BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Good Corporate Governance (GCG) 2.1.1
Pengertian Good Corporate Governance (GCG) Governance diambil dari kata latin, yaitu gubernance yang artinya
mengarahkan dan mengendalikan. Dalam ilmu manajemen bisnis, kata tersebut diadaptasi menjadi corporate governance yang diartikan sebagai upaya mengarahkan (directing) dan mengendalikan (control) kegiatan organisasi, termasuk perusahaan. Ada banyak definisi yang berkaitan dengan corporate governance, Menurut Shleifer dan Vishny (1997:32), dijelaskan bahwa corporate governance sebagai bagian dari cara atau mekanisme untuk meyakinkan para pemilik modal dalam memperoleh imbal hasil (return) yang sesuai dengan investasi yang telah ditanamkan. Pendapat lain diungkapkan oleh Prowsen (1998:52) yang mengatakan bahwa corporate governance merupakan alat untuk menjamin direksi atau manajer bertindak yang terbaik menurut kepentingan investor luar (kreditor dan investor publik). Menurut Azhar Kasim yang dikutip oleh Imam S. Tunggal dan Amin W. Tunggal (2005:5), governance adalah: “Proses pengelolaan berbagai bidang kehidupan (sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya) dalam suatu negara serta penggunaan sumber daya (alam, keuangan, manusia) dengan cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas.” Menurut Price Waterhouse Coopers: “Corporate Governance terkait dengan pengambilan keputusan yang efektif. Dibangun melalui kultur organisasi, nilai-nilai, sistem, berbagai proses, kebijakan-kebijakan dan struktur organisasi, yang bertujuan untuk mencapai bisnis yang menguntungkan, efisien, dan efektif dalam mengelola risiko dan bertanggung jawab dengan memperhatikan kepentingan stakeholders.”
18
Bab II – Tinjauan Pustaka
19
Selain definisi di atas, terdapat juga definisi-definisi lain. Komite Cadbury mendefenisikan corporate governance sebagai: “ Sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan dan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders. Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham, dan sebagainya.” Definisi corporate governance sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Negara BUMN No.117/2002, adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. Menurut Bank Dunia (World Bank), Good Corporate Governance (GCG) adalah kumpulan hukum, peraturan dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Sedangkan menurut Ernst & Young, corporate governance terdiri atas sekumpulan mekanisme yang saling berkaitan yang terdiri atas pemegang saham institusional, dewan direksi dan komisaris, para menajer yang dibayar berdasarkan kinerjanya, pasar sebagai pengendali perseroan, struktur kepemilikan, struktur keuangan, investor terkait dan persaingan produk. Manajemen perusahaan terhadap risiko bisnis merupakan hal yang sangat penting. Adapun pengertian lain yang dikeluarkan oleh OECD (Organization for Economic Co-operationand Development) mendefinisikan corporate governance sebagai sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan, board dan pemegang saham, dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Good Corporate Governance (GCG) juga mensyaratkan adanya struktur, perangkat untuk mencapai tujuan, dan pengawasan atas kinerja. GCG yang baik dapat memberikan perangsang atau insentif yang baik bagi board dan
Bab II – Tinjauan Pustaka
20
manajemen untuk mencapai tujuan yang merupakan kepentingan perusahaan dan pemegang saham dan harus memfasilitasi pemonitoran yang efektif, sehingga mendorong perusahaan untuk menggunakan sumber daya dengan lebih efisien. Kemudian menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai: Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan.
Tujuan
corporate
governance
ialah
untuk
menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Sedangkan secara umum istilah Good Corporate Governance (GCG) merupakan sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan (hard definition), maupun ditinjau dari "nilai-nilai" yang terkandung dari mekanisme pengelolaan itu sendiri (soft defnition). GCG berusaha menjaga keseimbangan antara pencapaian tujuan ekonomi dan tujuan masyarakat. Tantangan dalam corporate governance adalah mencari cara untuk memaksimumkan pencapaian kesejahteraan sedemikian rupa sehingga tidak membebankan ongkos yang tidak patut kepada pihak ketiga atau masyarakat luas. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa corporate governance adalah suatu sistem yang mengatur, mengelola dan mengawasi proses pengendalian usaha yang berjalan secara berkesinambungan (sustainable)untuk menaikkan nilai saham, sekaligus sebagai bentuk perhatian kepada stakeholders, karyawan, kreditor dan masyarakat sekitar.
Bab II – Tinjauan Pustaka
21
Gambar 2.1 Siklus Corporate Governance Enabling and Governing Legislation
Contruction of the Board
Board Functioning
Overseeing Management
Assessing Board Performance
Stakeholders Feedback
2.1.2
Latar Belakang Good Corporate Governance (GCG) Dalam perekonomian modern, manajemen dan pengelolaan perusahaan
semakin banyak dipisahkan dari kepemilikan perusahaan. Hal ini sejalan dengan Agency Theory yang menekankan pentingnya pemilik perusahaan (pemegang saham) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga profesional (disebut agen) yang lebih mengerti dalam menjalankan bisnis sehari-hari. Tujuan dari dipisahkannya pengelolaan dari kepemilikan perusahaan yaitu agar pemilik perusahaan memperoleh keuntungan yang semaksimal mungkin dengan biaya yang seefisien mungkin dengan dikelolanya perusahaan oleh tenaga-tenaga profesional. Mereka, para tenaga-tenaga profesional, bertugas untuk kepentingan perusahaan dan memiliki keleluasaan dalam menjalankan manajemen perusahaan. Sehingga dalam hal ini para profesional tersebut berperan sebagai agen-nya pemegang saham. Semakin besar perusahaan yang dikelola memperoleh laba semakin besar pula keuntungan yang didapatkan agen. Sementara pemilik perusahaan (pemegang saham) hanya bertugas mengawasi dan memonitor jalannya perusahaan yang dikelola oleh manajemen serta mengembangkan sistem insentif bagi pengelola manajemen untuk memastikan bahwa mereka bekerja demi kepentingan perusahaan.
Bab II – Tinjauan Pustaka
22
Namun pada sisi lain pemisahan seperti ini memiliki segi negatifnya. Adanya keleluasaan pengelola manajemen perusahaan untuk memaksimalkan laba perusahaan bisa mengarah pada proses memaksimalkan kepentingan pengelolanya sendiri dengan beban dan biaya yang harus ditanggung oleh pemilik perusahaan. Lebih lanjut pemisahan ini dapat pula menimbulkan kurangnya transparansi dalam penggunaan dana pada perusahaan serta keseimbangan yang tepat antara kepentingan-kepentingan yang ada, misalnya antara pemegang saham dengan pengelola manajemen perusahaan dan antara pemegang saham pengendali dengan pemegang saham minoritas. Perusahaan-perusahaan semakin banyak bergantung pada modal ekstern (modal ekuiti serta pinjaman) untuk pembiayaan kegiatan-kegiatan mereka, melakukan investasi dan menciptakan pertumbuhan. Oleh karena itu demi kepentingan mereka maka perusahaan perlu memastikan kepada pihak penyandang dana ekstern bahwa dana-dana tersebut digunakan secara tepat dan seefisien mungkin serta memastikan bahwa manajemen bertindak yang terbaik untuk kepentingan perusahaan. Kepastian seperti itu diberikan oleh sistem tata kelola perusahaan (corporate governance). Sistem corporate governance yang baik memberikan perlindungan efektif kepada para pemegang saham dan pihak kreditur, sehingga mereka bisa meyakinkan dirinya akan perolehan kembali investasinya dengan wajar dan bernilai tinggi. Oleh karena itu, sistem tersebut harus juga membantu menciptakan lingkungan yang kondusif terhadap pertumbuhan sektor usaha yang efisien dan berkesinambungan. Sesuai surat Nomor: S-359/MK.05/2001 tanggal 21 Juni 2001 tentang Pengkajian Sistem Manajemen BUMN dengan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG), Menteri Keuangan meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan kajian dan pengembangan sistem manajemen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengacu pada prinsip GCG Selanjutnya, BPKP telah membentuk Tim Good Corporate Governance dengan Surat Keputusan Kepala BPKP Nomor KEP-06.02.00-316/K/2000 yang diperbaharui dengan KEP-06.02.00-268/K/2001. Tim GCG tersebut mempunyai tugas:
MERUMUSKAN
PRINSIP-PRINSIP
PEDOMAN
EVALUASI,
Bab II – Tinjauan Pustaka
23
IMPLEMENTASI
DAN
SOSIALISASI
MEMBERIKAN
MASUKAN
PENERAPAN
KEPADA
GCG,
PEMERINTAH
SERTA DALAM
MENGEMBANGKAN SISTEM PELAPORAN KINERJA DALAM RANGKA PENERAPAN GCG PADA BUMN/BUMD DAN BADAN USAHA LAINNYA (BUL). Sebagai bagian dari peningkatan governance di lingkungan Pemerintah Indonesia
serta
dorongan
dari
beberapa
lembaga
internasional
seperti
International Monetary Fund (IMF), Bank Dunia, Asian Development Bank (ADB), dan Overseas Economic Coordination Fund (OECF), BPKP ikut mengerahkan sumber dayanya untuk mendorong penerapan GCG di lingkungan BUMN/D. Dilingkungan BUMN, upaya ini juga dilakukan dalam rangka merespon surat Menteri Keuangan No. 359/MK.05/2001 tanggal 21 Juni 2001 seperti disebutkan di atas.
2.1.3
Sejarah Good Corporate Governance (GCG) Corporate governance dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
dengan ‘pengendalian perusahaan’ atau ‘tata-kelola perusahaan’, atau ada juga yang menterjemahkan dengan ‘tata-pamong perusahaan’. Namun karena padanan bahasa Indonesia ini belum cukup baku, maka dalam tulisan ini sengaja digunakan istilah aslinya saja, yaitu corporate governance. Tata-kelola atau governance memang lain dengan pengelolaan atau manajemen sebagaimana nanti dapat dilihat dari rumusan pengertian atau definisinya. Semua perusahaan membutuhkan suatu kerangka kerja tata-kelola yang meliputi misi yang akan dicapai dan aturan-aturan serta konvensi yang jelas untuk pedoman pencapaian misi tersebut. Timbulnya berbagai skandal besar yang menimpa perusahaan-perusahaan baik di Inggris maupun Amerika Serikat pada tahun 1980-an berupa berkembangnya budaya serakah dan pengambilalihan perusahaan secara agresif lebih menyadarkan orang akan perlunya sistem tata-kelola ini. Bagaimanapun juga dalam suatu perusahaan selalu saja terjadi pertarungan antara kebebasan pribadi dan tanggung jawab kolektif, dan inilah sentral dari pengaturan yang
Bab II – Tinjauan Pustaka
24
menjadi obyek corporate governance. Suatu lembaga itu tidak mempunyai jiwa, sedangkan yang mempunyai adalah orang-orang yang bekerja di dalamnya, yang dipengaruhi oleh interaksi dalam mengejar kepentingan pribadi dan kepentingan bersama. Selalu ada potensi konflik antara pemilik saham dan pimpinan perusahaan, antara pemilik saham mayoritas dan minoritas, antara pekerja dan pimpinan perusahaan, ada potensi mengenai pelanggaran lindungan lingkungan, potensi kerawanan dalam hubungan antara perusahaan dan masyarakat setempat, antara perusahaan dan pelanggan ataupun pemasok, dan sebagainya. Bahkan besarnya gaji para eksekutif dapat merupakan bahan kritikan. Pada tahun 1992 misalnya masyarakat industri otomotif Jepang mengkritik industri otomotif Amerika Serikat yang memberikan gaji terlalu tinggi pada para eksekutifnya. Bahkan ketika resesi pada tahun 1989, gaji mereka terus meningkat sebesar rata-rata 6,7% sedangkan nilai pemegang saham pada waktu yang sama merosot sebesar 9%. Untuk itu diperlukan suatu corporate governance yang jelas dan bertanggung jawab. Tadinya faham corporate governance hanya berkembang di negara-negara berbahasa Inggris seperti Inggris dan Amerika, tetapi segera pula berkembang di negara-negara lain. Dalam corporate governance selalu ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu: aturan atau sistem tata-kelola sudah ada secara jelas, lengkap, dan tertulis dan aturan atau sistem yang sudah jelas tersebut dilaksanakan dengan konsisten atau tidak. Kedua hal tersebutlah yang menentukan apakah sudah ada good corporate governance dalam suatu perusahaan. Latar belakang corporate governance modern adalah apa yang dapat dambil dari pengalaman skandal Watergate di Amerika Serikat. Hasil dari berbagai investigasi yang dilakukan oleh para penyidik, para legislator berkesimpulan bahwa rupanya terdapat tidak cukup pengawasan yang dilakukan oleh perusahaan untuk menghindari pemberian kontribusi politik ilegal dan penyuapan pegawai pemerintah federal.
Bab II – Tinjauan Pustaka
25
Pengalaman ini menyebabkan penyempurnaan Foreign and Corrupt Practice Act tahun 1977. Ini kemudian diikuti dengan usulan Securities and Exchange Commision Amerika Serikat pada tahun 1979 untuk mengharuskan pelaporan keuangan internal. Pada tahun 1985, setelah terjadi kegagalan bisnis oleh perusahaan keuangan yang sangat terkenal yaitu Savings and Loan, terbentuklah Komisi Treadway. Tugas utama Komisi ini ialah mengidentifikasi sebab-sebab utama dari kesalahan interpretasi dari laporan keuangan dan memberikan rekomendasi untuk menghilangkan atau mengurangi kesalahan tersebut. Tahun 1987, Komisi Treadway mengeluarkan laporan yang berisi rekomendasi perlunya suatu lingkungan pengawasan yang mencukupi seperti komite audit independen dan obyektif, perlunya kriteria untuk audit internal, perlunya laporan keuangan yang diumumkan secara publik, dan sebagainya. Sesuai dengan perkembangan di Amerika Serikat tersebut, di Inggris dibentuk
Committee of Sponsoring
Organisations (COSO). Laporan COSO pada tahun 1992 menyatakan suatu kerangka kerja pengawasan, yang sebetulnya sudah dikembangkan dalam empat laporan sebelumnya yaitu laporan Cadbury, Rutteman, Hampel dan Turnbull. Sejak terbitnya Cadbury Code on Corporate Governance pada tahun 1992, semakin banyak institusi yang melakukan penyempurnaan dalam prinsip-prinsip dan petunjuk teknis praktik GCG. Pola GCG kemudian diikuti oleh negaranegara di Eropa hingga seluruh dunia. Dewasa ini corporate governance sudah bukan merupakan pilihan lagi bagi pelaku bisnis, tetapi sudah merupakan suatu keharusan dan kebutuhan vital serta sudah merupakan tuntutan masyarakat. Setiap tindakan memerlukan pertanggungjawaban, baik itu tindakan bisnis, tindakan dalam dunia olah raga dan sebagainya, bahkan juga tindakan dalam perang. Bagi Indonesia, GCG dewasa ini merupakan salah satu persyaratan yang diminta oleh IMF yang harus diusahakan oleh Pemerintah Indonesia.
Bab II – Tinjauan Pustaka
2.1.4
26
Aspek Good Corporate Governance (GCG) Organization for Economic Co-operation and Development (OEDC) ada
lima unsur penting dalam corporate governance, yaitu tarnsparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kewajaran. Prinsip corporate governance yang dikembangkan oleh OEDC bermaksud untuk membantu anggota dan non anggota dalam usaha untuk menilai dan memperbaiki kerangka kerja legal, institusional dan pengaturan untuk corporate governance di negara-negara mereka, dan memberikan petunjuk dan usulan untuk pasar modal, investor, korporasi, dan pihak lain yang mempunyai peranan dalam mengembangkan GCG. Prinsip yang disebutkan oleh OECD mancakup lima aspek dasar dalam corporate governance sebagai berikut : 1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (The rights of shareholders); Hak-hak pemegang saham meliputi hak-hak untuk: a. Memastikan metode registrasi saham yang dimiliki b. Memindahtangankan saham-sahamnya c. Memperoleh informasi secara teratur dan tepat waktu d. Berpartisipasi dan memberikan suara dalam RUPS e. Memilih anggota Komisaris dan direksi f. Memperoleh bagian keuntungan perusahaan 2. Perlakuan yang sama terhadap pemegang saham (The equitable treatment of shareholders) Dalam hal ini terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi yang penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam (insider trading). 3. Peran stakeholders yang terkait dengan perusahaan (The role of stakeholders) Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan kerjasama yang aktif antara perusahaan serta pemegang
Bab II – Tinjauan Pustaka
27
kepentingan dalam menciptakan kekayaan, lapangan kerja dan perusahaan yang sehat dari aspek keuangan. 4. Pengungkapkan dan transparansi (Disclosure & transparency) Pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi mengenai semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta para pemegang kepentingan (stakeholders). 5. Tanggung jawab direksi dan komisaris (The responsibilities of the board) (Tugiman:2005). Tanggung jawab pengurus dan manajemen, pengawasan manajemen serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para pemegang saham.
2.1.5
Prinsip Dasar & Pedoman Pokok Good Corporate Governance (GCG) Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada
setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Asas GCG yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kesetaraan dan kewajaran diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan. A.
Transparansi (Transparency) Prinsip Dasar Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. Pedoman Pokok Pelaksanaan 1. Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.
Bab II – Tinjauan Pustaka
28
2. Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya yang memiliki benturan kepentingan, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan. 3. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi. 4. Kebijakan
perusahaan
harus
tertulis
dan
secara
proporsional
dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan. B.
Akuntabilitas (Accountability) Prinsip Dasar Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. Pedoman Pokok Pelaksanaan 1. Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masingmasing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan. 2. Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan mempunyai kompetensi sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan GCG.
Bab II – Tinjauan Pustaka
29
3. Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan. 4. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan nilai-nilai perusahaan, sasaran utama dan strategi perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system) . 5. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of conduct) yang telah disepakati. C.
Responsibilitas (Responsibility) Prinsip Dasar Perusahaan
harus
mematuhi
peraturan
perundang-undangan
serta
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen. Pedoman Pokok Pelaksanaan 1. Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan
kepatuhan
terhadap
peraturan
perundang-undangan,
anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-laws). 2. Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai. D.
Independensi (Independency) Prinsip Dasar Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
Bab II – Tinjauan Pustaka
30
Pedoman Pokok Pelaksanaan 1. Masing-masing
organ
perusahaan
harus
menghindari
terjadinya
dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif. 2. Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundangundangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain sehingga terwujud sistem pengendalian internal yang efektif. E.
Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness) Prinsip Dasar Dalam
melaksanakan
kegiatannya,
perusahaan
harus
senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran. Pedoman Pokok Pelaksanaan 1. Perusahaan
harus
memberikan
kesempatan
kepada
pemangku
kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masingmasing 2. Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan. 3. Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, jender, dan kondisi fisik.
Bab II – Tinjauan Pustaka
2.1.6
31
Manfaat Good Corporate Governance (GCG) Corporate governance yang baik diakui dapat membantu mempertahankan
perusahaan dari kondisi-kondisi yang tidak menguntungkan. Implementasi GCG banyak memberikan manfaat baik bagi perusahaan maupun pihak lain yang mempunyai hubungan langsung dan tidak langsung dengan perusahaan. Bagi perusahaan keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan GCG adalah : 1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi dan terciptanya budaya kerja yang sehat. 2. Meminimalkan kerugian akibat penyalahgunaan wewenang oleh Direksi (agency cost) dan penyimpangan dalam pengelolaan keuangan. 3. Meningkatkan kepercayaan investor dan pada akhirnya meningkatkan pula nilai saham perusahaan. 4. Dengan adanya peningkatan kinerja perusahaan akan meningkatkan pula shareholders's value dan deviden. Khususnya bagi BUMN hal ini akan membantu penerimaan APBN untuk anggaran pembangunan baik dari bagian keuntungan maupun pajak yang dibayarkan perusahaan. 5. Praktek GCG menempatkan karyawan sebagai salah satu stakeholder yang harus dikelola dengan baik. Pengelolaan yang baik akan meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja karyawan. Hal ini penting untuk meningkatkan produktivitas perusahaan. 6. Meningkatkan citra positif perusahaan sekaligus meminimalkan cost akibat tuntutan stakeholder kepada perusahaan.
Sedangkan menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), dengan corporate governance memperoleh manfaat antara lain: 1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.
Bab II – Tinjauan Pustaka
32
2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigid (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value. 3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. 4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkalkan shareholders’s value dan deviden. Khusus bagi BUMN akan dapat membantu penerimaan bagi APBN terutama dari hasil privatisasi.
Manfaat langsung yang dirasakan perusahaan dengan mewujudkan prinsip-prinsip GCG adalah meningkatnya produktivitas dan efisiensi usaha. Manfaat lain adalah meningkatnya kemampuan operasional perusahaan dan pertanggungjawaban kepada publik. Selain itu juga memperkecil praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta konflik kepentingan. Corporate governance yang baik dapat mendorong pengelolaan organisasi yang lebih demokratis (partisipasi banyak kepentingan), lebih accountable (adanya pertanggunjawaban dari setiap tindakan), dan lebih transparan serta akan meningkatkan keyakinan bahwa perusahaan dapat memberikan manfaat jangka panjang.
2.1.7 Tujuan Good Corporate Governance (GCG) Corporate governance yang baik merupakan langkah yang penting dalam membangun kepercayaan pasar (market confidence) dan mendorong arus investasi international yang lebih stabil, dan bersifat jangka panjang. Adapun tujuan dari penerapan Good Corporate Governance (GCG) adalah sebagai berikut: 1. Menciptakan nilai tambah (value added) bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). 2. Memastikan bahwa sasaran yang ditetapkan telah dicapai. 3. Memastikan bahwa aktiva perusahaan dijaga dengan baik. 4. Memastikan perusahaan menjalankan praktik-praktik usaha yang sehat. 5. Memastikan kegiatan-kegiatan perusahaan bersifat transparan.
Bab II – Tinjauan Pustaka
33
Sedangkan tujuan penerapan Good Corporate Governance (GCG) pada BUMN berlandaskan Keputusan Menteri BUMN Nomor 117/M-MBU/2002 pasal 4 adalah: 1. Memaksimalkan BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggungjawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional. 2. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ. 3. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundangan-undangan yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap stakeholder maupun kelestarian lingkungan disekitar BUMN. 4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional. 5.
Menigkatkan iklim investasi nasional.
6. Menyukseskan program privatisasi BUMN.
Agar penerapan GCG di BUMN dapat berjalan dengan baik, maka di lingkungan manajemen BUMN perlu dilengkapi dengan beberapa perangkat/ policy, antara lain Board Manual, Board Charter, General Code of Conduct and Code of Conduct Top Management, Stakeholder Communication Mechanism, Guidelines for Transparancy and Disclosure, Guidelines for Corporate Secretary, Internal Audit Charter, Code of Corporate Governance, Code of Company Risk Management, Corporate Governance and Compliance, Perjanjian Penunjukan Anggota Direksi (Statement Of Corporate Intent). Selain itu di lingkungan Dewan Komisaris perlu dilengkapi pula dengan beberapa perangkat, seperti Komite Audit beserta Komite Audit Charter, Komite Remunerasi, Komite Asuransi dan Risiko Usaha, Komite Nominasi serta Komite Manajemen Risiko. Apabila beberapa perangkat di lingkungan manajemen (Board of Director) serta Dewan Komisaris telah dilengkapi dengan perangkat seperti tersebut di atas maka diharapkan penerapan GCG di BUMN akan lebih lancar dan
Bab II – Tinjauan Pustaka
34
sukses. Dengan demikian, penerapan pelaksanaan prinsip GCG secara optimal akan mampu mendorong peningkatan kinerja perusahaan yang ada, dan memberikan value creation semua pihak yang terkait dengan perusahaan.
2.1.8
Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan terbatas
(UUPT) merupakan kerangka paling penting bagi perundang-undangan yang ada mngenai corporate governance di Indonesia. Berdasarkan UUPT, Suatu perusahaan adalah suatu badan hukum tersendiri dengan Direksi dan Komisaris yang mewakili perusahaan. RUPS merupakan badan tertinggi di dalam suatu perusahaan. la memiliki wewenang untuk menyetujui atau menolak antara lain konsolidasi, merger, akuisisi, kepailitan dan pembubaran perusahaan, serta pengangkatan dan pemberhentian komisaris dan direksi. Komisaris harus mengawasi dan memberi nasihat kepada Direksi mengenai
penyelenggaraan
perusahaan.
Komisaris
berdasarkan
UUPT
diharuskan, dengan itikad baik dan penuh tanggungjawab, untuk melaksanakan tugas-tugasnya untuk kepentingan perusahaan. Berdasarkan hukum Komisaris (ataupun RUPS) diberi wewenang untuk menskors (memberhentikan sementara) anggota Direksi. Komisaris bersama-sama dengan Direksi, harus menandatangani Laporan Tahunan perusahaan. Dengan demikian, ia turut bertanggungjawab secara hukum atas laporan keuangan yang menyesatkan yang karenanya menyebabkan kerugian kepada pihak manapun. Setiap anggota dewan Komisaris harus mengungkapkan kepada perusahaan, berdasarkan UUPT, setiap kepentingan kepemilikan saham yang dipegang olehnya atau keluarganya dalam perusahaan tersebut atau perusahaan-perusahaan lainnya. Namun, pelaksanaan tanggungjawab Komisaris tersebut hingga kini dinilai masih sangat langka. Direksi bertanggungjawab penuh atas manajemen perusahaan. Setiap anggota Direksi bertanggungjawab penuh dan secara pribadi jika ia bersalah atau lalai dalam menjalankan tugas-tugasnya. Direksi diharuskan oleh UUPT untuk menjalankan, dengan itikad baik dan penuh tanggungjawab, tugas-tugasnya untuk kepentingan perusahaan. Setiap anggota secara pribadi bertanggungjawab atas
Bab II – Tinjauan Pustaka
35
penyimpangan atau kelalaian dalam menjalankan tanggungjawab tersebut. Direksi wajib mengadakan pembukuan perusahaan, mempersiapkan dan mengajukan kepada RUPS Tahunan suatu Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Tahunan disamping mengadakan dan memelihara Daftar Pemegang Saham serta Risalah RUPS. Seorang anggota Direksi juga harus mengungkapkan kepada perusahaan, berdasarkan Pasal 87 UUPT, setiap kepentingan pemegangan saham yang dipegang olehnya atau oleh keluarganya dalam perusahaan tersebut atau perusahaan-perusahaan lain. Langkah-langkah dalam menerapkan Good Corporate Governance (GCG) adalah: a. Mengkomunikasikan gagasan kepada segenap komponen perusahaan oleh pemerkasa. Pemerkasa terlebih dahulu harus mendapat dukungan penuh dari eksekutif puncak, dewan komisaris dan pemegang saham perusahaan. b. Mengganti konsep dan wawasan tentang praktik-praktik pengelolaan yang sehat. c. Melakukan penilaian terhadap sistem. Metode ynag dilakukan dapat melalui proses audit, penilaian struktur organisasi, pembagian tugas, penilaian kinerja dan fungsi-fungsi pengambilan keputusan strategis dalam perusahaan. d. Melakukan analisis dan kajian, dan pendalaman mengenai kriteria Good Corporate Governance (GCG) dalam perusahaan. e. Merupakan sistem yang baru untuk menggantikan sistem yang lama. f. Melakukan evaluasi.
Penerapan Good Corporate Governance (GCG) di BUMN merupakan sistem
pengelolaan
akuntabilitas,
yang
independensi,
didasarkan
atas
prinsip-prinsip
pertanggungjawaban
dan
transparansi,
kewajaran.
Dalam
praktiknya prinsip-prinsip GCG yang baik ini perlu dibangun dan dikembangkan secara bertahap. Perusahaan harus membangun sistem dan pedoman GCG yang akan dikembangkannya. Demikian juga dengan para karyawan, mereka perlu
Bab II – Tinjauan Pustaka
36
memahami dan diberikan bekal pengetahuan tentang prinsip-prinsip GCG yang baik yang akan dijalankan perusahaan Untuk memudahkan memberikan gambaran bagaimana prinsip-prinsip GCG tersebut akan dibangun, dipahami dan dilaksanakan, berikut ini diberikan beberapa acuan praktis yang perlu dikembangkan lebih lanjut di masing-masing perusahaan. Acuan ini diuraikan mengikuti urutan butir-butir prinsip GCG yang telah dibahas di atas. A. Transparansi (Transparency) 1. Bahwa berbagai pemegang kepentingan (manajemen, karyawan, pelanggan) dapat melihat dan memahami proses dalam pengambilan keputusan manajerial di perusahaan. 2. Pemegang saham berhak memperoleh informasi keuangan perusahaan yang relevan secara berkala dan teratur. 3. Proses pengumpulan dan pelaporan informasi operasional perusahaan telah dilakukan oleh unit organisasi dan karyawan secara terbuka dan obyektif, dengan tetap menjaga kerahasiaan nasabah/pelanggan. 4. Pimpinan, manajer dan karyawan perusahaan telah melakukan keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan, sistem pengawasan dan standardisasi yang dilakukan. 5. Informasi tentang prosedur dan kebijakan di unit kerja maupun unit organisasi telah dipublikasikan secara tertulis dan dapat diakses oleh semua pihak di dalam dan oleh unit-unit terkait di luar perusahaan. 6. Eksternal auditor, komite audit, internal auditor memiliki akses atas informasi dengan syarat kerahasiaan tetap dijaga. 7. Menyampaikan laporan keuangan audited dan kinerja usaha ke publik secara rutin, maupun laporan corporate governance pada instansi yang berwenang.
B. Akuntabilitas (Accountability) 1. Pimpinan, manajer & karyawan perusahaan telah mengetahui visi, misi, tujuan dan target-target operasional di perusahaan
Bab II – Tinjauan Pustaka
37
2. Pimpinan, manajer & karyawan perusahaan telah mengetahui dan memahami peran, tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. 3. Uraian tugas di setiap unit usaha atau unit organisasi telah ditetapkan dengan benar dan sesuai dengan visi, misi dan tujuan perusahaan. 4. Proses dalam pengambilan keputusan telah mengacu dan mentaati sistem dan prosedur yang telah dibangun. 5. Proses cek dan balance telah dilakukan secara menyeluruh di setiap unit organisasi. 6. Sistem
penilaian
kinerja
operasional,
organisasi
dan
kinerja
perseorangan telah sepakat ditetapkan, diterapkan dan dievaluasi dengan baik 7. Pertanggungan jawab kinerja pimpinan Board of Commissioner (BOC) dan Board Of Director (BOD) perusahaan secara rutin seyogyanya dapat dibangun dan dilaporkan. 8. Hasil pekerjaan telah didokumentasikan, dipelihara dan dijaga dengan baik
C. Responsibilitas (Responsibility) 1. Pimpinan, manajer dan karyawan perusahaan telah mengetahui dan memahami seluruh peraturan perusahaan yang berlaku. 2. Pimpinan, manajer dan karyawan perusahaan telah menerapkan sistem tata nilai dan budaya perusahaan yang dianut perusahaan. 3. Proses dalam pengambilan keputusan di perusahaan senantiasa mengacu dan mentaati sistem dan prosedur yang telah dibangun. 4. Manajer dan karyawan perusahaan telah bekerja sesuai dengan standar operasional, prosedur maupun ketentuan yang berlaku di perusahaan. 5. Unit
kerja
organisasi
perusahaan
telah
berupaya
menghindari
pengelolaan perusahaan yang berpotensi merugikan perusahaan dan stakeholder. 6. Proses pendelegasian kewenangan telah dijalankan dengan cukup dan baik demi terselenggaranya pekerjaan.
Bab II – Tinjauan Pustaka
38
7. Manajer dan unit organisasi telah melakukan pertanggungan jawab hasil kerja secara teratur.
D. Independensi (Independency) 1. Keputusan pimpinan perusahaan hendaknya lepas dari kepentingan berbagai pihak yang merugikan perusahaan. 2. Proses pengambilan keputusan di perusahaan telah dilakukan secara obyektif untuk kepentingan perusahaan.
E. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness) 1. Pengelola dan karyawan perusahaan akan memperhatikan kepentingan seluruh stakeholder secara wajar menurut ketentuan yang berlaku umum. 2. Perlakuan adil kepada seluruh pihak pemegang kepentingan (nasabah, pelanggan, pemilik) dalam memberikan pelayanan dan informasi. 3. Manajer, pimpinan unit organisasi dan karyawan dapat membedakan kepentingan perusahaan dengan kepentingan organisasi. 4. Perlakuan, pengembangan team work, hubungan kerja dan pembinaan pada para karyawan akan dilakukan dengan memperhatikan hak dan kewajibannya secara adil dan wajar.
2.1.9
Problematika Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI),
problematika implementasi dari Good Corporate Governance (GCG) meliputi : a.
Konsentrasi pemilikan dan kecenderungan hubungan afiliasi.
b.
Conflict of Interest (agency problem).
c.
Dewan Komisaris tidak efektif.
d.
Law enforcement lemah.
e.
"Kerjasama" perusahaan dengan pihak profesional (termasuk auditor) yang memeriksa perusahaan.
Bab II – Tinjauan Pustaka
2.2
39
Kualitas Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan kata ”kualitas”
sebagai “tingkat baik buruknya sesuatu, mutu, derajat atau taraf”. Dari pengertian tersebut kualitas merupakan bentuk tingkat baik buruknya sesuatu variabel. Maka berkaitan dengan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa implementasi dari Good Corporate Governance (GCG) dapat menentukan tingkat baik buruknya sesuatu laporan keuangan.
2.3 Laporan Keuangan 2.3.1
Pengertian Laporan Keuangan Akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan dan ringkasan dari
peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang bersifat keuangan dengan cara yang setepat-tepatnya dan dengan petunjuk atau dinyatakan dalam uang, serta penafsiran terhadap hal-hal yang timbul dari kejadian tersebut. Akuntansi keuangan merupakan salah satu bidang akuntansi yang mengkhususkan fungsi dan aktivitasnya pada kegiatan pengolahan data akuntansi dari suatu perusahaan dan penyusunan laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan pihak intern dan ekstern perusahaan. Laporan keuangan merupakan media yang dapat dipakai untuk meneliti kondisi kesehatan perusahaan terdiri dari neraca, perhitungan laba-rugi, ikhtisar laba yang ditahan, dan laporan posisi keuangan. Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi. Setiap transaksi yang dapat diukur dengan nilai uang, dicatat dan diolah sedemikian rupa, laporan akhir pun disajikan dalam nilai uang. Transaksi yang tidak dapat dicatat dengan nilai uang, tidak akan terlihat dalam laporan keuangan. Karena itu hal-hal yang belum terjadi dan masih berupa potensi, tidak tercatat dalam laporan keuangan. Dengan demikian laporan keuangan merupakan informasi historis, tetapi guna melengkapi analisis untuk proyeksi masa depan perusahaan. Informasi kualitatif dan informasi-informasi yang lain yang sejenis perlu ditambahkan.
Bab II – Tinjauan Pustaka
40
Dalam hal ini adapun beberapa pengertian mengenai laporan keuangan antara lain sebagai berikut: Menurut Myer dalam bukunya Financial Statement Analysis mengatakan bahwa yang dimaksud dengan laporan keuangan adalah : ”Dua daftar yang disusun oleh Akuntan pada akhir periode untuk suatu perusahaan. Kedua daftar itu adalah daftar neraca posisi keuangan dan daftar pendapatan atau daftar laba rugi. Pada waktu akhir-akhir ini sudah menjadi kebiasaan bagi perseroan-perseroan untuk menambahkan daftar ketiga yaitu daftar surplus atau daftar laba yang akan dibagikan (laba yang ditahan).” Kusnadi dkk. (2000:2) mendefinisikan laporan keuangan sebagai berikut: "Laporan keuangan adalah suatu daftar keuangan yang dibuat pada akhir periode yang berasal dari catatan aktivitas perusahaan selama periode tertentu yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan saldo laba, laporan arus kas, dan laporan perubahan modal." Sedangkan menurut Munawir (2002 : 5), pengertian laporan keuangan adalah : “Pada umumnya laporan keuangan itu terdiri dari neraca dan perhitungan laba rugi serta laporan perubahan modal dimana neraca menunjukan atau menggambarkan jumlah aktiva, hutang dan modal dari suatu perusahaan pada tanggal tertentu sedangkan perhitungan laba rugi memperlihatkan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan serta biaya yang terjadi selama periode tertentu dan laporan perubahan modal menunjukan sumber-sumber penggunaan dana atau alasan-alasan yang menyebabkan terjadinya perubahan modal perusahaan.” Selain definisi di atas, terdapat juga definisi-definisi lain. Laporan keuangan menurut Aliminsyah dan Padji (2003:71) adalah sebagai berikut: "Laporan keuangan (financial statement) adalah laporan yang dirancang untuk para pembuat keputusan, baik didalam maupun di luar perusahaan, mengenai posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan. Laporan keuangan terdiri dari neraca, perhitungan laba rugi, dan laporan perubahan posisi keuangan."
Bab II – Tinjauan Pustaka
41
Kemudian Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Akuntansi Keuangan PSAK (2007) pengertian laporan keuangan adalah : “Laporan keuangan merupakan bagian proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara, misalnya sebagai arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga.” Dengan melihat beberapa pengertian laporan keuangan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan suatu perusahaan terdiri dari laporanlaporan yang melaporkan tentang posisi keuangan, tentang hasil operasi perusahaan, dan tentang perubahan yang terjadi dalam posisi keuangan perusahaan dimana nantinya akan digunakan untuk pengambilan keputusan oleh pemakai. Para pemilik perusahaan sangat berkepentingan atas laporan keuangan perusahaannya terutama untuk perusahaan yang pimpinannya diserahkan kepada orang lain seperti perseroan, karena dalam laporan tersebut pemilik akan dapat menilai sukses tidaknya manajemen dalam memimpin perusahaannya. Manajer perusahaan atau pimpinan perusahaan, memerlukan informasi mengenai posisi keuangan perusahaannya periode yang lalu, informasi ini diperlukan untuk menyusun rencana memperbaiki sistem pengendaliannya dan menentukan kebijakan yang lebih tepat untuk periode yang akan datang, bagi manajer yang penting adalah laba yang dicapai cukup tinggi, cara kerja yang efisien, aktiva aman dan terjaga baik, struktur permodalan sehat yaitu perusahaan mempunyai rencana yang baik mengenai hari depan, baik di bidang keuangan maupun di bidang operasi, namun yang terpenting bagi manajemen adalah laporan keuangan tersebut merupakan alat untuk mempertanggungjawabkan kepada para pemilik perusahaan atas kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. Para investor, bankir, serta kreditor sangat berkepentingan atas laporan keuangan perusahaan, karena mereka ini menanamkan modalnya dalam
Bab II – Tinjauan Pustaka
42
perusahaan, mereka ini berkepentingan terhadap prospek keuntungan pada masa mendatang dan perkembangan perusahaan selanjutnya untuk mengetahui jaminan investasinya dan untuk mengetahui kondisi kerja atau kondisi keuangan jangka pendek perusahaan tersebut, dari hasil analisa laporan tersebut para investor, bankir dan para kreditor akan dapat menentukan langkah-langkah yang harus ditempuhnya. Pihak pemerintah ingin mengetahui banyak aspek yang menyangkut suatu perusahaan antara lain; jumlah pajak yang dibayar, jumlah tenaga kerja yang diserap oleh perusahaan, dan masih banyak lagi data yang diperlukan untuk menyusun
rencana
dan
program-program
pembangunan
ekonomi
dan
kesejahteraan sosial khususnya.
2.3.2 Tujuan Laporan Keuangan Dalam UU No. 1/1995 tentang Perseroan Terbatas (PT) jelas bahwa laporan keuangan merupakan suatu alat pertanggungjawaban pengelolaan perusahaan oleh pengurus perusahaan (Direksi dan Komisaris). Sebagai alat pertanggungjawaban, laporan keuangan wajib disampaikan kepada para pemilik. Namun dengan semakin besar keterlibatan pihak lain, maka laporan keuangan menjadi bagian penting informasi kepada pihak lainnya. Kusnadi dkk. (2000:28) menyatakan tujuan penyusunan laporan keuangan sebagai berikut : 1. Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. 2. Menunjukkan apa yang telah dicapai oleh pihak manajemen perusahaan di masa lampau sehingga para pihak yang berkepentingan atau perusahaan mempunyai dasar berpijak yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan adanya laporan keuangan, para pihak yang berkepentingan atau perusahaan mempunyai dasar berpijak yang akurat sehingga akan memudahkan didalam menetapkan keputusan ekonomi dan bisnis yang diambil.
Bab II – Tinjauan Pustaka
43
3. Mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.
Jayaatmaja dan Asikin (2003,2) menguraikan bahwa tujuan pelaporan keuangan dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Menyampaikan informasi yang bermanfaat bagi investor, kreditur dan pemakai lainnya untuk membuat keputusan. 2. Menyampaikan informasi berkaitan dengan kepentingan kreditur dan investor untuk menaksir penerimaan kas dari investasi dan peminjam kepada perusahaan. 3. Menyampaikan informasi yang bermanfaat untuk penentuan prospek aliran kas bagi usaha perusahaan.
Sedangkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Akuntansi Keuangan pada PSAK (2007), tujuan laporan keuangan adalah sebagai berikut : 1. Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. 2. Laporan keuangan disusun untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pemakai. Namun demikian, laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi nonkeuangan. 3. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen (stewardship) atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Pemakai yang ingin menilai apa yang telah dilakukan atau pertanggungjawaban manajemen berbuat demikian agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi; keputusan ini mungkin mencakup, misalnya, keputusan untuk menahan atau menjual investasi mereka dalam perusahaan atau keputusan untuk mengangkat kembali atau mengganti manajemen.
Bab II – Tinjauan Pustaka
2.3.3
44
Karakteristik Laporan Keuangan Karakteristik kualitatif laporan keuangan merupakan ciri khas yang
membuat informasi dalam laporan keuangan tersebut berguna bagi para pemakai dalam mengambil keputusan ekonomi. Laporan keuangan mengungkapkan informasi yang penting bagi berbagai pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan ekonomi. Agar tujuan tersebut dapat dicapai, laporan keuangan harus memenuhi karakteristik kualitas laporan keuangan. SAK Bab Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan menyatakan bahwa terdapat empat karakteristik kualitatif pokok laporan keuangan antara lain : dapat dipahami, relevan, handal dan juga dapat diperbandingkan. Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai.
2.3.3.1 Dapat Dipahami Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahan untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini, pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar. Namun demikian, informasi yang kompleks yang seharusnya dimaksudkan dalam laporan keuangan tidak dapat dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk dapat dipahami oleh pemakai tertentu.
2.3.3.2 Relevan Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluas peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan, atau mengkoreksi, hasil evaluasi mereka di masa lalu.
Bab II – Tinjauan Pustaka
Peran
informasi
45
dalam
peramalan
(predictive)
dan
penegasan
(confirmatory) berkaitan satu sama lain. Misalnya, informasi struktur dan besarnya aktiva yang dimiliki bermanfaat bagi pemakai ketika mereka berusaha meramalkan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan peluang dan bereaksi terhadap situasi yang merugikan. Informasi yang sama juga berperan dalam memberikan penegasan (confirmatory role) terhadap prediksi yang lalu, misalnya, tentang bagaimana struktur keuangan perusahaan diharapkan tersusun atau tentang hasil dari operasi yang direncanakan. Informasi posisi keuangan dan kinerja di masa lalu seringkali digunakan sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja masa depan dan hal-hal lain yang langsung menarik perhatian pemakai, seperti pembayaran dividen dan upah. pergerakan harga sekuritas dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi komitmennya ketika jatuh tempo. Untuk memiliki nilai prediktif, informasi tidak perlu harus dalam bentuk ramalan eksplisit. Namun demikian, kemampuan laporan keuangan untuk merribuat prediksi dapat ditingkatkan dengan menampilkan informasi tentang transaksi dan peristiwa masa lalu. Misalnya, nilai prediktif laporan laba rugi dapat ditingkatkan kalau pos-pos penghasilan atau beban yang tidak biasa, abnormal dan jarang terjadi diungkapkan secara terpisah.
Materialitas Relevansi informasi dipengaruhi oleh hakekat dan materialitasnya. Dalam beberapa kasus, hakekat informasi saja sudah cukup untuk menentukan relevansinya. Misalnya, pelaporan suatu segmen baru dapat mempengaruhi penilaian risiko dan peluang yang dihadapi perusahaan tanpa mempertimbangkan materialitas dari hasil yang dicapai segmen baru tersebut dalam periode pelaporan. Dalam kasus lain, baik hakekat maupun materialitas dipandang penting, misalnya jumlah serta kategori persediaan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Informasi dipandang material kalau kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang diambil atas dasar laporan keuangan. Materialitas
Bab II – Tinjauan Pustaka
46
tergantung pada besarnya pos atau kesalahan yang dinilai sesuai dengan situasi khusus dari kelalaian dalam mencantumkan (omission) atau kesalahan dalam mencatat (misstatement). Karenanya, materialitas lebih merupakan suatu ambang batas atau titik pemisah dari pada suatu karakteristik kualitatif pokok yang harus dimiliki agar informasi dipandang berguna.
2.3.3.3 Keandalan Agar bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan permakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. Informasi mungkin relevan tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Misalnya, jika keabsahan dan jumlah tuntutan atas kerugian dalam suatu tindakan hukum masih dipersengketakan, mungkin tidak tepat bagi perusahaan untuk mengakui jumlah seluruh tuntutan tersebut dalam neraca, meskipun mungkin tepat untuk mengungkapkan jumlah serta keadaan dari tuntutan tersebut.
Penyajian Jujur Agar dapat diandalkan, informasi harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan. Jadi, misalnya, neraca harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya dalam bentuk aktiva, kewajiban dan ekuitas perusahaan pada tanggal pelaporan yang memenuhi kriteria pengakuan. Informasi keuangan pada umumnya tidak luput dari risiko penyajian yang dianggap kurang jujur dari apa yang seharusnya digambarkan. Hal tersebut bukan disebabkan karena kesengajaan untuk menyesatkan, tetapi lebih merupakan kesulitan yang melekat dalam mengidentifikasikan transaksi serta peristiwa lainnya yang dilaporkan, atau dalam menyusun atau menerapkan ukuran dan
Bab II – Tinjauan Pustaka
47
teknik penyajian yang sesuai dengan makna transaksi dan peristiwa tersebut. Dalam kasus tertentu, pengukuran dampak keuangan dari suatu pos sangat tidak pasti sehingga perusahaan pada umumnya tidak mengakuinya dalam laporan keuangan. Misalnya, meskipun dalam kegiatan usahanya perusahaan dapat menghasilkan goodwill, tetapi lazimnya sulit untuk mengidentifikasi atau mengukur goodwill secara andal. Namun, dalam kasus lain, pengakuan suatu pos tertentu tetap dianggap relevan dengan mengungkapkan risiko kesalahan sehubungan dengan pengakuan dan pengukurannya.
Substansi Mengungguli Bentuk Jika informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan jujur transaksi serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka peristiwa tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi dan bukan hanya bentuk hukumnya. Substansi transaksi atau peristiwa lain tidak selalu konsisten dengan apa yang tampak dari bentuk hukum. Misalnya, suatu perusahaan mungkin menjual suatu aktiva kepada pihak lain dengan cara sedemikian rupa sehingga dokumentasi dimaksudkan untuk memindahkan kepemilikan menurut hukum ke pihak tersebut; namun demikian, mungkin terdapat persetujuaan yang memastikan bahwa perusahaan dapat terus menikmati manfaat ekonomi masa depan yang diwujudkan dalam bentuk aktiva. Dalam keadaan seperti itu, pelaporan penjualan tidak menyajikan dengan jujur transaksi yang dicatat (jika sesungguhnya memang ada transaksi).
Netralitas Informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pemakai, dan tidak bergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak tertentu. Tidak boleh ada usaha untuk menyajikan informasi yang menguntungkan beberapa pihak, sementara hal tersebut akan merugikan pihak lain yang mempunyai kepentingan yang berlawanan .
Bab II – Tinjauan Pustaka
48
Pertimbangan Sehat Penyusun laporan keuangan adakalanya menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu, seperti ketertagihan piutang yang diragukan, prakiraan masa manfaat pabrik serta peralatan, dan tuntutan atas jaminan garansi yang
mungkin
timbul.
Ketidakpastian
semacam
itu
diakui
dengan
mengungkapkan hakekat serta tingkatnya dan dengan menggunakan pertimbangan sehat (prudence) dalam penyusunan laporan keuangan. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian, sehingga aktiva atau penghasilan tidak dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban atau beban tidak dinyatakan terlalu rendah. Namun demikian penggunaan pertimbangan sehat tidak memperkenankan, misalnya, pembentukan cadangan tersembunyi atau penyisihan (provision) berlebihan, dan sengaja menetapkan aktiva atau penghasilan yang lebih rendah atau pencatatan kewajiban atau beban yang lebih tinggi, sehingga laporan keuangan menjadi tak netral, dan karena itu, tidak memiliki kualitas andal.
Kelengkapan Agar dapat diandalkan, informasi dalam laporan keuangan harus lengkap dalam batasan materialitas dan biaya. Kesengajaan untuk tidak mengungkapkan (omission) mengakibatkan informasi menjadi tidak benar atau menyesatkan dan karena itu tidak dapat diandalkan dan tidak sempurna ditinjau dari segi relevansi.
2.3.3.4 Dapat Diperbandingkan Pemakai harus dapat memperbandingkan laporan keuangan perusahaan antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antar perusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif. Oleh karena itu, pengukuran dan penyajian dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang serupa harus dilakukan secara konsisten untuk perusahaan tersebut, antar periode perusahaan yang sama dan untuk perusahaan yang berbeda.
Bab II – Tinjauan Pustaka
49
Implikasi penting dari karakteristik kualitatif dapat diperbandingkan adalah bahwa pemakai harus mendapat informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta pengaruh perubahan tersebut. Para pemakai harus dimungkinkan untuk dapat mengidentifikasi perbedaan kebijakan akuntansi yang diberlakukan untuk transaksi serta peristiwa lain yang sama dalam sebuah perusahaan dari satu periode ke periode dan dalam perusahaan yang berbeda. Ketaatan pada standar akuntansi keuangan, termasuk pengungkapan kebijakan akuntansi yang digunakan oleh perusahaan, membantu pencapaian daya banding. Kebutuhan terhadap daya banding jangan dikacaukan dengan keseragaman semata-mata dan tidak seharusnya menjadi hambatan dalam memperkenalkan standar akuntansi keuangan yang lebih baik. Perusahaan tidak perlu mcneruskan kebijakan akuntansi yang tidak lagi selaras dengan karakteristik kualitatif relevansi dan keandalan. Perusahaan juga tidak perlu mempertahankan suatu kebijakan akuntansi kalau ada alternatif lain yang lebih relevan dan lebih andal. Berhubung pemakai ingin mernbandingkan posisi keuangan, kinerja serta perubahaan posisi keuangan antar periode, maka perusahaan perlu menyajikan informasi periode sebelumnya dalam laporan keuangan.
2.3.4
Pemakai Laporan Keuangan Selain sebagai alat pertanggungjawaban, informasi keuangan diperlukan
sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi. Pengambilan keputusan ekonomi adalah keputusan yang dilakukan secara sadar untuk menetapkan sesuatu atas dasar data dalam bidang bisnis. Pemakai laporan keuangan meliputi investor sekarang dan investor potensial, karyawan, pemberi pmjaman, pemasok dan kreditor usaha lainnya, pelanggan, pemerintah serta lembaga-lembaganya, dan masyarakat. Mereka menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan infotmasi yang berbeda. Beberapa kebutuhan ini meliputi :
Bab II – Tinjauan Pustaka
a.
50
Investor Penanam modal berisiko dan penasihat mereka berkepentingan dengan risiko yang melekat serta hasil pengembangan dari mvestasi yang mereka lakukan. Mereka membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah harus membeli, menahan atau menjual investasi tersebut. Pemegang saham juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan untuk membayar dividen.
b.
Karyawan Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik pada informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka juga tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun, dan kesempatan kerja.
c.
Pemberi Pinjaman Pemberi
pinjaman
tertarik
dengan
informasi
keuangan
yang
memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo. d.
Pemasok dan kreditor usaha lainnya Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terhutang akan dibayar pada saat jatuh tempo. Kreditor usaha berkepentingan pada perusahaan dalam tenggang waktu yang lebih pendek daripada pemberi pinjaman kecuali kalau sebagai pelanggan utama mereka tergantung pada kelangsungan hidup perusahaan.
e.
Pelanggan Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungpn hidup perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang dengan, atau tergantung pada perusahaan.
f.
Pemerintah Pemerintahdan berbagai lembaga yang berada di bawah kekuasaanya berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan karena itu berkepentingan
Bab II – Tinjauan Pustaka
51
dengan aktivitas perusahaan. Mereka juga membutuhkan informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya. g.
Masyarakat Perusahaan mempengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai cara. Misalnya, perusahaan dapat memberikan kontribusi berarti pada perekonomian nasional, termasuk jumlah orang yang dipekerjakan dan perlindungan kepada penanam modal domestik. Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya.
Para pemakai laporan keuangan membutuhkan keterangan kebijakan akuntansi terpilih sebagai bagian dari informasi yang dibutuhkan, untuk membuat penilaian, dan keputusan keuangan dan keperluan lain. Mereka tidak dapat membuat penilaian handal jika laporan keuangan tidak mengungkapkan dengan jelas kebijakan akuntansi terpilih yang penting dalam penyusunan laporan keuangan. Laporan keuangan harus memperlihatkan hubungan informasi dengan periode sebelum dan setelahnya. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bersifat umum. Dengan demikian tidak sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan informasi setiap pemakai. Berhubung para investor merupakan penanam modal berisiko ke perusahaan, maka ketentuan laporan keuangan yang memenuhi kebutuhan mereka juga akan memenuhi sebagian besar kebutuhan pemakai lain.
2.3.5
Jenis-Jenis Laporan Keuangan Pembuatan laporan keuangan harus mengacu pada prinsip akuntansi yang
berlaku umum (PABU). PABU adalah suatu kebiasaan atau aturan yang baik untuk melaporkan laporan keuangan. PABU berfungsi juga sebagai aturan minimum yang harus dipatuhi ketika membuat laporan keuangan.
Bab II – Tinjauan Pustaka
52
Di dalam laporan keuangan terdapat lima jenis laporan keuangan yang terdiri atas: 1.
Neraca Menurut Darsono dan Ashari (2004 : 18), pengertian neraca adalah : “Laporan tentang posisi keuangan perusahaan pada tanggal tertentu seperti yang tertera dalam neraca. Biasanya Neraca dibuat per 31 Desember, atau tiap akhir bulan.” Neraca terdiri dari beberapa komponen, yaitu : 1)
Aktiva Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002 : 13), aktiva adalah : “Sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa yang akan datang di harapkan akan diperoleh.” Aktiva terdiri atas : a. Aktiva lancar, yaitu aktiva yang paling mudah dan cepat untuk dijadikan uang atau kas. Pengelompokan yang umum adalah : kas, piutang dagang, persediaan, investasi. Kas adalah aktiva yang paling likuid sehingga ditempatkan pada bagian paling atas. b.
Aktiva tetap, yaitu investasi pada tanah, bangunan, kendaraan, dan peralatan yang lain yang dilakukan oleh perusahaan. Aktiva tetap disusun berdasarkan urutan yang paling tidak likuid. Jadi pada aktiva tetap, urutan yang paling atas adalah tanah, kemudian bangunan, mesin-mesin peralatan, dan kendaraan.
c.
Aktiva lain-lain, yaitu investasi atau kekayaan lain yang dimiliki oleh perusahaan. Isi dari pos aktiva lain-lain adalah kekayaan atau investasi yang tidak bisa dikelompokan dalam aktiva lancar dan aktiva tetap.
2)
Kewajiban dan Ekuitas Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002 : 13), kewajiban dan ekuitas adalah : “Kewajiban merupakan hutang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus
Bab II – Tinjauan Pustaka
53
keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat, sedangkan ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewaiban.” Kewajiban terdiri atas : a.
Kewajiban jangka pendek, yaitu kewajiban kepada pihak kreditor yang akan dibayarkan dalam jangka waktu satu tahun ke depan. Komponen kewajiban jangka pendek diantaranya adalah hutang dagang, hutang gaji, hutang pajak, hutang bank jatuh tempo dalam satu tahun, dan hutang lain-lain.
b.
Kewajiban jangka panjang, yaitu kewajiban yang akan dibayarkan dalam jangka waktu lebih dari satu periode akuntansi atau satu tahun. Komponen kewajiban jangka panjang ini meliputi hutang bank, hutang obligasi, hutang wesel, hutang surat-surat berharga lain.
Ekuitas terdiri atas : a.
Modal saham, meliputi saham preferen, saham biasa dan perkiraan tambahan modal disetor.
b.
Agio saham, yaitu kelebihan selisih antara nilai jual saham dengan nilai nominal saham.
c.
2.
Saldo laba.
Laporan Laba rugi Menurut Darsono dan Ashari (2004 : 20), pengertian laba rugi adalah : “Laba rugi merupakan akumulasi aktivitas yang berkaitan dengan pendapatan dan biaya selama periode waktu tertentu, misalnya bulanan atau tahunan.” Laporan laba rugi terdiri dari : 1)
Pendapatsn atau penjualan, yaitu hasil penjualan produk atau jasa utama yang dihasilkan perusahaan kepada pelanggan.
2)
Harga pokok penjualan, yaitu biaya produksi sesungguhnya dari produk atau jasa yang dijual pada periode tersebut.
Bab II – Tinjauan Pustaka
3)
54
Biaya pemasaran, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan produk dan jasa yang dihasilkan pada periode tersebut, misalnya biaya iklan, biaya gaji salesman, dan biaya promosi.
4)
Biaya administrasi dan umum, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk keperluan administrasi dan umum perusahaan. Contohnya adalah biaya gaji direksi, biaya penyusutan, biaya perlengkapan kantor, dan biaya telepon.
5)
Pendapatan luar usaha (non operasional), yaitu pendapatan yang diperoleh bukan dari bisnis utama perusahaan, misalnya keuntungan penjualan aktiva tetap, bunga bank bagi perusahaan non bank, dan lain-lain.
6)
Biaya luar usaha (non operasional), yaitu biaya yang dikeluarkan untuk aktivitas yang bukan dari bisnis utama. Contohnya adalah biaya bunga bank, dan biaya sumbangan.
3.
Laporan arus kas (cash flow) Laporan ini menggambarkan perputaran uang (kas dan bank) selama periode tertentu, misalnya bulanan atau tahunan. Laporan arus kas terdiri atas : 1)
Kas dari atau untuk kegiatan operasional, yaitu kas yang diperoleh dari penjualan, penerimaan piutang dan untuk pembayaran hutang usaha, pembelian barang, dan biaya lainnya. Contohnya adalah pembayaran kas kepada karyawan, pembayaran kas kepada pemasok barang dan jasa, dan lain-lain.
2)
Kas dari atau untuk kegiatan investasi, yaitu kas dari penjualan aktiva tetap dan untuk pembelian aktiva tetap atau investasi pada saham atau obligasi. Contohnya adalah perolehan saham atau instrumen keuangan perusahaan lain.
3)
Kas dari atau kegiatan pendanaan, yaitu kas yang berasal dari setoran modal, hutang jangka panjang atau bank, laba ditahan yang dikonversi ke dalam modal dan untuk pengembalian modal, membayar dividen,
Bab II – Tinjauan Pustaka
55
membayar pokok hutang bank. Contohnya adalah pelunasan pinjaman, penerimaan kas dari emisi saham atau instrumen modal lainnya.
4.
Laporan perubahan ekuitas Laporan perubahan ekuitas menjelaskan perubahan modal, laba ditahan, agio atau disagio. Laporan ini menggambarkan saldo dan perubahan hak si pemilik yang melekat pada perusahaan.
5.
Catatan atas laporan keuangan Isi catatan ini adalah penjelasan umum tentang perusahaan, kebijakan akuntansi yang dianut, dan penjelasan tiap-tiap akun neraca dan laba rugi. Bilamana penjelasan tiap akun neraca dan laba rugi masih perlu dirinci, maka dijabarkan dalam lampiran.
2.3.6
Unsur-Unsur Pokok Laporan Keuangan 1. Aktiva. Adalah jumlah uang yang dinyatakan untuk sumber-sumber ekonomi yang dimiliki oleh perusahaan, yang meliputi uang, barang, dan hak-hak yang akan memberikan manfaat di masa yang akan datang dan didapat dari transaksi-transaksi yang terjadi di masa lalu. 2. Hutang Adalah jumlah uang yang dinyatakan terhadap kewajiban-kewajiban yang melekat pada perusahaan untuk menyerahkan sumber-sumber ekonomi kepada pihak lain di masa yang akan datang. 3. Modal Adalah jumlah uang yang dinyatakan untuk sisa hak atas aktiva perusahaan setelah dikurangi dengan seluruh hutang-hutangnya. Modal merupakan hak atas aktiva perusahaan yang melekat pada para pemilik perusahaan.
Bab II – Tinjauan Pustaka
56
4. Pendapatan Adalah jumlah kotor dari kenaikan aktiva atau penurunan hutang atau kombinasi dari keduanya. Pendapatan timbul dari aktivitas perusahaan yang mengakibatkan diperolehnya pendapatan atau laba bagi perusahaan dalam satu periode. 5. Biaya Adalah jumlah kotor dari penurunan aktiva atau kenaikan hutang. Biaya timbul dari kegiatan perusahaan dalam usaha perusahaan untuk mendapatkan pendapatan dalam satu periode. 6. Laba Adalah selisih lebih dari pendapatan di atas biayanya dalam suatu periode, dan disebut rugi apabila terjadi keadaan yang sebaliknya.
2.3.7
Sifat Laporan Keuangan Laporan keuangan dipersiapkan atau dibuat dengan maksud untuk
memberikan gambaran atau laporan kemajuan (progress report) secara periodik yang dilakukan pihak manajemen yang bersangkutan atau dengan kata lain laporan keuangan sebagai hasil akhir dari proses akuntansi, disusun oleh manajemen dengan maksud untuk memberikan gambaran atau laporan tentang perkembangan secara periodik, dan berkenaan dengan status investasi di dalam perusahaan sebagai hasil usahanya selama periode (akuntansi) yang bersangkutan. Laporan keuangan itu merupakan gambaran suatu kombinasi dari : 1. Kejadian-kejadian atau fakta yang dicatat. Sifat ini menunjukkan bahwa data dalam laporan keuangan itu disusun dari catatan (akuntansi) atas peristiwa-peristiwa atau transaksi yang telah terjadi, data dalam laporan keuangan itu merupakan akumulasi dan catatan historis tentang peristiwa yang telah terjadi, dan dinyatakan dalam jumlah yang tercakup di dalamnya menurut harga-harga pada saat terjadinya transaksi.
Bab II – Tinjauan Pustaka
57
2. Konsep dasar dan konvensi-konvensi yang dipakai di dalam akuntansi. Sifat ini mengingatkan kepada para pemakai laporan keuangan suatu perusahaan, bahwa laporan keuangan adalah hasil akhir dan proses akuntansi yang diselenggarakan menurut konsep, prinsip, metode dan prosedur-prosedur yang lazim yang berorientasi pada tujuan penyediaan informasi kepada banyak pihak. Laporan keuangan itu bersifat umum, dan bukan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak tertentu saja. 3. Pendapat-pendapat
atau
pertimbangan-pertimbangan
pribadi
(manajemen). Konsep dasar dan konvensi dan pendapat atau pertimbangan pribadi yang digunakan itu sangat mewarnai dan mempengaruhi laporan keuangan, pertimbangan-pertimbangan yang sehat dan dapat dipertanggung jawabkan terutama diperlukan, dengan memperhatikan pada kompetensi dan integritas manajemen serta kepatuhannya pada prinsip-prinsip akuntansi yang lazim.
Pertimbangan-pertimbangan atau pendapat pribadi. Di samping sifat-sifat historis dan umum, laporan keuangan juga diwarnai oleh pertimbanganpertimbangan, pendapat atau kebijakan manajemen yang bertanggung jawab pada penyelenggaraan
kegiatan
akuntansi
dan
informasi
(keuangan)
yang
dihasilkannya. Kebijakan manajemen tercermin di dalam laporan keuangan, dalam kaitannya dengan: 1. Menentukan cara atau metode yaug digunakan untuk membuat taksirantaksiran dalam rangka mengakui atau memperhitungkan, misalnya: kerugian piutang, penyusutan aktiva. 2. Kebijakan untuk mengamortisasikan harga perolehan aktiva tak berujud relatif lebih cepat, daripada umur ekonomisnya. 3. Kebijakan yang berhubungan dengan kriteria perlakuan akuntansi terhadap pengeluaran sebagai pengeluaran modal dan pengeluaran pendapatan.
Bab II – Tinjauan Pustaka
2.3.8
58
Keterbatasan Laporan Keuangan Laporan keuangan sebagai hasil akhir dari proses akuntansi, memiliki
keterbatasan-keterbatasan dan disusun berdasar ketentuan-ketentuan yang pada umumnya tidak keseluruhannya dipahami oleh pihak-pihak yang tidak mendapatkan atau mempelajari tentang akuntansi, keterbatasan-keterbatasan yang ada pada laporan keuangan adalah sebagai berikut: 1. Laporan keuangan bersifat historis, yaitu merupakan laporan atas kejadian yang telah lewat. Karenanya laporan keuangan tidak dapat dianggap sebagai satu-satunya sumber informasi dalam proses pengambilan keputusan ekonomi. 2. Laporan keuangan bersifat umum dan bukan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak tertentu. 3. Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan taksiran-taksiran dan berbagai pertimbangan. 4. Akuntansi hanya melaporkan akuntansi yang material, demikian pula penerima prinsip akuntansi terhadap suatu fakta atau pos tertentu mungkin tidak dilaksanakan jika hal ini tidak menimbulkan pengaruh yang material terhadap kelayakan laporan keuangan. 5. Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomi sesuatu peristiwa atau transaksi dari pada bentuk hukumnya (formalitas). 6. Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknis, dan pemakaian laporan diasumsikan memahami bahasa teknis, akuntansi dan sifat dari informasi yang dilaporkan. 7. Nilai yang tercantum di neraca hanyalah nilai pada suatu saat tertentu saja. Analis harus menyadari kemungkinan adanya suatu "Window-dressing".
2.4 Implementasi Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia
(KBBI)
mendefinisikan
kata
”implementasi” sebagai “pelaksanaan, penerapan”. Dari pengertian tersebut implementasi merupakan bentuk pelaksanaan sesuatu variabel. Maka berkaitan dengan penelitian ini, dapat diasumsikan bahwa pelaksanaan dari Good Corporate
Bab II – Tinjauan Pustaka
59
Governance (GCG) dapat menentukan tingkat baik buruknya sesuatu laporan keuangan.
2.5 Peran Implementasi Good Corporate Governance (GCG) Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemakai informasi yang dihasilkan oleh akuntansi dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu: pemakai eksternal dan pemakai internal. Sejalan dengan itu, maka dalam berbagai literatur akuntansi dikenal dua bidang akuntansi, yaitu Akuntansi Keuangan (Financial Accounting) dan Akuntansi Manajemen (Management Accounting). Para pemakai eksternal akan menggunakan informasi yang dihasilkan oleh bidang akuntansi keuangan, sementara pemakai internal akan menggunakan terutama informasi yang dihasilkan dari bidang akuntansi manajemen. Prinsip
transparansi
menginginkan
agar
para
pemegang
saham
memperoleh informasi yang cukup, benar, akurat, dan tepat waktu sehingga para pemegang saham tidak tersesat dalam pengambilan keputusan. Laporan keuangan sebagaimana diatur oleh standar akuntansi haruslah menyajikan informasi sesuai dengan apa adanya, tanpa ada upaya untuk menutup-nutupi segala sesuatu yang seharusnya diungkapkan. Hal ini diatur dalam SAK yang secara jelas menetapkan berbagai karakteristik kualitatif yang harus dipenuhi oleh laporan keuangan. Karakteristik itu terdiri dari: dapat dipahami, relevan, andal, dan dapat dibandingkan. Pemenuhan terhadap keempat karakteristik di atas akan menjadikan laporan keuangan itu mengandung informasi yang tidak menyesatkan bagi pemakainya. Selain itu, pengertian dasar laporan keuangan itu tidaklah hanya sebatas laporan keuangan saja, melainkan meliputi pula catatan atas laporan keuangan yang secara keseluruhan akan menggambarkan secara lengkap kondisi keuangan, hasil usaha dan segala sesuatu yang berkaitan dengan keuangan perusahaan.
Bab II – Tinjauan Pustaka
60
Meskipun di dalam standar akuntansi terdapat kemungkinan perusahaan mengganti metode akuntansi yang digunakan (misalnya metode dalam penilaian persediaan, penyusutan harta tetap), tetapi standar akuntansi mewajibkan adanya penggunaan sesuatu metode atau teknik serta prinsip secara konsisten. Kalaupun dilakukan pergantian, pengaruhnya wajib untuk dijelaskan. Ketentuan ini jelas akan membuat laporan keuangan menjadi lebih bermutu dan bermanfaat karena para pemakainya dapat mengukur dan memperbandingkan kondisi dan perkembangan keuangan serta kinerja perusahaan dari waktu ke waktu Prinsip "adil" dalam GCG menuntut adanya perlakuan yang adil kepada semua pihak terkait, terutama pemegang saham minoritas. Penegakan atas prinsip ini tentu lebih banyak ditentukan oleh peraturan dan norma yang tersedia serta perilaku berbagai pihak, terutama manajemen. Sedikit yang dapat disumbangkan oleh akuntansi dalam hal ini, adalah bahwa akuntansi itu bersifat netral dan independen. Sikap netral dan independen ini berlaku secara keseluruhan, tidak hanya secara teori tetapi juga harus tercermin datam sikap dan perilaku para akuntan dalam kehidupannya. Hal ini diatur dalam kode etik akuntan. Dengan demikian informasi yang disiapkan melalui proses akuntansi keuangan tidak akan ditujukan untuk lebih menguntungkan bagi golongan pemakai tertentu karena ia tidak dirancang untuk memenuhi kebutuhan salah satu atau beberapa pemakai saja, melainkan dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan umum semua jenis pemakainya. Jadi sikap netral dan independennya akuntansi dan para akuntan akan mendukung terealisasinya GCG. Salah satu prinsip dasar yang dianut dalam akuntansi adalah prinsip konservatisme (conservatism) yang menunjukkan sikap kehati-hatian. Prinsip ini mengatur bahwa dalam hal perusahaan berhadapan dengan kejadian-kejadian yang tidak pasti (uncertainty), maka laporan keuangan harus memilih angka dan posisi yang kurang menguntungkan. Perusahaan sudah dapat mencatat sesuatu kerugian yang belum direalisasi tapi sudah ada dasarnya, sementara laba yang sudah ada indikasinya belum boleh dicatat sebelum laba itu direalisasi. Dengan menganut prinsip ini jelas bahwa pelaporan aktiva maupun laba yang ditinggikan (overstated) atau sebaliknya pelaporan kewajiban dan biaya atau rugi yang
Bab II – Tinjauan Pustaka
61
direndahkan (understated) akan terhindarkan. Para akuntan percaya bahwa dengan menganut prinsip ini para pemakai laporan keuangan kemungkinan kecil akan disesatkan
(Schroeder
dkk.:2001).
Dengan
konservatisme akan mendukung terciptanya GCG.
demikian
menganut
prinsip