BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Umum
Kayu adalah suatu bahan konstruksi yang didapatkan dari tumbuhan dari alam. Pilihan atas suatu bahan bangunan tergantung dari sifat sifat teknis, ekonomis, dan dari keindahan. Kayu bukan suatu bahan isotropis, sifat-sifatnya elastis tergantung daripada arah gaya terhadap arah serat-serat dan cincin-cincin pertumbuhan. Tetapi untuk keperluan-keperluan praktis, kayu dapat dianggap ortotropis, artinya mempunyai tiga bidang simetri elastis yang tegak lurus satu terhadap yang lain yaitu longitudinal, tangensial, dan radial, dimana sumbu longitudinal adalah sejajar serat serat, sumbu tangensial adalah garis singgung cincin-cincin pertumbuhan dan sumbu radial adalah tegak lurus pada cincin-cincin pertumbuhan. Keuntungan dan kerugian dari penggunaan kayu sebagai bahan konstruksi secara singkat adalah sebagai berikut : −
Kayu mempunyai kekuatan yang tinggi dan berat yang rendah, mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap pengaruh kimia dan listrik, dan mudah dikerjakan , relatif murah, dapat mudah diganti, dan bisa di dapat dalam waktu singkat.
−
Kerugiannya antara lain ialah sifatnya kurang homogen dengan cacat-cacat alam seperti arah serat yang berbentuk menampang, spiral dan diagonal, mata kayu, dan sebagainya. Beberap kayu bersifat kurang awet dalam keadaankeadaan tertentu. Kayu dapat memuai dan menyusut dengan perubahan perubahan kelembaban dan meskipun tetap elastis, pada pembebanan berjangka waktu lama sesuatu balok akan terdapat lendutan yang relatif besar.
II.2
Sifat Fisis dan Mekanis
Universitas Sumatera Utara
Dalam penggunaan kayu sebagai bahan konstruksi, maka kita harus sedikit banyaknya mengetahui tentang beberapa ciri-ciri dan sifat-sifat kayu. Antara lain yang penting sekali adalah mengenai sifat-sifat mekanis, faktor-faktor yang mengakibatkan pengurangan kekuatan kayu dan sifat-sifat yang menjadikan cara pengunaan kayu ini berbeda sekali dari bahan – bahan lain untuk bangunan.
II.2.1
Berat Jenis Kayu
Berat jenis kayu biasanya berbanding lurus dengan kekuatan dari pada kayu atau sifat-sifat mekanisnya. Makin tinggi berat jenis suatu kayu maka maikn tinggi pula kekuatannya. Mengingat kayu terbentuk dari sel-sel yang memiliki bermacam macam tipe, memungkinkan terjadinya suatu penyimpangan tertentu. Pada perhitungan berat jenis kayu semestinya berpangkal pada keadaan kering udara, yaitu sekering-keringnya tanpa pengering buatan. Berat jenis didefinisikan sebagai angka berat dari satuan volomae suatu material. Berat janis diperoleh dengan membagikan berat kepada volume benda tersebut. Berat diperoleh dengan cara menimbang suatu benda pada suatu timbangan dengan tingkat keakuratan yang diperlukan. Untuk lebih praktisnya, digunakan timbangan dengan ketelitian 20 %, yaitu sebesar 20 gr/ kg. Sedanglan untuk menentukan volume dilakukan dengan mengukur panjang, lebar,dan tinggi dan mengalikan ketiganya. Untuk Kayu, sebaiknya ukuran sampel tidak kurang dari ukuran (7,5 x 5 x 2,5) cm, tetapi bila ukuran sampel lebih lebih kecil dari ukuran diatas, maka cara yang digunakan untuk mendapatkan volume adalah dengan metode pencelupan. Pada metode ini penggunaan pan berisi air yang diletakkan pada timbangan ayun. Kemudian timbangan diseimbangkan dengan meletakkan pemberat pada sisi lainnya. Sampel lalu dimasukkan kedalam pan dan dibenamkan kedalam air. Diatur agar air tidak keluar dari dalam pan, dan juga agar sampel tidak menyentuh sisi-sisi samping
Universitas Sumatera Utara
dan bawah pan dengan memasang jarum sebagai kaki-kaki sampel. Seimbangkan timbangan dengan menambah pemberat pada sisi lain timbangan. Berat pemberat yang ditambahkan untuk mencapai keseimbangan (gr) adalah sama dengan nilai volume sampel (cm3). Karena kayu sebagai material dengan daya serap yang tinggi, maka diperlukan bahan lain untuk melapisi sampel sehingga air tidak ada yang masuk kedalam kayu. Bahan tersebut haruslah bahan yang tipis , kedap air, serta memiliki berat yang sangat kecil. Parafin merupakan bahan yang sesuai . Sebelum sampel dimasukkan kedalam air, terlebih dahulu sampel dimasukkan kedalam cairan parafin yang mendidih sampai seluruh permukaaan sampel terlapisi parafin. Kelebihan parafin pada permukaan dihaluskan dan diratakaan sehingga lapisan parafin pada permukaan tidak terlalu tebal. Berat jenis juga didefinisikan berat relatif benda tersebut terhadap berat jenis standart, dalam hal ini berat jenis air (gr/cm3). Air dipakai sebagai bahan standard karena berat untuk 1cm3 adalah 1 gr.
II.2.2 Kadar Air (Kadar Lengas) kayu Kayu sebagai bahan bangunan dapat mengikat air dan juga dapat melepaskan air yang dikandungnya. Keadaan seperti ini tergantung pada kelembaman suhu udara disekelilingnya, dimana kayu itu berada. Kayu mempunyai sifat peka terhadap kelembaman karena pengaruh kadar airnya menyebabkan mengembang dan menyusutnya kayu serta mempengaruhi pula sifatsifat fisik dan mekanisnya. Kadar air sangat besar pengaruhnya terhadap kekuatan kayu , terutama daya pikulnya terhadap tegangan desak sejajar serat dan juga tegak lurus arah serat kayu. Sel-sel kayu mengandung air, yang sebagian merupakan bebas yang mengisi dinding sel. Apabila kayu mengering , air bebas keluar dahulu dan saat air bebas tersebut
Universitas Sumatera Utara
habis keadaaan tersebut dinamakan titik jenuh serat (Fiber Saturation Point). Kadar air pada saat itu kira-kira 25 % - 30 %. Apabila kayu mengering dibawah titik jenuh serat, dinding sel menjadi semakin padat sehingga mengakibatkan serat-seratnya menjadi kokoh dan kuat. Maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa turunya kadar air mengakibatkan bertambahnyakekuatan kayu. Pada umumnya kayu-kayu di Indonesia yang kering udara mempunyai kadar air (kadar lengas) antara 12% - 18%, atau rata-rata adalah 15%.
II.2.3 Kekuatan Kayu Istilah kekuatan kayu dari suatu material seperti kayu adalah kemampuan material ini untuk menahan gaya luar atau beban yang berusaha untuk mengubah ukuran dan bentuk material tersebut. Akibat yang terjadi pada material tersebut adalah timbulnya gaya dalam pada material yang menahan terjadinya perubahan ukuran dan bentuk. Gaya ini disebut Tegangan, dinyatakan dalam Pound/ft2. Dibeberapa negara satuan tegangan ini mengacu ke sistem internasional (SI) yaitu N/mm2. Perubahan ukuran atau bentuk ini dikenal dengan sebutan Deformasi. Jika beban yang bekerja pada material tersebut itu kecil, maka deformasi yang terjadi pada material juga kecil. Jika beban yang bekerja besar, maka deformasi yang terjadi pada material tersebut juga besar. Jika beban kemudian dihilangkan, maka material akan kembali kebentuk semula setelah gaya yang diberikan kepadanya dihilangkan disebut dengan elastisitas material Dapat atau tidak suatu material kembali kebentuk semula tergantung pada besarnya elastisitas material tersebut. Deformasi sebanding dengan besarnya beban yang bekerja sampai pada satu titik. Titik ini adalah Limit Proporsional. Setelah melewati titik ini besarnya deformasi akan bertambah lebih cepat dari besarnya beban yang diberikan. Hubungan antara
Universitas Sumatera Utara
beban dan deformasi ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut. Jika beban yang diberikan melebihi daya kohesi antar jaringan – jaringan kayu maka akan terjadi keruntuhan.
Tarikan Limit Proporsianal
Beban
Tekanan
Limit Proporsianal
Deformasi
Gambar 2.1. Hubungan antara Beban Tekan Dengan Deformasi untuk tarikan dan Tekanan
Kayu memiliki beberapa jenis kekuatan dan kekuatan kayu dalam satu hal bisa lemah dalam hal lain. Sifat kekuatan yang berbeda misalnya, juga berpengaruh dalam mempertahankan daya tahan terhadap gaya yang bekerja yang cenderung meretakkan kayu, terhadap gaya tarik yang cenderung memperpanjang, ataupun gaya geser yang cenderung mengakibatkan suatu bagian bergeser ke bagian lain. Dalam praktiknya, kayu sering disubyekkan terhadap kombinasi gaya – gaya dan tegangan yang bekerja sekaligus. Namun sering satu bagian beban yang dominan bekerja dari bagian lainnya. Kemampuan untuk melentur bebas dan kembali ke bentuk semula tergantung kepada elastisitas, dan kemampuan untuk menahan terjadinya lenturan disebut dengan Kekakuan. Modulus Elastisitas adalah ukuran hubungan antara tegangan dan regangan dalam limit proporsional yang memberikan angka umum untuk menyatakan kekuatan atau elastis suatu bahan. Semakin besar modulus elastisitas kayu, maka kayu tersebut semakin kaku. Untuk setiap jenis tegangan nilai modulus elastisitas akan berbeda.
Universitas Sumatera Utara
Istilah getas digunakan untuk mendeskripsikan deformasi yang terjadi sebelum patah. Dapat diperhatikan bahwa sift getas ini bukan menyatakan kelemahan. Sebagai contoh, besi tuang dan kapas adalah bahan yang getas, walaupun besarnya beban yang dibutuhkan untuk mengakibatkannya hancur sangat berbeda. Dalam mencari karakteristik kekuatan kayu ada dua cara yang dapat dilakukan. Pertama, dengan pengujian langsung di lapangan. Kedua, dengan eksperimen di laboratorium. Dengan melaksanakan pengujian di lapangan, biaya yang diperlukan semakin besar. Oleh karena itu pengujian dengan eksperimen di laboratorium merupakan alternatif pemilihan. Pada eksperimen di laboratorium ada dua jenis pengujian yang dapat dilakukan. Pengujian dengan menggunakan sampel kecil dan pengujian kayu sebagai struktural. Pengujian dengan menggunakan sampel penting untuk tujuan komparatif, yang memberikan indikasi sifat – sifat kekuatan yang berbeda untuk setiap jenis kayu. Karena pengujian dirancang untuk menghindari pengaruh kerusakan lain, hasilnya tidak menunjukkan beban aktual yang mampu diterima dan faktor harus digunakan untuk mendapatkan tegangan kerja yang aman. Pengujian kayu dengan bentuk struktural lebih mendekati kondisi penggunaan yang sebenarnya. Secara khusus dianggap penting karena dapat mengamati kerusakan seperti pecah – pecah. Kelemahan pada pengujian ini adalah memerlukan biaya yang besar dan pekerjaannya sulit karena membutuhkan kayu dalam jumlah yang besar dan butuh waktu yang lebih lama. Selain itu, faktor pemilihan bahan dalam ukuran yang besar dengan kualitas yang seragam menjadi sangat penting dibandingkan dengan pemilihan sampel dalam ukuran kecil. Pengujian dengan menggunakan sampel kecil telah memiliki standar pengujian. Karena sifat kekuatan kayu sangat dipengaruhi oleh kandungan air, pengujian dapat dilakukan dalam kondisi terpisah. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan material kayu yang memiliki kandungan standar. Pengujian dilakukan pada bahan kering udara dengan kadar air yang diketahui dengan angka – angka kekuatan tersebut dikoreksi terhadap kandungan air standar. Ketelitian dibutuhkan untuk mengeliminasi faktor – faktor yang dapat membuat varias sifat kekuatan.
Universitas Sumatera Utara
Pengujian dengan sampel kecil dari banyak jenis kayu yang berbeda – beda kini telah dilakukan, dan banyak batasan data yang diperoleh. Angka – angka yang diterbitkan untuk kayu yang berbeda – beda dapat dibandingkan dengan metode pengujian yang telah distandardkan. Angka-angka ini sering dipakai dalam memperhitungkan tegangan kerja karena faktor koreksi telah diperhitungkan. Umumnya secara empiris hanya sedikit karakteristik kekuatan kayu yang diketahui. Sebagai contoh adalah kualitas kayu oak, kayu jati dan kayu damar sebagai bahan struktur. Hasil pengujian berdasarkan nilai tegangan dan regangan dari kayu tersebut. Nilai tegangan diperoleh dari besarnya beban per luas penampang yang dibebani, dinyatakan dalam N/mm2, atau :
Dan regangan didefenisikan sebagai deformasi per ukuran semula yaitu :
Ada beberapa jenis tegangan yang dapat dialami oleh suatu material, yaitu Tegangan Tekan (Compression Strength), Tegangan Tarik (Tensile Strength), Tegangan Lentur (Bending Strength). Pada tegangan tekan, material mengalami tekanan pada luasan tertentu yang menyebabkan timbulnya tegangan pada material dalam menahan tekanan tersebut sampai batas keruntuhan diambil sebagai nilai tegangan tekan. Demikian pula dengan tarikan. Tegangan tarik timbul akibat adanya gaya dalam pada
Universitas Sumatera Utara
material yang berusaha menahan beban tarikan yang terjadi. Kemampuan maksimum material menahan tarikan adalah sebagai tegangan tarik.
Tegangan yang bekerja :
Dimana : σ(tk/tr) = Tegangan tekan/ tarik yang terjadi (kg/cm2 ) P(tk/tr) = Beban tekan/ tarik yang terjadi (kg) A
= Luas penampang yang menerima beban (cm2)
Kekuatan kayu berhubungan dengan kepadatan dan berat jenis kayu itu sendiri. Secara teoritis, semakin ringan kayu maka semakin kurang kekuatannya. Demikian pula sebaliknya. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kayu-kayu yang berat sekali juga kuat sekali. Kekuatan, kekerasan dan sifat teknik lainnya adalah berbanding lurus dengan berat jenisnya. Tentunya hal ini tidak selalu sesuai, karena susunan dari kayu tidak selalu sama.
II.2.3.1 Keteguhan Tarik
Universitas Sumatera Utara
Keteguhan tarik adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap dua buah gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan dan gaya ini bersifat tarik. Gaya tarik ini berusaha melepaskan ikatan antara serat – serat kayu tersebut. Sebagai akibat dari gaya tarik (P), maka timbullah di dalam kayu tegangan – tegangan tarik, yang harus berjumlah sama dengan gaya – gaya luar P. Bila gaya tarik ini membesar sedemikian rupa, serat – serat kayu terlepas dan terjadilah patahan. Dalam suatu konstruksi bangunan, hal ini tidak boleh terjadi untuk menjaga keamanan. Tegangan tarik yang masih diizinkan dimana tidak timbul suatu perubahan atau bahaya pada kayu
Serat kayu P
P
Gambar 2.2. Batang kayu menerima gaya tarik sejajar serat
II.2.3.2 Keteguhan Tekan Keteguhan tekan/kompresi adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap gaya – gaya tekan yang bekerja sejajar atau tegak lurus serat kayu. Gaya tekan yang bekerja sejajar serat kayu akan menimbulkan bahaya tekuk pada kayu tersebut. Sedangkan gaya tekan yang bekerja tegak lurus serat akan menimbulkan retak pada kayu.
Serat kayu P
P
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. Batang Kayu Menerima Gaya Tekan sejajar serat
Batang – batang yang panjang dan tipis seperti papan – papan, bahaya kerusakan karena menerima gaya tekan sejajar serat adalah lebih besar, jika dibandingkan dengan gaya tekan tegak lurus serat kayu. Sebagai akibat adanya gaya tekan ini akan menimbulkan tegangan tekan pada kayu. Tekanan tekan yang terbesar dimana tidak menimbulkan adanya bahaya disebut tegangan tekan yang diizinkan, dengan notasi σtr ┴ (kg/cm2).
P Serat kayu
P Gambar 2.4. Kayu Yang Menerima Gaya Tekan Tegak lurus Serat
II.2.3.3
Keteguhan Geser
Keteguhan geser adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap dua gaya – gaya tekan yang bekerja padanya, kemampuan kayu untuk menahan gaya – gaya yang menyebabkan bagian kayu tersebut bergeser atau tergelincir dari bagian lain di dekatnya. Akibat gaya geser ini, maka akan timbul tegangan geser pada kayu. Dalam hal ini dibedakan 3 macam keteguhan geser, yaitu keteguhan geser sejajar serat, keteguhan geser tegak lurus serat dan keteguhan geser miring. Tegangan geser terbesar yang tidak akan menimbulkan bahaya pada pergeseran serat kayu disebut tegangan geser yang diizinkan, dengan notasi τ // (kg/cm2).
Universitas Sumatera Utara
Gaya Geser P P
Gambar 2.5. Batang Kayu Yang Menerima Gaya Geser Tegak Lurus ArahSerat τ// (kg/cm2)
II.2.3.4
Keteguhan Lengkung (Lentur)
Keteguhan lengkung (lentur) adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap gaya – gaya yang akan berusaha melengkungkan kayu tersebut. Dalam hal ini dibedakan atas keteguhan lengkung statik dan keteguhan lengkung pukul. Keteguhan lengkung statik menunjukkan kekuatan kayu dalam menahan gaya yang mengenainya perlahan – lahan, sedangkan keteguhan lengkung pukul adalah kekuatan kayu dalam menahan gaya yang mengenainya secara mendadak. Balok kayu yang terletak pada dua tumpuan atau lebih, bila menerima beban berlebihan akan melengkung/melentur.
P Tertekan Garis Netral
Tertarik Gambar 2.6. Batang Kayu Yang Menerima Beban Lengkung
Pada bagian sisi atas balok akan terjadi tegangan tekan dan pada sisi bawah akan terjadi tegangan listrik tarik yang besar. Akibat tegangan tarik yang melampaui batas kemampuan kayu maka akan terjadi regangan yang cukup berbahaya.
Universitas Sumatera Utara
II.3
Alat Sambung Pasak Pada prinsipnya suatu pasak adalah suatu benda yang dimasukkan sebagian,
pada bidang sambungan, dalam tiap bagian-bagian kayu yang disambung, untuk memindahkan beban dari bagian yang satu kepada yang lain.
Menurut pemasangan pasak-pasak dapat dibagi dalam tiga macam sebagai berikut a. Yang pada bidang sambungan dimasukkan kedalam takikan-takikan di dalam bagian-bagian kayu yang disambung. b. Yang pada bidang sambungan dimasukkan di dalam bagian-bagian kayu dengan cara dipres. c. Kombinasi dari a dan b.
Gambar 2.7. Pasak segi empat dimasukkan kedalam Takikan
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8. Pasak Cincin dimasukkan kedalam bagian Kayu Tabel 2.1 Daftar beban yang diperkenankan pada pasak cincin Datar beban yang diperkenankan pada pasak cincin untuk kayu dengan berat jenis rata rata 0,5 gr/cm3 kering udara Pasak garis tengah Ø Ø luar Dl
mm
60
80
100
120
140
160
180
200
Ø dalam Dd
mm
52
70
88
108
126
144
164
184
lebar pasak b Baut pegang tengah Ø cicin segi empat
mm
18
22
26
30
36
40
46
50
mm
12
14
14
16
16
18
18
20
mm
50/50
60/60
60/60
70/70
70/70
Tebal cincin
mm
5
φ = s/d 30°
cm
6/12
6/14
6/18
6/20
8/22
8/24
φ > 30°
cm
6/10
6/12
6/14
6/16
8/18
8/20
φ = s/d 30°
cm
8/12
8/14
8/18
8/20
8/22
8/24
φ > 30°
cm
8/10
8/12
8/14
8/16
8/18
8/20
6 7 7 Ukuran kayu minimal :
7
70/70 70/70 80/80 8 7 7
Papan Pengapit 10/30 10/32 8/24 8/26
Kayu tengah 10/30 10/32 10/24 10/26
Universitas Sumatera Utara
Jarak antara baut dan ujung kayu v (kayu muka) Jarak antara dua baut (tengah pasak)
cm
9
12
15
18
21
24
27
30
cm
12
16
20
24
28
32
36
40
Jarak antara pinggir pasak dan tepi kayu : yang dibebani a yang tidak dibebani b Diperkecilnya luas kayu tanpa baut
cm
3
3
4
4
4
4
6
6
cm
2
2
2
2
2
2
3
3
cm2
4,3
7,1
11,2
15,6
22,3
28,4
37,3
45
kekuatan 1 pasak φ = 0°
kg
420
780
1140
1620
2260
2880
3780
4600
φ = 45°
kg
315
585
855
1215
1695
2160
2835
3450
φ = 90°
kg
210
390
570
810
1130
1440
1890
2300
Heinz Frick, Ir., 1983, Ilmu Konstruksi Bangunan Kayu, Yogjakarta : Kanisius hal 139
II.3.1. Jenis-Jenis Sambungan Pasak Pasak baja yang biasa dipakai adalah :
Gambar 2.9. Split Ring Connector
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10. Toothed Ring Connector
Gambar 2.11. Bulldog Connector
Gambar 2.12. Claw-Plate Connector
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.13. Spike- Grid Connector
Gambar 2.14. Shear-Plate Connector
II.4
TATA CARA PERENCANAAN KONSTRUKSI KAYU INDONESIA
BERDARAKAN REVISI PKKI NI-5
Universitas Sumatera Utara
II.4.1. PERSYARATAN-PERSYARATAN Dalam perencanaan struktur kayu harus dipenuhi syarat-syarat berikut: 1) Analisis struktur harus dilakukan dengan cara-cara mekanika
teknik yang baku.
2) Analisis dengan komputer, harus menunjukkan prinsip cara kerjadari program dan harus ditunjukan dengan jelas data masukan serta penjelasan data keluaran. 3) Percobaan model diperbolehkan bila diperlukan untuk menunjang analisis teoritis. 4)
Analisis struktur harus dilakukan dengan model-model matematis yang
mensimulasikan keadaan struktur yang sesungguhnya dilihat dari segi sifat bahan dan kekakuan unsur- unsurnya. 5)
Bila cara perhitungan menyimpang dari tata cara ini, maka harus mengikuti
persyaratan sebagai berikut: (1) Struktur yang dihasilkan dapat dibuktikan dengan perhitungan dan atau percobaan yang cukup aman. (2) Tanggung jawab atas penyimpangan, dipikul oleh perencana dan pelaksana yang bersangkutan. (3) Perhitungan dan atau percobaan tersebut diajukan kepada panitia yang ditunjuk oleh Pengawas Lapangan, yang terdiri dari ahli-ahli yang
diberi wewenang
menentukan segala keterangan dan cara-cara tersebut. Bila perlu,
panitia dapat
meminta diadakan percobaan ulang, lanjutan atau tambahan. Laporan panitia yang berisi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan pengguanaan cara tersebut mempunyai kekuatan yang sama dengan tata cara ini.
II.4.2
Kuat Acuan Dan Faktor Koreksi yang Berlaku
II.4.2.1 Kuat acuan
Universitas Sumatera Utara
Untuk mendapatkan kuat acuan dari kayu yang akan dipakai, dapat dipergunakan 2 cara, yaitu kuat acuan berdasarkan atas pemilahan secara mekanis, dan kuat acuan berdasarkan pemilahan secara visual. A.
Kuat acuan berdasarkan pemilahan secara visual
Pemilahan secara mekanis untuk mendapatkan modulus elastisitas lentur harus dilakukan dengan mengikuti standar pemilahan mekanis yang baku. Berdasarkan modulus elastisitas lentur yang diperoleh secara mekanis, kuat acuan lainnya dapat diambil mengikuti Tabel 2.2. Kuat acuan yang berbeda dengan Tabel 2.2 dapat digunakan apabila ada pembuktian secara eksperimental yang mengikuti standarstandar eksperimen yang baku.
Tabel 2.2 Nilai kuat acuan (MPa) berdasarkan atas pemilahan secara mekanis pada kadar air 15% Kode mutu
Modulus Elastisitas Lentur Ew
Kuat Lentur Fb
Kuat tarik Sejajar serat Ft
Kuat tekan Sejajar serat Fc
Kuat Geser Fv
Kuat tekan Tegak lurus Serat Fc
Universitas Sumatera Utara
B.
E26 E25
25000
66
60
46
6.6
24
24000
62
58
45
6.5
23
E24
23000
59
56
45
6.4
22
E23
22000
56
53
43
6.2
21
E22
21000
54
50
41
6.1
20
E21
20000
50
47
40
5.9
19
E20
19000
47
44
39
5.8
18
E19
18000
44
42
37
5.6
17
E18
17000
42
39
35
5.4
16
E17
16000
38
36
34
5.4
15
E16
15000
35
33
33
5.2
14
E15
14000
32
31
31
5.1
13
E14
13000
30
28
30
4.9
12
E13
12000
27
25
28
4.8
11
E12
11000
23
22
27
4.6
11
E11
10000
20
19
25
4.5
10
E10
9000
18
17
24
4.3
9
Kuat acuan berdasarkan pemilahan secara visual
Universitas Sumatera Utara
Pemilahan secara visual harus mengikuti standar pemilahan secara visual yang baku. Apabila pemeriksaan visual dilakukan berdasarkan atas pengukuran berat jenis, maka kuat acuan untuk kayu berserat lurus tanpa cacat dapat dihitung dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: a) Kerapatan ρ pada kondisi basah (berat dan volum diukur pada kondisi basah, tetapi kadar airnya sedikit lebih kecil dari 30%) dihitung dengan mengikuti prosedur baku. Gunakan satuan kg/m3 untuk ρ . b) Kadar air, m% (m < 30), diukur dengan prosedur baku. c) Hitung berat jenis pada m% (Gm ) dengan rumus:
G = ρ /[1.000(1+m/100)]
d) Hitung berat jenis dasar (Gb ) dengan rumus
Gb = G m /[1+0,265aGm ] dengan a = (30-m)/30
e) Hitung berat jenis pada kadar air 15% (G15) dengan rumus:
G15 = Gb /(1-0,133Gb )
f) Hitung estimasi kuat acuan dengan rumus-rumus pada Tabel 2.3, dengan G = G15
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Estimasi kuat acuan berdasarkan atas berat jenis pada kadar air 15% untuk kayu berserat lurus tanpa cacat kayu Kuat Acuan
Rumus estimasi
Modulus Elastisitas Lentur, Ew (MPa)
16.000G16.000G 0,71
Catatan: G adalah berat jenis kayu pada kadar air 15%.
Nilai kuat acuan lainnya dapat diperoleh dari Tabel 2.2 berdasarkan pada nilai modulus elastisitas lentur acuan dari Table 2.3. Untuk kayu dengan serat tidak lurus dan/ atau mempunyai cacat kayu, estimasi nilai modulus elastisitas lentur acuan dari Table 2.3 harus direduksi dengan mengikuti ketentuan pada SNI 03-3527-1994 UDC 691.11 tentang “Mutu Kayu Bangunan,” yaitu dengan mengalikan estimasi nilai modulus elastisitas lentur acuan dari Table 2.3 tersebut dengan nilai rasio tahanan yang ada pada Tabel 2.4 yang bergantung pada Kelas Mutu kayu. Kelas Mutu ditetapkan dengan mengacu pada Tabel 2.5
Tabel 2.4 Nilai rasio tahanan Kelas Mutu
Nilai Rasio Tahanan
A
0,80
B
0,63
C
0,50
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5 Cacat maksimum untuk setiap kelas mutu kayu Macam Cacat
Kelas Mutu A
Kelas Mutu B
Kelas Mutu C
Terletak di muka lebar
1/6 lebar kayu
1/4 lebar kayu
1/2 lebar kayu
Terletak di muka sempit
1/8 lebar kayu
1/6 lebar kayu
1/4 1ebar kayu
Retak
1/5 tebal kayu
1/6 tebal kayu
1/2 tebal kayu
Pingul
1/10 tebal atau
1/6 tebal atau
1/4 tebal atau
lebar kayu
lebar kayu
lebar kayu
1 : 13
1:9
1:6
1/5 tebal kayu
2/5 tebal kayu
1/2 tebal kayu
Mata kayu:
Arah serat Saluran damar
eksudasi tidak diperkenankan Gubal
Diperkenankan
Diperkenankan
Diperkenankan
Lubang serangga
Diperkenankan
Diperkenankan
Diperkenankan
asal terpencar
asal terpencar
asal terpencar dan
dan ukuran
dan ukuran
ukuran dibatasi
dibatasi dan
dibatasi dan tidak
dan tidak ada
tidak ada tanda-
ada tanda-tanda
tanda-tanda
tanda serangga
serangga hidup
serangga hidup
hidup Cacat lain (lapuk, hati rapuh, retak melintang)
Tidak perkenankan
Tidak perkenankan
Tidak iperkenankan
Universitas Sumatera Utara
II.4.2.2
Faktor-faktor koreksi
Faktor-faktor koreksi ini harus digunakan untuk menghitung nilai tahanan terkoreksi. Penggunaan faktor koreksi yang berbeda dari yang ditetapkan dibawah ini boleh digunakan bila dapat dibuktikan kebenarannya secara rasional berdasarkan prinsip-prinsip mekanika II.4.2.2.1 Faktor-faktor koreksi untuk masa layan a.
Faktor koreksi layan basah (CM) yaitu untuk memperhitungkan kadar air
masa layan yang lebih tinggi daripada 19% untuk kayu masif dan 16% untuk produk kayu yang dilem; Tabel 2.6. Faktor Koreksi Layan Basah, CM Fb
Ft
Fv
Fc ⊥
Fc
E
Balok kayu
0,85*
1,00
0,97
0,67
0,8**
0,9
Balok kayu besar (125
1,00
1,00
1,00
0,67
0,91
1,00
Lantai papan kayu
0,85*
-
-
0,67
-
0,90
Glulam (kayu laminasi
0,80
0,80
0,87
0,53
0,73
0,83
mm x 125 mm atau lebih besar)
struktural)
Universitas Sumatera Utara
* Untuk (Fb )/(CF ) ≤ 8 MPa, CM = 1,0 **Untuk (Fc )/( CF ) < 5 MPa, CM = 1,0
b.
Faktor koreksi temperatur (Ct) yaitu untuk
memperhitungkan ttemperatur
layan lebih tinggi daripada 38 C secara berkelanjutan;
Tabel 2.7. Faktor Koreksi Temperatur, Ct Kondisi Acuan
Ft, E
Kadar air pada
Ct
masa layan*
T ≤ 38 o C
38 o C < T ≤ 52 o C
52 o C < T ≤ 65 o C
Basah atau kering
1,0
0,9
0,9
Kering
1,0
0,8
0,7
Basah
1,0
0,7
,05
Fb , Fc , Fv , F c⊥
*Kondisi layan basah dan kering untuk kayu gergajian dan glulam (kayu laminasi struktural) ditetapkan di dalam Butir 5.5.
c.
Faktor koreksi pengawetan kayu
(Cpt) yaitu untuk memperhitungkan
pengaruh pengawetan terhadap produk-produk kayu dan sambungan. Nilai faktor koreksi ditetapkan berdasarkan spesifikasi pemasok, ketentuan, atau tata cara yang berlaku;
Universitas Sumatera Utara
d.
Faktor koreksi tahan
api (Crt) yaitu untuk
memperhitungkan pengaruh
perlakuan tahan api terhadap produk-produk kayu dan sambungan. Nilai faktor koreksi ditetapkan berdasarkan spesifikasi pemasok, ketentuan, atau tata cara yang berlaku.
II.4.2.2.2 Faktor koreksi untuk konfigurasi komponen struktur a.
CE adalah faktor koreksi aksi komposit, untuk komponen struktur lantai kayu, dinding kayu, dan plafon, untuk memperhitungkan peningkatan tahanan ketika penutup dan komponen struktur pendukungnya berfungsi sebagai aksi komposit.
CE
= 1,00 untuk komponen yang digabung menggunakan paku,
CE
= 1,10 untuk komponen yang digabung menggunakan perekat dan paku,
CE = 1,15 untuk komponen yang digabung menggunakan perekat. Dengan catatan : bahwa komponen struktur merupakan gabungan dari balokbalok sejajar dengan ukuran tinggi maksimum 300 mm, spasi maksimum 600 mm (pusat-ke-pusat), dan ditutup dengan panel-panel struktural setebal 12 mm atau lebih. Komponen struktur yang digabung menggunakan perekat dan paku mencakup panel struktural yang disambung ke rangka menggunakan paku berjarak tidak lebih dari 200 mm (pusat-ke-pusat) dan perekat elastomer
CE = 1,15, bila komponen yang disusun dengan cara ini tidak memiliki celah di antara penutup dan balok, atau apabila elemen-elemen penutup dihubungkan dengan sambungan takikan yang direkat
CE = 1,0, bila komponen gabungan yang terbuat dari balok-balok sejajar yang ditutup menggunakan produk-produk bukan panel, misalnya papan kayu.
Universitas Sumatera Utara
b.
Cr adalah faktor koreksi pembagi beban, untuk balok tersusun atau komponen struktur lantai kayu, dinding kayu, dan plafon kayu, .
Cr
= 1,15 untuk kayu masif,
Cr
= 1,05 untuk glulam (kayu laminasi struktural), balok–I, dan kayu komposit
struktural, Cr
= 1,15 untuk balok-I berusuk pabrikan yang kayu sayapnya dipilah secara
visual, Cr
= 1,07 untuk balok-I berusuk pabrikan yang kayu sayapnya dipilah secara
mekanis, Cr
= 1,04 untuk balok-I berusuk pabrikan yang sayapnya dibuat dari kayu
komposit structural..
Catatan, Cr, hanya berlaku untuk tahanan lentur. Pada rangka batang berspasi tidak lebih dari 600 mm (pusat-ke-pusat) dan dirakit dari kayu masif, nilai Cr dapat digunakan untuk tahanan lentur terkoreksi, M’, pada seluruh komponen gabungannya. c.
CL adalah faktor koreksi stabilitas balok yaitu untuk memperhitungkan pengaruh pengekangan lateral parsial
1+ α b 1 + αb − CL = 2 cb 2 cb
Dengan
αb =
2
α − b cb
φs M e λ φb M x *
Universitas Sumatera Utara
Me = momen tekuk lateral elastis, N-mm = 2,40 Ey05 Iy/le (untuk penampang persegi panjang) le = panjang efektif ekivalen balok Iy= momen inersia terhadap sumbu lemah (y-y) Cb = 0.95
λ = faktor waktu, dari tabel
φ b = 0,85
adalah faktor tahanan lentur
φ s =0,85
adalah faktor tahanan stabilitas
Mx* = tahanan lentur terhadap sumbu kuat (x-x) dikali dengan semua faktor koreksi kecuali : Cfu; Cv; CL d.
Cp adalah faktor kestabilan kolom
1 + αc − Cp = 2c
Dengan :
1 + αc 2c
αc =
Pe =
2
α − c c
θ s Pe λ θ c Po '
π 2 E ' 05 I (K e I ) 2
=
π 2 E ' 05 A (K e
I 2 ) r
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: A
adalah luas penampang bruto, mm2
E05 ’
adalah nilai modulus elastis lentur terkoreksi pada persentil
ke lima, MPa Pe
adalah tahanan tekuk kritis (Euler) pada arah yang ditinjau, N
Po’
adalah tahanan tekan aksial terkoreksi sejajar serat pada kelangsingan kolom
sama dengan nol, N c
= 0,80 untuk batang masif
c
= 0,85 untuk tiang dan pancang bundar
c
= 0,90 untuk glulam (kayu laminasi struktural) dan kayu komposit struktural Catatan nilai l; E05 ’; Kel, harus diambl pada arah yang sedang ditinjau
e. f.
Cf adalah faktor koreksi
bentuk,
untuk
memperhitungkan pengaruh
penampang tak persegi panjang pada perhitungan tahanan lentur. Cf = 1.15
untuk komponen struktur berpenampang bundar selain daripada untuk
tiang dan pancang Cf = 1.40
untuk komponen struktur berpenampang persegi panjang yang
terlentur terhadap sumbu diagonal.
II.4.2.2.3 Faktor koreksi tambahan a.
CI adalah faktor koreksi interaksi tegangan
Digunakan bila suatu permukaan diiris sebesar sudut θ, terhadap arah serat pada sisi tekan balok glulam (kayu laminasi struktural)
Universitas Sumatera Utara
C1 =
b.
1 2
Φ F ' tan θ Φ F ' tan θ + b b 1 + b b Φ F ' c c⊥ Φ v Fv '
2
CT adalah faktor koreksi kekakuan tekuk, untuk memperhitungkan peningkatan kekakuan rangka batang kayu berpenutup
CΤ =
1 + Km le E '05
le =
panjang efektif tak terkekang yang digunakan pada perencanaan
batang tekan, mm KM =
0,624 untuk kayu yang dikeringkan demikian sehingga nilai kadar
airnya lebih rendah dari 19% ketika dilakukan pemasangan penutup KM = 0,326 untuk kayu
yang dikeringkan sebagian ataupun tidak
dikeringkan sama sekali, ketika dilakukan pemasangan penutup c.
Cg
adalah
faktor
aksi
kelompok.
Yaitu
untuk
memperhitungkan
ketakseragaman gaya yang bekerja pada baut, sekrup kunci, pen, pasak, pelat geser, cincin belah, atau alat pengencang sejenis
Cg =
1 nf
nr
∑ ai i =1
nf = jumlah total alat pengencang dalam sambungan nr = jumlah baris alat pengencang dalam sambungan
Universitas Sumatera Utara
ai = jumlah alat pengencang efektif pada baris alat pengencang i ni = adalah jumlah alat pengencang dengan spasi yang seragam
m = u − u2 − 1 ni 1 + R EA m (1 − m 2 ) ai = ni 2 ni (1 + R EA m ) (1 + m) − 1 + m 1 − m
u = 1+ γ
s 2
1 1 + ( EA) m ( EA) s
γ = modulus beban atau modulus gelincir untuk satu alat pengencang.
γ
= 87,6 kN/mm untuk cincin belah atau pelat geser berukuran 102 mm,
γ = 70,1 kN/mm untuk cincin belah berukuran 64 mm atau pelat geser berukuran 67 mm,
γ = 0,246 D1,5 kN/mm untuk baut, sekrup kunci, pen, atau
pasak dalam
sambungan kayu-ke-kayu,
γ = 0,369 D1,5 kN/mm untuk baut, sekrup kunci, pen, atau
pasak dalam
sambungan kayu-ke-baja. s
= spasi dalam baris alat pengencang, jarak pusat-ke-pusat antar alat
pengencang di dalam satu baris. (EA)m = kekakuan aksial, modulus elastisitas lentur rerata komponen struktur utama dikalikan dengan luas bruto penampang utama sebelum dilubangi atau dicoak. (EA)s =
kekakuan aksial, modulus elastisitas lentur rerata komponen struktur
sekunder dikalikan dengan jumlah luas bruto penampang komponen struktur sekunder sebelum dilubangi atau dicoak.
Universitas Sumatera Utara
REA
= (EA)min /(EA)max,
(EA)min adalah nilai yang lebih kecil di antara (EA)m dan (EA)s , (EA)max adalah nilai yang lebih besar di antara (EA)m dan (EA)s .
II.4.3
SAMBUNGAN MEKANIS Sambungan pada komponen struktur kayu atau dari satu komponen struktur
kayu ke komponen struktur kayu lainnya terdiri atas : −
Elemen penyambung misalnya : pelat buhul, pelat penyambung, pelat pengikat, siku dan pelat pendukung
−
Alat penyambung misalnya : cincin belah, pelat geser
−
Alat pengencang misalnya : paku, jepretan, pasak, sekrup, baut, sekrup kunci, dan sistem alat pengencang lainnya.
II.4.3.1
Perencanaan sambungan Sambungan harus direncanakan sedemikian sehingga:
Zu ≤ λ φ z Z '
Universitas Sumatera Utara
di mana Zu adalah tahanan perlu sambungan, φ z = 0,65 adalah faktor tahanan sambungan, dan Z’ adalah tahanan terkoreksi sambungan, λ adalah faktor waktu yang tidak diperbolehkan melebihi 1,0 untuk sambungan. Keberlakuan faktor-faktor koreksi untuk setiap jenis sambungan harus sesuai dengan yang disyaratkan pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8. Keberlakuan faktor koreksi (FK) untuk sambungan Kondisi Terkorek si
Z’
=
Kondisi Acuan
Z
Zw’ =
Zw
Z’
Z
=
Zw’ =
FK Diafragma
Cdi
FK Aksi Kelompok
FK
FK
FK
FK
Kedalaman
Serat
Pelat
Paku
Penetrasi
Ujung
Sisi
Miring
Paku, pasak
Cd
Ceg
Ctn
Ceg
Ctn
Sekrup
Cd
FK Geometri
Ceg
Zw
Universitas Sumatera Utara
Z’
=
Z
Cg
Baut C∆
Z’
=
Zw’ =
Z
Cg
Zw
Sekrup
Cd
Kunci,
Ceg Ceg
Pen C∆ Z’II =
Z II
Cg
Pelat
Cd
Z’ ⊥ =
Z⊥
Cg
Geser
Cd
Cst
Cincin Belah C∆ C∆
II.4.3.2
Penempatan alat pengencang Jarak tepi adalah jarak antara tepi suatu komponen strukturterhadap alat
pengencang terdekat diukur dalam arah tegak lurus serat kayu. Bila suatu komponen struktur dibebani tegak lurus arah serat, tepi yang memikul beban didefinisikan sebagai tepi beban. Tepi yang tidak memikul beban didefinisikan sebagai tepi tanpa beban. Jarak ujung adalah jarak yang diukur sejajar serat dari garis potong siku komponen struktur ke pusat alat pengencang yang terdekat Spasi adalah jarak antar pusat alat pengencang yang diukur sepanjang garis yang menghubungkan pusat-ke-pusat alat pengencang Spasi dalam baris alat pengencang adalah jarak antar alat pengencang di dalam satu baris; dan jarak antar baris alat pengencang adalah jarak antar baris-baris alat pengencang.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.15. Geometri sambungan baut
II.4.3.3
Sambungan Paku, pasak, dan sekrup
Ketentuan berikut ini berlaku untuk perencanaan sambungan yang menggunakan paku dan pasak polos atau pasak berulir serta sekrup. Ketentuan ini harus digunakan untuk perencanaan alat pengencang dan sambungan secara individual, yaitu : Sifat dan ukuran alat pengencang
Universitas Sumatera Utara
Panjang bagian ulir sekrup harus lebih besar atau sama dengan dua pertiga panjang batangnya. Tahanan sambungan yang menggunakan paku dan pasak harus ditentukan berdasarkan diameter batang alat pengencang, D, dan kuat leleh atau kuat leleh lentur. − Pemasangan Sekrup harus dipasang dengan cara pemutaran. Paku dan pasak harus dipasang dengan cara dipukul. Paku miring harus dipasang dengan membentuk sudut ± 30o terhadap komponen struktur dan dimulai pada lokasi sepertiga panjang paku diukur dari tepi komponen struktur yang disambung. Diameter lubang penuntun untuk paku dan pasak tidak boleh melebihi: 0,90 D untuk G > 0,60, dan 0,875 D untuk G ≤ 0,60 di mana G adalah berat jenis dan D adalah diameter batang paku Lubang penuntun untuk sekrup harus dibor, dengan ketentuan (a) Lubang penuntun untuk bagian yang tak-berulir: 1,0 D untuk G > 0,60, dan 0,875 D untuk G ≤ 0,60
(b) Lubang penuntun untuk bagian yang berulir dari sekrup harus mempunyai diameter sama dengan: − Untuk tahanan lateral: 1,0 DR untuk G > 0,60, dan 0,875 DR untuk G ≤ 0,60
Universitas Sumatera Utara
− Untuk tahanan cabut: 0,90 DR untuk G > 0,60, dan 0,70 DR untuk G ≤ 0,60 dimana G adalah berat jenis kayu dan DR inti sekrup.
Spasi alat pengencang Spasi minimum untuk paku, pasak, atau sekrup pada suatu sambungan tunggal diatur sebagai berikut: Spasi dalam satu baris. Pada semua arah garis kerja beban lateral terhadap arah serat kayu, spasi minimum antar alat pengencang dalam suatu baris diambil minimal 10 D bila digunakan pelat sisi dari kayu dan minimal 7 D untuk pelat sisi dari baja. Spasi antar baris. Pada semua arah garis kerja beban lateral terhadap arah serat kayu, spasi minimum antar baris adalah 5 D. Jarak ujung. Jarak minimum dari ujung komponen struktur ke pusat alat pengencang terdekat diambil sebesar: −
Untuk beban tarik lateral:
15 D untuk pelat sisi dari kayu, 10 D untuk pelat sisi dari baja. −
Untuk beban tekan lateral:
10 D untuk pelat sisi dari kayu, 5 D untuk pelat sisi dari baja.
Jarak tepi. Jarak minimum dari tepi komponen struktur ke pusat alat pengencang terdekat diambil sebesar:
Universitas Sumatera Utara
5 D pada tepi yang tidak dibebani, 10 D pada tepi yang dibebani.
Tahanan Lateral Acuan: Satu irisan
Tahanan lateral acuan dari suatu sambungan yang menggunakan paku baja, pasak, atau sekrup satu irisan yang dibebani secara tegak lurus terhadap sumbu alat pengencang dan dipasang tegak lurus sumbu komponen struktur, diambil sebagai nilai terkecil dari hasil perhitungan persamaa-persamaan dalam tabel berikut :
Tabel 2.9. Tahanan lateral acuan paku dan pasak (Z) untuk satu alat pengencang dengan satu irisan yang menyambung dua komponen
Moda Kelelehan
Persamaan yang berlaku
Is
Z =
3,3 Dts Fes Ka
Universitas Sumatera Utara
Z =
IIIm
3,3 K 1 Dp Fem Kd (1 + 2 Re)
dengan K1 = (−1) +
Z =
IIIs
3,3 K 2 Dts Fem Kd (2 + Re)
dengan K 2 = (−1) +
Z =
IV
2 Fγb (1 + 2 Re) D 2 2 (1 + Re) + 3 Fem P 2
2 (1 + Re) 2 Fγb (1 + 2 Re) D 2 + Re 3 Fem t 2 s
3,3 D 2 Kd
3 Fem Fγb 3 (1 + Re)
Tabel 2.10. Tahanan lateral acuan sekrup (Z) untuk satu sekrup dengan satu irisan yang menyambung dua komponen
Moda Kelelehan
Persamaan yang berlaku
Is
Z =
3,3 Dts Fes KD
Universitas Sumatera Utara
Z =
IIIs
3,3 K 3 Dts Fem K D (2 + Re)
dengan K 3 = (−1) +
Z =
IV
Catatan: Re p
2 (1 + Re) Fγb (2 + Re) D 2 + Re 2 Fem t 2 s
3,3 D 2 KD
1,75 Fem Fγb 3(1 + Re)
= Fem /Fes
= kedalaman penetrasi efektif batang alat pengencang
D
= diameter batang alat pengencang (mm)
ts
= tebal komponen sekunder (mm) KD
= 2,2
untuk D ≤ 4,3 mm,
= 0,38 D + 0,56
untuk 4,3 mm < D < 6,4 mm,
= 3,0
untuk D ≥ 6,4 mm.
Untuk sambungan pelat sisi baja, persamaan untuk moda leleh ls, pada tabel di atas tidak berlaku, dan tahan untuk moda tersebut dihitung sebagai tahanan tumpu alat pengencang pada pelat baja sisi.
Tahanan lateral acuan: Dua irisan
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.16. Sambungan paku dua irisan dengan penetrasi sebahagian Untuk titik kumpul sambungan yang terdiri atas tiga komponen sambungan dengan dua irisan, tahanan lateral acuan diambil sebesar dua kali tahanan lateral acuan satu irisan yang terkecil. Komponen tengah pada titik kumpul tersebut harus lebih tebal dari 6 D. Jika penetrasi alat pengencang pada komponen pemegang kurang dari 12 D untuk paku dan pasak, atau 7 D untuk sekrup maka tahanan lateral harus dikalikan dengan faktor kedalama penetrasi (Cd) Besarnya faktor kedalaman penetrasi (Cd), ditentukan seperti berikut : Kedalaman penetrasi alat pengencang (p), untuk paku dan pasak − Untuk 6 D ≤ p < 12 D,
Cd = p/12 D,
− Untuk p ≥ 12 D,
Cd = 1,0.
Kedalaman penetrasi alat pengencang (p), untuk sekrup − Untuk 4 D ≤ p < 7 D,
Cd = p/7 D,
− Untuk p ≥ 7 D,
Cd = 1,0.
Untuk sambungan paku miring, tahanan lateral harus dikalikan dengan faktor paku miring (Ctn) = 0,83
Universitas Sumatera Utara
II.4.3.4
Sambungan Baut, Skrup KUnci, Pen Dan Pasak
Ketentuan sambungan ini berlaku untuk perencanaan sambungan yang menggunakan alat pengencang dari jenis pasak baja, termasuk baut, skrup kunci, dan pen yang berdiameter 6,3 mm ≤ D ≤ 25 mm. II.4.3.4.1 Ukuran dan sifat alat pengencang Alat pengencang harus dibuat tegak lurus terhadap permukaan komponen struktur. Untuk baut, lubang penuntun tidak boleh lebih besar dari ketentuan berikut : D + 0,8 mm bila D < 12,7 mm D + 1,6 mm bila D ≥ 12,7 mm. Sedangkan lubang penuntun untuk pen harus dibuat antara D hingga (D-0,8 mm), di mana D adalah diameter pen. Lubang penuntun untuk sekrup kunci harus dibor dengan cara sebagai berikut: (a)
Lubang untuk daerah tak berulir harus memiliki diameter yang sama dengan
diameter batang tak-berulir dan kedalaman yang sama dengan daerah tak-berulir. (b)
Lubang penuntun untuk daerah berulir harus memiliki panjang minimum
sepanjang batang berulir dari sekrup kunci dan berdiameter sama dengan fraksi diameter batang berulir berikut ini: G > 0,60
= (0,65) D hingga (0,85) D
0,50 < G ≤ 0,60 G ≤ 0,50
= (0,60) D hingga (0,75) D
= (0,40) D hingga (0,70) D
di mana G adalah berat jenis kayu dan D adalah diameter batang berulir dari sekrup kunci.
Universitas Sumatera Utara
Untuk baut, skrup kunci, pasak dan pen jarak tepi baut yang diperlukan, jarak ujung dan spasi alat pengencang yang diperlukan untuk mengembangkan tahanan acuan harus sesuai dengan nilai minimum pada tabel berikut : Tabel 2.11. Jarak tepi, jarak ujung, dan persyaratan spasi untuk sambungan dengan baut,sekrup kunci, pen, dan pasak Beban Sejajar Arah Serat
Ketentuan Dimensi Minimum
Jarak Tepi (bopt) lm /D ≤ 6 (lihat Catatan 1)
1,5D
lm /D > 6
yang terbesar dari 1,5D atau 1/2 jarak antar baris alat pengencang tegak lurus serat
Jarak Ujung (aopt) Komponen Tarik Komponen Tekan
7D 4D
Spasi (Sopt) Spasi dalam baris alat pengencang Jarak antar baris alat pengencang
4D 1,5D<127 mm (lihat Catatan 2 dan 3)
Beban Tegaklurus Arah Serat
Ketentuan Dimensi Minimum
Jarak Tepi (bopt) Tepi yang dibebani
4D
Tepi yang tidak dibebani
1,5D
Jarak Ujung (aopt)
4D
Universitas Sumatera Utara
Spasi (Sopt) Spasi dalam baris alat pengencang
Lihat Catatan 3
Jarak antar baris alat pengencang: lm/D ≤ 2
2,5D (lihat Catatan 3)
2
(5lm+10D)/8 (lihat Catatan 3)
lm/D ≥ 6
5D (lihat Catatan 3)
Catatan: 1.
lm adalah panjang pasak pada komponen utama pada suatu sambungan atau
panjang total pasak pada komponen sekunder pada suatu sambungan. 2.
Diperlukan spasi yang lebih besar untuk sambungan yang menggunakan ring.
3.
Untuk alat pengencang sejenis pasak, spasi tegak lurus arah serat antar alat-alat
pengencang terluar pada suatu sambungan tidak boleh melebihi 127 mm, kecuali bila digunakan plat pnyambung khusus bila ada ketentuan mengenai perubahan dimensi kayu
II.4.3.4.2
Tahanan lateral
Tahanan lateral acuan pada bagian ini berlaku untuk sambungan dengan komponen utama yang terdiri dari satu atau dua komponen kayu atau komponen dengan pelat baja sisi. Tahanan lateral acuan sambungan ditentukan dengan mengambil nilai minimum dari persamaan pada tabel-tabel dibawah, dikalikan jumlah alat pengencang pada sambungan (nf )
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.12. Tahanan lateral acuan untuk baut atau pasak (Z) untuk satu alat pengencang dengan satu irisan yang menyambung dua komponen
Moda Kelelehan
Persamaan yang berlaku Z =
Im
Is
Z =
0,83 Dts Fes Kθ
II
Z =
0,93 k1 D Fes Kθ
dengan K 1 =
IIIm
0,83 Dtm Fem Kθ
Z =
Re + 2 Re 2 (1 + Rt + Rt 2 ) + Rt 2 Re 3 − Re(1 + Rt ) (1 + Re)
1,04 k 2 Dtm Fem (1 + 2 Re) K θ
dengan K 2 = (−1) + 2(1 + Re ) +
IIIs
Z =
dengan K 3 = (−1) +
2 Fγb (1 + 2 Re) D 2 2 Fem tm 2
1,04 k 3 Dts Fem (2 + Re) K θ 2(1 + Re ) 2 Fγb (2 + Re) D 2 + Re 3 Fem ts 2
Universitas Sumatera Utara
1,04 D2 Z = Kθ
IV
Catatan:
2 Fem Fyb 3 (1 + Re)
Rt = tm /ts Re = Fem /Fes K θ = 1 + 0,25( θ /90o )
Tabel 2.13. Tahanan lateral acuan untuk baut atau pasak (Z) untuk satu alat pengencang dengan dua irisan yang menyambung tiga komponen
Moda Kelelehan
Persamaan yang berlaku
Im
Z =
0,83 Dtm Fem Kθ
Is
Z =
1,66 Dts Fes Kθ
IIIm
Z =
2,08 k 3 Dts Fem (2 + Re) K θ
dengan K 3 = (−1) +
IV
Catatan:
2(1 + Re) 2 Fγb (2 + Re) D 2 + Re 3 Fem ts 2
2,08 D 2 Z = Kθ
2 Fem Fyb 3 (1 + Re)
Re = Fem /Fes
Universitas Sumatera Utara
Kθ Fyb
= 1 + 0,25( θ /90 o) = Tegangan leleh baja (2400 kg/cm2)
Fem
= Kuat tumpu komponen struktur utama
D
= Diameter Pasak
ts
= Tebal komponen struktur sekunder
tm
= Tebal komponen struktur utama
Fes
= Kuat tumpu komponen struktur sekunder
Tabel 2.14. Tahanan lateral acuan untuk sekrup kunci (Z) untuk satu alat pengencang dengan satu irisan yang menyambung dua komponen
Moda Kelelehan
Persamaan yang berlaku
Is
Z =
0,83 Dts Fes Kθ
IIIIs
Z =
1,19 k 4 Dts Fem (2 + Re) K θ
dengan K 4 = (−1) +
1,11 D 2 Z = Kθ
IV
Catatan:
2(1 + Re) Fγb (2 + Re) D 2 + Re 2 Fem ts 2
1,75 Fem Fyb 3 (1 + Re)
Re = Fem /Fes Kθ
= 1 + 0,25( θ /90 o)
Universitas Sumatera Utara
Kuat tumpu pasak (Fe) untuk komponen utama yang terbuat dari beton atau pasangan batu diambil sam dengan kuat tumpu pasak untuk komponen sekunder yang terbuat dari kayu, dan tebal efektif komponen utama dari beton atau pasangan batu harus lebih besar dari pada dua kali tebal komponen sekunder kayu. Untuk sambungan dengan plat baja sisi, persamaan moda leleh (ls) pada tabel-tabel di atas tidak berlaku. Untuk sambungan dengan dua irisan yang komponen utama terbuat dari baja, persamaan moda leleh (lm) pada tabel 2.14 tidak berlaku. Persamaan komponen utama dari baja dan kuat tumpu alat pengencang harus dilakukan sesuai dengan metode yang baku.
Universitas Sumatera Utara