BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gesekan dan Keausan Ketika suatu permukaan bergerak relatif terhadap permukaan lainnya di bawah pengaruh tekanan yang diberikan maka gaya yang bekerja pada kedua permukaan bersinggungan tersebut akan timbul tahanan tehadap gerakan, fenomena ini menunjukkan adanya gesekan. Ada tiga tipe dasar gesekan yakni, gesekan luncur, gesekan menngelinding dan gesekan fluida. Gesekan meluncur dan gesekan menggelinding adalah gesekan kering, sedangkan gesekan fluida adalah gesekan basah. Disebut gesekan basah karena ada lapisan fluida yang memisahkan secara sempurna pada salah satu atau kedua permukaan bergesekan. Ketika dua atau lebih permukaan mengalami gesekan, maka ada kecenderungan kedua permukaan tersebut akan mengalami keausan. Gesekan juga dapat merusak komponen mesin karena adanya energi gesekan tersebut yang diubah menjadi kalor. Fenomena tersebut banyak ditemukan pada elemen-elemen mesin, baik yang bergerak translasi, rotasi maupun gabungan keduanya. Ring piston dan slinder, poros dan bantalan, roda gigi, sabuk dan puli adalah contoh elemen mesin yang saling bergesekan.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2.2 Pengertian Pelumasan Gesekan dan keausan dalam elemen mesin harus dikendalikan, supaya mesin tersebut dapat bekerja optimal baik pada saat stasioner maupun pada saat beban puncak/maksimum. Dengan mengendalikan gesekan pada elemen juga dapat memperpanjang masa hidup atau masa pakai mesin tersebut. Cara yang paling efektif dan banyak digunakan untuk mengendalikan gesekan tersebut adalah dengan suatu teknik yang disebut pelumasan. Pelumasan adalah suatu cara untuk mengurangi dan memperkecil gesekan dan keausan diantara permukaan-permukaan yang bergerak relatif satu sama lain dengan menempatkan bahan pelumas diantara kedua permukaan yang bergerak tersebut.Bahan pelumas yang umum adalah berupa cairan (liquids) dan semi-liquid, tapi dapat juga berupa padat atau gas, atau kombinasi cair, padat dan gas. Bahan pelumas dalam wujud cairan sering disebut dengan minyak pelumas.
2.3 Fungsi Bahan Pelumas Bahan pelumas banyak digunakan seperti pada motor bakar, baik untuk pembakaran dengan busi (siklus Otto) maupun untuk pembakaran dengan tekanan (siklus Diesel dan siklus Dual). Bahan pelumas juga digunakan pada sektor industri, misalnya untuk bantalan, roda gigi pompa maupun kompresor, turbin dan lain-lain. Dalam hal ini termasu pemanasan dan pendinginan pada industri baja, pertambangan, industri kertas, industri tekstil, dan sebagai pendingin dan pelumas untuk mata pahat mesin perkakas.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Pada beberapa penggunaan diperlukan minyak pelumas yang dapat bekerja pada interval temperatur yang besar, dengan kata lain diperlukan indeks kekentalan minyak pelumas yang besar, misalnya pada turbin gas. Bahan pelumas umumnya mempunyai kekentalan yang relatif tinggi, karenanya fluiditas atau kemampuannya untuk mengalir relatif rendah. Dengan demikian sifat ini dapat dimanfaatkan untuk melindungi sistem dari kontaminasi udara luar. Dengan kata lain, bahan pelumas dapat berperan sebagai paking (seal).
2.4 Tipe-Tipe Pelumasan 2.4.1 Pelumasan Hidrodinamis Pelumasan hidrodinamis (Hydrodynamic Lubrication) adalah tipe pelumasan dimana gerakan relatif dari gerakan meluncur pada sebuah permukaan menyebabkan formasi tekanan lapisan pelumas memisahkan sepenuhnya permukaan yang bergesekan. Dengan kata lain lapisan tipis pelumas dibangkitkan oleh gerakan relatif dari salah satu atau kedua permukaan itu sendiri. Penggambaran dari prinsip pelumasan hidrodinamis dapat dilihat pada gambar 2.1. Pada gambar 2.1, salah satu permukaan (slider) bergerak relatif terhadap suatu permukaan yang diam, gerakannya disebut gerakan meluncur. Lapisan tipis minyak pelumas (oil film) terbentuk akibat adanya gerakan meluncur dari slider terhadap permukaan yang diam yang membangkitkan pressure wedge. Begitu juga halnya dengan roller yang bergerak pada relatif pada permukaan rata (gambar 2.2)
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Pelumasan hidrodinamis umumnya diaplikasikan pada permukaan bidang dengan gerakan meluncur, misalnya poros yang menggunakan bantalan luncur (journal bearing). Teori pelumasan hidrodinamis yang sekarang berkembang adalah hasil penelitian Beauchamp Tower pada awal tahun 1880-an di Inggris, yang menyelidiki gesekan pada bantalan luncur pada roda kereta api dan mempelajari tipe pelumasan yang terbaik pada bantalan luncur tersebut. Hasil yang diperoleh oleh Beauchamp Tower mempunyai keteraturan dan kesamaan karakteristik seperti yang disimpulkan Osborne Reynolds bahwa harus ada persamaan defenitif yang terbatas dalam hubungan gesekan, tekanan dan kecepatan. Berdasarkan penelitian Beauchamp Tower tersebut, Osborne Reynolds mengembangkan teori matematis untuk menjelaskan eksperimen yang dilakukan Beauchamp Tower, dan dipublikasikan pada tahun 1886.
Gambar 2.1 Pelumasan hidrodinamis untuk gerakan meluncur pada bidang rata
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Gambar 2.2 Pelumasan hidrodinamis pada roller yang bergerak relatif pada bidang rata
2.4.2 Pelumasan Elastohidrodinamis Pelumasan elastohidrodinamis (Elastohydrodynamic Lubrication) juga merupakan bentuk dari pelumasan hidrodinamis, tetapi pada pelumasan elastohidrodinamis deformasi elastis dari permukaan yang dilumasi menjadi sangat besar. Artinya terjadi kontak bidang permukaan yang bergesekan sangat kecil, sehingga timbul tekanan yang demikian besar pada lapisan tipis minyak pelumas yang membatasi kedua permukaan itu. Misalnya pada bantalan gelinding (roller bearing), mimis (ball/roller) akan menekan cincin sehingga terjadi deformasi elastis biarpun gaya yang diberikan demikian kecilnya.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2.4.3 Pelumasan Bidang Batas Pelumasan bidang batas (Boundary Lubrication) mengacu pada situasi kombinasi geometri kontak, beban relatif besar, kecepatan rendah , kuantitas pelumas yang tidak cukup sehingga tidak dimungkinkan untuk membangkitkan lapisan tipis minyak pelumas yang sempurna pada bagian yang bersinggungan. Pada beberapa kasus pelumasan bidang batas masih terjadi kontak asperity (permukaan kasar pada suatu permukaan yang dilihat di bawah mikroskop). Pada situasi normal, asperity setiap logam dilapisi oleh lapisan oksida, misalnya besi oksida pada besi atau baja, aluminium oksida (alumina) pada aluminium dan sebagainya. Ketika asperities tersebut saling bergesekan, kecenderungan asperities tersebut untuk melekat relatif lembut. Namun, bila lapisan oksida tersebut aus/habis akibat gesekan yang berat maka permukaan-permukaan yang bersinggungan memiliki kecenderungan untuk melakukan kontak langsung. Maka sangat penting untuk mempertahankan lapisan oksida tersebut, agar terjadi gesekan yang relatif lembut. Dan jika permukaan logam tersebut kehilangan lapisan oksidanya maka akan terjadi gesekan dan keausan yang parah. Dan pada kasus tersebut diatas pelumasan bidang batas dapat mengurangi gesekan dan keausan yang terjadi. Mekanisme dari pelumasan bidang batas sendiri adalah misalnya dengan physical adsorption, chemical adsorption, maupun chemical reaction.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2.4.4 Pelumasan Tekanan Ekstrim Pelumasan tekanan ekstrim mengacu pada kondisi apabila kontak yang terjadi di bawah pengaruh kerja paling hebat/ekstrim, seperti pada pemotongan logam atau roda gigi yang mengalami beban kejut, sehingga aditif tekanan ekstrim (EP additive) digunakan untuk melumasi. EP (Extreem Pressure) additive ini merupakan sennyawa minyak yang dapat larut dan biasanya mengandung zat belerang, chlorin atau fosfor yang bereaksi dengan permukaan bantalan pada temperatur tinggi yang timbul dimana lapisan tipis minyak pelumas pecah, membentuk zat lapisan tipis yang titik cairnya tinggi antara permukaanpermukaan yang berkontak.
2.4.5 Pelumasan Padat Pelumasan padat (Solid Lubrication) adalah sistem pelumasan dimana diantara permukaan kontak saling melumasi sendiri oleh bahan padat yang dilapisi dan kadang menyatu pada elemen tersebut. Pelumasan padat dapat dipahami misalnya pada sebuah contoh, misalnya debu pasir dan kerikil pada permukaan jalan dapat menyebabkan kendaraan tergelincir karena debu, pasir dan kerikil mengurangi gesekan antara ban dan permukaan jalan. Teknisnya, debu, pasir dan kerikil tersebut bertindak sebagai pelumas, namun tentu saja tidak ada yang merekomendasikan debu, pasir dan kerikil sebagai pelumas padat pada elemen mesin.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Walaupun telah banyak dikembangkan bahan inorganik untuk pelumasan padat, seperti misalnya mica, talc, dan chalk namun sangat sedikit yang digunakan secara umum untuk permesinan. Bahan-bahan yang umum dan paling banyak digunakan sebagai pelumas padat adalah grafit dan molybdenum disulfida dan PTFE (Polytetrafluoroethylene) / teflon. Adapun karakterisitik bahan yang baik digunakan sebagai pelumas padat adalah sebagai berikut : •
Mempunyai koefisien gesek rendah namun konstan dan terkendali
•
Memiliki stabilitas kimia yang baik sepanjang temperatur yang diperlukan
•
Tidak memiliki kecenderungan untuk merusak permukaan bantalan
•
Lebih diutamakan yang memiliki daya adhesi yang kuat terhadap permukaan bantalan, sehingga tidak mudah hilang/aus dari permukaan bantalan.
•
Memiliki daya tahan terhadap keausan dan umur yang relatif panjang
•
Mudah diaplikasikan pada permukaan yang bergesekan terutama bantalan
•
Tidak beracun dan ekonomis
Bahan inorganik seperti grafit dan molybdenum disulfida memiliki sifat mampu membentuk lapisan tipis pada permukaan logam yang bergeser dengan mudah dan menahan penetrasi oleh permukaan-permukaan yang bergesek. Senyawa-senyawa demikian dapat digunakan sendiri-sendiri atau disuspensikan dalam tempat cairan atau minyak gemuk. Jenis plastik/polimer seperti PTFE dapat digunakan sebagai permukaan bantalan yang dalam penggunaan tidakmenggunakan atau membutuhkan pelumasan lanjutan ataupun lainnya.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Beberapa bahan yang digunakasebagai pelumas padat dapat dilihat pada tabel 2.1
Kelompok Bahan
Layer-lattice compounds
Polymers
Metals Other Inorganics
Nama Bahan Molybdenum disulphide Tungsten diselenide Niobium diselenide Calcium fluoride PTFE PTFCE PVF2 FEP PEEK Lead Gold Indium Molybdic oxide Lead monoxide
Graphite Tungsten disulphide Tantalum disulphide Graphite fluoride
Nylon Acetal Polyimide Polyphenylene sulphide Tin Silver Boron trioxide Boron nitride
(sumber : Lubrication and Lubricant Selection :A Practical Guide, Third Edition by A.R. Lansdow)
2.4.6 Pelumasan Hidrostatis Pada pelumasan hidrodinamis, seperti pada penjelasan diatas permukaan yang bergesekan dipisahkan secara sempurna oleh lapisan tipis pelumas. Lapisan tipis pelumasn tersebut dicapai dengan akibat gerakan luncuran yang membangkitkan lapisan baji minyak pelumas (oil-wedge) untuk membangkitkan tekanan minyak pelumas di dalam bantalan misalnya. Namun pada mesin-mesin yang mempunyai beban besar dan kecepatan putaran rendah tidak dimungkinkan lagi terjadi pelumasan hirodinamis pada saat start. Untuk itu diperlukan tekanan yang lebih besar agar terjadi lapisan tipis minyak pelumas diantaraporos dan bantalan misalnya. Tekanan demikian diperoleh dengan menggunakan pompa tekanan tingi yang akan menekan minyak pelumas ke bagian-bagian yang bergesek, bukan sekedar pompa tekanan rendah yang berfungsi hanya sebagai pendistribusi
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
atau pensirkulasi minyak pelumas. Pelumasan sedemikian disebut pelumasan hidrostatis (Hidrostatic Lubrication). Pelumasan hidrostatis disebut juga pelumasan tekanan luar (externally pressurize) karena tekanan yang timbul diakibatkan pengaruh kerja dari luar sistem. Dalam beberapa kasus, setelah poros berputar dengan kecepatan tinggi biasanya pompa tekanan tinggi yang digunakan dapat dihentikan sementara pompa tekanan rendah sebagai pensuplai minyak pelumas tetap difungsikan. Dalam kasus ini, pada operasi normal yang terjadi bukan pelumasan hidrostatis lagi, melainkan pelumasan hidrodinamis.
2.5 Kekentalan Minyak Pelumas(Viscosity) 2.5.1 Kekentalan Dinamik dan Kekentalan Kinematik Dalam industri perminyakan khususnya minyak pelumas dikenal istilah kekentalan, karena kekentalan merupakan sifat paling penting bagi minyak pelumas khususnya dan bahan pelumas umumnya, karena sifat ini menunjukkan kemampuan untuk melumasi sesuatu dan kemampuan suatu fluida untuk mengalir. Pada gambar 2.3 menunjukkan pendefenisian kekentalan dinamik menurut Hukum Newton tentang aliran viskos. Suatu permukaan bergerak relatif dengan kecepatan u terhadap permukaan lain dimana diantara kedua permukaan ditempatkan suatu lapisan tipis fluida. Kekentalan didefenisikan sebagai besarnya
tahanan fluida untuk mengalir di bawah pengaruh tekanan yang dikenakan dan besarnya harga kekentalan merupakan perbandingan antara tegangan geser yang bekerja dengan kadar geseran (rate of shear).
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
u
u
h y
Gambar 2.3 Pendefenisian kekentalan dinamik menurut hukum Newtontentang aliran viskos
Dari gambar 2.3 secara matematis dapat ditulis:
τ =µ
du u =µ dy h
Dimana : τ
(2.1)
= tegangan geser fluida (N/m2)
µ
= kekentalan dinamik (Poise, P)
u
= kecepatan relatif permukaan (m/det)
h
= tebal lapisan pelumasan (m)
Sehingga kekentalan dinamik dapat ditulis
µ=
τ du
(2.2) dy
(Sumber : Matakuliah Teknik Pelumasan, Ir. A.Halim Nasution M.Sc, Departemen Teknik Mesin USU)
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Kekentalan dinamik disebut juga dengan kekentalan absolut, sementara kadar geseran adalah du/dy. Jika kekentalan dinamik dibagi dengan rapat massa pada temperatur yang sama hasilnya disebut kekentalan kinematik. Secara matematis ditulis: v=
µ ρ
Dimana : v = kekentalan kinematik (Stoker, S)
ρ = rapat massa (gram/cm3)
Satuan tegangan geser adalah dalam dyne/cm2 dan kadar geseran dalam det-1, maka satuan kekentalan dinamik adalah poise disingkat P. Sedangkan satuan rapat massa gram/cm3 sehingga satuan kekentalan kinemati adalah stokes disingkat St. Satuan yang paling umum dalam industri perminyakan adalah centipoise disingkat cP dan centistoke disingkat cSt, dimana 1 P = 100 cP dan 1 St =100 cSt. Dalam satuan SI, untuk kekentalan dinamis adalah N det/m2 atau kg/m det dan satuan kekentalan kinematik adalah m2/det. Dengan demikian diperoleh hubungan satuan-satuan: 1P
= 10-1 N det/m2
1 Cp
= 10-3 N det/m2
1 St
= 10-4 m2/det
1cSt
= 10-6 m2/det
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Dalam satuan British untuk kekentalan dinamik dikenal satuan lbf.s/in2 (poundforce second per square inch) yang disebut juga dengan reyn, yang diberikan untuk penghormatan terhadap Sir Osborne Reynolds. Hubungan antara reyn dan centipoise: 1 reyn
= 1 lbf.s/in2 = 7,03 kgf.s/m2
1 reyn
= 6,9 . 106 cP
Kekentalan juga dapat/pernah dinyatakan dengan unit sebagai berikut: •
Kekentalan Redwood (Redwood viscosity) Secara teknis Redwood viscosity bukanlah satuan untuk kekentalan melainkan waktu alir. Itu adalah jumlah waktu yang diperlukan 50 ml minyak untuk mengalir melalui cerobong saluran berbentuk mangkuk (cup-shaped funnel) akibat gaya beratnya sendiri.
•
Kekentalan Saybolt (Saybolt viscosity) Saybolt viscosity secara teknis adalah waktu alir dan hal tersebut juga bukan satuan kekentalan, karena memiliki cara yang sama dalam pengukurannya dengan Redwood viscosity. Metode ini pernah menjadi metode standar pada ASTM.
•
Kekentalan Engler (Engler viscosity) Engler viscosity juga merupakan waktu alir dengan metode hampir sama dengan Redwood viscosity, tetapi hasilnya dinyatakan dengan derajat, waktu alir sampel minyak terhadap yang diukur air pada temperatur yang sama. Hal ini diterapkan hanya di hampir seluruh Eropa, tetapi secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2.5.2 Klasifikasi Kekentalan Minyak Pelumas Kekentalan minyak pelumas perlu distandarkan dan diklasifikasikan agar penggunaannya sesuai dengan kebutuhan. Kekentalan minyak pelumas untuk keperluan teknik dan industri telah diklasifikasikan oleh beberapa organisasi standarisasi seperti ISO, SAE, ASTM, DIN, AGMA, dan lain sebagainya. Klasifikasi yang paling banyak digunakan dalam dunia industri adalah klasifikasi menurut ISO dan SAE.
1.Klasifikasi Kekentalan Menurut ISO Sistem klasifikasi kekentalan minyak pelumas menurut ISO (International Standard Organization) adalah berdasarkan kekentalan kinematik, dalam satuan centistokes (cSt), pada daerah (range) kekentalan pada temperatur 40 °C . Setiap daerah kekentalan diidentifikasi dengan angka ISO VG (Viscosity Grade) atau derajat kekentalan ISO, dimana kekentalan tersebut merupakan kekentalan kinematik rata-rata pada daerah tersebut (midpoint kinematic viscosity). Untuk mendapatkan nilai kekentalannya , harus dihitung 10% dari nilai rata-rata kekentalan kinematiknya. Misalnya ISO VG 100 mempunyai kekentalan rata-rata 100 cSt, dimana batas kekentalannya adalah 90 cSt untuk minimum dan 110 cSt untuk maksimum. Nilai kekentalan menurut ISO untuk minyak pelumas dapat dilihat pada gambar grafik dan tabel berikut, yang dikutip dari dokumen ISO 3448 ”Industrial Liquid Lubricants – ISO Viscosity Classification”.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Nilai kekentalan standar ISO dapat dilihat pada tabel di bawah, untuk nilai kekentalan pada suhu 40 °C. Nilai untuk harga kekentalan kinematik minyak pelumas pada 40 °C menurut dokumen ISO 3448.
Tabel 2.2 Klasifikasi kekentalan ISO minyak pelumas pada suhu 40 °C Angka derajat kekentalan ISO
Harga tengah kekentalan, cSt pada 40 °C
Batas kekentalan kinematik, cSt pada 40
°C Minimum
Maksimum
ISO VG2
2,2
1,98
2,42
ISO VG3
3,2
2,88
3,52
ISO VG5
4,6
4,14
5,06
ISO VG7
6,8
6,12
7,48
ISO VG10
10
9
11
ISO VG15
15
13,5
16,5
ISO VG22
22
19,8
24,2
ISO VG32
32
28,8
35,2
ISO VG46
46
41,4
50,6
ISO VG68
68
61,2
74,8
ISO VG100
100
90
110
ISO VG150
150
135
165
ISO VG220
220
198
242
ISO VG320
320
288
352
ISO VG460
460
4174
506
ISO VG680
680
612
748
ISO VG1000
1000
900
1100
ISO VG1500
1500
1350
1650
(sumber: Prinsip pelumasan dan minyak pelumas mineral,Ir. A.Halim Nasution M.Sc )
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2.Klasifikasi Kekentalan Menurut SAE Sistem klasifikasi ini disusun oleh SAE (Society of Automotive Engineers), dalam SAE J300 SEP80 pertama kali dilaporkan Divisi Anekaragam (Miscellaneous Division), disetujui pada Juni 1911, dan direvisi kembali oleh suatu komite September 1980. Walaupun sistem kekentalan ini disusun oleh SAE, klasifikasi kekentalan minyak pelumas bukan hanya untuk otomotif, melainkan ssemua tipe penggunaan minyak pelumas termasuk industri, kapal laut dan pesawat udara. Klasifikasi SAE merupakan klasifikasi untuk minyak pelumas mesin-mesin secara rheologi saja. Karakteristik lain dari minyak pelumas tidak termasuk. Praktek yang dianjurkan ini ditujukan untuk penggunaan oleh pabrik pembuat mesin-mesin dalam menentukan derajat kekentalan minyak pelumas yang akan direkomendasikan untuk penggunaan mesin-mesin yang diproduksi, dan oleh perusahaan minyak dalam merumuskan dan memberi label produksi mereka. Dua seri derajat kekentalan diberikan pada tabel 2.2, dimana salah satu mengandung letter W dan lainnya tidak. Derajat kekentalan dengan letter W didasarkan atas kekentalan maksimum pada temperatur rendah dan temperatur pemompaan batas maksimum, sebagaimana kekentalan minimum pada 100 °C . Minyak pelumas tanpa letter W didasarkan atas kekentalan pada 100 °C . Minyak yang diklasifikasikan kekentalannya pada temperatur rendah dan temperatur pemompaan memenuhi persyaratan untuk derajat W, dan yang mana kekentalannya pada 100 °C berada dalam daerah yang telah ditentukan dari salah satu klasifikasi derajat non-W.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Kekentalan pada temperatur rendah diukur sesuaidengan prosedur tertentu. Prosedur ini merupakan versi multi-temperatur dari ASTM D 2602. Metode Pengujian Kekentalan Nyata Minyak Pelumas Mesin pada Temperatur Rendah dengan mnggunakan Simulator Pengengkolan Dingin (Method of Test for Apparent Viscosity of Motor Oils at Low Temperature Using the Cold Crancing Simulator), dan hasilnya dilaporkan dalam centipoise (cP). Kekentalan diukur dengan metode ini dan telah ditemui hubungannya dengan kecepatan putaran yang diberikan selama pengengkolan temperatur renda
Tabel 2.3 Derajat kekentalan SAE untuk minyak pelumas mesin (SAE J300 Engine Oil Viscosity Clasification).
SAE Viscosity Grade 0W 5W 10 W 15 W 20 W 25 W 20 W 30 W 40 W 50 W 60 W
Viscosity (cP) a at temp ( °C ) max.
3250 3250 3250 3250 3250
at at at at at -
-30 -30 -30 -30 -30
Borderline b pumping temp ( °C ) max. -35 -30 -25 -20 -15 -10 -
c
Viscosity (cSt) at 100 °C .
min
max
3,8 3,8 4,1 5,6 5,6 9,3 5,6 9,3 12,5 16,3 21,9
9,3 12,5 16,3 21,9 26,1
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2.5.3 Minyak Pelumas Multigrade Minyak pelumas multigrade sering menimbulkan keraguan. Pada dasarnya jenis ini merupakan salah satu yang mempunyai indeks kekentalan yang bersesuaian dengan persyaratan pada 100 °C dan -18 °C . Tabel 2.4 Klasifikasi Multigarde SAE Crankcase Oil Viscosity
Nomor SAE Ganda
Indeks Kekentalan
10W/30
145
10W/40
169
10W/50
190
20W/40
113
20W/50
133
Minyak pelumas mesin otomotif diklasifikasikan oleh SAE seperti tercantum pada tabel 2.4. Tabel 2.4 khusus menunjukkan kekentalan minyak pelumas multigrade. Ternyata bahwa minyak pelumas jenis ini mempunyai indeks kekntalan yang tinggi. Seperti diungkapkan sebelumnya bahwa nomor SAE yang diikuti dengan letter W (Winter) ditunjukkan sebagai minyak pelumas yang dimaksudkan untuk kemudahan dalam menghidupkan mesin selama kondisi cuaca dingin. Misalnya SAE 20W/50, artinya bahkan pada saat musim dingin (atau pada pagi hari saat bukan musim dingin) nilai kekentalannya akan sama seperti SAE 20, dan pada saat udara panas (kondisi operasi) atau bukan musim dingin kekentalan maksimalnya adalah akan sama seperti SAE 50.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Minyak pelumas multigrade pada awalnya dibuat khusus untuk daerah yang memiliki empat musim (iklim) dalam satu tahun, termasuk didalamnya musim dingin, agar memudahkan pemilihan minyak pelumas untuk pengoperasian mesin pada keempat musim tersebut. Namun dalam perkembangannya penggunaan minyak pelumas multigrade tidak hanya digunakan pada wilayah yang memiliki musim dingin, tetapi juga yang beriklim tropis, sehingga sering menimbulkan keragu-raguan bagi pengguna. Secara teori minyak pelumas SAE 20W/50 tersebut dapat diaplikasikan/digunakan pada sistem yang memerlukan minyak pelumas SAE 20, SAE 30, SAE 40 dan SAE 50.
2.5.4 Pengaruh Tekanan dan Temperatur Terhadap Kekentalan Tekanan memiliki pengaruh yang kuat terhadap kekentalan pelumas. Hal ini sangat penting dalam pelumasan tipe elastohidrodinamis dan bidang hidrolika. Minyak pelumas yang menunjukkan perubahan kekentalan yang besar terhadap temperatur juga akan menunjukkan perubahan yang besar dengan perubahan tekanan. Persamaan Barus memberikan solusi hubungan kekentalan dan tekanan, yaitu:
µ p = µ 0 .e αp
(2.4) (sumber: Literatur 1, bab 4, hal 29)
Dimana µ 0 . dan eαp adalah kekentalan masing-masing pada tekanan p dan tekanan atmosfir, adalah koefisien tekanan untuk kekentalan. Koefisien tekanan untuk kekentalan
untuk minyak pelumas yang memilikis
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
indeks viskositas rendah dan menengah lebih tinggi daripada untuk minyak pelumas dengan indeks viskositas tinggi. Persamaan kekentalan-tekanan Roeland merupakan persamaan alternatif untuk menentukan kekentalan minyak pelumas terhadap perubahan tekanan yang dinyatakan dengan:
Log (1,200+log µ ) = log (1,200 + log µ 0 ) + z log (1 +
P ) 2000
(2.5)
Dimana
µ = kekentalan pada tekanan p(cP)
µ 0 = kekentalan dalam tekanan atmosfer z = konstanta yang harganya bergantung pada jenis minyak pelumas
Gambar. 2.4 Pengaruh tekanan terhadap , persamaan Barus dan Persamaan Roeland (Sumber: Analisa Karakteristik bantalan luncur terhadap minyak pelumasTugas Sarjana, Departemen Teknik Mesin USU)
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Temperatur memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kekentalan minyak pelumas. Pada temperatur rendah molekul-molekul pada cairan sangat rapat sekali satu sama lain; dengan kata lain volume bebas terbatas. Pada daerah ini tahanan cairan untuk mengalir (kekentalan) bergantung secara kritis pada ukuran, bentuk dan fleksibilitas dari molekul-molekul dan gaya tarik molekulmolekul tersebut. Pada temperatur tinggi volume bebas bertambah, kekentalan fluida turun dan ukuran, bentuk, molekul-molekul dan sebagainya tidak begitu penting. Persamaan Roeland, Blok dan Vlugter memberikan hubungan antara kekentalan minyak pelumas dengan temperatur, dinyatakan sebagai berikut: Log (1,200+log µ ) = log b - S log (1 +
t ) 135
(2.6)
(sumber: Literatur 1, bab 4, hal.36)
Dimana :
µ = kekentalan (cP) t
= temperatur (0C)
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Gambar 2.5 pengaruh tempratur terhadap minyak pelumas pada tekanan atmosfer. (sumber: Lubrication and Reliability Handbook, by M.J.Neale)
2.6
Pengukuran/Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas Kekentalan fluida/minyak pelumas dapat diukur dengan berbagai metode
dengan prinsip-prinsip yang berbeda. Misalnya dengan prinsip bola jatuh yang memenuhi hukum Stokes atau menurut Hoeppler. Pengujian minyak pelumas biasanya dilakukan pada temperatur yang konstan misalnya 40 °C . Alat untuk mengukur kekentalan minyakpelumas disebut dengan viskometer (viscometers).
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2.6.1 Viskometer Bola Jatuh (Falling Sphere Viscometer) 2.6.1.1 Viskometer Bola Jatuh Yang Memenuhi Hukum Stokes Menurut hukum Stokes, sebuah bola dengan jari-jari r yang bergerak dengan kecepatan rendah v di dalam fluida akan mengalami gaya gesekan yang melawan arah gerakannya akibat kekentalan fluida, dengan suhu dan tekanan konstan digambarkan seperti pada gambar di bawah. Dalam metode bola jatuh sebuah bola jatuh dijatuhkan ke dalam tabung transparan yang berisi fluida. Kecepatan bola jatuh mula-mula rendah, tetapi percepatan gravitasi menyebabkan kecepatan bertambah sehingga gaya gesekan fluida semakin besar. Gaya yang dialami bola adalah gaya gravitasi gaya apung (arahnya ke atas), dan gaya gesekan (arahnya ke atas). Pada suatu kecepatan terentu akan terjadi keseimbangan. Tabung atau slinder yang digunakan dalam pengujian bola jatuh yang memenuhi hukum Stokes ini haruslah tabung transparan, sehingga dapat dengan mudah diamati dan dicatat waktu jatuh bola uji.
Gambar 2.6 viskometer bola jatuh yang memenuhi hukum stokes.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Maka diperoleh kekentalan dinamik (μ) minyak pelumas (fluida) yang diuji: 2r 2 µ= ( ρb − ρ f ).g 9vr
(2.7)
Dimana :
µ = kekentalan dinamik (N.s/m2) r2 = perbandingan kuadrat jari-jari bola baja dengan kecepatan rata-rata (m/det). v
ρ b = rapat massa bola baja (kg/m3) ρ f = rapat massa fluida (kg/m3) g
= gaya gravitasi = 9,81 (m/s2)
(sumber : fisika untuk universitas edisi ke -7 jilid 1)
2.6.1.2 Viskometer Bola Jatuh Menurut Hoeppler
Gambar 2.7 Viskometer bola jatuh menurut Hoeppler
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Viskometer bola jatuh menurut Hoeppler dapat dilihat pada gambar diatas. Pengaturan suhu dapat dilakukan dengan menaikkan atau menurunkan selimut air (water bath) pada tabung viskometer. Formula untuk pengukuran viskositas menurut Hoeppler adalah :
µ = K ( ρ1 − ρ 2 ).t
Dimana :
(2.8)
µ = kekentalan dinamik (Poise)
ρ1 = massa jenis bola uji (kg/m3) ρ 2 = massa jenis fluida (kg/m3) K = Konstanta bola uji viskometer
.t = waktu rata-rata (Sumber : Fisika untuk Universitas edisi ke-7 jilid 1)
2.6.2
Viskometer Rotasional Viskometer rotasional (Rotational Cylindrical Viscometer) seperti pada
gambar 2.2 terdiri dari dua slinder konsentris dengan fluida yang terdapat diantara keduanya. Slinder terluar diputar dan torsi diukur pada slinder yang terdapat di dalam. Jika :
ri ro la
= jari-jari slinder bagian dalam = jari-jari slinder bagian luar = panjang tabung/slinder = radial clearence
Didapat kekentalan dinamik/absolut:
µo =
t qδ 2πϖro2 ri la
(2.9)
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Gambar 2.8. Viskometer Rotasional
2.6.3
Viskometer Pipa Kapiler Pengukuran kekentalan pada viskometer pipa kapiler (Capillary
Viscometers) didasarkan pada pengukuran rata-rata aliran fluida melalui tabung berdiameter kecil/pipa kapiler. Ada banyak tipe/varian viskometer yang menggunakan prinsip aliran fluida melalui pipa kapiler, dan viskometer pipa kapiler merupakan viskometer yang memiliki varian paling banyak dibandingkan dengan tipe viskometer yang lain. Beberapa diantaranya dapat dilihat seperti pada gambar di bawah.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Gambar 2.9 Beberapa jenis tipe viskometer pipa kapiler
Jika µ k ,o = µ o
Serta A* =
µ k ,o =
ρ o adalah kekentalan kinematik pada ρ = 0 dan tempratur tetap,
1 8lt , dan mengingat q α , maka 4 t π ga
ht = B *t A* q
Dimana B* adalah konstanta dari fungsi alat uji tersebut.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2.6.4
Viskometer Cone and Plate
Gambar 2.10 Viskometer Ferranti - Cone and Plate Viscometers
Gambar 2.11. Prinsip kerja Viskometer Ferranti - Cone and Plate Viscometers
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2.6.5
Viskometer tipe lain Selain dari viscometer diatas, masih banyak lagi viscometer tipe lain,
beberapa diantaranya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.12 Viskometer Stormer
Gambar 2.13 Viskometer Saybolt
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Gambar 2.14 Viskometer MacMichael
2.7
Aditif minyak pelumas Aditif minyak pelumas (oil additives) atau bahan tambahan minyak
pelumas, yang sering disebut juga oil treatment, adalah sejenis zat kimia yang jika ditambahkan ke dalam minyak pelumas baik yang memiliki bahan dasar (base oil) minyak bumi maupun sintetis akan mempertinggi atau memperbaiki sifat yang ada dari minyak pelumas tersebut. Atau dapat juga memberikan sifat yang baru pada minyak pelumas, yang tidak dimiliki sebelumnya. Minyak pelumas awalnya ada yang diberikan aditif, namun dalam jumlah yang sangat sedikit, agar terjaga keseimbangan komposisi kimia dalam pelumas. Penambahan aditif haruslah dalam takaran yang sesuai dengan rekomendasi pabrikan pembuat aditif tersebut
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2.8
Bantalan Luncur dan Pelumasan pada Bantalan Luncur
2.8.1
Bantalan Luncur Bantalan luncur (journal bearings) sangat luas penggunaannya pada
mesin-mesin yang memiliki elemen berputar (rotating machines), seperti turbin uap, generator, blower, kompresor, motor bakar, poros kapal laut, bahkan sebagai bantalan pada elemen yang seharusnya menggunakan bantalan gelinding (rolling elements bearing). Hal tersebut karena bantalan luncur lebih baik dari bantalan gelinding (pada parameter yang dapat dianggap sama) dalam hal penyerapan getaran, tahanan terhadap gaya kejut, relatif tidak bising, dan umurnya lebih panjang. Semua karakteristik ini disebabkan oleh prinsip pelumasan bantalan luncur yang menggunakan lapisan tipis minyak pelumas saat menumpu poros,misalnya. Tentu saja hal tersebut tidak lepas dari teknik desain dan pemilihan material yang terus dikembangkan. Bantalan luncur termasuk dari jenis bantalan yang arah pembebanan normalnya pada arah radial atau lebih banyak mengarah tegak lurus pada garis sumbu poros. Maka bantalan luncur termasuk ke dalam jenis plain bearing atau kadang disebut dengan sliding bearing. Disebut bantalan luncur (dalam bahasa Indonesia) adalah karena adanya gesekan luncur dan gerakan luncuran (sliding) yang terjadi pada bantalan, akibat adanya lapisan fluida tipis diantara bantalan dan poros tersebut. Dapat juga dibandingkan seperti atlet selancar air yang berselancar/meluncur bebas diatas air, demikian juga dengan poros yang dapat meluncur dengan mudah pada bantalan dengan bantuan lapisan tipis minyak pelumas.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Dalam bahasa Inggris disebut journal bearings karena poros ditumpu oleh bantalan pada tempat/daerah yang dinamakan tap-poros atau leher-poros (neck), dan daerah leher-poros tersebut dinamakan journal.
Gambar 2.15 Bantalan luncur
2.8.2
Pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur Ada berbagai jenis bantalan luncur, dan bantalan-bantalan tersebut dapat
dilumasi dengan minyak pelumas, gas bahkan dengan minyak gemuk. Namun tipe pelumasan yang paling efektif dan paling banyak digunakan adalah dengan minyak pelumas dengan tipe pelumasan hidrodinamis. Seperti yang telah dijelaskan diatas, teori pelumasan hidrodinamis ini berasal dari penelitian Beauchamp Tower, yang dianalisa oleh Osborne Reynolds.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2.8.2.1 Teori aliran hidrodinamis fluida diantara dua plat / permukaan datar
Gambar 2.16 Aliran hidrodinamis fluida diantara dua plat / permukaan datar
Lihat lapisan minyak pelumas diantara dua plat AB dan CD, salah satu permukaan bergerak dengan kecepatan V, dan permukaan yang satunya (CD) diam, seperti pada gambar 2.14. Kecepatan minyak saat kontak dengan CD adalah nol saat CD diam. Gaya pada minyak yang digambarkan dalam elemen kubus dx.dy.dz pada setiap titik (xyz) seperti pada diagram, dimana F adalah gaya yang terjadi pada gesekan internal dan p adalah tekanan pada titik tersebut (xyz). Berdasarkan hukum Newton:
F=
µδv δy
(2.11)
Dimana µ = koefisien kekentalan dan v = kecepatan pada arah x Anggap elemen dx.dy.dz berada dalam gerakan seragam pada arah x dan
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
(p adalah independent terhadap y), sehingga solusi gaya:
δF δp F + δy , dy − F dx.dz + p − ( p + δx , dx dx.dz = 0
(2.12)
δF δp = δy δx
Substitusi nilai F:
δF = δy
µ 2v δy 2
=
δp δx
(2.13)
Integral persamaan (2.10) terhadap y: v=
1δp 2 y + C1 y + C 2 2 µδx
(2.14)
Lalu kita tentukan kondisi v=V ketika y=0 dan v=0 ketika y=h, didapat: y 1 δp y v = V 1 − − 1 − hy h 2 µδx h
(2.15)
catatan: Kondisi yang diterapkan untuk menentukan konstanta C1 dan C2 adalah karena y diukur berlawanan dengan arah yang diindikasikan. Dari
sini
fungsi internalpada
persamaan
(2.9)
harus bernilai
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Atau tanda
δF dibuat negatif dan persamaan kecepatan menjadi : δy
y 1 δp y v = V 1 − + 1 − hy h 2 µδx h
2.8.2.2
(2.16)
Persamaan tekanan Sommerfeld untuk pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur Mekanisme pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur dapat dilihat
pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.17 Mekanisme pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur
Gambar 2.18 Distribusi tekanan dan geometri bantalan luncur
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Pada tahun 1904, A.J.W. Sommerfeld (1869-1951) menemukan suatu persamaan yang dapat menganalisa tekanan pada lapisan tipis minyak pelumas pada bantalan luncur, yang dikenal dengan persamaan Sommerfeld, yaitu:
p=
µr 2ϖ δ2
6ε sin θ (2 + ε cos θ (2 + ε 2 )(1 + ε cos θ ) 2 + P0
(2.17)
Dapat juga ditulis:
p − po =
µr 2ϖ δ2
6ε sin θ (2 + ε cos θ ) (2 + ε 2 )(1 + ε cos θ ) 2
(2.18)
Dimana: p0 = tekanan suplai (Pa) ω = kecepatan putaran poros / journal (rpm) R = radius bantalan (m) r = radius poros (m) δ = kelonggaran radial (R-r) e = eksentrisitas ε = perbandingan eksentrisitas =e δ μ = viskositas minyak pelumas h = tebal lapisan minyak pelumas θ = posisi angular (°) (sumber : Matakuliah Teknik Pelumasan,Ir.A.Halim Nasution.M.Sc. Departemen Teknik Mesin USU)
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
dimana lapisan film minyak pelumas minimum adalah: hm = δ (1 − ε . cos θ )
Sommerfeld juga memberikan solusi untuk beban total (P) di sepanjang bantalan , yaitu sebagai berikut:
P=
12 µ .r 3lϖ .µ .ε
δ 2 (2 + ε 2 ) (1 − ε 3 )
Jika : k =
6 µ .r.ϖ .π ; δ 2 (2 + ε 2 )
Maka : P = k
2l.r.π (1 − ε 2 )
(2.19)
(Sumber : Matakuliah Teknik Pelumasan,Ir.A.Halim Nasution.M.Sc. Departemen Teknik Mesin USU)
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA