BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Botani Tanaman Tanaman tebu dalam dunia tumbuh-tumbuhan memiliki sistematika sebagai berikut : Kelas
: Angiospermae
Subkelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Glumaceae
Famili
: Graminae
Genus
: Saccharum
Spesies
: Saccharum officinarum Selain Saccharum officinarum masih terdapat empat spesies tebu yang lain
dalam genus Saccharum, yaitu: Saccharum sinense, Saccharum barberi, Saccharum spontaneum, dan Saccharum robustum. Diantara kelima spesies tersebut, Saccharum officinarum memiliki kandungan sukrosa terbesar dan kandungan seratnya paling rendah sehingga spesies ini dijadikan penghasil gula utama, sedangkan spesies lain memiliki kandungan sukrosa dibawah S. Officinarum (Setyamidjaja dan Azharni, 1992).. Pada keadaan lingkungan yang optimum tanaman tebu dapat memberikan hasil yang tinggi dan tunas yang baik. Umumnya tanaman tebu berumur 14 sampai 16 bulan dan berakar serabut pada awal pertumbuhannya yang berfungsi sebagai tunjangan mekanik tanaman agar tegak dan menyerap unsur hara dan air dari tanah (Sudiatso, 1981)
2.2. Morfologi Tanaman Tanaman tebu terdiri dari akar, batang, daun dan bunga. Akar pada tanaman ini berupa akar serabut yang memiliki panjang mencapai 2 m jika ditanam pada lingkungan yang optimum. Batang tebu merupakan bagian yang penting karena bagian inilah yang akan dipanen hasilnya. Pada bagian ini banyak terdapat nira yang mengandung gula dengan kadar mencapai 20%. Bagian ujung atau pucuknya memiliki kandungan gula yang lebih tinggi daripada bagian pangkal batang. Gula pada tebu
4
berupa sukrosa yang akan mencapai kadar maksimum jika tebu berumur 12 – 14 bulan atau telah mencapai masak fisiologis. Bagian internode (ruas batang) dibatasi oleh node (buku) yang merupakan tempat duduk daun tebu. Pada ketiak daunnya terdapat mata atau kuncup, letak mata pada ketiak daun berseling. Begutu juga dengan letak daun pada batang juga berseling. Tanaman tebu memiliki daun yang terdiri dari pelepah daun dan helai daun. Pelepah daun berfungsi sebagai pembungkus ruas daun, batang muda yang masih lunak dan mata. Helai daunnya berbentuk pita dengan panjang 1 – 2 m dan lebarnya 2 – 7 cm sesuai dengan varietas masing-masing dan keadaan lingkungan (Setyamidjaja dan Azharni, 1992). Daun tanaman tebu mengandung silikat. Permukaan daun kasap dengan tulang daun memanjang pada bagian tengah. Tepi daunnya tidak rata atau bergerigi. Seperti halnya famili Graminae pada umunya, bunga pada tanaman tebu tersusun berupa malai. Tipe penyerbukan pada tanaman ini adalah menyerbuk silang yang secara alami dibantu oleh angin. Pebungaan terjadi setelah tebu mencapai umur dewasa yaitu antara 12 – 14 bulan.
2.3. Syarat Tumbuh Tanaman Tanaman tebu dapat tumbuh baik pada daerah beriklim tropis namun masih dapat tumbuh pada daerah beriklim sedang dengan daerah penyebarannya antara 350 LS dan 390 LU. Tanaman ini membutuhkan air dalam jumlah besar. Curah hujan yang optimum untuk tanaman tebu adalah 2 000 – 2 500 mm per tahun dengan hujan tersebar merata. Produksi yang maksimum akan dicapai pada kondisi dimana terdapat perbedaan yang ekstrim antara musim hujan dan musim kemarau. Suhu yang baik untuk tanaman ini berkisar antara 22 – 270 C. Kelembaban nisbi yang dikehendaki adalah 65 – 85 % (Sudiatso, 1981) Penyinaran matahari langsung sangat baik untuk pertumbuhan tanaman tebu. Sinar matahari tidak hanya penting
dalam pembentukan gula dan
tercapainya kadar gula yang tinggi pada batang, tetapi juga mempercepat proses pemasakan. Pada lama penyinaran 7 – 9 jam per hari akan dicapai kandungan sukrosa maksimum (Setyamidjaja dan Azharni, 1992). Menurut Sudiatso (1981),
5
pertumbuhan pada tebu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kultivar, suhu, intensitas sinar matahari, kelembaban, kesuburan dan keberadaan gulma. Semua tipe tanah cocok untuk pertanaman tebu, namun tanah yang baik untuk pertumbuhan tebu yaitu tanah dengan jaminan kecukupan air yang optimum dengan pH tanah antara 5.5 - 7.0 (PT. BRI bekerjasama dengan LMAA-IPB, 2001). Pada pH tanah diatas 7.0, tanaman sering mengalami kekurangan unsur fosfor. Pada pH tanah dibawah 5.5 dapat menyebabkan terhambatnya proses penyerapan unsur hara dan air dari tanah oleh akar tanaman.
2.4. Tanaman Keprasan Menurut Koswara (1988) tanaman keprasan adalah tanaman tebu yang sebelumnya ditebang, kemudian dipotong tunggulnya tepat atau lebih rendah dari permukaan guludan selanjutnya dikelola sampai berproduksi. Setyamidjaja dan Azharani (1992) menambahkan, tanaman keprasan berasal dari tungul-tungul tanaman tebu sebelumnya yang dipelihara sehingga menjadi tanaman-tanaman baru. Tunas-tunas tebu keprasan tumbuh cepat dan mempunyai daya saing yang tinggi (Arifin dan Laoh, 1980 dalam Marjayanti dan Arsana, 1993). Pada budidaya lahan tegalan, tanaman tebu dapat dikepras sampai tiga kali, lebih dari itu maka akan terjadi penurunan produktivitas tebu. Menurut Notojoewono (1984) pengusahaan tebu dengan cara keprasan memberikan beberapa keuntungan diantaranya adalah: (1) Menghemat biaya untuk membuat lubang tanaman dan penyediaan bahan tanam (bibit). (2) Waktu relatif lebih singkat dari tebu pertamanya. (3) Lebih tahan terhadap kekeringan dan keadaan drainase yang kurang baik. Selanjutnya Widodo (1991) menambahkan keuntungan dari penggunaan tanaman keprasan antara lain tebu dapat tumbuh baik karena perakaran telah beradaptasi dengan keadaan tanah, selain untuk menghemat pemakaian bibit, penggunaan tanaman keprasan juga menjaga kelestarian tanah. Kepras merupakan pekerjaan memotong sisa-sisa batang tebu yang sudah ditebang dan masih menonjol di permukaan tanah. Tujuan dilakukannya kepras adalah untuk mendapatkan tunas dari mata yang terletak paling bawah dan keadaan tanah tetap terjaga karena intensitas pengolahan tanah berkurang.
6
2.5. Faktor-faktor yang Menentukan Produktivitas Moenandir (1994) menyatakan produktivitas tanaman merupakan hasil interaksi antara faktor internal tanaman dan lingkungan (eksternal). Tanaman tebu yang memiliki potensi hasil yang tinggi masih sangat dipengaruhi oleh kedaan lingkungan (Disbun Jatim, 2009). Keadaan lingkungan yang optimal akan memberikan produktivitas yang tinggi, namun sebaliknya jika keadaan lingkungan kurang optimal. Faktor internal yang mempengaruhi produktivitas tebu yaitu varietas dan bibit, sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh antara lain iklim, kesuburan tanah, kesehatan tanaman, teknik budidaya dan proses tebang angkut (Disbun Jatim, 2009).
2.5.1. Faktor Internal
Varietas. Hasil atau produktivitas tanaman sebagian besar dipengaruhi oleh varietas yang ditanam (Anonim, 1983). Menurut Jumin (2008), varietas merupakan hasil pemuliaan tanaman yang bertujuan untuk memperbaiki sifat-sifat tanaman, baik secara kualitatif maupun kuantatif. Sebagai contoh perbaikan sifat-sifat unggul dari varietas yaitu kesesuaian lahan, potensi rendemen tinggi, diameter batang besar, pertumbuhan anakan cepat, tahan keprasan, tahan kekeringan, tahan terhadap hama penyakit tertentu, dan lain sebagainya. Penggunaan varietas tanaman bersifat sangat dinamis. Setiap periode waktu, varietas yang telah lama digunakan secara terus menerus tidak selalu menguntungkan, sebagai akibat akan terjadinya penurunan kualitas genetik, kepekaan terhadap hama dan penyakit yang dapat meyebabkan merosotnya perolehan hasil gula (Disbun Jatim, 2009). Oleh karena itu, untuk menghindari kondisi demikian diupayakan selalu terjadi regenerasi varietas di lapangan untuk mempersiapkan perolehan varietas pengganti. Varietas tebu sebaiknya tidak ditaman lebih dari 8 tahun.
7
Bibit. Menurut Setyamidjaja dan Azharni (1992), Bibit merupakan modal pertama dan utama bagi keberhasilan usaha budidaya tebu. Sutjahja (1993) dalam Winarsih (2003) menambahkan, bibit merupakan faktor yang menentukan produktivitas tebu yaitu kualitas bibit (murni varietasnya, sehat, daya dan kecepatan berkecambahnya besar) dan jumlah bibit (cukup memenuhi kebutuhan). Faktor ini termasuk ke dalam faktor internal karena mengingat kondisi tanaman pada awal pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh kualitas bibit. Sebelum dipengaruhi langsung oleh faktor lingkungan, fase pertumbuhan awal tanaman sangat bergantung pada ketesediaan air dan makanan yang terdapat dalam bibit (Disbun Jatim, 2009).
2.5.2. Faktor Eksternal
Iklim. Muljana (2001) menyatakan, secara khusus iklim menjadi penentu pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Hal tersebut karena tanaman tebu menghendaki ketersediaan air yang cukup pada awal pertumbuhan, namun pada fase pembentukan gula di batang dan pemasakan tebu menghendaki ketersediaan air yanh sedikit. Iklim menjadi faktor yang menentukan produktivitas tebu karena iklim berkaitan dengan ketersediaan air bagi tanaman melalui curah hujan. Curah hujan juga berpengaruh langsung terhadap penyinaran matahari dan temperatur udara (Disbun Jatim, 2009).
Kesuburan tanah. Jumin (2008) menyatakan, kesuburan tanah diartikan sebagai kemampuan tanah untuk menyediakan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Tanah subur yaitu tanah yang memiliki kondisi dimana air, oksigen, dan hara tercukupi untuk tanaman. Tanah yang subur dapat menghasilkan tanaman tebu yang sehat dan berproduksi tinggi. Pada kondisi tanah yang kurang optimal bagi pertumbuhan tanaman tebu dilakukan menipulasi oleh manusia melalui teknik budidaya. Salah satu usaha yang dilakukan yaitu dengan manipulasi fisik untuk meningkatkan kandungan oksigen dalam tanah berupa pengolahan tanah dan manipulasi
8
kimia untuk meningkatkan kandungan hara dalam tanah dengan cara pemupukan (Disbun Jatim, 2009).
Kesehatan tanaman. Tanaman tebu yang terserang hama, penyakit, dan gulma pertumbuhannya kurang normal sehingga produktivitasnya rendah. Kesehatan tanaman harus diperhatikan sejak awal, dimulai dari penyediaan bahan tanaman sampai akhir menjelang panen (Disbun Jatim, 2009).
Teknik budidaya. Teknik budidaya dapat diartikan sebagai usaha manusia memanipulasi kondisi lingkungan dan kondisi pertumbuhan tanaman mendekati kondisi optimal yang diharapkan oleh tanaman, sehingga tanaman dapat berproduksi maksimal (Disbun Jatim,2009). Menurut Murwandono dan Subagio (1991), beberapa kegiatan budidaya tanaman yang signifikan membantu proses pertumbuhan tanaman adalah pengairan, pembumbunan, pemupukan,
dan bila perlu dilakukan
penyulaman untuk memaksimalkan populasi tanaman.
Tebang dan angkut. Setelah 12 bulan tanaman tebu dipelihara untuk mencapai hasil yang optimal, maka di fase akhir pertumbuhan yang menentukan produktivitas gula adalah tebang angkut. Tebang angkut yang dilakukan dengan tidak hati-hati dapat menyebabkan kehilangan hasil gula hingga 30% (Disbun Jatim, 2009).