BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teoritis
2.1.1 Persediaan 2.1.1.1 Pengertian Persediaan Persediaan merupakan salah satu aktiva yang paling aktif dalam kegiatan operasional perusahaan yang secara berlanjut diperoleh atau diproduksi maupun dijual. Persediaan juga merupakan aktiva lancar terbesar dari perusahaan dagang maupun manufaktur. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur. Sama halnya dengan persediaan dalam perusahaan dagang, persediaan dalam perusahaan manufaktur juga merupakan aset yang sangat penting, meskipun dalam penelitian ini hanya memfokuskan pada perusahaan barang konsumsi. Persediaan merupakan bagian yang tidak terlepaskan pada perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur. Namun pada penelitian ini persediaan yang hanya ditujukan pada perusahaan manufaktur. Menurut PSAK 14 (IAI, revisi 2008) persediaan adalah barang-barang: a. yang dibeli dan dimiliki untuk dijual kembali, b. jadi yang diproduksi atau barang dalam penyelesaian yang sedang diproduksi oleh entitas, atau c. bahan serta perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi. Persediaan adalah nama yang diberikan untuk barang-barang baik yang dibuat atau dibeli kembali dalam bisnis normal. Dalam perusahaan manufaktur
Universitas Sumatera Utara
terdiri dari persediaan bahan mentah, persediaan pekerjaan dalam proses dan persediaan dalam bentuk barang jadi (Stice, Stice, Skousen, 2001:360). Nilai persediaan berasal dari jumlah unit persediaan dikali dengan harga persediaan per unit. Untuk menentukan jumlah unit dapat menggunakan baik metode perpetual maupun metode periodik. Menurut Stice Skousen (2004:656) : “ sistem dalam penilaian persediaan yang digunakan terdiri dari dua metode, yaitu sistem persediaan periodik (periodic inventory) dan sistem persediaan perpetual (perpetual inventory)”. 1.
Metode periodik (periodic method) Penggunaan metode periodik mengharuskan adanya penghitungan barang
yang masih ada pada tanggal penyusunan laporan keuangan. Perhitungan persediaan ini diperlukan untuk mengetahui berapa jumlah barang yang masih ada dan kemudian diperhitungkan harga pokoknya. Menurut Skousen (2001: 365-367) “dengan sistem periodik, catatan persediaan diperbarui pada saat penjualan dilakukan, hanya nilai harga yang tercantum pada persediaan yang dijual saja yang dicatat. Sistem periodik sering kali digunakan ketika persediaan terdiri dari jumlah persediaan yang beraneka ragam dan memiliki nilai yang relatif kecil”. 2.
Metode perpetual Pada metode perpetual dibentuk suatu rekening untuk masing-masing
jenis persediaan tersebut yang merupakan buku pembantu persediaan. Rekening yang digunakan untuk mencatat persediaan terdiri dari beberapa kolom yang digunakan untuk mencatat pembelian, penjualan dan saldo persediaan. Setiap perubahan dalam persediaan akan diikuti dengan pencatatan dalam rekening
Universitas Sumatera Utara
persediaan sehingga jumlah persediaan sewaktu-waktu dapat dapat diketahui dengan melihat kolom saldo dalam rekening persediaan. Menurut Skousen (2001:365): Dengan sistem perpetual, catatan persediaan diperbarui pada saat pembelian atau penjualan dilakukan. Dengan cara perpetual ini, catatan persediaan setiap saat mencerminkan berapa banyak persediaan barang harus berada digudang atau di luar toko. Sistem perpetual sering kali digunakan pada saat setiap persediaan barang yang mempunyai nilai tinggi atau terdapat biaya yang besar jika persediaan habis atau banyak menumpuk. Semua persediaan yang berasal dari pembelian ditambahkan langsung ke persediaan. Sedangkan persediaan yang berasal dari pengembalian barang dagangan yang tidak memuaskan pemasok, akan menghasilkan pengurangan dalam persediaan.
2.1.1.2 Sistem Pencatatan Persediaan Periodik (Periodic Inventory System) Weygandt, Kieso, Kimmel (2007:262) mengemukakan bahwa dalam metode stock opname atau persediaan periodik (periodic inventory system), rincian persediaan barang yang dimiliki tidak disesuaikan secara terus menerus dalam satu periode. Harga pokok penjualan barang ditentukan hanya pada akhir periode akuntansi. Pada saat itu, dilakukan perhitungan persediaan secara periodik untuk menentukan harga pokok barang yang tersedia (persediaan barang dagang). Untuk menentukan harga pokok penjualan dalam sistem periodik, diharuskan: 1.
menentukan harga pokok barang yang tersedia pada awal periode (coet of goods on hand)
2.
menambahkannya pada harga pokok barang yang dibeli (cost of goods purchsed)
3.
mengurangkannya dengan harga pokok barang yang tersedia pada akhir periode akuntansi.
Universitas Sumatera Utara
Dycman, Dukes, Davis (2000:381) mengatakan bahwa dalam sistem persediaan periodik, perhitungan periodik aktual atas barang-barang yang ada ditangan pada akhir periode akuntansi ketika menyiapkan laporan keuangan. Barang-barang dihitung, ditimbang, atau jika tidak diukur, dan jumlahnya dikaitkan dengan unit biaya untuk memberi nilai persediaan. Persediaan yang merupakan komponen cost of goods sold (CGS) maka perhitungan kuantitas persediaan yang dilakukan dengan stock opname tergantung dari kelengkapan data atau catatan dan perhitungan barang. Dengan cara ini perhitungan persediaan yang dibebankan pada CGS ada kemungkinan over statement, karena hanya membandingkan dan menghitung jumlah barang yang dimiliki dikurangi dengan persediaan akhir, cara ini merupakan ketentuan yang harus dilakukan oleh manajemen untuk menentukan jumlah persediaan akhir. Sehingga kalau terjadi adanya barang yang hilang, rusak, menguap, turun kualitasnya dan sebagainya, maka hal ini bila tidak terungkap akan menyebabkan laporan laba – rugi yang kurang informatif. Karena adanya kerugian-kerugian yang seharusnya diperlukan sebagai kerugian item, kemudian dengan perhitungan stock opname secara berkala tidaklah cukup sebagai dasar pembuatan keputusan yang bersifat manajerial secara cepat. Contoh perusahaan yang menerapkan sistem perpectual adalah perusahaan mebel, alat rumah tangga, motor, mobil. Sistem perpetual ini juga bisa diterapkan oleh perusahaan selain yang dicontohkan dikarena penggunaan wide spreadsheet yang disediakan oleh komputer dan penggunaan scanner untuk mengidentifikasi setiap item persediaan. Perlakuan akuntansi untuk sistem pencatatan persediaan perpetual adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1.
Pembelian barang dagangan akan didebit pada akun persediaan.
2.
Beban angkut pembelian akan didebit pada akun persediaan.
3.
Retur pembelian akan dikredit ke akun persediaan.
4.
Potongan pembelian akan dikredit ke akun persediaan.
5.
Beban pokok penjualan atau harga pokok penjualan diakui bersamaan dengan pengkuan penjualan dan akun persediaan akan dikredit.
6.
Akun persediaan adalah akun pengendali yang didukung dengan buku besar pembantu untuk setiap jenis persediaan.
2.1.1.3 Pemilihan Metode Penilaian Persediaan Metode persediaan adalah kebijakan pengukuran yang digunakan sebagai media kontrak antar produsen dengan agent pembelian yang berhubungan dengan persediaan. Menurut PSAK No.14 (IAI, revisi 2008) : biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi yang siap untuk dijual atau dipakai. Persediaan harus dihitung berdasarkan biaya atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah. Persediaan tidak lagi diperkenankan menggunakan rumus biaya Last in First out. Metode persediaan dapat dilakukan dengan empat cara yaitu identifikasi khusus, Rata-rata, FIFO, dan LIFO.
a.
Metode identifikasi khusus Metode identifikasi khusus mensyaratkan bahwa setiap barang yang disimpan harus ditandai secara khusus sehingga biaya per unit nya dapat diidentifikasi setiap waktu. Jika barang yang terlibat jumlahnya besar.
Universitas Sumatera Utara
Metode ini memungkinkan diperlukannya identifikasi biaya per unit khusus untuk setiap barang yang terjual pada tanggal penjualan dan tiap barang yang tetap ada di persediaan. Harga pokok penjualan dapat dialokasikan kepada barang-barang yang masih ada dalam perusahaan pada akhir periode sesuai dengan harga pokok sebenarnya dari unit-unit barang secara khusus. b.
Metode Rata-rata Dalam metode ini barang-barang yang dipakai atau dijual akan dibebani harga pokok rata-rata. Perhitungan harga pokok rata-rata dilakukan dengan cara membagi jumlah harga perolehan dengan kuantitasnya. Cara ini mengurangi dampak dari fluktuasi harga. Menurut Warren (2005: 462-466), pada sistem periodik, metode ini disebut metode rata-rata tertimbang (weighted average method) dan pada sistem perpetual dikenal dengan nama metode rata-rata bergerak (moving average method). Keterbatasan dalam metode rata-rata adalah nilai persediaan secara terus menerus mengandung pengaruh dari kos paling awal dan nilai-nilai tersebut bisa mempunyai lag yang signifikan di belakang current price dalam periode yang mengalami perubahan harga yang cepat, naik atau turun. Terdapat perbedaan dalam metode
FIFO
dengan
Metode
rata-rata.
Pada
Metode
rata-rata
barang-barang yang dipakai atau dijual akan dibebani harga pokok rata-rata. Metode rata-rata menghitung Harga Pokok Penjualan dan Persediaan Akhir dari penyusunan daftar mutasi atau perubahan persediaan. Harga Pokok Penjualan dihitung dengan menggunakan harga rata-rata dari berbagai harga pembelian persediaan dibagi dengan jumlah unit produk yang dimiliki. Dengan demikian harga pokok barang terjual diperoleh dengan mengalikan
Universitas Sumatera Utara
jumlah unit terjual dengan harga rata-rata dan barang yang masih belum terjualatau persediaan akhir dihitung dari jumlah persediaan dikalikan terhadap harga rata-rata tersebut. Pada saat harga stabil, penggunaan metode yang berbeda akanmenghasilkan laba yang tidak jauh berbeda. Penggunaan penilaian metode akuntansi persediaan akan menghasilkan laba yang berbeda apabila terjadinya kenaikan harga (inflasi) atau penurunan harga (deflasi). Apabila terjadi inflasi maka metode FIFO akan menghasilkan laba yang lebih besar dibandingkan metode rata-rata. Sebaliknya pada saat deflasi, penggunaan metode FIFO akan menghasilkan laba yang lebih kecil dibandingkan dengan metode rata-rata (Jogiyanto, 2000, Hal 330). c.
Metode FIFO ( First in first out) Ikatan Akuntan Indonesia (2007) merumuskan metode LIFO sebagi rumus MTKP/LIFO mengasumsikan barang yang dibeli atau diproduksi terakhir dijual atau digunakan terlebih dahulu, sehingga yang termasuk dalam persediaan akhir adalah yang dibeli atau diproduksi terlebih dahulu. Pengaruh penggunaan metode FIFO adalah persediaan akhir dinilai menurut perkembangan harga terakhir dan menggunakan harga terdahulu dalam menentukan harga pokok penjualan. Pada periode dimana harga-harga meningkat terus, metode FIFO menghasilkan laba bersih yang tinggi. Satu-satunya alasan terhadap hasil ini disebabkan dalam usaha dagang selalu meningkatkan harga jual barang apabila harga beli barang naik, walaupun persediaan tersebut dibeli sebelum kenaikan harga. Pengaruh sebaliknya terjadi apabila harga menurun. Dengan demikian, metode FIFO menekankan pengaruh dunia usaha terhadap
laba. Metode FIFO
Universitas Sumatera Utara
mengasumsikan bahwa barang-barang yang digunakan sesuai dengan urutan pembeliannya. Metode ini mengasumsikan bahwa barang pertama dibeli adalah barang yang pertama digunakan atau dijual (Skousen, 2004). Keunggulan FIFO adalah mendekatkan persediaan akhir dengan biaya berjalan. Karena barang/ persediaan pertama yang dibeli adalah persediaan yang akan pertama digunakan dalam memproses persediaan, maka nilai persediaan akhir akan terdiri dari persediaan akhir, terutama jika laju perputaran persediaan cepat. Kelemahan dari FIFO adalah bahwa biaya berjalan tidak ditandingkan dengan pendapatan berjalan pada laporan laba rugi. d.
Metode LIFO ( Last In First Out) Metode LIFO menandingkan biaya dari barang-barang yang paling akhir dibeli terhadap pendapatan. Persediaan akhir akan ditentukan dengan menggunakan unit total sebagai dasar perhitungan dengan mengabaikan tanggal-tanggal pembelian yang terlibat. Perusahaan akan memilih metode yang bisa memberikan keuntungan, berupa pembayaran pajak yang relatif lebih kecil (Skousen, 2004). LIFO memiliki kelebihan sebagai berikut: 1) adanya keuntungan pajak; 2) pengukuran laba yang lebih baik; 3) memperbaiki aliran kas; dan 4) adanya future earning hedge, yaitu laba perusahaan pada masa yang akan datang tidak terpengaruh oleh penurunan harga. Sedangkan kelemahan metode LIFO antara lain: 1) memperkecil laba; 2) penyajian persediaan di neraca terlalu rendah; 3) tidak mencerminkan arus fisik persediaan; 4) tidak mengukur laba berdasarkan current ratio; 5) adanya involuntary liqudation; dan 6) poors buting habits.
Universitas Sumatera Utara
2.1.1.3 Sistem Pencatatan Persediaan 1.
Sistem Pencatatan Persediaan Periodik (Periodik Inventory System) Menurut Kieso (2011:410), “sistem periodik mencatat semua perolehan
persediaan selama periode akuntansi dengan mendebit rekening pembelian. Kemudian perusahaan menambahkan total dalam akun pembelian di akhir dari periode akuntansi untuk biaya barang yang tersedia untuk dijual selama periode tersebut”. 2.
Sistem Pencatatan Persediaan Perpetual (Perpetual Inventory System) Sistem persediaan perpetual merupakan sistem pencatan alternatif dari
sistem pencatatan periodik, dimana harga jual maupun jenis barang yang terjual dicatat dalam setiap transaksi penjualan. Menurut Kieso (2011:409-410), “sistem persediaan perpetual secara terus menerus menelusuri perubahan dalam akun persediaan. Yakni, perusahaan mencatat semua pembelian dan penjualan barang secara langsung diakun persediaan pada saat terjadinya”. Meskipun nilai persediaan akhir dapat diketahui tanpa harus melakukan pemeriksaan fisik, namun pemeriksaan fisik tetap dilakukan untuk menyesuaikan antara catatan persediaan dengan pemeriksaan fisik.
2.1.2 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan akan mempengaruhi pemilihan metode akuntansi persediaan. Perusahaan besar akan mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menurunkan laba, agar laporan keuangan bisa rata. Pada kondisi adanya perubahan harga, maka manajer persediaan dapat mengganti dengan metode yang sesuai dengan harga yang terjadi, karena pada perusahaan besar manajer mempunyai keahlian dan spesialisasi yang lebih jika dibandingkan dengan
Universitas Sumatera Utara
perusahaan kecil, hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Mukhlasin (2001). Menurut Lee dan Heish (2001), “ukuran perusahaan akan mempengaruhi pemilihan metode akuntansi persediaan. Perusahaan besar akan mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menurunkan laba, agar laporan keuangan bisa rata”. Menurut Watss dan Zimmerman (dalam Marwah, 2012), “perusahaan besar cenderung memilih metode rata-rata karena biaya pajak yang dibayarkan relatif lebih kecil dibandingkan ketika perusahaan menggunakan metode FIFO. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2008, dimana dalam peraturan tersebut menjelaskan empat jenis ukuran perusahaan yaitu: 1.
2.
3.
4.
Perusahaan dengan ukuran usaha mikro, memiliki kekayaan kurang dari Rp50.000.000,00 (tidak termasuk tanah dan bangunan); memiliki jumlah penjualan tahunan maksimal Rp300.000.000,00. Perusahaan dengan ukuran usaha kecil, memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 sampai Rp500.000.000,00 (tidak termasuk tanah dan bangunan); memiliki hasil penjualan lebih dari Rp300.000.000,00 sampai Rp2.500.000.000,00. Perusahaan dengan usaha ukuran menengah, memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 sampai Rp10.000.000.000,00 (tidak termasuk tanah dan bangunan); memiliki hasil penjualan lebih dari Rp2.500.000.000,00 sampai Rp50.000.000.000,00. Perusahaan dengan usaha ukuran besar, memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp10.000.000.000,00 (tidak termasuk tanah dan bangunan); memiliki penjualan lebih dari Rp50.000.000.000,00.
Kecenderungan metode persediaan yang akan digunakan oleh perusahaan besar adalah metode rata-rata yang bisa menurunkan laba sehingga mencerminkan laba yang diperoleh oleh perusahaan sangat kecil. Pengaplikasian metode rata-rata selain bisa menghindari biaya politik juga untuk tujuan penghematan pajak sehingga besarnya pajak yang disetorkan kepada Pemerintah akan berjumlah kecil
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan yang diinginkan perusahaan, sedangkan perusahaan kecil, untuk mendapatkan bantuan dana dari bank atau lembaga keuangan lainnya membutuhkan laba yang tinggi agar dianggap mempunyai kinerja perusahaan yang bagus, sehingga kondisi tersebut dapat dikatakan perusahaan dapat dipercaya sebagai mampu dalam proses pengembalian dana tersebut kepada pihak bank. Ukuran perusahaan dapat dihitung dengan persamaan rumus sebagai berikut:
2.1.3 Variabilitas Persediaan
Taqwa (2001) menyatakan bahwa variabilitas persediaan merupakan variasi dari nilai persediaan pada suatu perusahaan. Perusahaan yang mempunyai nilai persediaan yang relatif stabil, maka pengaruh terhadap variasi laba akan kecil, sedangkan pada perusahaan yang mempunyai nilai persediaan yang bervariasi setiap tahun maka laba yang dihasilkan juga akan bervariasi setiap tahun.
Perusahaan
dengan
variabilitas
persediaan
kecil
bisa
memilih
menggunakan metode rata-rata. yang dihasilkan lebih rendah bila dibandingkan dengan penggunaan metode FIFO sehingga perusahaan dapat melakukan penghematan pajak (tax saving). Sedang pada perusahaan yang variabilitas persediaan tinggi akan menggunakan metode FIFO sehingga laba menjadi lebih besar dan tidak bisa melakukan tax saving (Salma Taqwa, 2003). Variabilitas perusahaan diukur berdasarkan koefisien variasi jumlah persediaan akhir yaitu standar deviasi/mean selama dua tahun yaitu dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2015. Skala yang digunakan adalah skala rasio. Satuan yang digunakan berupa persentase.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Likuiditas
Likuiditas
merupakan
kemampuan
perusahaan
untuk
memenuhi
kewajiban jangka pendeknya. Likuiditas dapat diukur dengan menggunakan rasio lancar (current ratio). Menurut Kasmir (2008 : 134), “rasio lancar atau current ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiaban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan”. Menurut Crushing dan Le Clere 1992 (dalam Marwah, 2012) bahwa, “perusahaan yang memiliki rasio lancar yang rendah akan berusaha menaikkan labanya agar dapat menunjukkan kinerja perusahaan yang baik, yaitu dengan metode FIFO, sedangkan perusahaan yang memiliki rasio lancar tinggi biasanya memilih metode rata-rata yang menghasilkan laba yang rendah sehingga dapat menghemat pengeluaran pajak”.
2.1.5 Laba Sebelum Pajak
Laba sebelum pajak adalah laba usaha ditambah dengan pendapatan lainlain dikurang dengan beban lain-lain sebelum tarif pajak yang berlaku sesuai dengan peraturan perpajakan. Laba sebelum pajak adalah ukuran menengah antara laba dari penjualan dan laba bersih.Anda harus memahami bahwa penting untuk analisis ekonomi bukan hanya nilai indikator pada prinsip "lebih - tanpa gagal lebih baik", dan peran yang lebih besar yang dimainkan oleh struktur indikator ini. Karena laba sebelum pajak mencakup tiga komponen utama, juga penting untuk menentukan hubungan antara mereka.Semakin tinggi proporsi pendapatan dari
Universitas Sumatera Utara
penjualan dan semakin rendah proporsi komponen lainnya, yang lebih baik dan lebih efektif, sistem manajemen perusahaan, dan sebaliknya-semakin tinggi proporsi pendapatan dan beban kasual, yang buruk itu membentuk mekanisme perusahaan. Nilai keuntungan sebelum pajak bisa sangat tinggi, namun, jika pangsa keuntungan dari penjualan yang relatif kecil, yang berarti bahwa perusahaan ada hanya dengan aliran pendapatan sesekali yang dapat berhenti setiap saat.Dengan demikian, menganalisis struktur indeks, kesimpulan yang bisa ditarik tentang sistem manajemen mutu oleh perusahaan. Seperti yang diketahui, laba sebelum pajak merupakan indikator penting dari kondisi ekonomi perusahaan. Analisisnya dapat
memberitahu
banyak
tentang
bagaimana
perusahaan
sedang
mengembangkan, seberapa baik dikelola, dan apa yang prospek masa depan perkembangannya. Indikator ini diperlukan untuk dimasukkan dalam laporan keuangan Perseroan dan ditunjukkan dalam laporan laba rugi dan laporan laba rugi perusahaan. Perhitungan yang benar dari angka akan membantu untuk menginformasikan kontraktor dan investor potensial tentang seberapa efektif akan investasi mereka, bagaimana diandalkan adalah obyek investasi dan berapa banyak mereka akan menerima di masa depan.Setelah dihitung laba sebelum pajak dari itu mulai mengurangi jumlah pajak yang harus membayar perusahaan, dan dengan demikian menghitung laba bersih dari perusahaan-hasil keuangan utama. Laba sebelum pajak bisa berpengaruh dengan pemilihan metode penilaian persediaan. Ini sehubungan dengan political cost hypothesis, yang
Universitas Sumatera Utara
menjelaskan bahwa perusahaan yang memiliki laba yang tinggi menjadi perhatian oleh konsumen dan media yang nantinya akan menarik perhatian pemerintah yang pada akhirnya menimbulkan biaya politis, seperti pengenaan pajak yang lebih tinggi, oleh sebab itu perusahaan yang memiliki laba tinggi akan lebih memilih menggunakan metode rata-rata untuk mengurangi laba.
2.2
Tinjauan Penelitian Terdahulu Adapun penelitian terdahulu yang berkaitan dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi pemilihan metode penilaian persediaan, antara lain:
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Variabel yang digunakan Taqwa Faktor-Faktor Ukuran yang perusahaan, Mempengaruhi struktur Pemilihan Metode kepemilikan, Akuntansi financial leverage, Persediaan pada variabilitas Perusahaan persediaan, rasio Manufaktur di lancar. BEJ
Nama Peneliti Salma (2001)
Mukhlasin (2001)
Judul
Hasil penelitian
Ukuran perusahaan dan variablitas persediaan berpengaruh secara signifikan pada pemilihan metode persediaan. Sedangkan struktur kepemilikan, financial leverage, dan rasio lancar tidak berpengaruh secara signifikan pada pemilihan metode persediaan. Pemilihan Metode Variabilitas Ukuran Akuntansi persediaan, perusahaan, Persediaan dan variabilitas laba intensitas modal, Dampaknya akuntansi, ukuran intensitas terhadap Earning perusahaan, persediaan, dan Price Ratio intensitas modal, variabilitas harga
Universitas Sumatera Utara
intensitas persediaan, variabilitas harga pokok penjualan.
Rizqi Amaliyah Faktor-Faktor (2009) yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Akuntansi Persediaan pada perusahaan Manufaktur di BEI
Struktur kepemilikan, ukuran perusahaan, financial leverage, variabilitas persediaan, dan rasio lancar.
Kiki Nata Wijaya Pengaruh (2012) Beberapa Variabel Terhadap Pemilihan Metode Penilaian Persediaan Berdasarkan PSAK No.14 (Revisi 2008) pada Perusahaan Dagang yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2008-2010 Sumber : diolah oleh penulis (2016)
Struktur kepemilikan, ukuran perusahaan, financial leverage, variabilitas persediaan, rasio lancar, pemilihan metode penilaian persediaan yang sesuai dengan PSAK No. 14 (revisi 2008)
pokok penjualan berpengaruh secara signifikan terhadap pemilihan metode persediaan. Sedangkan variabilitas persediaan dan variabilitas laba akuntansi tidak berpengaruh secara siginifikan. Struktur kepemilikan dan ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap pemilihan metode persediaan. Sedangkan financial leverage, variabilitas persediaan dan rasio lancar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pemilihan metode persediaan. Struktur kepemilikan, ukuran perusahaan, financial leverage, variabilitas persediaan, dan rasio lancar tidak berpengaruh signifikan terhadap metode penilaian persediaan
Universitas Sumatera Utara
2.3
Kerangka Konseptual
Ukuran perusahaan H1
(X1)
Variabilitas Persediaan
H2 Metode Penilaian
(X2)
Persediaan (Y) H3
Likuiditas (X3) Laba Sebelum Pajak
H4
(X4) H4 H5 Sumber diolah oleh penulis (2016) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Berdasarkan kerangka konseptual di atas, dapat diketahui bahwa yang menjadi variabel independen dari penelitian ini adalah ukuran perusahaan, variabilitas persediaan, likuiditas, dan laba sebelum pajak, sedangkan variabel dependennya adalah metode penilaian persediaan. Ukuran perusahaan dapat mempengaruhi keputusan manajemen dalam memilih metode penilaian persediaan. Berdasarkan ricardian hypothesis (Lee dan Heish, 1985) menyatakan bahwa, “manajer perusahaan bertujuan tunggal untuk memaksimalkan nilai perusahaan dengan meminimalkan pajak, namun tetap respek terhadap hukum pajak”. Political cost hypothesis (Watss dan Zimmerman, 1990) menyatakan bahwa, “adanya kecenderungan perusahaan untuk memilih
Universitas Sumatera Utara
metode akuntansi yang dapat mengurangi laba untuk menghindari besarnya biaya politis, sebab perusahaan yang memiliki laba yang tinggi akan menarik perhatian konsumen dan media”. Variabilitas persediaan merupakan nilai persediaan, maka variasi persediaan dapat mempengaruhi pemilihan metode akuntansi persediaan. Perusahaan yang menggunakan metode FIFO akan menghasilkan variasi laba yang berbeda seiring terjadinya perubahan harga. Pada saat perusahaan membeli persediaan harga yang berlaku adalah harga pada saat pembelian. Ketika terjadi kenaikan harga perusahaan akan mengikuti kenaikan harga tersebut terhadap persediaan yang akan dijual, sehingga laba yang dihasilkan menjadi tinggi. Sedangkan ketika terjadi inflasi perusahaan akan lebih memilih menggunakan metode rata-rata. Metode ini menghasilkan persediaan yang lebih stabil dan dapat digunakan oleh perusahaan untuk memprediksi dan membuat keputusan ekonomi yang tepat dibandingkan dengan menggunakan metode FIFO yang menghasilkan variasi laba yang tinggi. Likuiditas yang diukur dengan menggunakan current ratio, untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar utang jangka pendeknya. Crushing dan Le Clere (dalam Marwah, 2012) menyatakan, “perusahaan dengan tingkat rasio lancar yang rendah berusaha menaikkan labanya dengan menggunakan metode FIFO agar terlihat memiliki kinerja yang baik, sebaliknya perusahaan dengan tingkat likuiditas yang tinggi akan menggunakan metode rata-rata untuk dapat menghemat pajak”. Semakin tinggi tingkat likuiditas sebuah organisasi perusahaan, maka semakin baik pula kinerja perusahaan tersebut. Sebaliknya, semakin rendah tingkat likuiditas sebuah organisasi perusahaan, maka semakin
Universitas Sumatera Utara
buruk lah kinerja perusahaan tersebut. Perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas yang tinggi biasanya lebih berpeluang mendapatkan berbagai macam dukungan dari pihak-pihak luar seperti lembaga keuangan, kreditur, dan juga pemasok bahan baku. Laba sebelum pajak dapat mempengaruhi keputusan pemilihan metode persediaan, seperti yang dijelaskan oleh political cost hypothesis, bahwa perusahaan dengan tingkat laba yang tinggi akan berusaha menggunakan metode yang dapat mengurangi laba, seperti metode rata-rata.
2.4
Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji
secara empiris. Proporsi adalah pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal atau diuji kebenarannya mengenai suatu konsep yang dapat menjelaskan atau mengestimasi fenomena. Hipotesis dalam penelitian kuantitatif berfungsi untuk menjelaskan masalah penelitian dan pemecahannya secara rasional, menyatakan variabel-variabel penelitian, sebagai pedoman untuk memilih metode pengujian data, menjadi dasar untuk membuat kesimpulan (Erlina, 2011:41-42). Mengacu pada perumusan masalah, tinjauan teoritis, dan beberapa penelitian sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian adalah sebagai berikut: H1 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pemilihan metode penilaian persediaan. H2 : Variabilitas persediaan berpengaruh terhadap pemilihan metode penilaian persediaan. H3 :
Likuiditas berpengaruh terhadap pemilihan metode penilaian persediaan.
Universitas Sumatera Utara
H4 : Laba sebelum pajak berpengaruh terhadap pemilihan metode penilaian persediaan. H5 : Ukuran perusahaan, variabilitas persediaan, likuiditas, dan laba sebelum pajak berpengaruh secara signifikan terhadap pemilihan metode penilaian persediaan.
Universitas Sumatera Utara