BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. DIABETES MELLITUS 1. Definisi Diabetes Mellitus (DM) Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Soegondo, 2007). Diabetes mellitus sangat erat kaitannya dengan mekanisme pengaturan gula normal. Pada kondisi normal, kadar gula tubuh akan selalu terkendali, berkisar 70-110 mg/dl, oleh pengaruh kerja hormon insulin yang diproduksi oleh kelenjar pankreas. Setiap sehabis makan, terjadi penyerapan makanan seperti tepung-tepungan (karbohidrat) di usus dan kadar gula darah akan meningkat. Peningkatan kadar gula darah ini akan memicu produksi hormon insulin oleh kelenjar pankreas. Berkat pengaruh hormon insulin ini, gula dalam darah sebagian besar akan masuk kedalam berbagai macam sel tubuh (terbanyak sel otot) dan akan digunakan sebagai bahan energi dalam sel tersebut. Sel otot kemudian menggunakan gula untuk beberapa keperluan yakni sebagai energi, sebagian disimpan sebagai glikogen dan jika masih ada sisa, sisa sebagian tersebut diubah menjadi lemak dan protein (Aulia Madu, 2009). Diabetes mellitus tipe II ini umum terjadi pada orang berusia diatas 40 tahun meskipun sekarang ini banyak pula dijumpai pada orang yang masih muda sebagai akibat dari obesitas. Diabetes jenis ini mungkin tidak terdeteksi dalam waktu lama karena pasien tidak mengalami keluhan kesehatan (Dr. Charles dan Dr. Anne, 2010).
2. Patofisiologi Diabetes Mellitus Pankreas yang disebut kelenjar ludah perut, adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak di belakang lambung. Di dalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau pada peta, karena itu disebut 4
5 pulau-pulau Langerhans yang berisi sel β yang mengeluarkan hormone insulin yang sangt berperan dalam mengatur kadar glukosa darah.Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa tersebut dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila isulin tidak ada, maka glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel dengan akibat kadar glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel dengan akibat kadar glukosa dalam darah meningkat. Keadaan inilah yang terjadi pada DM tipe I (Imam subekti, 2009). Pada keadaan DM tipe II, jumlah insulin bisa normal, bahkan lebih banyak, tetapi jumlah reseptor (penangkap) insulin di permukaan sel kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan DM tipe II, jumlah lubang kuncinya kurang, sehingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit, sehingga sel kekurangan bahan bakar (glukosa) dan kadar glukosa dalam darah meningkat. DM tipe II juga bisa terjadi akibat gangguan transport glukosa di dalam sel sehingga gagal digunakan sebagai bahan bakar untuk metabolism energy (Imam subekti, 2009).
3. Penyebab Diabetes Mellitus Penyebab diabetes adalah pankreas yang tidak dapat menghasilkan insulin sesuai dengan kebutuhan tubuh (Charles dan Anne, 2010). Insulin berperan utama dalam mengatur kadar glukosa dalam darah, yaitu 60-120 mg/dl waktu puasa dan dibawah 140 mg/dl pada dua jam sesudah makan (orang normal) (Tjokroprawiro, 2006). Ada bebrapa faktor yang menyebabkan Diabetes Mellitus sebagai berikut : a.
Pola makan Pola makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya DM. Hal ini disebabkan jumlah atau kadar insulin oleh sel β pankreas mempunyai
6 kapasitas maksimum untuk disekresikan (Wijayakusuma, 2004). Penderita diabetes yang terlalu kerap memakan makanan terutama yang memiliki kandungan glukosa tinggi namun tidak disertai dengan aktivitas fisik yang cukup untuk membakar timbunan sumber energi. Akibatnya terjadi penumpukan glukosa yang tidak mampu di uraikan oleh hormon insulin. Produksi insulin dalam tubuh akan menurun, gula darah akan tetap menumpuk dalam bentuk kristal dalam darah. Penumpukan kristal ini akan memberi efek penyakit berantai selanjutnya (AnneAhira, 2010) b. Obesitas Orang yang gemuk dengan berat badan melebihi 90 kg mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk terserang DM dibandingkan dengan orang yang tidak gemuk (Wijayakusuma, 2004). Pada kegemukan atau obesitas, sel-sel lemak juga ikut gemuk dan sel seperti ini akan menghasilkan beberapa zat yang digolongkan sebagai adipositokin yang jumlahnya lebih banyak dari keadaan pada waktu tidak gemuk. Zat-zat itulah yang menyebabkan resistensi terhadap insulin (Hartini, 2009). c.
Faktor Genetik Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM orang tua. Biasanya, seseorang yang menderita DM mempunyai anggota keluarga yang juga terkena (Wijayakusuma, 2004). Anggota keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Para ahli kesehatan juga menyebutkan diabetes mellitus merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks. Biasanya kaum laki-laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada anakanaknya (Maulana, 2008).
d. Bahan-bahan Kimia dan Obat-obatan Bahan
kimiawi
tertentu
dapat
mengiritasi
pankreas
yang
menyebabkan radang pankreas. Peradangan pada pankreas dapat
7 menyebabkan pankreas tidak berfungsi secara optimal dalam mensekresikan hormon yang diperlukan untuk metabolisme dalam tubuh, termasuk hormon insulin. Segala jenis residu obat yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat mengiritasi pankreas (Wijayakusuma, 2004). e.
Penyakit dan Infeksi pada Pankreas Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi pankreas
sehingga
menimbulkan
radang
pankreas.
Hal
itu
menyebabkan sel β pada pankreas tidak bekerja secara optimal dalam mensekresi insulin (Wijayakusuma, 2004). Virus yang menyebabkan
DM
adalah
rubella,
mumps,
dan
human
coxsackievirus B4. Diabetes mellitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM (Maulana, 2008).
4. Gejala dan Pencegahan Diabetes Mellitus a.
Gejala Akut Diabetes Mellitus Tiga
gejala
permulaan
yang
ditujukan
adalah
poliuria
(peningkatan pengeluaran urin), polifagia (peningkatan rasa lapar), polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma
yang
hipertonik
(sangat
pekat).
Dehidrasi
intrasel
merangsang pengeluaran ADH (Anti Diuretik Hormone) dan menimbulkan rasa haus (Riyadi, 2007). b.
Gejala Kronik Diabetes Mellitus Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan antibodi, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik (Riyadi, 2007). Kadang-kadang penderita penyakit diabetes mellitus tidak menunjukkan gejala akut
8 (mendadak), tetapi penderita tersebut baru menunjukkan gejala sudah bebarapa bulan atau beberapa tahun mengidap penyakit diabetes mellitus. Gejala kronik yang sering timbul adalah kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit, sehingga kalau berjalan seperti diatas bantal atau kasur, kram, capai, mudah mengantuk, mata kabur, gatal disekitar kemaluan terutama wanita, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun bahkan impoten (Tjokroprawiro, 2006). c.
Pencegahan Diabetes Mellitus Upaya pencegahan Diabetes Mellitus ada dua jenis atau tahap yaitu : 1) Pencegahan primer Pencegahan terjadinya diabetes mellitus pada individu yang beresiko melalui modifikasi gaya hidup (pola makan sesuai, aktivitas fisik, penurunan berat badan) dengan didukung program edukasi yang berkelanjutan (Maulana, 2008). 2) Pencegahan sekunder Tindakan
pencegahan
terjadinya
komplikasi
akut.
Programnya meliputi pemeriksaan dan pengobatan tekanan darah, perawatan kaki diabetes, pemeriksaan mata secara rutin, pemeriksaan protein dalam urine dan program menurunkan atau menghentikan kebiasaan merokok (Maulana, 2008). 3) Pencegahan tersier Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Usaha ini meliputi mencegah timbulnya komplikasi, mencegah progresi daripada komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagalan organ, mencegah kecacatan tubuh (Atun, 2009).
9 5. Diagnosis Diabetes Mellitus Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan pada keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat, dll. Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik
dilakukan
untuk
menunjukan
gejala
DM,
sedangkan
pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi yang tidak bergejala, tapi punya resiko DM (usia >45 tahun, berat badan lebih, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat abortus berulang, melahirkan bayi >4000 gr, kolesterol HDL <= 35 mg/dl, atau trigliserida >= 250 mg/dl) (Budiyanto, 2009).
6. Klasifikasi Diabetes Mellitus Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa type yaitu : a.
Diabetes mellitus type I, Insulin Dependen diabetes mellitus (IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset diabetes (JOD), klien tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan (Harnawatiaj, 2008).
b.
Diabetes mellitus type II, Non Insulin Dependen diabetes mellitus (NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset diabetes (MOD) terbagi dua yaitu: 1) Non obesitas Disebabkan karena memiliki resistensi insulin dan faktor resiko metabolic, terutama pada individu yang memiliki kedua orang
10 tua yang diabetes atau keluarga inti maupun tingkat kedua yang diabetes, biasanya terjadi pada individu yang non-diabetes (Sugondo dan Gustaviani, 2006). 2) Obesitas Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pankreas, tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer. Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas (Harnawatiaj, 2008). c.
Diabetes mellitus type lain 1) Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pankreas, kelainan hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik dan lain-lain. 2) Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain : Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik 3) Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus (Harnawatiaj, 2008).
7. Glukosa Darah a.
Pengertian Glukosa merupakan bentuk paling sederhana dari molekul gula, yang merupakan produk akhir dari pencernaan karbohidrat dan bentuk dimana karbohidrat diserap dari usus kedalam aliran darah. Terkadang orang menyebutnya gula anggur ataupun dekstrosa. Banyak dijumpai dialam, terutama pada buah-buahan, sayur-sayuran, madu, sirup, jagung dan tetes tebu. Di dalam tubuh glukosa didapat dari hasil akhir pencernaan amilum, sukrosa, maltosa dan laktosa (Erliensty, 2009).
11 b.
Mekanisme pengaturan gula darah Tingkat gula darah diatur melalui umpan balik negatif untuk mempertahankana keseimbangan didalam tubuh. Level glukosa didalam darah dimonitor oleh pankreas. Bila konsentrasi glukosa menurun, karena dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh, pankreas melepaskan glukagon, hormon yang menargetkan sel-sel di lever (hati). Kemudian sel-sel ini mengubah glikogen menjadi glukosa (proses ini disebut glikogenolisis). Glukosa dilepaskan kedalam aliran darah, hingga meningktakan level gula darah (Herman, 2009). Apabila level gula darah meningkat, entah karena perubahan glikogen atau karena pencernaan makanan, hormin yang lain dilepaskan dari butir-butir sel yang terdapat didalam pankreas. Hormon ini yang disebut insulin, menyebabkan hhati mengubah lebih banyak glukosa menjadi glikogen (proses ini disebut glikogenosis) yang mengurangi level gula (Herman, 2009).
c. Kategori Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Mellitus Kategori kadar gula darah penderita diabetes mellitus dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini : TABEL 1 KATEGORI KADAR GULA DARAH Kadar Gula Darah
Bukan DM
Kadar Gula Darah Sewaktu <100
Pre Diabetes
DM
100-199
≥200
100-125
≥126
100-199
≥200
(mg/dl) Kadar Gula Darah Puasa <100 (mg/dl) Kadar Gula Darah 2 jam <100 PP Sumber : (D’adamo, 2007).
12 8. Diit Diabetes Mellitus a.
Prinsip Diit Diabetes Mellitus Prinsip diit diabetes mellitus adalah mengurangi dan mengatur konsumsi karbohidrat sehingga tidak menjadi beban bagi mekanisme pengaturan kadar gula darah dengan anjuran mengkonsumsi karbohidrat komplek dan makanan yang mengandung serat (Tjokroprawiro, 2001).
b.
Tujuan Diit 1) Mempertahankan kadar glukosa darah supaya mendekati normal. 2) Mencapai dan mempertahankan kadar lipida serum normal. 3) Memberi cukup energi untuk mempertahankan atau mencapai berat badan normal. 4) Menghindari atau menangani komplikasi akut pasien diabetes mellitus. 5) Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang optimal (Almatsier, 2007).
c.
Syarat Diit 1) Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal. Makanan dibagi dalam 3 porsi besar, yaitu makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi kecil untuk makanan selingan (masing-masing 10-15%). 2) Kebutuhan protein normal, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total. 3) Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total, dalam bentuk <10% dari kebutuhan energi total berasal dari lemak jenuh, 10% dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan sisanya dari lemak
tidak jenuh tunggal. Asupan makanan
kolesterol dibatasi, yaitu ≤ 300 mg per hari. 4) Kebutuhan karbohidrat adalah sisa dari kebutuhan energi total, yaitu 60-70%.
13 5) Penggunaan gula murni dalam minuman dan makanan tidak diperbolehkan kecuali jumlahnya sedikit sebagai bumbu. Bila kadar
glukosa
darah
sudah
terkendali,
diperbolehkan
mengkonsumsi gula murni sampai 5% dari kebutuhan energi total. 6) Penggunan gula alternatif dalam jumlah terbatas. 7) Asupan serat dianjurkan 25 gr per hari dengan mengutamakan serat larut air yang terdapat didalam sayur dan buah. 8) Cukup vitamin dan mineral (Almatsier, 2007).
B. FREKUENSI PEMBERIAN KONSULTASI GIZI Konsultasi gizi adalah serangkaian proses belajar untuk mengembangkan pengertian dan sikap positif terhadap makanan agar dapat membentuk dan memiliki kebiasaan makan yang baik dalam hidup sehari-hari (Depkes RI, 1991). Menurut Besty (1997) konsultasi gizi merupakan suatu proses dalam membantu seseorang mengerti tentang keadaan dirinya, lingkungannya dan hubungan dengan keluarganya dalam membangun kebiasaan yang baik termasuk makan sehingga menjadi sehat, aktif dan produktif. Pada dasarnya edukasi pada diabetes mellitus adalah perawatan mandiri sehingga seakan-akan pasien menjadi dokternya sendiri dan juga mengetahui kapan pasien harus pergi ke dokter atau ahli gizi untuk mendapatkan pengarahan lebih lanjut. Edukasi yang cukup akan menghasilkan kontrol diabetes yang baik dan mencegah perawatan di rumah sakit. Sebaiknya juga melakukan analisa mengenai pengetahuan pasien mengenai diabetes, sikap dan keterampilannya. Demikian juga dengan mengetahui latar belakang sosial, kebiasaan makan dan pendidikannya, edukasi akan lebih terarah dan akan lebih mudah berhasil (Haznam, 1996) Konsultasi gizi hendaknya dilakukan secara sederhana, jelas dan sesuai dengan tersedianya bahan makanan serta harus sesuai dengan keadaan sosial budaya. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan maka konsultasi gizi dilakukan secara aktif. Konsultasi sebaiknya dilakukan oleh tenaga ahli dan
14 terampil dalam dietetik dan komunikasi. Penilaian konsultasi gizi dilihat dari sikap responden akan membawa hasil baik dengan pilihan jawaban setuju dan tidak setuju. Jika jawaban setuju maka kunjungan ulang konsultasi gizi dilakukan, jika jawaban tidak setuju maka kunjungan ulang tidak dilakukan dengan alasan yang bebas (Soetarjo, 1996).
C. KEPATUHAN DIIT DIABETES MELLITUS 1. Pengertian Kepatuhan berasal dari kata patuh, yang berarti disiplin dan taat. Menurut Sacket dalam Niven (2000) kepatuhan adalah sejauh mana perilaku sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan (Syakira, Ghana 2009). Ketidakpahaman pasien terhadap terapi yang sedang dijalaninya akan meningkatkan ketidakpatuhan pasien dalam mengkonsumsi obatnya (Sitorus, 2010). Faktor tersebut akibat dari kurangnya informasi dan komunikasi antara tenaga kesehatan dengan pasien. Biasanya karena kurangnya informasi mengenai hal-hal di atas, maka pasien melakukan self-regulation terhadap terapi obat yang diterimanya (Anonim, 2007). Salah satu upaya untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatannya saat ini adalah dengan melakukan konseling pasien. Dengan adanya konseling dapat mengubah pengetahuan dan kepatuhan pasien. Pengetahuan yang dimiliki pasien diharapkan dapat menjadi titik tolak perubahan sikap dan gaya hidup pasien yang pada akhirnya akan merubah perilakunya serta dapat meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan yang dijalaninya (Siregar, 2006).
2. Variabel yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan Beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat kepatuhan menurut Brunner & Suddarth (2002) adalah : a.
Variabel demografi seperti usia, jenis kelamin, pengetahuan dan pendidikan. Pendidikan merupakan suatu dasar utama dalam keberhasilan pengobatan. Dalam pendidikan terdiri dari : (1)
15 Meningkatkan kepatuhan diit penderita, (2) Dapat menjamin pengendalian gangguan metabolisme dalam tubuh secara umum, (3) Menambah kepercayaan diri penderita, (4) Dapat menghambat komplikasi terhadap penyakit diabetes mellitus. b.
Variabel penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala akibat terapi gizi dan obat.
c.
Variabel psikososial seperti intelegensia, sikap terhadap tenaga kesehatan, penerimaan atau penyangkalan terhadap penyakit, keyakinan agama atau budaya dan biaya finansial pengobatan (Sri Hartini, 1993).
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
ketidakpatuhan
dapat
digolongkan menjadi empat bagian menurut (Niven, 2002) antara lain : a.
Pemahaman tentang instruksi Tak seorang pun dapat mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang instruksi yang diberikan padanya.
b.
Kualitas instruksi Kualitas instruksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan.
c.
Isolasi sosial dan keluarga Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta juga dapat menentukan program pengobatan yang dapat di terima.
d.
Keyakinan, sikap dan kepribadian Becker et al (1979) dalam Niven (2002) membuat suatu usulan bahwa model keyakinan kesehatan berguna untuk memperkirakan adanya ketidakpatuhan (Syakira, Ghana, 2009).
16 4. Faktor Penentu Derajat Ketidakpatuhan Neil Niven (2002) mengungkapkan derajat ketidakpatuhan itu ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu : a. Kompleksitas prosedur pengobatan. b. Derajat perubahan gaya hidup yang dibuktikan. c. Lamanya waktu dimana pasien harus mematuhi program tersebut. d. Apakah penyakit tersebut benar-benar menyakitkan. e. Apakah pengobatan itu berpotensi menyelamatkan hidup. f. Keparahan penyakit yang dipersepsikan sendiri oleh pasien dan bukan petugas kesehatan.
5. Strategi untuk Meningkatkan Kepatuhan Menurut Smet (1994) berbagai strategi untuk meningkatkan kepatuhan adalah : a. Dukungan profesional kesehatan Dukungan
profesional
kesehatan
sangat
diperlukan
untuk
meningkatkan kepatuhan, contoh yang paling sederhana dalam hal dukungan tersebut adalah dengan adanya teknik komunikasi. Komunikasi memegang peranan penting karena komunikasi yang baik diberikan oleh profesional kesehatan baik dokter atau ahli gizi dapat menanamkan ketaatan bagi pasien. b. Dukungan sosial Dukungan sosial yang dimaksud adalah keluarga. Para profesional kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga pasien untuk menunjang peningkatan kesehatanasien makan ketidakpatuhan dapat dikurangi. c. Perilaku sehat Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan. Untuk pasien dengan diabetes mellitus diantaranya adalah tentang bagaimana cara untuk menghindari komplikasi lebih lanjut apabila sudah menderita diabetes. Modifikasi gaya hidup dan kontrol secara teratur atau minum obat sangat perlu bagi pasien diabetes.
17 d. Pemberian informasi Pemberian informasi yang jelas pada psien dan keluarga mengenai penyakit yang dideritanya serta cara pengobatannya.
6.
Pengelolaan Penderita Diabetes Mellitus Tujuan dari pengelolaan diabetes mellitus dalam jangka pendek adalah untuk menghilangkan keluhan maupun gejala yang ditimbulkan dari diabetes mellitus. Tujuan jangka panjang adalah untuk mencegah komplikasi baik makroangiopati maupun neuropati diabetik.
Cara
penanganannya adalah dengan cara menormalkan kadar glukosa darah, lipid serta insulin. Pilar utama dalam melaksanakan pengelolaan diabetes mellitus berdasarkan atas perencanaan makanan, latihan jasmani, obat yang berkhasiat unutk mengatasi terjadinya hipoglikemik serta perlunya program penyuluhan gizi (PERKENI, 1996).
D. Hubungan Frekuensi Pemberian Konsultasi Gizi dengan Kepatuhan Diit Konseling harus bertujuan untuk mendidik pasien sehinggga pengetahuan pasien terhadap kepatuhan akan meningkat dan hal ini akan mendorong pada perubahan perilaku. Melalui konseling (disertai dengan penjelasan yang memadai) maka asumsi dan perilaku pasien yang salah akan dapat diperbaiki atau dikoreksi (Rantucci, 2007). Menurut
Besty (1997), konsultasi gizi
merupakan suatu proses dalam membantu seseorang mengerti tentang keadaan dirinya, lingkungannya dan hubungan dengan keluarganya dalam membangun kebiasaan yang baik termasuk makan sehingga menjadi sehat, aktif dan produktif. Selain itu menurut (Poedyasmoro, 2005) faktor penyebab ketidakpatuhan adalah konsultasi yang pernah diberikan pada saat pertama kali oleh petugas kesehatan hanya secara lisan dan tidak diberikan leaflet sehingga penyerapan informasi dari penderita juga terbatas.
E. Hubungan Kepatuhan Diit dengan Kadar Gula Darah Pendapat Smeltzer (2001) menyatakan bahwa apabila pasien yang bersangkutan berpartisipasi secara aktif dalam program, maka kepatuhan
18 pasien cenderung meningkat termasuk pemantauan diri mengetahui kadar gula darah dan diit karena dapat segera diperoleh umpan balik, adanya keinginan klien untuk sembuh.
F. kerangka Teori - Terapi gizi - Obat-obatan Frekuensi Pemberian Konsultasi Gizi
Kepatuhan Diit Diabetes Mellitus
Tingkat Pendidikan
Kadar Gula Darah
-
Pola Makan Obesitas Faktor Genetik Bahan-bahan Kimia dan Obat-obatan - Penyakit dan Infeksi pada Pankreas
G. Kerangka Konsep Frekuensi Pemberian Konsultasi Gizi
Kepatuhan Diit
Kadar Gula Darah
H. Hipotesis 1. Ada hubungan frekuensi pemberian konsultasi gizi dengan kepatuhan diit penderita diabetes mellitus tipe II rawat jalan di Rumah Sakit Tugurejo Semarang. 2. Ada hubungan kepatuhan diit dengan kadar gula darah penderita diabetes mellitus tipe II rawat jalan di Rumah Sakit Tugurejo Semarang.