BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Defenisi Mesin Pendingin Mesin pendingin adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan
panas dari dalam ruangan ke luar ruangan [7]. Adapun siklus mesin pendingin yang paling banyak digunakan adalah siklus kompresi uap. Secara garis besar komponen sistem pendingin siklus kompresi uap terdiri dari: 2.1.1
Kompresor Tugas kompresor adalah “mengangkat” refrigeran dari evaporator,
mengkompres, dan “mendorong” ke kondensor. Kompresor ini harus dijaga tekanan evaporator tetap rendah agar refigeran bisa menguap dan tekanan kondensor tetap [3].Untuk melakukan tugas ini kepada kompresor kita berikan energi listrik yang diubahnya menjadi mekanik untuk melakukan kompresi. Bisa dikatakan kompresor adalah bagian utama dari suatu SKU. Jika dibandingkan harga kompresor mencakup 30-40% dari harga total satu unit SKU. Fungsi kompresor adalah menetapkan perbedaan tekanan dalam suatu sistem pendinginan [7]. Oleh karenanya menyebabkan zat pendingin dalam suatu sistem mengalir dari satu bagian ke bagian lainnya. Kompresor
dikategorikan
suatu
pompa
yang
bertugas
untuk
mensirkulasikan zat pendingin, tetapi tugasnya adalah mengadakan tekanan untuk hal tersebut. Tekanan yang disebabkan oleh kompresor tersebut dapat membuat uap cukup panas untuk pendingin dalam ruang udara yang hangat.Pada saat yang sama, kondensor menaikkan tekanan zat pendingin diatas titik kondensasi pada suhu ruangan udara, sehingga ia akan berkondensasi. Itulah perbedaan antara tekanan tinggi dan tekanan rendah yang memaksa cairan pendingin mengalir melalui tabung kapiler masuk ke evaporator. Dipasaran tersedia banyak jenis kompresor yang umum digunakan pada
SKU.
Masing-masing
tentunya
memiliki
kelebihan
dan
kekurangan.Bagaimana memilih kompresor yang sesuai tergantung kepada
Universitas Sumatera Utara
spesifikasi yang diinginkan. Berdasarkan prinsip kerjanya secara umum kompresor dapat diklasifikasikan atas dua jenis, yaitu : tipe perpindahan positif (positif displacement) dan Roto-dynamic. Prinsip kerja kompresor jenis positive displacement, secara ringkas adalah sebagai berikut : uap refigeran dari evaporator dihisap dan dijebak pada suatu ruang tertentu, kemudian ditekan hingga tekanannya melebihi tekanan kondensor dan kemudian dilepas ke kondensor. Setelah langkah ini selesai, maka proses akan diulang lagi. Sebenarnya jika melihat proses aliran ini, aliran fluida pada kompresor ini tidaklah kontinu tetapi terputus-putus. Tetapi karena frekuensinya terputusnya sangat tinggi, aliran akan kelihatan tidak terputus atau kontinu. Sementara pada kompresor tipe roto-dynamic tekanan refigeran
dihasilkan
dengan
mengubah
energi
kinetik
dengan
menggunakan elemen yang berotasi.Oleh karena itu , aliran fluida pada kompresor tipe ini kontinu. 2.1.2
Kondensor Karena zat pendingin meninggalkan kompresor dalam bentuk uap
bertekanan tinggi, maka diperlukan suatu proses untuk mengubah uap menjadi cairan kembali. Inilah fungsi kondensor mengembunkan uap menjadi cairan sehingga dapat dipakai kembali dalam siklus pendinginan [7]. Kondensor adalah suatu alat penukar kalor yang berfungsi untuk mengubah fasa pada refigeran dari keadaan superheat menjadi cair, bahkan terkadang sampai pada kondisi subcooled [3]. Untuk kembali mereview tugas dari kondensor, ingat kembali diagram p-h dimana tugas kondensor adalah membawa refigeran dari titik 2 (setelah melalui kompresor) sampai ke titik 3 (sebelum masuk ke katup ekspansi). Proses ini adalah proses membuang panas pada temperatur kondensasi, Tc yang diasumsikan konstan. Disfaat uap dari pendingin dipompa ke dalam kondensor akan mengakibatkan suhu dan tekanan menjadi meningkat. Suhu yang tinggi itu memudahkan perambatan panas yang efektif dari permukaan kondensor ke
Universitas Sumatera Utara
ruang sekitarnya. Sebagian dari panas yang ditransfer ke dalam ruangan adalah panas laten yang diambil zat pendingin dalam evaporator. Sarana medium pendingin yang biasa digunakan untuk melakukan tugas ini adalah udara lingkungan dan air atau gabungan dari keduanya.Masing-masing sarana medium ini mempunyai kelebihan dan kekurangan.Dalam hal ini kondensor dibagi berdasarkan medium yang digunakan dapat dibagi 3 bagian, yaitu : (1)Kondensor berpendingin udara, (2) Kondensor berpendingin air,dan (3) Kondensor berpendingin gabungan (Evaporative Condenser). Jika sarana medium yang digunakan adalah udara maka kelebihan yang didapat adalah tidak diperlukannya pipa untuk mengalirkannya dan tidak perlu repot untuk membuangnya karena setelah panas diserap bisa langsung dilepas ke udara lingkungan Namun kelemahan dari udara adalah tidak memiliki sifat membawa dan menghantar panas yang baik. Jadi diperlukan usaha yang lebih besar untuk mengalirkan lebih banyak udara.Biasanya kondensor dengan pendingin udara umumnya digunakan pada siklus refrigasi dengan kapasitas pendingin yang kecil. Sementara jika sarana medium pendingin yang digunakan adalah air mempunyai kelebihan yaitu memiliki sifat membawa dan memindahkan panas yang jauh lebih baik daripada udara. Oleh karena itu tidak dibutuhkan peralatan yang besar untuk proses perpindahan panas. Tetapi air tidak boleh dibuang begitu saja ke lingkungan. Misalnya setelah digunakan sebagai pendingin kondensor air akan menjadi panas dan tidak bisa dibuang begitu saja ke sungai atau ke danau, karena bisa membuat ikan-ikan yang ada didalamnya akan menjadi mati. Untuk menghindari efek lingkungan ini, biasanya kondensor berpendingin air dilengkapi dengan cooling tower
yang fungsinya
mendinginkan air panas yang berasal dari kondensor dengan menjatuhkan dari suatu ketinggian agar bisa didinginkan oleh udara. Oleh karena itu biaya awal kondensor dengan berpendingin air lebih besar tapi biaya operasionalnya lebih kecil, oleh karena itu sistem ini biasanya digunakan pada SKU dengan kapasitas yang besar. Pada evaporative kondensor air dan udara digunakan untuk mendinginkan kondensor. Air disiram ke pipa-
Universitas Sumatera Utara
pipa kondensor dan udara juga ditiupkan. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya penguapan di kondensor. Karena panas penguapan air sangat tinggi, dan ini diambil dari refigeran melalui dinding pipa maka jenis ini akan mempunyai koefisien panas yang sangat baik. Hal-hal yang disebutkan diatas adalah salah satu perbedaan utama kondensor berpendingin air dan bependingin udara. 2.1.3
Evaporator Pada diagram P-h dari siklus kompresi uap sederhana, evaporator
mempunyai tugas merealisasikan garis 4-1. Setelah refigeran turun dari kondesor melalui katup ekspansi masuk ke evaporator dan diuapkan, dan dikirim ke kompresor. Pada prinsipnya evaporator hampir sama dengan kondensor, yaitu sama-sama APK yang fungsinya mengubah fasa refigeran. Bedanya jika pada kondensor refigeran berubah dari uap menjadi cair, maka pada evaporator berubah dari cair menjadi uap. Perbedaan
berikutnya
adalah,
sebagai
siklus
refrigerasi,
pada
evaporatorlah sebenarnya tujuan itu ingin dicapai. Artinya jika kondensor fungsi hanya membuang panas ke lingkungan, maka pada evaporator panas harus diserap untuk menyesuaikan dengan bahan beban pendingin di ruangan [3]. Berdasarkan model perpindahan panasnya evaporator dapat dibagi atas natural convection dan forced convection. Pada evaporator natural convection, fluida pendingin dibiarkan mengalir sendiri karena adanya perbedaan massa jenis. Pada jenis umumnya evaporator ditempatkan ditempat yang lebih tinggi. Fluida yang bersentuhan dengan evaporator akan turun suhunya dan masa jenisnya akan naik, sebagai akibatnya, fluida ini akan turun dan mendesak fluida dibawahnya untuk bersikulasi. Sistem ini hanya pada refrigerasi dengan kapasitas-kapasitas kecil, seperti kulkas. Kebalikannya, evaporator forced convection menggunakan blower untuk memaksa terjadinya aliran udara sehingga terjadi konveksi dengan laju perpindahan panas yang lebih baik. Pada evaporator dengan konveksi paksa dapat juga dibedakan atas dua bagian yaitu refigeran mengalir di dalam pipa dan refigeran mengalir di luar pipa.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4
Katup Expansi Fungsi dari katup expansi ada dua, yaitu (1) menurunkan refigeran
dari tekanan kondensor sampai tekanan evaporator dan (2) mengatur jumlah aliran refigeran yang masuk ke evaporator.Pada kondisi pengaturan yang ideal, sangat dipantangkan jika cairan refigeran dari evaporator masuk ke kompresor [3]. Hal ini bisa terjadi, misalnya karena beban pendingin berkurang refigeran yang menguap dari evaporator akan berkurang. Jika pasokan refigeran cair dari kondensor tetap mengalir maka hal ini akan memaksa cairan refigeran masuk ke kompresor. Untuk menghindari hal inilah katup expansi difungsikan. Jika beban berkurang, maka pasokan refigeran akan berkurang, sehingga menjamin hanya uap refigeran yang masuk ke kompresor. Jenis katup expansi dapat dibagi 7, yaitu; 1. Tabung expansi manual 2. Tabung kapiler 3. Orifice 4. Katup expansi automatic 5. Katup expansi thermostatic 6. Katup expansi mengapung 7. Katup expansi elektronik
2.2
Sisitem Refrigerasi Refrigerasi merupakan suatu proses penarikan kalau dari suatu
benda/ruangan ke lingkungan sehingga temperatur benda/ruangan tersebut lebih rendah dari temperatur lingkungan. Sesuai dengan konsep kekekalan energi, panas tidak bisa dimusnahkan tapi bisa dipindahkan. Sehingga refrigerasi selalu berhubungan dengan proses aliran panas dan perpindahan panas. Siklus refrigerasi memperlihatkan apa yang terjadi pada panas setelah dikeluarkan dari udara oleh refigeran di dalam koil (evaporator). Siklus ini didasari oleh dua prinsip, yaitu : 1. Saat refigeran cair berubah menjadi uap, maka refigeran cair itu mengambil atau menyerap sejumlah panas.
Universitas Sumatera Utara
2. Titik didih suatu cairan dapat diubah dengan jalan mengubah tekanan yang bekerja padanya. Hal ini sama artinya bahwa temperatur suatu cairan dapat ditingkatkan dengan jalan menaikkan tekanannya, begitu juga sebaliknya.
Pada dasarnya sistem refrigerasi dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Sistem refrigerasi mekanik Sistem refrigerasi ini menggunakan mesin-mesin penggerak atau alat-alat mekanik lain dalam menjalankan siklusnya. Yang termasuk dalam sistem refigerasi mekanik adalah : a. Siklus kompresi uap (SKU) b. Refrigerasi siklus udara c. Kriogenik/refrigerasi temperatur ultra rendah d. Siklus sterling
2. Sistem refrigerasi non mekanik Berbeda dengan sistem refrigerasi mekanik, sistem ini tidak memerlukan mesin-mesin penggerak seperti kompresor dalam menjalankan siklusnya. Yang termasuk dalam sistem refrigerasi non mekanik adalah : a. Refrigerasi termoelektrik b. Refrigerasi siklus absorbs c. Refrigerasi steam jet d. Refrigerasi magnetic e. Heat pipe
2.2.1
Siklus Kompresi Uap Dari sekian banyak jenis-jenis sistem refrigerasi, namun yang
paling umum digunakan adalah refrigerasi dengan sistem kompresi uap.Komponen utama dari sebuah siklus kompresi uap adalah kompresor, evaporator, kondensor dan katup expansi. Berikut adalah sistem konvensional siklus kompresi uap (gambar 2.1) dan skema diagram p-h siklus kompresi uap (gambar 2.2)
Universitas Sumatera Utara
Qc
3
2 Wc
Kondensor
Kompresor
Katupp ekspansi 4
4
Evaporator r
1 Qe
Gambar.2.1 Siklus kompresi uap Pada siklus kompresi uap, di evaporator refigeran akan menghisap panas dari dalam ruangan sehingga panas tersebut akan menguapkan refigeran. Kemudian uap refigeran akan dikompres oleh kompresor hingga mencapai
tekanan
kondensor,
dalam
kondensor
uap
refigeran
dikondensasikan dengan cara membuang panas dari uap refigeran ke lingkungan. Kemudian refigeran akan diteruskan ke evaporator. Dalam diagram P-h siklus kompresi uap ideal dapat dilihat dalam gambar berikut ini P(kPa)
Pk
Tk
3
a
Te
4
Pe h3 =h4
2s
1 h1
h2 s
h(kj/kg)
Gambar 2.2 Diagram p-h Proses-proses yang terjadi pada siklus kompresi uap seperti pada gambar 2.2 diatas adalah sebagai berikut :
a. Proses kompresi (1-2) Prose ini dilakukan oleh kompresor dan berlangsung secara isentropic. Kondisi awal refigeran pada saat masuk ke dalam kompresor adalah uap
Universitas Sumatera Utara
jenuh bertekanan rendah, setelah mengalami kompresi refigeran akan menjadi uap bertekanan tinggi. Karena proses ini berlangsung secara isentropic, maka temperatur keluar kompresor pun akan meningkat. Besarnya kerja kompresi per satuan massa refigeran dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (Himsar Ambarita 2012 hal 4) : Wk =h1-h2
……….(2.1)
Dimana : Wk = besarnya kerja kompresor (kJ/kg) h1 = entalpi refigeran saat masuk kompresor (kJ/kg) h2 = entalpi refigeran saat keluar kompresor (kJ/kg) b. Proses kondensasi (2-3) Proses ini berlangsung didalam kondensor. Refigeran yang bertekanan tinggi dan bertemperatur tinggi yang berasal dari kompresor akan membuang kalor sehingga fasanya berubah menjadi cair. Hal ini berarti bahwa didalam kondensor terjadi pertukaran kalor antara refigeran dengan lingkungannya (udara), sehingga panas berpindah dari refigeran ke udara pendingin yang menyebabkan uap refigeran mengembun menjadi cair. Besar per satuan massa refigeran yang dilepas di kondensor dinyatakan sebagai (Himsar Ambarita 2012 hal 4): Qc =h2-h3
……….(2.2)
Dimana : Qc = besarnya panas yang dilepas oleh kondensor (kJ/kg) h2 = entalpi refigeran saat masuk kondensor (kJ/kg) h3 = entalpi refigeran saat keluar kondensor (kJ/kg)
c. Proses expansi (3-4) Proses expansi ini berlangsung secara isoentalpi. Hal ini berarti tidak terjadi perubahan entalpi tetapi terjadi drop tekanan dan penurunan temperatur, atau dapat dituliskan dengan persamaan (Himsar Ambarita 2012 hal 4): h3 = h4
……….(2.3)
Universitas Sumatera Utara
Proses penurunan tekanan terjadi pada katup expansi yang berbentuk pipa kapiler atau orifice yang berfungsi untuk mengatur laju alirann refigeran dan menurunkan tekanan.
d. Proses evaporasi (4-1) Proses ini berlangsung secara isobar isothermal (tekanan konstan, temperatur konstan) di dalam evaporator. Panas dari dalam ruangan akan diserap oleh cairan refigeran yang bertekanan rendah sehingga refigeran akan berubah fasa menjadi uap bertekanan rendah. Kondisi refigeran saat masuk evaporator sebenarnya adalah campuran cair dan uap, seperti pada titik 4 dari gambar 2.2 diatas. Besarnya kalor yang diserap oleh evaporator dapat ditulis dengan persamaan (Himsar Ambarita 2012 hal 4) ; Qe = h1 – h4
……….(2.4)
Dimana : Qe = besarnya panas yangnb diserap oleh evaporator (kJ/kg) h1 = entalpi refigeran saat keluar evaporator (kJ/kg) h4 = entalpi refigeran saat masuk evaporator (kJ/kg) Selanjutnya, refigeran kembali masuk kedalam kompresor dan bersirkulasi lagi.Begitu seterusnya sampai kondisi yang diinginkan tercapai.Untuk menentukan harga entalpi pada masing-masing titik dpat dililhat dari tabel sifat-sifat refigeran.
2.3
Beban Pendingin Beban pendingin adalah laju pengambilan kalor oleh refigeran di koil
pendingin pada sistem ekspansi langsung. Jenis beban pendingin terbagi dua yaitu panas sensibel dan panas laten. Panas sensibel adalah panas yang berhubungan dengan perubahan temperatur dari udara. Penambahan kalor sensibel adalah kalor sensibel yang secara langsung masuk dan ditambahkan ke dalam ruangan yang dikondisikan melalui konduksi, konveksi atau radiasi. Panas laten adalah panas yang diterima atau dilepaskan suatu materi karena perubahan fasanya. Penambahan kalor laten terjadi apabila ada penambahan uap air pada ruangan yang dikondisikan. Sebagai contoh untuk membedakan dua panas diatas adalah
Universitas Sumatera Utara
sebagai contoh kita mendinginkan air dari 100ͦC sampai menjadi es 0ͦC maka panas yang diserap dari air mulai dari 100ͦC sampai menjadi es 0ͦC disebut panas sensibel. Namun jika air yang suhunya sudah 0ͦC didinginkan lagi hingga menjadi es disebut panas laten karena disini tidak terjadi perubahan temperatur tapi melainkan yang terjadi adalah perubahan fasa.
2.3.1
Sumber-Sumber Beban Pendingin Secara umum beban pendingin terbagi dua yaitu beban pendingin
dari luar dan beban pendingin dari dalam. Beban pendingin dari luar diantaranya adalah penambahan kalor radiasi matahari melalui benda transparan, penambahan kalor konduksi matahari melalui dinding luar dan atap, penambahan kalor konduksi matahari melalui benda transparan seperti kaca, infiltrasi udara luar yang masuk ke dalam ruangan yang dikondisikan, ventilasi udara luar yang masuk kedalam ruangan yang dikondisikan. Sedangkan beban pendingin dari dalam diantaranya adalah penambahan kalor karena ada orang yang berada di dalam ruangan yang dikondisikan, penambahan kalor karena ada cahaya tambahan di dalam ruangan yang dikondisikan, penambahan kalor karena adanya motor-motor listrik di dalam ruangan yang dikondisikan dan penambahan kalor karena adanya peralatan-peralatan listrik atau pemanas yang ada di dalam ruangan yang dikondisikan. 2.3.2
Analisa Beban Pendingin Dalam menghitung beban pendingin ada beberapa cara yang bisa
dilakukan. Diantaranya adalah Metode Fungsi Transfer (TFM= Transfer Function Method), Metoda Perbedaaan Temperatur Beban Pendingin (CLTD = Cooling Load Temperatur Difference) dan Metoda Perbedaan Temperatur Ekuivalen Total (TETD = Total Equivalent Temperatur Difference) Waktu Rata-rata (TA = Time Average). Dari ketiga metoda diatas hanya metoda CLTD yang sederhana dan bisa di hitung secara manual.
Universitas Sumatera Utara
Sebelum melakukan perhitungan beban pendingin pada suatu ruangan yang dikondisikan, ada beberapa data yang harus dimiliki. Datadata yang harus dimiliki sebelum melakukan perhitungan beban pendingin adalah sebagai berikut : 1. Lokasi bangunan dan arahnya. 2. Konstruksi bangunan, hal ini dibutuhkan untuk mengetahui koefisien perpindahan panas menyeluruh dari kontruksi bangunan. 3. Kondisi di luar gedung, misalnya apakah ada pelindung pohon atau bangunan tinggi yang menghindari gedung dari paparan sinar matahari. 4.
Kondisi design di dalam gedung, misalnya pada temperatur dan RH berapa gedung akan dikondisikan.
5. Jadwal penghuni di dalam gedung. 6. Jumlah lampu dan peralatan listrik yang dipasang di dalam gedung. 7. Jadwal beroperasinya peralatan-peralatan di dalam gedung. 8. Kebocoran udara (infiltrasi) dan penambahan udara (ventilasi).
Informasi-informasi diatas akan digunakan sebagai parameter disaat melakukan perhitungan beban pendingin pada suatu ruangan. Berikut adalah prosedur dalam melakukan perhitungan beban pendingin suatu ruangan dengan menggunakan metoda CLTD :
A. Beban Pendingin dari Luar 1. Panas konduksi dari dingin, atap dan konduksi dari dinding yang berbahan dapat ditulis dengan persamaan (Himsar Ambarita 2012 hal 69): 𝑄𝑠 = 𝑈𝐴 (𝐶𝐿𝑇𝐷)𝑐𝑜𝑟𝑟
……….(2.5)
Dimana Qs adalah beban pendingin (Watt) dan merupakan beban sensibel. Sebagai catatan panas konduksi tidak mempunyai beban laten. U koefisien perpindahan panas untuk bahan dinding, atap dan kaca (Lihat Pada Lampiran).
Universitas Sumatera Utara
CLTD adalah cooling load temperatur difference ditampilkan pada Lampiran 1 dan Lampiran 2 (Bahan ini akan disertakan sebagai bahan kedua di dalam skripsi ini). Data pada tabel ini adalah kondisi di USA pada 40ͦ LU di bulan july, dan untuk yang bukan lintang akan dikoreksi dengan persamaan berikut : 𝐶𝐿𝑇𝐷𝑐𝑜𝑟𝑟 = (𝐶𝐿𝑇𝐷 + 𝐿𝑀)𝑘 + (25,5 − 𝑇𝑟 ) + (𝑇𝑚 − 29,4)
Nilai LM akan disertakan di dalam Lampiran dan k adalah koreksi
karena
pengaruh
warna
=
1(gelap),=
0,83(medium),=0,65(cerah). Tr adalah temperatur ruangan yang direncanakan. Tm adalah temperatur udara luar maksimum – (beda temperatu harian/2). 2. Panas Transmisi dari dinding kaca dapat ditulis dengan persamaan (Himsar Ambarita 2012 hal 69) 𝑄𝑠 = 𝐴 𝑥 𝑆𝐶 𝑥 𝑆𝐶𝐿
……….(2.6)
Dimana A adalah luas penampang, dan SC adalah koefisienn baying (shading coefficient). SCL adalah solar cooling load factor ditampilkan pada Lampiran 5. Panas ini adalaah panas sensibel. 3. Panas dari atap, partisi dan lantai dapat ditulis dengan persamaan (Himsar Ambarita 2012 hal 69) 𝑄𝑠 = 𝑈𝐴 (𝑇𝑜 − 𝑇𝑟 )
………(2.7)
Dimana U dihitung berdasarkan bahan atap dan lantai.To temperatur diluar ruangan yang dijaga pada temperatur Tr. B. Beban Pendingin dari Dalam 1. Panas dari tubuh manusia di dalam ruangan Tubuh manusia beraktivitas dan selalu mengeluarkan panas ke udara sekelilingnya. Terdapat dua jenis panas yang dikeluarkan oleh tubuh manusia yaitu panas laten dan panas sensibel. Masing-masing panas ini dapat dihitung dengan persamaan berikut (Himsar Ambarita 2012 hal 69) : 𝑄𝑠 = 𝑁 𝑥 (𝑠𝑒𝑛𝑠𝑖𝑏𝑙𝑒 ℎ𝑒𝑎𝑡 𝑔𝑎𝑖𝑛)𝑥 𝐶𝐿𝐹
……….(2.8)
Universitas Sumatera Utara
𝑄𝑙 = 𝑁 𝑥 ( 𝐿𝑎𝑡𝑒𝑛 ℎ𝑒𝑎𝑡 𝑔𝑎𝑖𝑛)
……….(2.9)
Sensibel heat gain dan laten heat gain adalah perkiraan panas sensibel dan panas laten yang akan dikeluarkan manusia. Datanya ditampilkan pada gambar tabel berikut. Dan N adalah jumlah manusia yang ada di ruangan. CLF adalah cooling load factor yang datanya ditampilkan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Tingkat Panas yang Didapatkan dari Penghuni yang dikondisikan Total Panas, W
% Panas Sensibel Panas
Dewasa Tingkat Aktivitas
Male
Disesuaikan
M/F
a
Panas
Sensibel
Laten
W
W
Pancaran Panas/Sinar
Duduk di teater
Teater pertunjukkan siang
115
95
65
30
Duduk di teater, malam
Teater pertunjukkan malam
115
105
70
35
Duduk, pekerjaan ringan
Kantor, hotel, apartemen
130
115
70
45
Pekerjaan kantor yang cukup aktif
Kantor, hotel, apartemen
140
130
75
55
Berdiri, pekerjaan ringan; berjalan
Toko serba ada; toko retail
160
130
75
55
Berjalan, berdiri
Toko obat, bank
160
145
75
70
Pekerjaan yang menetap
Restauran
145
160
80
80
Kerja cahaya bangku
Pabrik
235
220
80
140
Sedang menari
Aula tari
265
250
90
160
Berjalan 4.8 km/h; kerja mesin ringan
Pabrik
295
295
110
185
Arena Bowling
440
425
170
255
Bowling
Rendah V
Tinggi V
60
27
58
38
49
35
Universitas Sumatera Utara
Kerja berat Kerja mesin berat; penerangan Atletik
Pabrik
440
425
170
255
Pabrik
470
470
185
285
Gymnasiu m
585
525
210
315
54
19
Sumber : ASHRAE bab 28
2. Panas dari lampu/penerangan Lampu atau alat penerangan mengubah energi listrik menjadi cahaya, dan sebagian energi ini akan berubah menjadi panas. Sebagai catatan bola lampu akan terasa panas setelah dihidupkan beberapa lama. Besar panas yang dilepaskan bola lampu ke lingkungan adalah panas sensibel dan dapat dihitung menggunakan persamaan (Himsar Ambarita 2012 hal 70) : 𝑄𝑠 = 𝑊 𝑥 𝐹𝑢𝑙 𝑥𝐹𝑠𝑎 𝑥 𝐶𝐿𝐹
………(2.10)
Dimana W adalah daya total lampu, Ful lighting use, Fsa special allowance factor dan CLF adalah cooling load factor.
3. Panas dari motor listrik Di dalam ruangan yang dikondisikan biasanya terdapat motor listrik. Contohnya motor penggerak pompa air. Untuk menghitung besar panasnya dapat menggunkan persamaan berikut (Himsar Ambarita 2012 hal 70): 𝑄𝑆 = 𝑃 𝑥 𝐸𝑓 𝑥𝐶𝐿𝐹
……….(2.11)
P adalah total daya motor, Ef factor efisiensi dan CLF adalah cooling load factor.(Lampiran 6)
4. Panas dari peralatan dapur dan memasak Biasanya terdapat kegiatan masak memasak di dapur yang akan memberikan beban pendingin ke dalam ruangan yang akan didinginkan. Beban pendingin dari hal tersebut dapat dihitung dengan persamaan berikut (Himsar Ambarita 2012 hal 70):
Universitas Sumatera Utara
𝑄𝑠 = 𝑞𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 𝑥 𝐹𝑙 𝑥 𝐶𝐿𝐹
……….(2.12)
CLF cooling load factor yang ditampilkan pada Lampiran 6
5. Panas dari udara ventilasi dan udara infiltrasi Persamaan
yang bisa digunakan untuk menghitung panas
sensibel dan panas laten dari tambahan udara ventilasi ini adalah sebagai berikut (Himsar Ambarita 2012 hal 70) : 𝑄𝑠 = 1,23𝑄 (𝑇0 − 𝑇𝑖 )
………(2.13)
𝑄𝑠 = 3010𝑄 (𝑊0 − 𝑊𝑖 )
……….(2.14)
Dan beban total adalah : 𝑄𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 1,2𝑄(ℎ0 − ℎ𝑖 )
……….(2.15)
Dimana Q adalah laju aliran udara ventilasi.
2.4
Alasan Refrigerasi dan Pengkondisian Udara Penting Pada saat ini issu global yang sedang berkembang adalah tentang Emisi
Gas Rumah Kaca (GRK) dan pengurangan penggunaan konsumsi energi. Sesuai dengan hasil konvensi PBB mengenai perubahan iklim ada 6 jenis golongan Gas Rumah Kaca yaitu Karbondioksida (CO2), Dinitrooksida (N2O), Metana (CH4), sulfurhexaflorida (SF6), Ferflorokarbon (PFCS) dan Hidroflorokarbon (HFCS). Sesuai dengan hal diatas maka dapat disimpulkan kalau semua kegiatan manusia yang melepas gas-gas tersebut ke atmosfer adalah kegiatan emisi Gas Rumah Kaca. Beberapa kepala Negara di dunia telah mengatakan komitmen dan berani menyebutkan
angka
pengurangan
emisi.
Misalnya
pemerintah
Jepang
berkomitmen mengurangi emisi GRK sampai 25% dari tingkat keadaan tahun 1990. Indonesia juga mengatakan target penurunan emisi GRK ini. Pada pertemuan G-20 di Pittsburgh Amerika Serikat, 25 September 2009, Presiden SBY menyampaikan pidato bahwa Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi GRK sebesar 26% dari tingkat Business As Usual (BAU) pada tahun 2020 dengan usaha sendiri dan sampai 41% dengan dukungan Internasional [12].
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal ini tindak lanjut dari Pemerintahan Republik Indonesia adalah dengan menyusun Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sesuai dengan Peraturan Presiden no.6/2011. Dan dalam menyokong kebijakan pemerintah pusat ini maka pemerintah daerah juga diinstruksikan unutk menyusun Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dalam pencapaian target penurunan emisi GRK di seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan fakta-fakta diatas menunjukkan kalau semua tindakan pengkonsumsian energi harus dilakukan penghematan.Tujuannya adalah untuk melakukan penyelamatan pelestarian lingkungan. Di kota-kota besar seperti Jakarta dan Medan konsumsi energi di hotel, supermarket, gedung industry lebih banyak dihabiskan karena pemakaian AC. Pemborosan energi oleh pemakaian AC ditambah banyak lagi karena instalasi pemasangan AC yang tidak sesuai dengan standarisasinya. Sehingga hal itu mengakibatkan pemborosan energi listrik. Karena besarnya konsumsi energi untuk AC yang digerakkan oleh energi listrik dan berasal dari energi fosil, maka AC adalah salah satu kegiatan emisi GRK yang sangat significant. Maka salah satu target yang harus dilakukan adalah bagaimana mengurangi emisi GRK dari sektor sistim refrigerasi dan pengkondisian udara.
2.5 Sumber Daya Energi 2.5.1
Sumber Energi Sumber-sumber energi dapat dikelompokkan ke dalam dua
kategori umum – energi celestial atau sumber perolehan (income energy), yakni energi yang mencapai bumi dari angkasa luar, dan energi modal (capital energy), yakni energi yang telah ada di dalam bumi [6].Energi perolehan termasuk diantaranya adalah energi surya dan energi bulan, sedangkan sumber-sumber modal diantaranya adalah sumber energi atom dan panas bumi (geothermal). Sumber-sumber energi celestial sebenarnya termasuk semua sumber yang mungkin menyediakan energi untuk bumi dari angkasa luar.Di antaranya adalah elektromagnetik, energi partikel dan gravitasional dari bintang-bintang, planet-planet dan bulan begitu juga energi potensial
Universitas Sumatera Utara
meteor yang sedang memasuki atmosfer bumi.Sumber energicelestial yang berguna hanyalah energi elektromagnetik dari mataharinya bumi, yang disebut sebagai energi surya langsung, serta energi potensial dari bulannya bumi yang mengalirkan pasang. Energi surya langsung juga membangkitkan beberapa sumber energi tak langsung yang tidak terhabiskan. Pemasangan energi surya dengan rotasi bumi, menghasilkan beberapa arus konveksi besar dalam bentuk angina di atmosfer dan arus laut di samudera. Penyerapan energi surya juga membangkitkan gradien panas yang besar bahan, penguapan permukaan air menimbulkan awan yang bila terkondensasi menjadi hujan pada ketinggian yang cukup, akan menjadi sumber hidroelektrik atau tenaga air. Angin juga menimbulkan gelombang-gelombang lautan yang besar dan mempunyai potensi untuk membangkitkan energi. Sumber utama energi modal yang digunakan sekarang ini adalah energi atom. Istilah energi atom yang dipakai disini, mempunyai arti sebagai energi yang dilepaskan sebagai hasil dari suatu reaksi tertentu yang melibatkan atom-atom termasuk energi nuklir dan kimia. Sumber-sumber energi utama terakhir dari energi bahan bakar yang tersedia adalah energi geothermal (panas bumi). Sumber ini sebenarnya adalah energi thermal yang terperangkap dibawah dan di dalam lapisanlapisan (crust) padat bumi. Energi ini mengejewantah sebagai uap, air panas, dan karang panas (hot rock) dan dilepaskan secara alamiah dalam bentuk fumarole, geyser, sumber air panas dan letusan gunung api. Meskipun dibawah kulit bumi tersebut terdapat cadangan energi termal yang sangat besar, belumlah memungkinkan untuk membornya melalui kulit bumi tersebut, walaupun beberapa percobaan telah dilakukan. Konsekensinya, cadangan energi geothermal yang terpakai hanyalah yang terdapat pada kantong-kantong yang terperangkat diantara kulit bumi, dan beberapa kantong yang terdapat di dekat active fault lines. Pemanfaatan energi geothermal bukanlah suatu teknologi baru karena sumur uap geothermal pertama telah digali di Laderello, Italia pada tahun 1904 dan kapasitas pusat pembangkit itu sekarang adalah 370 MWe.
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan The Pacific Gas and Electric Company mengoperasikan sebuah komplek tenaga geothermal berdaya 400 MWe di Geyserville, California. Beberapa sumber energi yang masih ada sampai sekarang adalah sebagai berikut :
a. Batubara Sesuai dengan data dari Badan Geologi Kementerian ESDM pada tahun 2010, sumber daya batubara yang ada Indonesia adalah 104,8 milyar ton yang tersebar di seluruh Indonesia terutama di Kalimantan (51.9 milyar ton) dan Sumatera (52,5 milyar ton). Dari semua sumber daya batu bara yang ada dilaporkan bahwa cadangan batubara yang tersisa hanya 21,1 milyar ton (Kalimantan 9,9 milyar ton, Sumatera 11,2 milyar ton). Dari data yang di dapatkan sekitar 22% dari batubara yang ada di Indonesia berkualitas rendah (low rank) dengan kandungan panas yang dimiliki kurang dari 5100 kkal/kg dan sebagian besar sekitar (66%) berkualitas medium (antara 5100 dan 6100 kkal/kg) serta hanya sekitar (12%) yang berkualitas tinggi (6100–7100 kkal/kg). Walaupun cadangan batubara Indonesia tidak terlalu besar, namun tingkatan produksi batubara di Indonesia tergolong sangat tinggi, yaitu mencapai 370 juta ton pada tahun 2011.Sebagian besar dari produksi batubara tersebut diekspor ke China, India, Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan negara lainnya. Diperkirakan produksi pada tahun-tahun berikutnya akan mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya kebutuhan domestik dan semakin tingginya harga jual batubara internasional. Namun jika produksi tahunan dari batubara sekitar 400 juta ton maka dapat diperkirakan cadangan batubara Indonesia yang tinggal hanya sekitar 21,1 milyar dapat habis dalam waktu 50 tahun kedepan kalau tidak dilakukan eksplorasi yang baru. Untuk menjaga pasokan kebutuhan batubara domestic yang semakin meningkat Pemerintah telah menerapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) yang
Universitas Sumatera Utara
mewajibkan produsen batubara untuk menjual sebagian produksinya ke pemakai dalam negeri. PLN pada saat ini telah dapat mengelola pasokan batubara dengan lebih baik dari aspek kecukupan dan kualitas. Harga batubara di pasar internasional yang cenderung turun sepanjang tahun 2012 akibat melemahnya demand batubara global telah membuat ketersediaan batubara untuk pasar domestic meningkat. Untuk sumber energi dari batubara sendiri saat ini terdapat rencana pengembangan beberapa PLTU mulut tambang di Sumatera. Yang dimaksud PLTU mulut tambang disini adalah PLTU batubara yang berlokasi di dekat tambang batubara yang mempunyai low rank tapi tidak mempunyai infrastruktur transportasi yang memadai mengangkut batubara secara besar-besaran, sehingga batubara low rank pada tambang tersebut pada dasarnya
menjadi tidak tradable. Sesuai
dengan hal itu harga batubara untuk PLTU diharapkan disesuaikan dengan formula cost plus. PLTU batubara ditujukan unutk mengatasi haraga batubara yang termasuk rendah dibandingkan harga bahan bakar fosil lainnya.Tetapi akibat dari pembakaran batubara dapat mengahasilkan emisi gas karbon yang bisa menimbulkan efek pemanasan global dan juga selain itu dapat menyebabkan dampak negatif pada lingkungan. Maka pengembangan dari PLTU batubara harus memperhitungkan dampak negatif yang bisa ditimbulkan terhadap lingkungan. Di dalam pengembangan PLTU batubara terdapat penggunaan teknologi ultra supercritical yang menjadi perhatian khusus PLN dalam merencanakan PLTU skala besar di pulau Jawa,Bali dan Sumatera. Beberapa teknologi bersih batubara seperti IGCC dan CCs yang belum bisa disosialisasikan karena belum mencukupi tahapan yang matang secara teknik dan komersial. b. Gas Alam Dari data yang di dapat cadangan gas alam yang terdapat di Indonesia diperkirakan sekitar 164,99 Tscf yang tersebar di beberapa tempat
Universitas Sumatera Utara
seperti Natuna(53,06 Tscf), Tangguh Irian (53,06 Tscf), Sumsel (26,68 Tscf), kaltim (21,49 Tscf). Namun walaupun mempunyai pasokan gas yang cukup banyak, pihak PLN masih mengakami kesulitan dalam persoalan memasok pasokan gas ke pembangkit dan juga PLN mempunyai masalah dalam mengakses ke sumber-sumber gas alam yang besar karena sudah terikat kontrak jangka panjang dengan pembeli luar negri. Dan inilah sebenarnya tugas wajib dari pemerintah supaya Negara kita bisa memiliki sumber daya alam yang kita miliki sendiri. Namun demikian PLN terus berupaya untuk memperoleh pasokan gas dari sumber sumber tersebut dan mulai menunjukkan hasil. Sebagai contoh, PLN telah memperoleh pasokan LNG dari Bontang untuk FSRU Jakarta yang memasok Muara Karang dan Priok, dan PLN telah memperoleh indikasi pasokan LNG dari Tangguh untuk dikirim ke Arun. Dalam mengatasai hal ini PLN juga memberlakukan cara dengan mengurangi pemakaian BBM pada pembangkit dan mencoba mencari alternatif baru beralih ke CNG dan LNG. LNG (liquifi ed Natural Gas) dan Mini-LNG Dikarenakan harga gas alam dan LNG yang tergolong mahal maka membutuhkan biaya yang sangat besar untuk digunakan dalam skala besar. Dalam hal itu PLN merencanakan menggunakan LNG unutk pembangkit beban puncak di daerah Sumatera, Jawa-Bali. Karena didaerah ini listrik harus tetap berjalan. Sementara didaerah Indonesia bagian Timur PLN mencanagkan menggunakan mini LNG sebagai pembangkit beban puncak. Berikut beberapa proyek di Indonesia yang menggunakan LNG.
1. Arun Berhubung rencana pemerintah untuk merevitalisasi Arun, maka akan tersedia persedian LNG di Arun. Dalam hal ini PLN berencana memanfaatkan gas yang tersedia di Arun menjadi pembangkit sebesar 200 MW di Arun dan Pangkalan Brandan sebesar 200 MW. Persediaan
Universitas Sumatera Utara
gas di Arun juga akan disalurkan ke Belawan dan PLTG di Paya Pasir. Untuk semua kebutuhan gas tersebut adalah sekitar 12,5 bbtud di Arun, 12,5 bbtud di Pangkalan Brandan, 75 bbtud di Belawan dan 10 bbtud di Paya Pasir.
2. Gas Jabung (Jambi) Dari data yang di dapat ada sekitar 20-30 bbtud persedian gas di lapangan Jabung Jambi yang bisa tahan sampai 7 tahun kedepan. PLN menginginkan gas tersebut bisa dikonversi menjadi mini LNG untuk bisa dimanfaatkan memenuhi kebutuhan beban puncak di Sumatera Bagian Selatan tersebut sebesar 500 MW pada tahun 2015. Adapun rencana pemanfaatan LNG/mini-LNG di Indonesia Timur adalah sebagai berikut. Simenggaris: PLN akan mengambil gas dari Simenggaris yang dijadikan LNG untuk memasok pembangkit peaker di Kalimantan Timur, yaitu Tanjung Batu, Sambera dan Batakan. Untuk memenuhi kebutuhan gas pembangkit peaker di Indonesia Timur lainnya, PLN memerlukan gas dalam bentuk mini LNG dari lapangan Sengkang (Wasambo) atau Pagerungan atau KEI (Kangean) untuk dikirim ke pembangkit peaking di Makasar 150 MW, Manado 50 MW dan Pesanggaran Bali 250 MW.
CNG (Compressed Natural Gas) CNG pada mulanya dimaksudkan untuk memanfaatkan potensi sumursumur gas dengan kapasitas relatif kecil maupun sumur gas marginal, namun kemudian PLN juga memutuskan untuk menggunakan CNG skala besar untuk pembangkit di Jawa. PLN telah memetakan potensi pemanfaatan CNG untuk pembangkit peaking di Indonesia Barat, Indonesia Timur dan Jawa. Saat ini sedang dibangun CNG storage oleh pemasok gas di Sumatera Selatan yang gasnya akan dimanfaatkan untuk PLTG peaker Jaka
Universitas Sumatera Utara
Baring (50 MW), yang diharapkan mulai beroperasi pada akhir tahun 2012. Rencana pemanfaatan CNG lainnya di Indonesia Barat adalah: a. CNG Sungai Gelam dengan kapasitas sebesar 4,5 bbtud akan digunakan untuk pembangkit peaker 104 MW. b. CNG dari gas Jambi Merang sebesar 15 bbtud akan dialokasikan untuk pembangkit peaker di Duri dengan kapasitas sekitar 312 MW. c. CNG untuk pembangkit peaker di Jambi dengan kapasitas sebesar 100 MW. d. CNG untuk pembangkit peaker di Lampung dengan kapasitas sebesar 200 MW. Rencana pemanfaatan CNG di Indonesia Timur adalah pembangkit peaker Bangkanai di Kalimantan Tengah (CNG stationary) dan Lombok (CNG marine).Untuk Pulau Jawa, kebutuhan gas dalam bentuk CNG adalah sebagai berikut:a. Grati sebanyak 30 bbtud untuk PLTG peaking Grati, b. Tambak Lorok sebanyak 16 bbtud untuk mengoperasikan sebagian dari PLTGU sebagai pembangkit peaking, c. Gresik sebanyak 20 bbtud untuk mengoperasikan pembangkit peaking dan sebagian CNG untuk dikirim ke Lombok, d. Muara Tawar sebanyak 30 bbtud untuk memenuhi kebutuhan operasi peaking.
Coal Bed Methane (CBM) Reserve gas CBM diperkirakan lebih besar daripada reserve gas konvensional, terutama di Selatan Sumatera Basin (183 Tcf) dan Kutai Basin.PLN berkeinginan untuk memanfaatkan gas non-konvensional ini apabila telah tersedia dalam jumlah yang cukup.Studi yang telah dilakukan oleh PLN bersama Exxon-Mobil mengenai pengembangan CBM di Kalimantan Selatan untuk kelistrikan di Indonesia telah memberikan
pemahaman
mengenai
keekonomian
gas
CBM
ini.Reserve gas CBM diperkirakan lebih besar daripada reserve gas konvensional, terutama di Selatan Sumatera Basin (183 Tcf) dan Kutai Basin.PLN berkeinginan untuk memanfaatkan gas non-konvensional ini apabila telah tersedia dalam jumlah yang cukup.Studi yang telah dilakukan oleh PLN bersama Exxon-Mobil mengenai pengembangan
Universitas Sumatera Utara
CBM di Kalimantan Selatan untuk kelistrikan di Indonesia telah memberikan pemahaman mengenai keekonomian gas CBM ini.
c. Panas Bumi Beberapa data tentang laporan studi mengenai resource dan reserve tenaga panas bumi di Indonesia. Salah satu dari laporan studi oleh BaratJEC pada tahun 2007 Master Plan Study for Geothermal Power Development in the Republic of Indonesia .Dari laporan tersebut, potensi panas bumi Indonesia yang dapat dieksploitasi adalah 9.000 MW, tersebar di 50 lapangan, dengan potensi minimal 12.000 MW. Di dalam skripsi ini juga menjelaskan terdapat rencana untuk mengembangkan banyak proyek PLTP, terutama di Sumatera, Jawa dan beberapa di Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara dan Maluku. Dalam hal ini Pemerintah menugaskan
kepada PLN untuk
mengembangkan pembangkit listrik berbahan bakar batubara dan energi terbarukan sesuai Peraturan Presiden No. 4/2010 dan Peraturan Menteri ESDM No. 02/2010, Peraturan Menteri ESDM No. 15/2010, Peraturan Menteri ESDM No. 01/201242 terdapat hampir 4000 MW proyek PLTP. Namun kenyataannya proyek PLTP tersebut tidak berjalan lancar seperti yang diharapkankarena PLN berharap masalahmasalah yang menghambat pengembangan panas bumi dapat segera diatasi.
d. Tenaga Air Potensi tenaga air yang terdapat di Indonesia menurut Hydro Power Potential Study (HPPS) pada tahun 1983 adalah 75.000 MW, dan penelitian ini kembali diulang oleh Hydro Power Inventory Study pada tahun 1993. Namun pada laporan Master Plan Study for Hydro Power Development in Indonesia oleh Nippon Koei pada tahun 2011, potensi tenaga air yang dimiliki oleh Indonesia adalah 26.321 MW, yang terdiri dari proyek yang sudah beroperasi (4.338 MW), proyek yang
Universitas Sumatera Utara
sudah direncanakan dan sedang konstruksi (5.956 MW) dan potensi baru (16.027 MW). Seiring dengan menipisnya sumber – sumber energi yang maka harus dilakukan
langkah
taksis
dalam
mengatasi
permasalahan
tersebut.Dalam hal ini ada dua hal yang bisa dilakukan yaitu mencari sumber-sumber energi terbarukan atau melakukan efisiensi dalam pemakaian energi tersebut.
e. Energi Baru dan Terbarukan Lainnya Selain dari sumber energi yang sudah ada terdapat juga sumber energi dalam bentuk yang berbeda seperti energi matahari dan energi kelautan. Besarnya potensi dan pemanfaatan energi terbarukan dapat dilihat pada Tabel 2.2 dam 2.3.
Tabel 2.2 Potensi dan pemanfaatan energi terbarukan Jenis
Satuan
Potensi
Developed
%
PLTP
MW
27,140
827
3.047
PLTA
MW
75,000
4,125
5.500
PLT Surya
GW
1,200
PLT Angin
MW
9,290
1
0.006
Biomassa
MW
49,810
445
0.9
Biogas
MW
680
Gambut
10^6 BOE
16,880
Tidal
MW
240,00
0.001
Sumber : Rencana Penyedian Tenaga Listrik 2009-2018
Tabel 2.3 Potensi dan pemanfaatan energi terbarukan NO 1
Terbarukan
Sumber Daya
Mini/Mikrohidro 500 MWe
Kapasitas Terpasang 86,1 MWe
% 17,22
Universitas Sumatera Utara
2
Biomasssa
49.810 MWe
445,0 MWe
0,89
3
Tenaga Surya
4,80
12,1 MWe
-
kWh/m2/hari 4
Tenaga Angin
9.290 MWe
1,1 MWe
0,1
5
Kelautan
240 GWe
1,1 MWe
0,1
Sumber : Rencana Penyediaan Tenaga Listrik 2012-2021
2.5.2
Elastisitas Energi Elastisitas energi adalah hasil dari perbandingan antara laju
pertumbuhan konsumsi energi
dengan laju pertumbuhan ekonomi.
Semakin kecil angka elastisitas, maka semakin efisien penggunaan energi di suatu negara. Dari
data
Statistik
Ekonomi
Energi
Departemen
Energi
Sumberdaya Dan Mineral (DESDM) menggambarkan kalau tingkat elastisitas pertumbuhan konsumsi energi di Indonesia dalam rentang tahun 1991-2005 sekitar 2,02. Hal ini menunjukkan kalau tingkat efisiensi elastisitas energi di Indonesia masih kecil dibandingkan Negara-negara lainnya.Efisiensi elastisitas energi diharapkan mencapai angka kurang dari 1, yang menunjukkan tingkat efisiensi tinggi. Angka ini sangat jauh bila dibandingkan dengan elastisitas energi negara-negara maju. Bahkan Jerman dapat mencapai elastisitas (-0.12) dalam kurun waktu 1998–2003 (DESDM 2006). Energi di Indonesia masih banyak digunakan untuk kegiatan yang tidak menghasilkan, tercermin dari tingginya elastisitas energi Indonesia. Perbandingan elastisitas dan intensitas pemakaian energi sejumlah negara periode tahun 1998-2003 diperlihatkan pada Gambar 2.3 dan Gambar 2.4.
Universitas Sumatera Utara
Sumber : DESDM, 2006
Gambar 2.3: Perbandingan elastisitas pemakaian energi sejumlah Negara tahun 1998-2003 Dari grafik diatas dapat dilihat nilai intensitas Indonesia 1,84 yang sangat jauh diatas dari beberapa negara lainnya. Hal ini menunjukkan laju pertumbuhan konsumsi energi yang jauh diatas laju pertumbuhan eknomi. Maka harus diadakan tindakan untuk mensiasati permasalahan ini untuk menekan angka elastisitas menjadi lebih kecil.
Universitas Sumatera Utara
Sumber: kementrian ESDM, 2009
Gambar 2.4: Perbandingan penggunaan intensitas pemakaian energi primer beberapa Negara Selanjutnya pada Gambar 2.5 dapat disimpulkan kalau intensitas konsumsi energi akhir per kapita di Indonesia terkesan mengalami peningkatan. Pada tahun 2000, intensitas konsumsi energi akhir per kapita sebesar 2.26 SBM per kapita kemudian meningkat menjadi 2.82 pada tahun 2008. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 8 tahun, terjadi peningkatan pemborosan penggunaan energi sebesar 24.78 persen.
Universitas Sumatera Utara
Sumber: kementrian ESDM, 2009
Gambar 2.5. Intensitas konsumsi energi akhir Per Kapita di Indonesia, tahun 2000-2008 Dari aspek harga energi memperlihatkan kalau harga energi di Indonesia belum menyentuh harga yang seharusnya.Hal ini dikerenakan harga energi di Indonesia masih di subsidi oleh Negara. Beberapa dampak negatif masih di subsidi oleh pemerintah adalah : (1) tingginya ketergantungan pada sumber energi minyak bumi yang ditunjukkan oleh dominasi minyak bumi dalam kombinasi pasokan sumber energi domestik (energi mix). Sinyal harga yang rendah tersebut menjadi disinsentif bagi usaha diversifikasi maupun konservasi (penghematan) energi, (2) Subsidi BBM di APBN mengancam keberlangsungan fiskal (fiscal sustainability) pemerintah, (3) tidak optimalnya pemanfaatan sumber energi lain, baik fosil energi seperti gas alam dan batu bara yang cadangannya jauh lebih besar dari minyak bumi maupun energi baru dan terbarukan, (4) maraknya penyelundupan BBM ke luar negeri sehingga tingkat permintaan lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan nyata di sektor transportasi, industri, dan rumahtangga, (5) maraknya kegiatan pengoplosan BBM yang merugikan negara dan konsumen umum, dan (6) sinyal harga mendistorsi kelayakan investasi di sektor hilir migas [20]. Beberapa kendala dalam penyediaan energi di Indonesia adalah karena teknologi yang digunakan belum terlalu memadai atau mendukung serta investasi dalam bidang energi di Indonesia yang masih kurang [20].
Universitas Sumatera Utara
Karena teknologi yang belum mendukung banyak aktivitas eksplorasi minyak di Indonesia terpaksa diberikan kepada kontraktor perusahaan minyak asing dengan sistem kontrak produksi sharing (KPS) dengan skema pembagian 85 persen untuk pemerintah pusat dan 15 persen untuk kontraktor. Hal ini menunjukkan bahwa kita sebagai Negara Indonesia belum bisa menikmati sepenuhnya sumber daya alam yang kita miliki. Sementara itu investasi energi masih terbatas.Hal ini terlihat dengan jumlah kilang minyak yang berproduksi di Indonesia. Berdasarkan data Kementrian Energi Sumber Daya Mineral tahun 1990-2008 menunjukkan pertumbuhan rata-rata jumlah kilang minyak sebesar 1.39 persen dari 8 kilang minyak tahun 1990-2003 menjadi 10 kilang minyak tahun 2007- 2008. Penyebab rendahnya investasi di Indonesia dalam bidang energi disebabkan : (1) regulatory environment problem, karena berbagai peraturan menciptakan ketidakpastian dan inkonsistensi sehingga menciptakan regulatory risk yang besar sehingga menjadi disensentif bagi investor dalam dan luar negeri, (2) pricing policy problem, kecenderung penetapan harga di dalam negeri yang rendah sehingga tidak menarik bagi investor dan ini mensyaratkan agar harga energi menjadi masalah strategik, (3) high cost economy, dengan proses pasar energi yang menyangkut perencanaan proyek di Indonesia perlu dibangun suatu proses menyeluruh yang dapat dipertanggungjawabkan dan terbuka sehingga para investor dapat menghemat biaya dan efisien dalam melakukan proses eksplorasi, (4) inconsistency tax sistem, ada inkonsistensi di bidang perpajakan yang berkaitan dengan implementasi regulasi baru, dan (5) limited infrastructure, infrastruktur jalan, transmisi, transportasi, dan pelabuhan yang menghubungkan wilayah eksplorasi dan distribusi dirasakan sangat kurang sehingga menghambat investasi [20]. Seiring dengan ketersediaan energi fosil yang semakin langka, karena merupakan energi yang tidak dapat diperbaharui, dewasa ini berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia, kembali menggalakkan penggunaan energi biomass sebagai salah satu energi yang dapat diperbaharui. Biomass merupakan seluruh bahan organik, berasal dari
Universitas Sumatera Utara
kayu, tumbuhan, kotoran hewan, dan sumber-sumber organik lainnya, yang dapat didigunakan sebagai sumber energi. Elastisitas energi Indonesia pada 2009 masih cukup tinggi yaitu 2,69. Sebagai perbandingan menurut penelitian International Energi Agency (IEA) tahun 2009,angka elastisitas Thailand adalah 1,4, Singapura 1,1 dan negara-negara maju berkisar dari 0,1-0,6. Intensitas energi adalah perbandingan antara jumlah konsumsi energi per produksi domestic bruto (PDB). Semakin rendah angka intensitas, maka semakin efisien penggunaan energi di sebuah negara. Intensitas energi primer Indonesia pada tahun 2009 adalah sebesar 565 TOE (ton oil equivalent) per 1 juta US$. Artinya untuk meningkatkan PDB sebesar 1 juta US$, Indonesia memerlukan energi sebanyak 565 TOE. Sebagai perbandingan, intensitas energi Malaysia adalah 493 TOE/juta US$ dan rata-rata intensitas energi negara maju dalam organisasi kerjasama ekonomi dan pembangunan (OECD) hanyalah 164 TOE perjuta US$. Disadari atau tidak, Indonesia tergolong negara yang sangat boros dalam mengonsumsi energi, termasuk energi listrik. Hal ini setidaknya dapat dilihat dari dua indikator, yakni intensitas dan elastisitas energi. Intensitas energi adalah perbandingan antara jumlah konsumsi energi dengan produk domestik bruto (PDB), sedangkan elastisitas energi adalah perbandingan antara pertumbuhan konsumsi energi dengan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, semakin kecil angka intensitas dan elastisitas energi suatu negara maka semakin efisien pula penggunaan energi di negara yang bersangkutan. Berdasarkan data Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) 2005, elastisitas energi di Indonesia mencapai angka 400 atau empat kali lebih besar dibanding Jepang.Angka ini juga masih lebih boros dibanding negara-negara Amerika Utara yang mencapai angka 300. Sementara itu, berdasarkan data Lembaga Konservasi Energi Nasional (2004), elastisitas energi Indonesia berkisar antara 1,04-1,35 dalam kurun waktu 1985-2000. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding dengan negara
Universitas Sumatera Utara
maju yang pada kurun yang sama angka elastisitasnya rata-rata hanya mencapai 0,55-0,65. Dalam hal ini yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan gerakan hemat listrik adalak Kementrian ESDM dan Kementrian Dalam Negri. Dalam hal ini budaya yang harus dilakukan dalam kalangan masyarakat adalah dengan melakukan penghematan pemakaian energi terutama energi listrik. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengeffisiensikan sebaik mungkin dalam setiap menggunakan energi. Ada dua keuntungan utama apabila hal ini dilakukan yaitu pengeluaran masyarakat dalam menggunakan energi akan berkurang dengan sendirinya serta bisa ikut serta dalam menjaga pasokan energi agar tidak habis dengan percuma. Karena apapun itu alasannya persedian energi akan habis, Cuma kita bisa menundanya dengan melakukan pengeffisiensian dalam setiap pemakaian energi. Beberapa cara yang bisa dilakukan dalam rangka menggunakan energi secara effisien seperti mematikan lampu yang tak terpakai di siang hari, mematikan televisi yang tidak sedang ditonton, mematikan AC di ruangan yang tak terpakai, juga tindakan-tindakan lain yang bisa menghemat energi listrik. Jika sekian juta pelanggan rumah tangga bisa melakukan, penghematannya pasti cukup besar nilainya. Dan juga sesuai dengan yang diteliti di dalam skripsi ini adalah dengan melakukan effisiensi energi dalam bidang pemakaian energi dari penggunaan AC dengan cara pemasangan yang sesuai standarisasi serta letak bangunan yang sesuai dengan standarisasi agar bisa menghemat pemakaian energi sedikit mungkin. Apabila cara ini bisa disosialisasikan dengan baik kepada seluruh masyarkat maka bisa dapat dipastikan Indonesia menjadi salah satu negara yang pemakaian energinya paling sedikit serta penyumbang aktif dalam penghematan menjaga sumber daya energi yang ada. Oleh karena itu, diperlukan penyadaran yang lebih intensif dan lebih dapat menyentuh masyarakat golongan menengah ke atas untuk berpartisipasi lebih aktif dalam melakukan penghematan listrik.Pada
Universitas Sumatera Utara
golongan masyarakat ini, isi hemat baiya dari penggunaan energi tidak akan terlalu berpengaruh, tetapi masalah yang bisa diberikan kepada masyrakat golongan menengah keatas ini adalah akibat yang timbul dari pemakaian energi terlalu banyak dengan percuma. Karena dengan itu mereka akan menyadari pentingnya dalam hal menghemat energi dengan cara mengeffisienkan setiap pemakaian energi.
2.5.3
Optimasi Penggunaan Energi Kebijakan
mengoptimalkan penyediaan
yang
dikeluarkan
penggunaan
energi
yang
energi
optimal
pemerintah adalah
dan
dalam
mengenai
melaksanakan
rangka kebijakan
konservasi,
melaksanakan diversifikasi dalam memanfaatkan energi, menetapan harga energi ke arah harga keekonomian, dan pelestarian lingkungan. Kebijakan konservasi energi dimaksudkan untuk meningkatkan penggunaan energi secara efisien dan rasional tanpa mengurangi kuantitas energi yang memang benar- benar diperlukan. Upaya konservasi energi dapat diterapkan pada seluruh tahap pemanfaatan, mulai dari pemanfaatan sumber daya energi sampai pada pemanfaatan akhir, dengan menggunakan teknologi yang efisien dan membudayakan pola hidup hemat energi. Menurut Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi, definisi konservasi energi adalah upaya sistematis, terencana, dan terpadu guna melestarikan sumber daya energi dalam negeri serta meningkatkan efisiensi pemanfaatannya. Efisiensi merupakan salah satu langkah dalam pelaksanaan konservasi energi. Efisiensi energi adalah istilah umum yang mengacu pada penggunaan energi lebih sedikit untuk menghasilkan jumlah layanan atau output berguna yang sama. Namun sampai saat ini penerapan teknologi efisiensi energi di Indonesia belum berjalan seperti apa yang diharapkan. Meskipun beberapa jenis usaha komersial dan industry telah melakukan usaha-usaha penghematan energi dan revitalisasi, secara nasional hasilnya masih belum cukup untuk meredam laju konsumsi energi yang cukup tinggi. Konsumsi energi final Indonesia pada periode tahun 2000 hingga 2010 telah
Universitas Sumatera Utara
melonjak hampir dua kalinya, dari 777,9 juta SBM (508,9 juta SBM, tanpa biomasa) menjadi 1182,1 juta SBM (902,1 juta SBM, tanpa Biomasa). Penghematan energi di sisi kebutuhan (hilir) akan menjamin ketersediaan suplai energi sekaligus menghindarkan Indonesia menjadi negara importir energi di masa mendatang atau meningkatkan ketahanan energi nasional. Walaupun konsumsi energi per kapita Indonesia masih rendah namun dalam bidang intensitas energi primer di Indonesia masih termasuk yang cukup tinggi apabila dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya. Pada tahun 2009, intensitas energi Indonesia berkisar 0,24 KTOE/USD Konstan 2005. Sedangkan Jepang, Jerman, Thailand, dan Malaysia pada tahun yang sama berturut-turut adalah 0,12; 0,12; 0,23; dan 0,22 KTOE/USD Konstan 2005 (IEA, 2010). Tingkat intensitas energi, yang dihitung dengan membagi volume penggunaan energi nasional (Ton Oil Equivalent) dengan nilai Produk Domestik Bruto (dalam USD), merupakan salah satu indeks makro yang menyatakan seberapa efisien pemanfaatan energi di suatu negara untuk menghasilkan nilai tambah ekonominya. Yang dimana dapat disimpulkan kalau pemanfaatan energi di Indonesia tidak produktif atau masih boros. Selain hal tersebut, di tingkat global, isu perubahan iklim khususnya adanya desakan peningkatan peran negara-negara berkembang, termasuk Indonesia dalam penurunan emisi gas rumah kaca telah mendorong arah pembangunan yang ramah lingkungan dan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang lebih rendah. Upaya penerapan teknologi hemat energi dinilai sebagai upaya penurunan emisi gas rumah kaca yang tepat dan ekonomis serta membawa dampak langsung pada pelaku energi. Sehubungan dengan kondisi tersebut, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah melakukan suatu kajian yang bertujuan untuk mengembangkan suatu roadmap penerapan teknologi hemat energi pada
sektor
rumah
tangga,
industry
dan
komersial
dengan
memperhitungkan kondisi penggunaan energi saat ini, tingkat penetrasi teknologi, tingkat kesiapan komersialisasi atau technology readiness, ketersediaan sumberdaya energi, biaya implementasi, serta kebijakan
Universitas Sumatera Utara
energi yang ada. Hasil dari simulasi tersebut kemudian dibandingkan dengan target-target jangka panjang yang sudah ditetapkan oleh pemerintah seperti misalnya penurunan intensitas energi 1% per tahun hingga tahun 2025, penurunan elastisitas energi kurang dari 1 hingga tahun 2025 dan sebagainya.
2.5.4
Target Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi Dengan dibuat perencanaan dalam efisiensi dan elastisitas energi
diharpkan bisa meningkatkan serta pemahaman masyarakat Indonesia akan pentingnya menghemat pemakaian energi dengan mengefisiensikan setiap pemakaian energin baik di rumah tangga, industry dan gedunggedung komersial. Sehingga tujuan dari perencanaan efisiensi dan elastisiatas enrgi seperti dampak penghematan, keekonomian hingga rencana penerapan dari teknologi hemat energi tersebut untuk mencapai target Kebijakan Energi Nasional yang meliputi penurunan elastisitas energi kurang dari satu pada tahun 2025 dan penurunan intensitas energi sebesar 1% per tahun dapat tercapai.
2.5.5
Alasan menghemat pemakaian energi Umumnya negara-negara maju mengonsumsi berbagai energi
dengan jumlah yang cukup besar. Hal ini karena di negara-negara tersebut berbagai jenis pekerjaan di pabrik-pabrik, di rumah tangga sangat berkaitan dengan pemakaian energi sehingga mereka membutuhkan energi untuk di konsumsi dalam jumlah besar. Salah satu untuk contoh adalah di rumah tangga, pabrik, gedung-gedung dsb pemakaian AC menjadi alat yang harus digunakan. Dan apabila dalam pemakaian AC ini tidak bisa disiasati dengan baik terutama dalam pemasangannya, akan menyebabkan banyak energi yang terbuang dan menyebabkan pemborosan.Selain AC masih banyak pemakaian alat-alat lainnya yang juga menggunakan energi, namun dari semua itu AC merupakan yang paling banyak menyerap energi dalam pengoperasiannya. Maka dengan memasang AC sesuai dengan
Universitas Sumatera Utara
standarnya secara langsung akan dapat membantu dalam menghemat energi. Generasi-generasi yang dilahirkan dalam situasi yang telah maju akan sulit membayangkan betapa banyak waktu yang pernah diperlukan untuk melakukan hal-hal yang sederhana dalam kondisi yang kurang menguntungkan. Pada awal sejarah yang agak lanjut, manusia dapat pula memanfaatkan suatu sumber daya alam lain, yaitu tenaga air. Sumber energi ini merupakan bentuk energi yang terbarukan, dipakai untuk pertukangan dan untuk peggilingan. Sekitar abad ke- 13, suatu sumber energi batu yaitu batu bara memperkaya spectrum jenis-jenis energi yang dimanfaatkan manusia. Pada taraf ini pemakaian batu bara masih terbatas untuk memasak dan pemanasan. Pad awal ke- 18 telah ditemukan mesin uap yang menggunakan batu bara sebagai sumber energi. Revolusi Industri di Eropa, dimana energi mulai digunakan secara besar-besaran. Karena semakin banyaknya kegiatan-kegiatan yang memanfaatkan energi membuat cadangan energi menjadi sedikit dan dibutuhkan penghematan
dalam
setiap
penggunaan
energi
tersebut.
Apabila
penghematan tidak dilakukan di prediksi dalam waktu dekat pasokan energi dimuka bumi akan habis dan itu bisa berakibat buruk bagi pertumbuhan
lingkungan
kehidupan
manusia.
Dalam
melakukan
penghematan ini ada dua cara yang bisa dilakukan yaitu mencari energi terbarukan atau melakukan effesiensi dalam pemakaian energi tersebut. Dan dalam skripsi hal yang penulis kemukan adalah bagaimana kita bisa melakukan effisiensi energi dalam pemakaian AC ditinjau dari cara pemasangan AC tersebut.
2.6
Asumsi dalam Prakiraan Kebutuhan Tenaga Listrik Merujuk pada Pasal 28 dan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 30
tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, PLN selaku Pemegang Ijin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk kepentingan umum wajib menyediakan tenaga listrik secara terus-menerus, dalam jumlah yang cukup dan dengan mutu dan keandalan yang baik. Dengan demikian PLN harus mampu
Universitas Sumatera Utara
melayani kebutuhan tenaga listrik saat ini maupun di masa yang akandatang agar PLN dapat memenuhi kewajiban yang diminta oleh Undang-Undang tersebut. Sebagai langkah awal PLN harus dapat memperkirakan kebutuhan tenaga listrik paling tidak hingga 10 tahun ke depan. Kebutuhan tenaga listrik pada suatu daerah didorong oleh tiga faktor utama, yaitu pertumbuhan ekonomi, program elektrifi kasi dan pengalihan captive power ke jaringan PLN. Pertumbuhan ekonomi dalam pengertian yang sederhana adalah proses meningkatkan output barang dan jasa. Proses tersebut memerlukan tenaga listrik sebagai salah satu input untuk menunjangnya, disamping input-input barang dan jasa lainnya. Disamping itu hasil dari pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan masyarakat yang mendorong peningkatan permintaan barang-barang/peralatan listrik seperti televisi, pendingin ruangan, lemari es dan lainnya. Akibatnya permintaan tenaga listrik akan meningkat. Faktor kedua adalah program elektrifikasi. Sebagai upaya PLN untuk mendukung program pemerintah dalam meningkatkan rasio elektrifikasi maka PLN perlu melistriki semua masyarakat yang ada dalam wilayah usahanya. Hal ini secara langsung akan menjaga eksistensi wilayah usaha PLN dan sekaligus meningkatkan rasio elektrifikasi di Indonesia, khususnya pada daerah-daerah yang telah menjadi wilayah usaha PLN. PLN dalam hal ini berencana untuk menambah pelanggan baru yang besar, yaitu rata-rata 2,5 juta per tahun, sehingga rasio elektrifikasi akan mencapai 92,3% pada tahun 2021. Penambahan pelanggan baru tersebut tidak hanya mencakup mereka yang berada di wilayah usaha PLN saat ini tetapi juga mencakup mereka yang berada di luar wilayah usaha. Faktor ketiga yang menjadi pendorong pertumbuhan permintaan tenaga listrik PLN adalah pengalihan dari captive power (penggunaan pembangkit sendiri berbahan bakar minyak) menjadi pelanggan PLN.
Universitas Sumatera Utara
Captive power ini timbul sebagai akibat dari ketidakmampuan PLN memenuhi permintaan pelanggan di suatu daerah, terutama pelanggan industri dan bisnis. Bilamana kemampuan PLN untuk melayani di daerah tersebut telah meningkat, maka captive power ini dengan berbagai pertimbangannya akan beralih menjadi pelanggan PLN. Pengalihan captive power ke PLN juga didorong oleh tingginya harga BBM untuk membangkitkan tenaga listrik milik konsumen industri/bisnis, sementara harga jual listrik PLN relatif lebih murah. Faktor ketiga ini sangat bergantung kepada kemampuan pasokan PLN di suatu daerah/sistem kelistrikan dan skema bisnis jual beli listrik PLN dengan captive power, jadi tidak berlaku umum. Faktor lain yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kebutuhan listrik adalah kemampuan finansial perusahaan untuk melakukan investasi dalam rangka melayani pertumbuhan kebutuhan pelanggan dan masyarakat untuk mendapatkan pasokan listrik yang cukup dan andal. Penyambungan
pelanggan
baru
tergantung
dari
ketersediaan
pendanaan.Penyusunan prakiraan kebutuhan listrik dibuat dengan menggunakan sebuah model prakiraan beban yang disebut “Simple-E”. Model ini menggunakan metoda regresi yang menggunakan data historis dari penjualan energi listrik, daya tersambung, jumlah pelanggan, pertumbuhan ekonomi, dan populasi untuk membentuk persamaan yang fit. Kemudian untuk memproyeksikan kebutuhan listrik ke depan dipilih variabel bebas yang mempunyai pengaruh besar (korelasi yang kuat) terhadap permintaan listrik, yaitu pertumbuhan ekonomi dan populasi. Dalam hal terdapat daftar tunggu yang cukup besar, maka digunakan juga daya tersambung sebagai variabel.Aplikasi ini dilengkapi juga dengan fasilitas melihat tingkat ketelitian dari model yang dibentuk seperti parameter tingkat korelasi, dan uji statistik. Dari data diatas bisa kita lihat kalau permintaan kebutuhan energi listrik dari tahun ke tahun selalu meningkat padahal sumber untuk pembangkit itu selalu berkurang. Menigkatnya kebutuhan manusia akan listrik ini dikarenakan di zaman sekarang listrik sangat mempunyai peran
Universitas Sumatera Utara
yang sangat penting untuk kelanjutan hidup. Sebagai contoh mau masak, mandi,cuci dll. Namun terkadang dalam pemakaian listrik sering terjadi pemborosan seperti pemakaian lampu di siang hari, terus pemasangan AC yang tidak mengisolasi semua bagian pipa diluar membuat kerja AC semakin berat dan banyak memakan energi listrik.
2.7
Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan perekonomian Indonesia selama 11 tahun terakhir
yang dinyatakan dalam produk domestic bruto (PDB) dengan harga konstan tahun 2000 mengalami kenaikan rata-rata 5,3% per tahun, atau lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 4 tahun terakhir yang mencapai 4,5%–6,5% seperti diperlihatkan pada Tabel 2.4 Tabel 2.4 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia PDB
PDB
200
200
200
200
200
200
200
200
200
200
201
201
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0
1
1,39
1,44
1,50
2,56
1,66
1,75
1,85
1,96
2,08
2,17
2,22
2,46
4,90
3,83
4,31
4,78
5,05
5,67
5,50
6,32
6,06
4,50
6,08
6,50
(Trilliun Rp)harg a konstan Growth PDB (%)
Sumber:Statistik Indonesia, BPS
Pertumbuhan ekonomi tahun 2009 yang relatif rendah (4,5%) sebagaimana terlihat pada Tabel 2.4 disebabkan oleh imbas krisis finansial global yang terjadi pada tahun 2008 dan berlanjut ke 2009. Perekonomian Indonesia kembali pulih pada tahun 2010 dengan pertumbuhan 6,1% dan menguat pada tahun 2011 dengan pertumbuhan 6,5%. Pemerintah memandang pertumbuhan ekonomi akan semakin membaik sebagaimana dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN, Perpres No.5 tahun 2010) 20102014. Dengan demikian asumsi pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Indonesia dijelaskan pada tabel 2.5
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5 Asumsi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Wilayah
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2021
2021
Indonesia
6,5
6,5
7,0
7,0
6,9
6,9
6,9
6,9
6,9
6,9
6,9
Jawa
6,1
6,3
7,0
7,2
6,7
6,7
6,7
6,7
6,7
6,7
6,7
6,8
6,9
7,4
7,7
7,3
7,3
7,3
7,3
7,3
7,3
7,3
Bali Luar Jawa Bali
Sumber: RUPTL PLN 2012-2021
2.7.1
Pertumbuhan Penduduk Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah 237,6
juta orang dan jumlah rumah tangga 61,2 juta KK berdasar sensus penduduk tahun 2010. Sedangkan untuk memperkirakan jumlah penduduk hingga tahun 2021 PLN menggunakan laju pertumbuhan penduduk dari Buku Statistik Idonesia oleh Badan Pusat Statistik edisi Agustus 2012. Pada tabel 2.6 dapat dilihat perkiraan pertumbuhan penduduk untuk Jawa-Bali, luar Jawa-Bali dan Indonesia sepuluh tahun mendatang. Tabel 2.6 Pertumbuhan penduduk (%) Tahun
Indonesia
Jawa-Bali
Luar Jawa-Bali
2011
1,6
1,3
2,0
2012
1,6
1,3
2,0
2013
1,6
1,3
2,0
2014
1,6
1,3
2,0
2015
1,6
1,3
2,0
2016
1,6
1,3
2,1
2017
1,6
1,3
2,1
2018
1,6
1,3
2,1
2019
1,6
1,3
2,1
2020
1,6
1,3
2,1
2021
1,6
1,3
2,1
Sumber : Statistik Indonesia BPS, Agustus 2012
Universitas Sumatera Utara
2.7.2
Prakiraan Kebutuhan Tenaga Listrik Indonesia 20122021 Menunjuk asumsi-asumsi pada butir kebutuhan tenaga
listrik selanjutnya diproyeksikan dan hasilnya diberikan pada Tabel 2.7. Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa kebutuhan energi listrik pada tahun 2021 akan menjadi 358 TWh, atau tumbuh rata-rata 8,65% per tahun. Sedangkan beban puncak non coincident pada tahun 2020 akan menjadi 61.750 MW atau tumbuh rata-rata 8,5% per tahun.
Tabel 2.7 Pertumbuhan Ekonomi, Proyeksi Kebutuhan Tenaga Listrik dan Beban Puncak Periode 2012-2021 Tahun
Pertumbuhan
Sales TWh
Ekonomi (%)
Jumlah
Beban
Puncak
(non-
coincident)MW 2012
6,5
172,3
30.237
2013
7,2
187,8
32.770
2014
7,4
205,8
35.872
2015
6,9
225,1
39.209
2016
6,9
246,2
42.796
2017
6,9
266,8
46.291
2018
6,9
287,3
49.891
2019
6,9
309,4
53.661
2020
6,9
333,0
57.606
2021
6,9
358,3
61.752
Sumber: RUPTL PLN 2012-2021
Dibandingkan dengan sasaran yang ingin dicapai oleh Pemerintah dalam RUKN tahun 2008-2027, rasio elektrifi kasi pada tahun 2015 diproyeksikan akan sedikit lebih tinggi daripada RUKN (0,3%) sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.8 Prakiraan Kebutuhan Listrik, Angka pertumbuhan dan Rasio Elektrifikasi Uraian
1.
Energi
Satua
2011
2012*
2014*
n
*
*
*
156,3
172,3
205,8
2016
2018
2020
2021
246,
287,
333,
358,
2
3
0
3
185,
212,
242,
259,
8
6
9
4
TWh
Demand -
-
-
Indonesia
120,8
Jawa Bali
Indonesia
132,4
156,4
12,4
14,2
18,1
22,4
28,4
33,7
36,7
22,9
25,7
31,3
38,1
46,3
56,4
62,2
Timur -
Indonesia Barata
2.
Pertumbuhan
%
-
Indonesia
7,3
10,2
9,6
9,4
7,7
7,6
7,6
-
Jawa Bali
6,5
9,6
9,0
9,0
7,0
6,8
6,8
-
Indonesia
11,0
13,3
12,9
11,3
8,9
8,8
8,9
9,4
12,0
10,4
10,3
10,3
10,2
10,1
Timur -
Indonesia Barat
3.
Rasio
%
Elektrifikasi -
Indonesia
71,8
74,4
85,3
86,6
86,6
91,2
92,3
-
Jawa Bali
74,0
75,9
80,4
86,6
86,6
89,5
90,9
-
Indonesia
61,2
65,5
78,1
89,9
89,9
92,5
93,6
73,5
76,6
83,6
93,0
93,0
94,8
95,2
Timur -
Indonesia Barat
Sumber : RUPTL PLN 2012-2021
*Realisasi **Estimasi Proyeksi prakiraan kebutuhan listrik periode 2012–2021 ditunjukkan pada Tabel 2.8 dan Gambar 2.6. Pada periode 2012-2021 kebutuhan listrik sistem Jawa Bali diperkirakan akan meningkat dari 132,4 TWh
Universitas Sumatera Utara
pada tahun 2012 menjadi 259,4 TWh pada tahun 2021, atau tumbuh rata-rata 7,9% per tahun. Untuk Indonesia Timur pada periode yang sama, kebutuhan listrik akan meningkat dari 14,2 TWh menjadi 36,7 TWh atau tumbuh rata-rata 11,4% per tahun. Wilayah Indonesia Barat tumbuh dari 25,7 TWh pada tahun 2012 menjadi 62,2 TWh pada tahun 2021 atau tumbuh rata-rata 10,5% per tahun.
Sumber: RUPTL PLN 2012-2021
Gambar 2.6 Proyeksi Penjualan Tenaga Listrik PLN 2012 dan 2021
Proyeksi penjualan tenaga listrik per kelompok pelanggan dapat dilihat pada Gambar 2.7. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa pada sistem Jawa-Bali kelompok pelanggan industri mempunyai porsi yang sangat besar, yaitu 39% dari total penjualan. Sedangkan di Indonesia Timur dan Indonesia Barat porsi pelanggan industri adalah cukup kecil, yaitu masing-masing hanya 15% dan 17%. Pelanggan residensial masih mendominasi penjualan hingga tahun 2021, yaitu 55% untuk Indonesia Timur dan 56% untuk Indonesia Barat. Sumber: RUPTL PLN 2012-2021
Universitas Sumatera Utara
Sumber: RUPTL PLN 2012-2021
Gambar 2.7 Proyeksi Penjualan Tenaga Listrik PLN 2012-2021
2.7.3
Proyeksi Kebutuhan Tenaga Listrik Sumatera Utara Produksi listrik pada sistem Sumatera diperkirakan meningkat rata-
rata 9,8% per tahun antara tahun 2012 hingga 2021, yaitu meningkat dari 28,2 TWh pada tahun 2012 menjadi 65,4 TWh pada tahun 2021. Sekitar 40% dari produksi tersebut adalah untuk memenuhi demand di sistem Sumatera bagian Utara (Aceh dan Sumut) dan selebihnya untuk Sumatera bagian Selatan. Faktor beban diperkirakan antara 70% sampai 72%. Beban puncak sistem Sumatera pada tahun 2012 diperkirakan 4.460 MW dan akan tumbuh rata-rata 10,0% per tahun, sehingga menjadi 10.520 MW pada tahun 2021. Dengan adanya interkoneksi SumateraBangka mulai 2015 yang mentransfer pembangkit base load ke Bangka
Universitas Sumatera Utara
sebesar 200 MW secara bertahap maka beban puncak sistem Sumatera akan menjadi 10.720 MW pada 2021.
2.7.4
Rencana Pengembangan Sistem Kelistrikan PT PLN (Persero) Di Provinsi Sumatera Utara
a.
Kondisi Saat Ini Sistem kelistrikan di Provinsi Sumatera Utara dipasok dengan
menggunakan
sistem
transmisi
150
kV
(tidak
termasuk
Pulau
Nias/Gunung Sitoli, Teluk Dalam, Pulau Tello dan Pulau Sembilan yang masih beroperasi secara isolated). Saat ini beban puncak terlayani sekitar 1.270 MW dan dipasok oleh Sektor Pembangkitan Belawan, Sektor Pembangkitan
Medan, Sektor Pembangkitan Pandan dan
Sektor
Pembangkitan Labuhan Angin. Pada saat ini PLN juga melakukan swap energi dengan PT Inalum untuk ikut membantu memenuhi kebutuhan beban puncak. Disamping pusat-pusat pembangkit di atas, ada beberapa PLTMH yang memasok listrik langsung ke sistem distribusi (20 kV) dan IPP PLTP Sibayak sebesar 10 MW.Sehubungan dengan kurangnya pasokan listrik di Sumatera Utara sebagai akibat dari tidak seimbangnya penambahan pembangkit dan pertumbuhan beban, maka pada saat beban puncak diberlakukan pemadaman bergilir. Untuk menanggulangi pemadaman yang berkepanjangan, PLN Wilayah Sumatera Utara melakukan demand side management dengan cara mengurangi laju pertumbuhan beban, yaitu membuat kuota (pembatasan) jumlah sambungan baru. Jumlah GI di Sumatera Utara adalah 32 buah dengan kapasitas trafo 2.146 MVA. Peta kelistrikan sistem Sumatera Utara dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Universitas Sumatera Utara
Sumber: RUPTL PLN 2012-2021
Gambar2.8 Peta Kelistrikan Sumatera Utara Penjualan tenaga listrik di provinsi Sumatera Utara mengalami pertumbuhan sejalan dengan pertumbuhan ekonominya. Namun pasokan tenaga listrik (pembangkitan) mengalami penurunan daya mampu (derating capacity) karena umur pembangkit yang semakin tua dan penambahan kapasitas pembangkit baru yang relatif kecil.Secara lebih rinci, kapasitas pembangkit dapat dilihat pada Tabel 2.9. Kota Medan merupakan pusat beban terbesar di Sumatera Utara (hampir 60% dari seluruh demand di provinsi ini) dengan tingkat pertumbuhan beban yang tinggi.Di Sumatera Utara masih terdapat beberapa daerah pelayanan listrik yang bertegangan rendah akibat dipasok oleh jaringan yang terlalu panjang.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.9 Kapasitas Pembangkit di Sumatera Utara No
A
Pembangkit
Sektor
Kapasitas
Daya Mampu
Terpasang(MW)
(MW)
Pembangkit 1.183
1.033
Belawan 1
PLTU Belawan
260
165
2
PLTGU Belawan
818
733
3
PLTGF Belawan TTF
105
105
B
Sektor Pembangkit Medan
300
213
1
PLTG Glugur
33
0
PLTG Glugur TFF
12
11
PLTG Paya Pasir
90
49
PLTG Paya Pasir TFF
56
52
3
PLTD Titi Kuning
25
18
4
PLTD Sewa Paya Pasir 20
18
2
(Arti Duta) 5
PLTD
Sewa
Belawan 65
65
(AKE) C
Sektor Pembangkit Pandan
139,5
136,3
1
PLTMH Batang Gadis
7,5
6,3
2
PLTMH Aek sibundong
0,8
0,7
3
PLTA Sipansihaporas
50,0
50,0
4
PLTA Lau Renun
82,0
80,0
D
Sektor
Pembangkit 230
210
Labuhan Angin 1
PLTU Labuhan Angin
230
210
E
IPP
206
205
1
PLTP Sibayak
11
10
2
PLTA Asahan 1
180
180
3
PLTMH Parlilitan
8
8
4
PLTMH Silau II
8
8
Universitas Sumatera Utara
F
Excess Power
25
25
1
PT Growt Sum#1
6
6
2
PT Growt Sum#2
9
9
3
PT Growt Asia
10
10
Total
2.084
1.822
Sumber: RUPTL PLN 2012-2021
Kapasitas pembangkit PLTD isolated yang beroperasi di Gunung Sitoli, Teluk Dalam (Pulau Nias), Pulau Sembilan (Kabupaten Langkat) dan Pulau Tello (Kabupaten Nias Selatan) ditunjukkan pada Tabel 2.10. Tabel 2.10 Kapasitas pembangkit PLTD isolated No
1
2
3
Lokasi PLTD
Daya Terpasang Daya Mampu (kW)
(KW)
Gunung Sitoli -
PLTD PLN
12.178
4.650
-
PLTD Sewa
5.920
4.700
-
PLTD Sewa
6.500
4.650
Total PLTD Gunung Sitoli
24,598
14.000
Teluk Dalam -
PLTD PLN
3.380
1.850
-
PLTD Sewa
5.225
4.070
Total PLTD Teluk Dalam
8.605
5.920
700
400
Total PLTD Pulau Tello
700
400
Total PLTD Cabang Nias
33.903
20.320
Pulau Tello -
PLTD PLN
Sumber: RUPTL PLN 2012-2021
Proyeksi Kebutuhan Tenaga Listrik Dari penjualan tenaga listrik PLN pada lima tahun terakhir dan mempertimbangkan
kecenderungan
pertumbuhan
ekonomi,
pertambahan penduduk dan peningkatan rasio elektrifikasi di masa
Universitas Sumatera Utara
mendatang, maka proyeksi kebutuhan listrik 2012 - 2021 dapat dilihat pada Tabel 2.11. Tabel 2.11 Proyeksi Penjualan Listrik Tahun
Sales
Produksi
Beban
(GWh)
(GWh)
Puncak
Pelanggan
(MW) 2012
7.749
8.859
1.508
2.678.497
2013
8.530
9.232
1.566
2.772.051
2014
9.393
10.130
1.714
2.870.261
2015
10.329
11.109
1.874
2.976.907
2016
11.374
12.214
2.054
3.088.945
2017
12.540
13.465
2.258
3.203.020
2018
13.828
14.847
2.482
3.316.345
2019
15.628
16.391
2.732
3.429.670
2020
16.879
18.119
3.011
3.509.769
2021
18.635
20.001
3.315
3.576.753
Sumber: RUPTL PLN 2012-2021
2.8
Pentingnya Instalasi yang baik pada AC Instalasi pemasangan AC yang tidak bagus membuat energi yang dipakai
saat menggunakan AC menjadi boros. Instalasi aliran dari evaporator yang tidak terisolasi sempurna akan menaikkan kerja kondensor 1°C dan ini akan mengakibatkan pemakaian energi menjadi besar dan boros. Karena apabila aliran dari evaporator ke kondensor tidak terisolasi dengan sempurna dan dibiarkan terbuka begitu saja akan mengakibatkan kerja dobel dari kondensor. Kondensor memindahkan panas dari ruangan ke luar dank arena instalasi tidak sempurna kondensor juga mendapatkan panas dari luar sehingga kerja kondensor menjadi dobel. Maka dengan melakukan pemasangan instalasi yang sempurna dari pemasangan AC akan membantu menghemat energi yang digunakan pada penggunaan AC. Selain menghemat energi hal ini juga akan membantu program pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca.
Universitas Sumatera Utara
2.8.1
Pentingnya perawatan terhadap instalasi AC
Didalam pemakaian AC kualitas dan perawatan instalasi juga sangat berpengaruh terhadap effisiensi kinerja AC dan besar energi yang diserap. Besar energi yang diserap dari AC yang masih baru dengan AC yang sudah dipakai selama 1 tahun tentu saja akan mengalami perbedaaan. AC yang baru akan lebih sedikit menyerap energi dibandingkan AC yang sudah dipakai selama 1 tahun. Hal ini disebabkan karena kualitas mesin yang semakin menurun apabila dipakai secara terus menerus. Untuk melakukan effisiensi energi yang diserap oleh AC maka diperlukan perawatan terhadap intlasi AC tersebut. Hal ini bertujuan supaya kualitas mesin AC tersebut tetap berada dalam keadaan baik sehingga kita bisa melakukan pemakain effisiensi energi yang diserap oleh AC. Apabila hal ini dilakukan maka akan dapat mengurangi pemakaian energi dan menghemat sumber energi yang masih ada.
Universitas Sumatera Utara