BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Klasifikasi dan Morfologi Jalak Bali Jalak bali tergolong dalam jenis burung berkicau. Dalam bahasa Bali diberi
nama Curik putih atau Curik bali sedangkan dalam bahasa asing diberi nama White starling, White minah, Bali minah, Bali starling, dan Rotschild’s minah (Alikodra 1987). Klasifikasi jalak bali menurut Stersemann (1912) dalam Alikodra (1987) adalah Phyllum: Chordata, Class: Aves, Ordo: Passeriformes, Famili: Sturnidae, Genus: Leucopsar, Species: Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912. Berdasarkan laporan TNBB (2011), ciri-ciri morfologis jalak bali yang khas adalah sebagai berikut: 1.
Bulunya 90% berwarna putih bersih hanya pada ujung bulu sayap dan bulu ekornya ditemukan warna hitam dengan lebarnya lebih kurang 25 mm.
2.
Pelupuk matanya berwarna biru tua mengelilingi bola mata, paruh runcing dengan panjang 2 – 5 cm dengan bentuk yang khas pada bagian atasnya terdapat peninggian yang memipih tegak, dan rahangnya berwarna abu-abu kehitaman.
3.
Burung jantan bentuknya lebih indah mempunyai jambul di kepalanya dengan beberapa helai bulu berwarna putih bersih.
4.
Jalak bali mempunyai kaki berwarna biru abu-abu dengan empat jari jemari (1 ke belakang dan 3 ke depan).
5.
Ukuran jalak bali jantan dan betina sulit dibedakan namun secara umum jalak bali jantan lebih besar dan memiliki kuncir yang lebih panjang. Jalak bali jantan dan betina dapat dilihat pada Gambar 1.
5
Gambar 1 Jalak bali (Leocopsar rotchildii) jantan dan betina (Sumber: Isom 2011). 2.2
Habitat dan Penyebaran Penyebaran populasi jalak bali pada masa lampau menurut IUCN (1966)
mencapai daerah Bubunan, sekitar 50 km sebelah timur kawasan Taman Nasional Bali Barat. Menurut Hartojo dan Suwelo (1988), penyebaran perkiraan populasi jalak bali pada akhir tahun 1984 hanya tinggal di kawasan Taman Nasional Bali Barat yaitu di hutan-hutan Tegal Bunder, Prapat Agung, Batu Licin, Lampu Merah, Teluk Kelor, Tanjung Gelap, Banyuwedang, dan Cekik. Habitat yang disukai oleh jalak bali seperti hutan mangrove, hutan rawa, dan hutan musim dataran rendah (Alikodra 1987). Hasil pengamatan yang dilakukan tim ICBP dan Dirjen PHKA menunjukan bahwa penyebaran jalak bali hanya ada di Taman Nasional Bali Barat dengan jumlah populasi yang sangat terbatas di sebelah Utara jalan yang membelah kawasan Taman Nasional Bali Barat dari Gilimanuk sampai ke Singaraja (Hartojo dan Suwelo 1988). 2.3
Populasi Perkembangan populasi jalak bali di Taman Nasional Bali Barat dari tahun
ke tahun terus menurun bahkan mencapai kondisi kritis. Tahun 1977 diperkirakan sejumlah 210 ekor (Alikodra 1978) kemudian menurun menjadi 104 ekor pada tahun 1984 (Helvoort et al. 1985), dan tahun 1986 oleh Pujiati (1987) memperkirakan sejumlah 54 ekor. Pada tahun 1989 Ballen dan Sutawidjaja (1990) memperkirakan populasi tidak lebih dari 25 ekor dan dalam perkiraan yang
6
dilakukan oleh tim bali starling project bulan Oktober 1990 menunjukan keadaan populasi yang sangat kritis yaitu sekitar 13 – 18 ekor (Taman Nasional Bali Barat 1991). Data pada bulan Desember 2006, populasi di alam liar tercatat hanya tersisa sebanyak enam ekor (Taman Nasional Bali Barat 2009). 2.4
Sistem Penangkaran Penangkaran merupakan kegiatan untuk mengembangbiakan jenis-jenis
satwaliar dan tumbuhan alam yang bertujuan untuk memperbanyak populasi dengan mempertahankan kemurnian jenis sehingga kelestarian dan keberadaannya di
alam
tetap
terjaga
yang
meliputi
kegiatan
pengumpulan
bibit,
pengembangbiakan, memelihara, membesarkan, dan restocking yang bertujuan untuk melestarikan satwaliar dan tumbuhan alam maupun memperbanyak populasinya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Thohari 1987). Suwelo (1988) membagi sistem penangkaran menjadi intensif dan ekstensif. Intensif mengarah pada menternakan satwaliar (game farming) sedangkan ekstensif mengarah pada pemeliharaan satwaliar (game ranching). Ciri intensif yaitu semua sarana dan prasarana disediakan oleh pengelola seperti kebun binatang. Sistem ini mengandalkan kerja manusia seperti memberi makanan dan minuman. Ciri ekstensif yaitu hanya menyediakan atau menanam hijauan. Sistem ekstensif ini dapat dilakukan pada habitat dimana jenis tersebut berkembang misalnya pada taman buru atau dapat pula pada tempat yang berpagar tetapi dalam tempat berpagar tersebut tidak ada bangunan atau dibuat sedikit mungkin bangunan buatan manusia. Berdasarkan
tujuannya,
penangkaran
dibagi
menjadi
dua
yaitu
penangkaran untuk budidaya dan penangkaran untuk konservasi (Helvoort et al. 1986). Perbedaan antara penangkaran untuk tujuan budidaya dengan untuk tujuan konservasi dapat dilihat pada Tabel 1.
7
Tabel 1 Perbedaan antara penangkaran untuk budidaya dan konservasi Aspek Obyek
Sasaran
Manfaat
Jangka waktu
Metode
Budidaya Beberapa individu dan ciri-cirinya Ras (Varietas, forma) Jumlah Individu total yang dimanipulasikan (N) terbatas Domestikasi Perubahan, dalam arti mencaiptakan ras,forma Komersial ( terutama segi kuantitas) Terkurung untuk selama-lamanya. Memenuhi kebutuhan material (protein, kulit dan lain-lain) (memenuhi kebutuhan batin dan sosial (burung berkicau, anjing kesayangan) Pendek sampai sedang (1-250 tahun)
Konservasi Suatu populasi dan ciri-cirinya Jenis/anak jenis
Terapkan teknologi reproduksi (IB, IVF, TE, dll)
Mempertahankan sex ratio
Jumlah mau kawin ditingkatkan
Jaga keturunan tidak didominasi
Penentuan pasangan diatur
Pasangan acak
Kembangkan galur murni inbreeding; lakukan mutasi gen Sumber : Helvoort et al. 1986
Jumlah total individu (N) besar Realease Tidak merubah jenis Non komersial Pengembalian kepada alam asli Memepertahankan stabilitas ekosistem Meningkatkan nilai keindahan alam Selama-lamanya
Hindari inbreeding & mutasi gen
Dalam melakukan usaha-usaha kegiatan penangkaran terdapat beberapa hal yang perlu dijadikan pertimbangan yaitu (Soedharma 1985): 1.
Mencari tempat penangkaran yang cocok untuk dapat dilakukan dengan baik ditinjau dari lokasi untuk pelepasan kembali ke alam dan pemanfaatan bibit untuk kepentingan usaha.
2.
Mengetahui dengan benar ketersediaan di alam dan status populasi di alam.
3.
Kesiapan teknologi yang sudah dikuasai untuk penangkaran agar bisa berhasil.
4.
Kesiapan perangkat kebijaksanaan sistem pengendalian pengawasan.
5.
Faktor-faktor sosial ekonomi masyarakat setempat yang akan terlibat di dalamnya.
2.5
Penangkaran Jalak Bali Penangkaran jalak bali merupakan upaya yang harus dilakukan untuk
menaggulangi punahnya jalak bali di alam. Pelepasan ke alam hasil penangkaran jalak bali (restocking) akan berhasil menambah populasi di alam apabila sebab-
8
sebab yang pada awalnya telah mengakibatkan kemerosotan populasi jalak bali sudah ditanggulangi dengan baik (Helvoort et al. 1986). Beberapa penangkaran jalak bali yang sudah ada seperti di Kebun Binatang Surabaya (KBS), Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah, penangkaran jalak bali UD. Safari Bird Farm di kabupaten Jombang, dan penangkaran di Tegal Bunder, Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Perkembangan penangkaran di Tegal Bunder TNBB pada beberapa tahun terakhir terlihat mengalami penurunan yang merupakan hasil sumbangan dari KBS dan TSI (Taman Safari Indonesia) I Cisarua serta hasil sitaan maupun anak yang dihasilkan seluruhnya berjumlah 284 ekor dan pada tahun 2006 tersisa sekitar 70 ekor. Hal tersebut disebabkan antara lain kurang gencarnya penelitian tentang pengembangan penangkaran dari pihak terkait, sehingga para petugas hanya memiliki pengetahuan yang terbatas dalam pengelolaan penangkaran tersebut dan kematian satwa dalam penangkaran di TNBB tersebut cukup memprihatinkan (Aryanto 2010). 2.6
Aspek Teknik Penangkaran
2.6.1 Perkembangbiakan Jalak bali termasuk burung yang terbang secara bergerombol pada saat musim kawin (antara bulan November sampai dengan bulan April sedangkan di penangkaran terjadi sepanjang tahun) dan dalam mencari makan (Helvoort et al. 1988). Hartojo dan Suwelo (1985) mengatakan musim kawin terjadi pada bulan Januari sampai dengan April/Mei. Menurut Gepak (1986), masa breeding burung jalak bali di habitatnya pada bulan Januari sampai dengan bulan Maret. Perbedaan musim kawin diduga berhubungan dengan tersedianya makanan dalam jumlah cukup bagi jalak bali pada musim breeding tersebut. Musim breeding ini agak berbeda dengan penangkaran burung jalak bali di Kebun Binatang Surabaya (KBS). Jalak bali di KBS dapat bertelur setiap saat. Setiap bertelur dapat menelur 2 – 4 butir. Setiap pasang induk paling banyak hanya mampu membesarkan dua ekor burung.
9
Jalak bali jantan dan betina sulit dibedakan kecuali melalui perilaku pada saat birahi dan hal tersebut tidak pasti 100% (Helvoort et al. 1985). Sangat sulit dilakukan pembakuan kriterianya hanya para pakar dan penggemar burung yang telah lama menangani jalak bali yang dapat menentukan jenis kelamin. Kriteriakriteria alam yang dipakai para pakar yaitu melalui ciri-ciri khas yang dimiliki tiap jenis kelamin tersaji dalam Tabel 2. Tabel 2 Ciri-ciri morfologi yang membedakan jenis kelamin jalak bali Ciri Morfologi Kepala Daerah sekitar mata Ukuran tubuh Jambul
Jenis Jantan Lebih besar dan bentunya panjang Warna lebih gelap dan permukaannya lebih kasar Lebih besar dan gagah Lebih panjang dan hampir merupakan kuncir
Jenis Betina Lebih kecil dan bentuknya cenderung bulat Warna lebih terang dan permukaannya lebih halus Lebih ramping Relatif lebih pendek dan datar
Sumber: Jaya 2006
Jalak bali memiliki sifat monogamus yaitu sex ratio jantan dan betina adalah 1:1. Selama melakukan perkawinan jalak bali tidak boleh merasa terganggu karena akan mengakibatkan gagalnya perkawinan tersebut. Oleh karena itu, pada saat melangsungkan perkawinan, kandang harus tertutup dan bebas gangguan (Jaya 2006). Pada musim kawin, jalak bali jantan sering mengejar betina dan mencoba mengusir jantan yang lain dan jika terjadi kecocokan maka antara keduanya sering berdekatan. Pada saat bercumbu jambul yang panjang pada jantan terlihat ditegakan dan diturunkan sambil berkicau (MacKinnon 1989). Ciri-ciri jalak bali yang akan bertelur antara lain frekuensi masuk ke sarang baik jantan maupun betina relatif tinggi dibanding biasanya dan sering membawa ranting-ranting kering atau rumput masuk kedalam sarang sebagai alas sarang (Nurana 1989). Jalak bali bertelur antara dua sampai tiga butir dalam satu kali reproduksi (MacKinnon 1989). Telur jalak bali berwarna kebiru-biruan, berbentuk bulat panjang (oval), rata-rata berukuran panjang 30,8 mm dan lebar 22,3 mm dengan bobot 8,2 gram (Sieber 1983 dalam Helvoort et al. 1986). Lama pengeraman telur berlangsung rata-rata 11 – 14 hari (Nurana 1989). Di tempat penangkaran, pengeraman telur dimulai pada waktu telur pertama kali dihasilkan (Sieber 1983 dalam Helvoort et al. 1986). Lama pengasuhan anak di penangkaran kurang lebih selama satu bulan. Apabila lebih dari satu bulan anak jalak bali belum dipisahkan dengan induknya maka anak jalak bali tersebut
10
dipatuki induknya terutama oleh jantannya bahkan dapat menyebabkan anak burung tersebut mati. Naluri yang mendorong induk untuk menyapih anaknya diduga
karena
induknya
mulai
birahi.
Dugaan
ini
berdasarkan
data
perkembangbiakan jalak bali. Jika anak sudah disapih, 1 – 2 minggu kemudian induknya bertelur kembali (Nurana 1989). Anakan jalak bali dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Anakan jalak bali (sumber: berita burung 2010). 2.6.2 Pakan Makanan jalak bali berupa buah-buahan, biji-bijian, dan serangga (MacKinnon 1989). Makanan alaminya seperti tembelekan (Lantana camara) dan macam-macam serangga (capung, belalang, dan ulat). Di tempat penangkaran, pakan yang umum diberikan adalah pepaya, pisang, telur serangga (kroto), tulang cumi-cumi, dan ulat hongkong (Nurana 1989). 2.6.3 Kandang Kandang untuk penangkaran jalak bali dapat ditempatkan pada suatu areal yang cukup luas, yang penting harus mempertimbangkan kondisi alami dari jenis burung jalak bali tersebut. Untuk menjamin keamanan dan masa pakai yang lama, maka kandang penangkaran dapat terbuat dari rangka besi atau tiang kayu yang bagus. Dinding kandang dapat dibuat terbuka dengan kawat ram (berdiameter 1 cm) untuk seluruh dinding atau sebagian dinding dibuat tertutup dari tembok atau ram yang ditutup dengan plastik gelap, sebagian ditutup oleh genteng atau asbes dan sebagian lainnya dibiarkan terbuka yang ditutup dengan kawat ram. Kandang penangkaran dibedakan atas beberapa jenis dengan ukuran yang berbeda-beda
11
(Masy’ud 2010). Untuk lebih jelasnya jenis dan ukuran kandang dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Jenis dan ukuran kandang penangkaran jalak bali No Jenis Kandang 1 Kandang pembiakan 2 Kandang sapihan 3 Kandang calon induk 4 Kandang karantina 5 Kandang angkut 6 Kandang kubah (pelepasliaran) Sumber: Masy’ud (2010).
Ukuran Kandang 4m x 3m x 2.5m atau 3m x 2,5m x 2,25m 4m x 4m x 2,5m atau 3m x 3m x 2,5m 6m x 3m x 2m 4m x 1m x 2,25m 80cm x 30cm x 20cm Tinggi 17,5m dan diameter 17,5m
2.6.4 Bibit Syarat keberhasilan pengembangbiakan jalak bali di penangkaran diawali dengan ketepatan dalam memilih bibit. Penangkaran harus benar-benar memperhatikan kualitas bibit atau syarat bibit yang baik yaitu bibit harus sehat, tidak cacat, bersuara lantang dan bagus serta jelas asal usulnya. Sebagai jenis monomorfik yaitu jenis yang memilki ciri morfologi yang relatif sama antara jantan dan betina, maka dalam memilih bibit harus dipastikan bahwa pasangan bibit yang dipilih jelas terdiri dari jantan dan betina. Menurut Masy’ud (2010), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih bibit yang baik yaitu: 1.
Bentuk dan berat badan Bibit jalak bali yang baik memilki bentuk badan bulat panjang dan relatif lebih berat dari pada bibit jalak bali betina.
2.
Bulu Bulu bibit yang baik tampak mengkilap, tidak kumal dan apabila disemprotkan air maka air semprotan tidak menempel pada bulunya.
3.
Sikap Sikap yang gagah, sorot mata yang tajam, kepala yang tegak tetapi tidak tampak liar.
4.
Usia Burung yang dipilih sebagai bibit harus memiliki usia yang muda karena memungkinkan stress dan sifat liarnya masih relatif kecil.
12
2.6.5 Perawatan kesehatan Perawatan kesehatan adalah sebuah proses yang berhubungan dengan pencegahan, perawatan, dan manajemen penyakit. Kesehatan merupakan salah satu faktor penting yang akan menentukan keberhasilan penangkaran burung jalak bali. Kunci dalam perawatan kesehatan burung adalah pada pemberian makanan yang teratur dan bergizi serta sesuai kesukaan. Burung yang stress biasanya disebabkan karena kelaparan dan akan menjadi liar sehingga dapat menggagu kesehatan dan perkembangbiakannya. Selain itu, kebersihan dari makanan, tempat makan, dan lingkungan kandang dapat mempengaruhi kesehatan jalak bali. Ventilasi udara dan sirkulasi udara di dalam kandang juga harus optimal. Selain itu, adanya gangguan lain seperti ular, tikus, dan kucing karena dapat menjadi predator dan sebagai pembawa penyakit (Masy’ud 2010). Untuk meningkatkan daya tahan tubuh jalak bali di penangkaran, dapat dilakukan dengan cara memberikan multivitamin secara teratur. Untuk mengobati sekaligus untuk mencegah terjangkitnya penyakit cacing dapat juga diberikan obat-obatan. Selain itu, untuk mempertinggi daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit maka salah satu cara yang terbaik adalah dengan memberikan makanan yang bergizi. Makanan harus di selang-seling dengan pur kesehatan. Cahaya matahari di pagi hari penting bagi kesehatan burung sebagai sumber provitamin D. Oleh karena itu, diusahakan agar cahaya matahari pagi masuk dengan jumlah yang cukup kedalam kandang (Masy’ud 2010). 2.7
Inbreeding Silang dalam (Inbreeding) adalah persilangan antar satwa yang memiliki
hubungan keluarga yang lebih dekat jika dibanding dengan rataan hubungan kekerabatan kelompok tempat satwa tersebut berada. Silang dalam ini mengakibatkan meningkatnya derajat homozigisitas dan pada saat bersamaan menurunkan derajat heterozigositas (Noor 2008). Menurut Warwick et al. (1986), silang dalam adalah perkawinan antar individu-individu yang lebih dekat hubungannya dibandingkan rata-rata satwa dalam bangsa atau populasi itu yaitu satwa yang mempunyai moyang bersama dalam 4 sampai 6 generasi pertama silsilahnya. Pengaruh genetik dari silang dalam yaitu meningkatkan proporsi lokus-lokus genetik yang homozigot bila
13
dibandingkan dengan proporsi yang diakibatkan dari persilangan satwa-satwa bukan inbreeding dari populasi yang sama. Silang dalam merupakan proses yang seimbang dan menyebabkan fiksasi gen-gen yang tak disukai sama cepatnya dengan gen-gen yang disukai. Menurut Helvoort (1988), penangkaran satwaliar dapat dinilai berhasil apabila teknologi reproduksi jenis satwa tersebut telah dikuasai, artinya usaha penangkaran tersebut telah berhasil mengembangbiakan jenis satwa yang ditangkarkan dan satwa hasil penangkaran tersebut berhasil bereproduksi di alam bebas. Di dalam populasi yang kecil, meningkatnya inbreeding lebih cepat dibandingkan dalam populasi yang besar. Helvoort (1988) mengatakan bahwa, burung-burung yang sudah kawin dalam (inbreed) tidak patut di tangkarkan karena genetika populasi dan variasi genetiknya rendah. Hal ini akan berpengaruh terhadap daya reproduksi, ketahanan tubuh, dan penampilan bibit. Cara-cara mengurangi inbreeding menurut Thohari (1987) adalah sebagai berikut: 1.
Pengambilan satwa dari populasi yang berbeda.
2.
Melakukan test heterozigositas pada satwa yang akan digunakan sebagai bibit. Lebih tinggi tingkat heterozigositasnya nilai satwa sebagai bibit lebih baik.
3.
Melakukan pencatatan silsilah yang teratur pada setiap individu yang ditangkar.
4.
Memasukan individu baru secara berkala yang bukan satwa inbreed atau tidak mempunyai hubungan keluarga dengan satwa yang telah ada. Koefisien inbreeding merupakan peluang dua alel dalam satu lokus untuk
sama (homozigot) dalam satu keturunan. Menurut Noor (2008), koefisien inbreeding dapat digunakan untuk mengukur peningkatan homozigositas suatu individu akibat silang dalam. Koefisien ini dapat pula digunakan untuk mengukur penurunan derajat heterozigositas suatu individu relatif terhadaap tetuanya pada populasi yang sama. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengetahui perihal koefisisen inbreeding.
14
Menurut Masy’ud (1992), perhitungan koefisien silang dalam dilakukan berdasarkan informasi silsilah jalak bali dengan menelaah buku silsilah (studbook). Jika koefisien silang dalam bernilai nol, maka pasangan tersebut dipindahkan dan ditempatkan dalam satu kandang untuk diamati perilaku asosiasinya lebih lanjut dan penampilan reproduksinya. Sebaliknya, jika koefisien silang dalam bernilai satu atau mendekati satu, maka pasangan tersebut dipisahkan kembali untuk dicarikan pasangannya dengan jalak bali lain.