BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 Batubara Batubara merupakan salah satu kekayaan alam terbesar yang dimiliki Indonesia. Batubara terdiri atas campuran senyawa-senyawa organik yang tersusun dari karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen dan sulfur. Senyawa-senyawa organik ini bercampur dengan air dan mineral-mineral di dalam tanah pada berbagai komposisi. Komponenkomponen ini melalui proses fisik dan kimiawi yang melibatkan panas dan pemadatan dalam kurun waktu yang lama. Perbedaan jumlah panas dan tekanan yang terlibat selama pembentukan batubara menentukan peringkat batubara. Batubara dapat diklasifikasi menjadi gambut, lignit, sub bituminous, bituminous dan antrasit. Peringkat batubara meningkat dari lignit, batubara peringkat rendah, hingga antrasit, batubara dengan peringkat tertinggi. Semakin tinggi peringkat batubara semakin tinggi kandungan karbon dan kekerasannya sedangkan kandungan oksigen, hidrogen dan reaktivitasnya turun.
II. 1. 1 Peringkat Batubara Pengelompokan batubara secara umum menurut usia dan kandungan karbonnya disajikan di Tabel II.1. Metoda-metoda klasifikasi batubara yang biasa digunakan diantaranya adalah: a. Klasifikasi ASTM, pada klasifikasi ini batubara digolongkan berdasarkan data volatile matter, karbon tetap, nilai kalor dan sifat agglomerating yang dimulai dari batubara muda (lignit) sampai batubara tua (antrasit). b. Klasifikasi NBC, pada klasifikasi ini batubara digolongkan berdasarkan data volatile matter dan sifat kokas, penggolongan batubara ditandai dengan CRC (Coal Rank Code). Klasifikasi ISO, penggolongan batubara pada klasifikasi ini dilakukan dengan menggunakan Code Number yang terdiri dari tiga angka, angka pertama adalah angka yang menyatakan komposisi volatile mater dan nilai kalor, angka kedua adalah angka yang menyatakan sejumlah sifat caking dan angka ketiga adalah angka yang menyatakan sejumlah sifat coking dari batubara.
Tabel II.1. Pengelompokan batubara berdasarkan peringkat jenis batubara
komposisi, %-massa (daf) Karbon
Hidrogen
Oksigen
Antrasit
94
3
2
Bituminous LV
88
4
4
Bituminous HV
81
6
10
Subbituminous
75
5
16
Lignit
71
5
23
Gambut
58
6
35
II .1. 2 Struktur Kimia Batubara Batubara terdiri atas komponen-komponen yang heterogen. Model struktur kimia batubara telah banyak dikembangkan, namun sampai saat ini masih belum ada yang dapat mewakili sepenuhnya. Batubara tersusun dari berbagai polimer berbasis senyawa aromatik dan hidro-aromatik yang pada ujung-ujungnya terdapat gugus fungsional oksigen, nitrogen, maupun sulfur (Gambar II.1). Struktur kimia batubara juga terdiri atas ikatan alifatik hidrogen dalam bentuk metilen yang terikat pada senyawa cincin aromatik. Polimer-polimer tersebut dihubungkan dengan rantai silang gugus alifatik, atom oksigen atau sulfur. Gugus alifatik ini merupakan rantai silang penghubung polimer-polimer polimer-polimer melalui rantai silang gugus alifatik. Semakin tinggi peringkat batubara semakin kecil kandungan gugus alifatiknya.
Gambar II.1. Contoh rumus bangun molekul batubara
7
II. 1. 3 Analisis Ultimat dan Proksimat Komposisi batubara secara umum dilaporkan dalam dua bentuk: proximate analysis dan ultimate analysis. Proximate analysis merupakan analisis batubara untuk menentukan kandungan air, volatile matter, fixed carbon dan abu. Analisis ini pada prinsipnya dilakukan dengan memanaskan batubara hingga titik didih air sekitar 110 oC. Berat yang hilang pada pemanasan ini dinyatakan sebagai kandungan air (moisture). Kemudian dilakukan pemanasan lebih lanjut sampai temperatur 900 °C dalam suasana bebas oksigen emnyisakan residu padat. Berat yang hilang pada pemanasan ini dinamai kandungan volatile matter. Selanjutnya residu padat yang tersisa dibakar dengan oksigen yang cukup sampai menyisakan padatan yang tidak terbakar yang disebut abu (ash). Selisih berat batubara asal dikurangi berat air, volatile matter dan berat abu dinyatakan sebagai fixed carbon. Uitimate analysis merupakan analisis yang digunakan untuk menyatakan komposisi elemen (atom) kimia dalam batubara diantaranya karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, sulfur dan abu. Ultimate analysis dilakukan pada sampel batubara yang telah dikeringkan, sehingga dinyatakan dalam keadaan bebas air (dry basis). Nilai hasil analisis ultimat batubara pada berbagai peringkat dapat dilihat pada Tabel II.1.
II. 1. 4 Sifat Batubara Reaktivitas batubara menentukan jenis reaktor yang digunakan serta kondisi operasi gasifikasi. Reaktivitas batubara sangat menentukan keberhasilan proses gasifikasi, terutama di tahap reduksi yang bergantung pada beberapa faktor berikut. a. Sifat batubara asal Reaktivitas batubara dipengaruhi oleh peringkat batubara. Hal ini ditunjukkan oleh kandungan fixed carbon dari batubara. Batubara dengan fixed carbon rendah cenderung lebih reaktif dibandingkan terhadap batubara dengan kandungan fixed carbon tinggi, karena memiliki porositas yang lebih besar sehingga lebih banyak pori yang terbentuk pada saat pirolisis. b. Luas permukaan reaksi efektif yang berkaitan dengan pembentukan pori pada saat pirolisis dan ukuran partikel arang c. Kandungan mineral dalam batubara yang dapat bersifat katalitik atau sebaliknya inhibitor reaksi – reaksi gasifikasi 8
Kandungan mineral batubara seperti Ca, Na, Mg dan K merupakan katalis dalam reaksi gasifikasi terutama pada proses disosiasi molekul gas ke bentuk atom. Penghilangan kandungan mineral batubara dapat menurunkan reaktivitas batubara. d. Kondisi operasi gasifikasi (tekanan dan temperatur), serta medium penggasifikasi. Sifat batubara yang harus diperhatikan pada pemrosesan batubara adalah sifat fisik pada pemanasan. Pemanasan batubara dapat mengakibatkan pelunakan batubara (heat-softening) dan pelelehan batubara. Pelunakan batubara biasanya diikuti dengan pembengkakan (caking) dan pemadatan kembali yang menyebabkan terjadinya peningkatan volum batubara. Sifat ini kurang baik untuk proses gasifikasi karena dapat membentuk gumpalan di dalam reaktor gasifikasi fixed bed. Sifat caking batubara meningkat jika kandungan volatile matter batubara naik dan mencapai maksimum pada kandungan volatile matter antara 25-35% kemudian kembali turun. Sifat ini juga tergantung pada temperatur pemanasan.
II. 1. 5 Gasifikasi Batubara Pada dasarnya gasifikasi batubara memiliki kesamaan dengan proses pembakaran batubara hanya berlangsung dalam keadaan miskuin oksigen. Hal ini dilakukan untuk mnegatur proses perambatan reaksi yang terjadi selama gasifikasi. Pada pembakaran batubara proses ini perambatan energi ini berlangsung begitu cepat dan dalam keadaan oksigen yang mencukupi sehingga kesetimbangan reaksi – reaksi lain tergeser oleh reaksi oksidasi. Gasifikasi merupakan proses bereaksinya bahan bakar padat dengan media penggasifikasi untuk menghasilkan produk gas. Bahan bakar padat tersebut
dapat
berupa batubara, gambut, kayu atau bahkan berbagai limbah organik padat yang mengandung elemen (atom): karbon, hidrogen dan oksigen. Sedangkan gasifying medium dapat berupa udara (O2 dan N2), O2-murni, steam, CO2 atau campuran senyawa-senyawa tersebut. Berbeda dengan pembakaran batubara gasifikasi batubara meliputi konversi batubara menjadi gas ringan, cairan yang terkondensasi dan aspal. Gas ringan yang dihasilkan diantaranya H2, CO dan CH4. Secara keseluruhan proses gasifikasi terbagi atas dua tahap yaitu gasifikasi batubara dan gasifikasi karbon. Reaksi-reaksi yang trejadi pada masing-masing tahap adalah sebagai berikut. 9
1. Tahap gasifikasi batubara Batubara Æ minyak + gas + semi carbón
(1)
minyak + H2 Æ minyak ringan + H2 Æ CH4
(2a)
minyak Æ C + H2
(2b)
semi karbon + H2 Æ CH4
(3a)
semi karbon Æ C + H2
(3b)
2. Tahap gasifikasi carbon ΔHr,298 = 2705 cal/g ; endotermik
C + H2O Æ CO + H2 CO + H2O Æ CO2 + H2
(4) (5)
C + 2 H2 Æ CH4
ΔHr,298 = -1798 cal/g ; eksotermik
(6)
C + CO2 Æ 2 CO
ΔHr,298 = 3382 cal/g ; endotermik
(7)
C + O2 Æ CO2
ΔHr,298 = -7857 cal/g ; eksotermik
(8)
Pada proses gasifikasi, batubara atau bahan baku jenis lain mengalami tahapan proses berturut sebagai berikut (lihat diagram proses gasifikasi di Gambar II. 2). O2 (udara) dan steam)
batubara
pengeringan 100 – 250 oC
uap air
bahan kering
panas
pirolisis bahan Æ C + H2O + tar + CH4 + dll 250 – 500 oC
C (arang)
oksidasi C + O2 Æ CO2 + panas temp. sd. 1200 oC
panas H2O, CO2 dll.
reaksi reduksi C + CO2 Æ 2 CO C + H2O Æ CO + H2O 800 – 1000 oC
gas hasil H2, CO dll.
Gambar II. 2. Skema tahapan gasifikasi batubara
10
1. Pengeringan: batubara mengalami pengeringan pada temperatur 100-200 oC. 2. Pirolisis, yaitu penguraian batubara pada temperatur tinggi, mulai sekitar 250 oC sampai 900 oC. Pada tahap ini batubara terurai menghasilkan arang, tar, uap senyawa hidrokarbon, air dan gas-gas (reaksi 1-3). Reaksi 1 terjadi pada temperatur kurang dari 700 0C sedangkan reaksi 3 berlangsung pada temperatur 600-700 0C. Laju pemanasan yang lambat pada saat pirolisis akan menghasilkan produk berupa arang, sebaliknya pirolisis dengan laju pemanasan cepat akan menghasilkan produk berupa senyawa-senyawa dengan berat molekul ringan atau gas-gas. 3. Tahap reaksi reduksi, pada tahap ini terjadi reaksi antara arang dengan uap air dan karbon dioksida menghasilkan gas H2, CO, CO2 dan CH4 (4-7). Reaksi ini berlangsung pada temperatur diatas 800 0C, kecuali reaksi 4 berlangsung pada temperatur diatas 1000 0C. Reaksi 4 dan 7 merupakan reaksi kesetimbangan yang merupakan reaksi utama dalam pembentukan H2 dan CO2. Reaktan H2O diperoleh dari air-lembab di dalam bahan baku maupun injeksi air atau steam ke unit gasifier. Reaktan CO2 diperoleh dari hasil pembakaran karbon yang terkandung di dalam bahan baku, seperti yang dituliskan dalam persamaan reaksi 7. Reaksi yang dianggap berperan besar dalam tahap ini adalah reaksi 5 yakni reaksi pergeseran CO. 4. Tahap oksidasi, pada tahap ini sebagian batubara, arang maupun produk pirolisis lainnya bereaksi dengan oksidan untuk menghasilkan panas (Reaksi 7). Temperatur pembakaran dapat mencapai 1200 oC. Bahkan pada entrained bed reactor dengan intensitas reaksi yang tinggi, temperatur reaksi-reaksi gasifikasi dapat mencapai 1400 oC. Reaksi pembakaran ini diperlukan untuk menghasilkan panas yang mendorong proses pengeringan, pirolisis dan reaksi – reaksi endotermik pada tahap reduksi. Variabel proses gasifikasi diantaranya adalah kondisi operasi (temperatur dan tekanan) dan perbandingan medium penggasifikasi per batubara. Kenaikan temperatur menyebabkan terjadinya pergeseran kesetimbangan pada sistem reaksi. Untuk reaksireaksi endoterm, peningkatan temperatur akan menyebabkan pergeseran reaksi ke arah produk sedangkan pengaruh kenaikan tekanan akan menggeser reaksi ke arah penurunan tekanan atau penurunan jumlah molekul.
11
Medium penggasifikasi yang biasa digunakan diantaranya adalah udara, oksigen, H2O, atau campuran dari gas-gas tersebut. Penambahan oksigen ke dalam sistem gasifikasi bertujuan untuk meningkatkan laju reaksi oksidasi sedemikian sehingga panas yang dihasilkan digunakan sebagai penyedia energi bagi reaksi-reaksi endotermik. Semakin tinggi perbandingan oksigen per batubara akan meningkatkan laju reaksi oksidasi dari batubara dan gas-gas combustible yang terbentuk selama gasifikasi. Peningkatan ini mula-mula akan meningkatkan perolehan CO dan H2 dari gas produser namun pada suatu kondisi tertentu peningkatan jumlah oksigen akan menyebabkan ikut terbakarnya gas produser yang dihasilkan dari gasifikasi. Hal ini menyebabkan meningkatnya jumlah panas yang dihasilkan yang ditandai dengan peningkatan temperatur. Selain itu hal ini juga akan menurunkan kualitas gas produser karena sebagian gas –gas combustible – nya terbakar. Penambahan H2O ke dalam sistem gasifikasi bertujuan untuk meningkatkan perolehan H2 melalui reaksi 4. Semakin tinggi perbandingan H2O per batubara akan meningkatkan laju reaksi 4 dan laju reaksi 5 sehingga laju produksi H2 akan meningkat. Meningkatnya laju reaksi 4 akan menyebabkan peningkatan laju produksi CO namun CO yang terbentuk akan terkonsumsi oleh reaksi 5. Peningkatan laju produksi H2 akan meningkatkan kualitas gas produser, namun semakin banyak jumlah steam yang ditambahkan selain ikut menyerap panas juga akan menurunkan nilai panas gas produser karena terkonsumsinya CO untuk menghasilkan gas dengan nilai bakar yang lebih rendah.
II. 2 Proses Pembuatan Amonia Sintesis ammonia dihasilkan dari reaksi reversibel sebagai berikut: N2 + 3H2 ⇔ 2NH3
ΔH298 = -45,72 kJ/mol
Reaksi diatas merupakan reaksi eksotermik yang disertai dengan penurunan jumlah mol. Konversi reaksi sintesis amonia dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan operasi. Untuk memperoleh konversi reaksi yang optimum reaksi sebaiknya dilangsungkan pada temperatur rendah dan tekanan tinggi. Rendahnya temperatur akan menyebabkan rendahnya laju reaksi. Oleh karena itu reaksi sintesis amonia membutuhkan katalis yang dapat memberikan laju reaksi yang tinggi pada temperatur rendah.
12
Kondisi operasi dari reaktor merupakan kondisi pada saat katalis dapat bekerja dengan optimum. Operasi reaktor amonia pada proses komersial dilangsungkan pada temperatur diatas 350 0C dan tekanan antara 140-250 kg/cm2. Karena reaksi merupakan reaksi eksotermik maka diperlukan adanya penukaran panas pada reaktor untuk menjaga temperatur reaktor agar tidak melebihih batas temperatur tertinggi. Katalis yang digunakan untuk sintesis ammonia disebut promoted iron yang mengandung Fe2O3 sebagai komponen utama dan beberapa zat lainnya sebagai penstabil. Katalis ini mudah teracuni oleh komponen yang mengandung oksigen seperti air, CO dan CO2. Faktor utama yang berpengaruh pada unjuk kerja reaktor amonia diantaranya sebagai berikut: 1. Temperatur, laju reaksi sangat bergantung pada temperatur operasi, semakin tinggi temperatur maka laju reaksi akan semakin tinggi. dalam kasus ini reaksi merupakan reaksi eksotermik reversibel, untuk reaksi seperti ini kenaikan temperatur akan menyebabkan turunnya konversi total reaksi sebaliknya konversi ammonia naik dengan turunnya temperatur. Oleh karena itu diperlukan katalis yang dapat memberikan laju reaksi yang tinggi pada temperatur rendah. Temperatur operasi reaktor sangat dipengaruhi oleh kondisi optimum katalis. 2. Tekanan, reaksi sintesis ammonia merupakan reaksi yang disertai dengan penurunan jumlah mol sehingga semakin tinggi tekanan akan menggeser reaksi kearah produk,. Selain itu semakin tinggi tekanan juga akan meningkatkan konsentrasi komponen dalam reaktor sehingga akan menaikkan laju reaksi. Tekanan operasi yang digunakan dibatasi oleh kemampuan material dan juga dari faktor ekonomi. 3. Laju alir umpan, besar laju alir umpan menentukan lamanya waktu tinggal reaktan dalam reaktor. Semakin besar laju alir akan menurunkan waktu tinggal reaktan sehingga konversi reaksi menurun. 4. Rasio hidrogen dan nitrogen dalam umpan, konversi ammonia maksimum dicapai pada perbandingan H2/N2 antara 2,2 – 3 karena kecepatan maksimum dicapai pada perbandingan H2/N2 2,2 sedangkan konversi maksimum dicapai pada H2/N2 3 sesuai dengan perbandingan stoisiometriknya. Nilai optimum biasanya berkisar antara 2,7 – 2,8. 5. Konsentrasi amonia dalam umpan, karena konversi per pass dari reaksi ammonia cukup rendah maka untuk memanfaatkan reaktan yang belum bereaksi dilakukan 13
daur ulang. Aliran daur ulang ini biasanya masih mengandung ammonia, keberadaan ammonia dalam umpan akan menggeser kesetimbangan kearah reaktan sehingga menurunkan konversi total. 6. Konsentrasi gas-gas inert dalam umpan., gas-gas inert yang terdapat dalam aliran (terutama argon dan metana) akan menurunkan konsentrasi umpan sehingga akan menurunkan laju reaksi dan konversi reaksi. Tipikal konversi sintesis amonia pada temperatur operasi 350 0C adalah hanya sebesar 20% sehingga produk keluaran reaktor setelah melalui pemisahan produk sebagian didaur ulang dan sebagian di buang (purge) untuk menghindari terjadinya akumulasi zat-zat inert. Pemisahan amonia dari aliran produk dilakukan dengan jalan mendinginkan aliran untuk mengembunkan amonia yang dihasilkan. Berdasarkan penyediaan sumber gas sintesis, proses produksi amonia dikelompokan sebagai berikut: a. berbasis pada reformasi gas alam/hidrokarbon ringan dengan kukus b. berbasis pada oksidasi parsial fraksi berat minyak c. berbasis pada upgrading gas produser hasil gasifikasi batubara Diagram blok sintesis amonia berbahan baku gas alam dapat dilihat pada Gambar II. 3. Proses pembuatan amonia berbahan baku gas alam terdiri atas tiga tahap sebagai berikut. 1. Tahap pesiapan umpan a. Filtrasi dan desulfurisasi anorganik Penyaringan gas alam dilakukan untuk menghilangkan partikel padatan dan hidrokarbon berat cair agar tidak menyumbat pori-pori katalis sponge iron pada proses desulfurisasi. Sulfur anorganik harus dipisahkan dari gas alam karena meracuni sistem pelarut dalam sistem penyerapan CO2. Sulfur dipisahkan melalui proses penyerapan dengan menggunakan unggun sponge iron mengikuti reaksi: 3H2S + Fe2O3.6H2O Æ FeS.6H2O + 3H2O 6NaOH + FeS.6H2O Æ 3Na2S + Fe2O3.6H2O b. Dehidrasi gas umpan Dehidrasi gas umpan dilakukan untuk menghilangkan air dari gas umpan yang menjadi jenuh setelah melalui proses desulfurisasi. Air harus dihilangkan untuk menghindari terjadinya kondensasi air dan pembentukan hidrat yang dapat 14
menyumbat kerangan, fitting dan terutama dalam chiller yang beroperasi pada temperatur -18 0C. Penghilangan air dilakukan melalui absorbsi counter current dengan menggunakan larutan Tri Etilen Glikol (TEG). Natural Gas Feed Pretreatment
Sulfur, HHC, CO2 Flue Gas
H2O, Fuel
Primary Reformer
Air, Power
Secondary Reformer
Heat
Shift Conversion
Heat, Condensate
CO2 Removal
Heat, Power
CO2
Methanation Power
Compression
Power
Ammonia Synthesis
Heat, Purge Gas, Flash Gas
NH3
Gambar II. 3. Diagram blok sintesis amonia berbahan baku gas alam c. Pemisahan hidrokarbon berat Pemisahan hidrokarbon bertujuan untuk memperoleh komposisi gas umpan yang konstan. Pemisahan dilakukan dengan cara pendinginan pada temperatur -25 0C dan tekanan 28 kg/cm2 denganmenggunakan refrijeran amonia. d. Pemisahan CO2 dari gas umpan Pemisahan CO2 dilakukan untuk meringankan beban desufuriser kedua, dengan konsentrasi keluaran CO2 hanya mengandung 0,3%-vol CO2 (basisi kering). Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya reaksi metanasi pada katalis hydrotreater. Pemisahan dilakukan melalui penyerapan CO2 dengan menggunakan pelarut benfield yang melibatkan unit absorber dan stripper. e. Desulfurisasi organik
15
Pemisahan sulfur organik dilakukan melalui dua tahap, pertama mereaksikan sulfur dengan H2 menggunakan katalis Co-Mo untuk menghasilkan H2S, kedua reaksi penghilangan H2S dengan menggunakan ZnO. f. Saturasi Penjenuhan umpan dengan air panas dilakukan untuk mengurangi penggunaan steam. Perbandingan steam/gas umpan setelah melewati saturator sekitar 0,6-0,7. 2. Tahap produksi gas sintesis a. Steam reforming Steam reforming bertujuan untuk memproduksi H2 sebanyak mungkin dari steam dan umpan hidrokarbon. Reaksi yang berlangsung adalah sebagai berikut. CH4 + H2O ↔ CO + 3H2
ΔH = 206 kJ/mol
CO + H2O ↔ CO2 + H2
ΔH = -41 kJ/mol
Untuk mendapatkan konversi yang optimum reaksi dioperasikan pada tekanan dan temperatur tinggi. Steam reformingdilaksanakan melalui dua tahap yakni primary dan secondary reformer. Pelaksanaan dua tahap reformasi ini memungkinkan diumpankannya nitrogen sehingga reaksi dapat berlangsung untuk mencapai temperatur kesetimbangan yang tinggi pada tahap kedua.Untuk mencegah terjadinya coking reaksi dijalankan dengan steam berlebih sekitar 3-3.5. Primary reformer dilangsungkan pada temperatur 822
0
C. Konsentrasi CH4 keluaran
reformer diinginkan memiliki konsentrasi sebesar 0.35%-vol. b. Shift converter Pada bagian ini dilakukan konversi CO menjadi CO2 dengan bantuan katalis Fe2O3/Cr2O3. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut. CO + H2O ↔ CO2 + H2 Reaksi diatas merupakan reaksi eksoterm sehingga kesetimbangan akan bergeser ke arah produk jika temperatur diturunkan. Pada temperatur rendah konversi reaksi akan meningkat namun laju reaksi akan menurun. Oleh karena itu reaksi dijalankan pada dua tahap yakni, pada temperatur tinggi (HT, ~370 0C), untuk memperbesar laju reaksi dan pada temperatur rendah (LT, ~210 0C), untuk meningkatkan konversi. Pada reaksi ini diberikan umpan steam yang berlebih yang akan menggeser reaksi ke arah produk.
16
3. Tahap pemurnian gas sintesis a. Penghilangan gas CO2 CO2 harus dihilangkan dari gas sintesis dilakukan karena merupakan racun katalis sintesis amonia. Penghilangan CO2 dilakukan dengan menggunakan Low Heat CO2 Removal Benfield System yang merupakan unit absorbsi dan pelucutan dengan menggunakan larutan benfield. Larutan benfield terdiri atas H2O sebagai pelarut berbagai komponen, K2CO3 sebagai komponen utama penyerap CO2, V2O5 sebagai pasivator pada dinding bejana untung melindunginya dari korosi oleh K2CO3, DEA sebagai katalis penyerapan CO2 dan UCON HB50 sebagai antifoam. CO2 yang dilepaskan dari sistem ini selanjutnya akan digunakan sebagai bahan baku proses pembuatan urea. b. Metanasi Pada tahap ini CO2 dan CO yang masih tersisa di aliran gas sintesis dihilangkan melalui reaksi katalitik dengan hidrogen. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut. CO + 3H2 ↔ CH4 + H2O
ΔH = -206 kJ/mol
CO2 + 4H2 ↔ CH4 + 2H2O
ΔH = -165 kJ/mol
c. Pemisahan H2O H2O merupakan salah satu komponen yang merupakan racun katalis reaksi pembuatan amonia. Oleh karena itu sebelum memasuki reaktor amonia, H2O yang terdapat dalam aliran gas keluaran metanator.
II. 3 Proses Pembuatan Gas Sintesis Berbahan Baku Batubara Campuran gas hasil reaksi gasifikasi batubara terdiri atas gas-gas CO2, CO, H2 dan CH4. Untuk meningkatan produksi CO2 dan H2, masing-masing untuk produksi urea dan amonia, CO dalam aliran gas sintesis dari unit gasifikasi harus dikonversikan menjadi CO2 melalui water gas shift reactions. Tahapan yang harus dilewati oleh gas produser untuk akhirnya dapat digunakan sebagai gas sintesis dapat dilihat pada Gambar II. 4. Proses pembuatan amonia berbahan baku gas produser terdiri atas tahap-tahap sebagai berikut. 1. Tahap Pembersihan Diagram alir proses pembersihan gas dapat dilihat pada Gambar II. 5. 17
a. Penghilangan partikulat Partikulat abu ataupun karbon yang belum terbakar seringkali terbawa aliran gas produser. Partikulat ini jika dibiarkan dapat merusak peralatan ataupun mengerak di dinding pipa. Penghilangan partikulat dilakukan dengan menggunakan siklon. Syn Gas 0,2% CO
Existing Plant Natural Gas
Coal
Feed gas treating
Steam Reforming
Gas Cooling WHB
CO Shift Converter
Gasification Unit
Coal Preparation
New CO Shift Converter
Coal Gasification
Waste Heat Boiler Steam
Air Separation Unit
≥20% CO
Gas Cleaning and Cooling
Acid Removal
Package Boiler
Gas TurbinePower Generation
Gambar II. 4. Diagram blok proses upgrading gas produser
BFW Coal
Water
1
Gas produser
2 Siklon Gasifier
3
WHB
Steam
Clean Gas Produser
4
Filter Scrubber
KO Drum
Abu Liquid
To utility
Gambar II. 5. Diagram alir proses pembersihan gas produser b. Penghilangan condensable gas dan tar Tingginya temperatur gasifikasi menyebabkan padatan-padatan dalam abu meleleh, jika temperatur gas produser diinginkan maka padatan ini dapat menempel di 18
dinding peralatan dan menimbulkan fouling. Penghilangan padatan seperti ini dilakukan dengan menggunakan wet scrubber. Selain itu pada alat ini juga diinginkan terserapnya condensable gas untuk menghindari adanya foulinng di dinding peralatan dan pipa. c. Pemanfaatan panas gas produser Tingginya temperatur gas produser maka biasanya dilakukan pemanfaatan panas gas produser untuk membangkitkan steam melalui Waste Heat Boiler. Steam yang dihasilkan sebagian digunakan untuk kebutuhan gasifikasi sedangkan sisanya diguankan untuk menggerakan turbin uap. d. Pemisahan uap-cair Pembangkitan steam dilakukan hingga temperatur gas mencapai 400 0C. hal ini dilakukan untuk menghindari kondensasi tar pada unit WHB. Setelah itu untuk menghilangkan tar dilakukan melalui wet scrubber, pada unit ini gas produser dicampurkan dengan air sehingga tar yang terdapat pada gas terlarut dalam air yang selanjutnya dipisahkan melalui KO drum. e. Filter Filter digunakan untuk membersihkan gas dari partikulat, sehingga gas benar-benar bebas partikulat. f. Sulfur Removal senyawa sulfur yang terdapat pada gas produser dapat menganggu proses – proses upgrading gas. Proses – proses ini mensyaratkan kandungan sulfur hingga maksimal 1 ppm. Pada penggunaan gas produser sebagai bahan bakar proses ini tidak diperlukan karena komposisi sulfur pada batubara Indonesia relatif kecil sehingga produk pembakaran sulfur, SOx, hanya sedikit sekali. Penghilangan sulfur dapat dilakukan melalui adsorpsi ataupun absorbsi. 2. Tahap upgrading gas produser Untuk meningkatkan produksi H2, CO dalam aliran gas sintesis dari unit gasifikasi dikonversi menjadi CO2 melalui water gas shift reactions. Proses yang berlangsung pada tahap ini sama dengan proses shift converter. Selain itu, CO dalam aliran gas sintesis perlu dikonversi menjadi CO2 selain untuk mencegah peracunan katalis sintesis amoniak, juga karena CO lebih sulit dipisahkan dibandingkan dengan CO2. Pada tahap ini selain water gas shift reactions terjadi juga reaksi COS menjadi CO2 19
dan H2S melalui reaksi hidrolisis katalitik yang terjadi jika ada uap air. Gas sintesis yang telah digeser di shift converter kemudian diumpankan ke dalam Unit Selexol. CO + H2OÆH2 + CO2 COS + H2O Æ H2S + CO2 3. Tahap pemurnian gas a. Acid gas removal Acid gas removal dilakukan dengan mengggunakan unit absorber. Pada unit ini sebagian besar H2S dan COS juga sebagian kecil CO2 dan H2. Terdapat beberapa teknologi yang dapat digunakan pada untuk CO2 dari gas produser diantaranya rectisol, selexol dan lain-lain, selain itu pemisahan juga dapat dilakukan menggunakan larutan Benfield sama dengan yang digunakan di PT PUSRI saat ini. b. Pemurnian hidrogen Gas hidrogen yang akan diumpankan ke dalam reaktor amonia diperoleh dari unit pemurnian hidrogen, biasanya unit pemroses yang sering digunakan adalah PSA (Pressure Swing Adsorption). Pada unit ini dilakukan pemisahan oksida karbon dan komponen sulfur yang tersisa. Gas-gas ini diserap dalam unit adsorber pada tekanan parsial gas tinggi kemudian dilepaskan kembali pada tekanan parsial gas rendah. Penurunan tekanan parsial gas dilakukan dengan swinging tekanan adsorber menuju tekanan off-gas. Pada proses ini dilakukan purging sebagian H2 murni. c. Metanator Proses yang terjadi pada matanator ini memiliki fungsi yang sama dengan pada pembuatan gas sintesis berbahan baku gas alam.
II. 3. 1 Selexol Pemisahan CO2 dari gas sintesis dilakukan melalui unit absorber dengan menggunakan pelarut Selexol, larutan Selexol keluaran absorber yang kaya akan komponen CO2 selanjutnya dikirim ke unit pelucutan CO2 untuk melepaskan CO2, H2 dan gas lain yang terbawa dengan menggunakan gas campuran N2/H2. Selanjutnya H2S akan dikirimkan ke Unit Claus untuk produksi sulfur, sedangkan pemisahan H2 dilakukan dengan menggunakan PSA yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Diagram blok proses pemurnian dengan menggunakan Selexol ini dapat dilihat pada Gambar II.6. 20
ASU digunakan untuk meproduksi O2 yang digunakan sebagai medium penggasifikasi juga menyuplai N2 bertekanan tinggi untuk produksi NH3. Nitrogen dicampur dengan H2, hasil dari unit perolehan H2 (PSA), untuk memperoleh perbandingan optimum antara N2 dan H2 yang akan diumpankan ke dalam reaktor pembuatan amonia. Konfigurasi ini meminimasi penggurahan (purging) dari NH3 synthesis loop dan memperbaiki konversi NH3 secara menyeluruh. N2 yang dihasilkan dari unit ASU selain digunakan sebagai bahan baku pembuatan amonia juga digunakan untuk penggurahan dalam unit PSA yang mereduksi hilang-hilang H2 dalam aliran gurahan PSA. Efisiensi perolehan H2 dengan menggunakan selexol yang dapat dicapai biasanya sekitar 89%. Air
Air Separation
N2
N2 Sulfur Sulfur Plant H2/N2
O2 Umpan
Gasifier
CO Shift
Selexol
CO2
Polybed PSA
H2/N2 Product
NH3 Synthesis Low-Pressure Fuel
NH3 Urea Plant
Urea
Gambar II. 6. Diagram blok sintesis amonia dengan pemisahan CO2 menggunakan Selexol
II. 3. 2 Rectisol Proses Rectisol menggunakan metanol sebagai pelarut yang beroperasi pada temperatur yang sangat rendah (-80
0
F). Proses ini biasanya digunakan untuk
memproduksi gas sintesis dengan tingkat kemurnian yang tinggi untuk pembuatan 21
amoniak/urea. Jika diikuti dengan unit N2 Wash, proses ini dapat menghasilkan gas sintesis dengan level pengotor/inert yang sangat rendah. Kelemahan metode ini adalah biaya operasinya yang sangat tinggi karena tingginya konsumsi daya dalam unit refrigerasi dan tingginya biaya kapital karena jumlah peralatan yang banyak dan penggunaan jenis material yang mahal (Stainless Steel). Diagram alir proses sederhana untuk produksi amoniak dari Unit Rectisol/N2 Wash disajikan dalam Gambar II.7. Gas keluaran unit Rectisol memiliki kandungan CO2 sebesar 2 ppm dan H2S sebesar 0.1 ppm. HP N2 H2 Air Separation Plant
LP N2
N2 Wash
Ammonia Plant
CO2 Purge
HP O2
Recycle
Treated Gas
Steam
Gasifiers
Syngas Scrubbing
CO Shift/Heat Recovery
Steam Coal
NH3
Coal Grinding and Preparation
Waste Gas
Rectisol
Acid Gas
Tail Gas Recycle
Sulphur Plant
Gambar II.7. Diagram blok sintesis amonia dengan pemisahan CO2 menggunakan Rectisol
II. 4 Aspek Lingkungan Batu bara merupakan salah satu sumber energi alternatif yang tak terbarukan. Persepsi publik mengenai batubara sebagai bahan bakar fosil yang tidak ramah lingkungan telah melekat sejak dulu. Saat ini telah banyak dikembangkan teknologi pengolahan batubara yang bersih sehingga publikasi mengenai teknologi-teknologi ini harus dilakukan untuk mengubah persepsi publik. 22
Sulphur
Produk gasifikasi batubara sangat beragam. Produk gasifikasi ini seringkali menimbulkan isu lingkungan. Produk-produk yang dihasilkan dari proses pengolahan batubara dapat dilihat pada Gambar II. 8. Gaseous Emissions Coal Dust
Pretreatment Exhausts Pretreatment
Lockhopper vents
Sulphu-Richr Gas Contaminated Inert Gas
Air/O2
Shift Reactions
Steam
Methanation High Btu Gas
Raw Coal
Coal Preparation
Gasification
Particulate Removal and Gas Cleaning
Acid Gas Removal and Clean Up
End Use
Coal Pro Pretreatment Ash Shift Condensates Overhead Particulates Runoff Condensates Sludge Spent Catalyst Hydrocarbons Water Liquid and Solids Process Effluents
Gambar II.8. Limbah keluaran gasifikasi 1. Limbah padat Partikulat padat yang dihasilkan dari gasifikasi diantaranya berupa karbon yang tidak terkonversi, abu dan debu yang terbang pada saat persiapan. Penghilangan partikulat ini dapat dilakukan dengan menggunakan unit siklon, electrostatic precipitators, granular bed filters dan wet scrubber. Komponen-komponen yang terdapat di dalam abu diantaranya adalah senyawa sulfur, arsenik, kadmium, timbal, mercury dan mineral-mineral lainnya. Saat ini beberapa teknologi pemanfaatan abu mulai banyak dikembangkan untuk mengambil sulfur dan mineral-mineral lainnya dalam abu, maupun sebagai bahan baku batubata maupun semen. Pengolahan abu dapat dilakukan dengan mengirimnya ke pusat pengolahan limbah. 2. Limbah cair Limbah cair dihasilkan dari air pencucian, unit scrubber dan unit pemisahan gascair. Air ini biasanya banyak mengandung komponen-komponen debu, tar, minyak,
23
komponen benzen, fenol, toluen dan senyawa turunan benzene lainnya. Pengolahan limbah cair dengan berbagai metode dapat dilihat pada Tabel II. 2. Tabel II. 2. Keuntungan dan kerugian proses pengolahan air limbah gasifikasi Proses pengolahan Fisika: Penyerapan dengan karbon aktif
Keuntungan •
1
•
Sederhana
• • • •
Kimia: Ekstraksi dengan pelarut tertentu
•
Menguntungkan bila kadar fenol >0,2%
• • •
Biaya operasi murah2 • 2 Sederhana Dapat mengolah air limbah dengan konsentrasi fenol sebesar 1500 mg/L2 • Dapat mengolah berbagai komponen2 Sumber: 1. Eldrige, E.F., 1942 2. Mahajan, S.P., 1985
Biologi: Kolam stabilisasi
• • •
Kerugian Memerlukan jumlah karbon aktif yang banyak1 Sepsifikasi karbon aktif tertentu1 Harga karbon aktif sangat mahal1 Memerlukan unit daur ulang karbon aktif1 Hanya 45% fenol yang dapat diolah1 Harga pelarut sangat mahal2 Kompleks1 Biaya operasi sangat mahal pada konsentrasi fenol < 0,2%2 Tahap aklimatisasi biomassa sangat menetukan keberhasilan pengolahan air limbah2
3. Limbah gas a. HF, HCl, HCN Senyawa-senyawa ini terbentuk selama gasifikasi. Komponen-komponen diatas dipisahkan dari gas produser melalui scrubber. Air keluaran unit ini selanjutnya memasuki unit pengolahan air limbah. b. NH3 Pemisahan NH3 dari aliran gas produser melalui scrubber. Air keluaran unit ini selanjutnya memasuki unit pengolahan limbah untuk diolah lebih lanjut dengan menggunakan bantuan mikroorganisme. c. COS dan CS2 Kedua komponen ini pertama-tama harus dikonversi menjadi H2S terlebih dahulu pada saat upgrading gas produser. Selanjutnya H2S yang terbentuk akan diolah dalam unit absorber. 24
d. H2S Pemisahan H2S dilakukan melalui penyerapan pada unit absorber dengan menggunakan pelarut. H2S yang diserap selanjutnya akan dilepas kembali dan dikirim menuju unit produksi sulfur. e. SOx Penghilangan SOx dapat dilakukan melalui water scrubbing atau melalui flue gas desulfurizer
(FGD).
FGD
dilakukan
melalui
proses
penyerapan
dengan
menggunakan media penyerap tertentu, penyerapan dapat dilakukan melalui dua metode yakni metode basah dan metode kering. f. NOx NOx terbetuk pada saat reaksi pembakaran dan pada temperature tinggi. Penguranagn NOx dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode. -
Manipulasi teknik pembakaran, diantaranya, melakukan pembakaran bertahap atau melakukan pembakaran pada keadaan kaya bahan bakar.
-
Menambah perlakukan khusus steleah pembakaran, injeksi NH3 dan O2 pada zona post combustion sehingga terjadi reaksi sebagai berikut. 4 NO + 4 NH3 + O2 Æ 4 N2 + 6 H2O
g. CO2 CO2 dipisahkan bersama-sama dengan H2S melalui proses penyerapan pada unit absorber. CO2 selanjutnya akan dilepaskan dan digunakan sebagai bahan baku proses pembuatan urea. Kelebihan CO2 selanjutnya dapat digunakan untuk berbagai kepentingan misalnya membuat fluida superkritik, dry ice dan lain sebagainya. Emisi CO2 yang dihasilkan pada berbagai proses pemanfaatan batubara dapat dilihat pada Tabel II. 3. Dampak-dampak lingkungan yang dapat ditimbulkan oleh masing-masing polutan diatas diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Acidification, polutan yang termasuk dalam kategori acidifying agent diantaranya SO2, NOx dan NH3. Polutan-polutan ini dapat mengganggu diversitas tanah, air tanah, air permukaan, organisme, ekosistem dan bangunan. Acidification Potentials (APs) merupakan indicator yang dihitung berdasarkan jumlah atom H+ ekivalen. Satuan APs yang digunakan adalah per kg SO2 ekivalen.
25
Tabel II. 3. Emisi CO2 pada berbagai konfigurasi pemnanfaatan batubara
2. Eutrofikasi, mencakup semua dampak yang disebabkan oleh melimpahnya makronutrien dalam lingkungan. Komponen-komponen yang berperan dalam hal ini adalah NOx dan NH3 dan komponen P. Eutrophication potentials (EPs) merupakan faktor yang digunakan sebagai indikator eutrofikasi. Satuan yang digunakan adalah per kg PO43- ekivalen. 3. Smog, smog dapat terbentuk akibat reaksi oksidasi fotokimia volatile organics compounds (VOCs) atau CO dengan bantuan NOx dan sinar ultraviolet. Oksidan utama pada reaksi diatas adalah ozon. Parameter indikator smog dihitung menggunakan sistem penilaian MIR (The Maximum Incremental Reactivity). Satuan yang digunakan adalah per kg O3 yang terbentuk 4. Perubahan iklim global, hal ini disebabkan oleh terjadinya pemanasan global yang merupakan dampak dari efek rumah kaca yang ditimbulkan oleh komponenkomponen CO2, CH4 dan N2O. Global Warming Potentials (GWPs) digunakan sebagai indikator dari perubahan iklim. satuan yang digunakan adalah per kg CO2 ekivalen. 5. Pengaruh Ecotoxicological, yang termasuk dalam katagori ini adalah pengaruhpengaruh polutan yang dapat meracuni ekosistem. Emisi ke perairan merupakan potensi peracunan ekosistem air, begitu pula tanah. Pengaruh ecotoxicological dihitung berdasarkan kombinasi dari toxicity, persistence dan bioakumulasi dari 26
setiap komponen. Satuan yang digunakan diantaranya lowest rodent LD5 (mg/kg) dan lowest fish LC50 (mg/L). 6. Pengaruh terhadap kesehatan manusia, pengaruh polutan terhadap manusi bergantung dari cara penetrasi polutan ke dalam tubuh manusia, diantaranya, pernafasan, air dan makanan. Indikator yang digunakan adalah Toxic Equivalency Potential (TEPs). Satuan yang digunakan untuk komponen-komponeen karsinogen adalah per kg benzen ekivalen, sedangkan untuk komponen non karsinogen menggunakan satuan per kg toluen. 7. PM10 pengaruh pernafasan, polutan-polutan memepengaruhi pernafasan manusia baik secara kronis maupun nonkronis, hal ini juga meningkatkan jumlah kematian maupun cacat pada daerah sekitar sumber kontaminan. Indikator yang digunakan adalah berat total partikulat padat yang terbebaskan ke atmosfer. 8. Pengurangan bahan bakar dan air, hal ini disebabkan oleh tidak sinambungnya laju pemulihan alam dengan laju pemanfaatan. Indikator dihitung dengan membagi jumlah produksi bahan bakar fosil dan mineral dunia tahunan dengan total kandungan alam dunia. 9. Pengurangan tanah, hal ini mencakup hilangnya tanah akibat penambangan batubara atau bahan bakar lain dan penggunaan tanah sebagai lahan landfill. Satuan yang digunakan untuk limbah padat adalah kg tanah /kW yang dihasilkan.
II. 5 Aspek Ekonomi Aspek ekonomi merupakan salah satu kajian penting yang harus dilakukan dalam mengevaluasi kelayakan suatu proses. Faktor-faktor yang terlibat dalam sebuah studi kelayakan ekonomi diantaranya sebagai berikut. 1. Investasi, meliputi seluruh peralatan (utama, tambahan dan utilitas) baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang terlibat mulai dari kegiatan persiapan, rancang bangun dan commissioning & start-up termasuk nilai lahan. 2. Modal kerja, merupakan biaya yang harus disediakan sebagai biaya operasi sampai produk yang dihasilkan dapat dijual.
27
3. Biaya operasi, merupakan biaya yang diperlukan untuk menyelenggarakan proses produksi. 4. Pajak Beberapa faktor yang biasanya dijadikan indikator kelayakan ekonomi diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Pay back period, waktu yang diperlukan suatu proyek untuk mengembalikan investasi yang ditanamkan. Penghitungan pay back period adalah sebagai berikut: Pay back period =
investasi + modal kerja pendapatan bersih, setelah pajak + depresiasi
2. Return on investment (ROI), besarnya kecepatan pengembalian investasi. Penghitungan ROI adalah sebagai berikut: ROI =
investasi pendapatan bersih, setelah pajak
3. Net Present Value (NPV), merupakan nilai seluruh penghasilan selama usia proyek 4. Internal Rate of Return, besarnya suku bunga yang diperlukan untuk menghasilkan nilai NPV nol. Suatu proyek dinilai layak bila nilai ROI dan IRR lebih besar dari suatu nilai yang ditetapkan perusahaan atau biasanya diambil dari nilai dari suku bunga pinjaman. Kriteria
nilai
bagi
kelayakan
suatu
proyek
harus
lebih
besar
dari
nol.
Perhitungan/penilaian kelayakan suatu proyek dilakukan melalui penyusunan Cash Flow selama usia proyek.
28