BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Pembangunan Wilayah Pembangunan wilayah (regional development) pada hakekatnya adalah upaya terencana untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta suatu kemampuan yang andal dan profesional dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan mengelola sumber daya ekonomi daerah. Pembangunan
wilayah
merupakan
upaya
untuk
memberdayakan
masyarakat di seluruh daerah sehingga tercipta suatu lingkungan yang memungkinkan masyarakat untuk menikmati kualitas kehidupan yang lebih baik, maju, dan tenteram, selain itu juga memperluas pilihan yang dapat dilakukan masyarakat bagi peningkatan harkat dan martabat masyarakat. Pembangunan wilayah juga upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Kebijakan pengembangan wilayah sangat diperlukan karena kondisi fisik geografis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat yang sangat berbeda antar suatu wilayah dengan wilayah lainnya sehingga penerapan kebijakan pengembangan wilayah itu sendiri harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan isu permasalahan di wilayah bersangkutan. Dalam upaya pembangunan wilayah, masalah terpenting yang menjadi perhatian para ahli ekonomi dan perencanaan wilayah adalah menyangkut proses pertumbuhan
ekonomi
dan
pemerataan
pembangunan.
Perbedaan
teori
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan ekonomi wilayah dan teori pertumbuhan ekonomi nasional terletak pada sifat keterbukaan dalam proses input-output barang dan jasa maupun orang. Dalam sistem wilayah keluar masuk orang atau barang dan jasa relatif bersifat terbuka, sedangkan pada skala nasional bersifat lebih tertutup (Sirojuzilam, 2007). Potensi dan kemampuan masing-masing wilayah berbeda-beda satu dengan yang lain, demikian pula masalah pokok yang dihadapi tidak sama, sehingga usaha-usaha pembangunan sektoral yang akan dilaksanakan harus disinkronisasikan dengan usaha-usaha pembangunan regional. Hirschman mengatakan bahwa untuk mencapai tingkat pendapatan yang lebih tinggi, terdapat keharusan utuk membangun sebuah atau beberapa buah pusat kekuatan ekonomi dalam wilayah suatu negara, atau disebut sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi (growth pole). Terdapat elemen yang sangat menentukan dalam konsep kutub pertumbuhan, yaitu pengaruh yang tidak dapat dielakkan dari suatu unit ekonomi terhadap unit-unit ekonomi lainnya. Pengaruh tersebut adalah dominasi ekonomi yang terlepas dari pengaruh tata ruang geografis dan dimensi tata ruang ekonomi. Proses pertumbuhan adalah konsisten dengan teori tata ruang ekonomi (economic space theory), di mana industri pendorong dianggap sebagai titik awal dan merupakan elemen esensial untuk pembangunan selanjutnya (Adisasmita, 2005).
2.2. Teori Pengembangan Wilayah Menurut Agussiswadi (2010) Secara garis besar, teori perkembangan wilayah di bagi atas 4 (empat) kelompok yaitu: Kelompok pertama adalah teori
Universitas Sumatera Utara
yang memberi penekanan kepada kemakmuran wilayah (local prosperity). Kelompok kedua menekankan pada sumberdaya lingkungan dan faktor alam yang dinilai sangat mempengaruhi keberlanjutan sistem kegiatan produksi di suatu daerah (sustainable production activity). Kelompok ini sering disebut sebagai kelompok yang sangat perduli dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Kelompok ketiga memberikan perhatian kepada kelembagaan dan proses pengambilan keputusan di tingkat lokal sehingga kajian terfokus kepada governance yang bisa bertanggung jawab (responsible) dan berkinerja bagus (good). Kelompok keempat perhatiannya tertuju kepada kesejahteraan masyarakat yang tinggal di suatu lokasi (people prosperity). Adapun
teori-teori
yang
terkait
dengan
pengembangan
wilayah
diantaranya adalah Teori Keynes, yang dalam aliran Keynes mengemukakan bahwa karena upah bergerak lamban, sistem kapitalisme tidak akan secara otomatis menuju keseimbangan penggunaan tenaga secara penuh (full employment equilibrium). Akibat yang ditimbulkan adalah justru sebaliknya, equilibrium deemployment yang dapat diperbaiki melalui kebijakan fiskal atau moneter untuk meningkatkan permintaan agregat. Teori Neoklasik, merupakan salah satu teori pengembangan wilayah dan kota, menyatakan bahwa salah satu pertumbuhan ekonomi adalah satu proses yang gradual di mana pada satu saat kegiatan manusia semuanya akan terakumulasi.
Dalam teori ini terdapat pernyataan sebagai
berikut:
Universitas Sumatera Utara
a
Pemenuhan pekerjaan yang terus menerus tidak dapat diterapkan pada sistem multi-regional
dimana
persoalan
regional
timbul
disebabkan
karena
perbedaan-perbedaan geografis dalam hal tingkat penggunaan sumber daya. b
Persaingan sempurna tidak dapat diberlakukan pada perekonomian regional dan spasial.
c
Tingkat pertumbuhan terdiri dari 3 sumber: akumulasi modal, penawaran tenaga kerja dan kemajuan teknologi.
d
Implikasi dari persaingan sempurna adalah modal dan tenaga kerja akan berpindah apabila balas jasa faktor-faktor tersebut berbeda-beda.
e
Modal akan bergerak dari daerah yang mempunyai tingkat biaya tinggi ke daerah yang mempunyai tingkat biaya rendah, karena keadaan yang terakhir memberikan suatu penghasilan yang lebih tinggi.
f
Tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan akan pindah ke daerah lain yang mempunyai lapangan kerja baru pendorong untuk pembangunan di daerah tersebut.
g
Dalam perkembangan ekonomi jangka panjang senantiasa akan muncul kekuatan tandingan yang dapat menanggulangi ketidakseimbangan dan mengembalikan penyimpangan kepada keseimbangan yang stabil sehingga tidak diperlukan intervensi kebijakan secara aktif. Selanjutnya Teori Trickle Down Effect (Hirschman) era tahun 1950.
Teori “trickle down effects” dari pola pembangunan yang diterapkan di wilayah miskin di negara berkembang dirasa tidak berhasil memecahkan masalah pengangguran, kemiskinan dan pembagian pendapatan yang tidak merata, baik di
Universitas Sumatera Utara
dalam negara berkembang masing maupun antara negara maju dengan negara berkembang. Misalnya yang terjadi antara negara Indonesia (dalam hal ini dikategorikan wilayah miskin) dan negara Jepang (wilayah kaya). Indonesia merupakan salah satu pemasok bahan baku untuk Jepang, sementara kenyataan yang terjadi Jepang semakin kaya dan Indonesia semakin miskin. Maksudnya, tingkat kemiskinan di Indonesia lebih tinggi daripada tingkat kemiskinan di Jepang. Teori Tempat Sentral oleh Walter Christaller tahun 1933. Walter Christaller memusatkan perhatianya terhadap penyebaran pemukiman, desa dan kota-kota yang berbeda-beda ukuran luasnya. Penyebaran tersebut kadang-kadang bergerombol atau berkelompok dan kadang-kadang terpisah jauh satu sama lain. Atas dasar lokasi dan pola penyebaran pemukiman dalam ruang ia mengemukakan teori yang disebut Teori Tempat Yang Sentral (Central Place Theory) (Nursid Sumaatmadja, 1981).
Model ini dikembangkan untuk suatu
wilayah abstrak dengan ciri-ciri sebagai berikut: a
Wilayahnya adalah daratan, semua adalah datar dan sama.
b
Gerakan dapat dilaksanakan ke segala arah
c
Penduduk memiliki daya beli yang sama dan tersebar secara merata pada seluruh wilayah.
d
Konsumen bertindak rasional sesuai dengan prinsip minimalisasi jarak/biaya.
Penerapan model ini sangat simpel karena karakteristik, tingkat pendapatan (daya beli) masyarakat hampir sama.
Universitas Sumatera Utara
Teori pusat pertumbuhan (Friedman). Teori ini lebih menekankan pada pembentukan hirarki guna mempermudah pengembangan system pembangunan dengan asumsi bahwa dengan adanya pusat pertumbuhan akan lebih memudahkan dan pembangunan akan lebih terencana. Teori Kutub Pertumbuhan.
Teori ini dikemukakan oleh Perroux pada
tahun 1955, atas dasar pengamatan terhadap proses pembangunan. Perroux mengakui kenyataan bahwa pembangunan tidak terjadi dimana-mana secara serentak, tetapi muncul ditempat-tempat tertentu dengan intensitas yang berbeda. Tempat-tempat itulah yang dinamakan titik-titik dan kutub-kutub pertumbuhan. Dari titik-titik dan kutub-kutub pertumbuhan itulah pembangunan akan menyebar melalui berbagai saluran dan mempunyai akibat akhir yang berlainan pada perekonomian secara keseluruhan. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya merupakan peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu,
mampu
menampung
lebih
banyak
penghuni,
dengan
tingkat
kesejahteraan masyarakat yang rata-rata membaik, di samping menunjukkan lebih banyak sarana dan prasarana, barang dan jasa yang tersedia dan kegiatan usahausaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya. Analisis pengembangan wilayah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dilihat dari aspek perubahan struktur perekonomian di Kabupaten Karo
Universitas Sumatera Utara
2.3.
Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Sirojuzilam dan Mahalli (2011) mengemukakan pertumbuhan ekonomi
merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan di masa yang akan datang. Pertumbuhan merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan, dan hasil pembangunan ekonomi akan dapat pula dinikmati masyarakat sampai di lapisan paling bawah, baik dengan sendirinya maupun dengan campur tangan pemerintah. Pertumbuhan
harus
berjalan
secara
beriringan
dan
terencana,
mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan dan pembagian hasil-hasil pembangunan dengan lebih merata. Dengan demikian maka daerah yang miskin, tertinggal tidak produktif akan menjadi produktif, yang akhirnya akan mempercepat pertumbuhan itu sendiri. Strategi ini dikenal dengan istilah “Redistribution with Growth” (Sirojuzilam dan Mahalli, 2011). Pertumbuhan
ekonomi
wilayah
adalah
pertambahan
pendapatan
masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi. Namun agar dapat melihat pertambahan dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya, harus dinyatakan dalam nilai rid, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Pendapatan wilayah menggambarkan balas jasa bagi faktor faktor produksi yang beroperasi di daerah tersebut (tanah,
Universitas Sumatera Utara
modal, tenaga kerja, dan teknologi), yang berarti secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut juga oleh seberapa besar terjadi transfer payment, yaitu bagian pendapatan yang mengalir ke luar wilayah. Menurut Sukirno (2002) pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Lebih
lanjut
Sirojuzilam
dan
Mahalli
(2011)
menyatakan
pola
pertumbuhan ekonomi regional tidaklah sama dengan apa yang lazim ditemukan pada pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini pada dasarnya disebabkan pada analisa pertumbuhan ekonomi regional tekanan lebih dipusatkan pada pengaruh perbedaan karakteristik space terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, kedua kelompok ilmu ini juga mempunyai ciri yang sama, yaitu memberikan tekanan pula pada unsur waktu yang merupakan faktor penting dalam analisa pertumbuhan ekonomi. Karena teori ekonomi regional memberikan juga pada unsur space, maka faktor-faktor yang menjadi perhatian juga berbeda dengan apa yang lazim dibahas pada teori pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara Djojohadikusumo (2004) berpendapat, pertumbuhan dan pembangunan itu berbeda. Pertumbuhan ekonomi berpokok pada proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Paham pertumbuhan digunakan dalam teori dinamika sebagaimana yang dikembangkan oleh para pemikir Neo Keynes dan Neo Klasik. Adapun
Universitas Sumatera Utara
pembangunan ekonomi mengandung arti yang lebih luas serta mencakup perubahan pada susunan ekonomi masyarakat secara menyuluruh. Gerardo (1991) dalam Arsyad (2004) mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi (economic growth) didefinisikan sebagai peningkatan dalam kapasitas suatu bangsa jangka panjang untuk memproduksi aneka barang dan jasa bagi rakyatnya. Kapasitas ini bertumpu pada kemajuan teknologi produksi. Secara konvensional, pertumbuhan diukur dengan kenaikan pendapatan nasional (PNB, PDB) perkapita. Teori pertumbuhan yang dikemukakan oleh Robert Solow menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung kepada pertambahan penyediaan faktor produksi (penduduk, tenaga kerja, dan akumulasi modal) dan kemajuan teknologi. Pandangan teori ini didasarkan kepada anggapan yang mendasari analisis klasik, yaitu perekonomian akan tetap mengalami tingkat pengerjaan penuh (full employment) dan kapasitas peralatan modal akan tetap sepenuhnya digunakan sepanjang waktu. Dengan kata lain, sampai dimana perekonomian akan berkembang tergantung pada pertambahan penduduk, akumulasi kapital, dan kemajuan teknologi.
2.4.
Pembangunan Ekonomi Daerah Adisasmita (2005) mendefinisikan pembangunan adalah suatu proses
dinamis untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pada tingkat yang lebih tinggi. Suatu kinerja pembangunan yang sangat baik pun, mungkin saja menciptakan berbagai masalah sosial-ekonomi baru yang tidak diharapkan. Kompleksitas permasalahannya bertambah besar karena ruang lingkup permasalahannya telah
Universitas Sumatera Utara
bertambah luas. Pendekatan terhadap permasalahan pembangunan dan cara pemecahannya telah mengalami perkembangan pula. Sugiyanto (2010), mengemukakan bahwa secara konsepsi, pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Tujuan yang ingin dicapai dalam pembangunan terkait dengan lima kata kunci, yakni : penguatan
keterkaitan;
(3)
keberimbangan;
(4)
(1) pertumbuhan; (2)
kemandirian;
dan
(5)
keberlanjutan. Untuk mewujudkan tujuan pembangunan, beberapa strategi pembangunan yang diterapkan diantaranya adalah strategi pertumbuhan ekonomi, strategi pertumbuhan dan kesempatan kerja, strategi pertumbuhan dan pemerataan, strategi yang menekankan pada kebutuhan dasar (basic need approach),
strategi
pertumbuhan
dan
lingkungan
hidup,
dan
strategi
pembangunan yang berkelanjutan (suistainable development). Pada dasarnya pembangunan daerah adalah berkenaan dengan tingkat dan perubahan selama kurun waktu tertentu satu set variabel-variabel, seperti produksi, penduduk, angkatan kerja, rasio modal tenaga dan imbalan bagi faktor (factor returns) dalam daerah di batasi secara jelas. Laju pertumbuhan daerahdaerah biasanya diukur menurut output atau tingkat pendapatan adalah sangat berbeda-beda, dan beberapa daerah mengalami kemunduran jangka panjang (Sirojuzilam dan Mahalli, 2011).
Universitas Sumatera Utara
2.5.
Perencanaan Pembangunan Wilayah Baik
dalam
perencanaan
pembangunan
nasional
maupun
dalam
perencanaan pembangunan daerah, pendekatan perencanaan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional (wilayah). Pendekatan sektoral adalah dengan memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada di wilayah tersebut. Pendekatan ini mengelompokkan kegiatan ekonomi atas sektor-sektor yang seragam atau dianggap seragam. Pendekatan regional adalah melihat pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai kegiatan di dalam ruang wilayah. Jadi dalam hal ini kita melihat perbedaan fungsi ruang yang satu dengan ruang lainnya dan bagaimana ruang itu saling berinteraksi untuk diarahkan kepada tercapainya kehidupan yang bertumbuh, efisien dan nyaman. Perbedaan fungsi itu karena perbedaan lokasi, perbedaan potensi dan perbedaan aktifitas utama di masing-masing ruang, dimana perbedaan itu harus diarahkan untuk bersinergi agar saling mendukung menciptakan pertumbuhan yang serasi dan seimbang. Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah, perencanaan pergerakan dan perencanaan aktifitas pada ruang wilayah tersebut. Perencanaan ruang wilayah biasanya dituangkan dalam perencanaan tata ruang wilayah, perencanaan pergerakan dituangkan dalam perencanaan transportasi sedangkan
perencanaan
aktifitas
biasanya
tertuang
dalam
perencanaan
pembangunan wilayah baik jangka panjang, jangka menengah maupun jangka pendek. Dalam kondisi yang ideal, perencanaan pembangunan wilayah sebaiknya dimulai setelah tersusunnya rencana tata ruang wilayah, karena tata ruang wilayah
Universitas Sumatera Utara
merupakan landasan tapi juga sekaligus sasaran dari perencanaan pembangunan wilayah (Tarigan, 2005). Lebih lanjut, Tarigan (2005) mengemukakan bahwa perencanaan pembangunan pendekatan
wilayah sektoral
tidaklah saja
atau
sempurna pendekatan
apabila
hanya
regional
saja.
menggunakan Perencanaan
pembangunan wilayah semestinya adalah memadukan kedua pendekatan tersebut. Pendekatan sektoral saja tidak akan mampu melihat adanya kemungkinan tumpang tindih dalam penggunaan lahan (kecuali melakukan pendekatan komprehensif seperti linear programming), juga tidak mampu melihat perubahan struktur ruang yang mungkin terjadi sebagai akibat dilaksanakannya rencana sektoral tersebut. Misalnya, tidak mampu melihat wilayah mana yang akan banyak berkembang, wilayah mana yang kurang terbangun, perubahan dari pergerakan arus orang dan barang sehingga mungkin diperlukan perubahan kapasitas jaringan jalan, apakah total kegiatan sektoral itu bisa mengganggu kelestarian lingkungan, apakah akan tercipta pusat wilayah baru dan lain-lain sebagainya. Di sisi lain, pendekatan regional saja juga tidak cukup, karena analisisnya akan bersifat makro wilayah sehingga tidak cukup detail untuk membahas sektor per sektor apalagi komoditi per komoditi. Pendekatan regional saja tidak akan mampu untuk menjelaskan misalnya komoditi apa yang akan dikembangkan, berapa luas, apakah pasar masih dapat menyerap tambahan komoditi tersebut, apakah input untuk pengembangannya masih cukup, bagaimana tingkah laku dari para pesaing, dan lain-lain sebagainya. Atas dasar alasan tersebut di atas, maka
Universitas Sumatera Utara
pendekatan pembangunan wilayah haruslah gabungan antara pendekatan sektoral dan pendekatan regional. Perencanaan wilayah tidak saja menyangkut pada perencanaan spasial dari satu wilayah tetapi juga pada perencanaan bagaimana potensi wilayah dapat dimanfaatkan secara optimal bagi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perlu adanya kerjasama antar daerah di dalam merencanakan dan mengembangkan daerahnya dengan mempersatukan potensi sumber daya alam di dalam pemanfaatannya. Mengembangkan dan membangun suatu wilayah tidak bisa dilakukan secara sendiri berdasarkan kewenangan suatu daerah tetapi harus meliputi berbagai daerah sekitar (hinterland) karena cara seperti ini akan menciptakan optimalisasi manfaat atas potensi (ekonomi) daerah dan wilayah dan akan menciptakan daya saing (ekonomi) yang kuat untuk wilayah tersebut (Miraza, 2010).
2.6.
Teori Basis Ekonomi Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan kegiatan non-
basis. Hanya kegiatan basis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory) mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. (Tarigan, 2005). Analisis basis dan non-basis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah ataupun lapangan kerja. Misalnya penggabungan lapangan kerja basis dan lapangan kerja non-basis merupakan total lapangan kerja yang tersedia untuk
Universitas Sumatera Utara
wilayah tersebut, demikian pula penjumlahan pendapatan sektor basis dan pendapatan sektor non-basis merupakan total pendapatan wilayah tersebut. Di dalam suatu wilayah dapat dihitung berapa besarnya lapangan kerja basis dan lapangan kerja non-basis, dan apabila kedua angka itu diperbandingkan, maka dapat dihitung nilai rasio basis (base ratio) dan kemudian dapat dipakai untuk menghitung nilai pengganda basis (base multiplier). Rasio basis adalah perbandingan antara banyaknya lapangan kerja non-basis yang tersedia untuk setiap satu lapangan kerja basis. Lebih jauh, Sugiyanto (2010) mengemukakan, basis ekonomi dari sebuah aktifitas terdiri atas aktifitas-aktifitas yang menciptakan pendapatan dan kesempatan kerja dari suatu basis ekonomi sebuah daerah, dan semua pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh sektor basis. Pendapatan dan kesempatan kerja sektor basis sangat dipengaruhi oleh aktifitas ekspor sektor basis tersebut. Hal ini mengakibatkan industri-industri yang berorientasi ekspor yang merupakan motor penggerak di wilayah pertumbuhan. Pendapatan dan kesempatan kerja non basis ditentukan oleh pendapatan dan kesempatan kerja sektor basis. Konsep kunci dari teori basis ekonomi ini adalah kegiatan ekspor merupakan mesin pertumbuhan. Oleh karena itu, tumbuh tidaknya suatu wilayah ditentukan oleh bagaimana kinerja wilayah untuk memenuhi permintaan akan barang dan jasa yang berasal dari luar daerah/negeri. Sektor basis, diindikasikan oleh nilai Location Quotient (LQ>1). Sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di dalam wilayah perekonomian
Universitas Sumatera Utara
yang bersangkutan dan sektor-sektor non basis diindikasikan sebaliknya (LQ<1). Aktifitas basis berperan sebagai penggerak utama perekonomian suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain maka akan semakin maju pertumbuhan wilayah. Sektor basis berperan dalam pengembangan wilayah, karena potensi untuk meraih pendapatan yang besar dari ekspor. Nilai LQ juga mengindikasikan adanya pemusatan manfaat relatif, suatu sektor antar wilayah kabupaten, yang disebabkan oleh melimpahnya kekayaan sumberdaya alam yang bersifat imperfect mobility. Menurut Arief (1993), terdapat empat metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi sektor-sektor kunci/basis dalam perekonomian, yakni: 1.
Suatu sektor dianggap kunci apabila, mempunyai kaitan kebelakang (backward linkage) dan keterkaitan kedepan (forward linkage) yang relatif tinggi.
2.
Suatu sektor dianggap sebagai sektor kunci apabila, menghasilkan output bruto yang relatif tinggi sehingga mampu mempertahankan final demand yang relatif tinggi pula.
3.
Suatu sektor dianggap sebagai sektor kunci apabila, mampu menghasilkan penerimaan bersih devisa yang relatif tinggi.
4.
Suatu sektor dianggap kunci apabila, mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang relatif tinggi.
Universitas Sumatera Utara
2.7.
Penelitian Sebelumnya Sarwati (2000) yang melakukan penelitian tentang pertumbuhan dan
perubahan struktur ekonomi regional Jawa Tengah periode 1985-1996 dengan alat analisis LQ, Shift-share dan Klassen Tipology, menyimpulkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah selama kurun waktu 12 tahu rata-rata lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional dengan mengalami berbagai fluktuasi, tipologi daerah termasuk kategori daerah pertumbuhan cepat. Sedang pendapatan perkapita lebih rendah dari pendapatan perkapita nasional, sektor andalan pada periode 1985-1996 adalah sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor listrik, gas dan air bersih. Secara umum beberapa sektor yang mempunyai peranan cukup besar terhadap peningkatan PDRB tapi koefisien LQ-nya selalu lebih kecil dari satu yakni sektor pertanian. Rudatin (2003) melakukan penelitian tentang analisis sektor basis dalam rangka pengembangan pembangunan wilayah, studi kasus kabupaten-kabupaten di Jawa Tengah tahun 1996-2001.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor
pertanian merupakan sektor basis di 22 kabupaten dari 29 kabupaten yang ada di Jawa Tengah. Dari 29 kabupaten hanya 2 kabupaten yang masuk dalam kategori tipologi klassen daerah maju dan cepat tumbuh (tipologi I), kuadran II ada 4 kabupaten, tipologi III ada 9 kabupaten dan tipologi IV ada 14 kabupaten. Prioritas pengembangan sektor pertanian pada 5 kabupaten, sektor industri pada 2 kabupaten, sektor listrik, gas dan air bersih pada 2 kabupaten, sektor bangunan pada 3 kabupaten, sektor perdangan, hotel dan restoran pada 1 kabupaten, sektor
Universitas Sumatera Utara
pengangkutan dan komunikasi 1 kabupaten, sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan pada 4 kabupaten, sektor jasa-jasa pada 3 kabupaten. Mansoer dan Assadin (2002) melalukan penelitian berjudul pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja: terapan model kebijakan prioritas sektor untuk Kalimantan Timur dengan alat analisis LQ dan shift-share.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi mempengaruhi perkembangan kesempatan kerja, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi cenderung semakin membuka kesempatan kerja, laju pertumbuhan kesempatan kerja di Kalimantan Timur lebih tinggi dari pada provinsi lain, laju kesempatan kerja di daerah lebih cepat, sedang komponen daya kompetitif menunjukkan nilai negatif. Sudarmono (2006) melakukan penelitian tentang transformasi struktural dan ketimpangan antar daerah di Wilayah Pembangunan I Jawa Tengah. Dalam penelitian ini menggunakan alat analisis sumbangan sektor, Location Quotient, Shift-Share, Model Rasio Pertumbuhan dan Overlay, sedangkan untuk mengetahui ketimpangan antar daerah di Wilayah Pembangunan I Jawa Tengah digunakan indeks Wiliamson dan indeks Entropi Theil, serta analisis korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel pertumbuhan ekonomi dengan variabel ketimpangan antar daerah dimana pengukuran korelasi ini untuk menguji hipotesis Kuznets. Hasil penelitian menunjukkan bahwa transformasi struktural hanya terjadi di Kabupaten Semarang dan Kabupaten Kendal. Namun transformasi struktural yang terjadi tidak diikuti dengan pergeseran penyerapan tenaga kerja sektoral dari sektor pertanian ke sektor industri di kedua Kabupaten tersebut. Hal ini menunjukkan terjadinya dualisme transformasi struktural.
Universitas Sumatera Utara
Terjadinya kecenderungan peningkatan nilai Indeks enthropi Theil maupun nilai Indeks Williamson mengandung arti bahwa ketimpangan yang terjadi di Wilayah Pembangunan I Jawa Tengah semakin membesar atau semakin tidak merata. Kota Semarang masih mendominasi nilai PDRB dan nilai pendapatan perkapita, sementara kelima daerah yang lain jauh lebih rendah. Hipotesis Kuznets yang menunjukkan hubungan antara ketimpangan dengan pertumbuhan ekonomi yang berbentuk kurva U terbalik ternyata berlaku di Wilayah Pembangunan I Jawa Tengah. Hal ini terbukti dari hasil analisis trend dan nilai korelasi Pearson. Bagian dari Hipotesis Kuznets yang terjadi di Wilayah Pembangunan I Jawa Tengah pada periode penelitian adalah di kurva Kuznets yang menaik yang artinya terjadinya kenaikan pertumbuhan ekonomi disertai dengan naiknya ketimpangan. Rujiman (2010), melakukan penelitian tentang analisis perubahan demografi dan pembangunan wilayah Kabupaten Deli Serdang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten Deli Serdang selama periode tahun 2004-2008 telah terjadi transformasi struktural ekonomi dimana peran sektor industri dan jasa semakin dominan sementara sektor pertanian terus menurun. Hasani
(2010)
melakukan
penelitian
tentang
analisis
struktur
perekonomian dengan menggunakan pendekatan shift-share di Provinsi Jawa Tengah periode tahun 2003-2008. Hasil analisis shift share menunjukkan bahwa adanya pergeseran penyerapan tenaga kerja dari sektor pertanian sebesar -57,67 % ke sektor industri sebesar 17,88 % dan kontribusi terhadap PDRB dari sektor pertanian sebesar 22,97 % ke sektor industri sebesar 40,9 % di provinsi Jawa
Universitas Sumatera Utara
Tengah ini berarti telah terjadi perubahan struktur perekonomian dari perekonomian tradisional menjadi perekonomian modern di provinsi Jawa Tengah. Fachrurrazy (2010) melakukan penelitian tentang analisis penentuan sektor unggulan perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara, menggunakan metode analisis Tipologi Klassen, Location Quotient dan Shift-Share. penelitian menunjukkan
bahwa sektor
unggulan
perekonomian
Hasil wilayah
Kabupaten Aceh Utara adalah sektor pertanian dan sub sektor yang potensial dikembangkan adalah sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya dan sub sektor perikanan.
2.8.
Kerangka Pikir Penelitian Kerangka pikir penelitian merupakan suatu acuan atau metode dalam
tahapan-tahapan pendekatan penelitian dan bertujuan untuk mempermudah teknis dan analisanya. Secara diagramatis kerangka penelitian dilihat pada Gambar 2.1. sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Pembangunan Ekonomi Wilayah Provinsi Sumut
Pembangunan Ekonomi Wilayah Kabupaten Karo
Analisis Tipologi Klassen
Analisis LQ
Analisis Shift Share
Struktur Ekonomi Wilayah Kabupaten Karo
Perencanaan Wilayah Kabupaten Karo
Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian
Universitas Sumatera Utara