Bab II Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Volume/Arus Lalu Lintas
Karena ada berbagai jenis kendaraan dijalan, maka untuk perhitungan kapasitas perlu adanya satuan standart, sehingga semua kendaraan harus dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (EMP) MKJI membagi EMP berdasar jumlah arus lalu lintas dan type jalan, seperti daftar berikut: Tabel 2.1. Ekivalensi mobil penumpang untuk jalan perkotaan tak terbagi
EMP Tipe jalan : jalan tak terbagi
Arus lalu lintas 2 arah
HV
Dua lajur tak terbagi (2/2 UD)
0 ≥ 1800
1.3 1.2
Empat lajur tak terbagi (4/2 UD)
0 ≥ 1800
1.3 1.2
MC Lebar jalur lalu lintas Wc ≤ 6 meter > 6 meter 0.5 0.35
0.4 0.25
0.4 0.25
Sumber : MKJI 1997
Tabel 2.3 Emp untuk jalan perkotaan terbagi dan satu arah Tipe Jalan 2 lajur 1 arah, terbagi (2/1 D) 4 lajur terbagi
Arus lalu lintas per lajur
Emp
(kend/jam)
HV
MC
0
1.3
0.4
≥ 1050
1.2
0.25
I- 1
Bab II Tinjauan Pustaka
3 lajur 1 arah, terbagi (3/1 D) 6 lajur terbagi
0
1.3
0.4
≥ 1100
1.2
0.25
Sumber : MKJI 1997 2.2 Kapasitas Jalan Perkotaan
manual kapasitas Jalan Indonesia 1997 mendefenisikan kapasitas sebagai arus maksimum melalui suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu, yang dirumuskan untuk menghitung kapasitas jalan perkotaan, adalah sbb : C = Co x FCw x FCsp x FCfs x FCcs Dimana : Co
= kapasitas dasar (smp/jam)
FCsp = faktor peny.pemisah arah FCw
= faktor penyesuaian lebar jalur
FCsf
= faktor peny. hambatan samping
FCcs = faktor peny. ukuran kota
2.2.1
Kapasitas Dasar (Co)
Kapasitas dasar jalan, menurut standart geometrik jalan perkotaan, merupakan volume maksimum per jam yang dapat lewat suatu potongan lajur jalan ( untuk jalan multi lajur) atau suatu potongan jalan ( untuk jalan 2 lajur) pada kondisi jalan dan lalu lintas ideal. Kondisi ideal terjadi bila lebar laju tidak kurang dari 3.5 m, kebebasan lateral tidak kurang dari 1.75m, standart geometrik baik; hanya kendaraan ringan yang
I- 2
Bab II Tinjauan Pustaka
menggunakan jalan dan tidak ada batas kecepatan, sehingga pada perhitungannya hrus memperhatikan faktor-faktor penyesuaian di lapangan. Kapaitas dasar, didalam MKJI 1997, tergantung pada type jalan dan jumlah lajur seperti table berikut : Tabel 2.3 Kapasitas Dasar Jalan Perkotaan Kapasitas dasar
Tipe jalan
(smp/jam)
Empat lajur terbagi / jalan satu
Catatan
1650
Per lajur
Empat lajur tak terbagi
1500
Per lajur
Dua lajur tak terbagi
2900
Total dua arah
arah
Sumber : MKJI 1997
2.2.2 Penyesuaian Lebar Jalur Lebar badan jalan sangat mempengaruhi banyaknya lalu lintas yang dapat dilewatkan, sehingga perlu adanya penyesuaian terhadap lebar ideal, seperti table berikut : Tabel 2.10 Penyesuaian Lebar Jalur Tipe jalan
Empat lajur terbagi / jalan satu arah
Empat lajur tak terbagi
Lebar jalur efektif (Wc) (m) Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75
FCw 0,92 0,96 1,00 1,04 1,08 0,91 0,95 1,00 1,05
I- 3
Bab II Tinjauan Pustaka
Dua lajur tak terbagi
4,00
1,09
Total dua arah 5 6 7 8 9 10 11
0,56 0,87 1,00 1,14 1,25 1,29 1,34
Sumber : MKJI 1997 2.2.3 Penyesuaian Hambatan Samping
Pada masing-masing type jalan, faktor ini tergantung pada lebar bahu atau kerb efektif serta kelas hambatan samping. Lebar efektif bahu/kerb adalah lebar bebas dari segala halangan yang dapat mengganggu fungsinya (contoh : PK5, pot bunga, pohon dsb). Untuk kelas hambatan samping, MKJI 1997, membagi terdapt beberapa kategori menurut besar bobot kejadian/200m/jam. Kejadian yang masuk sebagai hambatan samping adalah pejalan kaki, kendaraan berhenti dan parkir, kendaraan yang keluar dan masuk lahan di sisi jalan, serta arus kendaraan yang bergerak lambat. Tabel 2.5 kelas hambatan samping sesuai dengan bobot dan kondisi berikut : Kelas hambatan Kode
Jumlah
berbobot Kondisi Khusus
samping
kejadian/200 m/jam (dua sisi)
Sangat rendah
VL
< 100
Daerah
pemukiman,
jalan
dengan jalan samping Rendah
L
100 – 229
Daerah pemukiman, beberapa
I- 4
Bab II Tinjauan Pustaka
kend. Umum dsb Sedang
300 – 499
M
Daerah industry, beberapa toko di sisi jalan
Tinggi
500 – 899
H
Daerah komersial, aktivitas sisi jalan tinggi
Sangat tinggi
VH
> 900
Daerah
komersial
dengan
aktivitas pasar disamping jalan Sumber : MKJI 1997 Dari tabel diatas, maka dapat ditentukan faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping seperti dua tabel berikut : Tabel 2.6 Penyesuaian pengaruh hambatan samping dan lebar bahu jalan Tipe jalan
4/2 D
4/2 UD
2/2 UD atau jalan satu arah
Kelas hambatan samping Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Lebar bahu efektif (Ws) ≤ 0,5
1,0
1,5
≥ 2,0
0,96 0,94 0,92 0,88 0,84 0,96 0,94 0,92 0,87 0,80 0,94 0,92 0,89 0,82 0,73
0,98 0,97 0,95 0,92 0,88 0,99 0,97 0,95 0,91 0,86 0,96 0,94 0,92 0,86 0,79
1,01 1,00 0,98 0,95 0,92 1,01 1,00 0,98 0,94 0,90 0,99 0,97 0,95 0,90 0,85
1,03 1,02 1,00 0,98 0,96 1,03 1,02 1,00 0,98 0,95 1,01 1,00 0,98 0,95 0,91
Sumber : MKJI 1997
Tabel 2.7 Penyesuaian pengaruh hambatan samping dan Jarak Kereb-Penghalang
I- 5
Bab II Tinjauan Pustaka
Tipe jalan
4/2 D
4/2 UD
2/2 UD atau jalan satu arah
Kelas hambatan samping Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Lebar bahu efektif (Ws) ≤ 0,5
1,0
1,5
≥ 2,0
0,95 0,94 0,91 0,86 0,81 0,95 0,93 0,90 0,84 0,77 0,93 0,90 0,86 0,78 0,68
0,97 0,96 0,93 0,89 0,85 0,97 0,95 0,92 0,87 0,81 0,95 0,92 0,88 0,81 0,72
0,99 0,98 0,95 0,92 0,88 0,99 0,97 0,95 0,90 0,85 0,97 0,95 0,91 0,84 0,77
1,01 1,00 0,98 0,95 0,92 1,01 1,00 0,97 0,93 0,90 0,99 0,97 0,94 0,88 0,82
Sumber : MKJI 1997 2.2.4 Penyesuaian pemisahan Arah
Faktor ini diterapkan khusus untuk jalan yang tidak terbagi. Di Indonesia biasanya komposisi lalu lintas bervariasi seperti table MKJI 1997 berikut : Tabel 2.8 Faktor Penyesuaian Pemisahan Arah Pemisah arah (SP) %-% FCsp
50-50
55-45
60-40
65-35
70-30
1,00
0,97
0,94
0,91
0,88
1,00
0,987
0,97
0,955
0,94
Dua lajur (2/2)
Empat lajur (4/2) Sumber : MKJI 1997 2.2.5
penyesuian Ukuran kota
Faktor ini merefleksikan populasi pengemudi, yang jumlahnya akan berpengaruh terhadap perilakunya dalam berlalu lintas. MKJI 1997 menyatakan dalam tabel berikut : Tabel 2.9 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Ukuran Kota I- 6
Bab II Tinjauan Pustaka
Ukuran kota (juta penduduk) < 0,1 0,1 – 0,5 0,5 – 1,0 1,0 – 3,0 > 3,0 Sumber : MKJI 1997
2.3
Faktor penyesuaian untuk ukuran kota 0,86 0,90 0,94 1,00 1,04
Derajat Kejenuhan
Derajat Kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio arus terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja segmen jalan. Nilai DS menunjukan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak. 𝐷𝑆 =
𝑄 𝐶
Dimana, Q
= Arus lalu-lintas (smp/jam)
C
= Kapasitas (smp/jam)
2.4
Tingkat pelayanan Jalan
Penilaian kinerja ruas biasanya tidak hanya berupa kapasitas, tetapi juga penilaian tingkat pelayanan jalan yang tampil dalam bentuk nilai V/C dari ruas tersebut. Tingkat pelayanan yang menjadi acuan untuk evaluasi adalah sebagaimana tabel berikut : Tabel 2.10 Kondisi pada tingkat pelayanan (LOS) diklasifikasikan atas berikut ini :
Tingkat
Karakteristik
Batas V/C
I- 7
Bab II Tinjauan Pustaka
Pelayanan a. kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi A
b. pengemudi
dapat
memilih
kecepatan
yang
0,00 – 0,20
diinginkannya tanpa tundaan/hambatan
a. arus lalu lintas stabil tetapi kecepatan mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas,
B
0,21 - 0,44
b. pengemudi memiliki kebebasan yang cukup untuk memilih kecepatannya a. arus lalu lintas stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan mulai dikendalikan
C
b. pengemudi memiliki keterbatasan dalam memilih
0,45 – 0,74
kecepatan arus mendekati tidak stabil ,kecepatan masih dapat D
dikendalikan dan V/C masih dapat ditolerir namun
0,75 – 0,84
sangat terpengaruh oleh perubahan kondisi arus, a.volume lalu lintas mendekati/berada pada kapasitasnya E
b.arus lalu lintas tidak stabil dan kecepatan terkadang
0,85 – 1,00
terhenti a. arus yang dipaksakan atau macet F
b. kecepatan rendah dengan volume dibawah kapasitas
> 1,00
c. antrian panjang dan terjadi hambatan yang besar Sumber : US-HCM, 1994
2.5
Kecepatan
Kecepataan merupakan tingkat pergerakan suatu kendaraan dalam aliran lalu lintas yang dinyatakan sebagai hasil pembagian jarak dengan waktu tertentu, biasanya dalam satuan mil setiap jam atau kilometer setiap jam.
I- 8
Bab II Tinjauan Pustaka
Pemilihan kecepatan suatu kendaraan selain tergantung dari kemampuan pengemudi dan kendaraannya, juga dipengaruhi beberapa faktor antara lain adalah 1. Sifat fisik jalan dan lingkungan wilayah sampingnya. 2. Keadaaan cuaca dan penerangan. 3. Adanya kendaraan lain. 4. Pembatasan kecepatan akibat peraturan-peraturan lalu lintas. 5. Pertimbangan ekonomi yang meliputi harga konstruksi jalan dan biaya operasi kendaraan. Kecepatan jarak rata-rata (space mean speed) adalah suatu istilah ilmu statistic yang banyak digunakan untuk menunjukan kecepatan rata-rata sejumlah kendaraan berdasarkan waktu perjalanan mereka paada suatu ruas jalan tertentu. Dari definisi tersebut laju kecepatan jarak rata-rata (space mean speed) secara praktis dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
𝑆𝑟 =
𝑛𝐿 𝑛 𝑖=1 𝑡
Dimana : Sr
: Kecepatan jarak rata-rata (km/jam)
L
: Panjang ruas jalan (km)
t
: waktu bergerak kendaraan ke I untuk menempuh jarak L (jam)
n
: Jumlah kendaraan yang diamati.
2.5.1
Kecepatan Arus Bebas I- 9
Bab II Tinjauan Pustaka
Kecepatan arus bebas kendaraan menurut MKJI 1997 dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut ini. FV = (FV + FV ) × FFV × FFV 0
W
SF
CS
Keterangan : FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan (km/jam) FV
0
= Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam)
FV = Penyesuaian lebar lajur lalu lintas efektif (km/jam) W
FFV = Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping SF
FFV = Faktor penyesuaian ukuran kota. CS
Untuk jalan tak terbagi, analisis kecepatan arus bebas dilakukan pada kedua arah lalu lintas. Untuk jalan terbagi, analisis dilakukan terpisah pada masing-masing arah lalu lintas, seolah-olah masing-masing arah merupakan jalan satu arah yang terpisah.
2.5.1.1 Kecepatan Arus Bebas Dasar (FV ) 0
Kecepatan arus bebas dasar (FV ) diperoleh dari Tabel 3.3 dengan variabel 0
masukannya adalah tipe jalan. Tabel 2.11 Kecepatan Arus Bebas Dasar
Kecepatan arus bebas dasar (FV0) (km/jam) Tipe jalan (6/2) D
Kend. Ringan (LV) 61
Kend. Berat (HV) 52
Sepeda motor (MC) 48
Semua kend rata-rata 57
I- 10
Bab II Tinjauan Pustaka
(3/1) (4/2) D (2/1) (4/2 UD) (2/2 UD) Sumber : MKJI 1997
57
50
47
55
53 44
46 40
43 40
51 42
2.5.1.2 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Lebar Jalur Lalin (FV ) W
Menurut MKJI 1997, penyesuaian jalur lalu lintas efektif merupakan penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar sebagai akibat dari lebar jalur lalu lintas yang ada pada segmen suatu jalan. Variabel masukan yang digunakan adalah tipe jalan, dan lebar lajur lalu lintas efektif (W ). C
Tabel 2.12 Penyesuaian Lebar Lalu Lintas Efektif Tipe jalan
Empat lajur terbagi / jalan satu arah
Empat lajur tak terbagi
Dua lajur tak terbagi
Lebar jalur lalu lintas efektif (Wc) (m) Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 Per lajur 3,00 3,25 3,5 3,75 4,00 Per lajur 5 6 7 8 9 10 11
FVw (km/jam) -4 -2 0 2 4 -4 -2 0 2 4 -9,5 -3 0 3 4 6 7
Sumber : MKJI 1997 I- 11
Bab II Tinjauan Pustaka
2.5.1.3 Faktor Penyesuaian Kecepatan untuk Hambatan Samping (dengan bahu (FFV ) SF
Menurut MKJI 1997, faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk hambatan samping merupakan faktor penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar sebagai akibat adanya aktivitas samping segmen jalan, yang pada sample ini akibat adanya jarak antara kereb dan penghalang pada trotoar, mobil parkir, penyeberang jalan, dan simpang. Tabel 2.13 Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan Samping dan lebar bahu Tipe jalan
Kelas hambatan samping (SFC)
Empat terbagi 4/2 D
lajur Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Empat lajur tak Sangat rendah terbagi Rendah 4/2 D Sedang Tinggi Sangat tinggi Dua lajur tak Sangat rendah terbagi Rendah 2/2 UD atau Sedang jalan satu arah Tinggi Sangat tinggi Sumber : MKJI 1997
Lebar bahu efektif rata-rata Ws (m) ≤ 0,5 m
1,0 m
1,5 m
> 2,0 m
1,02 0,98 0,94 0,89 0,84 1,02 0,98 0,93 0,87 0,80 1,00 0,96 0,90 0,82 0,73
1,03 1,00 0,97 0,93 0,88 1,03 1,00 0,96 0,91 0,86 1,01 0,98 0,93 0,86 0,79
1,03 1,02 1,00 0,96 0,92 1,03 1,02 0,99 0,94 0,90 1,01 0,99 0,96 0,90 0,85
1,04 1,03 1,02 0,99 0,96 1,04 1,03 1,02 0,98 0,95 1,01 1,00 0,99 0,95 0,91
Tabel 2.14 Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan Samping dan jarak kerb-penghalang Tipe jalan
Kelas
Lebar bahu efektif rata-rata Ws (m)
I- 12
Bab II Tinjauan Pustaka
hambatan samping (SFC) Empat terbagi 4/2 D
lajur Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Empat lajur tak Sangat rendah terbagi Rendah 4/2 D Sedang Tinggi Sangat tinggi Dua lajur tak Sangat rendah terbagi Rendah 2/2 UD atau Sedang jalan satu arah Tinggi Sangat tinggi Sumber : MKJI 1997
≤ 0,5 m
1,0 m
1,5 m
> 2,0 m
1,00 0,97 0,93 0,87 0,81 1,00 0,96 0,91 0,84 0,77 0,98 0,93 0,87 0,78 0,68
1,01 0,98 0,95 0,90 0,85 1,01 0,98 0,93 0,87 0,81 0,99 0,95 0,89 0,81 0,72
1,01 0,99 0,97 0,93 0,88 1,01 0,99 0,96 0,90 0,85 0,99 0,96 0,92 0,84 0,77
1,02 1,00 0,99 0,96 0,92 1,02 1,00 0,98 0,94 0,90 1,00 0,98 0,95 0,88 0,82
2.5.1.4 Faktor Penyesuaian Kecepatan untuk Ukuran Kota (FFVcs) Menurut MKJI 1997, faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota merupakan faktor penyesuaian arus bebas dasar yang merupakan akibat dari banyak populasi penduduk suatu kota. Tabel 2.15 Faktor Penyesuaian Kecepatan Untuk Ukuran Kota
Ukuran kota (juta penduduk) < 0,1 0,1 – 0,5 0,5 – 1,0 1,0 – 3,0 > 3,0 Sumber : MKJI 1997
Faktor penyesuaian untuk ukuran kota 0,90 0,93 0,95 1,00 1,03
I- 13
Bab II Tinjauan Pustaka
2.6
Kecepatan Operasional (FVLV) dan Waktu Tempuh
Kecepatan pada kondisi lalu-lintas yang sesungguhnya dengan kondisi jalan 2/2 UD dapat dilihat pada gambar grafik dibawah ini :
Gambar 2.1 kecepatan operasional sebagai fungsi dari DS untuk jalan 2/2 UD Sumber : MKJI 1997 Untuk menentukan kecepatan sesungguhnya dengan cara : 1. Masukan nilai derajat kejenuhan (DS) pada sumbu horizontal (X). 2. Buat garis sejajar dengan sumbu vertikal (Y) dari titik tersebut sampai berpotongan dengan nilai kecepatan arus bebas sesungguhnya (FV). 3. Buat garis horizontal sejajar dengan sumbu (X) sampai berpotongan dengan sumbu vertical (Y) pada bagian sebelah kiri gambar dan lihat nilai kecepatan kendaraan ringan sesungguhnya untuk kondisi yang dianalisa. Dalam menghitung berapa lama waktu tempuh rata-rata dalam jam untuk kondisi yang diamati sebagai berikut : I- 14
Bab II Tinjauan Pustaka
𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑇𝑇 =
𝐿 (𝑗𝑎𝑚) 𝑉
Dimana, L
= Panjang segmen (km)
V
= Kecepatan rata-rata ruang (km/jam)
(waktu tempuh rata-rata dalam detik dapat dihitung dengan TT x 3600)
2.7
Antrian Kendaraan
Jalan dapat berubah kondisinya tergantung volume, kecepatan dan kerapatan seperti telah dinyatakan sebelumnya. Perubahan kondisi ini dapat terjadi karena keterkaitan antara empat elemen pembentuk arus atau dapat pula disebabkan oleh faktor luar yang megakibatkan arus lalu lintas harus berhenti secara tepat. Namun keduanya sama-sama berakibat pada kemacetan atau antrian yang panjang pada saat jumlah kendaraan yang datang meningkat. Analisis antrian dapat didekati dengan menggunakan teori shock wave ataupun teori antrian yang akan dijelaskan lebih lanjut.
2.8
Teori antrian
Antrian tidak hanya terjadi pada suatu system transportasi, namun bisa pada banyak hal dalam kehidupan. Secara umum antrian timbul karena proses arus pergerakan orang/barang terpaksa terganggu akibat kegiatan pelayanan.
I- 15
Bab II Tinjauan Pustaka
Menurut A.D.May antrian akan terbentuk ketika demand melebihi kapasitas dan periode waktu jalan jarak waktu kedatangan kurang dari waktu pelayanan (pada level mikroskopik) pada sebuah lokasi tertentu. Beberapa contoh antrian dalam system jalan raya adalah pada persimpangan, pintu tol, fasilitas parkir, penyempitan freeway, tempat kecelakaan, daerah pertemuan arus (merge area) dan di belakang kendaraan yang bergerak lambat. Selain itu masalah antrian banyak ditemui pada kajian tentang terminal. Dalam membicarakan system antrian ada beberapa karakteristik yang harus di tentukan yaitu : 1. Tingkat kedatangan (λ) Yaitu jumlah kendaraan/orang yang datang pada tempat pelayanan untuk di layani (orang/sat waktu) atau (kend/sat waktu). Tingkat kedatangan biasa berpola konstan (Deterministic) atau pola kedatangan poisson/ eksponensial (acak) 2. Tingkat Pelayanan (µ) Merupakan jumlah orang/kendaraan yang dapat dilayani pada tempat pelayanan persatuan waktu. Pola tingkat pelayanan sama dengan tingkat kedatangan. 3. Jumlah pintu pelayanan 4. Disiplin antrin atau Cara kita mengantri yaitu :
FIFO (First in first out) atau FCFS(First come first serve) Pada disiplin antrian ini dapat dilakukan dengan single channel (satu pintu) ataupun multi channel (banyak pintu) tergantung pada I- 16
Bab II Tinjauan Pustaka
kebutuhan dan dengan asumsi bahwa setiap pintu mempunyai tingkat pelayanan yang sama. Contoh yang paling sering kita lihat adalah pada pintu tol.
FILO (first in, last out)
Dengan system ini yang terakhir datang aka dilayani lebih dahulu. Jenis ini biasanya pada tumpukan surat di kantor pos.
FVFS ( first vacant first server)
Bagi tempat pelayanan yang mempunyai tingkat pelayanan berbeda, maka disiplin antrian ini dapat dilakukan
disiplin antrian yang umumnya ada pada system transportasi adalah FIFO. Bila dikaitkan dengan pola kedatangan dan pelayanan, biasanya suatu system antrian dinyatakan dengan 3 huruf seperti D/D/1, yang berarti pada suatu antrian mempunyai pola kedatangan deterministik, pola pelayanan deterministic dan 1 pintu pelayanan. Contoh lain adalah M/D/1, yang berarti kedatangan poission/distribusi eksponensial, pelayanan/keberangkatan deterministic dan terdapat 1 pintu pelayanan. Selanjutnya dalm melakukan analisis antrian perlu diketahui beberapa hal yaitu : 1. Komponen utama dalm analisis antrian Ada 2 komponen utama dalam analisis system antrian yaitu System dan Antrian. Hubungan keduanya di ilustrasikan sebagai berikut
I- 17
Bab II Tinjauan Pustaka
Gate dengan µ tertentu
λ
Kendaraaan
A
B C Gambar 2.3 Ilustrasi antrian
Dari gambar diatas dapat dijelaskan kendaraan yang datang dengan tingkat kedatangan γ akan masuk dalam antrian selama B dan akan dilayani dengan tingkat pelayanan µ atau waktu pelayanan C. dengan demikian waktu yang dipakai oleh kendaraan tersebut didalam system adalah total waktu yang digunakan didalam antrian dan didalam pelayanan (B+C).dari ilustrai tersebut, dapat diketahui bahwa nilai/ besarnya tingkat pelayanan dan tingkat kedatangan akan mempengaruhi terhadap terjadinyaa antrian. Dalam hal ini disebut sebagai intensitas lalu lintas atau ρ. Agar antriaan tidak semakin panjang terbentuk dengan bertambahnya waktu maka : ρ < 1 ataau λ/µ < 1 namun jika hal ini tidak terpenuhi atau terjadi antrian, maka ada dua kriteria penting yang dipertimbangkan yaitu : 1. Panjang antrian, merupakan kriteria yang dipertimbangkan oleh operator 2. Waktu antrian, merupakan kriteria yang dipertimbangkan oleh pengguna. Hasil-hasil dlam teori antrian dengan kasus pada tempat pelayanan tunggal, dengan kedatangan poisson, waktu pelayanan eksponensial negative dan disiplin FIFO dapat dirumuskan seperti dibawah ini :
I- 18
Bab II Tinjauan Pustaka
a. Intensitas lalu lintas (ρ) 𝜆
ρ=µ b. Rata-rata waktu di dalam system (d) 1
d = (µ−𝜆) = c. Rata-rata waktu di dalam antrian (w) w=
𝜆 (µ µ − 𝜆 )
=
d. Rata-rata jumlah kendaraan di dalam system (n) 𝜆
n = (µ − 𝜆) = e. Rata-rata jumlah kendaraan di dalam antrian (q) q = (µ
𝜆2 µ −𝜆 )
=
I- 19