BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Perkerasan Kaku
2.1.1 Pengertian Perkerasan Kaku Perkerasan kaku berupa perkerasan beton semen adalah struktur yang terdiri atas pelat beton semen yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau menerus dengan tulangan, terletak di atas lapis pondasi bawah atau tanah dasar, tanpa atau dengan lapis permukaan beraspal. Pada perkerasan ini, daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari pelat beton. Sifat, daya dukung dan keseragaman tanah dasar sangat mempengaruhi keawetan dan kekuatan perkerasan beton semen. Struktur perkerasan beton semen secara tipikal sebagaimana terlihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Tipikal Struktur Perkerasan Beton Lapis pondasi bawah pada perkerasan beton semen adalah bukan merupakan bagian utama yang memikul beban, tetapi merupakan bagian yang berfungsi sebagai berikut : 1. Mengendalikan pengaruh kembang susut tanah dasar.
II - 1 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
2. Mencegah intrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan dan tepi-tepi pelat. 3. Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat. 4. Sebagai perkerasan lantai kerja selama pelaksanaan. Pelat beton semen mempunyai sifat yang cukup kaku serta dapat menyebarkan beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan-lapisan di bawahnya. 2.1.2 Klasifikasi Perkerasan Kaku Berdasarkan material pembentuknya terdapat 4 jenis perkerasan kaku, antara lain: 1. Perkerasan Beton Semen Bersambung Tanpa Tulangan / Jointed Plained Concrete Pavement (JCPC). Perkerasan ini terdiri dari pelat beton dan sambungan arah memanjang dan melintang sumbu jalan. Sambungan memanjang menggunakan ruji/dowel dan sambungan melintang menggunakan batang pengikat/tie bar. 2. Perkerasan Beton Semen Bersambung dengan Tulangan / Jointed Reinforced Conrete Pavement (JRCP). Perkerasan ini menggunakan tulangan, serta memiliki sambungan memanjang dan melintang. 3. Perkerasan Beton Semen Menerus dengan Tulangan / Continuously Reinforced Concrete (CRCP). Perkerasan ini menggunakan tulangan memanjang yang menerus, sehingga tidak menggunakan sambungan melintang. Panjang perkerasan ini biasanya lebih dari 75 meter.
II - 2 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
4. Perkerasan Beton Semen Pracetak Prategang / Precast Prestressed Concrete Pavement (PPCP). Perkerasan ini tidak memakai tulangan susut, melainkan menggunakan tulangan prategang. 2.2
Perkerasan Kaku Konvensional
2.2.1 Deskripsi Umum Sudarmawan (2011) mengatakan bahwa Perkerasan jalan beton semen atau secara umum disebut perkerasan kaku, terdiri atas plat (slab) beton semen sebagai lapis pondasi dan lapis pondasi bawah (bisa juga tidak ada) di atas tanah dasar. Dalam konstruksi perkerasan kaku, plat beton sering disebut sebagai lapis pondasi karena dimungkinkan masih adanya lapisan aspal beton di atasnya yang berfungsi sebagai lapis permukaan. Perkerasan beton yang kaku dan memiliki modulus elastisitas yang tinggi, akan mendistribusikan beban ke bidang tanah dasar yang cukup luas sehingga bagian terbesar dari kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari plat beton sendiri. Hal ini berbeda dengan perkerasan lentur dimana kekuatan perkerasan diperoleh dari tebal lapis pondasi bawah, lapis pondasi dan lapis permukaan. Berdasarkan California Department of Transportation (2015) bahwa perkerasan konvensional menggunakan sambungan yang mencukupi untuk mengontrol semua retakan alami yang diinginkan. Retakan diharapkan terjadi pada joint dan tidak di tempat lain pada pelat. Perkerasan konvensional tidak menggunakan
II - 3 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
perkuatan tulangan. Tetapi, terdapat sambungan penyalur beban berupa dowel pada sambungan melintang dan tie bar pada sambungan memanjang.
Gambar 2.2 Ilustrasi Perkerasan Konvensional 2.2.2 Beton Ahadi (2010) mengemukakan bahwa beton perkerasan konvensional terdiri dari kombinasi material semen, agregat kasar dan halus, air, dan sebagian bahan tambahan (admixture). Sifat beton seperti kekuatan, ketahanan, permeabilitas, dan ketahanan terhadap aus ditentukan oleh material tersebut. Untuk perkerasan kaku yang digunakan adalah mutu beton fc’35 dan menggunakan beton untuk LC adalah mutu beton fc’16. 2.2.3 Sambungan / Joint Pelat beton akan retak secara acak dari aksi alami seperti penyusutan atau pengkerutan. Maka dari itu joint menjadi elemen desain Perkerasan Konvensional yang penting sebagai pengontrol retak dan pergerakan horizontal. Tanpa adanya sambungan, pelat beton dapat rusak oleh retakan dalam waktu 1-2 tahun setelah
II - 4 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
dipasang. Jika perkerasan konvensional dipasang dengan tidak benar atau didesain dengan sambungan yang buruk, bisa menghasilkan retak prematur. 1. Sambungan Memanjang (Tie Bar) Sambungan memanjang digunakan untuk mengontrol retakan arah longitudinal (memanjang) pada perkerasan konvensional. Tie bar ditempatkan pada sambungan ini untuk menahan gaya horizontal perkerasan.
Gambar 2.3 Tie Bar Terpasang pada Perkerasan Konvensional 2. Sambungan Melintang (Dowel Bar) Sambungan melintang dipasang tegak lurus dengan tulangan memanjang. Pada sambungan melintang terdapat dowel yang membantu transfer beban. Transfer beban adalah kemampuan sambungan untuk menyalurkan beban kendaraan dari satu sisi pelat ke pelat lain, dan dowel adalah sarana trensfer beban tersebut.
II - 5 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.4 Dowel Bar Terpasang pada Perkerasan Konvensional 2.3
Continuously Rigid Concrete Pavement / CRCP
2.3.1 Deskripsi Umum Berdasarkan California Department of Transportation (2015), Continuously Reinforced Concrete Pavement (CRCP) adalah perkerasan beton dengan perkuatan tulangan tanpa menggunakan sambungan melintang. CRCP diperkuat pada arah longitudinal dengan tambahan sambungan melintang yang digunakan untuk mendukung tulangan longitudinal. Sambungan ini ditujukan untuk menjaga kelangsungan dan memastikan penguatan pada beton secara terus menerus. Tabel 2.1 Perbedaan antara CRCP dengan Perkerasan Konvensional
CRCP
Perkerasan Konvensional
Ketebalan Pondasi Base B (cm)
Min. 50
Min. 50
Ketebalan Pondasi Base A (cm) Pembesian Memanjang
Min. 30 Ada
Min. 30 Tidak Ada
TYPE OF PAVEMENT DESCRIPTION
II - 6 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Dowel Bar
Tidak Ada
Ada
Tie Bar
Ada
Ada
Panjang Minimum Pengecoran (m)
75
5
Fs’ 5
K-500
Optional
Tidak Ada
Ya
Tidak
Minim Perbaikan
Sering Perbaikan
40-50
15-20
Mutu Beton Terminal Angkur Pengendalian Crack pada Pavement Masa Perawatan Umur Konstruksi (Tahun)
2.3.2 Tulangan / Pembesian CRCP terdiri dari tulangan longitudinal dan transversal. Karena tulangan adalah deformed / ulir, kemungkinan selip menjadi minimal dan ikatan dengan beton menjadi meningkat. Sehingga, kontraksi dan ekspansi pergerakan diminimalisir. Tulangan longitudinal menguatkan pavement, megatur jarak retakan transversal, dan menjaga kerapatan retakan tansversal. Sempitnya retakan mampu menjaga interlock tegangan lentur, menghasilkan beban transfer tingkat tinggi antara permukaan beton yang pecah dan tegangan lentur perkerasan yang melemah akibat beban lalu lintas. Kerapatan retakan juga mengurangi infiltrasi air dan kacaunya material yang tidak memadat. Untuk mempertahankan kontinyuitas tulangan dilakukan penyambungan dengan overlap splicing ada arah longitudinal untuk memastikan performa CRCP yang baik. Tulangan transversal dipasang melintang selebar CRCP terutama untuk membantu tulangan longitudinal selama konstruksi dan untuk menahan retakan
II - 7 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
longitudinal yang muncul secara acak dan untuk mengantisipasi bahaya potensial dari punchout. Retak longitudinal terjadi kurang lebih sejajar dengan as jalan. Chairs atau dudukan digunakan untuk menjaga elevasi tulangan longitudinal dan transversal yang dipasang. Chairs berbahan plastik atau besi.
Gambar 2.5 Konfigurasi Tulangan CRCP 2.3.3 Beton Beton terdiri atas kombinasi material semen, agregat kasar dan halus, air, dan admixture jika diperlukan. Sifat beton seperti kekuatan, ketahanan, permeabilitas, dan ketahanan abrasi air tergantung pada material tersebut. CRCP sebaiknya didesain menggunakan kualitas beton terbaik untuk memaksimalkan ketahanan jangka panjang. Tidak dianjurkan menggunakan Rapid Strength Concrete (RSC). Pada CRCP, beton yang digunakan adalah mutu fs’ 5 atau serupa dengan fc’dan untuk LCBC yang digunakan adalah mutu K-125 serta untuk terminal angkur menggunakan mutu beton K-350.
II - 8 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.2 Standar Proporsi Pada Beton CRCP
CONCRETE CLASS DESCRIPTION
Terminal Anchor
LCBC
Rigid Pavement
(K-350)
(K-125)
(fs' 5)
Maximum Size of Coarse Aggregate (mm) Slump (cm) Ratio of cement/water (%)
20
25
25
7.5±2.5 49.4
7.5±2.5 76
7.5±2.5 40
Moisture Content (kg/m3)
181
157
160
Cement Content (kg/m3)
366
180
400
Fine Aggregate (kg/m3)
819
896
791
Coarse Aggregate (kg/m3)
1044
1187
1077
Minimum compressive strength at 28 days with cube test (MPa)
35
12.5
25
Minimum compressive strength at 28 days with cylindrical test (MPa)
30
13
20
Minimum flexural strength at 28 days (MPa)
-
-
5
Catatan : a. Batas toleransi massa semen, agregat, dan air ±2% pada mix design yang telah ditentukan. b. Uji slump ditentukan oleh AASHTO T119 atau JISA 1101 dengan nilai slump 7±2 c. Temperatur beton segar dibawah 35º C d. Sampel beton dibuat sebanyak 6 buah/50m³ beton, karena test sampel beton dilakukan pada hari pertama, ke-7 (3 buah sampel) dan hari ke-28 (3 buah sampel) dengan bentuk silinder yang memiliki tinggi 30cm dan diameter 15cm e. Test kuat tekan beton sesuai dengan AASHTO T22 dan T23 f. Test kuat lentur sesuai dengan AASHTO T 97, menggunakan sampel persegi panjang sebanyak 6 buah/50m³
II - 9 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
g. Semen yang digunakan seragam yaitu semen portland dengan ketentuan oleh AASHTO M 85 h. Fs’ adalah flexural strength yang merupakan kekuatan lentur dari beton. Adapun konfersinya adalah ′ = 7,5 √
.
2.3.4 Sambungan / Joint
Joint CRCP terdiri dari sambungan konstruksi longitudinal dan terminal joint. Sambungan konstruksi longitudinal dipasang di antara baris menggunakan tie bar. Tie bar digunakan untuk menjaga perkerasan dari pergerakan horizontal. Sambungan ini tidak perlu dilapisi kecuali di daerah yang beriklim gurun atau gunung.
Gambar 2.6 Konfigurasi Tie Bar pada CRCP Sambungan kontraksi longitudinal diperlukan untuk mengontrol retak pada arah longitudinal akibat pembelokan, pelebaran, dan tegangan penyusutan disebabkan oleh variasi temperatur.
II - 10 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.7 Sambungan Longitudinal Joint pada CRCP 2.3.5 Terminal Angkur Pada Struktur Continuously Reinforced Concere Pavement (CRCP) diperkirakan mampu bergerak secara longitudinal pada bagian ujungnya. Pergeseran ini sangat bergantung pada kemampuan CRCP menahan gaya-gaya geser atau sifat viskoelastis yang dimiliki. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut maka diperlukan ruas terminal atau transisi pada bagian CRCP yang berbatasan langsung dengan struktur maupun tipe pavement lain. Struktur ruas terminal dirancang untuk menyediakan tempat perpindahan CRCP tanpa merusak struktur yang berada didekatnya (Continuously Reinforced Concrete Pavement Design and Construction Guidelines of CRSI, 2009).
II - 11 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.8 Terminal Angkur pada CRCP 2.4
Metode Pelaksanaan Pekerjaan Perkerasan CRCP Pelaksanaan pekerjaan suatu proyek merupakan serangkaian kegiatan proyek mulai dari awal sampai selesai pada suatu tahapan yang telah ditentukan. Dari kegiatan ini akan terwujud suatu bangunan yang diharapkan memenuhi kebutuhan dan sesuai dengan desain perencanaan. Urutan pekerjaan dapat dilihat pada flowchart urutan pekerjaan sebagai berikut.
Gambar 2.9 Flowchart Pekerjaan CRCP
II - 12 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
2.4.1 Pekerjaan Persiapan Pekerjaan persiapan (preparation) merupakan tahap awal yang dilakukan untuk memulai pekerjaan struktur CRCP. Tahap ini merupakan tahap yang penting untuk mewujudkan pelaksanaan pekerjaan yang efektif sesuai dengan shop drawing. Pekerjaan persiapan meliputi kegiatan pengecekan lokasi pekerjaan. Kegiatan persiapan pada pekerjaan ini yaitu kegiatan pemadatan lapisan timbunan dibawah slab LCBC, yaitu lapisan base A dengan ketebalan 30 cm. Kegiatan pemadatan dibagi menjadi dua layer, yaitu masing-masing layer 15 cm. Detail pekerjaan pemadatan dijelaskan lebih lanjut dalam bab 6. Setelah kegiatan ini selesai, maka harus dilakukan inspeksi pemadatan berupa uji sandcone. Uji sandcone ini akan dijelaskan lebih lanjut dalam bab 6. Pekerjaaan persiapan merupakan tanggung jawab pelaksana lapangan. Setelah uji sandcone memenuhi standar spesifikasi, maka kegiatan selanjutnya dapat dilaksanakan. 2.4.2 Pekerjaan Lean Concrete Base Coarse (LCBC) Lean Concrete Base Course (LCBC) merupakan support pada struktur CRCP yang berfungsi sebagai lantai kerja yang berada diantara lapisan Sub Base Course / Base A dan rigid pavement. Hasil akhir yang harus tercapai dari pekerjaan LCBC adalah: 1. Konstruksi yang rata sehingga dapat dibuat CRCP slab yang sesuai dengan desain. 2. Bersifat permanen sehingga mampu mendukung struktur CRCP selama umur rencana.
II - 13 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
3. Memiliki permukaan yang halus untuk memudahkan proses penulangan pada konstruksi CRCP. Pada sub-bab ini akan dijelaskan tahap pekerjaan LCBC yang akan dijabarkan pada setiap detail pekerjaan. 1. Pemasangan Geogrid Geogrid merupakan komponen yang penting dalam pembangunan pavement pada lokasi yang rawan terjadi settlement. Geogrid berfungsi untuk mengantisipasi penurunan per-segmen pada lapisan diatasnya. Dengan menggunakan material ini penurunan dapat terjadi secara bersamaan pada seluruh slab. Metode pemasangan geogrid yaitu dengan membujurkan geogrid dengan arah tegak lurus terhadap geogrid yang telah terpasang sebelumnya, yang dalam hal ini adalah geogrid yang telah terpasang di bawah timbunan Base A. Pada saat pemasangan geogrid, overlap untuk sisi memanjang adalah sepanjang 30cm, sedangkan untuk untuk sisi lebarnya adalah sepanjang 60cm.
Gambar 2.10 Pemasangan Geogrid
II - 14 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.11 Overlap pada Sisi Memanjang 2. Stake Out Tahap stake out merupakan tahap penentuan koordinat dan elevasi dari struktur LCBC yang akan dikerjakan. Pada kegiatan ini akan diperoleh dimensi struktur di lapangan sehingga proses pekerjaan berikutnya dapat dilakukan sesuai dengan desain perencanaan yang telah ditentukan. Pekerjaan ini dilakukan oleh surveyor. Proses penentuan koordinat dilakukan dengan menggunakan alat total station. Setelah diperoleh koordinat yang dicari, maka dilakukan proses marking. Proses ini dilakukan dengan cara menandai titik koordinat menggunakan pylox kemudian menancapkan tulangan sebagai patok untuk memudahkan proses penentuan elevasi. Proses penentuan elevasi dilakukan dengan menggunakan alat auto level. Setelah diperoleh elevasi rencana, proses berikutnya adalah marking pada patok. Untuk memudahkan penulangan dan pemasangan bekisting, setiap
II - 15 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
patok dihubungkan dengan seutas tali pada titik yang telah ditandai sebagai batas elevasi. Dalam serangkaian proses stake out, tulangan hanya berfungsi sebagai patok dan sama sekali tidak mempengaruhi kekuatan struktur. Oleh karena itu, dimensi yang digunakan merupakan dimensi terkecil yang digunakan pada proyek ini, atau dapat memanfaatkan besi waste. Baja tulangan dipilih sebagai patok sebab proses marking dilakukan di atas sub-base layer yang telah dipadatkan sehingga dibutuhkan patok yang kuat dan dapat dengan mudah ditancapkan.
Gambar 2.12 Pengukuran Elevasi 3. Pemasangan Formwork Formwork installation (pemasangan bekisting) merupakan proses yang dilakukan setelah pemasangan patok selesai. Pemasangan bekisting dilakukan sesuai dengan batas dari patok yang telah terpasang. Bekisting yang digunakan dalam pekerjaan ini adalah steel formwork dengan ketinggian 20cm.
II - 16 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Tahap pemasangan bekisting yaitu: 1. Pemasangan bekisting sesuai dengan batas dan elevasi patok. 2. Memasang formwork stopper yaitu berupa baja tulangan dengan dimensi D13 atau dapat memanfaatkan besi waste setiap jarak 50cm. Formwork stopper berfungsi sebagai perkuatan bekisting pada sisi belakang. 3. Melapisi permukaan bekisting dengan plastik cor agar campuran beton tidak langsung menempel pada bekisting. Hal ini bertujuan untuk mempermudah pelepasan bekisting setelah umur beton mencapai tiga hari. Ketepatan dalam pemasangan bekisting sangat mempengaruhi dimensi beton yang akan dicetak. Oleh karena itu sangat dibutuhkan pengawasan oleh pelaksana lapangan agar dimensi beton yang dihasilkan sesuai dengan shop drawing dan tidak tejadi kelebihan beton yang akan menimbulkan kerugian pada proyek.
Gambar 2.13 Pemasangan Bekisting
II - 17 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
4. Pengecoran Beton Proses pouring concrete (pengecoran) merupakan proses penuangan campuran beton pada lokasi yang telah ditentukan sesuai dengan batas bekisting. Sebelum dilakukan pengecoran, penting untuk dilakukan pembersihan lokasi pengecoran dari sampah konstruksi maupun nonkonstruksi. Campuran beton untuk proses pengecoran diangkut menggunakan concrete mixer truck dari batching plant menuju lokasi pengecoran. Setelah concrete mixer truck tiba di lokasi pengecoran, dilakukan proses uji suhu dan slump. Proses ini sangat menentukan kelayakan campuran beton untuk proses pengecoran. Alat-alat serta penggunaannya dalam proses pengecoran yaitu:
Menyiram lokasi pengecoran dengan air. Proses ini bertujuan untuk menurunkan suhu lokasi pengecoran agar beton yang dihasilkan tetap terjaga suhunya dibawah standar maksimum suhu campuran beton yaitu 35ºC.
Gambar 2.14 Penyiraman Lokasi Pengecoran
II - 18 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Menuangkan beton dari concrete mixer truck. Ketika concrete mixer truck tiba di lokasi pengecoran, maka beton langsung dilakukan uji slump dan suhu. Jika hasil tes tersebut memenuhi standar spesifikasi beton, maka pengecoran dapat langsung dilakukan.
Proses penuangan campuran beton harus dilakukan sedemikian rupa hingga ketinggian maksimum jatuhnya beton adalah 1,5m. Hal ini bertujuan untuk menghindari proses segregasi beton.
Gambar 2.15 Penuangan Beton Segar
Menghilangkan gelembung udara menggunakan vibrator. Proses ini merupakan proses yang sangat penting dilakukan untuk menghilangkan rongga udara di dalam campuran beton sehingga pengecoran menghasilkan beton yang halus, rata, dan tidak keropos.
Proses vibrasi dilakukan dengan cara memasukkan vibrator ke dalam campuran beton. Dalam proses pengecoran digunakan dua alat vibrator
II - 19 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
untuk mendukung efektifitas pekerjaan. Alat ini diaplikasikan pada saat beton baru dituang serta pada saat akan diratakan menggunakan jidar.
Gambar 2.16 Penggunaan Vibrator
Perataan Campuran Beton Menggunakan Jidar. Jidar digunakan untuk meratakan
permukaan
campuran
beton
setelah
beton
diratakan
menggunakan cangkul.
Gambar 2.17 Perataan Permukaan Beton dengan Jidar
Finishing menggunakan jidar dan trowel. Trowel digunakan pada saat finishing permukaan beton setelah diratakan menggunakan jidar.
II - 20 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.18 Penggunaan Trowel Pada pengecoran LCBC digunakan beton dengan karakteristik K-125. Proses pengecoran harus dilakukan dengan cepat sebelum beton memasuki kondisi setting. Dalam pekerjaan ini, setiap proses pengecoran dilakukan oleh 20 orang pekerja.
Gambar 2.19 Pekerjaan Lean Concrete Base Course
II - 21 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
2.4.3 Pekerjaan Terminal Angkur Pada proses penulangan terminal angkur tipe A dibutuhkan material sebagai berikut.
H beam
Baja tulangan
Kawat bendrat
Beton decking
Plastik cor
Polyester foam
Desain terminal angkur tipe A terdiri dari terminal angkur dan plat injak. Dalam metode pelaksanaan, terminal angkur dibangun terlebih dahulu setelah itu dilakukan proses penulangan plat injak. Pekerjaan di lokasi dapat dilihat dalam gambar berikut.
II - 22 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.20 Pembesian Terminal Angkur
Gambar 2.21 Posisi H-Beam pada Susunan Tulangan
Gambar 2.22 Hasil Akhir Terminal Angkur Tipe A
II - 23 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
2.4.4 Pekerjaan Continuously Reinforced Concrete Pavement (CRCP) 1. Stake Out Tahap stake out merupakan tahap penentuan koordinat dan elevasi dari struktur CRCP yang akan dikerjakan. Pada kegiatan ini akan diperoleh dimensi struktur di lapangan sehingga proses pekerjaan berikutnya dapat dilakukan sesuai dengan desain perencanaan yang telah ditentukan. Proses penentuan koordinat dilakukan dengan menggunakan alat total station. Setelah diperoleh koordinat yang dicari, maka dilakukan proses marking. Proses ini dilakukan dengan cara menandai titik koordinat menggunakan pylox kemudian menancapkan tulangan sebagai patok untuk memudahkan proses penentuan elevasi. Proses penentuan elevasi dilakukan dengan menggunakan alat auto level. Setelah diperoleh elevasi rencana, proses berikutnya adalah marking pada patok. Untuk memudahkan penulangan dan pemasangan bekisting, setiap patok dihubungkan dengan seutas tali pada titik yang telah ditandai sebagai tanda batas elevasi.
II - 24 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.23 Proses Penentuan Elevasi 2. Polyethylene Membrane Installation Polyethylene membrane installation merupakan proses membujurkan lembaran polyethylene diatas LCBC. Proses ini bertujuan untuk menjaga kadar air dalam campuran beton agar tidak meresap ke dalam slab LCBC dan untuk mencegah kerusakan beton akibat kurangnya kadar air dalam komposisi beton.
Gambar 2.24 Pemasangan Polyethylene Membrane
II - 25 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
3. Penulangan / Pembesian Penulangan merupakan tahap penyusunan baja tulangan di lapangan sesuai dengan shop drawing. Proses penulangan merupakan serangkaian proses dari cutting, bending, dan penyusunan tulangan di lokasi proyek. Memasang joint filler dan bond breaker dengan tebal masing-masing 2 cm pada pertemuan antara struktur CRCP dan terminal anchor. Meletakkan transverse bars di atas lembaran polyethylene membrane.
Gambar 2.25 Meletakkan Transverse Bars Meletakkan dua longitudinal bars pada sisi kiri dan kanan kemudian menandai jarak antar transverse bars sebagai acuan penataan transverse bars.
II - 26 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.26 Memasang dan Menandai Longitudinal Bars Menandai jarak (spacing) antar longitudinal bars pada transverse bar sebagai acuan pemasangan longitudinal bars.
Gambar 2.27 Marking pada Tulangan Menyusun transverse bars di atas chair dengan jarak antar chair yaitu 1 m. Setelah itu meletakkan longitudinal bars diatas transverse bars sesuai dengan spacing tulangan.
II - 27 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.28 Pemasangan Tulangan di Atas Chair Menandai posisi sambungan antar longitudinal bars menggunakan tali yang diikat dan diposisikan membujur dengan sudut 450. Pada susunan tulangan CRCP, sambungan longitudinal bars disusun dengan sudut 450. Hal ini didasarkan pada kemampuan sambungan yang lebih lemah dalam menerima beban. Metode ini bertujuan untuk mendistribusikan gaya yang diterima oleh sambungan tulangan. Sehingga pada saat pembebanan lalu lintas, gaya yang terjadi tidak tertumpu pada seluruh sambungan secara bersamaan dan resiko crack melintang pada area sambungan dapat dihindari.
Gambar 2.29 Posisi Sambungan Longitudinal Bars
II - 28 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Meletakkan longitudinal bars pada sambungan dengan panjang sambungan 40D. Mengikat setiap pertemuan tulangan menggunakan kawat bendrat rangkap tiga.
Gambar 2.30 Mengikat Tulangan Menggunakan Kawat Bendrat Memasang plastik cor pada bekisting. Memasang tie bar di atas susunan longitudinal bars.
Gambar 2.31 Pemasangan Tie Bars
II - 29 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Setelah proses penulangan selesai, tulangan ditutup menggunakan nonwoven geotextile untuk proses curing pada tulangan.
Gambar 2.32 Nonwoven Geotextile sebagai Penutup Tulangan 4. Formwork Installation Formwork installation (pemasangan bekisting) merupakan proses yang dilakukan setelah proses penulangan selesai. Pemasangan bekisting dilakukan sesuai dengan patok yang telah terpasang. Bekisting yang digunakan dalam pekerjaan ini adalah steel formwork dengan ketinggian 30 cm. Tahap pemasangan bekisting yaitu: 1. Pemasangan bekisting sesuai dengan batas dan elevasi dari patok. 2. Melapisi permukaan bekisting dengan plastik cor agar campuran beton tidak langsung menempel pada bekisting. Hal ini dapat mempermudah pelepasan bekisting setelah umur beton mencapai tiga hari.
II - 30 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
3. Memasang formwork stopper yaitu berupa baja tulangan dengan dimensi D 13 atau yang lain (dapat berupa besi waste ) untuk jarak setiap 50cm. Formwork stopper berfungsi sebagai perkuatan bekisting pada sisi belakang.
Gambar 2.33 Pemasangan Steel Formwork 5. Pouring Concrete Proses pengecoran merupakan proses pengisian beton sesuai dengan batas bekisting dan marking survey yang telah ditetapkan. Tahap-tahap pengecoran di lokasi pekerjaan adalah sebagai berikut. Menginstal Vibratory Truss Screed. Sebelum dilakukan proses pengecoran.
II - 31 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.34 Truss Screed Installation Menyiram lokasi pengecoran dengan air. Proses ini bertujuan untuk menurunkan suhu lokasi pengecoran dan tulangan agar beton yang dihasilkan tetap terjaga suhunya dibawah standar maksimum suhu campuran beton.
Gambar 2.35 Penyiraman Lokasi Pengecoran Proses penuangan campuran beton harus dilakukan sedemikian rupa hingga ketinggian maksimum jatuhnya beton adalah 1,5m. Hal ini bertujuan untuk menghindari proses segregasi beton.
II - 32 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.36 Penuangan Campuran Beton Meratakan campuran beton menggunakan excavator.
Gambar 2.37 Perataan Beton Menggunakan Excavator Meratakan beton menggunakan cangkul. Proses ini dilakukan oleh para pekerja secara bersamaan. Diupayakan seluruh ruang pada lokasi pengecoran dapat terisi oleh beton.
II - 33 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.38 Proses Perataan Menggunakan Cangkul Menghilangkan gelembung udara menggunakan vibrator (vibrasi). Proses ini merupakan proses yang sangat penting dilakukan untuk menghilangkan rongga udara di dalam campuran beton sehingga pengecoran menghasilkan beton yang halus, rata, dan tidak keropos.
Gambar 2.39 Proses Vibrasi Mengaktifkan vibratory truss screed. Setelah campuran beton diratakan menggunakan cangkul dan vibrator, maka beton siap untuk dilakukan perataan menggunakan vibratory truss screed. Proses ini lebih efektif dibandingan dengan proses perataan dengan menggunakan jidar.
II - 34 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.40 Perataan Menggunakan Vibratory Truss Screed Proses finishing menggunakan trowel dan jidar.
Gambar 2.41 Proses Finishing 6. Grooving Work Proses grooving merupakan proses pembuatan alur pada permukaan beton yang bertujuan untuk menjadi media pengaliran air ke drainase dan anti selip. Proses grooving dilakukan dengan menggunakan grooving tools yang dioperasikan secara manual.
II - 35 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.42 Grooving Work Pada proses ini digunakan jidar sebagai alat bantu untuk meluruskan garis yang dihasilkan serta untuk mempermudah pemindahan grooving tools. Proses grooving dilakukan membujur kearah saluran drainase dan dengan kedalaman alur 5mm. Proses ini dapat dikerjakan langsung setelah proses pengecoran melewati tahap finishing. Untuk melakukan proses ini dibutuhkan dua orang pekerja. Salah seorang pekerja sebagai penggerak grooving tools, dan pekerja lainnya bertugas meletakkan gerigi grooving tools dengan jarak 1,5cm dari garis sebelumnya.
Gambar 2.43 Jidar Sebagai Alat Bantu Memindahkan Grooving Tools
II - 36 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
7. Joint Sealant Work Proses penuangan joint sealant merupakan proses penuangan elastobond untuk mengisi sambungan longitudinal struktur CRCP yang sebelumnya telah dicutting. Bertujuan untuk menghindari masuknya air pada sambungan perkerasan dan pengaruh dari kembang susut dari beton akibat siklus perubahan iklim dan temperatur perkerasan. Proses penuangan elastobond pada celah sambungan adalah sebagai berikut. Membersihkan seluruh permukaan perkerasan. Mempersiapkan bejana metal untuk meletakkan separuh bagian dari kemasan elastobond. Memanaskan elastobond hingga pada rentang suhu 150ͦC – 200ͦC. Menuangkan elastobond pada celah perkerasan. Untuk mendapatkan hasil dengan adhesi baik, suhu elastobond tidak boleh kurang dari 130ͦC pada saat terjadi kontak dengan beton.
Gambar 2.44 Hasil Akhir Joint Sealant
II - 37 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
2.5
Biaya Biaya didefinisikan sebagai manfaat (benefit) yang dikorbankan dalam rangka memperoleh barang dan jasa. Manfaat diukur dalam rupiah melalui pengurangan aktivitas atau pembebanan utang pada saat manfaat (benefit) itu diterima.
Gambar 2.45 Struktur Analisis Harga Satuan Pekerjaan
II - 38 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.46 Struktur Analisis Harga Satuan Dasar Upah
Gambar 2.47 Struktur Analisis Harga Satuan Dasar Alat
II - 39 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.48 Struktur Analisis Harga Satuan Dasar Bahan 2.5.1 Biaya Langsung Komponen harga satuan pekerjaan yang terdiri atas biaya upah, biaya bahan, dan biaya alat. Harga satuan pekerjaan (HSP) terdiri atas biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung terdiri atas upah, alat, dan bahan. Biaya langsung masing – masing perlu ditetapkan harganya sebagai harga satuan dasar (HSD) untuk setiap satuan pengukuran standar, sehingga hasil rumusan analisis yang diperoleh mencerminkan harga aktual di lapangan. Biaya tidak langsung dapat ditetapkan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Harga satuan dasar yang digunakan harus sesuai dengan asumsi pelaksanaan / penyediaan yang aktual (sesuai dengan kondisi lapangan) dan mempertimbangkan harga pasar setempat waktu penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) atau harga perkiraan perencana (HPP).
II - 40 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Harga satuan dasar (HSD) diuraikan persyaratan komponen utama harga satuan, yaitu untuk tenaga kerja, alat, dan bahan, yang masing – masing dianalisis sebagai harga satuan dasar (HSD). 2.5.2 Biaya Tak Langsung Komponen harga satuan pekerjaan yang terdiri atas biaya umum (overhead) dan keuntungan, yang besarnya disesuaikan dengna ketentuan yang berlaku. Biaya umum adalah biaya tidak langsung yang dikeluarkan untuk mendukung terwujudnya pekerjaan (kegiatan pekerjaan) yang bersangkutan, atau biaya yang diperhitungkan sebagai biaya operasional meliputi pengeluaran untuk : a. Biaya kantor pusat yang bukan dari biaya pengadaan untuk setiap mata pembayaran, b. Biaya upah pegawai kantor lapangan, c. Biaya manajemen (bunga bank, jaminan bank, tender, dll), d. Biaya akuntasi, e. Biaya pelatihan, dan auditing, f. Biaya perjanjian dan registrasi, g. Biaya iklan, humas, dan promosi, h. Biaya penyusutan peralatan penunjang, i. Biaya kantor, listrik, telepon, dll j. Biaya pengobatan pegawai kantor / lapangan, k. Biaya travel, pertemuan / rapat, dan l. Biaya asuransi di luar peralatan.
II - 41 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Biaya umum / overhead ini dihitung berdasarkan persentasi dari biaya langsung yang besarnya tergantung dari lama waktu pelaksanaan pekerjaan, besarnya tingkat bunga yang berlaku. Besarnya biaya umum dan keuntungan ditentukan dengan mempertimbangkan antara lain tingkat suku bunga pinjaman bank yang berlaku, tingkat inflasi, overhead, kantor pusat dan lapangan, resiko investasi. Ini merupakan domain kontraktor yang sampai dengan saat ini belum ada ketentuan resmi dari pemerintahyang mengatur nilai maksimum biaya umum dan keuntungan kontraktor. Untuk kepentingan estimasi harga melalui AHS ini dapat ditentukan keuntungan dan overhead yang wajar untuk pekerjaan konstruksi minimal 15% (penjelasan Perpres Nomor 70 tahun 2012, pasal 66 ayat 8), suatu nilai optimum yang relatif dekat dengan tingkat suku bunga Bank Indonesia. 2.6
Manajemen Waktu Proyek Mawardi (2014) menyebutkan bahwa pengertian manajemen waktu proyek adalah penerapan
fungsi-fungsi
manajemen
(perencanaan,
pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengendalian) secara sistimatis pada suatu proyek dengan mengggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien agar tercapai tujuan proyek secara optimal. Pada manajemen proyek dalam pengertian diatas, kegiatan-kegiatan yang dilakukan beraneka ragam, mulai dari perencanaan program, survey, penelitian, studi kelayakan, perancangan, pengadaan / lelang sampai pelaksanaan, sehingga akan melibatkan berbagai ahli dan pihak yang lebih banyak (surveyor, perencana/arsitek, ahli geologi, konsultan, kontraktor dsb.) yang merupakan suatu tim yang saling berkaitan dan berhubungan sehingga memerlukan pengelolaan (manajemen) yang professional (terpadu) sehingga
II - 42 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
dengan pendekatan konsep ini dibutuhkan seorang atau badan usaha dibidang manajemen yang akan mengelola proyek tersebut mulai dari perencanaan, perancangan, lelang / tender sampai pelaksanaannya. 2.6.1 Definisi Aktivitas Definisi Aktivitas merupakan identifikasi aktivitas khusus yang harus dilakukan oleh anggota tim proyek dan stakeholder untuk menghasilkan deliverables. Aktivitas atau tugas adalah elemen pekerjaan yg biasanya ditemukan pada proyek yang membutuhkan durasi, biaya, dan sumber daya. Jadwal proyek menjadi dokumen mendasar yg mengawali proyek. Project charter mencakup tanggal mulai dan berakhirnya proyek, juga mengenai informasi anggaran. Pernyataan lingkup dan Work Breakdown Structure (WBS) membantu bagaimana proyek akan dilaksanakan. Definisi aktivitas mencakup pengembangan WBS yang lebih rinci dan penjelasan yang mendukung pengertian tentang bagaimana pekerjaan akan dilakukan, sehingga dapat dibuat estimasi biaya dan durasi pekerjaan yangg realistis. 2.6.2 Definisi Kurva-S Kurva – S adalah suatu kurve yang disusun untuk menunjukkan hubungan antara nilai komulatif biaya atau jam-orang (man hours) yang telah digunakan atau persentase (%) penyelesaian pekerjaan terhadap waktu. Dengan demikian pada kurva–S dapat digambarkan kemajuan volume pekerjaan yang diselesaikan sepanjang berlangsungnya proyek atau pekerjaan dalam bagian dari proyek.
II - 43 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Dengan membandingkan kurva tersebut dengan kurva yang serupa yang disusun berdasarkan perencanaan, maka akan segera terlihat dengan jelas apabila terjadi penyimpangan. Oleh karena kemampuannya yang dapat diandalkan dalam melihat penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan proyek, maka pengendalian proyek dengan memanfaatkan Kurva–S sering kali digunakan dalam pengendalian suatu proyek. Pada Kurva–S, sumbu mendatar menunjukkan waktu kalender, dan sumbu vertikal menunjukkan nilai komulatif biaya atau jam-orang atau persentase penyelesaian pekerjaan. Kurva yang berbentuk huruf ”S” tersebut lebih banyak terbentuk karena kelaziman dalam pelaksanaan proyek yaitu: 1. Kemajuan pada awal-awalnya bergerak lambat. 2. Kemudian diikuti oleh kegiatan yang bergerak cepat dalam kurun waktu yang lebih lama. 3. Pada akhirnya kegiatan menurun kembali dan berhenti pada suatu titik akhir. Ada dua macam bobot persen: 1. Bobot persen yang menyatakan perbandingan antara harga suatu jenis pekerjaan dalam waktu tertentu terhadap harga total yang tercantum dalam dokumen kontrak. Dalam hal ini grafik bobot persen menyatakan hubungan antara harga kumulatif bobot persen dengan waktu. 2. Bobot persen yang menyatakan perbandingan antara bobot suatu jenis pekerjaan dengan bobot seluruh pekerjaan. Dari bobot persen ini, dapat dibuat grafik yang menyatakan hubungan antara persentase kumulatif pekerjaan
II - 44 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
dengan waktu, dari grafik ini pula dapat diketahui persentase pekerjaan yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu. Bobot persen yang dipakai pada proyek ini adalah sebagai berikut:
Pada dasarnya kurva-s ini dibuat untuk mengontrol kemajuan suatu proyek, sesuai jangka waktu yang tersedia. Dalam pelaksanaanya, kurva-s harus selalu dikontrol agar dapat dilakukan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Jika terjadi keterlambatan suatu pekerjaan, maka harus ada pekerjaan yang lain yang dipercepat menutupi keterlambatan terjadi, misalnya dengan penambahan tenaga kerja, penambahan peralatan, kerja lembur dan sebagainya. Dalam penyusunan kurva-s ini, yang perlu mendapat perhatian adalah efisiensi pekerjaan, sehingga biarpun terjadi keterlambatan, proyek tersebut masih memenuhi persyaratan teknis dan ekonomis.
II - 45 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.49 Contoh Kurva-S 2.7
Uraian Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian ini termasuk jenis penelitian analisa perbandingan dengan melakukan perhitungan pekerjaan perkerasan jalan antara CRCP dengan perkerasan kaku konvensional dengan menghitung biaya resiko yang ada. Secara umum tidak ada penelitian sebelumnya yang melakukan perbandingan perkerasan jalan dengan material yang sama tetapi berbeda struktur konstruksi nya. Namun ada beberapa penelitian yang menyinggung mengenai perkerasan jalan, volume perkerjaan serta perbandingan terhadap biaya konstruksi, penelitian tersebut antara lain :
II - 46 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 2.3 Hasil Penelitian Sebelumnya No 1
Peneliti Rudi Waluyo, Tugas Akhir, Universitas Palangka Raya, 2008
Judul Penelitian Studi Perbandingan Biaya Konstruksi Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur
Metode Penelitian Analisa Komparatif
Variabel Penelitian Perkerasan Kaku (Metode NAASRA), Perkerasan Lentur (Metode Bina Marga).
2
Retna Hapsari, Jurnal, Jakarta, 2012
Studi Perbandingan Biaya Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur Metode Annual Worth
Analisa Komparatif
Perkerasan Kaku, Perkerasan Lentur, Analisa annual worth.
3
Marc Lemlin, Jurnal, Belgia, 2004
Bituminous Pavement and Continuously Reinforced Concrete Pavement (CRCP) on a Motorway in Walloon Region (Belgium) : Economical Comparative Study
Analisa Komparatif
CRCP, Perkerasan Bitumen.
II - 47 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Hasil Penelitian Data yang diperlukan adalah rincian volume pekerjaan, daftar harga satuan, analisa harga satuan, analisa alat berat dan gambar pekerjaan. Dari hasil analisis biaya menunjukkan bahwa perkerasan kaku membutuhkan biaya sebesar Rp. 5.310.421.058 dan perkerasan lentur membutuhkan biaya sebesar Rp. 4.028.077.446 dengan persentase penghematan biaya sebesar 24,15 % terhadap biaya perkerasan kaku. Dari penelitian yang dilakukan didapat kesimpulan didapatkan perbandingan biaya Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur ditinjau dari umur rencana. Berdasarkan Annual Worth bila ditinjau dari umur rencana, Perkerasan Kaku lebih ekonomis bila dibandingkan dengan Perkerasan Lentur. Pada perkerasan kaku didapatkan biaya sebesar Rp. 142.232/m2, sedangkan pada perkerasan lentur didapat biaya yang lebih kecil yaitu Rp.184.471,-/m2. Perkerasan kaku lebih ekonomis karena mempunyai ongkos yang lebih kecil. We straight away face a very clear choice. Given the financial constraints, we can either opt for lower investment costs during the construction of a motorway with hydrocarbon surfacing, or aim at significant savings in time by choosing cement concrete, from the 7th or even from the 14th year on, on the basis of the adopted hypotheses. This date will come later if the discount rate used is definitely higher than 3.5%, something which is not very realistic. The choice of surfacing is thus dependent not only on the economic conditions and on the financial management
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
4
Pydi Lakshmana Rao, Institute for Steel Develompment & Growth, Jurnal, India, 2000
CRCP a CostEffective Long-Life Pavement Solution for Highways & Expressways
Analisa Komparatif
CRCP, Perkerasan Lentur,
strategies, but also on the period prescribed. This is also why the last motorway sections built in Belgium are still made out of continuous reinforced concrete (example of the A8-motorway between Brussels and Tournai or, in Flanders, of the express road between Antwerp and Knokke). Continuously Reinforced Concrete Pavement, CRCP is the most desirable rigid pavement considering its lowest LCC Cost. As per the present prevailing rates, CRCP is most economical option for highways as its LCC is much lower, by about Rs 6 crore (~1.1 million euros) / Km (4 lane carriage way; 18 m wide) compared to that of flexible pavement and compared to plain concrete, its LCC is lower by Rs 12.12 lac (~2.244 euros). However, the same may vary depending on actual rates prevailing at the time and location of actual commissioning of work.
II - 48 http://digilib.mercubuana.ac.id/