BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persepsi
Dalam kehidupan sehari-hari ada sebuah proses dimana saat individu mengatur dan
menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka, inilah yang dinamakan persepsi. Manusia yang memiliki kemampuan untuk memandang
serta menilai sesuatu dengan cara pandang yang berbeda dan dengan keunikannya masing
masing mampu menciptakan penilaian dan persepsi yang berbeda-beda terhadap suatu hal atau fenomena sehingga menimbulkan suatu dasar pemikiran yang luas dan sulit dianggap benar atau salah”. Dalam hal ini persepsi mecakup penafsiran obyek, penerimaan stimulus (input), pengorganisasian stimulus, dan penafsiran terhadap stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara mempengaruhi perilaku dan pembentukan sikap. Persepsi adalah proses yang digunakan individu mengelola dan menafsirkan kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan mereka. Meski demikian apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan yang obyektif (Robbins, 2006). Selain itu Suhartanto (2008) menjelaskan bahwa “Persepsi adalah suatu proses bagaimana seseorang mengelola dan memaknai stimuli yang ia terima. Dari definisi persepsi yang telah diuraikan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi merupakan suatu proses bagaimana pandangan seseorang terhadap suatu objek yang dipengaruhi oleh stimulus dari panca indra seseorang sehingga setiap individu dapat menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan setiap stimuli atau informasi yang diterima dan kemudian menafsirkannya untuk menciptakan gambaran yang berarti, tergantung pada cara pandang masing-masing individu terhadap hal yang mereka terima. Berikut ini adalah suatu gambaran mengenai bagaimana proses terbentuknya persepsi konsumen.
Sensory Stimuli
Sensory Receptors
Gambar 2.1 Proses terbentuknya persepsi Sumber: Solomon (2004:49)
Dari gambar diatas, dapat dilihat alur terjadinya persepsi. Dimulai dari sensory stimuli yang dirasakan, baik itu penglihatan, bunyi, bau dan perasa dari setiap produk atau jasa yang kemudian diterima oleh panca indera. Stimuli merupakan suatu unit masukan dari objek tertentu yang akan ditangkap oleh panca indera (Schiffman dan Kanuk,2004). Berdasarkan pendapat Schiffman dan Kanuk (2004) juga, sensory receptor merupakan organ manusia yang terdiri dari mata, telinga, hidung dan mulut. Kemudian terjadi pemaparan yang memberikan perhatian terhadap sensasi atau stimuli yang masuk melalui sistem sensorik manusia (Prasetijo, 2005). Hawkins et al (2007) mengemukakan bahwa perhatian (attention) terjadi karena adanya satu atau lebih stimulus yang aktif diterima oleh panca indera sehingga rangsangan tersebut diteruskan ke otak untuk diproses. Kemudian setelah terjadinya perhatian (attention) maka terjadi interpretasi (interpretation). Interpretasi adalah pemaknaan dari stimulus-stimulus yang diterima oleh seseorang yang akhirnya membentuk suatu persepsi.
2.2 Jasa
Dalam penjelasan Kotler (2007) jasa sebagai setiap tindakan atau perbuatan yang dapat
ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan seutuhnya. Selain itu, menurut Lehtinen (dalam Lupiyoadi, 2009), a service is an activity of activities
which take place in interactions with a contact person or physical machine and which provides consumer satisfaction. Dari setiap definisi yang telah dijabarkan, dapat digambarkan bahwa di dalam jasa ada aspek
dimana adanya interaksi atau komunikasi antara pelanggan dan pihak produsen jasa. Jadi dapat disimpulkan bahwa jasa adalah setiap kegiatan yang ditawarkan oleh suatu pihak yang bersifat tidak berwujud dan adanya interaksi satu dengan yang lain (pelanggan dan produsen jasa) untuk menyediakan kepuasan pelanggan
2.2.1 Karakteristik Jasa Kotler & Armstrong (2006) mengemukakan bahwa ada empat karakteristik utama yang membedakan jasa dengan produk, yaitu: a. Service Intagibility (tidak terlihat) Dapat diartikan bahwa jasa atau layanan tidak dapat dilihat, dirasakan, diraba, didengar atau bahkan dicium sebelum konsumen melakukan pembelian. Sebaliknya dengan produk, produk dapat dilihat, dirasakan, diraba, didengar, dan dicium sebelum melakukan pembelian. b. Service Variability (bervariasi) Dapat diartikan bahwa kualitas jasa tergantung kepada siapa, kapan, dimana yang menyediakan layanan jasa tersebut dan bagaimana layanan itu disediakan. c. Service Inseprarability (tidak dapat dipisahkan) Dapat diartikan sebagai proses konsumsi dan produksi jasa dilakukan secara bersamaan atau tidak dapat dipisahkan dari penyedia jasanya tersebut, sehingga interaksi antara
konsumen dengan penyedia jasa, interaksi pelanggan dengan pelanggan lainnya yang mengkonsumsi jasa tersebut akan mempengaruhi hasil yang akan didapatkan.
d. Service Perishability (tidak tahan lama)
Dapat diartikan bahwa jasa tidak dapat disimpan untuk dijual atau dipakai di lain waktu
serta jasa tersebut bersifat tidak tahan lama.
2.3 Kualitas Layanan (Service Quality) Konsep kualitas pada dasarnya bersifat relative, yaitu tergantung dari perspektif yang digunakan untuk menentukan cirri-ciri dan spesifikasi. Pada dasarnya terdapat tiga orientasi
kualitas yang seharusnya konsisten satu sama lain yaitu persepsi konsumen, jasa, dan proses. Kualitas menurut Lupiyoadi (2009) adalah “merupakan perpaduan sifat dan karakteristik yang menentukan sejauh mana keluaran (output) dapat memenuhi persyaratan kebutuhan pelanggan. Selain itu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berpengaruh dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Tjiptono, 2011). Definisi kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi harapan konsumen (Tjiptono, 2011). Selain itu, Parasuraman (dalam Lupiyoadi, 2009) mengemukakan bahwa kualitas pelayanan adalah seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan yang mereka teriman. Jadi, kualitas jasa ialah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Kualitas pelayanan (service quality) dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para konsumen atas pelayanan yang nyata-nyata mereka terima atau peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka harapkan dan inginkan terhadap atribut-atribut pelayanan suatu perusahaan. Jika jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan, jika jasa yang diterima melampaui harapan konsumen, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sangat baik dan
berkualitas. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk. Maka, dapat dinyatakan bahwa membahas persepsi
kualitas akan membahas keterlibatan dan kepentingan pelanggan. Adapun beberapa dimensi kualitas layanan dari beberapa ahli untuk mengetahui hal-hal yang mempengaruhi kualitas layanan. Menurut Brady dan Cronin (dalam Laksana, 2008:94)
terdapat tiga dimensi kualitas layanan, yaitu: 1. Interaction quality (kemampuan pegawai) yaitu kualitas pelayanan yang melibatkan kemampuan pegawai untuk memberikan pelayanan bagi pelanggan. hubungan
2. Physical environment quality (kualitas lingkungan fisik) yaitu kemampuan perusahaan dalam menampilan sarana serta prasarana fisik perusahaan yang baik dapat memicu pandangan baik dan menjadi bukti nyata dari pelayanan yang diberikan. 3. Outcome quality (kualitas hasil layanan) yaitu kemampuan perusahaan dalam menunjukkan kualitas produk/jasa dan keberadaannya kepada pihak lain atau pihak luar. Selain itu Parasuraman dan Zeithaml (dalam Lupiyoadi, 2009:182) juga menyingkapkan ada lima dimensi penentu kualitas layanan, yaitu: 1. Keandalan (realibility) Yaitu kemampuan suatu perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik dan dengan akurasi yang tinggi. 2. Ketanggapan (responsiveness) Yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyamapaian informasi yang jelas. 3. Empati (empathy)
Yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana
suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.
4. Berwujud (tangible)
Yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak
eskternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan yang dapat
diandalkan keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik (contoh: gedung, gudang, dan lain-lain), perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya. 5. Jaminan (assurance) Yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy).
1.4 Persepsi Kualitas Layanan Konsep persepsi kualitas layanan dan hubungannya dengan kepuasan pelanggan menjadi dua hal yang sangat bekaitan. Menurut Sylvie et al dalam (Kang & James, 2004), persepsi dinyatakan sebagai penilaian konsumen terhadap kualitas layanan yang diberikan oleh perusahaan. Persepsi kualitas banyak terjadi pada banyak usaha jasa atau layanan, karena sesuai dengan jenis dari layanan usaha itu sendiri dimana atributnya yang tidak lebih mudah dari pada menjual barang atau produk pada umumnya.
Gronroos dalam (Kang & James, 2004) mengemukakan bahwa persepsi kualitas layanan apa yang diterima secara aktual oleh pelanggan dan bagaimana cara layanan adalah fungsi dari
tersebut disampaikan. Dari setiap definisi persepsi kualitas layanan diatas, dapat diartikan bahwa persepsi kualitas layanan merupakan evaluasi keseluruhan dari fungsi jasa yang diterima secara aktual oleh
pelanggan dan bagaimana cara layanan tersebut disampaikan.
2.5 Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan tergantung pada anggapan kinerja produk dalam menyerahkan nilai
relatif terhadap harapan pelanggan, bila produk jauh lebih rendah ketimbang harapan pelanggan, pelanggan tidak puas. Kepuasan pelanggan berkaitan erat dengan kualitas (mutu). Mutu mempunyai dampak langsung pada prestasi jasa atau layanan, dengan demikian pelanggan bisa puas. Kualitas jasa atau layanan yang dirasakan pelanggan akan menentukan persepsi pelanggan terhadap kinerja, yang pada akhirnya akan berdampak pada kepuasan pelanggan. Pengertian kepuasan pelanggan secara umum adalah hasil yang dirasakan oleh pembeli yang mengalami kinerja sebuah perusahaan yang sesuai dengan harapannya. Secara rinci, kepuasan merupakan hasil pembelian dan pemakaian yang didapatkan dari perbandingan yang dilakukan oleh pembeli atas reward dan biaya pembelian dengan konsekuensi yang telah diprediksi. Dalam kajian pustaka kepuasan pelanggan, ada berbagai macam definisi dari kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan merupakan persepsi individu terhadap kinerja suatu produk atau jasa yang berhubungan dengan harapannya” (Schiffman dan Kanuk, 2007). Selain itu menurut Westbrook & Reily (dalam Tjiptono,2011) “Kepuasan pelanggan merupakan respon emosional terhadap pengalaman berkaitan dengan produk atau jasa tertentu yang dibeli, gerai ritel, atau pola perilaku berbelanja dan perilaku pembeli, serta pasar secara keseluruhan”. Geese & Cote (dalam Tjiptono,2011) mengidentifikasi kerangka kepuasan pelanggan dalam tiga komponen utama, yaitu:
1. Kepuasan pelanggan merupakan respon (emosional dan kognitif).
2. Respon tersebut menyankut fokus tertentu (ekspektasi, jasa, pengalaman konsumsi).
3. Respon terjadi pada waktu tertentu (setelah konsumsi, setelah pemilihan jasa dan berdasarkan pengalaman).
Pelanggan merasa puas kalau harapannya terpenuhi dan merasa senang kalau harapan
mereka terlampaui. Pelanggan yang puas cenderung tetap loyal lebih lama, membeli lebih banyak dan kurang peka terhadap perubahan harga. Untuk menciptakan kepuasan pelanggan,
jasa atau layanan yang ditawarkan dan diberikan oleh perusahaan harus berkualitas. Kualitas
mencerminkan semua dimensi penawaran produk yang menghasilkan manfaat bagi pelanggan.
Kepuasan dapat diartikan juga sebagai sebuah perasaan yang menyenangkan karena suatu hal yang dianggap sukses atau ketika suatu hal baik dialami oleh masing-masing individu. Kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan atas perbandingan antara harapan atas kinerja layanan yang kemudian diterima dan dirasakan. Dibawah ini adalah merupakan diagram konsep kepuasan pelanggan, yaitu sebagai berikut:
Tujuan perusahaan Kebutuhan dan keinginan pelanggan
Produk
Harapan pelanggan terhadap jasa
Nilai produk bagi pelanggan
Tingkat Kepuasan Pelanggan Gambar 2.2 Diagram Konsep Kepuasan Pelanggan
Sumber: Rangkuti (2003)
Pada konsep kepuasan pelanggan yang telah digambarkan diatas, dapat dijelaskan bahwa
kepuasaan pelanggan muncul karena adanya harapan-harapan dari konsumen mengenai jasa yang akan diterimanya. Harapan pelanggan terhadap suatu jasa muncul karena adanya pengaruh eksternal (luar) yaitu janji-jani perusahaan yang ditawarkan, komentar-komentar dari
pengalaman teman, kerabat maupun keluarga (word of mouth). Ada beberapa faktor yang mendorong terciptanya kepuasan pelanggan (Lupiyoadi,2009),
yaitu:
1. Kualitas produk Yaitu dimana pelanggan akan merasa puas bila setelah membeli maupun menggunakan produk tersebut dan kualitasnya baik. Adapun enam kualitas produk antara lain performance, durability, feature, realibility, consistency, dan design. 2. Harga Hal ini adalah hal yang sensitif bagi pelanggan. Harga merupakan faktor yang menentukan kepuasan konsumen atau pelanggan. Namun apabila mereka sudah sangat loyal, komponen ini tidak begitu penting bagi mereka. 3. Kualitas jasa Kualitas jasa ini merupakan pelayanan yang diberikan oleh perusahaan kepada pelanggannya sebagai penunjang produk yang akan dibeli. Seperti halnya produk, jasa memiliki dimensi yang umum yaitu realibility, responsiveness, assurance, emphaty dan tangible. 4. Faktor emosional Faktor ini akan sangat berpengaruh apabila produk atau jasa yang ditawarkan berhubungan dengan lifestyle pelanggan atau konsumen. Brand image merupakan salah satu faktor yang menentukan emotional value dari faktor emosional yang diberikan produk atau jasa itu.
5. Kemudahan
Pelanggan akan merasa puas apabila untuk mendapatkan produk atau jasa yang dicarinya
relative mudah, efesien dan nyaman.
Jadi secara sederhana, kepuasan pelanggan dapat didefinisikan sebagai apa yang dirasakan
oleh konsumen dibandingkan dengan apa yang telah diharapkan sebelumnya terhadap suati
produk atau jasa.
2.5.1 Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Dalam tingkat kepuasan pelanggan, kualitas pelayanan sangat diperhitungkan, karena kualitas layanan yang baik atau buruk menentukan pelanggan puas atau tidak puas. Oleh karena itu penting sekali untuk mengetahui bagaimana untuk mengukur kepuasan. Menurut Tjiptono (2011) ada empat hal yang dapat mengukur kepuasan pelanggan, yaitu: 1. Complaint and suggestion system (Sistem keluhan dan saran) Perusahaan biasanya memberikan kesempatan bagi pelanggannya untuk memberikan saran, masukan maupun kritik. Hal ini menjadi salah satu cara agar perusahaan dapat memperbaiki pelayanan yang sebelumnya dan menggantinya dengan lebih baik lagi. 2. Lost customer analysis (Analisis kehilangan pelanggan) Perusahaan mengawasi dan memantau setiap pelanggan atau konsumen yang telah pergi dan mencari tahu mengapa mereka meninggalkan perusahaan, sehinggan perusahaan dapat mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan. 3. Ghost shopping (Belanja hantu) Untuk mengetahui bagaimana tingkat kepuasan pelanggan adalah dengan melakukan ghost shopping. Disini ada orang-orang akan berperan sebagai konsumen dari perusahaan pesaing, kemudian mereka melaporkan apa yang mereka temui disana dan melaporkan kelemahan dan kelebihan produk atau jasa perusahaan pesaing berdasarkan pengamatan mereka. 4. Customer satisfaction survey (Survey kepuasan pelanggan)
Dalam hal ini, kegiatan survey dapat menjadi salah satu cara untuk mengukur kepuasan pelanggan yang dimana perusahaan mendapat umpan balik (feedback) langsung dari
konsumen. Survey ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang jawaban, sikap maupun pendapat responden dalam menjawab pertanyaan-pertayaan yang ditujukan.
2.6 Hubungan Kualitas Pelayanan dengan Kepuasan Pelanggan
Dalam kualitas layanan tentunya ada dampak yang akan terjadi, khususnya bagi
konsumen, yaitu kepuasan pelanggan. Jika kualitas yang yang baik maka kepuasan pelanggan
akan meningkat, bergitu pula sebaliknya. Oleh sebab itu kepuasan pelanggan sangat
berhubungan erat dengan kualitas pelayanan dan pada akhirnya berpengaruh terhadap minat berperilaku. Berikut adalah gambar hubungan kualitas pelayanan dengan kepuasan pelanggan. Interaction Quality
Kualitas Layanan
Environment Quality
Kepuasan Pelanggan
Outcome Quality Gambar 2.3 Model Hubungan Kualitas Layanan dengan Kepuasan Pelanggan Sumber: Diadaptasi dari Brady dan Cronin dalam Laksana (2008:94)
Dari keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan pada akhirnya akan bermuara pada nilai yang akan diberikan oleh pelanggan mengenai kepuasan yang dirasakan. Kepuasan merupakan tingkatan perasaan dimana seseorang menyatakan hasil perbandingan atas kinerja jasa yang diterima dan yang diharapkan (Kotler dalam Lupiyoadi,2009:192).
Tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi dapat meningkatkan loyalitas pelanggan dan mencegah perputaran pelanggan, mengurangi sensitivitas pelanggan terhadap harga, mengurangi
biaya kegagalan pemasaran, mengurangi biaya operasi yang dilakukan oleh meningkatnya jumlah pelanggan, meningkatkan efektifitas iklan dan meningkatkan reputasi bisnis (Fornell dalam Lupiyoadi,2009:192).