BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Sirih Hijau (P. betle L.)
Gambar 2.1 Tanaman sirih hijau (P. betle L.) (Armando, 2009) 2.1.1 Klasifikasi Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Piperales
Famili
: Piperaceae
Genus
: Piper
Spesies
: Piper betle L.
Sinonim
:Chavica
auriculata
6
Miq.
dan
Artanthe
hixagona
7
Nama daerah
: Suruh, sedah (Jawa); seureuh (Sunda); base (Bali); donile,
parigi (Sulawesi); dan bido, gies (Maluku) (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991) 2.1.2 Deskripsi tanaman Sirih Hijau merupakan perdu yang tumbuh merambat dengan panjang mencapai puluhan meter. Batang berkayu, berbentuk bulat, berbuku-buku, beralur, dan berwarna hijau kecokelatan. Daun tunggal, berbentuk pipih menyerupai jantung, tangkai agak panjang, permukaan licin, pertulangan menyirip, dan berwarna hijau tua. Bunga majemuk dengan bulir, berbentuk bulat panjang, panjang daun pelindung 1 mm, bulir jantan panjangnya 1,5 - 3 cm, benang sari dua dan pendek, bulir betina panjangnya 1,5 – 6 cm, kepala putik, dan warna bunga hijau kekuningan. Buah buni, berbentuk bulat, dan berwarna hijau keabuan (Agromedia, 2008). 2.1.3 Kandungan kimia Daun sirih hijau mengandung berbagai macam kandungan kimia yaitu minyak atsiri terpinen, seskuiterpen, fenilpropan, dan terpen (Depkes RI, 1980). Daun sirih hijau mengandung 4,2% minyak atsiri yang komponen utamanya terdiri
dari betel fenol
dan beberapa derivatnya diantaranya
eugenol
alilpirokatekol 26,8 – 42,5% ; sineol 2,4 – 4,8% ; metil eugenol 4,2 – 15,8% ; caryophyllen (siskuiterpen) 3 – 9,8% ; hidroksikavikol, kavikol 7,2 – 16,7% ; kavibetol 2,7 – 6,2% ; estragiol, ilypyrokaktekol 0 – 9,6% ; karvakrol 2,2 – 5,6% ; alkaloid, flavonoid, triterpenoid atau steroid, saponin, terpen, fenilpropan,
7
8
terpinen, diastase 0,8 – 1,8% ; dan tanin 1 – 1,3% (Sastroamidjojo, 2001 : Darwis, 1992) Daun sirih hijau mengandung asam amino kecuali lisin, histidin, dan arginin. Asparagin terdapat dalam jumlah yang besar, sedangkan glisin dalam bentuk gabungan, kemudian prolin dan ornitin. Daun sirih hijau yang lebih muda mengandung minyak atsiri (pemberi bau aromatik khas), diastase dan gula yang jauh lebih banyak dibandingkan daun yang lebih tua, sedangkan kandungan tanin pada daun muda dan daun tua dalah sama (Sastroamidjojo, 2001 : Darwis, 1992 : Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
2.2
Minyak Atsiri Minyak atsiri atau yang disebut juga dengan essential oils, ethereal oils, atau
volatile oils merupakan salah satu hasil sisa proses metabolisme dalam tanaman yang terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia dengan adanya air (Ketaren, 1985). Minyak atsiri tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa yang memiliki bau khas, umumnya mewakili bau tanaman asalnya. Sifatsifat lain yang dimiliki oleh minyak atsiri antara lain, mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, memberi rasa hangat atau panas atau dingin ketika sampai dikulit yang tergantung dari komponen penyusunnya, dalam keadaan murni mudah menguap pada suhu kamar, bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen udara, sinar matahari (terutama gelombang ultraviolet), dan panas, pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air, serta sangat mudah larut dalam pelarut organik. Dalam keadaan segar dan murni,
9
minyak atsiri umumnya tidak berwarna. Namun, pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat teroksidasi. Untuk mencegahnya, minyak atsiri harus disimpan dalam bejana gelas yang berwarna gelap, diisi penuh, ditutup rapat, serta disimpan di tempat yang kering dan sejuk (Gunawan & Mulyani, 2004).
2.3
Minyak Atsiri Daun Sirih(P. betle L.)
2.3.1 Sifat fisika kimia Menurut Dutt (1957), minyak atsiri sirih mempunyai berat jenis sebesar (0,9408 – 1,0482), indeks bias (1,5048 - 1,5088), bilangan asam (4,2 – 14,8) dan bilangan penyabunan minyak atsiri sirih (5,84 – 8,36). Minyak atsiri sirih berwarna kuning kecoklatan, mempunyai rasa getir, berbau wangi dan larut di dalam pelarut organik seperti alkohol, eter dan kloroform serta tidak larut dalam air. Minyak atsiri sirih merupakan komponen yang penting dan memberikan bau aromatik dan rasa pedas yang khas. 2.3.2 Kandungan kimia Menurut penelitian Saxena et al., (2014), minyak atsiri daun sirih hijau yang diidentifikasi menggunakan GC-MS memiliki beberapa kandungan utama, yaitu eugenol, metil eugenol, sabinene, β-salinene, α-salinene, hidroksikavikol, eugenol asetat, α-farnesene, safrole, iso-safrole, metal isoeugenol, caryophyllene. Selain itu, dilaporkan juga pada penelitian Sugurumanet al., (2011), kandungan utama minyak atsiri daun sirih hijau yang diteliti dengan GC-MS adalah 5-(2-propenil)1,3-benzodiozol (25,67%); kedua adalah eugenol (18,27%); ketiga adalah 2metoksi-4-(2-propenil) asetat-fenol (8%).
10
2.3.3 Aktifitas antifungi Pengujian aktivitas antifungi minyak atsiri daun sirih hijau telah dilaporkan dalam beberapa penelitian. Pada penelitian Sugumaran et al., (2011), aktivitas antifungi minyak atsiri dari daun sirih hijau dilakukan menggunakan konsentrasi 25 µL, 50 µL, dan 100 µL, dimana seiring dengan meningkatnya konsentrasi, terjadi pula peningkatan penghambatan terhadap jamur C. albicans (MTCC 227) danS. Cerevisiae (MTCC 740), dengan metode difusi disk. Selain itu, telah dilaporkan juga bahwa nilai MIC minyak atsiri daun sirih berturut-turut terhadap C. albicans (UPCC 2168) dan T. mentagrophytes (UPCC 4193) diperoleh pada konsentrasi 250 µg/mL dan 1,95 µg/mL menggunakan metode dilusi dan mempunyai nilai zona hambat yang sama, yaitu sebesar 90 mm dengan metode difusi disk yang menunjukkan bahwa minyak atsiri daun sirih hijau adalah agen antifungi yang sangat potensial (Adeltrudes and Osi, 2010).
2.4
Kandidiasis Kandidiasis adalah istilah yang dipakai untuk infeksi kulit dan selaput lendir
yang disebabkan oleh jamur dari genus Candida (Brown dan Burns, 2005). Candida merupakan jamur komensal yang antara lain hidup dalam rongga mulut, saluran pencernaan, dan vagina. Akan tetapi, jika keseimbangan flora normal seseorang terganggu ataupun pertahanan imunnya menurun, maka sifat komensal Candida ini dapat berubah menjadi patogen. C. albicans merupakan salah satu spesies Candida yang dianggap sebagai spesies paling patogen dan menjadi penyebab utama terjadinya kandidiasis, misalnya kandidiasis mulut (sariawan),
11
kandidiasis vagina (vaginitis), kandidiasis kulit yang sifatnya sistemik (Tjay dan Rahardja, 2003). Kandidiasis dapat terjadi secara eksogen dan endogen. Kandidiasis yang bersifat eksogen disebabkan oleh infeksi Candida yang berasal dari luar tubuh. Candida yang berasal dari lingkungan dapat masuk ke dalam tubuh melalui mulut, dan selanjutnya masuk ke organ saluran cerna yang lain. Sebelum melakukan adhesi di permukaan mukosa saluran pencernaan, organisme ini mensekresi enzim Sap. Enzim ini berfungsi menghidrolisis mukus pada permukaan mukosa saluran pencernaan sehingga memberikan akses langsung Candida pada permukaan sel epitel mukosa. Selanjutnya organisme ini melakukan adhesi pada permukaan sel epitel mukosa. Proses ini diperantarai oleh glikoprotein dan adhesin yang terdapat pada permukaan dinding sel Candida, termasuk fimbria. Fimbria dapat menjadi perantara dalam proses adhesi Candida pada reseptor glikosfingolipid di permukaan sel epitel mukosa. Sel ragi Candida kemudian membentuk koloni di permukaan sel epitel mukosa dan terus bereplikasi, serta menghasilkan metabolitmetabolit.
Sedangkan
infeksi
secara
endogen
dapat
terjadi
karena
ketidakseimbangan flora normal. Organisme ini memperoleh tempat menempel dan nutrisi lebih banyak, sehingga terjadi proliferasi yang berlebihan dan jumlahnyapun bertambah banyak. Organisme ini kemudian akan melakukan transisi morfologi ke bentuk miselium dan mulai menginvasi jaringan tubuh inang sambil terus menghasilkan metabolit (Tyasrini dkk.,2006).
12
2.5
Candida albicans A
B
Gambar 2.2 Candida albicans (A) dan ilustrasi morfologi C. albicans (B) (Jawetz et al., 1996 ; Hendriques, 2007) 2.5.1 Klasifikasi Kingdom
: Fungi
Phylm
: Ascomycota
Subphylm
: Saccharomycotina
Class
: Saccharomycetes
Order
: Saccharomycetales
Family
: Saccharomyceteae
Genus
: Candida
Species
: Candida albicans (Baker, 2012)
13
2.5.2 Morfologi dan karakteristik C. albicans secara morfologi mempunyai beberapa bentuk elemen jamur yaitu sel ragi (yeast), hifa, dan bentuk pseudohif. Sel-sel ragi berbentuk bulat sampai oval dan mudah terpisah dari satu sama lain. Pseudohifa tersusun memanjang, berbentuk elips yang tetap menempel satu sama lain pada bagian septa yang berkonstriksi dan biasanya tumbuh dalam pola bercabang yang berfungsi untuk mengambil nutrisi yang jauh dari sel induk atau koloni. Hifa sejati berbentuk panjang dengan sisi paralel dan tidak ada konstriksi yang jelas antar sel. Perbedaan antara ketiganya adalah pada derajat polarisasi pertumbuhan, posisi dari septin, derajat pergerakan nukleus serta derajat kemampuan melepas sel anak dari sel induk secara individual (Berman and Sudbery, 2015). Pertumbuhan optimum terjadi pada pH antara 2,5 – 7,5 dan temperatur berkisar 20oC – 38oC. C. albicans merupakan jamur yang pertumbuhannya cepat yaitu sekitar 48–72 jam. Kemampuan C. albicans tumbuh pada suhu 37oC merupakan karakteristik penting untuk identifikasi. Spesies yang patogen akan tumbuh secara mudah pada suhu 25oC– 37oC, sedangkan spesies yang cenderung saprofit kemampuan tumbuhnya menurun pada temperatur yang semakin tinggi (Tjampakasari, 2006). Rippon (1974) mengemukakan bahwa bentuk blastospora diperlukan untuk memulai suatu lesi pada jaringan. Sesudah terjadi lesi, dibentuk hifa untuk melakukan invasi. Morfologi koloni C. albicans pada medium padat sabouraud dekstrosa agar atau glucose-yeast extract-peptone water umumnya berbentuk bulat dengan ukuran (3,5-6) x (6-10) μm dengan permukaan sedikit cembung, halus, licin,
14
kadang sedikit berlipat terutama pada koloni yang telah tua. Besar kecilnya koloni dipengaruhi oleh umur biakan. Warna koloni C. albicans putih kekuningan (krim lembut) dan berbau khas (Tjampakasari, 2006).
2.6
Destilasi Air Destilasi air merupakan metode yang umum dipakai untuk mengekstrak
minyak atsiri dari suatu tanaman (Guenther, 1998). Pengolahan minyak atsiri dengan metode destilasi air dikenal sebagai metode konvensional yang didasarkan pada prinsip bahwa campuran (uap minyak dan uap air) mempunyai titik didih sedikit lebih rendah dari titik didih uap air murni, sehingga campuran uap mengandung minyak memiliki jumlah yang lebih besar. Dengan pengurangan kecepatan kohobasi, maka kandungan minyak dalam destilat akan lebih besar disebabkan oleh uap yang keluar akan lebih jenuh oleh uap minyak. Rendemen yang diperoleh dari metode destilasi air sangat ditentukan oleh beberapa faktor antara lain ukuran bahan, jumlah (rasio) bahan dan air yang digunakan, perlakuan pengadukan serta waktu proses (Djafar dkk., 2010). Berdasarkan penelitian Yunilawati (2002), sebelum disuling daun sirih diiris halus (dirajang). Minyak atsiri dalam tanaman aromatik, dikelilingi oleh kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh kantung minyak atau rambut glandular. Bila bahan dibiarkan utuh, minyak atsiri hanya dapat diekstraksi apabila uap air berhasil melalui jaringan tanaman dan mendesaknya ke permukaan. Proses ini hanya dapat terjadi karena peristiwa hidrodifusi.
15
2.7
Bioautografi Kontak Bioautografi sering digunakan untuk mendeteksi antibiotik yang dapat
dianalisis dengan KLT atau kromatografi kertas. Pada umumnya, efek biologi senyawa yang dapat dikatakan menghambat pertumbuhan organisme dinyatakan sebagai zona hambat (Touchstone dan Dobbins, 1983). Dari kromatogram KLT dapat diketahui jumlah komponen dalam sampel yang ditotolkan berdasarkan jumlah noda (dengan penampak noda yang sesuai), sedang data bioautogram memberikan informasi jumlah komponen sampel yang memiliki aktivitas terhadap mikroba uji (Isnaeni, 2005). Salah satu keuntungan metode bioautografi dibandingkan dengan metode lain seperti difusi agar dan pengenceran adalah dapat digunakan untuk mengetahui aktivitas biologi secara langsung dari senyawa yang komplek, terutama yang terkait dengan kemampuan suatu senyawa untuk menghambat pertumbuhan mikroba, selain untuk pemisahan dan identifikasi, kelebihan lainnya metode bioautografi tersebut cepat, mudah untuk dilakukan, murah, hanya membutuhkan peralatan sederhana dan interpretasi hasilnya relatif mudah dan akurat (Kusumaningtyas, dkk., 2008). Metode bioautografi dibedakan menjadi bioautografi kontak, bioautografi imersi atau agar overlay, dan bioautografi langsung atau kontak. Bioautografi kontak dilakukan dengan meletakkan lempeng kromatogram hasil elusi senyawa yang akan diuji diatas media padat yang sudah diinokulasi dengan mikroba uji. Adanya senyawa antimikroba ditandai dengan adanya daerah jernih yang tidak ditumbuhi mikroba (Kusumaningtyas, dkk., 2008).
16
Pengujian senyawa antimikroba dilakukan dengan menggunakan metode KLT bioautografi karena lebih mudah, sederhana dan paling sering digunakan. Pada bioautografi kontak diperoleh proses perpindahan senyawa aktif ke dalam medium agar yang dapat menghasilkan zona hambatan yang lebih besar dengan berkurangnya sensitifitas dan kemampuan membedakan antara senyawa aktif dengan nilai Rf yang sama. Pada bioautografi langsung, penyebaran mikroba pada lempeng sering tidak merata dan kemungkinan terjadinya kontaminasi lebih besar, begitu pula halnya dengan bioautografi agar overlay dimana zona hambatannya agak sulit diamati, maka dengan bioautografi kontak ketersebaran bakteri atau jamur dapat dijamin serta zona hambatan dapat langsung diamati pada medium