BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
TINJAUAN UMUM
2.1.1 Tanah Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregrat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut (Das,1991). Berdasarkan sifat lekatnya tanah dapat dibedakan menjadi dua yaitu, tanah tak berkohesif dan tanah berkohesif. Tanah tak berkohesif adalah tanah yang tidak mempunyai atau sedikit sekali lekatan antara butir β butirnya seperti tanah berpasir. Tanah kohesif adalah tanah yang mempunyai sifat lekatan antara butirbutirnya, contohnya tanah lempung. Tanah terdiri dari 3 komponen, yaitu udara, air, dan bahan padat. Udara dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Ruang di antara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah dikatakan dalam kondisi jenuh sebagian (partially saturated). Bagian-bagian tanah dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1.
9
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Diagram fase tanah (Das, 1994) Dalam hal ini: V
= Isi (Volume)
(cm3)
Va
= Isi udara (Volume of air)
(cm3)
Vw
= Isi air (Volume of water)
(cm3)
Vv
= Isi pori/rongga (Volume of void)
(cm3)
Vs
= Isi butir-butir padat (Volume of solid)
(cm3)
W
= Berat (Weight)
(gr)
Wa
= Berat udara (Weight of air)
(gr)
Ww
= Berat air (Weight of water)
(gr)
Ws
= Berat butir-butir padat (Weight of solid)
(gr)
Dari Gambar 2.1 diatas maka dapat diperoleh persamaan-persamaan untuk menghitung volume (V) dan berat tanah (W) sebagai berikut: V = Vs + Vv = Vs + Vw + Va
(2.1)
10
Universitas Sumatera Utara
Jika diasumsikan bahwa udara tidak memiliki berat, maka berat total contoh tanah (W) dapat dinyatakan dengan: W = Ws + Ww
(2.2)
2.1.2. Sifat-Sifat Fisik Tanah 2.1.2.1. Kadar Air (Water Content) Kadar air (W) merupakan perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat butiran padat (Ws) dalam tanah tersebut, dinyatakan dalam persen. W(%) =
Ww Ws
x 100
(2.3)
Dimana: W
= Kadar air
(%)
Ww
= Berat air
(gr)
Ws
= Berat butiran
(gr)
2.1.2.2 Angka Pori (Void Ratio) Angka pori atau void ratio (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume rongga (πππ£π£ ) dengan volume butiran (πππ π ) dalam tanah, atau :
Dimana: ππ
ππ =
ππππ ππππ
(2.4)
: angka pori
11
Universitas Sumatera Utara
πππ£π£ : volume rongga (cm3)
πππ π
: volume butiran (cm3)
2.1.2.3 Porositas (Porocity) Porositas atau porosity (n) didefinisikan sebagai persentase perbandingan
antara volume rongga (πππ£π£ ) dengan volume total (ππ) dalam tanah, atau : ππ =
Dimana: ππ
: porositas
ππ
: volume total
πππ£π£ ππ
π₯π₯ 100
(2.5)
πππ£π£ : volume rongga (cm3)
(cm3)
2.1.2.4 Berat Volume Basah (Unit Weight) Berat volume lembab atau basah (πΎπΎππ ) merupakan perbandingan antara
berat butiran tanah termasuk air dan udara (W) dengan volume tanah (V). πΎπΎππ =
Dimana:
ππ ππ
πΎπΎππ
W
= berat butiran tanah (gr)
V
= volume total tanah (cm3)
(2.6)
= Berat volume basah (gr/cm3)
2.1.2.5 Berat Volume Kering (Dry Unit Weight) Berat volume kering (πΎπΎππ ) merupakan perbandingan antara berat butiran
(Ws) dengan volume total (V) tanah.
12
Universitas Sumatera Utara
πΎπΎππ =
πππ π
(2.7)
ππ
Dimana: πΎπΎππ
= berat volume kering (gr/cm3)
V
= volume total tanah (cm3)
πππ π
= berat butiran tanah (gr)
2.1.2.6 Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight) Berat volume butiran padat (πΎπΎπ π ) merupakan perbandingan antara berat
butiran tanah (πππ π ) dengan volume butiran tanah padat (πππ π ). πΎπΎπ π =
Dimana:
πππ π πππ π
πΎπΎπ π
= berat volume padat (gr/cm3)
πππ π
= volume total padat (cm3)
πππ π
(2.8)
= berat butiran tanah (gr)
2.1.2.7 Berat Jenis (Specific Gravity) Berat jenis tanah (Gs) merupakan perbandingan antara berat volume butiran padat (πΎπΎπ π ) dengan berat volume air (πΎπΎπ€π€ ) pada temperature 4ΒΊ. Nilai suatu berat jenis tanah tidak bersatuan (tidak berdimensi). πΊπΊπ π =
πΎπΎπ π
πΎπΎπ€π€
(2.9)
13
Universitas Sumatera Utara
Dimana: Gs
= berat jenis
πΎπΎπ π
= berat volume padat (gr/cm3)
πΎπΎπ€π€
(gr/cm3)
= berat volume air
Nilai-nilai berat jenis dari berbagai jenis tanah dapat dilihat dalam Tabel
2.1 berikut ini: Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah Macam Tanah
Berat Jenis
Kerikil
2,65 β 2,68
Pasir
2,65 β 2,68
Lanau tak organik
2,62 β 2,68
Lempung organik
2, 58 β 2,65
Lempung tak organik
2,68 β 2,75
Humus
1,37
Gambut
1,25 β 1,80
(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)
2.1.2.8 Derajat Kejenuhan (S) Derajat kejenuhan atau degree of saturation (S) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume air (πππ€π€ ) dengan volume total rongga pori tanah (πππ£π£ ).
Bila tanah dalam keadaan jenuh, maka ππ = 1. Derajat kejenuhan suatu tanah (ππ) dapat dinyatakan dalam Persamaan 2.11. ππ (%) =
πππ€π€ πππ£π£
π₯π₯ 100
(2.10)
14
Universitas Sumatera Utara
Dimana: ππ
: derajat kejenuhan
πππ€π€ : berat volume air
(cm3)
πππ£π£ : volume total rongga pori tanah (cm3) Batas-batas nilai dari derajat kejenuhan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah Keadaan Tanah
Derajat Kejenuhan
Tanah kering
0
Tanah agak lembab
> 0 - 0,25
Tanah lembab
0,26 - 0,50
Tanah sangat lembab
0,51 - 0,75
Tanah basah
0,76 - 0,99
Tanah jenuh
1
(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)
15
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)
Tanah yang berbutir halus biasanya memiliki sifat plastis. Sifat plastis tersebut merupakan kemampuan tanah menyesuaikan perubahan bentuk tanah setelah bercampur dengan air pada volume yang tetap. Tanah tersebut akan berbentuk cair, plastis, semi padat atau padat tergantung jumlah air yang bercampur pada tanah tersebut. Batas-batas Atterberg terbagi dalam tiga batas berdasarkan kadar airnya yaitu batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit) dan batas susut (shrinkage limit). Ada dua parameter utama untuk mengetahui plastisitas tanah lempung, yaitu batas atas dan batas bawah plastisitas. Atterberg memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar airnya. Tanah yang batas cairnya tinggi biasanya mempunyai sifat teknik yang buruk yaitu kekuatannya rendah, sedangkan kompresibilitasnya tinggi sehingga sulit dalam hal pemadatannya. Oleh karena itu, atas dasar kandungan kadar air dalam tanah, tanah dapat dipisahkan ke dalam empat keadaan dasar, yaitu : padat, semi padat, plastis dan cair, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 2.2 Batas-Batas Atterberg
16
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.1 Batas Cair (Liquid Limit) Batas Cair (LL) adalah kadar air tanah yang untuk nilai-nilai diatasnya, tanah akan berprilaku sebagai cairan kental (batas antara keadaan cair dan keadaan plastis), yaitu batas atas dari daerah plastis. Batas cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan menggunakan cawan yang telah dibentuk sedemikian rupa yang telah berisi sampel tanah yang telah dibelah oleh grooving tool dan dilakukan dengan pemukulan sampel dengan jumlah dua sampel dengan pukulan diatas 25 pukulan dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah dibelah tersebut menyatu. Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan persamaan sehingga didapatkan nilai kadar air pada 25 kali pukulan. Batas cair memiliki batas nilai antara 0 β 100, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair kurang dari 100 (Holtz dan Kovacs, 1981). Alat uji batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.
Gambar 2.3 Alat Uji Batas Cair
17
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Kurva Pada Penentuan Batas Cair Tanah Lempung (Soedarmo, 1997)
2.1.3.2 Batas Plastis (Plastic Limit) Batas Plastis (Plastic Limit) dapat didefinisikan sebagai kadar air pada tanah dimana pada batas bawah daerah plastis atau kadar air minimum. Untuk mengetahui Batas Plastis suatu tanah dilakukan dengan percobaan menggulung tanah berbentuk silinder dengan diameter sekitar 3,2 mm (1/8 inchi) dengan menggunakan telapak tangan di atas kaca datar. Apabila tanah mulai mengalami retak-retak atau pecah ketika digulung, maka kadar air dari sampel tersebut adalah Batas Plastis.
2.1.3.3 Batas Susut (Shrinkage Limit) Batas susut (shrinkage limit) adalah
kadar air tanah pada kedudukan
antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan 18
Universitas Sumatera Utara
dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas susut dapat dinyatakan dalam Persamaan 2.12 seperti yang ditunjukkan pada rumusan dibawah ini. ππππ = οΏ½
(ππ 1 βππ 2 )
Dimana:
ππ 2
β
(π£π£1 βπ£π£2 )πΎπΎπ€π€ ππ 2
οΏ½ π₯π₯ 100 %
(2.12)
ππ1 : berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)
ππ2 : berat tanah kering oven
π£π£1 : volume tanah basah dalam cawan
π£π£2 : volume tanah kering oven πΎπΎπ€π€ : berat jenis air
(gr)
(cm3) (cm3) (gr/cm3)
2.1.3.4 Indeks Plastisitas (Plasticity Index) Indeks Plastisitas merupakan interval kadar air, yaitu tanah masih bersifat plastis. Karena itu, indeks plastis menunjukkan sifat keplastisitasan tanah. Jika tanah mempunyai interval kadar air daerah plastis kecil, maka keadaan ini disebut dengan tanah kurus. Kebalikannya, jika tanah mempunyai interval kadar air daerah plastis besar disebut tanah gemuk. Nilai indeks plastisitas dapat dihitung dengan Persamaan 2.13 berikut : IP = LL β PL
(2.13)
Dimana: PI : indeks plastisitas LL : batas cair PL : batas plastis Klasifikasi jenis tanah berdasarkan indeks plastisitasnya dilihat pada Tabel 2.3. 19
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah PI
Sifat
Macam tanah
Kohesi
0
Non β Plastis
Pasir
Non β Kohesif
<7
Plastisitas Rendah
Lanau
Kohesif Sebagian
7 - 17
Plastisitas Sedang
Lempung berlanau
Kohesif
> 17
Plastisitas Tinggi
Lempung
Kohesif
(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)
2.1.3.5 Indeks Kecairan (Liquidity Index) Kadar Air tanah asli relatif pada kedudukan plastis dan cair, dapat didefinisikan oleh Indeks Kecairan (Liquidity Index). Indeks Kecairan merupakan perbandingan antara selisih Kadar Air asli dengan Batas Plastis terhadap Indeks Plastisitasnya. Dapat dilihat pada Persamaan 2.14 berikut : πΏπΏπΏπΏ = πΌπΌπΏπΏ =
ππ ππ βππππ πΏπΏπΏπΏβππππ
=
ππ ππ βππππ ππππ
(2.14)
Dimana : LI = Liquidity Index (%) WN = Kadar air asli (%)
20
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Hubungan Antara WP, WL dan WN Dalam Menghitung LI atau IL (Bowles, 1991)
Dapat dilihat bahwa jika WN = LL, maka Indeks Kecairan akan sama dengan 1. Sedangkan, jika WN = PL, Indeks Kecairan akan sama dengan nol. Jadi, untuk lapisan tanah asli yang dalam kedudukan plastis, nilai LL > WN > PL. Nilai Indeks Kecairan akan bervariasi antara 0 dan 1. Lapisan tanah asli dengan WN > LL akan mempunyai LI > 1.
2.1.3.6 Gradasi Ukuran Butiran Gradasi (Distribusi) Ukuran Butiran adalah penentuan persentase berat butiran pada satu unit saringan dengan ukuran diameter lubang tertentu. Karakteristik pengelompokkan tanah : 1.
Tanah berbutir Kasar : Kerikil dan Pasir
2.
Tanah berbutir Halus : Lanau dan Lempung
Besar butiran tanah biasanya digambarkan dalam grafik yaitu merupakan grafik lengkung (Grading Curve) atau grafik lengkung pembagi butir (Partial Size Distribution Curve). Suatu tanah yang mempunyai kurva distribusi ukuran
21
Universitas Sumatera Utara
butir yang hampir vertikal (semua partikel dengan ukuran yang hampir sama) disebut tanah yang uniform (Uniformly Graded). Apabila kurva membentang pada daerah yang agak besar, tanah disebut bergradasi baik. Ada beberapa jenis tes yang digunakan untuk mendapatkan ukuran butiran, antara lain: β’ Analisis/Tes Ayakan (Sieve Analysis) β’ Tes Hidrometer (Hydrometer Test)
1. Analisis/Tes Ayakan (Sieve Analysis)
Gambar 2.6 Ayakan Untuk Pengujian Sieve Analysis (Das, 1998) 2. Tes Hidrometer (Hydrometer Test) Analisa hidrometer didasarkan pada prinsip sedimentasi (pengendapan) butir-butir tanah dalam air. Bila suatu contoh tanah dilarutkan dalam air, partikel
22
Universitas Sumatera Utara
partikel tanah akan mengendap dengan kecepatan yang berbeda-beda tergantung pada bentuk, ukuran, dan beratnya (Das, 1998). Analisa hidrometer juga digunakan untuk memperpanjang kurva distribusi analisa saringan dan untuk memperkirakan ukuran-ukuran yang butirannya lebih kecil dari ayakan No.200. Berikut ini adalah gambar alat yang digunakan untuk pengujian analisa hidrometer (Hydrometer Analysis).
Gambar 2.7 Alat Hidrometer Jenis ASTM 152H (Das, 1998) Karakteristik tanah berdasarkan distribusi partikelnya: β’
Cu
(uniformity
coefficient)
adalah
koefiseien
keseragaman
dimana
menunjukkan kemiringan kurva dan menunjukkan sifat seragam (uniform) tanah. Cu makin kecil, kurva makin curam, dan butir makin seragam. Sebaliknya Cu makin besar, kurva landai. Ukuran Cu minimal 1, yang berarti semua butiran berukuran sama. Koefisien keseragaman dapat dilihat pada Persamaan 2.15 berikut :
Cu =
D 60 D 10
(2.15)
23
Universitas Sumatera Utara
Dimana : D10 = Diameter yang bersesuaian dengan 10% lolos ayakan D60 = Diameter yang bersesuaian dengan 60% lolos ayakan
β’
Cc (curvature coefficient) adalah koefiseien gradasi - Tanah bergradasi sangat baik bila Cu > 15 . - Tanah yang memiliki gradasi yang baik mempunyai nilai Cu > 4 (untuk tanah kerikil), Cu > 6 (untuk pasir), dan - Cc antara 1 β 3 (untuk kerikil dan pasir).
Koefisien gradasi dapat dilihat pada Persamaan 2.16 berikut :
Dimana :
Cc =
D 2 30 D 60 x D 10
(2.16)
D10 = Diameter yang bersesuaian dengan 10% lolos ayakan D30 = Diameter yang bersesuaian dengan 30% lolos ayakan D60 = Diameter yang bersesuaian dengan 60% lolos ayakan
24
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Sistem Klasifikasi Tanah Sistem klasifikasi tanah digunakan untuk mengelompokkan tanah-tanah sesuai dengan perilaku umum dari tanah pada kondisi fisis tertentu. Tujuan dari pengklasifikasian tanah ini adalah untuk memungkinkan memperkirakan sifat fisis tanah dengan mengelompokkan tanah dengan kelas yang sama yang sifat fisisnya diketahui dan menyediakan sebuah metode yang akurat mengenai deskripsi tanah bagi para ahli. Tanah-tanah yang dikelompokkan dalam urutan berdasar satu kondisi-kondisi fisis tertentu bisa saja mempunyai urutan yang tidak sama jika didasarkan kondisi-kondisi fisis tertentu lainnya. Untuk memperoleh hasil klasifikasi yang lebih objektif, biasanya sampel tanah akan diuji di laboratorium dengan serangkaian uji laboratorium yang dapat menghasilkan klasifikasi tanah. Sejumlah sistem klasifikasi telah dikembangkan dan pengklasifikasian tersebut terbagi menjadi tiga sistem klasifikasi yaitu : 1. Klasifikasi tanah berdasar tekstur/ukuran butir 2. Klasifikasi tanah sistem USCS 3. Klasifikasi tanah sistem AASHTO Sistem-sitem ini menggunakan sifat-sifat indeks tanah yang sederhana seperti distribusi ukuran butiran, batas cair dan indeks plastisitasnya (Hardiyatmo, 1992).
2.1.4.1 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Ukuran Butir Ukuran butir dapat dijadikan tolok ukur dalam mengklasifikasikan tanah dan kebanyakan cara-cara dahulu yang lebih mengenal penggunakan ukuran butir dalam mengklasifikasikan jenis tanah. Sistem yang dikembangkan oleh MIT 25
Universitas Sumatera Utara
merupakan salah satu sistem klasifikasi tanah yang banyak digunakan berdasarkan ukuran butir tanah. Semakin berkembangnya jaman maka sistem klasifikasi tanah juga berkembang. Kemudian AASHTO dan Unifed juga mengeluarkan sistem klasifikasi tanah berdasarkan ukuran butir.
Gambar 2.8 Klasifikasi berdasar tekstur tanah oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) Meskipun klasifikasi tanah menggunakan ukuran butir memberikan hasil yang sangat baik, tetapi pengklasifikasian dengan sistem ini memiliki kekurangan yaitu hanya sedikit sekali hubungan antara ukuran butir dan sifat-sifat fisis bagi tanah butir halus (Dunn et al., 1980). Namun seiring dengan berkembangnya teknologi, maka adanya pengembangan sistem klasifikasi tanah yang mengikut sertakan karakteristik konsistensi dan plastisitas dari fraksi halus.
26
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.2 Sistem Klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS) Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh Cassagrande (1942) sebagai sebuah metode untuk pekerjaan pembuatan lapangan terbang oleh The Army Corps of Engineers pada Perang Dunia II. Pada saat ini sistem ini telah dipergunakan secara luas oleh para ahli teknik. Sistem ini selain biasa digunakan untuk desain lapangan terbang juga untuk spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan. Pada tahun 1969 sistem ini diadopsi oleh American Society for Testing and Materials (ASTM) sebagai Metode Klasifikasi Tanah (ASTM D 2487). Klasifikasi berdasarkan Unified System (Das, 1991), tanah dikelompokkan menjadi: 1. Tanah Butir Kasar (Coarse-Grained-Soil) Merupakan tanah yang lebih dari 50% bahannya tertahan pada ayakan no. 200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil, dan S adalah untuk pasir (sand) atau tanah berpasir. 2. Tanah Berbutir Halus (Fine-Grained-Soil) Merupakan tanah yang lebih dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan no. 200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan O untuk lanau-organik dan lempung-organik. Simbol PT digunakan untuk tanah gambut (peat), dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang tinggi. Untuk klasifikasi yang benar, perlu memperhatikan faktor-faktor berikut ini: 1. Persentase butiran yang lolos ayakan no. 200 (fraksi halus) 2. Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan no. 40
27
Universitas Sumatera Utara
3. Koefisien Keseragaman (Uniformity Coefficient, Cu) dan Koefisien Gradasi (Gradation Coefficient, Cc) untuk tanah dimana 0 - 12% lolos ayakan no. 200 4. Batas Cair dan Indeks Plastisitas bagian tanah yang lolos ayakan no.40 Tabel 2.4 Simbol Klasifikasi Tanah Sistem USCS
Simbol
Nama Klasifikasi Tanah
G
Kerikil (gravel)
S
Pasir (sand)
C
Lempung (clay)
M
Lanau (silt)
O
Lanau atau lempung organik (organic silt or clay)
Pt
Tanah gambut dan tanah organik tinggi (peat and highly organic clay)
L
Plastisitas rendah (low plasticity)
H
Plastisitas tinggi (high plasticity)
W
Bergradasi baik (well graded)
P
Bergradasi buruk (poor graded)
28
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9 Klasifikasi Tanah Sistem Unified
29
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.3 Sistem Klasifikasi AASHTO Sistem Klasifikasi Tanah AASHTO (American Association of State Highway Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public Road Administration Classification System. Kemudian sistem ini mengalami beberapa perbaikan, sampai saat ini versi yang berlaku adalah yang diajukan oleh Committee on Classification of Materials for Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research Board pada tahun 1945. Sistem ini mengklasifikasikan tanah kedalam tujuh kelompok besar, yaitu A-1 sampai A-7. Tanah yang diklasifikasikan ke dalam A-1 sampai A-3 adalah tanah berbutir yang 35% atau kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan no. 200. Sedangkan tanah A-4 sampai A-7 adalah tanah yang lebih dari 35% butirannya lolos ayakan no. 200. Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke kanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya dan pada awalnya membutuhkan data-data sebagai berikut : 1. Analisis Ukuran Butiran. 2. Batas Cair, Batas Plastis dan Indeks Plastisitas yang dihitung. 3. Batas Susut. Khusus
untuk
diidentifikasikan
tanah-tanah
lebih
lanjut
yang
mengandung
dengan
indeks
bahan
butir
kelompoknya.
halus Bagan
pengklasifikasian sistem ini dapat dilihat seperti pada Gambar 2.10.
30
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO (Das, 1991)
2.1.5 Sifat-Sifat Mekanis Tanah 2.1.5.1 Pemadatan Tanah (Compaction) Pemadatan (compaction) adalah proses naiknya kerapatan tanah dengan memperkecil jarak antar partikel sehingga terjadi reduksi volume udara: tidak terjadi perubahan volume air yang cukup berarti pada tanah ini. Pemadatan berfungsi untuk meningkatkan kekuatan tanah dan memperbaiki daya dukungnya, serta mengurangi sifat mudah mampat (compressibilitas) dan permeabilitas tanah. Derajat kepadatan yang dapat dicapai tergantung tiga faktor yang saling berhubungan, yaitu kadar air selama pemadatan, volume dan jenis tanah dan jenis beban pemadat yang digunakan (Krebs dan Walker, dalam Budi Satrio 1998). Ada 2 macam percobaan di laboratorium yang biasa dipakai untuk menentukan kadar air optimum (Optimum Moisture Content = O.M.C) dan berat isi kering
31
Universitas Sumatera Utara
maksimum (Maximum Dry Density = Ξ³d ). Percobaan-percobaan tersebut ialah
percobaan pemadatan standar (Standart Compaction Test) dan percobaan pemadatan modifikasi (Modified Compaction Test). Pada tanah yang mengalami pengujian pemadatan akan terbentuk grafik hubungan berat volume kering dengan kadar air. Kemudian dari grafik hubungan antara kadar air dan berat volume kering ditentukan kepadatan maksimum dan kadar air optimum.
Gambar 2.11 Hubungan Antara Kadar Air dan Berat Isi Kering Tanah Garis ZAVL (Zero Air Void Line) adalah hubungan antara Berat Isi Kering dengan Kadar Air bila derajat kejenuhan 100%, yaitu bila pori tanah sama sekali tidak mengandung udara. Grafik ini berguna sebagai petunjuk pada waktu menggambarkan grafik pemadatan. Grafik tersebut berada di bawah ZAVL dan biasanya grafik tersebut tidak lurus tetapi agak cekung ke atas. Apabila kurva pemadatan yang dihasilkan berada lebih dekat di bawah dengan garis ZAVL maka hal tersebut menunjukan tanah yang dipadatkan memiliki derajat kejenuhan mendekati 100% dan sedikit mengandung udara. Pada penelitian ini, percobaan pemadatan tanah di laboratorium yang digunakan untuk menentukan Kadar Air Optimum dan Berat Isi Kering maksimum adalah percobaan Pemadatan Standar (Standard Compaction Test).
32
Universitas Sumatera Utara
2.1.5.2 Pengujian Uji Tekan Bebas (Unconfined Compression Test) Pengujian uji tekan bebas ini dimaksudkan untuk menentukan besarnya kekuatan tekan bebas contoh tanah dan batuan yang bersifat kohesif dalam keadaan asli maupun buatan (remoulded). Yang dimaksud dengan kekuatan tekan bebas adalah beban aksial persatuan luas pada saat benda uji mengalami keruntuhan pada saat regangan axialnya mencapai 20%. Bila maksud pengujian adalah untuk menentukan parameter kuat geser tanah, pengujian
ini
hanya
cocok untuk jenis tanah lempung jenuh, dimana pada pembebanan cepat,air tidak sempat mengalir keluar dari benda uji. Berikut ini adalah gambar skematik dari prinsip pembebanan pada uji tekan bebas:
Gambar 2.12 Skema Uji Tekan Bebas
33
Universitas Sumatera Utara
Tegangan aksial yang diterapkan diatas benda uji berangsur-angsur ditambah sampai benda uji mengalami keruntuhan. Pada saat keruntuhannya, karena Ο3= 0,maka: Οf =
Ο1 2
=
qu 2
= cu
(2.17)
Dimana: Οf
= kuat geser
(kg/cm2)
Ο1
= tegangan utama
(kg/cm2)
qu
= kuat tekan bebas tanah
(kg/cm2)
cu
= kohesi
(kg/cm2)
Gambar 2.13 menunjukkan lingkaran Mohr untuk pengujian Unconfined Compression Test (UCT).
Gambar 2.13 Keruntuhan Geser Kondisi Air Termampatkan qu Di Atas Sebagai Kekuatan Tanah Kondisi Tak Tersekap (Das, 2008)
34
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5 Hubungan Konsistensi Dengan Kuat Tekan Bebas Tanah Lempung Konsistensi
qu (kN/m2)
Lempung keras
>400
Lempung sangat kaku
200-400
Lempung kaku
100-200
Lempung sedang
50-100
Lempung lunak
25-50
Lempung sangat lunak
<25
* Faktor konversi : 1 lb/in2 = 6.894,8 N/m2 (Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002) Dalam praktek untuk mengusahakan agar kuat geser undrained yang diperoleh dari hasil uji tekan bebas mendekati sama dengan hasil uji triaksial pada kondisi keruntuhan, beberapa hal harus dipenuhi, antara lain (Holtz dan Kovacs, 1981): 1. Benda uji harus 100% jenuh, kalau tidak, akan terjadi desakan udara di dalam ruang pori yang menyebabkan angka pori (e) berkurang sehingga kekuatan benda uji bertambah. 2. Benda uji tidak boleh mengandung retakan atau kerusakan yang lain. Dengan kata lain benda uji harus utuh dan merupakan lempung homogen. 3. Tanah harus terdiri dari butiran sangat halus. Hal ini berarti bahwa penentuan kuat geser tanah dari uji tekan bebas hanya cocok untuk tanah lempung.
35
Universitas Sumatera Utara
4. Proses pengujian harus berlangsung dengan cepat sampai contoh tanah mencapai keruntuhan. Jika waktu yang dibutuhkan dalam pengujian terlalu lama, penguapan dan pengeringan benda uji akan menambah tekanan kekang dan dapat menghasilkan kuat geser yang lebih tinggi. Waktu yang cocok biasanya sekitar 5 sampai 15 menit. 2.1.5.3 Pengujian California Bearing Ratio (CBR) Daya dukung tanah dasar (subgrade) pada perencanaan perkerasan lentur dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio). CBR untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh California Division of Highways pada tahun 1928. Sedangkan metode CBR ini dipopulerkan oleh O. J. Porter. CBR adalah perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi contoh tanah sebesar 0,1β/0,2β dengan beban yang ditahan batu pecah standar pada penetrasi 0,1β/0,2β(Sukirman,1995) Jadi nilai CBR didefinisikan sebagai suatu perbandingan antara beban percobaan (test load) dengan beban standar (standard load) dan dinyatakan dalam prosentase. Tujuan dari percobaan CBR adalah untuk dukung tanah dalam kepadatan maksimum. Harga CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalu lintas. CBR lapangan (CBR inplace) digunakan untuk mendapatkan nilai CBR asli di lapangan, sesuai dengan tanah dasar saat itu. Umumnya digunakan untuk perencanaan tebal lapisan perkerasan yang lapisan tanah dasarnya tidak akan dipadatkan lagi, selain itu jenis CBR ini digunakan untuk mengontrol kepadatan yang diperoleh apakah sudah sesuai dengan yang diinginkan. CBR lapangan
36
Universitas Sumatera Utara
direndam (undisturbed soaked CBR) digunakan untuk mendapatkan besarnya nilai CBR asli di lapangan pada keadaan jenuh air dan tanah mengalami pengembangan (swelling) yang maksimum.
Ada dua macam pengukuran CBR yaitu :
1.
Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0.254 cm (0,1β) terhadap penetrasi standard besarnya 70,37 kg/cm2 (1000 psi).
Harga CBR % = (Beban 0.1β/ (3 x 1000)) x 100
2. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada penetrasi 0,508 cm (0,2β) terhadap penetrasi standard yang besarnya 105,56 kg/cm2 (1500 psi)
Harga CBR % = (Beban 0.2β/ (3 x 1500)) x 100
CBR laboratorium dapat dibedakan atas 2 macam yaitu :
a.
CBR laboratorium rendaman (soaked design CBR)
Pada pengujian CBR laboratorium rendaman pelaksanaannya lebih sulit karena membutuhkan waktu dan biaya relatif lebih besar dibandingkan CBR laboratorium tanpa rendaman.
b. CBR laboratorium tanpa rendaman (Unsoaked Design CBR)
Sedang dari hasil pengujian CBR laboratorium tanpa rendaman sejauh ini selalu menghasilkan daya dukung tanah lebih besar dibandingkan dengan CBR
37
Universitas Sumatera Utara
laboratorium rendaman.Disini penulis akan menggunakan pengujian CBR tanpa rendaman.
2.1.5.4 Teori Keruntuhan Mohr-Coulomb Teori keruntuhan
berfungsi untuk menguji hubungan antara tegangan
normal dan tegangan geser tanah, dimana keruntuhan (failure) adalah ketidakmampuan elemen tanah untuk menahan beban akibat pembebanan. Keruntuhan juga dapat didefenisikan sebagai keadaan dimana tanah tidak dapat menahan regangan yang besar dan atau penurunan keadaan regangan yang sangat cepat. Pada sekitar tahun 1776, Coulomb memperkenalkan hubungan linear yang terjadi antara tegangan normal dan tegangan geser. Οf = c + tanβ
(2.18)
Dimana: c
= kohesi(kg/cm2)
Γ
= sudut geser internal ( ΒΊ)
Gambar 2.14 Grafik Hubungan Tegangan Normal dan Tegangan Geser
38
Universitas Sumatera Utara
2.2 Bahan-Bahan Penelitian 2.2.1 Tanah Lempung 2.2.1.1 Defenisi Lempung Tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokopis sampai dengan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung (clay mineral), dan mineralmineral sangat halus lain. Dari segi material (bukan ukurannya), yang disebut tanah lempung (mineral lempung) adalah tanah yang mempunyai partikel-partikel mineral tertentu yang βmenghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan airβ (Grim, 1953). Dalam klasifikasi tanah secara umum, partikel tanah lempung memiliki diameter 2Β΅m atau sekitar 0,002 mm (USDA, AASHTO, USCS). Di beberapa kasus partikel berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm masih digolongkan sebagai partikel lempung (ASTM-D-653). Sifat-sifat yang dimiliki lempung (Hardiyatmo, 1999) adalah sebagai berikut: 1. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm 2. Permeabilitas rendah 3. Kenaikan air kapiler tinggi 4. Bersifat sangat kohesif 5. Kadar kembang susut yang tinggi 6. Proses konsolidasi lambat
39
Universitas Sumatera Utara
2.2.1.2 Lempung dan Mineral Penyusunnya Mineral lempung merupakan senyawa silikat yang kompleks yang terdiri dari aluminium, magnesium dan besi. Dua unit dasar dari mineral lempung adalah silika tetrahedra dan aluminium oktahedra. Setiap unit tetrahedra terdiri dari empat atom oksigen yang mengelilingi satu atom silikon dan unit oktahedra terdiri dari enam gugus ion hidroksil (OH) yang mengelilingi atom aluminium (Das, 2008). Satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari silika tetrahedron dan aluminium octahedron. Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk struktur lembaran dan jenis-jenis mineral lempung tersebut tergantung dari komposisi susunan satuan struktur dasar atau tumpuan lembaran serta macam ikatan antara masing-masing lembaran. Unit- unit silika tetrahedra berkombinasi membentuk lembaran silika (silicasheet) dan unit-unit oktahedra berkombinasi membentuk lembaran oktahedra (gibbsite sheet). Bila lembaran silika itu ditumpuk diatas lembaran oktahedra, atom-atom oksigen tersebut akan menggantikan posisi ion hidroksil pada oktahedra untuk memenuhi keseimbangan muatan mereka.
40
Universitas Sumatera Utara
(a)
(b)
(c)
(d)
(e) Gambar 2.15 Struktur Atom Mineral Lempung (a )silica tetrahedra; (b)silica sheet ; ( c )aluminium oktahedra ; (d ) lembaran oktahedra (gibbsite) ; ( e )lembaran silika β gibbsite (Das, 2008). Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral lempung (kaolinite, montmorillonite, dan illite group) dan mineral-mineral lain dengan ukuran sesuai dengan batasan yang ada (mika group, serpentinite group).
41
Universitas Sumatera Utara
1. Kaolinite Kaolinite adalah hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung karbonat pada temperatur sedang. Dimana kaolinite murni umumnya berwarna putih, putih kelabu, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan. Mineral kaolinite berwujud seperti lempengan-lempengan tipis dengan diameter 1000Γ
sampai 20000Γ
dan ketebalan dari 100Γ
sampai 1000 Γ
dengan luasan spesifik perunit massa Β±15m2/gr. Silika tetrahedra merupakan bagian dasar dari struktur kaolinite yang digabung dengan satu lembaran alumina oktahedran (gibbsite) dan membentuk satu unit dasar dengan tebal sekitar 7,2Γ
(1Γ
=10-10m) seperti yang terlihat pada Gambar 2.14a. Hubungan antar unit dasar ditentukan oleh ikatan hidrogen dan gaya bervalensi sekunder. Kedua lembaran terikat bersama-sama, sedemikian rupa sehingga ujung dari lembaran silika dan satu dari lapisan lembaran oktahedra membentuk sebuah lapisan tunggal. Dalam kombinasi lembaran silika dan aluminium, keduanya terikat oleh ikatan hidrogen (Gambar 2.14b). Pada keadaan tertentu, partikel
kaolinite mungkin lebih dari seratus tumpukan yang sukar
dipisahkan. Karena itu, mineral ini stabil dan air tidak dapat masuk di antara lempengannya untuk menghasilkan pengembangan atau penyusutan pada sel satuannya. Mineral kaolinite memiliki rumus kimia sebagai berikut: (OH)8Al4Si4O10
42
Universitas Sumatera Utara
Gambar struktur kaolinite dapat dilihat pada Gambar 2.16.
Gambar 2.16 (a) Diagram skematik struktur kaolinite (Lambe, 1953) (b) Struktur atom kaolinite (Grim, 1959) 2. Montmorillonite Montmorillonite adalah nama yang diberikan pada mineral lempung yang ditemukan di Montmorillon, Perancis pada tahun 1847. Montrnorillonite, disebut juga dengan smectite, adalah mineral yang dibentuk oleh dua lembaran silika dan satu lembaran aluminium (gibbsite) (Gambar 2.17a). Lembaran oktahedra terletak di antara dua lembaran silika dengan ujung tetrahedra tercampur dengan hidroksil dari lembaran oktahedra untuk membentuk satu lapisan tunggal (Gambar 2.17b).
43
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.17 (a) Diagram skematik struktur montmorrilonite (Lambe, 1953) (b) Struktur atom montmorrilonite (Grim, 1959) Mineral montmorillonite memiliki rumus kimia sebagai berikut: (OH)4Si8Al4O20 . nH2O Dimana: nH2O adalah banyaknya lembaran yang terabsorbsi air. Mineral montmorillonite juga disebut mineral dua banding satu (2:1) karena satuan susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedra mengapit satu lempeng aluminium oktahedral ditengahnya. Dalam lembaran oktahedra terdapat substitusi parsial aluminium oleh magnesium. Karena adanya gaya ikatan Van Der Waals yang lemah di antara ujung lembaran silika dan terdapat kekurangan muatan negatif dalam lembaran oktahedra, air dan ion-ion yang berpindah-pindah dapat masuk dan memisahkan lapisannya. Jadi, kristal montmorillonite sangat kecil, tapi pada waktu tertentu mempunyai gaya tarik yang kuat terhadap air. Tanah-tanah yang mengandung
44
Universitas Sumatera Utara
montmorillonite sangat mudah mengembang oleh tambahan kadar air, yang selanjutnya tekanan pengembangannya dapat merusak struktur ringan dan perkerasan jalan raya. 3. Illite Illite adalah bentuk mineral lempung yang terdiri dari mineral-mineral kelompok illite. Bentuk susunan dasarnya terdiri dari sebuah lembaran aluminium oktahedra yang terikat di antara dua lembaran silika tetrahedra. Dalam lembaran oktahedra, terdapat substitusi parsial aluminium oleh magnesium dan besi, dan dalam lembaran tetrahedra terdapat pula substitusi silikon oleh aluminium (Gambar 2.16). Lembaran-lembaran terikat besama-sama oleh ikatan lemah ionion kalium yang terdapat di antara lembaran-lembarannya. Ikatan-ikatan dengan ion kalium (K+) lebih lemah daripada ikatan hidrogen yang mengikat satuan kristal kaolinite, tapi lebih kuat daripada ikatan ionik yang membentuk kristal montmorillonite. Susunan Illite tidak mengembang oleh gerakan air di antara lembaran-lembarannya. Mineral illite memiliki rumus kimia sebagai berikut: (OH)4Ky(Si8-y . Aly)(Al4. Mg6 .Fe4 .Fe6)O20 Dimana y adalah antara 1 dan 1,5. Illite memiliki formasi struktur satuan kristal, tebal dan komposisi yang hampir sama dengan montmorillonite. Perbedaannya ada pada : ο
Kalium (K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus sebagai penyeimbang muatan.
45
Universitas Sumatera Utara
ο
Terdapat Β± 20% pergantian silikon (Si) oleh aluminium(Al) pada lempeng tetrahedral.
ο
Struktur mineral illite tidak mengembang sebagaimana montmorillonite.
Gambar struktur kaolinite dapat dilihat pada Gambar 2.18.
Gambar 2.18 Diagram Skematik Struktur Illite ( Lambe, 1953) 2.2.1.3 Sifat-Sifat Tanah Lempung Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung (clay) adalah sebagai berikut (Hardiyatmo, 1992) : a.
Ukuran butir halus, kurang dari 0,002
b.
Permeabilitas rendah
c.
Kenaikan air kapiler tinggi
d.
Bersifat sangat kohesif
e.
Kadar kembang susut yang tinggi
f.
Proses konsolidasi lambat
46
Universitas Sumatera Utara
Mineral lempung memiliki karakteristik yang sama. Bowles (1984) menyatakan beberapa sifat umum mineral lempung antara lain : 1. Hidrasi Partikel mineral selalu mengalami hidrasi, hal ini dikarenakan lempung biasanya bermuatan negatif, yaitu partikel dikelilingi oleh
lapisan-lapisan
molekul air yang disebut sebagai air terabsorbsi. Lapisan ini umumnya memiliki tebal dua molekul. Oleh karena itu disebut sebagai lapisan difusi ganda atau lapisan ganda.
2. Aktivitas Aktivitas tanah lempung adalah perbandingan antara Indeks Plastisitas (IP) dengan persentase butiran lempung, dan dapat disederhanakan dalam persamaan:
Dimana :
π΄π΄ = % ππππππππππ
ππππ
(2.19)
ππππππππππππ π‘π‘π‘π‘π‘π‘π‘π‘ β ππππππππππππππ
persentase lempung diambil sebagai fraksi tanah yang < 2 Β΅m untuk nilai A (Aktivitas), A >1,25
: Tanah digolongkan aktif dan bersifat ekspansif
1,25
: tanah digolongkan tidak aktif.
47
Universitas Sumatera Utara
Nilai- nilai khas dari aktivitas dapat dilihat pada Tabel 2.6. Tabel 2.6 Aktivitas Tanah Lempung Minerologi Tanah Lempung
Nilai Aktivitas
Kaolinite
0,4β0,5
Illite
0,5β1,0
Montmorillonite
1,0β7,0
(Sumber: Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah), Bowles, 1994)
3..Flokulasi dan Disperse Mineral lempung hampir selalu menghasilkan larutan tanah β air yang bersifat alkalin (Ph > 7) sebagai akibat dari muatan negatif netto pada satuan mineral. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat asam. Lempung yang baru saja terflokulasi dapat dengan mudah didispersikan kembali ke dalam larutan dengan menggoncangnya, menandakan bahwa tarikan antar partikel jauh lebih kecil dari gaya goncangan. Apabila lempung tersebut telah didiamkan beberapa waktu dispersi tidak dapat tercapai dengan mudah, yang menunjukkan adanya gejala tiksotropik, dimana kekuatan didapatkan dari lamanya waktu. Sebagai contoh, tiang pancang yang dipancang ke dalam lempung lunak yang jenuh akan membentuk kembali struktur tanah di dalam suatu zona di sekitar tiang tersebut. Kapasitas beban awal biasanya sangat rendah, tetapi
48
Universitas Sumatera Utara
sesudah 30 hari atau lebih, beban desain akan dapat terbentuk akibat adanya adhesi antara lempung dan tiang (R.F.Craig, Mekanika Tanah).
4..Pengaruh Zat Cair Air berfungsi sebagai penentu plastisitas tanah lempung. Molekulair berperilaku seperti batang-batang kecil yang mempunyai muatan positif di satu sisi dan muatan
negatif
di sisi lainnya hal ini dikarenakan molekul air
merupakan molekul dipolar. Sifat dipolar air terlihat pada Gambar 2.19.
Gambar 2.19 Sifat Dipolar Molekul Air (Das,2008) Molekul bersifat dipolar, yang berarti memiliki muatan positif dan negatif pada ujung yang berlawanan, sehingga dapat tertarik oleh lempung secara elektrik dalam 3 kasus, hal ini disebut dengan hydrogen bonding, yaitu: 1. Tarikan antar permukaan negatif dan partikel lempung dengan ujung positif dipolar. 2. Tarikan antara kation-kation dalam lapisan ganda dengan muatan negatif dari ujung dipolar. Kation-kation ini
tertarik oleh permukaan partikel
lempung yang bermuatan negatif. 3. Andil atom-atom hidrogen dalam molekul air, yaitu ikatan hidrogen antara atom oksigen dalam molekul-molekul air.
49
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.20 Tarik Menarik Molekul Dipolar Pada Lapisan Ganda Air biasanya tidak banyak mempengaruhi kekuatan tanah kohesif. Sebagai contoh, kuat geser tanah pasir mendekati sama pada kondisi kering maupun jenuh air. Tetapi, jika air berada pada lapisan pasir yang tidak padat, beban dinamis seperti gempa bumi dan getaran lainnya sangat mempengaruhi kuat gesernya. Sebaliknya, tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan banyak dipengaruhi oleh air. Karena pada tanah berbutir halus, luas permukaan spesifik menjadi lebih besar, variasi kadar air akan mempengaruhi plastisitas tanahnya. 2.2.2 Abu Gunung Vulkanik (AGV) 2.2.2.1 Umum Ketika gunung meletus maka semua material akan keluar. Material vulkanik terdiri dari batuan yang berukuran besar hingga berukuran halus, yang berukuran besar biasanya jatuh disekitar kawah dalam radius 5-7 km, sedangkan yang berukuran halus sampai ratusan bahkan ribuan kilometer dari kawah disebabkan oleh adanya hembusan angin. Material yang paling sering menyebabkan bahaya
50
Universitas Sumatera Utara
dari peristiwa gunung meletus adalah seperti lahar, lava, abu vulkanik dan material batu. Abu vulkanik merupakan salah satu jenis bahan alami yang terbentuk di dalam perut gunung yang kemudian menjadi material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara pada saat terjadi letusan. Abu vulkanik tidak larut dalam air, sangat kasar dan agak korosif. Secara umum komposisi abu vulkanik terdiri atas Silika dan Kuarsa, sehingga abu vulkanik digolongkan kedalam bahan yang bersifat pozolan. Bahan pozolan didefinisikan bahan bukan semen yang mengandung silika dan alumina. Sementara klasifikasi bahan pozolan terbagi menjadi dua bagian, pozolan alam (natural) dan buatan (sintetis), contoh pozolan alam adalah: tufa, abu vulkanis, tanah diatomae dan trass adalah sebutan pozolan alam yang terkenal di Indonesia. Selanjutnya contoh pozolan buatan adalah hasil pembakaran tanah liat, abu sekam padi, abu ampas tebu dan hasil pembakaran batu bara (fly ash). Abu vulkanik menjadi material yang paling bermanfaat untuk manusia. Abu vulkanik mengandung beberapa jenis mineral yang penting untuk mempengaruhi kesuburan tanah seperti magnesium, seng, mangan, zat besi dan selenium. Komponen ini akan menambah kesuburan tanah ketika bercampur dengan senyawa tanah. Beberapa kegunaan abu vulkanik yaitu: - Dapat menyuburkan tanah, abu vulkanik yang keluar dari gunung berapi mengandung berbagai mineral yang sangat penting untuk tanah. mineral yang bercampur dengan tanah akan membentuk tanah yang lebih subur. Dampak ini dapat kita lihat secara langsung yaitu kawasan di sekitar pegunungan selalu subur.
51
Universitas Sumatera Utara
- Berguna untuk menyediakan bahan bangunan, berbagai jenis batu apung, abu vulkanik keluar dan akan bercampur dengan pasir dan tanah di sekitar pegunungan.
Bahan-bahan
ini
sering
diambil
untuk
menjadi
bahan
bangunan.Bahkan di beberapa daerah abu vulkanik sering dijadikan bahan campuran untuk membuat semen dan material beton. Pada penelitian ini sebelum abu vulkanik digunakan untuk membuat benda uji, maka abu vulkanik tersebut perlu dilakukan pengujian komposisi kimianya. Pengujian dilakukan di Badan Riset dan Standarisasi Industri, Medan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap abu vulkanik yang digunakan, diperoleh hasil seperti yang terlihat pada Tabel 2.7. Tabel 2.7 Komposisi Kimia Abu Vulkanik No.
Parameter
Hasil
Metode
1.
SiO2
82,4%
Gravimetri
2.
Kadar Air
1,89%
Gravimetri
3.
Al2O3
4,52%
Perhitungan
4.
CaO
5,10%
Titrimetri
5.
MgO
Tak Ternyata
Titrimetri
(Sumber : Hasil Percobaan di Badan Riset dan Standarisasi Industri) Dari data di atas terlihat unsur Silika adalah unsur yang paling dominan (terbanyak).Seperti kita ketahui bahwa Silika adalah unsur pembentuk utama dalam pembuatan semen.
52
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Abu ampas tebu Abu ampas tebu (bagasse ash of sugar cane) adalah hasil pembakaran ampas tebu yang berubah secara kimiawi, dan terdiri dari garam-garam inorganik. Ampas tebu digunakan sebagai bahan bakar untuk memanaskan boiler dengan suhu mencapai 5500-6000 C dan lama pembakaran setiap 4-8 jam, dan dilakukan pengangkutan atau pengeluaran abu dari dalam boiler, apabila dibiarkan tanpa dibersihkan, maka akan terjadi penumpukan yang akan mengganggu proses pembakaran ampas tebu berikutnya (Batubara, 2009). Abu ampas tebu yang dibuang begitu saja sehingga menjadi limbah yang tidak dimanfaatkan. Abu ampas tebu (AAT) pada setiap pabrik gula cukup banyak, mencapai sekitar 9.000 ton AAT yang dibuang tiap tahun sebagai tanah uruk (Noerwasito, 2004). Komposisi kimia dari abu ampas tebu terdiri dari beberapa senyawa yang dapat dilihat pada Tabel 2.8 berikut. Tabel 2.8 Komposisi Kimia Abu Pembakaran Ampas Tebu Senyawa Kimia
Persentase (%)
SiOβ
71
AlβOβ
1,9
FeβOβ
7,8
CaO
3,4
MgO
0,3
KzO
8,2
PβOβ
3,0
MnO
0,2
(Sumber: : Hasil Percobaan di Badan Riset dan Standarisasi Industri)
53
Universitas Sumatera Utara
2.3 Stabilisasi Tanah Ketika tanah di lapangan bersifat sangat lepas atau sangat mudah tertekan atau pun memiliki indeks konsestensi yang tidak stabil, permeabilitas yang cukup tinggi, atau memiliki sifat-sifat lain yang tidak diinginkan yang membuatnya tidak sesuai untuk digunakan di dalam suatu proyek konstruksi, maka tanah tersebut perlu dilakukan usaha stabilisasi tanah. Tanah lempung merupakan salah satu jenis tanah yang sering dilakukan proses stabilisasi. Hal ini disebabkan sifat lunak plastis dan kohesif tanah lempung disaat basah. Sehingga menyebabkan perubahan volume yang besar karena pengaruh air dan menyebabkan tanah mengembang dan menyusut dalam jangka waktu yang relatif cepat. Stabilisasi tanah adalah pencampuran tanah dengan bahan tertentu, guna memperbaiki sifat-sifat teknis tanah, atau dapat pula, stabilisasi tanah adalah suatu usaha untuk merubah atau memperbaiki sifat-sifat teknis tanah agar memenuhi syarat teknis tertentu. Bowles (1991) menyatakan bahwa stabilisasi tanah mungkin dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Meningkatkan kepadatan tanah. 2. Menambahkan bahan-bahan inert untuk meningkatkan kohesi dan/atau kekuatan geser dari tanah. 3. Menambahkan bahan-bahan yang mampu mengakibatkan perubahan secara kimiawi ataupun fisik dari tanah. 4. Merendahkan permukaan air tanah. 5. Memindahkan dan/atau mengganti tanah yang bersifat buruk tersebut. Proses stabilisasi tanah ada 3 cara yaitu :
54
Universitas Sumatera Utara
1. Mekanis Stabilisasi mekanis dilakukan dengan cara pemadatan yang dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis peralatan mekanis seperti: mesin gilas (roller),
benda
berat
yang
dijatuhkan,
ledakan,
tekanan
statis,
tekstur,pembekuan, pemanasan dan sebagainya. 2. Fisis Stabilisasi secara fisis dilakukan melalui perbaikan gradasi tanah dengan menambah butiran tanah pada fraksi tertentu yang dianggap kurang, guna mencapai gradasi yang rapat. 3. Kimiawi (Modification by Admixture) Stabilisasi secara kimiawi dilakukan dengan cara
menambahkanbahan
kimia tertentu sehingga terjadi reaksi kimia. Bahan kimia tersebut dapat berupa portland cement (PC), kapur, gypsum, abu terbang (fly ash), semen, aspal, sodium dan kalsium klorida, ataupun limbah pabrik kertas dan bahanbahan limbah lainnya yang memungkinkan untuk digunakan seperti abu sekam padi, abu ampas tebu, abu cangkang sawit dan lain-lain.
2.3.1
Stabilisasi Tanah dengan Abu Vulkanik Butiran lempung dalam kandungan yang berbentuk halus dan bermuatan
negatif. Ion positif seperti ion Hidrogen (H+), ion Sodium (Na+), dan ion Kalium (K+), serta air yang berpolarisasi, semuanya melekat pada permukaan butiran lempung. Jika unsur kimia seperti Fe2O3, CaO dan MgO ditambahkan pada tanah dengan kondisi seperti diatas, maka pertukaran ion segera terjadi, dan ion yang berasal dari larutan Fe2O3, CaO dan MgO diserap oleh permukaan butiran
55
Universitas Sumatera Utara
lempung. Jadi, permukaan butiran lempung tadi kehilangan kekuatan tolaknya (repulsion force), dan terjadilah kohesi pada butiran itu sehingga berakibat kekuatan konsistensi tanah tersebut akan bertambah.
2.3.2
Stabilisasi Tanah dengan Abu Ampas Tebu Butiran lempung dalam kandungan yang berbentuk halus dan bermuatan
negatif. Ion positif seperti ion hydrogen (H+), ion sodium (Na+), dan ion kalium (K+), serta air yang berpolarisasi, semuanya melekat pada permukaan butiran lempung. Jika unsur kimia seperti Fe2O3, CaO dan MgO ditambahkan pada tanah dengan kondisi seperti diatas, maka pertukaran ion segera terjadi, dan ion yang berasal dari larutan Fe2O3, CaO dan MgO diserap oleh permukaan butiran lempung. Jadi, permukaan butiran lempung tadi kehilangan kekuatan tolaknya (repulsion force), dan terjadilah kohesi pada butiran itu sehingga berakibat kenaikan kekuatan konsistensi tanah tersebut.
56
Universitas Sumatera Utara