BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Mellitus Tipe II 1. Definisi Diabetes Mellitus Tipe II Diabetes Mellitus (DM) Tipe II merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap di hasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) (Corwin, 2001). 2. Etiologi Diabetes Mellitus Tipe II Menurut Smeltzer & Bare (2002) DM tipe II disebabkan kegagalan relatif sel β dan resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glikosa oleh hati. Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defensiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel β pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.
7
3. Faktor resiko Diabetes Mellitus Tipe II Beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi DM tipe II (Smeltzer & Bare, 2002) antara lain: a. Kelainan genetik Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes, karena gen yang mengakibatkan tubuh tak dapat menghasilkan insulin dengan baik. b. Usia Umumnya penderita DM tipe II mengalami perubahan fisiologi yang secara drastis, DM tipe II sering muncul setelah usia 30 tahun ke atas dan pada mereka yang berat badannya berlebihan sehingga tubuhnya tidak peka terhadap insulin. c. Gaya hidup stress Stres kronis cenderung membuat seseorang makan makanan yang manis-manis untuk meningkatkan kadar lemak seretonin otak. Seretonin ini mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi gula dan lemak berbahaya bagj mereka yang beresiko mengidap penyakit DM tipe II. d. Pola makan yang salah Pada penderita DM tipe II terjadi obesitas (gemuk berlebihan) yang dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin (resistensi insulin). Obesitas bukan karena makanan yang manis atau kaya lemak, tetapi lebih disebabkan jumlah konsumsi yang terlalu banyak, sehingga
8
cadangan gula darah yang disimpan didalam tubuh sangat berlebihan. Sekitar 80% pasien DM tipe II adalah mereka yang tergolong gemuk. 4. Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus Tipe II Seseorang yang menderita DM tipe II biasanya
mengalami
peningkatan frekuensi buang air (poliuri), rasa lapar (polifagia), rasa haus (polidipsi), cepat lelah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit, kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya,
mudah sakit
berkepanjangan, biasanya terjadi pada usia di atas 30 tahun, tetapi prevalensinya kini semakin tinggi pada golongan anak-anak dan remaja. Gejala-gejala tersebut sering terabaikan karena dianggap sebagai keletihan akibat kerja, jika glukosa darah sudah tumpah kesaluran urin dan urin tersebut tidak disiram, maka dikerubuti oleh semut yang merupakan tanda adanya gula (Smeltzer & Bare, 2002). 5. Komplikasi Diabetes Mellitus Tipe II DM tipe II bisa menimbulkan komplikasi. Komplikasi menahun DM merajalela ke mana-mana bagian tubuh. Selain rambut rontok, telinga berdenging atau tuli, sering berganti kacamata (dalam setahun beberapa kali ganti), katarak pada usia dini, dan terserang glaucoma (tekanan bola mata meninggi, dan bisa berakhir dengan kebutaan), kebutaan akibat retinopathy, melumpuhnya saraf mata terjadi setelah 10-15 tahun. Terjadi serangan jantung koroner, payah ginjal neuphropathy, saraf-saraf lumpuh, atau muncul gangrene pada tungkai dan kaki, serta serangan stroke.
9
Pasien DM tipe II mempunyai risiko terjadinya penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah otak 2 kali lebih besar, kematian akibat penyakit jantung 16,5% dan kejadian komplikasi ini terus meningkat. Kualitas pembuluh darah yang tidak baik ini pada penderita diabetes mellitus diakibatkan 20 faktor diantaranya stress, stress dapat merangsang hipotalamus dan hipofisis untuk peningkatan sekresi hormonhormon kontra insulin seperti ketokelamin, ACTH, GH, kortisol,dan lainlain. Akibatnya hal ini akan mempercepat terjadinya komplikasi yang buruk bagi penderita diabetes mellitus (Nadesul, 2002). 6. Perubahan yang terjadi pada penderita DM Tipe II a. Perubahan Fisiologi Setiap penderita DM tipe II yang mengalami perubahan fisik terdiri dari sering buang air, merasa lapar,mersa haus, berkeringat dingin,
luka
lama sembuh,
gemetaran dan pusing,
sehingga
menimbulkan ketakutan atau stress (Nadesul,2002). b. Perubahan Psikologi Hidup dengan DM tipe II dapat memberikan beban psikologi bagi penderita maupun anggota keluarganya. Respon emosional negatif terhadap diagnosa bahwa seseorang mengidap penyakit DM tipe II dapat berupa penolakan atau tidak mau mengakui kenyataan, cemas, marah, merasa berdosa dan depresi (Darmono, 2007).
10
7. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Tipe II Tujuan utama pada penatalaksanaan DM adalah menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik, pengobatan primer dari diabetes tipe I adalah insulin, sedangkan untuk pengobatan utama diabetes mellitus tipe II adalah penurunan berat badan (Brunner & Suddart, 2002). Pada pasien DM tipe II cukup dengan menurunkan berat badan sampai mencapai berat badan ideal, tapi bila harus dengan obat ada dua jenis obat yaitu untuk pasien gemuk dan untuk pasien kurus. Beberapa prinsip pengelolahan kencing manis adalah : (1) Edukasi kepada pasien, keluarga dan masyarakat agar menjalankan perilaku hidup sehat, (2) Diet (nutrisi) yang sesuai dengan kebutuhan pasien, dan pola makan yang sehat, (3) Olah raga seperti aerobik (berenang, bersepeda, jogging, jalan cepat) paling tidak tiga kali seminggu, setiap 15-60 menit sampai berkeringat dan terengah-angah tanpa membuat nafas menjadi sesak atau sesuai dengan petunjuk dokter, (4) Obat-obat yang berkhasiat menurunkan kadar gula darah, sesuai dengan petunjuk dokter. B. Stres 1. Stres a. Pengertian Stres merupakan realitas kehidupan setiap hari. Stres adalah perubahan yang memerlukan penyesuaian, kejadian yang menimbulkan stres dianggap sebagai kejadian yang negatif seperti cedera, sakit atau
11
kematian orang yang dicintai, dapat juga kejadian yang positif sebagai contoh perubahan status dan tanggung jawab baru (Hamid, 1995). Baum et al (1984) yang dikutip oleh Neil (2000) dalam buku Psikologi Kesehatan menyatakan bahwa stres dijelaskan sebagai variasi luas dari hasil akhir, yang kebanyakan negatif, tidak membutuhkan penjelasan, mereka mengatakan bahwa stres untuk gejala psikologis yang mendahului penyakit, reaksi ansietas, ketidaknyamanan dan banyak keadaan lain (Neil, 2000). Stres terjadi jika seseorang dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan sebagai ancaman terhadap kesehatan fisik atau psikologisnya, peristiwa tersebut biasanya dinamakan stesor, dan reaksi orang terhadap peristiwa dinamakan respon stres (Suryabrata, 2002). Stres merupakan suatu stimulus yang menuntut, akibat dari respon fisiologis dan emosional kita pada stimulasi lingkungan, interaksi antara orang dengan lingkungannya (Abraham, 1997). b. Penyebab Umum stress Sarafino (1990) membedakan sumber-sumber yang menjadi penyebab stres yaitu : sumber stres di dalam diri seseorang, sumber stres di dalam keluarga, sumber stres di dalam komunitas dan lingkungan (Smet, 1994). Berdasarkan tingkat rangsangannya penyebab umum stres dibedakan menjadi : tingkat rangsangan rendah dan tingkat rangsangan tinggi. Yang termasuk tingkat rangsangan rendah misalnya : pekerjaan rutin yang membosankan, hubungan yang tidak memuaskan
12
dan tidak menguntungkan, kurang kesempatan yang bersifat rekreatif dan kurang berhubungan dengan orang lain. Sedangkan tingkat rangsangan yang tinggi misalnya : terlalu sibuk, tuntutan konflik dengan waktu atau keahlian, aktivitas yang terlalu banyak untuk dikerjakan, kurang kesempatan untuk bersantai, kecemasan finansial atau pribadi (Smith, 1991). Peristiwa yang dirasakan sebagai stres biasanya masuk ke dalam salah satu atau lebih kategori berikut (widjaja, 1999) : a. Peristiwa traumatik Situasi bahaya ekstrim yang berada di luar rentang pengalaman manusia yang lazim. Peristiwa tersebut antara lain : bencana alam,
bencana buatan manusia, penyerangan fisik
(pemerkosaan/upaya pembunuhan). b. Peristiwa yang tidak dapat dikendalikan Semakin peristiwa tampaknya tidak dapat dikendalikan, semakin besar kemungkinannya dianggap stres. Keyakinan bahwa kita dapat mengendalikan suatu peristiwa akan memperkecil kecemasan kita terhadap peristiwa itu. Peristiwa besar yang tidak dapat dikendalikan antara lain : kematian orang yang dicintai, dipecat dari pekerjaan, penyakit serius. Sedangkan peristiwa yang tidak dapat dikendalikan antara lain mendapatkan kawan menolak permintaan maaf.
13
c. Peristiwa yang tidak dapat diperkirakan Mampu memprediksi kejadian suatu peristiwa stres walaupun tidak mengendalikannya, biasanya menurunkan keparahan stres. d. Konflik internal Stres juga dapat ditimbulkan oleh proses internal-konflik yang tidak terpecahkan yang mungkin disadari atau tidak disadari. Konflik terjadi jika seseorang harus memilih antara tujuan/tindakan yang tidak sejalan/bertentangan. 2. Model Stres Adaptasi Stuart Dalam Keperawatan Jiwa Model stres adaptasi menurut Stuart merupakan integrasi faktor biologis, psikologis, sosio kultural, lingkungan dan legal etik, sebagai kerangka praktek dalam merawat pasien. Beberapa asumsi yang diberikan oleh model ini antara lain kondisi sehat atau sakit dan adaptif atau maladaptif merupakan suatu rentang. Selain itu model stuart terdiri atas tiga prevensi ( primer, sekunder, dan tersier) yang mendiskripsikan empat fase tahap penanganan pasien yakni tahap penanganan krisis, akut, pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Model ini terdiri dari komponen-komponen berikut (Stuart, 2001): a. Faktor predisposisi Faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stres. Faktor risiko ini antara lain faktor biologi, psikologi dan sosio kultural.
14
b. Stresor prepitasi Stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Tantangan, ancaman, atau tuntutan ini tergantung dari sifat, asal, waktu serta jumlah stresor. c. Penilaian terhadap stresor Suatu evaluasi tentang makna stresor bagi kesejahteraan seseorang di mana stresor mempunyai arti, intensitas dan kepentingannya. Evaluasi ini terdiri atas penilaian kognitif, afektif, psikologi dan respon sosial. d. Sumber koping Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Sumber koping meliputi kemampuan ekonomi, kemampuan dan keahlian, teknik pertahanan, suport sosial serta motivasi. e. Mekanisme koping Tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stres, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. f. Rentang respons koping Suatu kisaran respons manusia yang adaptif ke maladaptif.
15
g. Aktivitas tahap penanganan Kisaran fungsi keperawatan yang berhubungan dengan tujuan pengobatan, pengkajian keperawatan, intervensi keperawatan, dan hasil yang diharapkan. Model adaptasi stres dibuat untuk beberapa tujuan. Pertama model dapat menolong mengklarifikasi hubungan, membentuk hipotesis dan memberi perspektif terhadap ide yang abstrak. Kedua, model juga menyediakan struktur berpikir, observasi dan interpretasi terhadap apa yang dilihat. Model keperawatan konseptual merupakan gambaran kerangka kerja antara pasien dengan lingkungan dan status kesehatan serta aktifitas keperawatan yang dilakukan (Stuart, 2001). C. Koping 1. Pengertian Menurut Lazarus seperti yang dikutip oleh Friedman (1998) koping terdiri atas usaha kognitif dan perilaku yang dilakukan untuk mengatur hubungan eksternal dan internal tertentu yang membatasi sumber seseorang. Koping dapat adaptif dan maladaptif, sedangkan Pearlin dan Schooler (1978) mengemukakan bahwa koping adalah suatu respon (perilaku atau persepsi kognitif) terhadap ketegangan hidup eksternal yang bertindak untuk mencegah, menghindari, mengontrol distress emosi. Koping individu didefinisikan sebagai respon yang positif, sesuai dengan masalah, afektif, persepsi dan respon perilaku yang digunakan individunya dan subsistemnya untuk memecahkan suatu masalah atau
16
mengurangi stress yang diakibatkan oleh masalah atau peristiwa (Isaac, 1996). Koping individu merupakan proses yang aktif dimana individu menggunakan sumber-sumber dalam individu dan mengembangkan perilaku baru yang bertujuan untuk menumbuhkan kekuatan dalam individu, mengurangi dampak stress pada kehidupan (Friedman, 2003). 2. Sumber koping Untuk mengatasi suatu kecemasan, individu akan menggerakkan sumber koping di lingkungannya. Menurut Lazarus seperti yang dikutip Rasmun (2001), ada 5 sumber koping yang mampu membantu individu beradaptasi dengan stressor yaitu modal ekonomi, ketrampilan dan kemampuan menyelesaikan masalah, tehnik pertahanan, dukungan sosial dan motivasi (Rasmun, 2001). Menurut Friedman sumber koping individu terdiri dari dua jenis yaitu sumber koping internal dan eksternal. Sumber koping internal terdiri dari kemampuan keluarga yang menyatu sehingga menjadi kohesif dan terintregrasi, fleksibilitas peran nidividu yaitu mampu memodifikasi peranperan individu ketika dibutuhkan. Sedangkan sumber koping eksternal sistem pendukung sosial oleh seseorang. Setiap individu akan berbeda dalam menggunakan sistem pendukung sosial ini, tergantung dari sejauh mana mereka mampu memperoleh bantuan dari lingkungan mereka untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan
terhadap
informasi,
barang
dan
pelayanan (Friedman,1998)
17
3. Strategi koping Ada berbagai macam strategi koping yang dilakukan individu pada saat mengalami masalah. Dua tipe strategi koping individu yaitu koping internal atau intra familial dan eksternal atau ekstrafamilial. Strategi koping internal meliputi strategi hubungan antara individu, strategi kognitif dan strategi komunikasi. Untuk strategi hubungan antar individu hal-hal yang dilakukan oleh keluarga antara lain membentuk hubungan saling percaya, sharing antar individu dan fleksibelitas peran. Strategi kognitif meliputi normalisasi, mengontrol makna dari masalah dan penyusunan kembali kognitif, menyelesaikan masalah secara bersama dan mencari informasi, sedangkan hal-hal yang dilakukan individu untuk strategi komunikasi
adalah keterbukaan dan penggunaan
humor
(Friedman, 2003). Strategi koping eksternal meliputi tiga strategi yaitu memelihara hubungan aktif dengan komunitas, mencari sistem pendukung sosial dan mencari dukungan spiritual. Mencari sistem pendukung sosial merupakan koping utama individu. Menurut Caplan seperti yang dikutip oleh Friedman, terdapat tiga sumber umum dukungan sosial, yaitu jaringan kerja spontan dan informal, dukungan terorganisir yang tidak ditangani oleh petugas perawatan kesehatan professional dan upaya-upaya terorganisir kaum professional dalam bidang kesehatan. Berkaitan dengan dukungan
spiritual,
kepercayaan
terhadap
Tuhan
dan
berdoa
18
diidentifikasikan oleh keluarga sebagai cara paling penting untuk mengatasi stressor yang berkaitan dengan kesehatan (Friedman,1998). Pearlin dan Schooler (1978) ditulis kembali oleh Friedman (2003), mengidentifikasikan tiga tipe strategi koping yang digunakan secara luas oleh individu-individu dalam menjalankan fungsi sosialnya, yaitu mengubah situasi yang penuh dengan stress, mengontrol makna dari masalah, mengakomodasi dan mengatur stress yang ada (Friedman, 2003). Tipe stategi koping yang pertama merupakan cara yang langsung mengatasi ketegangan dalam hidup, tipe ini diarahkan untuk mengubah dan mengeliminasi stressor. Dalam hal ini kepercayaan pada diri sendiri dan upaya mencari bantuan dari orang lain termasuk dalam tipe ini (Friedman, 2003). Tipe strategi koping yang kedua akan sangat dipengaruhi oleh persepsi yang melekat pada individu terhadap pengalaman dari stressor. Dengan demikian suatu stressor dapat membahayakan satu keluarga dan tidak berbahaya bagi yang lain, tergantung pada kognitif anggota keluarga dan evaluasi perceptual terhadap kejadian (Friedman, 2003). Tipe strategi koping yang ketiga adalah mekanisme-mekanisme yang secara essensial digunakan untuk membantu mengakomodasi dan mengatur stress yang ada, bukan menghadapi masalah stressor itu sendiri (Friedman, 2003). Stuart dan sundeen mengemukakan tiga tipe mekanisme koping individu yaitu koping yang berfokus pada masalah, koping yang berfokus
19
pada kognitif dan koping yang berfokus pada emosi (Stuart & Sundeen, 1998). Koping yang berfokus pada masalah merupakan usaha langsung yang digunakan individu untuk menyelesaikan masalah, berorientasi pada tugas. Termasuk dalam koping ini adalah negosiasi, konfrontasi dan menerima nasehat (Stuart & Sundeen, 1998). Koping yang berfokus pada kognitif merupakan reaksi individu untuk mengontrol masalah dan berusaha menetralisirnya. Yang termasuk dalam koping ini adalah perbandingan positif, pengabaian secara selektif dan mengontrol keinginan (Stuart & Sundeen, 1998). Pada koping yang berfokus pada emosi, individu berusaha untuk mengurangi emosional distress. Sebagai contoh dari koping ini adalah inidividu menggunakan pertahanan ego atau defence mechanisme seperti denial, supresi atau proyeksi (Stuart & Sundeen, 1998). Koping diukur dengan Jalowiec Coping Scale (JCS) yang dibuat Jalowiec dan kawan-kawan pada tahun 1979 (Johnson, 1998). JCS ini dibuat berdasarkan teori stress dan koping menurut Lazarus dan Folkman. JCS di design sebagai alat mengukur koping seseorang dengan berbagai tipe sressor baik fisik, emosi maupun sosial. JCS merupakan pengukuran koping yang berorientasi masalah (problem focusing coping) dan koping yang berorientasi pada sikap (affective focusing coping) (Johnson,1998).
20
4. Koping penderita DM tipe II Menurut Friedman (1998) dalam mendiskripsikan koping individu, definisi tentang koping sebagaimana diterapkan kepada individu, telah disesuaikan dengan keluarga. Individu yang tidak mampu menggunakan sumber dan strategi koping yang adaptif dalam menghadapi kecemasan, akan berada pada suatu kondisi krisis. Krisis individu merujuk pada suatu keadaan atau masa kacau dalam kehidupan sebuah keluarga ketika suatu kejadian yang penuh dengan stress atau rentetan kejadian yang sangat menuntut sumber-sumber keluarga dan kemampuan koping, tanpa adanya penyelesaian masalah (Friedman,1998). Peran dan tanggung jawab anggota yang sakit akan terdelegasikan keanggota keluarga yang lain, fungsi anggota keluarga yang sakit tidak dapat dilaksanakan selama masa perawatan. Perhatian semua anggota keluarga akan tertuju pada si sakit dan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dan memperoleh kesembuhannya (Friedman,1998). Di antara semua metode, tidak ada strategi koping yang dikatakan paling berhasil. Strategi koping yang paling efektif adalah strategi yang sesuai dengan jenis stress dan situasi. Individu akan menggunakan berbagai
mekanisme
ketidakmampuan
koping
mengatasi
untuk
kecemasan
mengatasi secara
kecemasan,
konstruktif
akan
menyebabkan disfungsional individu (Friedman,1998).
21
D. Kerangka Teori
Penderita DM tipe II
Perubahan fisiologi : Sering BAK Cepat haus Cepat lapar Keringat dingin Luka lama sembuh Damam
Perubahan psikologi : Menolak Cemas Marah Merasa berdosa depresi
Stres
Strategi Koping
Koping penderita DM tipe II
Mal Adaptif
Sumber Koping
Adaptif
Gb.1. Kerangka Teori Penelitian, Sumber : Friedman (1998), Smeltzer & Bare (2002), Nadesul (2002), Darmono (2007)
22