BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Keuangan Setiap perusahaan membutuhkan dana untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari ataupun dalam rangka mengembangkan perusahaan. Dana tersebut digunakan sebagai modal kerja ataupun untuk membeli aktiva tetap (seperti tanah, gedung mesin dan lain-lain). Oleh karena itu seorang manajer keuangan harus mampu mencari sumber dana dan mampu mengalokasikan dana tersebut untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan agar perusahaan dapat berjalan baik dan dapat menghasilkan laba yang maksimal.
2.1.1 Pengertian Manajemen Untuk memperjelas pengertian manajemen akan disimpulkan menurut beberapa ahli, yaitu: Pengertian manajemen menurut Stoner dan Freeman (1992:4) adalah sebagai berikut: "Management is the process of planning, organizing, leading, and controlling the work of organization members and of using all available organizational resources to reach stated organizational goals. Menurut pendapat H. Malayu S. P. Hasibuan, (2003:2) manajemen adalah: Management in general refers to planning, organizing, controlling, staffing, leading, motivating, communicating, and decision making activities performed by any organization in order to coordinate the varied resources of the enterprise so as to bring an efficient creation of some product or service. Artinya manajemen pada umumnya dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas perencanaan,
perorganisasian,
pengendalian,
penempatan,
pengarahan,
pemotivasian, komunikasi, dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh setiap organisasi dengan tujuan untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan sehingga akan dihasilkan suatu produk atau jasa secara efisien. Selanjutnya menurut Lewis et. al. (2004:5) adalah sebagai berikut: "Management is defined as the process of administering and coordinating resources effectively, efficiently, and in an effort to achieve the goals of the organization.
Artinya proses dari administrasi dan sumber koordinasi yang efektif, effisien di dalam meraih hasil pada sebuah organisasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pemimpin dan pengendalian upaya anggota organisasi dan proses penggunaan semua sumber daya organisasi secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan dengan baik dengan memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya Jika kita simak definisi-definisi di atas dapatlah ditarik simpulan bahwa: 1. Manajemen mempunyai tujuan yang ingin dicapai 2. Manajemen merupakan perpaduan antara ilmu dan seni 3. Manajemen baru dapat diterapkan jika ada dua orang atau lebih melakukan kerja sama dalam suatu organisasi 4. Manajemen terdiri dari beberapa fungsi penting. 5. Manajemen hanya merupakan alat untuk untuk mencapai tujuan 6. Manajemen harus didasarkan pada pembagian kerja, tugas, dan tanggung jawab 7. Manajemen merupakan proses yang sistematis, terkoordinasi, koperatif, dan terintegritas dalam memanfaatkan unsur-unsurnya 2.1.2 Pengertian Keuangan Keuangan memiliki ruang lingkup yang luas dan dinamis. Keuangan dapat berpengaruh secara langsung terhadap kehidupan manusia dan organisasi. Untuk dapat memperoleh laba dalam melakukan suatu usaha diperlukan keuangan yang optimal untuk dapat berjalan dengan baik. Dan untuk dapat mengoptimalkan keuangan perusahaan, diperlukan manajemen yang baik. Oleh karena itu, keuangan mempunyai hubungan yang erat terhadap ilmu manajerial. Untuk dapat mengetahui lebih jauh mengenai keuangan, beberapa pendapat di bawah ini dapat dijadikan sebagai bahan penunjang dalam memahami arti dari keuangan. Menurut Sundjaja dan Barlian (2003: 42) adalah sebagai berikut: "Keuangan merupakan ilmu dan seni dalam mengelola uang, yang mempengaruhi kehidupan setiap orang dan setiap organisasi. Gitman (2006:04), mengemukakan bahwa : Finance can be defined as the art science of managing money. Virtually all individuals and organization earn or raise money and spend
or invest money. Finance is concerned the process institutions, markets, and instruments involved in the transfer of money among individuals, business, and government. Apabila diterjemahkan keuangan didefinisikan sebagai ilmu dan seni dalam mengelola uang. Hampir semua individu dan organisasi memperoleh uang dan membelanjakan atau menginvestasikan uang. Keuangan berhubungan dengan proses, lembaga, pasar, dan instrument yang terlibat dalam transfer uang, antara individu maupun bisnis dan pemerintah. Setelah dijelaskan pengertian manajemen dan keuangan diatas, maka dapat diketahui pengertian manajemen keuangan menurut beberapa pendapat dibawah ini : Sutrisno (2003:03), mengemukakan bahwa : Manajemen keuangan dapat diartikan sebagai semua aktifitas perusahaan yang berhubungan dengan usaha-usaha mendapatkan dana perusahaan dengan biaya yang murah serta usaha untuk menggunakan dan mengalokasikan dana tersebut secara efisien. James C, Van Home & John M, Wachowicz, JR (2005:03), mengemukakan bahwa : Manajemen keuangan berkaitan dengan perolehan, pendanaan, dan manajemen aktiva dengan beberapa tujuan umum sebagai latar belakangnya. Dari uraian diatas tentang pengertian manajemen keuangan, maka penulis menarik kesimpulan bahwa manajemen keuangan merupakan hal terpenting dalam usahausaha pengelolaan secara optimal dana-dana yang akan digunakan untuk membiayai segala aktivitas yang dilakukan perusahaan. 2.1.3 Fungsi-fungsi Manajemen Keuangan Menurut Menurut Martono dan Agus Harjito (2007:4) terdapat tiga fungsi utama dalam manajemen keuangan yaitu: 1. Keputusan Investasi (Investment Decision) Keputusan investasi merupakan keputusan terhadap aktiva apa yang akan dikelola oleh perusahaan. Keputusan investasi ini merupakan keputusan yang paling penting diantara ketiga fungsi yang ada. Hal ini dikarenakan keputusan investasi ini berpengaruh secara langsung terhadap profitabilitas investasi dan aliran kas perusahaan untuk waktu yang akan datang. Profitabilitas investasi
(return on investment) merupakan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba yang dihasilkan dari suatu investasi. 2. Keputusan Pendanaan (Financing Decision) Keputusan pendanaan menyangkut beberapa hal. Pertama, keputusan mengenai penetapan sumber dana yang diperlukan untuk membiayai investasi. Sumber dana yang akan digunakan untuk membiayai investasi tersebut dapat berupa hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan modal sendiri. Kedua, penetapan tentang perimbangan pembelanjaan yang terbaik, atau sering disebut dengan struktur modal optimum. Karena itu perlu ditetapkan apakah perusahaan menggunakan sumber modal ekstern yang berasal dari hutang dengan menerbitkan obligasi, atau menggunakan modal sendiri dengan menerbitkan saham baru sehingga beban biaya modal yang ditanggung perusahaan minimal. 3. Keputusan Pengelolaan Aktiva (Assets Management Decision) Manajer keuangan bersama manajer - manajer lainnya dalam suatu perusahaan bertanggung jawab terhadap berbagai tingkatan operasi dari assetasset yang ada. Pengalokasian dana yang digunakan untuk pengadaan dan pemanfaatan asset menjadi tanggung jawab manajer keuangan. Tanggung jawab tersebut menuntut manajer keuangan lebih memperhatikan pengelolaan aktiva lancar dari pada aktiva tetap. 2.1.4 Prinsip Manajemen Keuangan Prinsip manajemen keuangan perusahaan menuntut agar baik dalam memperoleh maupun dalam menggunakan dana harus didasarkan pada perkembangan efisiensi dan efektivitas. Dengan demikian manajemen keuangan tidak lain adalah menyangkut kegiatan perencanaan, analisis dan pengendalian yang baik dalam menggunakan maupun dalam pemenuhan kebutuhan dana. 2.1.5 Tujuan Manajemen Keuangan Untuk bisa mengambil keputusan-keputusan keuangan yang benar, manajer keuangan perlu menentukan tujuan yang harus dicapai. Keputusan yang benar adalah keputusan yang akan membantu mencapai tujuan tersebut. Secara normatif, tujuan keputusan keuangan adalah untuk memaksimalkan nilai
perusahaan karena dapat meningkatkan kemakmuran para pemilik perusahaan (pemegang saham). Menurut Weston dan Copeland (1989:3) tujuan manajer keuangan adalah sebagai berikut: "The financial manager s main functions are to plan for, obtain, and use funds to maximize the value of a firm. Selanjutnya menurut Ross et. al. (2000:11) tujuan manajemen keuangan adalah sebagai berikut: "The goal of financial management is to maximize the current value per share of the existing stock. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan manajemen keuangan yang dilakukan oleh manajer keuangan adalah merencanakan untuk, memperoleh, dan menggunakan dana guna memaksimalkan nilai perusahaan. 2.1.6 Laporan Keuangan Para investor sangat memerlukan laporan keuangan sebagai suatu informasi dalam memprediksikan saham yang akan dibeli begitu juga saham yang dijual dan dipertahankan dari setiap perusahaan. Sedangkan bagi perusahaan laporan keuangan penting untuk penilaian dari perusahaan tersebut yang dapat dilihat dari neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas dan laporan keuangan lainnya. Laporan keuangan perusahaan dibuat oleh direksi perusahaan untuk diumumkan kepada publik agar para pemegang sahamnya dapat melihat kinerja perusahaan selama satu periode akuntansi (satu tahun). Dengan melihat laporan keuangan perusahaan yang diumumkan, para pemegang saham tersebut dapat melihat apakah selama satu tahun perusahaan mendapatkan keuntungan yang menjanjikan bagi pemegang saham dari kegiatan operasional usahanya. 2.1.6.1 Pengertian Laporan Keuangan Semua
transaksi
keuangan
perusahaan
yang
terjadi
dicatat,
diklasifikasikan dan disusun menjadi laporan keuangan, sehingga dapat mencerminkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat suatu periode tertentu atau jangka waktu tertentu. Ditinjau dari fungsinya, laporan keuangan merupakan media yang paling penting untuk menilai kinerja, aktivitas
dan kondisi keuangan suatu perusahaan, yang akan menjadi sumber informasi bagi analis untuk mengambil keputusan. Pengertian laporan keuangan menurut Sundjaja dan Barlian (2002:68) adalah sebagai berikut: "Laporan keuangan adalah suatu laporan yang menggambarkan hasil dari proses akuntansi yang digunakan sebagai alat komunikasi antar data keuangan/aktivitas perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data-data/aktivitas tersebut. Kemudian menurut Brigham dan Ehrhardt (2002:32) laporan keuangan adalah : "Financial statements give an accounting picture of the firms s operations and financial position. Artinya pernyataan tentang keuangan memberi gambaran kepada akuntan mengenai kegiatan operasi dan posisi keuangan suatu perusahaan. Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan merupakan hasil akhir aktivitas suatu perusahaan yang dibuat oleh manajemen dan diproses melalui siklus akuntansi yang akan digunakan oleh pemilik perusahaan, calon investor, kreditur, pemerintah dan pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk melihat kinerja keuangan dan operasional perusahaan. 2.1.6.2 Jenis-jenis Laporan Keuangan Laporan keuangan disajikan manajemen untuk semua pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. Informasi yang ada dalam laporan keuangan ini dapat langsung digunakan oleh pemakai, namun ada juga yang harus dianalisis lebih lanjut misalnya dengan menggunakan rasio-rasio keuangan. Setiap pemakai mempunyai kebutuhan yang berbeda terhadap informasi keuangan. Berdasarkan kebutuhan tersebut, pemakai akan mencari informasi mana yang paling dibutuhkan untuk dianalisis lebih lanjut, sehingga laporan keuangan perlu diklasifikasikan dalam berbagai jenis laporan keuangan. Menurut Ridwan S Sundjaja dan Inge Barlian (2002:4) mengatakan bahwa : "Laporan keuangan meliputi neraca, laporan rugi laba, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti, misalnya, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), dan catatan atas laporan keuangan, laporan lain serta materi pembahasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.
Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya ada tiga jenis laporan keuangan yang utama, yaitu income statement (laporan laba rugi), balance sheet (neraca), dan statement of cash flow (laporan arus kas). Sedangkan laporan lainnya yang juga tercantum dalam kutipan di atas merupakan bagian integral dari laporan keuangan yang merupakan daftar pendukung (supporting statement) dari laporan keuangan utama, dan bukan laporan keuangan yang berdiri sendiri. Sedangkan menurut Irma Nilasari dan Sri Wilujeng (2006:164) menjelaskan jenis- jenis laporan keuangan antara lain: 1. Neraca (Balance Sheets) Merupakan ikhtisar kondisi keuangan perusahaan pada suatu tanggal tertentu, yang menunjukkan jumlah kekayaan/ asset perusahaan, jumlah hutang dan jumlah modal dari perusahaan. 2. Laporan Laba Rugi (Income Statement) Merupakan laporan keuangan yang menunjukan hasil operasi pada periode tertentu dan mencerminkan status laba atau rugi, serta merupakan ringkasan penghasilan dan biaya - biaya perusahaan dalam periode tertentu. 3. Laporan Arus Kas Laporan keuangan yang menggabungkan informasi dari neraca dan laporan laba- rugi, untuk menggambarkan sumber dan penggunaan kas selama periode tertentu. 4. Laporan Perubahan Posisi Keuangan Merupakan laporan tentang sumber dan penggunaan dana perusahaan, yang menunjukan hasil perbandingan antara neraca pada periode yang sedang berjalan dengan periode yang lampau. Dari kutipan diatas, dapat disimpulkan bahwa laporan arus kas mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas operasi, pembiayaan dan investasi selama suatu periode akuntansi. Jika digunakan dalam kaitannya dengan laporan keuangan lainnya, laporan arus kas dapat memberikan informasi yang memungkinkan para pemakai untuk mengevaluasi perubahan dalam aktiva bersih perusahaan, struktur keuangan, dan kemampuan untuk mempengaruhi jumlah serta waktu arus kas dalam rangka adaptasi dengan perubahan keadaan dan peluang.
2.1.7 Rasio Keuangan Analisis internal perusahaan dapat diukur dari laporan keuangan pada setiap periode yang berasal dari neraca dan laporan laba rugi. Analisis laporan keuangan yang dilakukan adalah menyangkut rasio-rasio keuangan perusahaan yang dapat menggambarkan kinerja perusahaan. 2.1.7.1 Pengertian Rasio Keuangan Rasio keuangan dalam penggunaanya dari suatu perusahaan membantu memprediksikan nilai perusahaan diperiode yang akan datang dengan menghitung dari laporan keuangan diperiode sebelumnya. Pengertian analisis rasio keuangan
menurut Van Horne (2002:350)
adalah sebagai berikut : Financial ratios help us size up a company as to trends and relative to otherss Artinya rasio keuangan dapat membantu dalam pengembangan sebuah perusahaan seperti kecenderungan dan hubungannya dengan yang lain. Sedangkan menurut Abdullah (2004:41) adalah : Rasio keuangan adalah teknik analisis keuangan untuk mengetahui hubungan diantara pos-pos tertentu dalam neraca maupun laporan laba rugi baik secara individu maupun secara simultan . Dengan demikian analisis rasio keuangan merupakan perbandingan dua data keuangan dengan jalan membagi satu data dengan data lainnya. Analisis rasio juga memungkinkan manajer keuangan untuk memperkirakan reaksi para kreditor dan investor dan pandangan ke dalam tentang bagaimana kira-kira dana dapat diperoleh. 2.1.7.2 Jenis-Jenis Rasio Keuangan Untuk analisis rasio keuangan, diperlukan perhitungan rasio-rasio keuangan yang mencerminkan aspek-aspek tertentu. Rasio - rasio keuangan dihitung dengan menggabungkan angka-angka di neraca dengan atau angka-angka pada laporan keuangan. Abdullah (2004:41) membagi analisis rasio keuangan menjadi empat rasio utama, yaitu: 1. Rasio Likuiditas Likuiditas suatu perusahaan merupakan kemampuan keuangan perusahaan dalam membayar hutang- hutang jangka pendek (maksimal satu tahun) dengan sejumlah
aktiva lancar yang dimiliki. Tidak terdapat batasan tentang berapa rasio yang terdapat pada kelompok rasio- rasio likuiditas maupun aspek lainnya. 2. Rasio Aktivitas Penggunaan rasio aktivitas pada umumnya guna mengukur efisiensi perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimiliki. Namun demikian secara individual rasio tersebut mencerminkan kemampuan perusahaan dalam hal penggunaan persediaan dalam menghasilkan penjualan. 3. Rasio Solvabilitas Rasio solvabilitas/debt ratio dipergunakan berkaitan dengan pengukuran profitabilitas perusahaan, yaitu kemampuan perusahaan membayar utangutangnya, terutama utang jangka panjang. Besarnya jumlah utang yang terdapat pada neraca menunjukkan berapa besar modal pinjaman yang digunakan perusahaan dalam menjalankan operasinya. 4. Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas dipergunakan berhubungan dengan penilaian terhadap kinerja perusahaan dalam menghasilkan laba. Terdapat beberapa pengukuran terhadap profitabilitas atau profitabilitas suatu perusahaan yang masing- masing dihubungkan dengan total aktiva, modal sendiri maupun nilai penjualan yang dicapai. 2.2 Aktiva Perusahaan Setiap perusahaan memiliki aktiva yang berbeda-beda dalam hal jumlah dan jenis aktiva yang dimilikinya. hal ini berdasarkan pada perbedaan jenis operasi atau usaha yang dilakukan oleh setiap perusahaan. Dalam mengelola aktiva atau asset yang dimiliki oleh perusahaan seorang manajer keuangan harus dapat menentukan berapa besar alokasi untuk masing-masing aktiva serta bentuk-bentuk aktiva yang harus dimiliki oleh perusahaan sehubungan bidang usaha dari perusahaan tersebut. Investasi yang ditanamkan dalam perusahaan dapat berupa aktiva yang digunakan dalam jangka panjang yaitu aktiva tetap maupun aktiva yang digunakan dalam jangka pendek yaitu aktiva lancar. Suatu perusahaan akan membutuhkan aktiva
dalam menjalankan setiap kegiatan operasinya. Aktiva tersebut harus dikelola dengan baik agar mendapatkan keuntungan dimasa depan. 2.2.1 Pengertian Aktiva Dalam menjalankan operasinya, perusahaan tidak akan terlepas dari sebuah aktiva. S. Munawir (2002:30), mengemukakan bahwa : Aktiva merupakan suatu sarana atau sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh suatu kesatuan usaha atau perusahaan yang harga perolehannya atau nilai wajarnya harus diukur secara objektif. Soemarno S.R (2005:43), menyatakan bahwa : Aktiva merupakan bentuk kekayaan yang dimiliki perusahaan dan merupakan sumber daya bagi perusahaan untuk melakukan usaha. Menurut beberapa pengertian dapat disimpulkan bahwa aktiva merupakan sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh suatu perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dimasa depan. Dalam mengelola aktiva atau asset yang dimiliki oleh perusahaan, seorang manajer harus dapat menetukan berapa besar akumulasi untuk masing-masing aktiva serta bentuk-bentuk aktiva yang harus dimiliki oleh perusahaan, sehubungan dengan bidang usaha dari perusahan tersebut. 2.2.2 Jenis-Jenis Aktiva Di dalam suatu neraca perusahaan biasanya terdapat pengelompokkan mengenai aktiva. Skoussen dkk (2001;133), menjelaskan jenis-jenis aktiva sebagai berikut: 1. Aktiva Lancar (kas, saham investasi, piutang dagang, utang wesel, persediaan). 2. Aktiva Tidak Lancar (investasi, properti, gedung dan peralatan, aktiva tidak berwujud, aktiva tidak lancar lain, seperti halnya aktiva pajak penghasilan ditangguhkan).
2.2.3 Aktiva Tetap Suatu perusahaan di dalam menjalankan usahanya akan selalu berhadapan dengan perubahan. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh faktor-faktor dari luar maupun dari dalam perusahaan. Dengan banyaknya persaingan yang semakin
ketat dewasa ini perusahaan khususnya manajer harus dapat melihat dengan cermat faktor-faktor dari luar maupun dari dalam perusahaan. 2.2.3.1 Pengertian Aktiva Tetap Perusahaan akan menanamkan dana yang dimilikinya pada mesin, gedung, tanah, dan lain-lain, dengan harapan akan mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang. Umur ekonomis aktiva ini biasanya lebih dari satu tahun. Ada beberapa pengertian dari aktiva tetap diantaranya adalah menurut Ross, Westerfield dan Jaffee (2002;3), menyatakan bahwa: Fixed Asset is long lived property owned by a firm that is used by a firm in the production of its income. Artinya bahwa aktiva tetap adalah aset kepemilikan jangka panjang perusahaan yang digunakan oleh perusahaan dalam menghasilkan pendapatan. Menurut S. Munawir (2002;139), bahwa: Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang mempunyai umur yang relative permanen memberikan manfaat kepada perusahaan selama bertahun tahun yang dimiliki dan digunakan untuk operasi sehari hari dalam rangka kegiatan normal dan tidak dimaksudkan untuk dijual kembali (bukan barang dagangan ) serta nilainya berupa material Sedangkan menurut Mulyadi (2001 : 591), bahwa : Aktiva tetap adalah kekayaan perusahaan yang memiliki wujud, mempunyai manfaat ekonomis lebih dari satu tahun dan diperoleh perusahaan untuk menjalankan perusahaan bukan untuk di jual kembali Maka melalui berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa aktiva tetap adalah aset perusahaan yang mempunyai jangka waktu panjang yang digunakan dalam aktivitas operasi perusahaan dalam menghasilkan pendapatan. 2.2.3.2 Jenis-jenis Aktiva Tetap Seperti halnya aktiva dibagi ke dalam beberapa kelompok, maka aktiva tetap juga sering dibagi ke dalam empat kategori seperti yang dikemukakan oleh Mulyadi (2001;155), antara lain: 1. Tanah (seperti yang digunakan sebagai tempat berdirinya gedung-gedung perusahaan). 2. Perbaikan tanah (seperti jalan-jalan di seputar lokasi perusahaan, tempat parkir, pagar, dan saluran air bawah tanah). 3. Gedung (seperti gedung yang digunakan untuk kantor, toko, pabrik, dan gudang).
4. Peralatan (seperti peralatan kantor, peralatan pabrik, mesin-mesin, kendaraan dan meubeul). 2.2.3.3 Fungsi Aktiva Tetap Dana yang ditanamkan
oleh
aktiva
tetap
diterima
kembali
keseluruhannya oleh perusahaan dalam waktu beberapa tahun dan kembalinya secara berangsur angsur melalui depresiasi. Dengan demikian, selain aktiva tetap itu berfungsi sebagai peralatan untuk menyokong kegiatan operasional perusahaan, tetapi juga berfungsi sebagai investasi perusahaan untuk jangka waktu panjang tetapi tidak untuk dijual kembali dalam rangka memperoleh laba. 2.2.3.4 Pengukuran Tingkat Perputaran Aktiva Tetap Untuk menentukan apakah modal yang sudah ditanamkan pada aktiva tersebut sudah optimal atau belum merupakan hal yang sulit dan membutuhkan analisis yang tepat mengenai keadaan dimasa lalu dan harus mampu menganalisis kemungkinan yang akan terjadi terkait tujuan perusahaan yang ingin dicapai. Untuk itu diperlukan metode pengaturan aktiva tetap untuk menganalisis seberapa lama periode perputaran aktiva tetap tersebut. Untuk mengukur perputaran aktiva tetap digunakan Fixed Assets Turnover Ratio, dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Fixed Assets Turnover = (Net Sales)/(Net Fixed Assets) 2.3 Profitabilitas Untuk menentukan apakah modal yang sudah ditanamkan pada aktiva tersebut sudah optimal atau belum merupakan hal yang sulit dan membutuhkan analisis yang tepat mengenai keadaan dimasa lalu dan harus mampu menganalisis kemungkinan yang akan terjadi terkait tujuan perusahaan yang ingin dicapai. Untuk itu diperlukan metode pengaturan aktiva tetap untuk menganalisis seberapa lama periode perputaran aktiva tetap tersebut. Untuk mengukur perputaran aktiva tetap digunakan Fixed Assets Turnover Ratio, dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
2.4 Piutang Piutang merupakan investasi perusahaan yang tidak menghasilkan disamping mengandung resiko yang tinggi, misalnya piutang tak tertagih. Karena investasi pada piutang tidak menghasilkan bahkan beresiko maka sebaiknya jumlah investasinya tidak terlalu besar namun tidak mengganggu kelancaran dan pengembangan operasional perusahaan. Pengelolaan piutang yang efesien di awali dengan penyelesaian pelanggan hingga usaha-usaha penagihan piutang yang lebih efektif. Pengelolaan piutang agar efesien termasuk menentukan pelanggan yang dipercaya untuk mendapatkan penjualan secara kredit dari perusahaan. 2.4.1 Perputaran Piutang Piutang sebagai bagian dari komponen modal kerja yang selalu dalam keadaan berputar. Tingkat pembayaran piutang tergantung dari syarat pembayaran yang diberikan oleh perusahaan. Semakin lama syarat pembayaran akan semakin lama dana terikat pada piutang. Tingkat perputaran piutang yang tinggi menunjukkan cepatnya dana terikat dalam piutang atau dengan kata lain cepatnya piutang dilunasi oleh debitur. Makin tinggi tingkat perputaran piutang maka makin cepat pula menjadi kas. Selain itu cepatnya piutang menjadi kas berarti kas dapat digunakan kembali serta resiko kerugian piutang dapat diminimalkan. Tingkat perputaran piutang (receivable turnover) dapat diketahui dengan membagi jumlah credit sales selama periode tertentu dengan jumlah rata-rata piutang ( average receivable ). Dalam menentukan besarnya jumlah perputaran piutang menurut Lukman Syamsuddin (2004;49) sebagai berikut: Receivable Turnover =
x 1 time
Apabila tidak terdapat data mengenai penjualan secara kredit, maka dapat pula digunakan data total penjualan. Dengan demikian perputaran piutang dapat ditentukan sebagai berikut:
x 1 time
Receivable Turnover =
Sedangkan untuk menghitung periode atau lamanya perputaran piutang adalah: Turnover period = Semakin besar tingkat perputaran piutang menandakan semakin singkat waktu antara piutang tercipta, karena penjualan kredit dengan pembayaran piutang. Dengan kata lain semakin cepat perputaran piutang semakin baik. Makin tinggi rasio (Turnover) menunjukan modal kerja yang ditanamkan dalam piutang rendah, sebaliknya jika rasio semakin rendah berarti ada over investment dalam piutang sehingga memerlukan analisa lebih lanjut, mungkin karena bagian kredit bekerja tidak efektif atau mungkin ada perubahan dalam kebijaksanaan pemberian kredit. Tingkat perputaran piutang memberi gambaran tentang kecepatan waktu pengumpulan piutang. Untuk pihak intern perusahaan dapat digunakan untuk mengukur efektifitas pengumpulan piutang. Penjualan kredit yang pada akhirnya akan menimbulkan hak penagihan atau piutang kepada langganan, sangat erat hubungannya dengan persyaratan persyaratan kredit yang diberikan. Sekalipun pengumpulan piutang seringkali tidak tepat pada waktu yang sudah ditetapkan, namun sebagian besar dari piutang tersebut akan terkumpul dalam waktu yang kurang dari satu tahun. Dengan alasan itulah maka piutang dimasukan sebagai salah satu komponen aktiva lancar perusahaan. Pos piutang dalam neraca biasanya merupakan bagian yang cukup besar dari aktiva lancar dan oleh karenanya perlu mendapat perhatian yang cukup serius agar perkiraan piutang ini dapat di manage dengan cara yang seefisien mungkin. 2.4.2 Kebijakan Kredit Kebijakan penjualan kredit adalah merupakan pedoman yang ditempuh oleh perusahaan dalam menentukan apakah kepada seorang langganan akan diberikan kredit dan kalau diberikan berapa banyak atau berapa jumlah kredit yang akan diberikan tersebut. Perusahaan
perusahaan tidak hanya mementingkan
penentuan standar kredit yang diberikan tetapi juga penerapan standar tersebut secara tepat dalam membuat keputusan keputusan kredit. Sumber sumber informasi dan analisa analisa kredit merupakan suatu hal yang penting bagi kerberhasilan manajemen piutang perusahaan. Penerapan yang tepat dari kebijaksanaan yang tidak tepat ataupun penerapan yang tidak tepat dari kebijaksanaan yang tepat tidak akan dapat memberikan hasil yang optimal bagi perusahaan. 2.4.3 Standar Kredit Standar kredit dari suatu perusahaan didefinisikan sebagai kriteria minimum yang harus dipenuhi oleh seorang langganan sebelum dapat diberikan kredit, hal hal seperti nama baik langganan sehubungan dengan kredit atau pembayaran utang
utang dagangnya baik kepada perusahaan sendiri maupun kepada
perusahaan perusahaan lain, referensi referensi kredit, rata rata jangka waktu pembayaran utang dagang dan beberapa rasio financial tertentu dari perusahaan langganan akan dapat memberikan suatu dasar penilaian bagi perusahaan sebelum memberikan atau melakukan penjualan kredit. Dengan mengetahui faktor
faktor utama yang harus dipertimbangkan
bilamana perusahaan bermaksud untuk memperlunak ataupun memperketat standar kredit yang diterapkan, akan dapat memberikan suatu gambaran tentang keputusan
keputusan apa yang harus diambil oleh perusahaan sehubungan
dengan kepada siapa dan dalam jumlah berapa yang akan diberikan. Adapun faktor faktor utama yang harus dipertimbangkan apabila perusahaan bermaksud untuk mengubah standar kredit yang diterapkan adalah: Biaya biaya administrasi Investasi dalam piutang Kerugian piutang (bad debt expense), dan volume penjualan 2.4.4 Biaya Administrasi Bilamana perusahaan memperlunak standar kredit yang diterapkan maka berarti lebih banyak kredit yang diberikan dan tugas
tugas yang tidak dapat dipisahkan
dengan adanya pertambahan penjualan kredit tersebut juga akan semakin
bertambah besar. Sebaliknya, apabila standar kredit diperketat maka jumlah penjualan kredit yang diberikan akan semakin kecil dan tugas
tugas untuk
itupun akan semakin sedikit. Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa perlunakan standar kredit yang lebih ketat akan mengurangi biaya
biaya
administrasi. 2.4.5 Investasi Dalam Piutang Diakui atau tidak, penanaman modal dalam piutang mempunyai biaya tertentu. Semakin besar piutang semakin besar pula biaya
biaya
biayanya (carrying
cost), demikian pula sebaliknya. Bilamana perusahaan memperlunak standar kredit yang digunakan maka rata
rata jumlah piutang akan memperkecil rata
rata piutang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perlunakan standar kredit akan memperbesar carrying cost, dan sebaliknya, biaya
biaya tersebut akan
semakin kecil. Perubahan rata rata piutang yang dikaitkan dengan perubahan standar kredit disebabkan oleh dua faktor yaitu: -
Perubahan volume penjualan, dan
-
Perubahan dalam kebijaksanaan pengumpulan piutang.
Perlunakan standar kredit diharapkan untuk meningkatkan volume penjualan sedangkan standar kredit yang semakin ketat akan menurunkan volume penjualan. Peningkatan volume penjualan akan memperbesar rata
rata piutang. sedangkan
penurunan volume penjualan akan berakibat sebaliknya yaitu semakin rendahnya jumlah rata rata piutang. Bilamana perusahaan memperlunak standar kredit yang diterapkan maka dapat diduga bahwa perusahaan sudah mengambil kebijaksanaan untuk memberikan kredit kepada langanan memenuhi kriteria
langganan yang selama ini kurang
yang sudah ditetapkan, misalnya mungkin mereka
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membayar utang
utang kepada
perusahaan. Bilamana sebaliknya yang terjadi, yaitu perusahaan semakin memperketat standar kredit yang diberikan, maka penjualan kredit tersebut akan diberikan terbatas kepada langganan
langganan yang benar
benar memenuhi
kriteria yang sudah ditetapkan saja dan dapat diharapkan untuk membayar utang utang mereka lebih awal atau paling tidak tepat pada waktu yang sudah
ditentukan. Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa dengan diperlunaknya standar kredit yang diterapkan maka rata
rata piutang akan semakin meningkat,
sedangkan pengetatan standar kredit akan memperkecil kredit diperketat. Singkatnya, perubahan dalam volume penjualan dan pengumpulan piutang secara bersama sama memperbesar biaya (carrying cost) bilamana standar kredit diperlunak, dan akan menurunkan carrying cost bilamana standar kredit diperketat. 2.4.6 Kerugian Piutang (Bad Debt Expense) Variabel lain yang diperkirakan akan dipengaruhi oleh adanya perubahan standar kredit adalah bad debt expense. Probabilitas (risiko) kerugian piutang atau bad debt expense akan semakin meningkat dengan diperlunaknya standar kredit, dan akan menurun bilamana standar kredit diperketat. 2.4.7 Keputusan atas Standar Kredit Dalam rangka memutuskan apakah perusahaan harus memperlunak standar kredit yang diberikan maka haruslah dibandingkan tambahan keuntungan dengan biaya biaya investasi marginal dalam piutang. Bilamana keuntungan tambahan lebih besar maka perlunakan standar kredit tersebut dapat dilaksanakan, dan apabila sebaliknya yang terjadi maka tentu saja perusahaan tidak boleh mengubah standar kredit yang diterapkan atau dengan perkataan lain perubahan tetap saja menjalankan standar kredit yang selama ini sudah diterapkan.
2.4.8 Analisa Kredit Apabila perusahaan sudah menetapkan standar kredit yang akan diterapkan maka harus dikembangkan suatu prosedur untuk menilai siapa atau langganan langganan mana yang akan diberikan kredit. Disamping menentukan langganan yang dapat diberikan kredit perusahaan biasanya juga menentukan sampai seberapa banyak kredit yang dapat diberikan kepada masing
masing langganan.
Jumlah maksimum kredit yang dapat diperoleh oleh langganan dalam suatu saat disebut dengan istilah line of credit . Dua faktor yang harus dilakukan oleh perusahaan dalam mengadakan penilaian terhadap calon langganan yang akan diberikan kredit adalah: memperoleh
informasi
informasi tentang keadaan langganan, misalnya dengan jalan mengisi
formulir
formulir sehubungan dengan keadaan financial perusahaan, informasi
tentang pembelian kredit yang pernah dilakukan, ataupun referensi
referensi
kredit. Bilamana sebelumnya perusahaan sudah pernah melakukan penjualan kredit kepada langganan tersebut maka perusahaan akan mempunyai informasi informasi historis tentang pola pembayaran utang dagang dari langganan tersebut. Faktor kedua yang harus dilakukan adalah menganalisa laporan keuangan dan buku besar utang untuk menentukan umur rata rata utang dagang perusahaan calon langganan selama ini. Hasil yang diperoleh kemudian dapat dibandingkan dengan persyaratan kredit atau
credit term
yang telah ditetapkan oleh
perusahaan. Hal lain yang mungkin perlu dilakukan perusahaan adalah meng aging perkiraan utang dagang dari langganan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang pola pembayaran yang dilakukan oleh langganan. Dengan meng aging perkiraan utang maka berarti perusahaan akan membagi bagian
bagian utang sesuai dengan umurnya masing
masing sehingga akan
dapat diketahui berapa prosentase utang yang sudah habis atau lewat waktunya. Bagi langganan
langganan yang membeli secara kredit dalam jumlah yang
cukup besar maka analisa atas rasio
rasio likuiditas, rasio
rasio leverage atau
rasio utang, dan rasio profitabilitas, perlu dilakukan secara menyeluruh. Sekalipun kedua faktor diatas bukan merupakan faktor penentu yang bersifat magis dalam keputusan
keputusan kredit yang akan diberikan, namun hal
tersebut dapat memberikan pedoman secara umum kepada perusahaan dalam meniti langkah yang akan diambil sehubungan dengan penjualan kredit yang dilakukan. Secara singkat, penganalisaan terhadap kedua faktor tersebut diatas seringkali disebut dengan istilah the five C s of credit . The Five C s of Credit yang terdiri dari: - Character -
Capacity
-
Capital
-
Collateral
-
Conditions
Character
: aspek ini menggambarkan keinginan atau kemauan para pembeli untuk memenuhi kewajiban kewajibannya sesuai dengan persyaratan yang sudah ditetapkan oleh penjual. Pola pola pembayaran utang pada masa lalu dapat dijadikan pedoman yang sangat berguna dalam menilai karakter seorang calon langganan.
Capacity
: menggambarkan kemampuan seorang langganan untuk memenuhi kewajiban kewajiban finansialnya. Suatu estimasi yang dianggap cukup baik dalam dapat diperoleh dengan menilai posisi likuiditas dan proyeksi cash flow dari calon langganan.
Capital
: menunjuk kepada kekuatan financial calon langganan terutama dengan melihat jumlah modal sendiri yang dimiliknya. Analisa terhadap neraca perusahan dengan menggunakan rasio - rasio financial yang tersedia akan dapat memenuhi kebutuhan atas penilaian capital calon langganan. : menggambarkan jumlah aktiva yang dijadikan sebagai barang jaminan oleh calon langganan. Akan tetapi biasanya hal ini bukanlah merupakan pertimbangan yang sangat penting karena tujuan perusahaan dalam memberikan kredit bukanlah untuk menyita dan kemudian menjual aktiva langganan, tetapi tekanannya adalah pada pembayaran kredit yang diberikan pada waktu yang sudah ditetapkan.
Collateral
Conditions
: menunjuk kepada keadaan ekonomi secara umum dan pengaruhnya atas kemampuan perusahaan calon langganan dalam memenuhi kewajiban kewajibannya. Sebagian besar analis analis kredit menganggap bahwa faktor yang
pertama dan kedua, character dan capacity, adalah merupakan faktor
faktor
yang terpenting dalam menentukan diberi tidaknya kredit kepada seorang calon langganan karena hal tersebut menekankan kepada kemauan dan kemampuan calon langganan dalam memenuhi kewajiban kewajibannya. Sebagai suatu kesatuan, kelima C (The Five C s of Credit) diatas memegang peranan yang sangat penting sepanjang hal tersebut dapat menjamin bahwa tidak ada faktor
faktor penting lain yang dilupakan dalam analisa yang
telah dilakukan. 2.5 Persediaan Inventory atau persediaan merupakan simpanan material yang berupa bahan mentah, barang dalam proses, barang jadi dan supply untuk operasi perusahaan.
Dari sudut pandang sebuah perusahaan maka persediaan adalah sebuah investasi modal yang dibutuhkan untuk menyimpan material pada kondisi tertentu. Secara umum persediaan barang dipakai untuk menunjukkan barang-baranng yang dimiliki untuk tujuan dijual kembali atau digunakan untuk memproduksi barang yang akan dijual (Baridwan 1992:149). Istilah persediaan dibedakan antara persediaan perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur. Persediaan barang dagang adalah persediaan yang dibeli dengan tujuan akan dijual kembali yang tidak mengalami proses lebih lanjut yang mengakibatkan perubahan bentuk dari barang yang bersangkutan. Sedangkan pada perusahaan manufaktur, persediaan terdiri atas persediaan bahan baku dan bahan penolong, supplies pabrik, barang dalam proses dan produk selesai. Masalah persediaan merupakan masalah pembelanjaan aktif sebagaimana pembelanjaan pada aktiva tetap. Besar kecilnya persediaan yang terdapat dalam perusahaan akan mempunyai efek yang langsung terhadap laba perusahaan. Kesalahan penentuan besarnya persediaan akan dapat menekan laba perusahaan. Perubahan dalam persediaan barang dipengaruhi oleh harga-harga dan banyaknya barang-barang. Banyaknya persediaan barang tergantung dari permintaan para langganan dan taksiran manajemen tentang ramalan diwaktu yang akan datang. 2.5.1 Pengertian Persediaan Persediaan merupakan investasi yang cukup besar dalam aktiva lancar bagi sebagian besar perusahaan industri. Persediaan diperlukan untuk dapat melakukan proses produksi dan penjualan secara lancar. Pengertian dari persediaan barang menurut Brealey (2003;81): Another important current assets is inventory. Inventories may consist of raw materials, work in process, or finished good awaiting sale and shipment firms invest in inventory. Bahwa salah satu aktiva lancar penting lainnya dalam perusahaan adalah persediaan. Persediaan terdiri dari bahan baku, barang dalam proses atau barang setengah jadi. Sedangkan Gitman (2003;44) memberikan pengertian sebagai berikut: Inventory include raw materials, work in process (partially finished good), and finished good held by the firm.
Artinya, bahwa persediaan meliputi bahan baku, barang dalam proses (barang setengah jadi), dan barang jadi yang dihasilkan oleh perusahaan. Dan Schroeder (2003;304) mengemukakan bahwa: An inventory is a stock of materials used to pacilitate production or to satisfy the customer demand. Inventory include raw materials, work in proses and finish good. Artinya, bahwa persediaan adalah satu persediaan material yang digunakan untuk memudahkan produksi dalam memenuhi kepuasan pelanggan. Persediaan meliputi bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi. Jadi persediaan merupakan sejumlah barang yang disediakan dan barang
barang proses yang
terdapat dalam persediaan untuk proses produksi, serta barang
barang yang
disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau langganan. Sedangkan persediaan menurut petunjuk pelaksanaan sistem persediaan pada PT. Telkom.Tbk yaitu barang berwujud yang dimiliki dan disimpan di gudang atau dalam perjalanan melalui proses administrasi gudang, yang keseluruhannya tercatat sebagai harta perusahaan dan masih dalam pengendalian PT. Telkom.Tbk untuk digunakan memenuhi kebutuhan operasi maupun pemeliharaan. 2.5.2 Jenis jenis Persediaan Persediaan barang yang terdapat dalam perusahaan dapat dibedakan atau dikelompokan menurut jenis dan posisi barang tersebut dalam urutan pengerjaan produk. Menurut Sofyan Assauri (2002;171), jenis
jenis persediaan dapat
dibedakan menjadi: 1. Persediaan bahan baku (raw material stock), yaitu persediaan barang
barang
berwujud yang digunakan dalam proses produksi. 2. Persediaan bagian produk atau part yang dibeli (purchase for/component stock), yaitu persediaan barang
barang yang terdiri dari part yang diterima
dari perusahaan lain, yang dapat secara langsung di assembling dengan part lain, tanpa melalui proses produksi sebelumnya. 3. Persedian barang setengah jadi atau barang dalam proses (work in proses), yaitu persediaan barang yang keluar dari tiap atau bahan
tiap bagian dalam satu pabrik
bahan yang telah diolah menjadi satu bentuk, tetapi perlu
diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi.
4. Persediaan barang jadi ( finish good stock), yaitu persediaan barang
barang
yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual kepada langganan atau perusahaan lain. 5. Persediaan bahan
bahan pembantu atau barang perlengkapan (supplier
stock), yaitu persediaan barang
barang atau bahan bahan yang diperlukan
dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya proses produksi atau dipergunakan dalam bekerjanya satu perusahan, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi. 2.5.3 Persediaan Bahan Mentah Bahan mentah adalah merupakan persediaan yang dibeli oleh perusahaan untuk diproses menjadi barang setengah jadi dan akhirnya barang barang jadi atau produk akhir dari perusahaan. Dalam beberapa hal dimana perusahaan industry memproduksi barang
barang yang sangat kompleks, maka bahan mentah
mungkin terdiri dari barang
barang setengah jadi ataupun barang jadi yang
sudah diproses oleh perusahaan lain, misalnya perusahaan mobil akan membeli ban atau radio yang merupakan kelengkapan dari mobil yang diproduksinya dari perusahaan lain. Semua perusahaan industri harus mempunyai persediaan bahan (dalam bentuk apapun) karena hal tersebut mutlak diperlukan dalam produksi yang dilakukan. Adapun jumlah bahan mentah yang harus dipertahankan oleh perusahaan akan sangat tergantung pada: -
Lead time (waktu pemesanan sejak saat pemesanan sampai dengan bahan diterima).
-
Jumlah pemakaian
-
Jumlah investasi dalam persediaan, dan
-
Karakteristik fisik dari bahan mentah yang dibutuhkan
Apabila perusahaan ingin memproduksi secara lancar maka faktor lead time harus dipertimbangkan dengan sebaik
baiknya mengingat adanya tenggang
waktu antara saat pemesanan dengan saat penerimaan barang, sehingga dengan adanya pengaturan yang baik maka jumlah persediaan yang ada akan selalu cukup untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan produksi perusahaan. Dengan perkataan
lain, perusahaan harus menetapkan suatu jumlah minimum untuk saat pemesanan bahan sehingga pada saat bahan tersebut diterima jumlah persediaan masih tetap berada pada titik yang memungkinkan perusahaan berproduksi secara normal. Frekuensi atau pemakaian bahan mentah juga mempengaruhi tingkat persediaan. Semakin sering atau semakin banyak suatu bahan digunakan dalam proses produksi maka akan semakin besar jumlah persediaan bahan tersebut yang dibutuhkan oleh perusahaan. Selanjutnya, sebagai tambahan atas faktor lead time dan frekuensi atau jumlah pemakaian, maka jumlah investasi yang dibutuhkan dalam persediaan juga memegang peranan yang penting dalam menentukan tingkat persediaan. Untuk bahan
bahan yang harganya murah seperti misalnya
paku atau skrup, maka faktor lead time dan jumlah pemakaian tidak akan terlalu banyak membutuhkan perhatian. Pemesanan bahan
bahan tersebut secara
periodik dalam jumlah yang cukup besar sudah dapat menjamin kelancaran proses produksi. Sebaliknya, untuk bahan
bahan mentah yang berharga mahal, maka
faktor lead time dan frekuensi pemakaian harus mendapat perhatian yang lebih besar karena jumlah modal yang akan diinvestasikan dalam persediaan yang mahal ini adalah cukup besar. Faktor lain yang mempengaruhi tingkat persediaan bahan mentah adalah karakteristik fisik dari bahan mentah itu sendiri, seperti misalnya besar kecilnya ukuran bahan atau apakah bahan tersebut mudah rusak atau tidak. Untuk bahan bahan mentah yang mudah rusak janganlah dipesan dalam jumlah yang besar (sekalipun harganya murah) karena hal tersebut tentu saja akan merugikan, misalnya karena bahan tersebut sudah rusak sebelum saatnya digunakan dalam proses produksi. Keempat
faktor
tersebut
diatas
perlu
diperhatikan
secara
baik
dan
dipertimbangkan dengan seksama dalam menentukan jumlah persediaan bahan mentah yang harus dipertahankan dalam perusahaan. Kebutuhan masing
masing
bahan mentah dalam proses produksi haruslah dapat dipenuhi, namun pada saat yang sama harus juga dipertimbangkan faktor biaya, sehingga jumlah modal yang diinvestasikan dalam persediaan bahan mentah tidak terlalu tinggi. Semua pihak dalam perusahaan, terutama manajer bagian produksi dan bagian pembelian harus
menyadari keuntungan
keuntungan yang dapat diperoleh dengan adanya
perubahan atau pembatasan jumlah persediaan selama hal tersebut tidak mengganggu kelancaran jalannya proses produksi perusahaan. 2.5.4 Persediaan Barang Dalam Proses Persediaan barang dalam proses terdiri dari keseluruhan barang
barang yang
digunakan dalam proses produksi tetapi masih membutuhkan proses lebih lanjut untuk menjadi barang yang siap untuk dijual (barang jadi). Tingkat penyelesaian suatu barang dalam proses sangat tergantung pada panjang serta kompleksnya proses produksi yang dilaksanakan. Misalnya untuk menjadi barang jadi dibutuhkan sebanyak 50 macam proses dari bahan dalam proses dimana masing
bahan mentah dan barang
masing proses membutuhkan waktu dua hari,
maka hal ini berarti barang tersebut akan berada dalam proses produksi untuk jangka waktu yang cukup lama (100 hari). Demikian pula halnya apabila proses produksi sangat kompleks sekalipun hanya beberapa macam proses saja yang dibutuhkan tetapi penyelesaianya pun akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Dengan demikian dapat dilihat adanya hubungan yang langsung antara jumlah barang yang ada dalam proses dengan panjangnya waktu yang dibutuhkan untuk memproses bahan mentah sampai menjadi barang jadi yang siap untuk dipasarkan. Dengan perkataan lain, semakin panjang production cycle (jangka waktu produksi), semakin besar jumlah persediaan barang dalam proses. Besarnya persediaan barang dalam proses ini akan menyebabkan semakin besarnya biaya biaya persediaan karena modal yang terikat di dalam persediaan tersebut semakin besar, dimana besarnya modal ini berkaitan langsung dengan lambatnya perputaran persediaan. Total production cycle yaitu waktu yang dibutuhkan sejak saat pembelian barang mentah sampai dengan saat penjualan barang jadi. Perusahaan harus berusaha untuk memperpendek jangka waktu produksi tersebut sementara pada saat yang sama tetap mempertahankan jumlah persediaan minimum demi kelancaran produksi. Manajemen proses produksi yang efisien akan dapat mengurangi persediaan barang dalam proses, dan dengan demikian akan memperbesar inventory turnover serta mengurangi jumlah minimum kebutuhan operating cash.
Persediaan barang dalam proses adalah merupakan jenis persediaan yang paling tidak likuid karena akan cukup sulit bagi perusahaan untuk dapat menjual barang barang yang masih dalam bentuk setengah jadi, karakteristik lainnya adalah bahwa barang dalam proses merupakan suatu bentuk peningkatan nilai karena dengan adanya proses tranformasi dari bahan mentah menjadi barang jadi, melalui proses produksi, dibutuhkan adanya tambahan biaya tenaga kerja, bahan mentah lain dan bahan pembantu serta biaya overhead. Tambahan
tambahan biaya
tersebut tentu saja menyebabkan jumlah investasi dalam persediaan meningkat. Perusahaan harus selalu berusaha utnuk memperbesar tingkat perputaran barang dalam proses agar dapat menutup dengan segera biaya tenaga kerja dan biaya
biaya bahan mentah,
biaya produksi tidak langsung (overhead) yang telah
dikorbankan dalam proses produksi. 2.5.5 Persediaan Barang Jadi Persediaan barang jadi adalah merupakan persediaan barang barang yang telah selesai diproses oleh perusahaan, tetapi masih belum terjual. Perusahaan perusahaan industri yang beroperasi berdasarkan pesananan mempunyai persediaan barang jadi yang relatif kecil. Dalam perusahaan seperti ini, barang barang tersebut diproduksikan berdasarkan antisipasi terhadap volume penjualan sehingga persediaan barang jadi sangat ditentukan oleh ramalan
ramalan
penjual, proses produksi, serta jumlah investasi dalam persediaan barang jadi tersebut. Skedul produksi diarahkan untuk dapat menyediakan barang jadi yang dapat memenuhi forecasting atau ramalan penjualan yang disampaikan oleh bagian pemasaran. Bilamana estimasi penjualan tinggi, maka jumlah persediaan barang jadi juga akan bertambah besar, demikian pula sebaliknya apabila ramalan penjualan rendah maka jumlah persediaan barang jadi pun akan semakin kecil. Skedul produksi yang diatur sedemikian rupa sehingga cukup untuk menutup estimasi
estimasi permintaan terhadap produk perusahaan tanpa adanya
kelebihan persediaan yang terlalu besar akan dapat meminimalkan biaya
biaya
perusahaan. Didalam praktek kehidupan perusahaan, biasanya dalam sejumlah tertentu persediaan yang selalu dipertahankan atau dinamakan juga safety stock
(persediaan pengaman/minimum) sebagai persiapan untuk memenuhi tambahan permintaan yang tidak diduga sebelumnya, ataupun sebagai persediaan bilamana terjadi kemacetan kemacetan dalam proses produksi. Usaha
usaha untuk mengoptimalkan persediaan barang jadi akan dapat tercapai
apabila perusahaan dapat membuat estimasi penjualan yang realisatis serta skedul produksi yang baik. Kalau diperhitungkan secara teliti maka seringkali terdapat trade off antara modal yagn diinvestasikan dalam barang jadi dengan biaya produksi per unit produk. Tidak jarang dijumpai bahwa kuantitas produksi yang paling efisien (biaya produksi per unit yang paling rendah) adalah lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan akan memenuhi semua ramalan penjualan yang akan dilakukan nantinya. Lebih murahnya biaya produksi per unit dalam hal ini adalah karena biaya
biaya tetap perusahaan dapat dialokasikasn kedalam lebih banyak
produk. Sekalipun demikian, tidak boleh dilupakan bahwa dengan semakin besarnya persediaan berarti semakin banyak modal yang akan terikat dalam persediaan. Trade - off ini harus diperhitungkan dengan baik dalam rangka menentukan jumlah optimal produksi, dan teknik
teknik kuantitatif dalam
penentuan jumlah optimal produksi dapat dibaca sebagian besar literatur literatur tentang manajemen operasi dan produksi perusahaan . Pertimbangan terakhir sehubungan dengan jumlah persediaan barang jadi dalam perusahaan adalah tingkat likuiditasnya. Semakin likuid dan tidak cepat rusak keadaan suatu barang jadi, maka semakin besar jumlah persediaan barang jadi yang dapat dipertahankan dalam perusahaan. Untuk produk
produk khusus
yang membutuhkan biaya penyimpanan yang cukup besar haruslah diperhatikan secara teliti agar jumlahnya tidak terlalu besar. Tidak dapat dipungkiri persediaan sangat diperlukan dalam proses produksi perusahaan. Karena persediaan merupakan unsur yang paling penting dalam kelancaran kegiatan operasi perusahaan, tetapi juga tidak dapat disangkal bahwa suatu perusahaan akan mengalami kesulitan jika terlalu banyak atau terlalu sedikit menyimpan persediaan. Ketepatan keputusan penetapan jumlah persediaan dalam keadaan optimal (paling menguntungkan), merupakan suatu hal yang penting dan harus mendapatkan perhatian yang serius, tentunya ini menjadi salah satu
tanggung jawab dari manajemen keuangan dalam mengatur pengadaan investasi dalam persediaan. 2.5.6 Persediaan Bahan
Bahan Pembantu atau Barang Perlengkapan
(supplier stock) Persediaan barang perlengkapan yaitu persediaan barang
barang atau bahan
bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya proses produksi atau dipergunakan dalam bekerjanya satu perusahan, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi. Persediaan seperti ini lebih terdapat pada perusahaan
perusahaan jasa yang tujuan nya yaitu untuk
memenuhi suku cadang dalam kontinuitas operasional perusahaan. 2.5.7 Tingkat Persediaan Tingkat perputaran persediaan atau inventory turnover merupakan angka yang menunjukan kecepatan penggantian persediaan dalam suatu periode tertentu, biasanya dalam satu tahun. Angka ini diperkirakan dengan membagi semua harga persediaan yang terdiri dari bahan
bahan dan barang
barang yang
dipergunakan selama setahun dengan jumlah rata rata persediaan. Tingkat perputaran persediaan menurut Lukman syamsudin (2004;47) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Inventory Turnover =
x 1 time
Sedangkan untuk menghitung periode lamanya perputaran persediaan adalah: Turnover Period = Besarnya
tingkat
perputaran
persediaan
menunjukan
tingkat
efektifitas
penggunaan modal atau dana yang tertanam di persediaan. Apabila terjadi sebaliknya antara perputaran persediaan dengan tingkat penjualan yang dapat dicapai bila tingkat peputaran persediaan rendah menunjukan adanya kebijakan pembelian sehingga pasokan yang dibeli terlalu besar menumpuk digudang. Tingkat perputaran persediaan merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efesiensi dari penggunaan persediaan yang ada dalam perusahaan untuk menghasilkan penjualan. Tinggi rendah nya tingkat perputaran persediaan barang
mempunyai efek langsung terhadap besar kecilnya modal yang diinvestasikan dalam persediaan barang. Semakin cepat tingkat perputaran, maka semakin cepat tingkat pengembalian investasi karena makin pendek waktu terikatnya modal dalam persediaan barang. Persediaan merupakan investasi yang paling besar dalam aktiva lancar untuk sebagian besar perusahaan industri. Persediaan diperlukan untuk dapat melakukan proses produksi, penjualan secara lancar, persediaan barang mentah dan barang dalam proses diperlukan untuk menjamin kelancaran proses produksi, sedangkan barang jadi harus selalu tersedia sebagai
buffer stock
agar
memungkinkan perusahaan memenuhi permintaan yang timbul. Dalam rangka meminimalkan kebutuhan operating cash maka perputaran persediaan atau inventory turnover harus diperbesar karena dengan semakin cepatnya perputaran, persediaan berarti semakin kecil modal yang harus diinvestasikan dalam persediaan. Kepentingan
kepentingan dari sudut financial seringkali bertolak
belakang dengan kepentingan perusahaan untuk menyediakan persediaan dalam jumlah yang cukup besar guna mengurangi risiko kehabisan barang dan memenuhi kebutuhan
kebutuhan produksi. Oleh karena itu perusahaan harus
menetapkan suatu jumlah
optimal
dari persediaan agar dapat mengurangi
pertentangan kedua kepentingan tersebut. 2.5.8 Karakteristik Persediaan Sejumlah aspek dari persediaan memerlukan elaborasi yang lebih mendalam, misalnya tentang berapa macam persediaan, berapa jumlah persediaan yang dianggap tepat atau baik menurut pandangan dari beberapa fungsi atau departemen yang berbeda didalam perusahaan, hubungan persediaan dengan jumlah modal yang diinvestasikan serta hubungan persediaan dengan piutang perusahaan. 2.5.9 Bagian Pembelanjaan atau financial Tanggung jawab utama manajer keuangan adalah menjamin adanya manajemen persediaan yang efisien. Manajemen persediaan yang efisien akan turut
memberikan kontribusi terhadap wealth maximination (maksimisasi kekayaan) dari pemilik perusahaan. Dengan demikian, manajer keuangan haruslah memonitor keseluruhan aktiva perusahaan, mengatur agar tidak terdapat investasi dalam aktiva secara berlebih
lebihan sehingga tujuan yang dimaksudkan diatas
dapat tercapai. Dari uraian tersebut dapat dilihat bahwa kedudukan atau fungsi manajer
keuangan
dalam
hubungannya
dengan
tingkat
persediaan
mempertahankannya pada tingkat yang serendah mungkin agar jumlah modal yang tertanam dalam persediaan tersebut tidak terlalu besar. Manajer keuangan berkepentingan atas segala jenis persediaan (bahan mentah, barang dalam proses, dan barang jadi) dan sesuai dengan fungsinya maka dapat dikatakan bahwa manajer keuangan bertugas sebagai orang yang mengawasi fungsi
fungsi yang lain, agar jumlah persediaan tetap rendah. Fungsi
fungsi
lain, misalnya bagian pembelian dan produksi sangat berkepentingan dengan persediaan bahan mentah; bagian produksi sangat berkepentingan dengan persedian barang dalam proses, serta bagian pemasaran dan bagian produksi secara bersama sama berkepentingan terhadap jumlah persediaan barang jadi. Kedudukan manajer keuangan dalam hal ini haruslah dapat bekerja sama dengan manajer
manajer lainnya untuk menentukan berapa jumlah dari masing
masing jenis persediaan agar proses operasi perusahaan dapat berjalan dengan lancar, dan pada saat yang sama biaya biaya juga bisa ditekan. 2.6 Profitabilitas Setiap perusahaan yang bersifat profit oriented tentunya akan berusaha menggunakan setiap asset yang dimilikinya untuk menghasilkan laba yang optimal. Perusahaan juga akan melakukan pengukuran terhadap profitabilitas yang diperolehnya. Pengukuran terhadap profitabilitas akan memungkinkan bagi perusahaan, dalam hal ini manajemen untuk mengevaluasi tingkat earning dalam hubungannya dalam volume penjualan, jumlah aktiva dan investasi tertentu dari pemilik perusahaan. Profit dinilai sangat penting karena untuk kelangsungan hidup suatu perusahaan berada dalam keadaan yang menguntungkan. Tanpa adanya keuntungan akan sulit bagi perusahaan untuk menarik modal luar.
2.6.1 Pengertian Profitabilitas Gitman (2006:629), mengemukakan bahwa : Profitability is the relationship between revenue and cost generated using the firm s assets both current and fixed in productive
by
activities.
Yaitu Hubungan antara pendapatan dan biaya-biaya yang dihasilkan dengan penggunaan asset perusahaan yang lancar dan tetap dalam aktivitas produktif. Agnes Sawir (2003:17) mengemukakan bahwa : Kemampuan laba (profitabilitas) merupakan hasil akhir bersih dari berbagai kebijakan dan keputusan manajemen Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulakn bahwa profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba melalui sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan.
2.6.2 Pengukuran Profitabilitas Setiap
perusahaan
akan
melakukan
pengukuran
terhadap
profit
yang
diperolehnya. Pengukuran terhadap profit akan memungkinkan bagi perusahaan dalam hal ini pihak manajemen untuk mengevaluasi tingkat earning dalam hubungan dengan volume penjualan jumlah aktiva dan investasi tertentu dari pihak perusahaan. Gitman (2006:67) mengemukakan bahwa dalam profitability ratio ini ada beberapa rumusan yang digunakan diantaranya adalah :
a. Gross Profit Margin =
Sales COGS Net Sales
b. Operating Profit Margin =
Operating Profit Sales
c. Net Profit Margin =
Earning Available per common stokcholder Sales
d. Earning Per Share =
Earning available per common stockholder Outstanding share Earning avalaible per common stockholder Common stock equity
e. Return on Common Equity (ROE) =
f. Return On Total Asset(ROA) / ROI =
EAT Total Assets
Seperti terlihat diatas ada beberapa cara untuk mengukur tingkat profitabilitas perusahaan. Namun, penulis membatasi hanya akan menggunakan dengan cara Rasio Return On Ivestment (ROI) yang merupakan suatu cara untuk mengukur seberapa banyak laba bersih yang bisa diperoleh dari keseluruhan kekayaan yang dimiliki perusahaan. 2.6.3 Rasio Return On Investment (ROI) Return On Investment (ROI) adalah alat ukur yang sangat umum digunakan untuk mengukur kinerja, sebuah pusat investasi. Rumus untuk menghitung Return On Investment (ROI) adalah laba bersih dibagi dengan jumlah aktiva selama satu periode. Menurut Munawir (1998: 105) ROI dapat dinyatakan sebagai berikut: ROI =
Return On Investment (ROI) umumnya digunakan sebagai pedoman manajemen dalam menerima sebuah project baru. Hanya project dengan rate of return lebih besar daripada Return On Investment suatu divisi atau perusahaan yang akan diterima. Dengan adanya hal ini, manajemen didorong untuk mengambil investasi investasi yang akan meningkatkan rate of return perusahaan. Besarnya ROI dipengaruhi oleh dua faktor yaitu : a) Turnover dari operating assets (tingkat perputaran aktiva yang digunakan untuk operasi) b) Profit margin yaitu besarnya keuntungan operasi yang dinyatakan dalam presentase dan jumlah penjualan bersih. Profit margin ini mengukur tingkat keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan dihubungkan dengan penjualannya.
Terdapat keunggulan dan kelemahan dari penggunaan Return On Investment (ROI) sebagai alat pengukur kinerja secara financial. Keunggulan penggunaan Return On Investment (ROI) adalah sebagai berikut : a) Mendorong manajer memberikan perhatian pada hubungan antara penjualan (sales), biaya biaya (cost) dan investasi (investment) b) Mendorong efisiensi biaya. c) Mengurangi investasi pada operating assets yang berlebihan. Kelemahan penggunaan Return On Investment (ROI) adalah sebagai berikut : a) Terdapat kesukaran dalam membandingkan rate of return suatu badan usaha dengan badan usaha lain yang sejenis, mengingat praktek akuntansi yang digunakan pada badan usaha tersebut berbeda beda. b) Mendorong terjadinya myopic behavior, yaitu manajer hanya berfokus pada keuntungan jangka pendek, yang justru akan membebani badan usaha keseluruhan secara jangka panjang. 2.7 Pengaruh Perputaran Aktiva tetap, Piutang dan Persediaan Terhadap Profitabilitas Perusahaan Pada dasarnya modal kerja suatu perusahaan selalu dalam keadaan berputar selama perusahaan yang bersangkutan dalam keadaan beroperasi atau berusaha. Bila ditelaah secara mendalam ternyata modal kerja merupakan salah satu unsur yang penting dalam penentuan tinggi rendahnya tingkat profitabilitas perusahaan karena baik laba bersih operasi atau laba usaha, penjualan, maupun aktiva operasional sebenarnya ditentukan oleh besarnya modal kerja. Menurut Ridwan S. Sundjaja dan Inge Barlian (2002;155), bahwa: Modal kerja yaitu aktiva lancar yang mewakili bagian dari investasi yang berputar dari suatu bentuk ke bentuk yang lainnya dalam melaksanakan suatu usaha, atau modal kerja adalah kas/bank, surat berharga, yang mudah dituangkan missalnya cek, giro, (deposito), piutang dagang dan persediaan yang tingkat perputarannya tidak melebihi satu tahun atau jangka waktu operasi normal perusahaan. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa unsur
unsur modal kerja
perusahaan terdiri dari kas, sekuritas, piutang, dan persediaan. Apabila proses produksi atau operasi perusahaan meningkat maka jelas sekali perusahaan
memerlukan modal kerja yang lebih besar sehingga dapat meningkatkan pendapatan. Dengan peningkatan pendapatan diharapkan profitabilitas perusahaan akan meningkat pula. Menurut Agus Sartono (2001;122): Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Sedangkan ada beberapa para ahli yang berpendapat bahwa modal kerja akan berpengaruh terhadap profitabilitas antara lain, menurut Gitman (2003;616), menyatakan: Too much investment in current assets reduced profitability, whereas too little investment increase the risk of not being able to pay debt at they come due. Disamping itu juga Susan Irawati (2006;96), menyatakan bahwa: Tingkat profitabilitas perusahaan akan dipengaruhi oleh investasi modal kerja. Berdasarkan keterangan
keterangan diatas, dapat terlihat bahwa modal kerja
yang terdiri dari kas, sekuritas, piutang dan persediaan suatu perusahaan pada umumnya akan mempengaruhi tingkat profitabilitas yang tercermin pada peningkatan biaya operasional perusahaan yang digunakan untuk memproduksi suatu barang. Tingkat profitabilitas akan semakin maksimal apabila proses produksi suatu barang meningkat, sehingga perusahaan dapat memaksimalkan nilai perusahaan.
2.7.1 Pengaruh Perputaran Aktiva Tetap Terhadap Profitabilitas Aktiva tetap dapat berpengaruh terhadap profitabilitas seperti yang dikemukakan oleh Ikatan Akuntansi, Standar Akuntansi Keuangan (2004;17) yang menyatakan bahwa: Aktiva yang dapat disusutkan sering kali merupakan bagian signifikan aktiva perusahaan dimana penyusutan karenanya dapat pengaruh secara signifikan dalam menentukan dan menyajikan posisi keuangan dan hasil atau laba usaha perusahaan.
Perusahaan mengadakan investasi dalam aktiva tetap adalah dengan harapan dapat memperoleh kembali dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap tersebut. Perputaran dana yang tertanam pada aktiva tetap akan diterima kembali keseluruhannya oleh perusahaan dalam waktu beberapa tahun, dan kembalinya secara berangsur
angsur melalui depresiasi. Jumlah dana yang terikat dalam
aktiva tetap akan berangsur
angsur berkurang sesuai dengan metode yang
digunakan. Menurut Mulyadi (2001;283-284) mengemukakan bahwa: Investasi atau penanaman modal (capital expenditure) pengkaitan sumber sumber dalam jangka panjang untuk menghasilkan laba dimasa yang akan datang, misalnya penambahan mesin dan peralatan untuk peningkatan (kapasitas) produksi dalam rangka memenuhi permintaan terhadap produk perusahaan. Dari beberapa penjelasan dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam suatu perusahaan dimana manajer keuangan dituntut harus dapat memprediksi dan melakukan investasi aktiva tetap agar dapat menghasilkan suatu pendapatan pada perusahaan. Aktiva tetap terdiri dari asset
asset tahan lama yang digunakan oleh perusahaan
untuk memproduksi barang dan jasa. Dengan demikian, agar dapat berproduksi, suatu perusahaan harus memiliki alat
alat produksi yang dominan yang terdiri
dari asset asset yang tahan lama.
2.7.2 Pengaruh Perputaran Piutang Terhadap Profitabilitas Piutang
yang
diberikan
kepada
pelanggan
tentunya
harus
bisa
mendatangkan manfaat bagi perusahaan. Untuk itu perlu diketahui efesiensi piutang. Untuk mengukur efesiensi piutang bisa menggunakan dua ukuran yakni tingkat perusahaan piutang atau rata-rata terkumpulnya piutang. Semakin efesien piutang tersebut atau semakin cepat piutang semakin efesien. (Sutrisno (2003;63) Piutang adalah tagihan perusahaan kepada pihak lain sebagai akibat penjualan secara kredit . Pada dasarnya, makin besar jumlah piutang dalam suatu perusahaan berarti makin besar pula risikonya, tetapi bersamaan dengan itu juga memperbesar profitabilitasnya.
Pengaruh besarnya piutang terhadap profitabilitas menurut Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti(2004;117), bahwa: piutang merupakan proses penjualan barang hasil produksi secara kredit. Penjulalan
secara
kredit
tersebut
merupakan
suatu
upaya
untuk
meningkatkan (atau untuk mencegah penurunan) penjualan. Dengan penjualan yang makin meningkat, diharapkan laba juga akan meningkat. Artinya, bahwa piutang suatu perusahaan mengalami kenaikan atau meningkat maka profitabilitas yang diperoleh akan meningkat pula. 2.7.3 Pengaruh Perputaran Persediaan terhadap profitabilitas Persediaan dalam hal ini merupakan persediaan perusahaan dalam menopang operasinal perusahaan supaya kontinuitas operasi perusahaan bisa terus berjalan dengan baik, dalam perputarannya persediaan ini yaitu untuk mengganti perlengkapan atau hal
hal yang diperlukan oleh perusahan untuk menjalankan
operasinya. Menurut Suyadi Prawirosentono (2000;65): Persediaan (inventory) adalah suatu bagian dari kekayaan perusahaan manufaktur yang digunakan dalam rangkaian proses produksi untuk diolah menjadi barang setengah jadi dan akhirnya menjadi barang jadi. Persediaan yang terlalu besar apabila dibandingkan dengan kebutuhan perusahaan akan mengakibatkan besarnya beban bunga, besarnya biaya penyimpanan, besarnya pemeliharaan gudang, dan besarnya kemungkinan kerugian, sehingga semuanya ini akan memperkecil profitabilitas perusahaan. Menurut Iwan Triyuwono dan Moh. As udi (2001;1), bahwa: Profitabiliatas merupakan suatu pos dasar dan penting dalam L/K yang memiliki berbagai kegunaan dalam berbagai konteks. Laba pada umumnya dipandang sebagai suatu dasar bagi perpajakan, penentuan kebijakan pembayaran dividen, pedoman investasi, pengambilan keputusan dan unsur prediksi kinerja perusahaan . Sedangkan pengaruh besarnya persediaan terhadap profitabilitas menurut Agus Sartono (2001;444): Bagi suatu perusahaan persediaan menjadi begitu penting karena kesalahan dalam investasi persediaan akan mengganggu kelancaran operasi perusahaan. Dengan persediaan yang cukup, perusahaan akan memenuhi pesanan dengan cepat, namun demikian apabila persediaan terlalu besar
maka akan mengakibatkan perputaran persediaan yang rendah sehingga profitabilitas perusahaan menurun. Dengan kata lain, jika persediaan perusahaan semakin meningkat maka tingkat profitabilitas perusahaan akan menurun.