BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Melitus 1
Pengertian Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia menahun yang akan
mengenai sistem tubuh dan merupakan hasil interaksi antara lingkungan dan genetic yang disebabkan karena kekurangan hormon insulin atau jumlah kerja insulin menurun, atau kelebihan faktor-faktor yang kerjanya berlawanan dengan cara kerja insulin (WHO, 1995). Definisi lain, diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai kenaikan glukosa dalam darah atau hiperglikemia akibat kekurangan insulin dan terjadi kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein (Smeltzer, 2001). Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan (1) kelainan metabolisme, protein dan lemak dan (2) berkembangnya komplikasi makrovaskuler dan neurologis. Diabetes mellitus digolongkan sebagai penyakit endokrin atau hormonal karena gambaran atau penggunaan insulin (Long, 1996). 2
Klasifikasi Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Assosiation, 1997 klasifikasi diabetes mellitus yang utama adalah :
1
2
a.
Tipe I : Diabetes mellitus insulin (insulin, dependent diabetes
mellitus [IDDM]) b. Tipe II : diabetes mellitus tergantung insulin (non insulin dependent diabetes mellitus [NIDDM]) c. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya d. Diabetes mellitus gestasional (Gestational Diabetes Melitus [GDM]) 3.
Tanda dan Gejala a. Diabetes Mellitus Tipe I Diabetes Melitus tipe I paling banyak menyerang orang muda (< 30 tahun), walaupun ini juga dapat timbul pada semua usia. Diabetes ini disebabkan oleh penghancuran-penghancuran total sel-sel insulin pada pankreas, dimana pada kasus tersebut perawatan insulin adalah mutlak. b. Diabetes Mellitus Tipe II Diabetes Melitus tipe II sering terjadi pada dewasa (> 30 tahun) tapi dapat terjadi pada semua umur. Kebanyakan penderita kelebihan berat badan dan ada kecenderungan familial, etiologi mencakup faktor obesitas, usia hormon produksi insulin, tidak memperlihatkan gejala atau
asimtomatik
dan
mayoritas
penderita
obesitas
dapat
mengendalikan kadar glukosa dengan penurunan berat badan dan ketoasidosis diabetik jarang terjadi.
3
c. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan sindrom lainnya Hiperglikemik terjadi karena penyakit lain : penyakit pankreas, obat-obatan atau bahan kimia, endokrinopati, kelainan reseptor insulin dan syndroma genetic tertentu. d. Diabetes Mellitus Gestasional Awitan selama kehamilan, biasanya terjadi pada trimester kedua atau ketiga. Disebabkan oleh hormon yang disekresikan plasenta dan menghambat kerja insulin. Resiko terjadinya komplikasi pesinatal diatas normal, khususnya makrosomia (bayi yang secara abnormal berukuran besar) 4.
Etiologi a. Diabetes Melitus Tipe I Diabetes tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta. b. Diabetes Melitus Tipe II Mekanisme yang tepat terhadap resistensi insulin dan gejala sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik, usia diatas 65 tahun, obesitas riwayat keluarga dan kelompok etnik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
5.
Komplikasi
Komplikasi terhadap penyakit Diabetes Melitus, meliputi :
4
a.
Komplikasi
metabolik
akut
mencakup
ketoasidosis
diabetik, hipoglikemia, hiperkolesterolemia, hipergliserida. b.
Komplikasi vaskuler kronik mencakup mikrovaskuler
angiopati misalnya retinopati diabetik, nefropati diabetik, neuropati diabetik ganggren / ulkus dan makrovaskuler angiopati misalnya aterosklerosis (penyakit serebrovaskuler dan stenosis arteri renalis), penyakit arteri koroner, hipertensi, penyakit vaskuler perifer. 6.
Pengelolaan
Pengelolaan diabetes mellitus didasarkan atas 5 pilar utama yaitu : diet, latihan fisik, pemantauan gula darah, terapi pengobatan, pendidikan penyuluhan kesehatan (PERKENI, 1998). Dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk menggunakan diet sebagai pengelolaan pada diabetes mellitus. a.
Pengertian
Diet Diabetes Mellitus adalah perencanaan makan atau tatalaksana makan yang dianjurkan oleh dokter bagi diabetesi untuk memenuhi kebutuhannya (Sukardji, 2002) b.
Tujuan penatalaksanaan diet pada Diabetes Melitus 1.
Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa
darah mendekati normal 2.
Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati normal
3.
Mencapai dan mempertahankan berat badan agar selalu
dalam batas-batas yang memadai atau berat badan idaman + 10%
5
4.
Mencegah komplikasi akut dan kronik
5.
Meningkatkan kualitas hidup
c.
Penentuan jumlah energi Kebutuhan kalori sesuai untuk mencapai dan mempertahankan
berat badan ideal. Komposisi energi adalah 60-70% dari karbohidrat, 10-15% dari protein, dan 20-25% dari lemak. Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan orang dengan diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan berdasarkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kg BB ideal, ditambah dan dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, kehamilan / laktasi, adanya komplikasi dan berat badan (Soegondo, 2002). Tabel 1 Jumlah energi yang dibutuhkan pasien diabetes melitus Dewasa Gemuk Normal
Kalori/kg BB ideal Kerja santai Sedang 25 30 30
35
Berat 35 40
Kurus 35 40 40-50 Sumber : Bagian Gizi RSCM Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 1997 Status gizi ditentukan dengan memakai ketentuan Body Miss Index (BMI) = Indeks Masa Tubuh (IMT) BMI = IMT =
Berat Badan / BB (kg ) Tinggi Badan / TB ( m) 2
IMT normal wanita = 18,5 – 22,9 kg/m2
6
IMT normal pria = 20 – 24,9 kg/m2 Sedangkan untuk kepentingan klinik praktis dan untuk penelitian jumlah energi dipakai rumus Broca. Yaitu : Berat badan ideal
: (TB-100)-10%
Berat badan kurang : < 90% BB ideal Berat badan normal : 90-100 BB ideal Berat badan lebih
: 110-120% BB ideal
Gemuk
: >120% BB ideal
Cara yang lebih gampang lagi adalah dengan pegangan kasar yaitu : 1.
Untuk pasien kurus 2300-2500 kalori
2.
Untuk pasien berat normal 1700-2100 kalori
3.
Untuk pasien gemuk 1300-1500 kalori
d.
Jadwal diet Diabetes Mellitus
Pada dasarnya diet diberikan dengan 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan antara (snacks) dalam jarak waktu interval 3 jam. Contoh : 1.
Pukul 06.30 makan pagi
2.
Pukul 09.30 snacks atau buah
3.
Pukul 12.30 makan siang
4.
Pukul 15.30 snacks atau buah
5.
Pukul 18.30 makan malam
6.
Pukul 21.30 snacks atau buah
7
e.
Jenis makanan dalam diet Diabetes Mellitus Daftar bahan
bahan
makanan
makanan penukar adalah suatu daftar nama
dengan
ukuran
tertentu
dan
dikelompokkan
berdasarkan kandungan kalori, protein, lemak dan hidrat arang. Setiap kelompok bahan makanan dianggap mempunyai nilai gizi yang kurang lebih sama (Soegondo, 2002) Adapun penggolongan bahan makanan penukar adalah sebagai berikut: 1. Golongan 1 : bahan makanan sumber karbohidrat 2. Golongan 2 : bahan makanan sumber protein hewani 3. Golongan 3 : bahan makanan sumber protein nabati 4. Golongan 4 : sayuran 5. Golongan 5 : buah-buahan 6. Golongan 6 : susu 7. Golongan 7 : minyak 8. Golongan 8 : makanan tanpa kalori Buah dan sayuran harus diperhatikan jenis pemakaiannya. Buah-buahan yang dianjurkan adalah buah yang kurang manis (buah golongan B), misalnya pepaya, kedondong, salak, pisang, apel, tomat, semangka yang kurang manis, sedangkan buah-buahan yang manis (buah golongan A) yang sering mengacaukan perawatan dan harus dilarang diberikan pada penderita Diabetes Mellitus ialah sawo, jeruk, nanas, rambutan, durian, nangka, anggur, dsb. Sayuran A mengandung sekitar 6% karbohidrat dan penggunaannya haurs diperhitungkan
8
kalorinya, sedangkan sayuran B hanya mengandung 3% kabohidrat, sehingga dapat digunakan agak bebas (Askandar, 1996) f.
Beberapa macam diet Diabetes Mellitus Tabel 2 Macam diet Diabetes Melitus
Macam diet I II III IV V VI VII VIII
Kalori
Protein (g)
Lemak (g)
1100 1300 1500 1700 1900 2100 2300 2500
50 55 60 65 70 80 85 90
30 35 40 45 50 55 65 65
Hidrat arang (g) 160 195 225 260 300 325 350 390
Sumber : Bagian Gizi RSCM Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 1997 1.
Diet I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu
gemuk 2.
Diet IV s/d V : diberikan kepada penderita yang
mempunyai BB normal 3.
Diet VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus,
diabetes remaja (juvenile diabetes) atau diabetes dengan komplikasi B. Perilaku Kepatuhan Dalam Melaksanakan Diet Perilaku
diartikan
sebagai
suatu
teori
organisme
terhadap
lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu untuk menimbulkan reaksi yakni berupa rangsangan.
9
Sedangkan terbentuknya perilaku individu ditentukan berfungsinya 3 faktor (Lumenta, 1989) yaitu : 1.
Faktor predisposisi yang terwujud pengetahuan, sikap, keyakinan, dan nilai
2.
Faktor pendukung yang terwujud fasilitas, dana dan tenaga
3.
Faktor pendorong yang terwujud sikap, perilaku petugas dan kelompok referensi. Kepatuhan adalah menuruti suatu perintah atau suatu aturan.
Kepatuhan dalam program pengobatan (berdiet) adalah tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau yang lain (Soegondo, 2002). Sedangkan pendapat Parson (1982), kepatuhan terhadap program pengobatan merupakan keawajiban yang harus dilakukan seorang pasien untuk mencapai keadaan sehat kembali. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kepatuhan adalah perilaku yang baru dilakukan seorang pasien untuk melaksanakan cara pengobatan (terapi diet) atau nasihat yang ditentukan oleh tenaga kesehatan. Terbentuknya perilaku kepatuhan ditentukan oleh pengetahuan, sikap dan keyakinan, nilai-nilai yang dimiliki pasien dan ketersediaan dan atau keterjangkauan fasilitas kesehatan serta dorongan dari petugas kesehatan dan atau dari keluarga. C. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengideraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
10
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo,2003) Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu obyek tertentu dan setiap jenis pengetahuan mempunyai ciri-ciri spesifik mengenai apa (Ontology), bagaimana (Epistemology), dan untuk apa (Aksiology) pengetahuan tersebut disusun (Suriasumantri, 1999) 1.
Cara Memperoleh Pengetahuan a.
Cara tradisional atau non ilmah 1)
Cara coba dan salah (Trial and error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, apabila seseorang menghadapi persoalan atau masalah, upaya pemecahan di lakukan dengan coba-coba 2).
Cara kekerasan atau otorier
Pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otorita atau kekuasaan, baik tradisi, otorita pemerintah, otorita pimpinan agama maupun ahli pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh tanpa terlebih dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri.
11
3).
Berdasarkan pengalaman pribadi
Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu. 4).
Melalui jalan pikiran
Dalam memperoleh
kebenaran
pengetahuan
manusia
telah
menggunakan jalan pikirannya baik melalui induksi maupun deduksi. b. Cara modern atau cara ilmiah Mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam atau kemasyarakatan, kemudian hasil pengamatan tersebut dikumpulkan dan diklasifikasi dan akhirnya diambil kesimpulan umum. 2.
Tingkatan Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (1997) Pengetahuan yang tercakup dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkatan : a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu tuhu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja
yang
digunakan
untuk
mengukur
yaitu
menyebutkan,
menguraikan, mendefiniskan dan sebagainya. Contoh pasien Diabetes
12
Mellitus dapat menyebutkan jenis makanan yang boleh dikonsumsi sesuai dengan diet yang yang disarankan oleh tim kesehatan. b. Memahami (Comprehension) Memahami
diartikan
sebagai
suatu
kemampuan
untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya : pasien Diabetes Mellitus dapat menjelaskan mengapa diet perlu dilakukan pada pengelolaan Diabetes Mellitus. c. Aplikasi (Aplication) Aplikasi
diartikan
sebagai
sesuatu
kemampuan
untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kandisi yang real (sebenarnya). Aplikasi ini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya pasien Diabetes Mellitus dalam melaksanakan diet harus sesuai dengan prinsip perencanaan makan yaitu tepat waktu, tepat jumlah dan jenis makanan. d. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam
13
satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Misalnya setelah melaksanakan diet yang sudah ditentukan kadar gula darah pasien dapat terkontrol atau mendekati normal. e. Sintesis (Synthesis) Sintetis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan
bagian-bagian
di
dalam
suatu
bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatau teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. Misalnya pasien Diabetes Mellitus harus menghindari makanan yang manis-manis. Disamping melaksanakan diet yang disarankan juga melaksanakan olahraga atau latihan fisik. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaianpenilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya hasil yang dicapai pasien Diabetes Mellitus adalah dapat mempertahankan kadar gula darah dan mecegah komplikasi yang terjadi. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin
14
kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatantingkatan diatas. 3.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Nasution (1993) Knowledge atau pengetahuan dalam masyarakat dipengaruhi beberapa faktor : a.
Tingkat pengetahuan
Semakin tinggi pendidikan maka ia akan mudah menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan dengan hal-hal yang baru tersebut. b.
Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan memberikan pengetahuan yang lebih jelas. c.
Budaya
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena informasi-informasi baru akan disaring kira-kira sesuai tidak dengan budaya yang ada dan agama yang dianut. d.
Pengalaman
Pengalaman disini berkaitan dengan umum dan pendidikan individu, maksudnya pendidikan yang tinggi, pengalaman akan lebih luas sedang umur semakin banyak. e.
Sosial ekonomi
Tingkat seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pengetahuan tentang suatu hal akan mempengaruhi seseorang dalam berperilaku. Perilaku kepatuhan sangat berhubungan erat
15
dengan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan serta tindakan yang berhubungan dengan kesehatan. Mengingat begitu banyak aspek kehidupan yang berpengaruh oleh keadaan hiperglikemia, mungkin cukup sulit bagi klien untuk mematuhi rencana perawatan yang dibuat, penyuluhan, peningkatan pengetahuan dan ketrampilan akan sangat membantu. Tingkat pengetahuan pasien Diabetes Mellitus mempengaruhi perilakunya, makin tinggi pendidikan atau pengetahuannya, makin tinggi kesadarannya untuk mematuhi dietnya. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. D. Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. (Notoatmodjo, 2003) Newcomb
salah
seorang
psikologi
menyatakan
bahwa
sikap
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau kegiatan terapi adalah predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi
16
tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka, sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan kita sebagai suatu penghayatan terhadap obyek. Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yaitu 1) kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suetu objek; 2) kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek; 3) kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Dalam penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan, berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Sikap dapat bersikap positif dan negatif. Dalam sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu. Sedang dalam sikap negative terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu. Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni : a. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek) misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang tersebut terhadap ceramahceramah tentang gizi b. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap. Karena dengan suatu
17
usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, dalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut. Misalnya melaksanakan diet yang disarankan bagi penderita Diabetes Mellitus c. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang pasien Diabetes Mellitus mengajak penderita Diabetes Mellitus yang lain untuk mendiskusikan tentang diet yang dianjurkan pada penatalaksanaan penyakitnya.ini adalah bukti bahwa pasien Diabetes Mellitus mempunyai sikap positif terhadap diet yang dianjurkan. d. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko yang merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya pasien Diabetes Mellitus yang mengikuti diet yang dianjurkan meskipun harus menghindari makanan yang mereka sukai. Sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru dalam dirinya mengalami proses sebagaimana digambarkan Rogers (1974) sebagai berikut : 1).
Kesadaran
Dimana seseorang mengetahui dan menyadari terlebih dahulu terhadap suatu obyek.
18
2).
Tertarik
Setelah itu timbul rasa tertarik terhadap suatu obyek tersebut. 3).
Menilai
Ketertarikan terhadap suatu obyek tersebut kemudian seseorang melakukan penilaian, apakah menguntungkan atau merugikan bagi dirinya atau orang lain. 4).
Mencoba
Setelah memutuskan suatu perilaku baru menghasilkan keuntungan maka akan mencoba melakukannya. 5).
Adopsi
Akhirnya
seseorang
tersebut
melaksanakan
atau
mendapatkan
keuntungan terhadap perilaku baru dan mengambil alih dengan segala konsekuensinya serta mengadaptasikannya dalam situasi yang berbeda. Pembentukan atau perubahan sikap terdiri dari : 1. Adopsi Kejadian-kejadian dan peristiwa yang berulang dan terus menerus, lama kelamaan secara bertahap diserap dalam individu dan mempengaruhi terbentuknya sikap 2. Diferensiasi Dengan perkembangan intelegensia, pengalaman, bertanya, usia akan mempengaruhi terbentuknya sikap
19
3. Integrasi Pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan hal tertentu 4. Trauma Pengalaman yang tiba-tiba dan meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan Menurut Mar’at (1981) faktor – faktor yang menghambat dan menunjang perubahan sikap terdiri dari : 1)
Faktor – faktor yang menghambat perubahan sikap a. Stimulus bersifat indeperen, sehingga faktor perhatian kurang berperan terhadap stimulus yang diberikan . b. Tidak memberikan harapan untuk masa depan (arti psikologik). c. Adanya penolakan terhadap stimulus tersebut, sehingga tidak ada pengertian terhadap stimulus tersebut (menentang).
2)
Faktor – faktor yang menunjang perubahan sikap a. Dasar utama perubahan sikap adalah adanya imbalan dan hukuman, dimana individu mengasosiasikan reaksinya yang disertai dengan imbalan dan hukuman. b. Stimulus mengandung harapan bagi individu sehingga dapat terjadi perubahan dalam sikap. c. Stimulus mengandung prasangka bagi individu yang merubah sikap.
20
Menurut
Sutarno
(2003)
ada
2
faktor
yang
mempengaruhi
pembentukan dan perubahan sikap yaitu faktor intern dan ekstern. 1)
Faktor intern Manusia senantiasa memilih jika dihadapkan pada beberapa
perangsang yang ada di luar dirinya. Pilihan tersebut berhubungan erat dengan motif dan sikap yang sedang bekerja di dalam dirinya dan yang mengarahkan perhatiannya kepada objek – objek tertentu di antara seluruh objek yang mungkin ada pada waktu itu. Pilihan yang sama kepada semua perangsang yang datang dari luar. 2)
Faktor ekstern Pembentukan dan perubahan sikap ditentukan pulah oleh faktor –
faktor ekstern, misalnya : sifat, isi, dan orang – orang yang menyokong pandangan baru itu. Cara pandangan itu diterangkan dan situasi tempat sikap itu diperbincangkan. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden dengan jawaban setuju dan tidak setuju.
21
E. Kerangka Teori Faktor Predisposisi : Individu - pengetahuan - sikap - Keyakinan - nilai Faktor pendukung : - Fasilitas kesehatan - Dana - tenaga
Kepatuhan dalam terapi diet
Faktor pendorong : - Sikap dan perilaku petugas - Dukungan keluarga
Sumber : Lawrence Green, Notoatmojo Soekidjo, 2003
F. Kerangka Konsep
variabel bebas Pengetahuan pasien tentang Dibetes melitus
variabel terikat
kepatuhan dalam terapi diet Sikap pasien tentang Diabetes melitus
G. Definisi Operasional, Variabel dan Skala Penelitian 1.
Pengetahuan adalah kemampuan responden dalam
menjawab pertanyaan tentang pengetahuan Diabetes Mellitus pada pasien
22
Diabetes Mellitus. Penilaian dilakukan dengan cara memberikan skor 2 pada setiap jawaban yang benar dan skor 1 pada setiap jawaban yang salah. Dengan demikian akan diperoleh skor tertinggi sebesar 30 dan skor terendah 15. Skala pengukuran : Interval 2.
Sikap adalah reaksi dan pendapat yang ditunjukan
oleh responden terhadap diet yang dianjurkan. Sikap positif bila responden mau dan memperhatikan tentang diet yang disarankan sedangkan sikap negatif bila responden tidak memperhatikan tentang diet yang disarankan. Untuk pertanyaan favorabel diberi skor 4 untuk jawaban selalu (S), skor 3 untuk jawaban sering (SR), skor 2 untuk jawaban jarang (JR), skor 1 untuk jawaban tidak pernah (TP). Sedang untuk jawaban pertanyaan yang unfavorebel skor diberlakukan sebaliknya. Dengan demikian akan diperoleh skor tertinggi 20 dan skor terendah sebesar 1. Skala pengukuran : Interval 3.
Kepatuhan adalah perilaku responden yang terkait
dengan diet diabetes melitus yang meliputi kepatuhan jenis makanan yang dikonsumsi, jumlah makanan dan ketepatan waktu dalam menjalankan diet. Untuk pertanyaan favorabel diberi skor 4 untuk jawaban selalu (S), skor 3 untuk jawaban sering (SR), skor 2 untuk jawaban jarang (JR), skor 1 untuk jawaban tidak pernah (TP). Sedang untuk jawaban pertanyaan yang unfavorebel skor diberlakukan sebaliknya. Dengan demikian akan diperoleh skor tertinggi 24 dan skor terendah sebesar 1.
23
Skala pengukuran : Interval H. Hipotesis Berdasarkan kerangka konsep tersebut diatas maka dalam hipotesa penelitian yang ditegakkan adalah : a.
Ada hubungan antara pengetahuan tentang Diabetes
Mellitus dengan kepatuhan dalam melaksanakan diet pada pasien Diabetes Mellitus. b.
Ada hubungan antara sikap pasien tentang Diabetes
Mellitus dengan kepatuhan dalam melaksanakan diet pada pasien Diabetes Mellitus. c.
Ada hubungan antara pengetahuan dan sikap pasien
tentang Diabetes Melitus pada pasien Diabetes Mellitus.