BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Remaja Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 2004). Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial. Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ciri – ciri perkembangan remaja perlu dipahami, agar penanganan masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksinya dapat dilakukan lebih baik. Ciri khas remaja awal lebih dekat dengan teman sebayanya, ingin bebas, lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berfikir
10
11
abstrak. Ciri khas tahap remaja tengah, yaitu mencari identitas diri, timbul keinginan berkencan mempunyai rasa cinta yang mendalam, mengembangkan kemampuan berfikir abstrak, berkhayal tentang aktifitas seks. Ciri khas taraf akhir, yaitu pengungkapan kebebasan diri, lebih sensitif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, mampu berfikir abstrak (Depkes RI, 2001). Perubahan kelamin primer dimulai dengan berfungsinya organ – organ genetalia yang ada. Perubahan ini terjadi pada laki – laki ditandai dengan mulai keluarnya mani (sperma) saat mimpi basah. Sedangkan pada wanita ditandai dengan menarche atau haid pertama kali. Perubahan organ kelamin sekunder pada laki – laki ditandai dengan perubahan suara, bidang bahu melebar sering mimpi basah, tumbuh rambut pada organ tertentu (dada dan sekitar kemaluan), perubahan penis jika ada rangsangan. Perubahan organ sekunder pada wanita antara lain suara lebih bagus, kulit muka dan badan halus, bidang bahu mengecil, bidang pinggul melebar, payudara membesar, tumbuh rambut di sekitar ketiak dan kemaluan, alat kelamin membesar dan mulai berfungsi (Soetjiningsih, 2004). 2.2 Perilaku Berisiko Remaja Dalam perilaku berisiko remaja seperti perilaku merokok dan seks pranikah sangat menjadi permasalahan kesehatan pada remaja yang melakukan perilaku berisiko tersebut. Perilaku perilaku merokok dan perilaku seksual saling terkait satu sama lain yang menyebabkan gangguan kesehatan pada remaja. Berikut pengertian dari masing-masing contoh perilaku berisiko:
12
1.2.1
Perilaku Merokok Pada Remaja Perilaku merokok merupakan suatu kegiatan yang banyak dilakukan oleh banyak orang dan menjadi trend khususnya dikalangan remaja akan tetapi dapat berakibat buruk bagi kesehatan. Seperti yang dikatakan oleh Ray (dalam Kurniawan, 2002) mengatakan bahwa perilaku merokok adalah perilaku yang membahayakan kesehatan baik bagi perokok sendiri maupun orang lain dan berakibat buruk bagi kesehatan seperti : kanker paru-paru, bronkitis kronik, Jantung koroner, Hipertensi. Pada dasarnya remaja sudah mengetahui akibat buruk dari rokok, namun remaja tidak pernah perduli, karena remaja telah memiliki tujuan tertentu antara lain: ingin terlihat lebih gagah dan lebih dewasa, ingin memperoleh kenikmatan, ingin menyesuaikan diri dengan lingkungan supaya terlihat lebih modern dan dianggap gaul. Merokok sebagai salah satu bentuk perilaku berisiko kesehatan, semakin menggejala di kalangan usia muda bahkan remaja awal (Sarafino, 1990). Hasil survei pada tahun 2007 menunjukan bahwa sekitar 80% perokok di Indonesia mulai merokok sebelum usia 19 tahun, angka tersebut dinyatakan mengalami kenaikan sebesar 9,4% dari angka tahun 2001. Proporsi perokok pemula remaja terus meningkat, diikuti kelompok umur 5-9 tahun dengan persentase 0,8% pada tahun 2001 menjadi 1,8% di tahun 2004 (Mohammad, 2008). Peningkatan ini sangat mengkhawatirkan, mengingat negara lain seperti Jepang telah mengalami penurunan jumlah perokok remaja dari
13
81 % pada tahun 1961 menjadi 54 % pada tahun 2000 (http://www.bkkbn.go.id). Angka yang didapat dari hasil survei yang dilakukan General Youth Tobacco Survey (GYTS) Indonesia pada tahun 2004 menunjukan bahwa 30% anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Jakarta, Bekasi dan Medan, Sumatera Utara (Sumut) ternyata sudah merokok. Menurut penelitian yang dilakukan di wilayah Jakarta oleh GYTS, diketahui bahwa terdapat 34% murid sekolah usia SMP pernah merokok dan sebanyak 16,6% masih merokok di Bekasi, 33% murid sekolah usia SMP pernah merokok dan sebanyak 17,1% saat ini masih merokok. Sedangkan di Medan diperoleh hasil survei sebesar 34,9% murid sekolah usia SMP pernah merokok dan sebanyak 20,9% saat ini masih merokok. 2.2.2
Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Pada masa remaja terjadi berbagai perubahan besar pada fisik, emosi dan psikis, perubahan ini dapat membingungkan remaja yang mengalaminya.
Karena
itu
mereka
membutuhkan
pengertian,
bimbingan dan dukungan dari lingkungan sekitarnya agar tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa yang sehat baik fisik, mental maupun psikososial. Masa remaja merupakan saat diperolehnya kebebasan sehingga muncul perilaku ingin mencoba-coba. Perilaku ingin mencoba-coba hal-hal yang baru ini jika didorong oleh
14
rangsangan seksual dapat membawa remaja masuk dalam hubungan seks pranikah dalam segala akibatnya yang antara lain kehamilan diluar nikah, upaya abortus, dan penularan PMS termasuk HIV / AIDS. Dari segi kesehatan reproduksi perilaku mencoba-coba dalam bidang seks merupakan hal yang sangat rawan karena dapat membawa akibat yang sangat buruk dan merugikan masa depan remaja itu sendiri khususnya remaja putri (Depkes RI, 2001). Perilaku seks adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono 2011). Bentuk-bentuk tingkah laku ini bermacam-macam mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu
dan bersenggama. Objek
seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri (Sutjiningsing, dkk, 2004). Baxter dan Oakley (dalam Messen, 2001) mereka menyebutkan seks dan jenis kelamin (gender) sering digunakan secara bergantian, meskipun beberapa ahli merumuskan seks sebagai unsur biologi dan jenis kelamin sebagai unsur seksualitas yang dipelajari secara sosial. Pengertian pranikah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001), kata “pra” berarti “sebelum”, sedangkan “nikah” berarti perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi. Secara umum “pranikah” didefinisikan sebagai hal yang terjadi sebelum adanya perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi.
15
Penelitian yang dilakukan oleh Anggriyani dan Trisnawati (2011) tentang hubungan seks pranikah dengan perilaku seks remaja di SMK Kerabat Bumiayu Kabupaten Brebes menunjukkan bahwa 53.9% responden memiliki perilaku seks berisiko terhadap seks pranikah.
Berdasarkan survei yang dilakukan Departemen Kesehatan tahun 1996, di Jawa Barat terdapat sekitar 1,3% responden remaja putri kota dan 1,4% remaja putri desa serta sebanyak 4,4% remaja wanita di Bali menyatakan telah melakukan perilaku seksual pranikah baik dengan pacar maupun dengan teman atau orang lain yang memiliki ikatan yang lebih intensif. Dari laporan penelitian yang dilakukan oleh SEICUS (Seks Informasi And Education Council Of The United State) menunjukkan bahwa 88% remaja laki-laki usia 16 tahun melakukan masturbasi dan 62% pada remaja perempuan. Masturbasi ini dilakukan secara sendiri-sendiri dan juga dilakukan secara mutual dengan teman sebaya sejenis kelamin, tetapi sebagian dari mereka melakukan masturbasi secara mutual dengan pacarnya. Hubungan seksual yang dilakukan remaja juga semakin sering terjadi karena rendahnya kontrol orang tua dan lingkungan sosial (Alex Panglahila, 2004). Perilaku seksual dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi peningkatan libido seksual akibat perubahan hormonal (perspektif biologis), pe-ngalaman seksual serta pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Faktor eksternal meliputi penundaan usia perkawinan pada remaja, larangan yang sifatnya tabu mengenai
16
perilaku seksual pada remaja, meningkatnya rangsangan seksual dari media massa, sikap orangtua yang tidak terbuka mengenai masalah seksual pada anak, pergaulan yang makin bebas di kalangan remaja, kurangnya peng-awasan dari pendidik dan orangtua pada remaja, serta dorongan dari teman sebaya untuk melakukan perilaku seksual. 2.3 Media Elektronik dan Perilaku Berisiko Remaja Media elektronik adalah sebuah media yang menyampaikan sesuatu, yang berbentuk elektronik. Contoh media elektroniknya TV, radio, dan HP (Hand Phone) juga internet (Wulan Landadi, 2011). Media elektronik menarik khalayaknya memberikan perhatian secara penuh karena apa yang disiarkannya tidak diulang. Media elektronik sejak awal sudah bersifat demokratis dengan khalayak masyrakat luas secara keseluruhan, bukan kalangan tertentu saja. Halhal yang bisa di akses dari media elektronik, yaitu informasi dan lokasi yang ingin kita cari, juga bisa mengakses kesehatan, gambar, lagu, video, pembayaran, transportasi dan lainnya. Tinggi nya angka aborsi akibat pergaulan seks bebas remaja yaitu 900 ribu remaja indonesia karena perpengaruh karena pengaruh maraknya VCD porno serta korban kecanggihan teknologi internet yang banyak menyiarkan situs-situs porno. Rangsangan emosional yang banyak dibicarakan orang adalah rangsangan soal akibat adegan-adengan merangsang dalam media massa. Bahan-bahan erotis dan televisi, film, handphone, majalah, buku dan sebagianya biasa disebut “Pornografi terbukti membangkitkan rangsangan seksual. Pornografi merangsang seksual, meruntuhkan nilai-nilai moral
17
mendorong untuk berperilaku seksual. Iklan rokok juga tidak henti-hentinya mempengaruhi remaja agar mengkonsumsi rokok dari serbuan 14.249 iklan rokok di media elektronik (BPOM 2006). Hasil survei tersebut juga menunjukkan bahwa akibat gencarnya iklan yang dilakukan oleh industri rokok, maka sebanyak 92,9% anak-anak terekspos dengan iklan yang berada di papan reklame dan 82,8% terekspos iklan berada di majalah dan Koran. Dari segi besarnya pengaruh iklan dan kegiatan yang disponsori industri rokok terhadap perilaku merokok remaja sebanyak 29% remaja perokok menyalakan rokoknya ketika melihat iklan rokok pada saat tidak merokok (Wibowo, 2009). Dalam hal ini adanya berbagai sajian program dan acara yang disiarkan televisi, film, sinetron, musik, drama dan sebagainya, yang paling dikhawatirkan adalah jika tontonan itu berupa adegan dari kebejatan moral misalnya pemerkosaan yang tentu saja sedikit atau banyak akan ditiru oleh para pemirsa, sehingga terjadi kemerosotan nilai etika. Khususnya bagi remaja putri yang dimulainya dengan berbohong dan atau menipu kedua orang tuanya hanya sekedar untuk mendapat bertemu dengan pemuda pujaan mereka yang bukan muhrimnya, juga merupakan bukti konkrit lantaran mereka terlalu sering melihat adegan roman yang ditanyangkan oleh televisi. (Sutjiningsih,dkk, 2004). Survei Komnas Perlindungan Anak tahun 2010 mengungkapkan bahwa 97% remaja pernah menonton atau mengakses materi pornografi. Sedangkan Survei yayasan Kita dan Buah Hati sepanjang tahun 2005 terhadap 1.705 anak SD usia 9-12 tahun di Jabodetabek, diperoleh data bahwa 80% dari mereka sudah mengakses materi pornografi dari berbagai sumber seperti VCD/DVD,
18
dan situs-situs porno (Suyatno, 2011). Dengan mendapatkan materi pornografi sejak masih SD maka akan berpengaruh terhadap perilaku seksual pada masa remajanya kelak. Penelitian Nursal (2008) mendapatkan hasil bahwa responden yang terpapar media elektronik mempunyai peluang 3,06 kali untuk berperilaku seksual berisiko dibandingkan dengan responden yang tidak terpapar dengan media elektronik. Beberapa kajian menunjukkan bahwa remaja sangat membutuhkan
informasi mengenai persoalan seksual dan kesehatan reproduksi. Remaja seringkali memperoleh sumber informasi yang tidak akurat mengenai seksual dari teman-teman sebayanya atau dari media massa, bukan dari petugas kesehatan, guru atau orang tua (Darmasih, 2009). 2.4 Media Cetak dan Perilaku Berisiko Remaja Media cetak menurut Eric Barnow adalah segala barang yang dicetak yang ditujukan untuk umum atau untuk suatu publik tertentu. Dengan demikian yang dimaksud media cetak meliputi surat kabar, majalah, serta segala macam barang cetakan yang ditujukan untuk menyebarluaskan pesan-pesan komunikasi. Media cetak mempunyai makna sebuah media yang menggunakan bahan dasar kertas atau kain untuk menyampaikan pesan-pesannya. Media cetak ini bisa dibuat untuk membantu fasilitator melakukan komunikasi interpersonal saat pelatihan atau kegiatan kelompok. Media ini juga bisa dijadikan sebagai bahan referensi
(bahan
bacaan)
atau
menjadi
media
instruksional
atau
mengkomunikasikan teknologi baru dan cara-cara melakukan sesuatu (leaflet, brosur, buklet). Bisa juga mengkomunikasikan perhatian dan peringatan serta mengkampanyekan suatu isu (poster) dan menjadi media ekspresi dan karya
19
personal (poster, gambar, kartun, komik). Media cetak dapat digunakan sebagai media pembelajaran untuk membantu guru dalam menyampaikan materi pelajaran karena media ini banyak menyimpan pesan tertulis yang mudah diterima. Pesan yang bisa di dapat dalam media cetak, yaitu pesan untuk menjadi lebih mengerti, pesan untuk mengetahui, pesan untuk merubah, pesan untuk melakukan sesuatu, dan lainnya. Majalah merupakan salah satu jenis media cetak yang bervariasi seperti majalah tentang hobi, majalah dewasa, majalah agama, dan lainnya. Menurut Rohmawati (2008) dalam Darmasih (2009), bahwa faktor lain yang memengaruhi perilaku seksual pada remaja adalah paparan media massa, baik cetak (koran, majalah, buku-buku porno) mempunyai pengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada remaja untuk melakukan hubungan seksual pranikah. Penelitian Nursal (2008) mendapatkan hasil bahwa responden yang terpapar media cetak mempunyai peluang 4,44 kali untuk berperilaku seksual berisiko dibanding tidak terpapar dengan media cetak. Hasil studi penelitian di Medan dengan 107
responden menunjukkan bahwa media cetak mempunyai proporsi (19,5%) dalam meningkatkan perilaku kesehatan reproduksi yang berisiko pada remaja (Indarsita, 2002). 2.5 Hubungan Lingkungan Pergaulan dengan Perilaku Berisiko Pada Remaja Pergaulan remaja yang semakin luas memberikan pengaruh positif atau negative bagi kehidupan remaja, pengaruh positif melalui interaksi teman sebaya belajar mengenai pola hubungan timbal balik dan setara. Pengaruh lingkungan, pergaulan yang negatif di sertai tekanan yang kuat oleh kelompok dan masyarakat akan dapat menjerumuskan remaja pada perilaku negatif seperti
20
merokok dan seks bebas (Santrock, 2003). Menurut Zoer’aini (2003), Lingkungan adalah suatu sistem kompleks yang berada di luar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme. Ngalim (2004), menyatakan lingkungan sosial adalah semua orang/manusia lain yang mempengaruhi kita. Pengaruh lingkungan sosial tersebut ada yang kita terima secara langsung dan tidak langsung. Pergaulan adalah kontak langsung antara satu individu dengan individu lain (Ahmadi dan Uhbiyati, 2001). Lingkungan pergaulan adalah tempat berkembanganya perilaku terhadap kebiasaan yang ada di lingkungan. Lingkungan pergaulan yang kurang baik akan berpengaruh pada perkembangan jiwa seseorang. Hal-hal yang tidak baik yang diterimanya dalam interaksi menjadi hal yang biasa baginya. Lingkungan dan pergaulan yang tidak baik dapat mempengaruhi seseorang untuk melanggar norma-norma yang ada di dalam masyarakat (Yunita,2009). Remaja biasanya lebih suka dengan pergaulan yang bebas dengan teman sebaya, karena teman sebaya dapat dijadikan teman akrab dan teman curhat (curahan hati). Walaupun orang tua dapat dijadikan teman untuk bicara, tetapi remaja lebih suka bercerita dan bergaul dengan teman – temannya, sehingga para remaja harus lebih berhati – hati dalam memilih teman (Putera, 2008). Berikut penjelasan lingkungan keluarga dan lingkungan teman sebaya. A. Lingkungan Keluarga Dengan Perilaku Berisiko Remaja Keluarga didefinisikan sebagai sekumpulan orang yang tinggal dalam
satu
rumah
yang
masih
mempunyai
hubungan
kekerabatan/hubungan darah karena perkawinan, kelahiran, adopsi dan
21
lain sebagainya. Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang belum menikah disebut keluarga batih (Soerjono,2004). Semakin berkurangnya pengawasan orang tua terhadap anak-anaknya, maka semakin terpisahnya orang tua dan anak-anak mereka ke dalam dua dunia yang berbeda (Sanderson, 1995). Proporsi remaja yang tidak pernah berkomunikasi dengan orang tua (33,8%) memiliki perilaku berisiko lebih besar dibandingkan dengan proporsi remaja yang berkomunikasi dengan orang tua (Indarsita, 2002). Dalam pola hubungan antara pengawasan orang tua dengan perilaku seksual pranikah terdapat pada penelitian Ika Nur (2009) yang menyatakan pada 71 responden remaja SMA Negeri 1 Baturraden yang mendapatkan pengawasan yang kurang dari orang tuanya, yang melakukan perilaku seksual pranikah sebanyak 48 (67.6%) dan yang tidak melakukan sebanyak 23 (32.4%). Sedangkan dari 54 responden yang mendapatkan pengawasan yang baik dari orang tuanya sebanyak 33 (61.1%) melakukan perilaku seksual pranikah dan 21 (38.9%) tidak melakukan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengaruh keluarga dengan perilaku seksual pranikah pada remaja SMA Negeri 1 Baturraden.
B. Lingkungan Teman Sebaya Dengan Perilaku Berisiko Remaja Teman sebaya adalah hubungan individu pada anak-anak atau remaja dengan tingkat usia yang sama serta melibatkan keakraban
22
yang relatif besar dalam kelompoknya. Santrock(2007). Teman sebaya dapat mempengaruhi perkembangan pribadi dan sosial individu, yaitu dengan menjadi agen sosialisasi yang membantu membentuk perilaku dan keyakinan individu tersebut. Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa perilaku terbentuk melalui suatu proses tertentu dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya. Jika lingkungan memberikan peluang positif kepada remaja maka perkembangan sosial remaja akan matang dan jika lingkungan memberikan peluang negatif maka perkembangannya akan terhambat. Dalam pengalamanpun mereka berusaha berbuat sama., misalnya berpacaran. Apa yang dilakukan kelompok ditirunya, walaupun yang dilakukan itu tidak baik. (Sutjiningsih, 2004). Dalam penelitian Ika Nur (2009) menyatakan dari 45 Responden SMA Negeri 1 Purwokerto yang memiliki pengaruh dari teman sebaya yang buruk, sejumlah 21 (46.7%) melakukan perilaku seksual pranikah. Kemudian dari 80 responden yang memiliki pengaruh yang baik dari teman sebaya sebanyak 15 (18.8%) yang melakukan perilaku seksual pranikah. Hasil penelitian di Pontianak pada 348 responden siswa SMA bahwa, yang paling dominan mempengaruhi perilaku seksual remaja adalah perilaku seksual teman sebaya sebesar 34,4% (Suwarni & Linda, 2008).