terlalu besar dan tinggi bank compound pada proses warm up mill over satandard
Thickness Tread Under spec
Proses Extruding
8
Screw rotation speed under spec, die tidak sesuai, dan cover kurang turun karena terganjal karet over flow.
Permukaan under
tread cement tidak
7
rata
Life time cement tidak standard
Proses Under tread cement:
1. Roll drum tidak terendam air
7 2. Identitas cement tidak jelas
Proses pengeringan air
Tread kotor
7
Treatment botak
Kondisi angin pada blower kotor Proses inspeksi ( Bias Cutting ):
6 Lapisan compound treatment botak
Ply tidak sesuai spec
Tread
tidak
Proses inspeksi ( Building ): 8 1. Identitas ply tidak sesuai
sesuai
2. identitas tread tidak sesuai
spec Stitcher time under standard
Potential
S E V
Failure Mode
Roll Stitcher goyang
8
Stitcher preassure
8
under spec
Potential Cause/Mechanism of Failure
Proses building : 1. Bearing rusak dan bushing aus
2. Kebocoran stitcher unit dan preassure gauge rusak
O C C U R
D E T
R P N
1
7
56
1
6
48
2
7
112
Sbpxx tidak sesuai
8
Venting tidak rata
8 4. Paku venting tumpul, cylinder air preassure tidak sesuai standard
1
7
56
Curing Time under
8 Proses Curing: 1. Program PLC rusak
1
4
32
8 2. platen temp, platen steam tidak standard, dan steam banyak mengandung air karena steam trap tidak berfungsi
1
4
32
8
1
4
32
8 4. Kebocoran steam pada Bladder karena seal rusak
2
4
64
8
1
4
32
3
5
120
spec Temperature mold tidak sesuai satandard
3. SBPXX mengalami kondensasi
Platen steam preassure tidak
3. Automatic preassure control rusak
sesuai spec Bladder temp under spec Internal steam preassure under
5. mekanik valve tidak berfungsi
standart Shaping air preassure diafragma under spec
8
6.Terjadi kebocoran pada diafragma selang angin
Tabel 4.37 Nilai Risk Priority Number Defect Undercure O C C U R
D E T
R P N
1
4
32
1
4
32
8 3. Automatic preassure control rusak
1
4
32
8 4. Kebocoran steam pada Bladder karena seal rusak
2
4
64
8 5. mekanik valve tidak berfungsi
1
4
32
3
5
120
Potential
S
Failure Mode
E
Potential Cause/Mechanism of Failure
V Proses Curing:
Curing Time under
8 1. Program PLC rusak
spec
Temperature mold
8
tidak sesuai satandard
2. platen temp, platen steam tidak standard, dan steam banyak mengandung air karena steam trap tidak berfungsi
Platen steam preassure tidak sesuai spec Bladder temp under spec Internal steam preassure under standart 6.Terjadi kebocoran pada diafragma selang angin
Shaping air preassure diafragma under spec
8
Tabel 4.38 Nilai Risk Priority Number Defect Foreign Material.
Potential Failure Mode
Compound tidak sesuai
Feed Strip kotor
Colour Marking berantakan
Foreign Material
S E V
Potential Cause/Mechanism of Failure
O C C U R
D E T
R P N
1
7
49
1
7
49
1
7
49
1
7
49
3
5
120
1
5
40
Proses Inspeksi :
7 Compound kotor
7
7
Conveyor:
Tatakan conveyor kotor Proses pemberian Colurr Marking:
Valve marking tank feeder terlalu terbuka lebar
Proses Building : Terdapat benang yang terlepas pada saat pemotongan ply 7 Proses Curing:
Foreign Material
8 1. Sisa over flow tire yang masuk ke mold, dan silikon yang menempel pada bladder 2. Terdapat kerak pada mold, dan inner surface mold karatan
Dirty Mold 8
Tabel 4.39 Nilai Risk Priority Number Defect Blown Tread
Potential Failure Mode
O C C U R
D
R
E
P
T
N
1
6
42
1
6
48
3
7
147
1
8
56
1
7
49
1
7
42
1
7
56
8
1
7
56
Proses Building: 8 Speed adjuster rusak
1
6
48
S E V
Potential Cause/Mechanism of Failure
Proses Warm up Mill :
Feed Strip thickness over standard yang di sebabkan oleh
Compound tidak rata
7 Gap Open mill terlalu besar dan tinggi bank compound pada proses warm up mill over satandard
Thickness Tread Under spec
Proses Extruding
8
Screw rotation speed under spec, die tidak sesuai, dan cover kurang turun karena terganjal karet over flow.
Permukaan under
tread cement tidak
7
rata
Life time cement tidak standard
Proses Under tread cement:
1. Roll drum tidak terendam air
7 2. Identitas cement tidak jelas
Proses pengeringan air
Tread kotor
7
Treatment botak
Kondisi angin pada blower kotor Proses inspeksi ( Bias Cutting ):
6 Lapisan compound treatment botak
Ply tidak sesuai spec
Tread
tidak
Proses inspeksi ( Building ): 8 1. Identitas ply tidak sesuai
sesuai
2. identitas tread tidak sesuai
spec Stitcher time under standard
Potential
S E V
Failure Mode
Roll Stitcher goyang
8
Potential Cause/Mechanism of Failure
Proses building : 1. Bearing rusak dan bushing aus
O C C U R
D E T
R P N
1
7
56
1
6
48
2
7
112
Stitcher preassure 8
under spec
2. Kebocoran stitcher unit dan preassure gauge rusak
Sbpxx tidak sesuai
8
Venting tidak rata
8 4. Paku venting tumpul, cylinder air preassure tidak sesuai standard
1
7
56
8 Proses Curing: 1. Program PLC rusak
1
4
32
8 2. platen temp, platen steam tidak standard, dan steam banyak mengandung air karena steam trap tidak berfungsi
1
4
32
8
1
4
32
8 4. Kebocoran steam pada Bladder karena seal rusak
2
4
64
8
1
4
32
3
5
120
3. SBPXX mengalami kondensasi
Curing Time under spec Temperature mold tidak sesuai satandard
Platen steam preassure tidak
3. Automatic preassure control rusak
sesuai spec Bladder temp under spec Internal steam preassure under
5. mekanik valve tidak berfungsi
standart Shaping air preassure diafragma under spec 8
6.Terjadi kebocoran pada diafragma selang angin
Tabel 4.40 Nilai Risk Priority Number Defect Narrow Bead.
Potential Failure Mode
S E V
Potential Cause/Mechanism of Failure
O C C U R
D E T
R P N
1
7
56
1
7
49
Proses inspeksi ( Building ): 1. Identitas ply tidak sesuai
Ply tidak sesuai spec
Turn up Kendor
8
7
Proses Building: Spring finger rusak ( HBT m/c ), Spring collapse putus ( HBT m/c ), dan engsel drumaus
4.5.5 Risk Priority Number.
Pada bagian ini akan dijelaskan standart Operating Procedure ( SOP ) dari perolehan nilai RPN tertinggi masing 0 masing produk cacat pada ban IRC yang merupakan perkalian antara severity, Occurance, dan Detection.
4.5.5.1 RPN Defect Blown Side Wall.
Berdasarkan hasil pengambilan sample yang dilakukan pada perusahaan, serta melakukan brainstorming dengan pihak manajemen perusahaan , menunjukan bahwa cacat Blown Side Wall mempunyai presentasi cacat terbesar serta terbanyak memiliki nialai RPN tertinggi dibanding dengan cacat lainnya . Hal tersebut dikarenakan nilai dari severity yang didapatkan adalah 8 ( Very high ), artinya Sangat mengganggu produksi. 100% produk kemungkinan harus dibuang. Kendaraan tidak berfungsi, kehilangan fungsi utamanya. Hal tersebut dapat mempengaruhi kepercayaan konsumen terhadap Ban IRC karena kualitas
yang buruk. Nilai severity tersebut pada produk cacat lainnya adalah paling tertinggi dibanding dengan cacat lainnya. Hal inilah yang sangat mempengaruhi nilai RPN menjadi tinggi. Selain itu nilai occurance yang didapatkan berkisar 1 (
Very low ) sampai 2 ( Low ) pada masing – masing potential cause, walaupun nialai detection yang sering muncul antara berkisar antara 5 ( low ) sampai 7 (
very low ).
4.5.5.2 RPN Defect Undercure.
Defect Undercure menempati posisi terbesar kedua berdasarkan pengambilan sampel dan brainstorming dengan pihak manajemen perusahaan, namun berdasarkan nilai RPN yang diperoleh defect Undercure mempunyai nilai cukup tinggi. Ini di sebabkan karena nilai severity 8 ( Very High ) artinya Sangat mengganggu produksi. 100% produk kemungkinan harus dibuang. Kendaraan tidak berfungsi, kehilangan fungsi utamanya. Hal tersebut dapat mempengaruhi kepercayaan konsumen terhadap Ban IRC karena kualitas yang buruk. Defect ini di tepatkan pada posisi terbesar kedua dikarenakan mempunyai nilai severity yang tinggi, namun nilai occurance yang kecil berkisar 1 ( low ) sampai 3 ( low ) serta memiliki nilai detection yang rendah juga berkisar antara 3 ( Very low ) sampai 4 ( low ) . Semua nilai dapat mempengaruhi nlai RPN.
4.5.5.3 RPN Defect Foreign Material.
Defect Foreign material menempati posisi terbesar ketiga berdasarkan pengambilan sampel dan brainstorming dengan pihak manajemen perusahaan, namun berdasarkan nilai RPN yang diperoleh defect Undercure mempunyai nilai cukup tinggi. Ini di sebabkan karena nilai severity 7 ( High ) artinya Agak
mengganggu produksi. Produk kemungkinan harus disortir dan sebagian ( kurang dari 100%) dibuang. Kendaraan masih berfungsi tetapi tingkat kenyamanannya berkurang. Hal tersebut dapat mempengaruhi kepercayaan konsumen yang berpengalaman, terhadap Ban IRC karena kualitas yang cukup buruk. Defect ini di tepatkan pada posisi terbesar ketiga dikarenakan mempunyai nilai severity yang cukup tinggi, namun nilai occurance yang kecil 1 ( low ), serta memiliki nilai detection yang rendah juga berkisar antara 1 ( Very low ) sampai 2 ( low ) . Semua nilai dapat mempengaruhi nlai RPN.
4.5.5.4 RPN Defect Blown Tread.
Berdasarkan hasil pengambilan sample yang dilakukan pada perusahaan, serta
melakukan
brainstorming
dengan
pihak
manajemen
perusahaan,
menunjukan bahwa cacat Blown Tread mempunyai presentasi cacat terbesar ke empat serta memiliki nialai RPN tinggi sama dengan defect Blown side Wall . Hal tersebut dikarenakan nilai dari severity yang didapatkan adalah 8 ( Very high ), artinya Sangat mengganggu produksi. 100% produk kemungkinan harus dibuang. Kendaraan tidak berfungsi, kehilangan fungsi utamanya. Hal tersebut dapat mempengaruhi kepercayaan konsumen terhadap Ban IRC karena kualitas yang buruk. Nilai severity tersebut pada produk cacat lainnya adalah paling tertinggi dibanding dengan cacat lainnya. Hal inilah yang sangat mempengaruhi nilai RPN menjadi tinggi. Selain itu nilai occurance yang didapatkan berkisar 1 ( Very low ) sampai 3 ( Low ) pada masing – masing potential cause, walaupun nialai detection yang sering muncul antara berkisar antara 6 ( low ) sampai 7 ( very low ).
4.5.5
RPN Defect Narrow Bead
Berdasarkan hasil pengambilan sample yang dilakukan pada perusahaan, serta
melakukan
brainstorming
dengan
pihak
manajemen
perusahaan,
menunjukan bahwa cacat Narrow Bead mempunyai presentasi cacat terbesar ke lima serta memiliki nialai RPN cukup tinggi. Hal tersebut dikarenakan nilai dari
severity yang didapatkan adalah 7 ( high ), artinya Agak mengganggu produksi. Produk kemungkinan harus disortir dan sebagian ( kurang dari 100%) dibuang. Kendaraan masih berfungsi
tetapi tingkat kenyamanannya berkurang. Hal
tersebut dapat mempengaruhi kepercayaan konsumen yang berpengalaman, terhadap Ban IRC karena kualitas yang cukup buruk. Hal inilah yang sangat mempengaruhi nilai RPN menjadi tinggi. Selain itu nilai occurance yang didapatkan berkisar 1 ( Very low ) sampai 3 ( Low ) pada masing – masing
potential cause, walaupun nialai detection yang sering muncul antara berkisar antara 6 ( low ) sampai 7 (very low).
4.5.6
Recommended Action
Tindakan yang direkomendasikan ( Recommended Action ) dilakukan untuk menurunkan kemungkinan mode kegagalan itu akan terjadi, atau untuk meningkatkan efektivitas dari metode pencegahan atau deteksi. Pada tabel di bawah ini akan dilakukan suatu tindakan yang akan direkomendasikan dari setiap
potential cause untuk setiap potential failure mode.
Tabel 4.41 Recommended Action untuk Defect Blown Side Wall Potential
Potential Cause/Mechanism of
Failure Mode
Failure
Compound tidak rata
Recommended Action (s)
Proses Warm up Mill :
Operator harus selalu Check Feed Strip
Feed Strip thickness over standard
Thickness,Check Apperance dan tinggi bank
yang di sebabkan oleh Gap Open
compound saat proses milling apakah sudah
mill terlalu besar dan tinggi bank
sesuai dengan spec atau standart
compound pada proses warm up mill over satandard
Thickness Tread Under spec
Proses Extruding
Setiap oerator harus Check screw rotation
Screw rotation speed under spec,
speed, dan check die house code serta
die tidak sesuai, dan cover kurang
kondisinya apakah sesuai satandart. Selalu
turun karena terganjal karet over
melakukan Visual check tread weight agar
flow.
screw rotation tidak terganjal
Permukaan
Operator harus melakukan Visual check
under tread
Proses Under tread cement:
cement tidak
1. Roll drum tidak terendam air
identitas cement apakah sesuai dengan standart
rata
Life time cement tidak standard
Operator melakukan Visual check terhadap 2. Identitas cement tidak jelas
identitas cement yang akan di pakai apakah sudah sesuai dengan spec. fungsi blower harus berjalan dengan baik
Tread kotor
Proses pengeringan air
Dan harus melakukan Visual check under
Kondisi angin pada blower kotor
tread cement sesuai limit sample yang sudah ditentukan
Treatment botak
Proses inspeksi ( Bias Cutting ):
Lapisan botak
compound
pada proses wind up operator harus selalu
treatment mengecek kondisi ply
Potential
Potential Cause/Mechanism of
Failure Mode
Failure
Ply tidak sesuai Proses inspeksi ( Building ): 1. Identitas ply tidak sesuai spec
Recommended Action
Operator
harus
teliti
dalam
memeriksa
identitas ply setiap ganti roll ply apakah sudah sesuai dengan spec yang akan digunakan
tidak 2. identitas tread tidak sesuai
Tread
Operator
harus
teliti
dalam
memeriksa
identitas Tread setiap ganti roll Tread apakah
sesuai spec
sudah
sesuai
dengan
spec
yang
akan
digunakan
time Proses Building: Speed adjuster rusak under standard Stitcher
Check kalibrasi stop watch setiap 1 tahun sekali dan check stitcher time per job set up
Operator harus selalu Check kondisi roll
Roll Stitcher goyang
Proses building : 1. Bearing rusak dan bushing aus
bearing rusak dan tidak bisa diperbaiki
Kalibrasi pressure gauge setiap 1 tahun sekali
Stitcher preassure under
stitcher. Penggantian dilakukan apabila
2. Kebocoran stitcher unit dan preassure gauge rusak
spec Sbpxx tidak sesuai
SBPXX harus diganti satu minggu sekali 3. SBPXX mengalami kondensasi
Kalibrasi pressure gauge setiap 12 bulan Venting tidak rata
sekali .Visual check cycle time venting Prose Venting: Paku venting tumpul, cylinder air ,sylinder venting, dan green tire hasil venting preassure tidak sesuai standard
Potential
Potential Cause/Mechanism of
Failure Mode
Failure
Check PLC program setiap 1 tahun sekali dan
Curing Time under spec
Proses Curing: 1. Program PLC rusak
curing time per job set up Visual chek apperance tire per job set up Operator selalu check temp mold pada area
Temperature mold tidak sesuai satandard
2. platen temp, platen steam tidak mold bawah, platen temp, steam trap apakah standard, dan steam banyak mengandung air karena steam trap sesuai standart tidak berfungsi
platen steam pressure harus sesuai dengan
Platen steam preassure tidak
Recommended Action
spec agar tidak terjadi kerusakan pressure 3. Automatic preassure control control rusak
sesuai spec Seal bladder harus selalu diperiksa agar tidak Bladder temp under spec
terjadi kebocoran,yang menyebabkan temp 4. Kebocoran steam pada Bladder bladder tidak satandart karena seal rusak
check mekanik valve per job set up
Internal steam preassure under
5. mekanik valve tidak berfungsi
standart Shaping air
check shaping air pressure per job set up
preassure
6.Terjadi
diafragma
diafragma selang angin
under spec
kebocoran
pada
Tabel 4.42 Recommended Action untuk Defect Undercure Potential
Potential Cause/Mechanism of
Failure Mode
Failure
Curing Time
Recommended Action
Proses Curing:
Check PLC program setiap 1 tahun sekali dan
1. Program PLC rusak
curing time per job set up
2. platen temp, platen steam tidak
Operator selalu check temp mold pada area
standard, dan steam banyak
mold bawah, platen temp, steam trap apakah
mengandung air karena steam trap
sesuai standart
under spec
Temperature mold tidak sesuai satandard
tidak berfungsi
platen steam pressure harus sesuai dengan Platen steam preassure tidak sesuai spec
3. Automatic preassure control
spec agar tidak terjadi kerusakan pressure
rusak
control
Seal bladder harus selalu diperiksa agar tidak Bladder temp
4. Kebocoran steam pada Bladder
terjadi kebocoran,yang menyebabkan temp
under spec
karena seal rusak
bladder tidak satandart
check mekanik valve per job set up
Internal steam preassure under
5. mekanik valve tidak berfungsi
standart Shaping
air 6.Terjadi
preassure diafragma under spec
kebocoran
diafragma selang angin
pada check shaping air pressure per job set up
Tabel 4.43 Recommended Action untuk Defect Foreign Material Potential
Potential Cause/Mechanism of
Failure Mode
Failure
Compound tidak sesuai
Proses Inspeksi :
Compound kotor
Recommended Action
sebelum dan saat milling opertor Harus teliti dalam melihat apakah sesuai dengan spec
kebersihan mesin harus dijaga dan kondisi Conveyor ( Extruding ):
compound saat proses milling harus sesuai
Tatakan conveyor kotor
dengan standart
Proses pemberian Coluor
Operator harus memeriksa tank feeder
Colour Marking
Marking:
marking sebelum melakukan colour marking
berantakan
Valve marking tank feeder terlalu
apakah terlalu terbuka lebar
Feed Strip kotor
terbuka lebar
Foreign
Proses Building : Terdapat benang yang terlepas pada saat pemotongan ply
Pada saat pemotongan ply operator harus teliti dalam memotong ply tersebut agar ply tidak rusak, yang akan menyebabkan benang keluar
Material
dari dalam ply Proses Curing:
Operator harus memeriksa bladder apaka
Foreign
1. Sisa over flow tire yang masuk
sudah bersih dari sisa hasil curing
Material
ke mold, dan silikon yang menempel pada bladder
Dirty Mold
2. Terdapat kerak pada mold, dan Selalu
inner surface mold karatan
membersihkan
mold
melakukan pemasakan green tire
setiap
akan
Tabel 4.44 Recommended Action untuk Defect Blown Tread Potential
Potential Cause/Mechanism of
Failure Mode
Failure
Compound tidak rata
Recommended Action (s)
Proses Warm up Mill :
Operator harus selalu Check Feed Strip
Feed Strip thickness over standard
Thickness,Check Apperance dan tinggi bank
yang di sebabkan oleh Gap Open
compound saat proses milling apakah sudah
mill terlalu besar dan tinggi bank
sesuai dengan spec atau standart
compound pada proses warm up mill over satandard
Thickness Tread Under spec
Proses Extruding
Setiap oerator harus Check screw rotation
Screw rotation speed under spec,
speed, dan check die house code serta
die tidak sesuai, dan cover kurang
kondisinya apakah sesuai satandart. Selalu
turun karena terganjal karet over
melakukan Visual check tread weight agar
flow.
screw rotation tidak terganjal
Permukaan
Operator harus melakukan Visual check
under tread
Proses Under tread cement:
cement tidak
1. Roll drum tidak terendam air
identitas cement apakah sesuai dengan standart
rata
Life time cement tidak standard
Operator melakukan Visual check terhadap 2. Identitas cement tidak jelas
identitas cement yang akan di pakai apakah sudah sesuai dengan spec. fungsi blower harus berjalan dengan baik
Tread kotor
Proses pengeringan air
Dan harus melakukan Visual check under
Kondisi angin pada blower kotor
tread cement sesuai limit sample yang sudah ditentukan
Treatment botak
Proses inspeksi ( Bias Cutting ):
Lapisan botak
compound
pada proses wind up operator harus selalu
treatment mengecek kondisi ply
Potential
Potential Cause/Mechanism of
Failure Mode
Failure
Ply tidak sesuai Proses inspeksi ( Building ): 1. Identitas ply tidak sesuai spec
Recommended Action
Operator
harus
teliti
dalam
memeriksa
identitas ply setiap ganti roll ply apakah sudah sesuai dengan spec yang akan digunakan
tidak 2. identitas tread tidak sesuai
Tread
Operator
harus
teliti
dalam
memeriksa
identitas Tread setiap ganti roll Tread apakah
sesuai spec
sudah
sesuai
dengan
spec
yang
akan
digunakan
time Proses Building: Speed adjuster rusak under standard Stitcher
Check kalibrasi stop watch setiap 1 tahun sekali dan check stitcher time per job set up
Operator harus selalu Check kondisi roll
Roll Stitcher goyang
Proses building : 1. Bearing rusak dan bushing aus
bearing rusak dan tidak bisa diperbaiki
Kalibrasi pressure gauge setiap 1 tahun sekali
Stitcher preassure under
stitcher. Penggantian dilakukan apabila
2. Kebocoran stitcher unit dan preassure gauge rusak
spec Sbpxx tidak sesuai
SBPXX harus diganti satu minggu sekali 3. SBPXX mengalami kondensasi
Kalibrasi pressure gauge setiap 12 bulan Venting tidak rata
sekali .Visual check cycle time venting Prose Venting: Paku venting tumpul, cylinder air ,sylinder venting, dan green tire hasil venting preassure tidak sesuai standard
Potential
Potential Cause/Mechanism of
Failure Mode
Failure
Check PLC program setiap 1 tahun sekali dan
Curing Time under spec
Proses Curing: 1. Program PLC rusak
curing time per job set up Visual chek apperance tire per job set up Operator selalu check temp mold pada area
Temperature mold tidak sesuai satandard
2. platen temp, platen steam tidak mold bawah, platen temp, steam trap apakah standard, dan steam banyak mengandung air karena steam trap sesuai standart tidak berfungsi
platen steam pressure harus sesuai dengan
Platen steam preassure tidak
Recommended Action
spec agar tidak terjadi kerusakan pressure 3. Automatic preassure control control rusak
sesuai spec Seal bladder harus selalu diperiksa agar tidak Bladder temp under spec
terjadi kebocoran,yang menyebabkan temp 4. Kebocoran steam pada Bladder bladder tidak satandart karena seal rusak
check mekanik valve per job set up
Internal steam preassure under
5. mekanik valve tidak berfungsi
standart Shaping air
check shaping air pressure per job set up
preassure
6.Terjadi
diafragma
diafragma selang angin
under spec
kebocoran
pada
Tabel 4.45 Recommended Action untuk Narrow Bead Potential
Potential Cause/Mechanism of
Failure Mode
Failure
Ply tidak sesuai
Proses inspeksi ( Building ): 1. Identitas ply tidak sesuai
Operator
harus
teliti
dalam
memeriksa
identitas ply setiap ganti roll ply apakah sudah sesuai dengan spec yang akan digunakan
spec
Turn up Kendor
Recommended Action
Operator harus check kondisi spring finger dan Proses Building: Spring finger rusak ( HBT m/c ), collapse, check drum circle expand, check Spring collapse putus ( HBT m/c ), dan engsel drumaus kondisi engsel drum serta check apperance
green tire per job set up
4.6.
Improve.
Improve yang akan dilakukan mengacu pada prioritas perbaikan yang ada. Improve yang akan dilakukan pada proses, akan di prioritaskan untuk beberapa nilai – nilai RPN tinggi. 4.6.1
Menentukan Prioritas.
Dalam menentukan prioritas perbaikan berdasarkan nilai – nilai RPN tertinggi, perlu dilakukan brainstorming dengan pihak perusahaan. Pihak perusahaan menentukan bahwa nilai RPN dari tiap Potential cause yang akan diperbaiki adalah nilai RPN yang ≥ 100 dari masing – masing jenis cacat pada produk ban sepeda motor jenis IRC semua type. Berikut tabel pelaksanaan prioritas perbaikan yang akan dilaksanakan pada perusahaan.
Tabel 4.46 Nilai RPN yang ≥ 100
RPN Prioritas perbaikan
Keterangan Tertinggi
Blown Side Wall Undercure Foreign Material Blown Tread
112 120 147 120 120 112 120 147
Produk tidak pernah dapat digunakan dan tidak sampai ke konsumen
4.6.1.1 Prioritas Perbaikan Defect Blown Side Wall dan Blown Tread Berikut ini adalah beberapa tindakan antisipasi yang akan dilakukan terhadap defect Blown Side wall dan Blown Tread Tabel 4.47 Prioritas Perbaikan Defect Blown Side Wall dan Blown Tread Potential Failure Mode
Potential Cause (s) / Mechanism of Failure
RPN
Pemeriksaan
Blown
SBPXX mengalami
Tread
sebelum
sbpxx,
dan
penggantian sbpxx bila terjadi
Wall
Blown
rutin
menggunakan
Side
dan
Recommended Action (s)
kondensasi
kondensasi. 112
Memberikan instruksi lebih dipertegas
kepada
operator
untuk selalu memeriksa sbpxx serta minggu.
menggantinya
satu
Potential Failure Mode
Potential Cause (s) / Mechanism of Failure
RPN
Recommended Action (s)
Pemeriksaan melakukan Blown
Terjadi kebocoran pada
Side Wall
rutin
sebelum
proses
curing,
apakah preassure gauge rusak 120
diafragma selang angin
atu tidak. Kalibrasi preassure gauge 1 tahun sekali atau bila terjadi
dan
kerusakan. Selalu memeriksa secara rutin
Blown Tread
Roll drum tidak terendam air
identitas cement apakah sudah 147
sesuai dengan standard yang ditetapkan atau tidak
Tindakan antisipasi lain agar tidak terjadi defect Blown Side wall dan Blown Tread adalah selalu menjaga kebersihan ply dan tread yang akan dipakai dalam proses building, diamana building merupakan proses yang penting untuk menyatukan ply, tread, dan compound menjadi green tire atau ban setengah jadi. Pada saat proses bulding diharuskan agar setiap operator memeriksa kondisi dari bahan penunjang yang dipakai, seperti ply apakah terdapat kotoran atau ply rusak dikarenakan benang nylon yang terdapat di dalam ply tersebut keluar. Tindakan yang lain adalah pada proses venting green tire harus rata, maka dari itu pemeriksaan paku venting harus selalu dilakukan sebelum melakukan proses tersebut. Intinya adalah defect Blown Side wall dan Blown Tread dapat terjadi
adalah kesalahan dari setiap operator yang tidak menjalankan SOP dengan baik dan benar. 4.6.1.2 Prioritas Perbaikan Defect Undercure. Berikut ini adalah beberapa tindakan antisipasi yang akan dilakukan terhadap defect Undercure. Tabel 4.48 Prioritas Perbaikan Defect undercure Potential Failure Mode
Potential Cause (s) / Mechanism of Failure
RPN
Recommended Action (s)
Pemeriksaan rutin sebelum melakukan
Undercure
Terjadi kebocoran pada diafragma selang angin
proses
curing,
apakah preassure gauge rusak 120
atu tidak. Kalibrasi preassure gauge 1 tahun sekali atau bila terjadi kerusakan.
Tindakan antisipasi lain agar tidak terjadi defect Undercure adalah operator harus selalu memeriksa mesin curing dan memanaskanya (operator shift 1 ). Sebelum melakukan proses curing sebaiknya setiap operator harus memberi Green Outer Paint ( lubricant untuk mencegah lengketnya green tire dengan mold serta memudahkan flow compound pada mold saat proses curing ). Pemberian GOP tidak boleh terlalu banyak, dikarenakan bila terlalu basah akan terjadi defect side bare dan crown bare. Operator juga harus memeriksa kebersihan komponen mesin curing seperti mold, ring bladder, dan bladder pencetak ban. Serta memeriksa stiap komponen mesin curing apakah sudah sesuai dengan standard yang ditetapkan.
4.6.1.3 Prioritas Perbaikan Defect Foreign Material. Berikut ini adalah beberapa tindakan antisipasi yang akan dilakukan terhadap defect Undercure. Tabel 4.49 Prioritas Perbaikan Defect Foreign Material. Potential Failure Mode
Potential Cause (s) / Mechanism of Failure
RPN
Recommended Action (s)
Pemeriksaan
rutin
bladder
sebelum melakukan proses Sisa over flow tire yang Foreign
masuk
ke
Material
silikon
yang
pada bladder
mold,
dan
menempel
120
curing,
apakah
sisa
curing
sebelumnya
hasil masih
tersisa atau tidak Memeberikan
instruksi
dengan tegas, supaya operator selalu
menjaga
kebersihan
bladder.
Tindakan antisipasi lain agar tidak terjadi defect Foreign Material adalah selalu memberikan instruksi kepada operator agar selalu menjaga kebersihan mesin dan bahan penunjang yang dipakai pada setiap proses produksi ban. Serta selalu mengadakan training secara rutin, agar para pekerja selalu menjalankan SOP dengan baik, untuk mencegah kegagalan suatu proses produksi yang akan mengakibatkan banyak terjadinya kecacatan dari produk yang dihasilkan.
BAB V KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan Dari hasil pengolahan data dan analisa defect tire yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan pareto chart lima besar defect tire selama bulan Januari – April 2010 adalah defect Blown Side Wall (14,10%), defect Undercure (10,6 %), defect Foreign Material (9,09%), defect Blown Tread (8,06%), defect Narrow Bead (6,83%). 2. Berdasarkan nilai DPMO dan Sigma yang didapat dari perhitungan selama bulan Januari – April 2010 adalah DPMO terbesar yaitu pada bulan Januari 2010 ( DPMO= 1.314, dan nilai Sigma= 4,508 ), sedangkan nilai DPMO yang didapat pada bulan Febuari ( DPMO=554, dan nilai Sigma=4,762 ), Maret ( DPMO=601, dan nilai Sigma=4,739), April ( DPMO=551, dan nilai Sigma=4,763 ) 3. Dari hasil PFMEA dapat diambil kesimpulan penyebab potensial terjadinya lima defect terbesar pada proses produksi tire selama Bulan Januari hingga April 2010 adalah sebagai berikut :
Defect Blown Side Wall diakibatkan oleh selang stitcher yang bocor, paku venting patah, venting pressure dan frekuensi venting yang kurang dari standard menyebabkan stitcher pressure kurang dari standard pada mesin Building, hasil venting green tire tidak sesuai
183
184
standard sehingga menyebabkan terdapat banyak gelembung udara yang terjebak di dalam green tire. Steam trap abnormal, supply steam anbnormal, steam pressure drop menyebabkan platen pressure kurang dari standard, temperature platen kurang dari standard, inner pressure steam kurang dari standard sehingga mengakibatkan tire hasil proses curing terdapat defect blown tread.
Defect Under Cure diakibatkan oleh steam trap abnormal, supply steam anbnormal, steam pressure drop menyebabkan platen pressure kurang dari standard, temperature platen kurang dari standard, inner pressure steam kurang dari standard sehingga mengakibatkan tire hasil proses curing terdapat defect blown tread.
Defect Foreign Material diakibatkan oleh Compound yang tidak sesuai, Feed strip yang terlalu kotor dikarenakan operator tidak melakukan pemeriksaan dan pembersihan secara rutin, Colour marking berantakan dikarenakan Valve marking tank feeder terlalu terbuka lebar karena operator tidak melakukan pemeriksaan dan penyetingan
ulang,
Dirty
mold dikarenakan
operator
tidak
melakukan pembersihan kerak pada bladder, dan Foreign material itu sendiri secara umum dikarenakan operator tidak melakukan inspeksi terhadap bladder apakah ada sisa hasil pemasakan green tire yang masih tersisa di dalam bladder tersebut.
Defect Blown Tread diakibatkan oleh selang stitcher yang bocor sehingga stitcher pressure kurang dari standard pada mesin Building
185
sehingga menyebabkan terdapat banyak gelembung udara yang terjebak di dalam green tire. Steam trap abnormal, supply steam anbnormal, steam pressure drop menyebabkan platen pressure kurang dari standard, temperature platen kurang dari standard, inner pressure steam kurang dari standard sehingga mengakibatkan tire hasil proses curing terdapat defect blown tread.
Defect Narrow Bead diakibatkan oleh operator yang lalai tidak mensetting ulang sewaktu mengganti size pada mesin Bead Grommet sehingga menyebabkan BIC Bead dan L x S Bead tidak sesuai dengan standard, dan setting angle yang tidak sesuai standard pada Bias Cutting section sehingga menyebabkan ply angle kurang dari standard.
4
Perbaikan untuk defect Blown side wall dan Blown Tread dengan RPN 112 yaitu dengan pemeriksaan rutin sebelum menggunakan solution ( SBPxx ) , serta penggantian rutin SBPxx minimal satu meinggu sekali atau bila SBPxx mengalami kondensasi, serta memeberikan intruksi yang lebih di pertegas kepada operator untuk selalu memeriksa SBPxx sebelum memekai solution tersebut.
5. Perbaikan untuk defect Blown side wall dan Blown Tread dengan RPN 120 yaitu dengan pemeliharaan dan pemeriksaan rutin preassure gauge dan menggantinya setiap satu tahun sekali atau jika terjadi kerusakan.
186
6. Perbaikan untuk defect Blown side wall dan Blown Tread dengan RPN 147 yaitu dengan Selalu memeriksa secara rutin identitas cement apakah sudah sesuai dengan standard yang ditetapkan atau tidak 7. Perbaikan untuk defect Undercure dengan RPN 120 yaitu dengan pemeliharaan dan pemeriksaan rutin preassure gauge dan menggantinya setiap satu tahun sekali atau jika terjadi kerusakan. 8. Perbaikan untuk defect Foreign Material dengan RPN 120 yaitu dengan melakukan pemeriksaan dan pembersihan bladder sebelum dan sesudah melakukan proses curing, apakah bladder masih terdapat sisa hasil proses pemasakan green tire atau tidak, jika tidak dibersihkan ban hasil dari pemasakan kondisinya tidak layak.
5.2. Saran Setelah melakukan penelitian dan analisa terhadap defect tire yang terjadi pada perusahaan P.T. Gajah Tunggal
Tbk. Plant B, beberapa saran yang
diharapkan dapat dijadikan masukan bagi perusahan adalah sebagai berikut : 1. Lebih memfokuskan operator untuk mensetting ulang pada saat mengganti size pada Mesin Bead Grommet. 2. Sebaiknya perusahaan dapat lebih mengidentifikasi jumlah atau penyebab kegagalan proses produksi, sehingga dapat diketahui proses mana yang akan memberikan dampak defect yang terbesar
187
3. Perlu ditingkatkanya instruksi dan pengarahan kepada operator mengenai cara kerja atau metode untuk mencegah kesalan dalam kerja yang mengakibatkan timbulnya suatu defect produk. 4. Komponen – komponen mesin seperti selang stitcher pada mesin building, steam trap, piston valve pada mesin Curing perlu diperhatikan 5. Kegiatan untuk mengatasi defect tire di berbagai proses produksi perlu dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan untuk lebih mendekati zero defect.
DAFTAR PUSTAKA Assauri Sofyan, 1993. Manajemen produksi dan Operasi. Edisi Keempat. LPFE UI. Jakarta. Chrysler, 2001. Potential Failure Mode And Effect Analysis (FMEA).Jakarta Reference Manual Third Edition, PT Gajah Tunggal, Tbk Chrysler, 2008. Potential Failure Mode And Effect Analysis (FMEA).Jakarta Reference Manual Fourth Edition, PT Gajah Tunggal, Tbk Dorothea W, Ariani. 1999. Pengendalian Kualitas Pendekatan Sisi Kualitatif. Yogyakarta: Ghalia Indonesia. Dorothea W, Ariani. 2003. Pengendalian Kualitas Pendekatan Sisi Kualitatif. Yogyakarta: Ghalia Indonesia. Gasperz, Vincent. 2001. Metode Analisis Untuk Peningkatan Kualitas. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Tama. Montgomery, Douglas C. 1998. Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik. Jakarta. Gajah Mada University Perss Sentral Sistem. 2009. Failure Mode Effect Analysis (FMEA). Jakarta: Sentral Sistem Consulting. M. Fajar Hariadi 2006 ”Upaya Penurunan Jumlah Cacat Pada Mesin Dual DAPTC 611 Dengan Menggunakan Metode Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) di PT Filtrona Indonesia, Sidoarjo”, Tugas Akhir S – 1 (Skripsi) Institut Teknologi 1o Nopember, Surabaya ) Fernando Tanzil, 2007, ( “Evaluasi pengaruh peralatan utama sistem distribusi tenaga listrik terhadap keandalan sistem dengan metode fmea (failure mode and effect analysis)”. Studi kasus:sistem distribusi Jawa Timur penyulang Penelitian ini dilakukan di PLN Waru Surabaya. Tugas Akhir S–1 (Skripsi) Universitas Kristen Petra, Surabaya ) Yuli Andani, 2008 (“ANALISIS PENYEBAB LOSSES ENERGI LISTRIK DALAM PROSES DISTRIBUSI LISTRIK DAN USULAN PENANGANANYA (Studi Kasus PT. PLN (Persero), APJ Surakarta)”, Tugas Akhir S–1 (Skripsi) Universitas Muhammadiyah, Surakarta, www.google.com).