BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beton Bertulang Beton terdiri atas agregat, semen dan air yang dicampur bersama-sama dalam keadaan plastis dan mudah untuk dikerjakan. Sesaat setelah pencampuran, pada adukan terjadi reaksi kimia yang pada umumnya bersifat hidrasi dan menghasilkan sesuatu pengerasan dan pertambahan kekuatan (Ahmad, 2009). Beton memiliki sifat utama, yaitu relatif kuat menahan beban tekan, namun lemah terhadap beban tarik. Sedangkan baja tulangan memiliki sifat utama, yaitu relatif kuat menahan beban tarik, namun lemah terhadap tekan. Berdasarkan sifat dari kedua bahan tersebut, beton dan baja tulangan dapat dipadukan menjadi satukesatuan menjadi material komposit yang disebut beton bertulang. Beton bertulang mempunyai sifat sesuai dengan sifat bahan penyusunnya, yaitu sangat kuat terhadap beban tarik maupun beban tekan. Beban tarik pada beton bertulang ditahan oleh baja tulangan, sedangkan beban tekan cukup ditahan oleh beton (Asroni, 2010). Sehingga, penggunaan beton bertulang pada komponen strukural bangunan seperti balok, dapat menahan gaya tekan maupun tarik secara bersamaan akibat berat sendiri ataupun pengaruh gaya aksial. Berdasarkan bahan penyusunnya, beton memiliki ketahanan yang relatif baik terhadap temperatur tinggi jika dibandingkan dengan material lain seperti baja maupun kayu. Hal ini disebabkan bahwa beton merupakan material penghantar panas yang rendah, sehingga dapat menghambat rembetan panas
7 Universitas Sumatera Utara
masuk ke bagian dalam struktur beton tersebut. Pada struktur beton bertulang, tebal selimut beton harus memenuhi kriteria perencanaan tebal selimut minimum yang mana telah diatur nilai untuk masing-masing komponen struktur berdasarkan jenis beton bertulang itu sendiri. Tebal selimut beton sangat berpengaruh terhadap besar nilai tegangan leleh baja jika terjadi peningkatan temperatur pada permukaan struktur. Pada suatu kondisi dimana tingginya temperatur yang dapat mencapai lebih dari 500 0C dapat mengurangi kuat tekan beton dan tegangan leleh baja secara signifikan. Ditambah dengan besar gaya luar yang bekerja pada struktur seperti, gaya aksial, lentur dan geser, maka dapat berpotensi menyebabkan keruntuhan struktur bangunan. 2.2 Elemen Struktur Gedung Dalam suatu sistem struktur bangunan, terdapat beberapa elemen yang saling merangkai dan membentuk kesatuan unit konstruksi. Struktur yang dibentuk dengan dengan cara meletakkan elemen kaku horizontal di atas dua elemen kaku vertikal merupakan sistem struktur portal sederhana yang sering dijumpai. Elemen horizontal yaitu balok yang biasa disebut juga elemen lentur, karena memikul beban yang bekerja secara transversal yang mana elemen ini dibebani oleh gaya dari berbagai arah seperti, gaya vertikal, horizontal, maupun momen. Pada bangunan gedung, elemen balok akan menerima beban di atasnya seperti, pelat lantai, dinding, dan sebagaimya. Elemen vertikal kolom secara langsung memikul beban aksial dari balok, termasuk berat dari balok itu sendiri, kemudian mentransferkannya bersama dengan berat kolom ke pondasi.
8 Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Balok Balok adalah elemen struktur yang dirancang sebagai pendukung beban vertikal dan horizontal. Beban vertikal yaitu beban mati dan beban hidup yang bekerja di sepanjang bentang balok seperti, pelat, dinding penyekat, termasuk berat sendiri balok tersebut. Sedangkan beban horizontal yaitu beban angin dan beban gempa yang suatu waktu dapat terjadi pada struktur. Secara umum, pra desain untuk tinggi balok direncanakan L/10 – L/15, dan untuk lebar balok diambil 1/2H – 2/3H, dimana H adalah tinggi balok dan L adalah panjang bentang balok dari tumpuan ke tumpuan. Hal ini dimaksudkan sebagai syarat keamanan untuk menjaga besarnya lendutan yang terjadi akibat pengaruh beban yang bekerja pada balok. Menurut SNI 03-2847-2002, tebal minimum (h) dapat ditentukan tanpa memperhitungkan lendutan berdasarkan tabel berikut.
9 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Tebal Minimum Balok Non-Prategang Atau Pelat Satu Arah Bila Lendutan Tidak Dihitung (SNI 03-2847-2002)
Resultan tegangan tarik baja, T: T = As fy dimana As adalah luas penampang tulangan (mm2) dan fy adalah tegangan tarik baja (MPa). Resultan tegangan tekan beton, c: c = 0,85f’c a b dimana a adalah tinggi dari tegangan balok segi empat (mm), b adalah lebar balok (mm) dan f’c adalah mutu beton (MPa).
10 Universitas Sumatera Utara
Dengan menerapkan persamaan keseimbangan, diperoleh momen batas (ultimate): Mn = T x jd = c x jd Dimana jd adalah tinggidari titik berat gaya c terhadap posisi baja tulangan. Menurut SNI 03-2847-2002 tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, persyaratan kekuatan lentur untuk balok dengan tulangan tunggal adalah: Mu ≤ ϕ Mn Dimana ϕ untuk lentur murni adalah 0,8 Gaya-gaya pada balok dengan tulangan tunggal akibat lentur dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.1. Distribusi Tegangan-Regangan Pada Balok Tulangan Tunggal
11 Universitas Sumatera Utara
Dengan menetapkan harga regangan beton,
c
= 0,003 dalam kondisi batas
(ultimate), ada tiga jenis kemugkinan keruntuhan yang terjadi, yaitu: 1) Keruntuhan tarik (under-reinforced) Keruntuhan tarik terjadi bila regangan pada baja tulangan lebih besar dari regangan lelehnya, yang berarti regangan tarik baja telah mencapai titik leleh sedangkan regangan tekan beton belum mencapai regangan batas 0,003, atau
s
=
y
tetapi
c’
cu’.
Pada kondisi keruntuhan ini, penampang
balok memiliki rasio tulangan (⍴) yang kecil. Persamaan keseimbangan dapat dilihat sebagai berikut.
Maka,
(
⍴
)
(
)
dimana ⍴
12 Universitas Sumatera Utara
2) Keruntuhan tekan (over-reinforced) Keruntuhan tekan terjadi bila regangan pada baja tulangan lebih kecil dari regangan lelehnya, yang berarti regangan tekan beton telah mencapai regangan batas 0,003 sedangkan regangan tarik baja tulangan belum c’
mencapai titik leleh, atau
=
cu’
tetapi
s
y.
Pada kondisi keruntuhan
ini, penampang balok memiliki rasio tulangan (⍴) yang besar.
)
(
(
)
karena a = β1 c, maka: (
)
Persamaan keseimbangan:
(
(
)
)
Dari kedua harga di atas, diambil nilai a yang paling kecil, sehingga diperoleh:
13 Universitas Sumatera Utara
3) Keruntuhan seimbang (balanced reinforced) Keruntuhan seimbang terjadi bila regangan pada baja tulangan mencapai titik leleh bersamaan dengan regangan beton yang telah mencapai regangan batas 0,003, atau
c’
=
cu’
dan
s
=
y.
Pada kondisi keruntuhan ini, beton
dan rasio tulangan seimbang (balance).
dimana cb adalah tinggi garis netral pada kondisi seimbang.
(
)
(
)
Dari persamaan keseimbangan:
Dalam keadaan keruntuhan seimbang:
Dengan mensubstitusikan nilai ab, diperoleh:
14 Universitas Sumatera Utara
(
)(
)
Jika modulus elastisitas baja, Es = 200000 Mpa, diperoleh: (
)(
)
2.2.2 Kolom Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang memikul beban dari balok. Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke elevasi bawah hingga akhirnya sampai ke tanah memalui pondasi (Negara, 2009). Berdasarkan bentuk dan susunan tulangan, kolom dibedakan menjadi: 1) Kolom segi empat dengan tulangan memanjang dan sengkang 2) Kolom bulat dengan tulangan memanjang dan tulangan lateral berbentuk spiral 3) Kolom komposit yang terdiri dari beton dan baja profil di dalamnya
Gambar 2.2. Bentuk Penampang Kolom. (a) Kolom Segi Empat; (b) Kolom Bulat; (c) Kolom Bulat dan Segi Empat Komposit Beton-Baja 15 Universitas Sumatera Utara
Keruntuhan
pada
kolom
struktural
seharusnya
dihindari
karena
mengakibatkan risiko runtuhnya komponen struktur di atasnya yang dipikul kolom tersebut. Risiko fatal yang dapat terjadi adalah keruntuhan batas total (ultimate total collapse) beserta keseluruhan bangunan. Beban aksial yang terjadi pada kolom sangat dominan, sehingga berpengaruh terjadinya keruntuhan tekan tergantung besarnya beban yang diterima. Apabila beban bertambah, maka akan terjadi perubahan mikrostruktur pada sisi luar kolom berupa retak-retak di lokasi tulangan sengkang. Pada batas keruntuhan (limit state of failure), selimut beton akan terpisah dari tulangan sengkang, sehingga tulangan memanjang mulai terlihat. Apabila beban semakin bertambah, akan terjadi tekuk lokal (local buckling) pada tulangan memanjang, sehingga pada kondisi ini kolom telah mencapai batas keruntuhan, dimana daya lekat beton dan baja tulangan telah hilang. Kolom dibedakan menjadi 2 jenis berdasarkan angka kelangsingan, yaitu:
o Kolom pendek ; o Kolom langsing ;
2.2.2.1 Kolom pendek Kapasitas beban sentris maksimum pada kolom diperoleh dari kontribusi beban yang dipikul beton sebesar Pc = (Ag – Ast) 0,85f’c, dan beban yang dipikul baja sebesar Ps = Ast fy. Dengan demikian, diperoleh beban sentris maksimum sebagai berikut.
16 Universitas Sumatera Utara
P0 = 0,85f’c(Ag – Ast) + Ast fy dimana, Ag = luas bruto penampang beton Ast = luas total baja tulangan = As + A’s Namun, pembebanan sentris (e = 0) hampir tidak mungkin terjadi pada strukur aktual, karena dipengaruhi beberapa faktor seperti, ketidaktepatan letak dan ukuran kolom, perbedaan besar beban pada pelat di sekitar kolom, dan sebagainya. Berikut persamaan besar beban aksial nominal Pn dengan eksentrisitas e yang bekerja pada kolom dengan penulangan simetris yang mengalami beban eksentris. Pn = 0,85f’c ba + A’s f’s – As fs a
Mn = Pne = 0,85f’c ba(y – /2) + A’s f’s(y – d’) – As fs(d - y) dimana,
a = tinggi blok tegangan ekuivalen = β1c f’s = tegangan baja pada kondisi tekan fs = tegangan baja pada kondisi tarik Mn = momen tahanan nominal
Peraturan SNI-03-2847-2002 mensyaratkan faktor reduksi untuk kapasitas beban aksial nominal pada kolom. Besar beban aksial nominal kolom Pn pada kondisi beban sentris (e = 0) maupun kondisi beban eksentris (e ≠ 0), tidak dapat melebihi kekuatan dengan aksial maksimum yang dapat dilihat pada persamaan berikut.
17 Universitas Sumatera Utara
ϕPn (max) = 0,80ϕ [0,85f’c(Ag – Ast) + Ast fy] untuk kolom bersengkang dengan faktor reduksi sebesar 20 %, dan ϕPn (max) = 0,85ϕ [0,85f’c(Ag – Ast) + Ast fy] Untuk kolom berspiral dengan faktor reduksi sebesar 15 %.
Gambar 2.3. Tekan Eksentris, Kekuatan Batas (Winter, 1993) 2.2.2.2 Kolom langsing Kolom langsing memiliki angka kelangsingan melebihi batas dari kolom pendek dimana kolom ini akan mengalami tekuk (buckling) sebelum mencapai batas keruntuhan materialnya. Hal ini dipengaruhi oleh adanya momen tambahan akibat PΔ, dimana P adalah beban aksial yang terjadi pada kolom, dan Δ adalah defleksi kolom yang tertekuk pada penampang yang ditinjau. Menurut peraturan ACI 318, nilai faktor panjang efektif k dapat ditentukan berdasarkan hal berikut. 1) Batas atas faktor panjang efektif k untuk batang tekan dengan pengaku (braced system) yang tertahan pada kedua ujung kolom.
18 Universitas Sumatera Utara
k = 0,7 + 0,05 (ψA + ψB) ≤ 1,0 k = 0,85 + 0,05 ψ min ≤ 1,0 harga k yang diambil adalah nilai terkecil dari kedua persamaan di atas. Dimana, ψA
= faktor jepitan kolom atas
ψB
= faktor jepitan kolom bawah
ψmin = faktor jepitan terkecil antara ψA dan ψB persamaan untuk faktor jepitan ψ adalah: EI kolom lu EI balok ln
Dimana,
lu = panjang tak tertumpu kolom ln
= bentang bersih balok
2) Batas atas faktor panjang efektif k untuk batang tekan tanpa pengaku (unbraced system) yang tertahan pada kedua ujung kolom. Untuk ψ m < 2
k
20 m 20
1 m
Untuk Ψ m ≥ 2
k 0,9 1 m Dimana,
ψm = harga ψ rata-rata dari ψA dan ψB 19 Universitas Sumatera Utara
3) Batas atas faktor panjang efektif k untuk batang tekan tanpa pengaku (unbraced system) yang kedua ujung sendi-sendi. k = 2,0 + 0,3 ψ 2.3 Pengaruh Temperatur Tinggi Terhadap Sifat Fisis Beton Bertulang Pengaruh yang ditimbulkan kebakaran terhadap struktur terutama beton dapat secara langsung dilihat melalui pengamatan visual. Hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan bangunan secara umum yang terjadi pasca kebakaran. Perubahan kondisi fisik komponen struktur
dapat dievaluasi
berdasarkan parameter pengamatan yang telah ditentukan sebelumnya seperti, perubahan warna pada permukaan beton, terjadinya spalling dan crazing, serta retak atau cracking. Berikut dijelaskan parameter pengamatan visual yang digunakan, meliputi: 1. Pengamatan permukaan Jelaga yang melekat pada permukaan beton berupa butir asap yang halus berwarna hitam mengindikasikan bahwa temperatur yang terjadi pada saat kebakaran relatif rendah, karena jika temperatur telah mencapai 800 0C, seluruh jelaga akan terbakar habis tanpa bekas. 2. Perubahan warna Perubahan warna yang dilihat pada struktur beton setelah proses pendinginan dapat menaksir temperatur maksimum yang dialami beton saat kebakaran terjadi. Untuk beberapa kasus yang telah diteliti bahwa untuk beton yang mengalami pemanasan pada temperatur lebih dari 300 oC menyebabkan perubahan warna menjadi sedikit kemerahan (merah muda), untuk temperatur
20 Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6. Retak (cracking) Pada Balok 5. Pengamatan lendutan Pengamatan ini dilakukan terhadap lendutan yang terjadi pada komponen struktur seperti balok dan pelat lantai yang kemudian dikontrol terhadap lendutan izin maksimum. Setelah dilakukan pengamatan visual berdasarkan perameter diatas, dapat diketahui kondisi keseluruhan bangunan dengan mengklasifikasikan kelas kerusakan pada elemen struktur. Berikut ditunjukkan pada tabel 2.2. Tabel 2.2. Klasifikasi “Visual Damage” KELAS
ELEMEN
Kolom
TAMPAK PERMUKAAN Plesteran
Warna
Sedikit terkelupa
Crazing
TAMPAK STRUKTURAL Spalling
Tulangan
Mulai Normal
tampak
Minor
Tidak terekspos
Minor
Tidak terekspos
Minor
Sedikit terekspos
Pada sudut-
Terekspos s/d
s Sedikit 1
Pelat
terkelupa
Normal
s Sedikit Balok
terkelupa
Normal
s 2
Kolom
Banyak
Pink
Mulai tampak
Mulai tampak Tampak
Retak Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada Tidak
Lendutan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
23 Universitas Sumatera Utara
terlepas
sudut
25% tetapi tidak
ada
tetekuk
Pelat
Banyak terlepas
Pink
Tampak
Terlihat setempat
Terekspos s/d 10% tetapi semua melekat
Tidak ada
Tidak ada
Terbatas pada Balok
Banyak terlepas
Pink
Tampak
sudut-sudut
Terekspos s/d
Tidak
dan bagian
25%
ada
Tidak ada
bawah Terekspos s/d Kolom
Total loss
Buff/
Tampak
Banyak pada
50% tetapi tidak
Triable
jelas
sudut-sudut
lebih dari 1
Minor
Tidak mencolok
batang tertekuk
3
Pelat
Balok
Total loss
Total loss
Buff/
Tampak
Banyak pada
Triable
jelas
bagian bawah
Buff/
Tampak
Triable
jelas
Banyak pada sudut dan bagian bawah
Terekspos s/d 20% tetapi semua
Kecil
melekat
Tidak mencolok
Terekspos s/d 50% tetapi tidak lebih dari 1
Kecil
Tidak mencolok
batang tertekuk
(sumber: Sukamta, 2001) 2.4 Pengaruh Peningkatan Temperatur Terhadap Sifat Mekanis Beton Pada temperatur tinggi, beton akan mengalami perubahan mikrostruktur atau perubahan komposisi penyusun beton dalam skala kecil yang disebabkan reaksi fisik maupun reaksi kimia dari material penyusun beton tersebut dan sejalan dengan peningkatan temperatur dan lama pemanasan. Untuk pemanasan pada temperatur 100 0C atau lebih, mulai terjadi penguapan air pada pori-pori beton yang secara bersamaan menyebabkan retak mikro pada dinding pori. Selanjutnya jika temperatur semakin meningkat pada temperatur antara 400-600 0
C, akan terjadi reaksi dekomposisi C-S-H (Calcium Silicate Hydrate) atau
kalsium silikat hidrat pada kandungan semen yang terurai menjadi kapur bebas CaO dan SiO2 yang menyebabkan penyusutan pasta semen. Unsur C-S-H merupakan partikel pengikat pada pasta semen yang mana jika reaksi dekomposisi
24 Universitas Sumatera Utara
terus terjadi, juga akan menyebabkan terjadinya perbedaan pemuaian yang sangat besar antara agregat dan pasta semen sehingga retak mikro akan semakin melebar. Penyusutan pasta semen yang disusul dengan retak-retak mikro dalam beton pada pemanasan yang tinggi akan dapat meningkatkan porositas beton, sehingga kekuatan beton menjadi berkurang (Kumaat, 2003). Jika temperatur mencapai lebih dari 1000 0C, maka akan terjadi proses karbonasi yang membentuk unsur kalsium karbonat (CaCO3) yang berwarna keputihan yang memicu perubahan warna pada permukaan beton menjadi lebih terang. Pada kondisi ini, penurunan kekuatan telah mencapai batas terendah karena pengaruh penurunan lekatan antara agregat dan pasta semen secara menyeluruh yang ditandai banyaknya retak pada permukaan beton. 2.4.1 Kuat tekan beton Perubahan sifat mekanis beton akibat peningkatan temperatur secara langsung akan mempengaruhi penurunan kuat tekan beton tergantung tingkat panas yang dialami serta durasi pemanasan saat kebakaran berlangsung. Menurut ACI 216R-89, kekuatan tekan beton yang mengalami peningkatan temperatur yang tinggi dan sesaat setelah didinginkan pada dasarnya dapat dibedakan berdasarkan tipe agregatnya, yaitu: agregat yang mengandung karbon, agregat yang mengandung silikat, dan agregat ringan. Kuat tekan beton berdasarkan tipe agregat tersebut ditunjukkan berdasarkan gambar berikut.
25 Universitas Sumatera Utara
Grafik 2.1. Kuat Tekan Beton Dengan Agregat yang Mengandung Silika (ACI 216R-89)
Grafik 2.2. Kuat Tekan Beton Dengan Agregat Ringan (ACI 216R-89)
26 Universitas Sumatera Utara
Grafik 2.3. Kuat Tekan Beton Dengan Agregat yang Mengandung Karbon (ACI 216R-89)
Grafik 2.4. Hubungan Tegangan Regangan Beton Normal Tanpa Beban Aksial Pada Temperatur Tinggi (Bailey, 2008) 2.4.2 Modulus elastisitas dan modulus geser beton Selain perubahan kuat tekan, perubahan sifat mekanis beton akibat temperatur tinggi terjadi pada modulus elastisitas dan modulus geser. Modulus elastisitas (E) didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan dan regangan,
27 Universitas Sumatera Utara
yang mana nilainya berbanding lurus dengan kuat tekan beton. Sedangkan modulus geser atau modulus kekakuan (G) didefinisikan sebagai perbandingan tegangan geser dan regangan geser pada dimensi yang sama. Pada gambar di bawah ini dapat dilihat penurunan modulus elastisitas dan modulus geser beton normal untuk ketiga tipe agregat akibat temperatur tinggi. Besarnya penurunan mencapai 50% pada temperatur 300-400 0C dari kondisi semula.
Grafik 2.5. Modulus Elastisitas Beton Pada Temperatur Tinggi (ACI 216R-89)
28 Universitas Sumatera Utara
Grafik 2.6. Modulus Geser Beton Pada Temperatur Tinggi (ACI 216R-89) 2.5 Pengaruh Peningkatan Temperatur Terhadap Sifat Mekanis Baja Tulangan Material baja tulangan mengandung kadar karbon < 2% dengan titik lebur sekitar 1500
0
C.
Sama halnya dengan material metal lainnya, baja juga
merupakan penghantar panas yang tinggi (high thermal conductivity). Kekuatan ultimit baja cenderung meningkat pada temperatur 300 0C, namun akan menurun seiring meningkatnya temperatur dan durasi pemanasan. 2.5.1 Kuat tarik baja tulangan Proses pemanasan akibat kebakaran akan melepaskan senyawa karbon pada baja, sehingga kadar karbon semakin berkurang yang menyebabkan menurunnya
29 Universitas Sumatera Utara
kekuatan baja tulangan menahan tarik, tetapi sebaliknya akan menambah nilai regangannya. Kriteria ini menunjukkan bahwa penurunan kadar karbon pada permukaan baja tulangan akan menyebabkan terjadinya perubahan komposisi dan mikrostruktur yang sekaligus mempengaruhi perilaku material baja tulangan secara keseluruhan (Kumaat, 2003).
Grafik 2.7. Kuat Tarik Beberapa Jenis Baja Tulangan Pada Temperatur Tinggi (ACI 216R-89) 2.5.2 Modulus elastisitas baja tulangan Penurunan modulus elastisitas baja tulangan dipengaruhi temperatur yang semakin meningkat pada saat terjadi kebakaran. Gambar di bawah ini menunjukkan bahwa pada temperatur 400
0
C, modulus elastisitas mulai
menunjukkan penurunan yang signifikan. Pada saat mencapai temperatur 500 0C, penurunan terjadi semakin besar dan bersifat linear.
30 Universitas Sumatera Utara
Grafik 2.8. Modulus Elastisitas Baja Tulangan Pada Temperatur Tinggi (ACI 216R-89) 2.6 Jenis dan Klasifikasi Kerusakan Struktur Beton Bertulang Pasca Kebakaran Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada berbagai kasus kerusakan struktur
beton
bertulang
akibat
kebakaran,
tingkat
kerusakan
dapat
diklasifikasikan sebagai berikut. 1) Kerusakan ringan Kerusakan ini dapat dilihat berupa retak kecil dan pengelupasan pada plesteran luar beton, serta terjadinya perubahan warna menjadi gelap akibat asap kebakaran.
31 Universitas Sumatera Utara
2) Kerusakan sedang Kerusakan ini dapat dilihat berupa munculnya retak-retak ringan dengan kedalaman kurang dari 1 mm pada bagian luar beton. Retak-retak ini dipengaruhi oleh penyusutan yang terjadi pada pasta semen pada suhu 200 0
C atau lebih, sehingga menimbulkan tegangan lokal pada bidang batas
antara pasta semen dan agregat. Hal ini juga akan mempengaruhi daya lekat kedua bahan tersebut menjadi berkurang yang menyebabkan timbulnya retak-retak tersebut. 3) Kerusakan berat Pada kondisi ini, retak yang terjadi memiliki ukuran lebih lebar dan dalam dari sebelumnya dan letaknya banyak terlihat di dekat sambungan antara kolom dan balok. Retak yang terjadi pada balok kadang-kadang disertai dengan lendutan yang dapat dilihat jelas secara langsung. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh yang ditimbulkan oleh kebakaran dapat mengurangi kekuatan struktur secara signifikan. 4) Kerusakan sangat berat Kerusakan ini merupakan kondisi kritis yang dialami oleh struktur, dimana retak banyak terjadi pada seluruh komponen struktur beton bertulang. Hal ini dapat dilihat dari permukaan beton yang pecah/terkelupas sehinggga baja tulangan dapat terlihat, atau bahkan baja tulangan sampai putus atau tertekuk. Pada kondisi ekstrim, beton inti bisa hancur yang memungkinkan terjadinya keruntuhan struktur (collapse) keseluruhan bangunan.
32 Universitas Sumatera Utara