BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Tinjauan Umum Mengenai Pajak
2.1.1. Pengertian Pajak Istilah pajak atau fiscal berasal dari bahasa latin fiscalis yang berarti dari kata benda yaitu fiscus atau fisc dalam bahasa perancis yang berarti kerangka uang. Kata fiscal sebagai kata sifat berarti sama dengan perpajakan, mepunyai fungsi untuk meningkatkan penerimaan Negara (Budgeter), dan fungsi mengatur (regulator). Definisi pajak bermacam-macam, dalam hubungannya dengan penelitian yang merupakan landasan atau pedoman dalam teori penganalisaan, disini dikemukakan beberapa pendapat mengenai pengertian atau definisi pajak. Beberapa pengertian pajak diungkapkan oleh para ahli yang diungkapkan para ahli diantaranya 1. Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. 2. Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi
tersebut
kemudian
dikoreksinya
yang
berbunyi
sebagai
berikut:Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas
Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment 3. Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan Sementara itu Pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan “pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Kesimpulan yang dapat diambil dari definisi di atas adalah menitik beratkan kepada fungsi budgeter dari pajak, sedangkan pajak memiliki fungsi lainnya yaitu fungsi mengatur (regulator). Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah 1.
Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam Undang-Undang."
2.
Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
3.
Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
4.
Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan. Sedangkan pengertian dari ekstensifikasi pajak adalah kegiatan yang
dilakukan untuk memberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) kepada Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha.
2.1.2 Fungsi pajak Sebagaimana ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak diatas, terlihat ada beberapa fungsi pajak, yaitu : 1. Fungsi budgeter Merupakan fungsi pajak sebagai suatu sumber penerimaan Negara untuk mengisi kas Negara. Dalam APBN pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang utama maka dalam hal ini hanya pemerintah yang berwenang melakukan pemunggutan pajak berdasarkan Undang-Undang. Selanjutnya hasil pemunggutan pajak ini digunakan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran pemerintah baik rutin maupun untuk pembangunan, sedangkan apabila terdapat sisa (surplus) digunakan untuk investasi publik (public investment). 2. Fungsi regulator Pajak yang dipungut digunakan sebagai pengatur keseimbangan tata ekonomi nasional dan tata sosial masyarakat atau kesejahteraan rakyat. Fungsi mengatur ini dapat dibagi dalam : a. Tugas ekonomi Misalnya mengecek naik turunnya harga yang terlalu besar atau membantu pembangunan setelah perang. b. Tugas bedasarkan pertimbangan-pertimbangan sosial.
Seperti menciptakan jaminan sosial untuk golongnan-golongan yang berpenghasilan kecil dan mengusahakan pembagian lebih merata dalam penghasilan dan kekayaan sosial. 3. Fungsi redstribusi. Fungsi redistribusi ini lebih menekankan unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. hal ini terlihat dari adanya lapisan tarif dalam pengenaan pajak, salah satu contohnya dengan adanya tarif pajak yang lebih besar untuk penghasilan yang lebih tinggi. 4. Fungsi demokrasi. Pajak dalam fungsi demokrasi merupakan sistem gotong royong. Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayar pajak.
2.1.3 Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemunggutan pajak ada 3 (tiga) macam, yaitu: 1. Self assessment system. Merupakan sistem pemungutan pajak dimana Wajib Pajak diberi kebebasan untuk menghitung, menetapkan
pajak
yang terutang,
membayar pajak, memperhitungkan dan melapor jumlah pajak terutang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dimana Wajib Pajak terdaftar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 2. Assessment Official system. Pada sistem ini, petugas pajak yang aktif untuk melakukan penghitungan pajak terutang yang harus dibayar oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut : a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus. b. Wajib Pajak bersifat pasif.
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. 3. Withholding system. Pemungutan pajak dengan bantuan pihak ketiga untuk menghitung, menetapkan besar pajak terutang dan membantu pemerintah memungut pajak. Tapi melalui Undang-Undang diberi tugas dan wewenang untuk memungut pajak atas jumlah uang yang dibayarkan kepada karyawan, pemegang saham, penerima honorarium sehubungan dengan pekerjaan jasa dan sebagainya.
2.1.4 Azas pemungutan pajak Pemungutan pajak di Indonesia dapat dilakukan berdasarkan 3 asas, yaitu : 1 Azas tempat tinggal (azas domisili). Yaitu pemungutan pajak berdasarkan tempat tinggal seseorang atau Wajib Pajak. Dalam hal ini tidak memandang kebangsaan, yang menadi patokan adalah tempat tinggal, sehingga orang asing pun asalkan bertempat tinggal di Indonesia, wajib membayar Pajak Penghasilan di Indonesia. 2 Azas kebangsaan. Yaitu asas pemungutan pajak yang menghubungkan pengenaan pajak dengan kebangsaan dari suatu negara. Sebagai contoh pajak dikenakan kepada orang-orang yang mempunyai kebangsaan Indonesia dengan tidak mempedulikan dimana mereka bertempat tinggal. 3 Azas sumber. Menurut azas ini, pemunggutan pajak didasarkan pada darimana objek pajak berasal, apabila suatu negara terdapat sumber-sumber pendapatan, maka negara tersebutlah yang berhak memungut pajak dengan tidak menghiraukan dimana Wajib Pajak bertempat tingal.
2.1.5. Jenis Pajak Pajak yang kita kenal di Indonesia dapat dikelompokan ke dalam beberapa kelompok yaitu : 1
Menurut golongannya, pajak dapat dibedakan menjadi : a. Pajak langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Pajak langsung dapat dipungut secara periodik, contohnya adalah PPH. b. Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Pajak tidak langsung hanya dipungut apabila terjadi suatu peristiwa atau perbuatan seperti penyerahan barang tak bergerak, pembuatan akta tanah dan sebagainya. Contohnya adalah bea materai, dan bea balik nama.
2 Menurut sifatnya, pajak dapat dibedakan menjadi : a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, yang berarti memperhatikan keadaan Wajib Pajak. b. Pajak objektif, yaitu pajak yang berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan Wajib Pajak. 3 Menurut pemungutnya, dapat dibedakan menjadi : a. Pajak pusat, yaitu pajak yang pemungutannya dikelola oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Contohnya adalah PPH, PPN, PPnBM, dan Bea Materai. b. Pajak daerah, yaitu pajak yang pemungutannya dikelola oleh departemen dalam dalam negeri dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contohnya adalah pajak reklame serta pajak hotel dan restorant.
2.1.6. Subjek dan Objek Pajak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 pasal 2 ayat (1)
menyebutkan bahwa yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi, badan, warisan yang belum terbagi, dan bentuk usaha tetap (BUT). Subjek pajak dibagi menjadi 2 yaitu : 1. Subjek pajak dalam negeri. Yang termasuk subjek pajak dalam negeri adalah : a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau orang pribadi yang dalam 1 tahun pajak berada d Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia. b. Badan yan didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. c. Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan menggantikan yang berhak. 2. Subjek pajak luar negeri.Yang termasuk subjek pajak luar negeri adalah : a.
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
b.
Badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menajalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan atau melakukan kegiatan melalui BUT.
3. Bentuk Usaha Tetap BUT sebenarnya merupakan subjek pajak luar negeri seperti yang dijelaskan dalam pengertian subjek pajak luar negeri diatas. Namun berdasarkan pasal 2 ayat 5 Undang-Undang Pajak Penghasilan, ada beberapa kriteria sehingga dapat dikatakan adanya suatu BUT, yaitu :
a. Bentuk usaha yang dipergunakan oleh pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia. b. Untuk menjalankan kegiatan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. c. Dapat berupa tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel, pertambangan dan penggalian sumber daya alam, perikanan, orang yang bertidak sebagai agen dan sebagainya. Pasal 3 Undang-Undang PPh meneyebutkan yang tidak termasuk subjek pajak, hal tersebut lebih lanjut diatur dengan keputusan menteri keuangan nomor 574/KMK.04/2000. Yang tidak termasuk subjek pajak adalah : 1 Badan perwakilan orang asing. 2 Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, konsulat, atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka sepanjang bukan WNI dan di Indonesia tidak mempunyai penghasilan lain. 3 Organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 4 Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh menteri keuangan. Selain subjek pajak, Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2000 juga
mengatur objek pajak. Pasal 4 menyebutkan bahwa objek pajak adalah penghasilan. yang dimaksud penghasilan adalah setiap tambahan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Adapun objek pajak dapat dikelompokan menjadi :
1 Penghasilan dari pekerjaan atau hubungan kerja. 2 Penghasilan dari kegiatan usaha. 3 Penghasilan dari modal atau penggunaan harta. 4 Penghasilan dari pekerjaan bebas. 5 Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu dari empat kelompok diatas.
2.1.7. Tarif Pajak Dalam menghitung pajak yang terutang digunakan tarif pajak. Tarif pajak yang dimaksud adalah tarif untuk menghitung besarnya pajak terutang atau pajak yang harus dibayar yang diukur dalam besaran persentase. Struktur tarif yang berhubungan dengan pola persentase tarif pajak dikenal 4 (empat) macam, yaitu : 1
Tarif pajak proporsional/sebanding. Yang dimasud dengan tarif pajak proporsional adalah tarif yang merupakan persentase yang tetap. Dengan demikian semakin besar dana pengenaan pajak, semakin besar juga jumlah pajak terutangnya. Contohnya penerapannya adalah tarif PPN 10% atas penyerahan barang kena pajak ( BKP) atau jasa kena pajak (JKP).
2 Tarif pajak progresif. Merupakan suatu tarif yang persentasenya semakin besar apabila jumlah yang menjadi dasar pengenan pajak semakin besar. Misalnya tarif PPH yang berlaku di Indonesia.
3
Tarif pajak tetap. Merupakan tarif pajak yang besarnya tetap dan tidak tergantung kepada nilai objek yang dikenakan pajak. Contohnya bea materai.
4
Tarif pajak degresif. Merupakan tarif yang besar persentasenya semakin kecil apabila jumlah dasar pengenaan pajaknya semakin besar.
Sesuai Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan, tarif pajak yang ditetapkan bagi Wajib Pajak orang prbadi dalam negeri adalah sebagai berikut : Lapisan penghasilan kena pajak Sampai dengan Rp.25.000.000 Diatas
Rp.25.000.000
Tarif Pajak 5%
sampai
dengan
10 %
dengan
15%
Di atas Rp.100.000.000 sampai dengan Rp.
25 %
Rp.50.000.000 Di
atas
Rp.50.000.000
sampai
Rp.100.000.000
200.000.000 Di atas Rp.200.000.000
2.2.
35 %
Hak dan Kewajiban Pajak
2.2.1. Kewajiban pajak 1. Pendaftaran. Sesuai dengan sistem self assessment maka Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) yang
wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak untuk diberikan NPWP. NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana tanda pengenal atau identitas bagi setiap Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya dibidang perpajakan untuk memperoleh NPWP, Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada KPP dengan mengisi formulir pendaftaran dengan melampirkan persyaratan administrasi yang diperlukan, atau dapat pula mendaftarkan diri secara online melalui e-register yaitu suatu cara pendaftaran NPWP melalui media elektronik online (internet). Dengan memiliki NPWP, Wajib Pajak memperoleh beberapa manfaat langsung lainnya, seperti sebagai pembayaran dimuka atas fiskal luar negeri yang dibayar Wajib Pajak bertolak ke luar negeri, memenuhi salah satu syarat pembuatan rekening koran di bank-bank, serta salah satu syarat ketika melakukan pengurusan surat izin usaha perdagangan. Syarat-syarat pendaftaran Wajib Pajak bagi Wajib Pajak pribadi adalah dokumen yang diperlukan hanya berupa fotokopi KTP yang masih berlaku dan kartu keluarga. Kepada Wajib Pajak diberikan surat keterangan terdaftar paling lambat pada hari kerja berikutnya dan kartu NPWP diberikan paling lambat 3 (tiga hari kerja setelah diterimanya permohonan secara lengkap). Perlu diketahui masyarakat bahwa pengurusan NPWP tidak dipungut biaya apapun. 2. Pembayaran, pemotongan,dan pelaporan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan sistem self assessment sistem wajib melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutang.
Adapun mekanisme
pembayaran pajak yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Membayar sendiri pajak yang terutang. 1 Pembayaran angsuran setiap bulan (PPH pasal 25). Pembayaran PPH pasal 25 yaitu pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran.hal ini dimaksudkan untuk meringankan Wajib Pajak dalam melunasi pajak yang terutang dalam 1 tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak setiap bulan. 2 Pembayaran PPH pasal 29 setelah akhir tahun. Pembayaran PPH pasal 29 yaitu pelunasan Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh Wajib Pajak pada akhir tahun pajak apabila pajak terutang untuk satu tahun pajak lebih besar dari jumlah total pajak yang dibayar sendiri dan pajak yang dipotong atau dipungut pihak lain sebagai kredit pajak b. Melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPH Pasal 4(2), PPH Pasal 15, PPH Pasal 21, 22, dan 23, serta 26). Pihak lain disini berupa : 1. Pemberi penghasilan. 2. Pemberi kerja. 3. Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan. c. Pemungutan PPN oleh pihak penjual. d. Pembayaran pajak-pajak lainnya. 1. Pembayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT). 2. Pembayaran BPHTB yaitu pelunasan pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan.
3. Pembayaran bea materai yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dapat dilakukan dengan cara menggunakan benda materai berupa materai tempel atau kertas bermaterai atau dengan cara lain seperti menggunakan mesin teraan. Pembayaran pajak dapat dilakukan di bank-bank pemerintah maupun swasta dan kantor pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat dimbil di KPP, atau dengan cara lain melalui pembayaran secara elektronik (e-payment). Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan atau pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Adapun jenis pemotongan atau pemunggutan adalah PPH 21, PPH 22, PPH 23, PPH 26, PPN, PPNBM. Sebagaimana
ditentukan
oleh
Undang-Undang
Perpajakan,
Surat
Pemberitahuan mempunyai fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib Pajak dalam melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu SPT berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak baik yang dilakkan Wajib Pajak itu sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga, melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan yan telah dilakukan. Sehingga SPT mempunyai makna yang cukup penting bagi Wajib Pajak maupun aparatur pajak. Pelaporan pajak melalui SPT disampaikan ke KPP dimana Wajib Pajak terdaftar. Jenis SPT dapat dibedakan sebagai berikut : 1. SPT Masa, yaitu SPT yan digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak bulanan. Terdapat beberapa SPT Masa : PPH 21, 22, 23, 25, 26, PPN, PPnBM 2. SPT Tahunan,yaitu SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan, ada beberapa jenis SPT Tahunan : Badan, orang pribadi, serta pasal 21.
2.2.2. Hak Wajib Pajak Wajib
Pajak
mempunyai
hak
untuk
mendapatkan
perlindungan
kerahasiaan atas segala informasi yang telah disampaikan kepada Dirjen Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Disamping itu pihak lain yang melakukan tugas di bidang perpajakan juga dilarang mengungkap kerahasiaan Wajib Pajak, termasuk tenaga ahli, seperti ahli bahasa, akuntan, pengacara yang ditunjuk oleh dirjen pajak untuk membantu
pelaksanaan Undang-Undang
perpajakan. Namun demikian, dalam rangka penyelidikan penuntutan, atau dalam rangka kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Selain kewajiban yang telah disampaikan diatas, Wajib Pajak juga mendapatkan hak dalam bidang perpajakan yaitu : 1. Kerahasiaan Wajib Pajak Kerahasian Wajib Pajak meliputi : a. Surat pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan oleh Wajib Pajak b. Data dari pihak ketiga yang besifat rahasia c. Dokumen atau rahasia WP lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku. 2. Penundaan pembayaran. Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan menunda pembayaran pajak. 3. Pengangsuran pembayaran.
Dalam hal-hal atau kodisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan mengangsur pembayaran pajak. 4. Penundaan pelaporan SPT tahunan. Dengan
alasan–alasan
tertentu
Wajib
Pajak
dapat
mengajukan
perpanjangan penyampaian SPT Tahunan baik PPH Badan mapun PPH Pasal 21. 5. Pengurangan PPH Pasal 25. Dengan
alasan-alasan
tertentu,
Wajib
Pajak
dapat
mengajukan
pengurangan besarnya angsuran PPH Pasal 25. 6. Pengurangan PBB. Wajib Pajak pribadi atau badan karena kondisi tertentu, objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-sebab tertentu lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam dan juga bagi Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan, dapat mengajukan pengurangan atas pajak terutang. 7. Pembebasan Pajak. Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan atas pemotongan/ pemunggutan Pajak Penghasilan.
2.3.
NPWP Undang-Undang No 6 tahun 1983 sebagaimana terakhir diubah dengan
Undang-Undang No 16 tahun 2000 pasal 1 (satu) menyebutkan bahwa : “Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor pokok yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.”
Adapun fungsi NPWP adalah sebagai berikut : 1. Sarana dalam administrasi perpajakan 2. Tanda pengenal diri atau Identitas WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. 3. Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan. 4. Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan NPWP yang dimiliki dan setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu NPWP. Terhadap Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan diri, dapat diterbitkan NPWP secara jabatan. Hal ini dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Dirjen pajak ternayata objek pajak pribadi telah memenuhi persyaratan untuk memperoleh NPWP . Pasal 2 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan menyebutkan bahwa: “Setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.” Memperhatikan ketentuan diatas dan peraturan pelaksanaannya (KEP161/ PJ /2001) tanggal 21 Februari 2001 dapat dirinci lebih lanjut bahwa yang wajib mendaftarkan diri adalah
1. Wajib Pajak orang pribadi a. Yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
b. Yang tidak menjalankan usaha atau peekrjaan bebas, apabila sampai dengan suatu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi penghasilan tidak kena pajak (PTKP). c. Wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah karena hidup berpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta. 2. Wajib Pajak Badan. 3. Wajib Pajak sebagai pemungut atau pemotong pajak.
2.4.
Sanksi Yang Berhubungan Dengan NPWP. Sanksi yang berhubungan dengan Nomor Pokok Wajib Pajak yakni :
1. Kesengajaan. Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak sehingga dapat merugikan pada pendapatan Negara
dipidana dengan
pidana penjara paling lambat 6 tahun dan denda paling tinggi 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar (Pasal 39 ayat (1) UU KUP). 2. Percobaan. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak, dipidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling tinggi 4 kali jumlah restitusi yang dimohon dan atau kompensasi yang dilakukan oleh Wajib Pajak (Pasal 39 ayat 3 UU KUP).
2.5.
Pajak Penghasilan Orang Pribadi
2.5.1
Pengertian Penghasilan Menurut pasal 4 Undang-Undang Pajak Penghasilan, penghasilan
didefinisikan sebagai : “Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima ( cash basis) atau diperoleh (accrual basis) Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.” 2.5.2
Sumber Penghasilan Bagi Orang Pribadi Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib
Pajak orang pribadi, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi : 1. Penghasilan dalam negeri a. Penghasilan dari usaha dan kegiatan yang terdiri dari usaha dagang, jasa, industri serta lainnya seperti peternakan, pertanian, perikanan, dan perkebunan. b. Penghasilan dari pekerjaan bebas yaitu pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja seperti praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan publik, dan pengacara. c. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja, sebagaimana telah dibahas sebelumnya tentang penggatian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh. d. Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak seperti bunga, dividen, royalty, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak-hak yang tidak dipergunakan untuk usaha.
e. Penghasilan lain-lain, seperti pembahasan sebelumnya tentang 1. Hadiah dan penghasilan. 2. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya. 3. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. 4. Pembebasan utang. 5. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. 6. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. 2. Penghasilan dari luar negeri. Menurut definisi penghasilan diatas Undang-Undang Pajak Penghasilan menganut prinsip world wide income yang berarti penghasilan yang berasal dari luar negeri dengan nama dan dalam bentuk apapun harus dilaporkan di Indonesia.
2.5.3
Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan orang pribadi menurut pasal 4 Undang-Undang Pajak
Penghasilan didefinisikan sebagai : “setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima (cash basis) atau diperoleh (accrual basis) Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang besangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.”
2.5.4
Penghasilan Tidak Kena Pajak Sesuai dengan pasal 6 ayat 3 Undang-Undang Pajak Penghasilan kepada
orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang besarnya telah diubah terakhir Keputusan Menteri Keuangan No 137/KMK 03/2005 menjadi berikut : a. Rp.13.200.000 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi. b. Rp. 1.200.000 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin. c. Rp. 13.200.000 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami. d. Rp. 1.200.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tga) orang untuk setiap keluarga. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan PTKP adalah : 1. Besarnya PTKP diatas ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun takwim. 2. Untuk penghasilan istri yang digabung, tambahan untuk seorang istri (hanya seorang istri ) dilakukan dalam hal istri : a. Bukan karyawati, tetapi mempunyai penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami, anak atau anak angkat yang belum dewasa. b. Bekerja sebagai karyawati pada pemberi kerja yang bukan sebagai pemotong pajak walaupun tidak mempunyai penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas. c. Bekerja sebagai karyawati pada lebih dari 1 pemberi kerja.
3. Warisan yang belum terbagi sebagai Wajib Pajak menggantikan yang berhak tidak memperoleh pengurangan PTKP. 4. PTKP bagi Wajib Pajak masing-masing suami istri yang telah hidup berpisah untuk diri masing-masing Wajib Pajak diperlakukan sebagai Wajib Pajak tidak kawin, sedangkan tanggungan sesuai dengan kenyataan sebenarnya yang diperkenankan.
2.5.5
Penghasilan Kena pajak Untuk mengetahui besar Pajak Penghasilan terutang Wajib Pajak harus
terlebih dahulu mengetahui Penghasilan Kena Pajak. Penghasilan kena pajak inilah yang merupakan dasar perhitungan Pajak Penghasilan terutang. Untuk menghitung penghasilan kena pajak, Wajib Pajak diperkenankan untuk mengurangkan jumlah penghasilan neto dengan zakat atas peghasilan, serta penghasilan tidak kena pajak.
2.5.6
Pengertian Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi adalah angsuran pajak dalam
tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak orang pribadi untuk setiap masa pajak. Hal ini ditegaskan dalam pasal 25(1) Undang-Undang RI No 17 tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas UU no 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yaitu besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri untuk setiap bulan sekali adalah sebagai berikut : a. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud pasal 21 dan pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud pasal 22.
b. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
2.6
Ekstensifikasi Pajak Seperti telah dikemukakan sebelumnya setiap Wajib Pajak mendaftarkan
diri untuk memperoleh NPWP. Akan tetapi melihat jumlah Wajib Pajak terdaftar masih relatif sedikit dibandingkan jumlah penduduk Indonesia, Dirjen pajak melaksanakan kegiatan kebijakan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak.
2.6.1
Pengertian Ekstensifikasi Wajib Pajak Dalam rangka meningkatkan jumlah Wajib Pajak terdaftar serta
mengoptimalkan penerimaan pajak, Dirjen pajak bersifat aktif dan terus mengoptimalkan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak. Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak No SE-06/ PJ 7/2004 tentang pemeriksaan sederhana lapanggan dalam rangka ekstensifikasi Wajib Pajak dikemukakan bahwa pengertian ekstensifikasi adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan jumlah Wajib Pajak atau pengusaha kena pajak terdaftar serta menghitung besarnya angsuran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan dan penyetoran pajak dalam suatu masa pajak.
2.6.2
Ruang Lingkup Ekstensifikasi Pajak Ruang lingkup ekstensifikasi Wajib Pajak meliputi pemberian
nomor
pokok wahib pajak (NPWP) dan atau pengukuhan sebagai pengusaha kena pajak, termasuk pemberian NPWP secara jabatan terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus karyawan perusahaan, orang pribadi yang bertempat tinggal di wilayah atau lokasi pemukiman atau perumahan dan orang pribadi lainnya
termasuk orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang menerima atau memperoleh penghasilan melebihi batas PTKP.
2.6.3
Dasar ekstensifikasi Wajib Pajak Ekstensifikasi Wajib Pajak dilakukan berdasar pada data yang diperoleh
Dirjen pajak. Data yang digunakan untuk pelaksanaan kegiataan ekstensifikasi Wajib Pajak meliputi data intern dan data ekstern. Data intern adalah data yang berasal dari dirjen pajak dan data ekstern adalah data yang diperoleh dari luar Dirjen pajak. Data intern antara lain sebagai berikut : 1. Pemilik tanah dan atau bangunan dengan nilai jual objek pajak (NJOP) lebih dari milyar. Berdasarkan data kartu jalan atau peta blok atau daftar hasil rekaman pajak bumi dan bangunan atau data subjek pajak orang pribadi. 2. Subjek pajak yang bedasarkan data pada lampiran surat pemberitahuan pajak telah memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak tetapui belum mempunyai NPWP. 3. Data yang ditemukan pada pelaksanaan kegiatan pemeriksaan sederhana lapangan. Sedangkan data ekstern antara lain : 1. Pelanggan listrik untuk rumah tinggal dengan daya listrik 6600 watt atau lebih. 2. Pelanggan telkom dengan pembayaran pulsa rata-rata per bulan Rp.300.000. 3. Pemilik mobil dengan nilai Rp200.000.000 atau lebih atau pemilik motor dengan nilai Rp.100.000.000 atau lebih.
4. Pemegang paspor Indonesia, kecuali pemegang paspor haji dan pemegang paspor tenaga kerja Indonesia tidak termasuk awak pesawat terbang atau kapal laut. 5. Tenaga kerja asing (expatriate) yang bertempat tinggal berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. 6. Karyawan lokal kedutaan besar asing atau organisasi internasional 7. Data orang pribadi atau badan selaku penjual atau pembeli tanah dan atau bangunan dari laporan pejabat pembuat akta tanah atau informasi dari notaris dengan nilai Rp.60.000.000 atau lebih 8. Pemilik telepon seluler pasca bayar. 9. Pemegang polis dan asuransi. 10. Pemegang kartu kredit. 11. Pemegang kartu keanggotaan golf. 12. Artis. 13. Pemilik atau penyewa ruang apartemen atau kondominium. 14. Pemilik kapal pesiar atau yacht, speedboat, atau pesawat terbang. 15. Pemilik saham yang diperdagangkan dipasar bursa. 16. Pemegang saham, komisaris, direktur, dan penerima deviden.. 17. Pemilik atau penyewa atau penggunaa dan pengelola pada sentra perdagangan atau perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau mal atau plasa atau kawasan industri serta sentra ekonomi lainnya.
2.7
Penerimaan Pajak Pada setiap Kantor Pelayanan Pajak setiap bulan telah ditetapkan tentang
target penerimaan yang harus dicapai dan diperoleh berdasarkan keputusan Dirjen Pajak. Usaha Kantor Pelayanan Pajak dalam peningkatan penerimaan pajak dari tindakan yang menghambat arus penerimaan itu sendiri salah satunya dapat diatasi dengan pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak orang pribadi.
Menurut pasal 29(1) Undang-Undang No 16 tahun 2000 tentang perubahan ke 2 (dua) atas Undang-Undang No 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah sebagai berikut: Dirjen pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan. Menurut Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-06/PJ-9/2001, terdapat beberapa rencana dalam meningkatkan penerimaan pajak Wajib Pajak orang pribadi antara lain : 1. Rencana intensif pajak yang dimaksud adalah untuk meningkatkan penerimaan yang meliputi banyak segi diataranya : a. Intensifikasi perundang-undang. Dalam Undang-Undang seringkali terdapat kekosongn yang mudah diselundup oleh Wajib Pajak yang perlu ditutup, dan sering terdapat ketidak pastian hukum. b. Meningkatkan
kepastian hukum. Dalam Undang-Undang sering
terdapat ketentuan yang kurang jelas, sehingga dapat ditafsirkan bermacam-macam yang dapat menimbulkan kebocoran penerimaan pajak. c. Mendidik Wajib Pajak supaya lebih mempunyai kesadaran pajak diikuti kejujuran dan disiplin yang mantap.
d. Meningkatkan fungsi dan penyesuian organisasi atau struktur perpajakan
sehingga
menjadi
sesuai
dengan
kebutuhan
dan
perkembangan teknologi. e. Meningkatkan mutu aparatur perpajakan dengan menggarap dan menambah mutu ilmu pengetahuan para pejabat. 2. Rencana ekstensifikasi yang dilakukan dengan menambah Wajib Pajak baru untuk menambah dan menemukan Wajib Pajak baru perlu digunakan berbagai saluran. Saluran utama ialah saluran yang terletak dalam lingkungan kuasa pemerintah sendiri melalui alat-alat pemerintah seperti departemen dan dinas-dinas lainnya baik yang ada dipusat maupun di daerah.