4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desain Desain adalah suatu proses kreatif yang merespon suatu kondisi dengan berkonsenterasi pada ide, arti, dan nilai-nilai. Desain lanskap adalah pembentukan suatu bentang alam yang dapat dikenang, berarti, bernilai dan berkelanjutan. Desain lanskap dapat dilihat sebagai suatu solusi inovatif dari masalah suatu lingkungan akibat pengaruh ekologi, teknologi, dan budaya. Desain lanskap yang baik adalah suatu desain yang dapat mengintegrasikan antara pengaruh ekologi dan manusia yang terus berubah (Fireza, 2008). Menurut Both (1990), proses desain memiliki manfaat seperti: 1. memberikan logika, mengorganisasi bagan kerja untuk menciptakan solusi desain, 2. menolong untuk memastikan bahwa muncul solusi untuk masalah desain (tapak, kebutuhan klien, budget, dan lain-lain) 3. pertolongan bagi klien dalam menemukan penggunaan terbaik untuk tapak dengan cara mempelajari solusi-solusi alternatif, dan 4. menjadi dasar untuk menjelaskan dan mempertahankn solusi desain bagi klien. Menurut Kevin Lynch dan Gary Hack dalam Swaffield (2002), desain adalah proses membayangkan dan mencari kemungkinan, yang berasal dari pengalaman. Desain adalah mencari bentuk yang memenuhi program, yang berhubungan dengan solusi yang berkaitan dengan karakteristik umum dan hasil yang diinginkan. Desain lanskap berhubungan dengan tiga elemen yaitu: 1. pola aktivitas, yang digambarkan dari diagram aktivitas, yang mengatur perilaku, karakter pengguna, hubungan ruang dan aktivitas, dan kepadatan pengguna, 2. pola
sirkulasi,
merupakan
penataan
jalur
untuk
pergerakan
yang
menghubungkan setiap ruang, 3. pola yang menghubungkan ruang, memberikan pengalaman pada apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan.
5
2.2 Taman Taman merupakan salah satu bentuk pemanfaatan lahan RTH yang berupa ruang terbuka bagi manusia untuk melakukan berbagai aktifitas, yang memiliki fungsi sosial dan estetik (Eriawan, 2003 dalam Pratiwi, 2011). Setiap bentuk RTH memiliki kriteria tersendiri untuk mencapai target pemenuhan RTH suatu wilayah. Terdapat 5 kriteia RTH berdasarkan status kepemilikan, sasaran, peranan fungsi, jenis yang dikembangkan, dan intentitas pengelolaan yang ditunjukan pada Tabel 1 (Waryono (2008), dalam Pratiwi, 2011). Tabel 1. Bentuk dan kriteria RTH taman di DKI Jakarta (Waryono, 2008) No
Kriteria
Bentuk RTH : Taman
1
Sasaran
Kawasan strategis keindahan lingkungan
2
Peran dan fungsi
Estetika, rekreasi, peredam polusi
3
Vegetasi
Tanaman hias, rerumputan
4
Intensitas pengelolaan
Tinggi
5
Status kepemilikan
Umum dan perorangan
sebagai
penunjang
Taman merupakan suatu ruang publik, yang dapat dijadikan sebagai salah satu area aktivitas anak-anak, yaitu tempat bermain (playground) (Darmawan, 2007). Menurut Hidayat (2009) dalam Pratiwi (2011), pemanfaatan lingkungan lokal merupakan pendekatan sosialisasi anak didik terhadap obyek dan persoalan di lingkungannya, sehingga dapat menyatu dengan lingkungan dan ekosistemnya. Hasil dari sosialisasi pemanfaatan lingkungan lokal ini adalah anak-anak yang beriman dan bertakwa pada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, dan mandiri. Pemanfaatan taman yang baik adalah taman yang memperhatikan lahan yang didesain memiliki aspek legal, memilih tanaman yang cocok, desain taman harus disertai daya dukung, mudah perawatannya, dan elemen taman tidak harus mahal. Taman terdiri dari dua elemen utama yaitu elemen lunak (softscape) dan elemen keras (hardscape) (WS Don, 2003). Elemen lunak (softscape) adalah elemen atau material hortikultura yang membuat suasana sebuah taman menjadi hidup, terdiri dari vegetasi, satwa, air, angin, dan lain sebagainya. Elemen keras (hardscape) seperti bangunan taman. Komposisi warna dan bentuk, serta
6
keharmonisan elemen taman akan membentuk sebuah taman yang nyaman dan indah.
2.3 Taman Lingkungan Berdasarkan UU No. 5 tahun 2008 tentang “Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan”, taman lingkungan adalah lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif atau kegaitan lain pada tingkat lingkungan. Menurut Carr (1942) dalam Dimastanto (2008), taman lingkungan adalah ruang terbuka yang dibangun dan dikembangkan di lingkungan perumahan atau pemukiman, yang diperuntukan bagi masyarakat umum dan diatur sebagai area ruang terbuka kota atau sebagai bagian dari pembangunan oleh swasta, misalnya taman bermain, fasilitas olahraga, dan lainnya. Penyediaan taman lingkungan adalah untuk kebutuhan rekreasi terbatas yang diperuntukkan bagi kebutuhan masyarakat kota, taman lingkungan diperuntukkan
bagi interaksi masyarakat
setempat (Bappeda Provinsi Jawa Barat, 2007). Oleh karena itu, taman lingkungan umumnya memiliki lokasi yang berada pada pusat lingkungan perumahan serta mudah diakses.
2.4 Taman Bermain (Children Playground) Taman bermain anak (children playground) adalah tempat yang dirancang bagi anak-anak untuk melakukan aktivitas bermain dengan bebas untuk memperoleh keriangan, kesenangan, dan kegembiraan serta sebagai sarana mengembangkan kemampuan kognitif, sosial, fisik, serta kemampuan emosinya. Taman bermain di ruang publik merupakan taman bermain yang dikelola oleh pemerintah, swasta, komunitas masyarakat, serta sekolah yang dapat diakses oleh siapa saja dari berbagai latar belakang dan kemampuan. Taman bermain tidak harus dikembangkan dengan semua jenis permainan, tetapi disesuaikan dengan kondisi setempat dan tingkatan permainan yang diinginkan dengan selalu mengacu pada keselamatan penggunanya (Baskara, 2011).
7
Menurut Baskara (2011) mendesain ruang rekreasional harus sesuai dengan kebutuhan, sasaran pengguna dan jenis permainan yang ingin ditampilkan. Berdasarkan kebiasaan, terdapat beberapa jenis permainan
yang dapat
diakomodasi di dalam taman bermain: a. Permainan fisik, menuntut pemain untuk selalu aktif bergerak seperti melompat, berlari, bersepeda, merangkak, merayap, memanjat, atau meluncur. Permainan dinamis ini dapat melatih aktivitas motorik sehingga anak dapat berkembang dengan baik. b. Permainan kreatif, dalam permainan ini dibutuhkan imajinasi dan khayalan. Material yang dapat dibentuk atau ditransformasikan seperti pasir, air, gravel, atau lempung digunakan dalam tipe permainan ini. Sulit bagi anak-anak untuk tetap mempertahankan bentuk ketika bermain dengan material diatas sehingga merangsang anak untuk berimajinasi dan akhirnya melatih anak untuk terus kreatif. c. Permainan sosial, permainan yang menitikberatkan pada sosial dan hubungan antar pemain, seperti kejar-kejaran, bersembunyi, dan permainan tim dengan aturan dimana imajinasi merupakan alat utama yang digunakan dalam seluruh aktivitas. Dengan permainan dasar yang dibutuhkan untuk mendorong imajinasi, hal ini lebih efektif untuk memberikan elemen yang abstrak, sugesti dimana anak-anak akan mampu beradaptasi dengan teman sebayanya melalui cara mereka sendiri. d. Permainan indra, semua indra digunakan dalam semua aktivitas manusia, anak-anak merupakan pioner sesungguhnya dalam bereksperimen, sehingga permainan yang melibatkan pengalaman indra yang selalu dibutuhkan dan diaplikasikan dalam taman bermain. Elemen
yang didesain untuk
menstimulasi indra peraba, pendengaran, penglihatan, dan penciuman, akan memperkaya pengalaman rekreasi anak-anak. e. Permainan dalam ketenangan, penyediaan kemungkinan untuk beristirahat dan berpikir dalam taman bermain merupakan kegiatan yang sama-sama penting seperti stimulasi aktivitas fisik. Suasana tenang dan damai membuat anak-anak dapat berkonsenterasi dengan aktivitasnya, bebas dari gangguan
8
luar. Pada area ini juga didesain kotak pasir, meja dan kursi, serta area yang cukup terlindungi dari sengatan matahari.
2.5 Anak Usia Sekolah Dasar Anak usia sekolah dimulai dari PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) atau TK (Taman Kanak-kanak), SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama), dan SMA (Sekolah Menegah Atas). PAUD adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar, untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, umumnya berusia 0-6 tahun. Sedangkan, TK adalah pendidikan formal yang tujuannya sama dengan PAUD. Masa belajar anak di TK tergantung pada tingkat kecerdasan yang dinilai dari rapor per semester selama 2 tahun. Umur rata-rata minimal untuk masuk TK sekitar 4-5 tahun dan umur ratarata untuk lulus TK sekitar 6-7 tahun, yang kemudian dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan SD (Wikipedia Indonesia, 2012). Kementrian Pendidikan Nasional (Kemdiknas, 2012) menyebutkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yaitu SD (atau sederajat) selama 6 tahun dan SMP (atau sederajat) selama 3 tahun. Pelajar SD umumnya berusia 7-12 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Pelajar SMP umumnya berusia 13-15 tahun, mulai dari kelas 7 sampai kelas 9. Selanjutnya adalah SMA yang merupakan lanjutan dari jenjang pendidikan dasar, yang umumnya berusia 16-18 tahun. Dalam bukunya, Hastuti (2012) membagi masa anak-anak dalam tiga masa, yaitu: a. Masa anak-anak permulaan (usia 1-6). Anak pada usia ini dipenuhi dengan keinginan dan selalu bertanya “mengapa” dan “untuk apa”. Anak juga akan sangat suka meniru, serta ingin menghabiskan waktunya dalam permainan yang aktif. Anak-anak ini sangat mudah percaya kepada apa yang dikatakan orangtua dan teman-teman dekatnya. b. Masa anak-anak pertengahan (usia 7-9). Pada usia ini, anak memiliki kecenderungan beraktifitas yang terkendali dan termotivasi karena
9
sebuah tujuan. Anak-anak di usia ini tetap ingin tahu dan mempunyai banyak pertanyaan yang harus dijawab dengan jujur dan memiliki alasan yang logis. c. Masa anak-anak terakhir pada usia 6-7 tahun sampai 12-13 tahun. Periode ini dimulai setelah anak melewati masa degil, dimana proses sosialisasi telah berlangsung secara efektif dan telah siap untuk masuk sekolah. Masa anak-anak akhir ini adalah tahap terpenting bagi anakanak untuk mengembangkan aspek-aspek yang ada pada dirinya, seperti aspek afektif, kognitif, psikomotorik, maupun aspek yang menyongsong masa remaja. Masa anak ini diharapkan untuk memperoleh pengetahuan dasar yang dipandang sangat penting bagi persiapan dan penyesuaian diri terhadap kehidupan masa dewasa. Dengan mempelajari keterampilan tertentu, seperti keterampilan sosial.
2.6 Perumahan Rumah tidak sekedar benda mati, melainkan proses yang dinamis yang terus berkembang sesuai dengan siklus kehidupan manusia, pertumbuhan keluarga dan peningkatan sosial-ekonomi. Kebanyakan rumah penduduk Indonesia tidak hanya berfungsi tunggal sebagai tempat tinggal, tetapi juga berfungsi ganda sebagai wahana menambah penghasilan. Terdapat kaitan yang erat antara rumah dan perumahan dengan segala sumber kehidupan manusia. Saat ini, perumahan merupakan
kebutuhan
sosial
yang
dapat
berfungsi
sebagai
instrumen
pembangunan yang aktif. Perumahan sebaiknya mengacu pada proses yang menerus, bukan produk yang “mati.” Dalam kehidupan sehari-hari, perumahan selalu tumbuh sebagai proses organis, bagaikan jasad hidup (Budihardjo 2006). Sedangkan, berdasarkan UU RI Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, dijelaskan bahwa perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lignkungan. Eckbo (1964) menerangkan bahwa lingkungan pemukiman/perumahan adalah suatu area yang didalamnya terdapat susunan ketetanggaan atau kumpulan tempat tinggal dan sarana perkantoran, niaga, pendidikan, budaya, kesehatan, dan
10
fasilitas administrasi penting lainnya di sekitar area tersebut. Kehadiran fasilitas penunjang yang terkumpul dan tersusun rapi di suatu kelompok hunian (cluster), adanya hubungan antar rumah melalui jalur yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki, taman yang tersebar secara radial ataupun paralel, dan akses ke luar lingkungan yang mudah dapat menciptakan hubungan ketetanggan yang ideal dalam lingkungan pemukiman/perumahan.
2.7 Cluster Menurut Simonds (1978) perencanaan perumahan dengan konsep cluster saat ini sedang berkembang. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan untuk meningkatkan ruang terbuka dan ruang publik pada sebuah kawasan, dengan merencanakan sebuah kawasan tempat tinggal dengan sistem pengelompokan. Simonds (1978) juga mengatakan bahwa inovasi yang menjanjikan dalam perencanaan lahan adalah dengan sistem cluster atau mengelompokkan tempat tinggal dan bangunan lainnya dalam suatu lingkungan yang padat. Pada perencanaan dengan sistem cluster pada bangunan komersial sangat penting untuk menyediakan ruang pendukung tambahan agar dapat membatasi pembangunan lahan serta dapat menghemat dan menciptakan ruang yang nyaman.