BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Caisin Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan tanaman asli Asia. Caisin dibudidayakan di Cina Selatan dan Tengah, di negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, di bagian lain dari Indo-China, dan di beberapa bagian barat India. Di Indonesia, Caisin adalah salah satu dari tiga sayuran paling populer, bersama dengan kangkung dan bayam. Dalam dunia tumbuhan, tanaman caisin diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi
: Spermathopyta
Sub. Divisi
: Angiospermae
Class
: Dicotyledonae
Family
: Brassicaceae
Genus
: Brassica
Species
: Brassica chinensis L.
Caisin merupakan salah satu jenis sayuran yang cukup digemari untuk ditanam hal ini didasarkan pada umur panen caisin yang relatif singkat, termasuk jenis tanaman yang tahan terhadap hujan sehingga dapat dibudidayakan sepanjang tahun (tersedianya air yang cukup) dan tahan terhadap suhu yang tinggi.Tanaman caisin memiliki tangkai daun yang panjang, berukuran kecil (langsing), dan berwarna putih kehijauan. Daunnya lebar memanjang tipis dan berwarna hijau. Caisin termasuk jenis tanaman sayuran daun dan tergolong ke dalam tanaman semusim (berumur pendek). Tanaman tumbuh pendek dengan tinggi sekitar 27 cm 37 cm, tergantung dari varietasnya. Caisin berakar serabut yang tumbuh dan berkembang secara menyebar ke semua arah di sekitar permukaan tanah, perakarannya sangat dangkal. Caisin memiliki batang pendek dan tegap, bersifat tidak
keras dan berwarna kehijauan atau keputih-putihan, serta memiliki ukuran panjang yang bervariasi (Sito, 2013). Batang caisin berfungsi sebagai alat pembentuk dan penopang daun. Struktur daun caisin halus dan tidak berbulu, tidak mampu membentuk krop (telur). Tangkai daunnya panjang, langsing, berwarna putih kehijauan. Daunnya lebar memanjang, tipis dan berwarna hijau. Rasanya yang renyah, segar, dengan sedikit rasa pahit. Pelepah daun caisim tersusun saling membungkus dengan pelepah daun yang lebih muda, dan memiliki tulang daun yang menyirip dan bercabang-cabang. Struktur bunga caisin tersusun dalam tangkai bunga (inflorescentia) yang tumbuh memanjang dan bercabang banyak. Tiap kuntum bunga terdiri atas empat helai daun kelopak, empat helai daun mahkota, bunga berwarna kuning cerah, empat helai benang sari, dan satu buah putik yang berongga dua. Penyerbukan bunga caisin dapat dilakukan dengan bantuan lebah maupun manusia.
Hasil penyerbukan
terbentuk buah yang berisi biji. Buah caisim termasuk tipe buah polong yang berbentuk memanjang dan berongga. Tiap buah berisi 2-8 butir biji. Biji caisin berbentuk bulat kecil dan berwarna coklat atau coklat kehitaman. Tanaman caisin memiliki beberapa varietas seperti tanaman lainnya. 2.2. Syarat Tumbuh Caisin dapat tumbuh sepanjang tahun di daerah beriklim sub tropika dan tropika. Daerah penanaman yang cocok mulai dari ketinggian 500 meter sampai dengan 1.200 meter di atas permukaan laut (dpl). Namun biasanya dibudidayakan pada daerah yang mempunyai ketinggian 100 meter sampai 500 meter dpl. Tanah yang cocok untuk ditanami caisin adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, subur, serta pembuangan airnya baik. Derajat kemasaman (pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhannya adalah 5.5-6.5. Benih caisin dapat berkecambah dalam waktu 3-5 hari dengan suhu optimal 20-25OC. Waktu untuk panen bervariasi sesuai dengan
varietas, berkisar antara 40-80 hari setelah tanam. Kisaran perkiraan hasil caisin di daerah subtropis seperti Taiwan adalah 10 20 ton/ha. Pada tahun 1989, rata-rata produktivitas di Taiwan dan Thailand masing-masing adalah 15 dan 17 ton/ha (Saribun, 2008). Penanaman caisin dalam rumah tanam (greenhouse) yang berupa rumah kaca, rumah plastik atau rumah kassa mampu menahan pukulan air hujan dan serangan hama, bangunan ini juga dapat mengoptimalkan penggunaan pupuk daun, pestisida, mengawetkan lengas tanah, dan menaikkan suhu di malam hari (Sulistyaningsih, 2005). 2.3. Peranan Air Terhadap Pertumbuhan Caisin Menurut Maynard dan Orcott 1987 dalam Nugroho 2012, Air adalah salah satu komponen fisik yang sangat vital dan dibutuhkan dalam jumlah besar untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sebanyak 85-90% dari bobot segar sel-sel dan jaringan tanaman tinggi adalah air. Noggle dan Frizt 1983 dalam Nugroho 2012 menjelaskan bahwa fungsi air bagi tanaman yaitu : (1) sebagai senyawa utama pembentuk protoplasma, (2) sebagai senyawa pelarut bagi masuknya mineral-mineral dari larutan tanah ke tanaman dan sebagai pelarut mineral nutrisi yang akan diangkut dari satu bagian sel ke bagian sel lain, (3) sebagai media terjadinya reaksi-reaksi metabolik, (4) sebagai rektan pada sejumlah reaksi metabolisme seperti siklus asam trikarboksilat, (5) sebagai penghasil hidrogen pada proses fotosintesis, (6) menjaga turgiditas sel dan berperan sebagai tenaga mekanik dalam pembesaran sel, (7) mengatur mekanisme gerakan tanaman seperti membuka dan menutupnya stomata, membuka dan menutupnya bunga serta melipatnya daun-daun tanaman tertentu, (8) berperan dalam perpanjangan sel, (9) sebagi bahan metabolisme dan produk akhir respirasi, serta (10) digunakan dalam proses respirasi.
Kehilangan air pada jaringan tanaman akan menurunkan turgor sel, meningkatkan konsentrasi makro molekul serta senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah, mempengaruhi membran sel dan potensi aktivitas kimia air dalam tanaman. Peran air yang sangat penting tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa langsung atau tidak langsung kekurangan air pada tanaman akan mempengaruhi semua proses metaboliknya sehingga dapat menurunkan pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman didefinisikan sebagai bertambah besarnya tanaman yang diikuti oleh peningkatan berat kering. Proses pertumbuhan tanaman terdiri dari pembelahan sel, perbesaran sel dan diferensiasi sel. Kekurangan air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tersebut. Selanjutnya Kramer (1963) dalam Budianto (1984) menyatakan bahwa tanaman yang mengalami kekurangan air stomatanya menutup lebih awal untuk mengalami kehilangan air, tetapi penutupan stomata juga menghambat jalan masuknya CO2 sehingga fotosintesis berkurang. Tanah terdiri dari empat fraksi; partikel mineral dan benda organik mati yang membentuk matrik, serta larutan tanah dan udara yang mengisi ruang pori matrik. Air tanah sebagian besar ditahan oleh potensial matrik, air terjerap oleh permukaan partikel tanah, dan hanya sedikit yang terikat secara osmosis karena terlarutnya garam mineral dalam tanah. Ketersediaan
air
bagi
tanaman tergantung kepada
potensialnya
dan
konduktivitas hidroliknya. Air yang siap untuk dimanfaatkan oleh tanaman terdapat antara kapasitas lapang dan titik layu permanen. Air ini sering disebut air kapiler. Kapasitas lapang adalah kandungan air tanah yang tercapai setelah gerak air gravitasi sudah berhenti dengan potensial air dibawah 3 bar. Kandungan air tanah dimana terjadi tingkat kelayuan tanaman yang tidak dapat balik, dikenal sebagai titik layu permanen, dan biasanya mempunyai potensial air antara 10 s/d-20 bar. Nilai yang tepatnya sangat tergantung kepada jenis tanaman dan
kondisi dimana tanaman itu tumbuh. Air yang tertinggal dalam tanah, yang tidak tersedia bagi tanaman, dikenal sebagai air higroskopis dan air yang terikat secara kimia. Jumlah air higroskopis berbeda–beda tergantung partikel mineral tanah seperti liat dan organik (Hidayat, 2001). Ketersediaan air dipengaruhi oleh kemampuan tanah untuk mengikat air. Jumlah air yang dapat ditahan oleh tanah tergantung dari bahan organik dan tekstur tanah (Tisdale dan Nelson, 1975). Selanjutnya Fitter dan Hay (1992) mengemukakan bahwa tanah liat dengan partikel lebih kecil 0,002 mm mempunyai kemampuan mengikat air lebih tinggi dibandingkan dengan debu dan pasir yang masing-masing ukuran partikelnya 0,002 – 0,06 – 2 mm. Pada tanah dengan tekstur berat, drainasenya diperbaiki, karena pada tanah-tanah demikian air akan banyak menggenang pada saat banyak turun hujan. Dalam keadaan tergenang, biji jagung akan membusuk dan tanaman muda akan menguning (Musa, 1998). Untuk mengairi tanaman caisin, petani biasanya mengandalkan sumber air dari alam dengan mengalirkan air ke lahan sampai tanah tergenang selama beberapa jam tanpa memperhitungkan berapa volume, dan interval pemberian air yang sebenarnya diperlukan oleh tanaman caisin. Cara pemberian air seperti ini, selain pemborosan juga dapat menurunkan produktivitas tanaman caisin. Apabila terjadi kelebihan dan kekurangan air, maka keadaan lingkungan fisik akar tanaman tidak dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman caisin. Maka untuk budidaya tanaman caisin diperlukan suatu pendekatan, antara lain dengan merekayasa pemberian air baik interval maupun volumenya berdasarkan kesesuaian antara sifak fisik tanah dan periode tumbuh tanaman.