Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pondasi Tiang Pancang Pondasi tiang pancang (driven pile foundation) merupakan jenis pondasi yang biasa digunakan pada lokasi konstruksi dengan karakteristik tanah dasarnya tidak memiliki daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk menahan beban struktur diatasnya. Pondasi tiang pancang juga digunakan pada daerah konstruksi dengan lapisan tanah keras yang dalam. Jenis pondasi ini mampu menahan gaya orthogonal ke sumbu tiang dengan jalan menyerap lenturan dan meneruskan beban-beban dari konstruksi atas ke lapisan tanah atau batuan yang memiliki daya dukung yang besar. Berikut ini adalah beberapa kondisi dimana pondasi tiang pancang sering digunakan dalam proses konstruksi: 1. Tiang pancang akan digunakan bila permukaan tanah akan dibebani oleh beban yang besar, sedangkan lapisan tanah di permukaan terlalu lemah untuk memikul beban struktur tersebut. Tiang pancang ini berfungsi untuk meneruskan beban hingga ke batuan dasar (bedrock) atau lapisan tanah keras. Bila lapisan tanah keras ini terletak pada kedalaman yang tidak memungkinkan, maka tiang akan tetap meneruskan beban struktur ke tanah secara berangsurangsur. Daya dukung yang dihasilkan oleh tiang diperoleh dari gaya gesek tiang dan tanah (skin friction) serta gaya tahan di ujung tiang(end bearing). 2. Pada saat menerima beban horisontal, pondasi tiang pancang dapat menahannya dengan tekukan (bending), meskipun masih mendukung beban vertikal dari struktur atas. Kondisi ini umumnya dijumpai dalam desain dan konstruksi struktur penahan tanah (earth-retaining structures) dan pondasi pada gedung-gedung tinggi yang menerima beban angin dan/atau gaya gempa. 3. Pada beberapa lokasi bangunan, ditemukan kasus berupa tanah ekspansif dan lipatan (collapsible). Kasus seperti ini sering terjadi dengan kedalaman yang Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
2-1
Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
besar di bawah permukaan tanah. Tanah ekspansif dapat mengembang dan menyusut tergantung pada bertambah dan berkurangnya kadar air tanah. Tanah ini memiliki tekanan mengembang (swelling pressure) yang cukup tinggi. Oleh karena itu, pemilihan pondasi pada jenis tanah ini tidak dapat dilakukan secara asal-asalan. Jika sampai dipilih pondasi dangkal pada tanah ini, maka struktur diatasnya dapat mengalami kerusakan. Solusinya, pondasi tiang bisa dipilih sebagai alternatif untuk keadaan ini. 4. Kepala jembatan (abutments) dan dermaga (piers) biasanya dibangun diatas pondasi tiang pancang untuk menghindari kehilangan daya dukung tanah yang mungkin dialami pondasi dangkal dikarenakan erosi pada permukaan tanah. 5. Pada beberapa konstruksi seperti offshore platform, menara transmisi, pelat basements di bawah muka air tanah, seringkali bangunan-bangunan tersebut mengalami gaya angkat (uplift). Untuk mengatasi keadaan ini, biasanya pondasi tiang pancang banyak dipakai. 6. Pada Mats Foundation terkadang didukung oleh tiang-tiang, dengan tujuan untuk mengontrol atau membantu mereduksi penurunan (settlement) dari struktur yang dibangun di atas tanah yang bertekanan tinggi (marginal soil).
2.1.1 Jenis-Jenis Tiang Pondasi 2.1.1.1 Jenis Tiang Berdasarkan Bahan Materialnya Berdasarkan bahan materialnya, tiang dibagi kedalam beberapa kategori, yaitu tiang baja (steel piles), tiang beton (concrete piles), tiang kayu (wooden/timber piles), dan tiang komposit (composite piles). a)
Tiang Baja (Steel Piles) Pada tiang pancang dengan material baja, tiang yang umumnya digunakan yakni tiang pipa (pipe piles) dan tiang baja berpenampang-H (rolled steel H-section piles). Pada tiang pipa, proses pemancangan dapat berlangsung dengan keadaan ujung yang terbuka atau tertutup. Kapasitas struktur yang diijinkan untuk tiang baja adalah Qijin=As.σijin
Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
(2.1) 2-2
Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
Keterangan As
= luaspenampang baja
σijin
= tegangan izin baja
Dengan mengacu pada pertimbangan geoteknik, jika desain beban untuk sebuah pile ditentukan, sebaiknya selalu periksa agar Qdesain tidak melebihi Qijin. Selanjutnya, masalah yang biasanya dihadapi bahan baja ini ialah, masalah korosi. Pada tanah rawa, peats, dan tanah organik lainnya, tiang baja akan lebih mudah untuk ber-korosi. Sebaliknya, pada tanah dengan PH > 7 maka sifat korosif jarang muncul. Untuk menghindari efek korosi, umumnya dianjurkan untuk menambah ketebalan baja atau dengan melapisi tiang dengan lapisan epoxy.
b)
Tiang Beton (Concrete Piles) Tiang pancang dengan material beton yang biasanya banyak dipakai di lapangan yakni tiang beton pracetak (precast piles). Pada tiang beton pracetak ini, berdasarkan cara penulangannya dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yakni tiang beton pracetak dengan penulangan biasa (precast reinforcement concrete pile) dan tiang beton pracetak prategang (precast prestressed concrete pile), yang menggunakan kabel baja prategang berkekuatan tinggi dan ultimate strength-nya, fult, berkisar antara 1705 MPa sampai 1860 MPa.
c)
Tiang Kayu (Wooden/Timber Piles) Selain bahan baja dan beton, material yang sudah lama sekali dipakai sebagai tiang pancang yakni tiang dengan bahan kayu. Bahkan kayu merupakan cara tertua dalam penggunaan tiang pancang sebagai pondasi. Panjang maksimum tiang kayu umumnya sekitar 10-20 m.
Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
2-3
Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
d)
Tiang Komposit Sebuah tiang komposit biasanya menggunakan dua jenis material. Sebagai contoh, sebuah tiang pipa baja yang diisi dengan beton. Pada tiang dengan jenis seperti ini, kapasitas tahanannya dalam menahan beban diatasnya akan meningkat karena berat tiang yang lebih besar. Selain itu, kemampuannya dalam menahan momen dan geser pun juga meningkat dengan adanya beton di dalam tiang baja tersebut.
2.1.1.2 Jenis Tiang Berdasarkan Panjang dan Mekanisme Transfer Beban Selain diklasifikasikan berdasarkan material yang membuatnya, tiang pancang juga dibagi ke dalam tiga kategori berdasarkan panjang tiang dan mekanisme transfer bebannya pada struktur. Ketiga kategori ini yaitu: a)
Point Bearing Piles Jika lapisan batu keras (bedrock) berada pada kedalaman yang layak berdasarkan hasil catatan tes boring tanah, maka tiang dapat dimasukkan ke tanah sampai mencapai lapisan batuan keras (Gambar 2.1a). Dalam kasus ini kapasitas ultimate dari tiang seluruhnya, hanya bergantung pada kapasitas daya dukung lapisan batuan keras tersebut, sehinnga tiang seperti ini disebut point bearing piles. Namun, apabila pada lokasi konstruksi ditemukan lapisan tanah keras saja yang juga terdapat pada kedalaman yang terjangkau, maka tiang dapat dimasukkan beberapa meter ke dalam lapisan tanah keras (Gambar 2.1b). Untuk jenis point bearing piles, daya dukung ultimate-nya dinyatakan sebagai Qu=Qp + Qs Dimana
(2.2)
Qp = beban yang dipikul pada ujung tiang (kapasitas ujung) Qs = beban yang dipikul oleh gesekan pada sisi tiang (kapasitas friksi)
Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
2-4
Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
Dan apabila Qs sangat kecil maka; Qu≈Qp
(2.3)
Dalam kasus ini, panjang tiang yang diperlukan dapat dihitung secara akurat berdasarkan data hasil eksplorasi tanah. Qs dan Qu dijelaskan pada Gambar 2.1 di bawah ini.
Gambar 2.1 [(a) dan (b)] Point Bearing Piles; (c) Friction Pile Sumber: Das, Braja M., (Principles of Foundation Engineering, 1998), Figure 9.5
b)
Friction Piles Sesuai dengan namanya, Friction Piles berarti jenis tiang ini seluruh tahanannya diperoleh dari tahanan friksi.
Tiang jenis ini biasanya
digunakan pada tanah dengan lapisan batuan atau tanah keras terlalu dalam. Beban ultimate dari tiang ini dapat dinyatakan dengan persamaan seperti pada point bearing piles. Tetapi nilai Qp relatif sangat kecil, sehingga Qu≈Qs
(2.4)
Panjang friction piles tergantung pada kuat geser tanah, beban yang dipikul, dan ukuran tiang. Untuk menentukan panjang tiang, diperlukan pemahaman Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
2-5
Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
yang baik mengenai interaksi tanah dengan tiang, pertimbangan yang bagus, dan juga pengalaman.
c)
Compaction Piles Pada keadaan tertentu, tiang dipancang ke dalam lapisan pasir untuk mendapatkan pemadatan tanah yang hampir sama dengan bagian permukaan. Tiang jenis ini disebut compaction piles. Panjangnya bergantung pada faktor-faktor seperti: a) kepadatan relatif tanah sebelum kompaksi b) kepadatan relatif tanah yang diinginkan sesudah kompaksi c) panjang/kedalaman kompaksi yang diperlukan
2.1.2 Kapasitas Daya Dukung Tiang Terhadap Beban Aksial
Setelah mengetahui mengenai bermacam-macam tiang pancang, pengetahuan mengenai kapasitas pun diperlukan dalam proses pendesainan. Dalam subbab ini akan dibahas mengenai bagaimana memperkirakan daya dukung ultimate dari tiang terhadap beban aksial. Untuk memperkirakan kapasitas tiang tersebut terdapat tiga cara yang biasanya ditempuh, cara pertama yakni perkiraan kapasitas tiang tersebut dihitung berdasarkan data-data penyelidikan lapisan di bawah permukaan tanah atau penyelidikan tanah. Cara kedua, yaitu dengan test pembebanan, namun cara ini memerlukan biaya dan waktu yang juga tidak sedikit. Biasanya, cara ini dipakai dalam proses konstruksi dengan dimensi besar. Cara Ketiga yakni dengan metoda dinamik. Namun dalan pembuatan tugas akhir ini, penjelasan lebih lanjut hanya akan dijabarkan pada cara pertama saja. Kapasitas daya dukung tiang ultimate dari pondasi tiang pancang dapat diberikan dengan persamaan yang sederhana, yaitu: Qu=Qp + Qs – W Keterangan
(2.5)
Qu = kapasitas tiang ultimate Qp = kapasitas ujung tiang (daya dukung terpusat tiang)
Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
2-6
Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
Qs = tahanan friksi (gaya geser dinding tiang) W = berat tiang, umumnya diabaikan 2.1.2.1 Kapasitas Ujung Tiang (Qp) Secara umum, kapasitas daya dukung ultimate dinyatakan dengan persamaan qu =cNc + qNq +γBNγ
(2.6)
Dimana Nc,Nq,Nγ adalah faktor kapasitas daya dukung temasuk faktor bentuk dan kedalaman. Pada Gambar 2.2 terlihat bahwa lebar tiang (D) relative kecil, sehingga persamaan γBNγ dapat diabaikan dan q yang dipakai adalah tegangan vertikal efektif (q’). qu= qp = cNc +q’Nq
(2.7)
Jadi, kapasitas ujung tiang dapat dinyatakan sebagai berikut : Qp = Apqp = Ap(cNc + q’Nq) Keterangan
(2.8)
Ap = luas penampang ujung tiang c = kohesi tanah yang mendukung ujung tiang qp = unit tahanan ujung q’ = tegangan vertical efektif pada level ujung tiang.
Nc, Nq = factor kapasitas daya dukung Kapasitas ujung tiang dapat diilustrasikan pada Gambar 2.2 berikut.
Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
2-7
Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
Gambar 2.2 (a) Kapasitas Daya Dukung Tiang; (b) dan (c) Potongan Melintang Tiang a) Kapasitas Ujung Tiang pada Pasir Pada tanah pasir (c = 0), maka persamaan diatas menjadi, Qp = Apqp = Apq’Nq
(2.9)
Kapasitas daya dukung ujung tiang (qp) pada tanah pasir umumnya bertambah dan mencapai maksimum pada saat rasio pemancangan Lb/D=( Lb/D)cr. Nilai Lb mendekati kedalaman aktual pemancangan tiang (L) karena diasumsikan tanah bersifat homogen. Setelah rasio pemancangan kritis (Lb/D)cr terlampaui, nilai qp menjadi suatu nilai konstan. Nilai maksimum qp : -
Menurut Meyerhoff : qp ≤ 50 Nq tan Φ (kN/m2)
-
Menurut Tomlinson : qp ≤ 10700 (kN/m2)
-
Menurut Coduto
: qp = 57.5 N60 < 2900 kN/m2 (untuk
tiang bor berdasarkan penurunan sebesar 5% dari diameter) -
Nilai qp mencapai maksimum pada kedalaman L=10-20 Diameter. Panjang penetrasi minimum 5 diameter.
Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
2-8
Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
2.1.2.2 Tahanan Friksi Tahanan friksi dari suatu tiang dapat didefinisikan sebagai Qs = Σp∆Lf Keterangan
(2.10)
p = keliling penampang tiang = πD ∆L = pertambahan panjang tiang dimana p dan f konstan f
a)
= unit tahanan friksi pada kedalaman z Tahanan Friksi pada Tanah Pasir Berdasarkan Standard Penetration Test (SPT), Meyerhoff (1976) memberikan rumusan untuk mencari unit tahanan friksi rata-rata untuk tiang pancang high displacement sebagai berikut: fav (kN/m2) = 2 N
(2.11)
Dan untuk tiang pancang low-displacement fav (kN/m2) = N
(2.12)
dimana N = nilai rata-rata SPT (yang telah dikoreksi) Sehingga tahanan friksi pada tanah pasir menjadi Qs = pLfav
(2.13)
2.1.3 Negative Skin Friction Tahanan friksi negatif (negative skin friction) merupakan gaya gesek menurun yang terjadi pada sisi-sisi tiang oleh tanah di sekitarnya. Hal ini dapat terjadi dikarenakan oleh beberapa kondisi, diantaranya adalah : 1) Jika suatu timbunan tanah lempung diletakkan di atas lapisan tanah pasir dimana tiang dipancangkan, maka timbunan akan mengalami konsolidasi
Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
2-9
Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
secara bertahap. Proses konsolidasi ini akan memberikan gaya gesek menurun pada tiang selama periode konsolidasi. 2) Jika suatu timbunan tanah pasir diletakkan di atas lapisan tanah lempung, maka akan mengakibatkan terjadinya konsolidasi pada lapisan lempung dan akan timbul gaya gesek menurun pada tiang. 3) Penurunan muka air tanah akan meningkatkan tegangan vertikal efektif tanah, sehingga menyebabkan penurunan konsolidasi pada tanah lempung. Jika tiang berada pada lapisan lempung, maka tiang akan mengalami gaya gesek menurun. Besarnya nilai tahanan friksi negatif pada tanah pasir dan tanah lempung dihitung seperti tahanan friksi positif, hanya bernilai negatif. Negative Skin Friction dapat dijelaskan pada Gambar 2.3 di bawah ini.
Gambar 2.3 Negative Skin Friction Sumber: Das, Braja M., (Principles of Foundation Engineering, 1998), Figure 9.48
2.1.4 Kapasitas Ijin Tiang Rumusan untuk menghitung kapasitas ijin tiang, adalah sebagai berikut: Qijin =
Keterangan
Qu
Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
Qu − Qn FS
(2.14)
= kapasitas tiang ultimate = Qp + Qn 2-10
Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
Qn FS
= tahanan friksi negatif (negative skin friction) = faktor keamanan
Besarnya faktor keamanan umumnya berkisar antara 2.5 sampai 4, tergantung ketidaktentuan perhitungan kapasitas tiang ultimate.
Sedangkan Van der Veen memberikan rumusan sebagai berikut : Q p + Qs Q ijin = − (Qs + Qn ) FS1
(2.15)
atau Qijin =
Q p + Qs FS 2
(2.16)
V.N.S. Murthy (1992) dalam bukunya Soil Mechanics & Foundation Engineering memberikan rumusan untuk faktor keamanan sebagai berikut: Qijin =
Q p + Qs 2.5
(2.17)
dan pada kasus dimana nilai Qp dan Qs dapat dicari secara bebas, beban ijin dapat dinyatakan dengan rumus : Qijin =
Qp 3
+
Qs 1.5
(2.18)
nilai FS = 1.5 diijinkan untuk skin friction karena nilai peak dari tahanan friksi pada tiang terjadi pada settlement 3-8 mm.
2.1.5
Kapasitas Daya Dukung Tiang Terhadap Beban Lateral
2.1.5.1 Hipotesis Winkler Kebanyakan solusi teoritis untuk beban lateral dari tiang mengacu pada konsep yang diajukan oleh Winkler (1867). Konsep yang diajukan berupa asumsi bahwa medium tanah dianggap sebagai sejumlah (tidak terbatas) pegas relatif bebas yang berjarak dan tertutup. Konsep Winkler dapat dijelaskan pada Gambar 2.4, 2.5, dan 2.6 di bawah ini.
Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
2-11
Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
Gambar 2.4 Beam pada fondasi elastis menurut Winkler (1867)
Gambar 2.5 Permodelan Spring pada idealisasi Winkler (1867)
Gambar 2.6 Defleksi tiang dengan beban lateral menurut Winkler (1867)
Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
2-12
Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
Asumsi yang digunakan yaitu beam didukung oleh tanah. Pada model Winkler, dimodelkan medium tanah elastis sebagai seri pegas elastis yang disusun berdekatan, tak berhingga dan bersifat independent. 2.1.5.2 Beban Lateral Tiang Pada Tanah Pasir Dalam menganalisis perhitungan momen dan perpindahan dari tiang vertikal terhadap beban lateral dan momen pada permukaan tanah, terdapat solusi umum yang ditawarkan oleh Matlock dan Reese (1960). Solusi tersebut mengacu pada model sederhana yang diajukan Winkler. Dimisalkan sebuah tiang dengan panjang L menerima gaya lateral Qg dan momen Mg pada permukaan tanah (yaitu, pada z=0). Konsep dasar umum bentuk defleksi tiang dan tahanan tanah yang disebabkan oleh adanya beban dan momen tersebut. Dengan mengacu pada model sederhana Winkler, maka dapat dinyatakan, p' k= atau p' = −kx x
keterangan
(2.19)
k = modulus subgrade p’ = tekanan pada tanah (kN/m) x = defleksi (m)
Modulus subgrade untuk tanah pasir pada kedalaman z dapat dihitung dengan kz = nhz keterangan
(2.20)
nh = konstanta modulus subgrade horizontal
Dengan menggunakan teori balok pada pondasi elastik, dapat ditulis bahwa d 4x = p' dz 4
(2.21)
d 4x + kx = 0 dz 4
(2.22)
EpI p atau EpI p
keterangan Ep = modulus Young dari material tiang Ip = momen inersia dari potongan melintang tiang Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
2-13
Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
Sehingga solusi dari hasil persamaan di atas dapat dinyatakan sebagai berikut : •
Defleksi tiang pada kedalaman tertentu [xz(z)] x z ( z ) = Ax
•
•
•
EpI p
+ Bx
M gT 2 EpI p
(2.23)
Sudut tiang pada kedalaman tertentu [θz(z)]:
θ z ( z ) = Aθ •
Qg T 3
Qg T 2 EpI p
+ Bθ
M gT EpI p
Momen Tiang pada kedalaman tertentu [Mz(z)]: M z (z ) = Am Q g T + B m M g
Gaya geser pada tiang dengan kedalaman tertentu [Vz(z)]: Mg V z ( z ) = Av Q g + Bv T Reaksi tanah pada kedalaman tertentu [p’z (z)]: Qg Mg p' z ( z ) = Ap ' + B p' 2 T T
(2.24)
(2.25)
(2.26)
(2.27)
dimana Ax, Bx, Aθ, Bθ, Am, Bm, Av, Bv, Ap’, Bp’, adalah koefisien dan T=panjang karakteristik dari interaksi tanah tiang
T =5
EpI p nh
(2.28)
Apabila panjang tiang, L ≥ 5T, maka disebut long pile, dan koefisien pada persamaan (2.23) sampai (2.27) dapat dilihat pada Tabel 2.1. Sedangkan untuk L ≤ 2T, tiang dinamakan rigid pile. Nilai Z pada Tabel 2.1 merupakan kedalaman nondimensional, atau
Z=
Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
z T
(2.29)
2-14
Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
Tabel 2.1 Koefisien untuk Tiang Panjang, kz =nh z (R.J.Woodwood, W.S.Gardner, dan D.M.Greer,1972) Z
Ax
Aθ
Am
Av
A'p
Bx
Bθ
Bm
Bv
B'p
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 3 4
2.435 2.273 2.112 1.952 1.796 1.644 1.496 1.353 1.216 1.086 0.962 0.738 0.544 0.381 0.247 0.142 -0.075 -0.05
-1.623 -1.618 -1.603 -1.578 -1.545 -1.503 -1.454 -1.397 -1.335 -1.268 -1.197 -1.047 -0.893 -0.741 -0.596 -0.464 -0.04 0.052
0 0.1 0.198 0.291 0.379 0.459 0.532 0.595 0.649 0.693 0.727 0.767 0.772 0.746 0.696 0.628 0.225 0
1 0.989 0.956 0.906 0.84 0.764 0.677 0.585 0.489 0.392 0.295 0.109 -0.056 -0.193 -0.298 -0.371 -0.349 -0.106
0 -0.227 -0.422 -0.586 -0.718 -0.822 -0.897 -0.947 -0.973 -0.977 -0.962 -0.885 -0.761 -0.609 -0.445 -0.283 0.226 0.201
1.623 1.453 1.293 1.143 1.003 0.873 0.752 0.642 0.54 0.448 0.364 0.223 0.112 0.029 -0.03 -0.07 -0.089 -0.028
-1.75 -1.65 -1.55 -1.45 -1.351 -1.253 -1.156 -1.061 -0.968 -0.878 -0.792 -0.629 -0.482 -0.354 -0.245 -0.155 0.057 0.049
1 1 0.999 0.994 0.987 0.976 0.96 0.939 0.914 0.885 0.852 0.775 0.688 0.594 0.498 0.404 0.059 -0.042
0 -0.007 -0.028 -0.058 -0.095 -0.137 -0.181 -0.226 -0.27 -0.312 -0.35 -0.414 -0.456 -0.477 -0.476 -0.456 -0.213 0.017
0 -0.145 -0.259 -0.343 -0.401 -0.436 -0.451 -0.449 -0.432 -0.403 -0.364 -0.268 -0.157 -0.047 0.054 0.14 0.268 0.112
5
-0.009
0.025
-0.033
0.015
0.046
0
-0.011
-0.026
0.029
-0.002
From Drilled Pier Foundations, by R.J. Woodwood, W.S. Gardner, and D.M. Greer. Copyright 1972 by McGraw-Hill. Used with the permission of McGraw-Hill Book Company
2.1.5.3 Kurva p-y pada Tanah Pasir
Kapasitas lateral dari tiang yang dihitung menggunakan metode subgrade reaction dapat dikembangkan menggunakan metode kurva p-y (Matlock, 1970; Reese dan Welch, 1975; Bhushan et al, 1979). Pada sub bab ini akan dijelaskan dasar-dasar dari kurva p-y dan kemudian prosedur pembuatan kurva p-y. Gambaran secara numerik dari modulus tanah dapat dijelaskan dengan baik oleh sekumpulan kurva yang menunjukkan reaksi tanah p sebagai fungsi dari defleksi y (Reese dan Welch, 1975). Secara umum, kurva-kurva tersebut adalah non linear dan bergantung pada beberapa parameter seperti kedalaman, kuat geser tanah, dan jumlah beban siklik (Reese, 1977).
Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
2-15
Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
Konsep dari kurva p-y dapat dilihat pada Gambar 2.7. Kurva-kurva tersebut diasumsikan mengikuti beberapa karakteristik sebagai berikut: a. Satu set kurva p-y mewakilkan deformasi lateral dari tanah akibat dari beban yang diberikan secara horizontal pada bagian-bagian tiang yang diskrit secara vertikal pada tiap kedalaman. b.Kurva p-y tidak tergantung pada bentuk dan kekakuan dari tiang dan tidak dipengaruhi oleh beban di atas dan di bawah bagian diskrit tanah pada kedalaman tertentu. Asumsi ini tentu tidak sepenuhnya benar. Tetapi pengalaman menunjukkan bahwa defleksi tiang pada suatu kedalaman, untuk keperluan praktis, dapat diasumsikan hanya tergantung pada reaksi tanah pada kedalaman tersebut. Oleh karena itu tanah dapat digantikan oleh suatu karakteristik p-y yang diskrit yang ditunjukkan pada Gambar 2.7.b. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7.a, sekumpulan kurva p-y dapat mewakili deformasi tanah dengan kedalaman untuk suatu batas-batas tekanan lateral yang berubah mulai dari nol sampai dengan tegangan yang menyebabkan tanah runtuh. Gambar 2.7 menunjukkan bentuk tiang yang terdefleksi (Gambar 2.7.c) dan kurva p-y yang digambarkan pada suatu axis (Gambar 2.7.b). Sejak sekitar tahun 1980an, kurva p-y digunakan secara luas untuk perencanaan tiang yang dibebani secara lateral dan telah diadopsi oleh API Recommended Practice (1982).
Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
2-16
Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
Gambar 2.7 Kurva p-y dan representasi dari pile yang terdefleksi (a) bentuk kurva di beberapa kedalaman, (b) kurva diplot pada sumbu-sumbu yang sama (c) representasi tiang yang terdefleksi S. Prakash (Pile Foundations in Engineering Practice, 1989)
Setelah kurva p-y dibuat untuk suatu sistem tanah dan tiang, permasalahan tiang yang dibebani secara lateral dapat diselesaikan dengan cara iterasi yang mengikuti cara-cara sebagai berikut:
Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
2-17
Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
a. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hitung T atau R untuk suatu sistem tanah dan tiang dengan nilai nh atau k yang diperkirakan atau telah diberikan. b.Dengan T atau R yang telah dihitung dan ditambahkan beban lateral Qg dan momen Mg, tentukan defleksi y sepanjang tiang menggunakan metode Reese dan Matlock (1956). c. Dari defleksi yang telah dihitung pada langkah sebelumnya, tentukan tekanan lateral p dengan kedalaman dari kurva p-y yang telah dibuat sebelumnya. 1
k (a) n h = x
⎛ EI ⎞ 5 T = ⎜⎜ ⎟⎟ untuk modulus bertambah terhadap kedalaman ⎝ nh ⎠
(b) k1 = k
⎛ EI ⎞ 4 R = ⎜ ⎟ untuk modulus tetap terhadap kedalaman ⎝ k ⎠
1
Kemudian bandingkan nilai T atau R dengan nilai yang didapatkan pada langkah (a). Bila tidak sama maka lakukan percobaan kedua seperti yang dijelaskan selanjutnya. d.Asumsikan k atau nh mendekati hasil yang didapat dari langkah (c). Kemudian ulangi langkah (b) dan (c) sehingga mendapatkan T atau R yang baru. Lanjutkan proses sampai hasil perhitungan dan nilai dari asumsi sama. Kemudian defleksi dan pergerakan sepanjang tiang dapat dibuat dengan nilai akhir dari T atau R.
Langkah-Langkah Pembuatan Kurva p-y untuk Tiang pada Tanah Pasir Solusi permasalahan tiang dengan beban lateral dapat sangat terbantu dengan membuat perkiraan kurva p-y. Bila telah diperkirakan, persamaan (2.23) dapat dipecahkan untuk mendapatkan defleksi, rotasi tiang, momen lentur, gaya geser, dan reaksi tanah pada beban apapun yang dapat didukung oleh tiang. Kurva p-y pada tanah pasir didapatkan dari langkah-langkah berikut (Reese et.al., 1974):
Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
2-18
Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
a.
Gunakan nilai sudut geser dalam (φ) dan berat (γ) representatif dari tanah di lapangan.
b.
Hitung faktor-faktor berikut:
α = 12 φ
(2.30)
β = 45 + α
(2.31)
K o = 0,4
(2.32)
K A = tan 2 (45 − 12 φ )
(2.33)
⎡ k x tan φ sin β ⎤ tan β p cr = γx ⎢ o + ( B + x tan β tan α ) + K o x tan β (tan φ sin β − tan α ) − K A B ⎥ ⎣ tan( β − φ ) cos α tan( β − φ ) ⎦
(2.34) p cd = K A Bγx(tan 8 β − 1) + K o Bγx tan φ tan 4 β
(2.35)
pcr dapat digunakan untuk kedalaman dari permukaan tanah sampai kedalaman kritis x, dan pcd dapat digunakan di bawah kedalaman kritis. Nilai dari kedalaman kritis didapatkan dengan mengeplot pcr dan pcd dengan kedalaman x pada skala yang biasa. Titik perpotongan dari dua kurva akan memberikan x seperti yang didapatkan pada Gambar 2.8 berikut.
Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
2-19
Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
Gambar 2.8 (a) Mendapatkan Nilai xr, perpotongan pcr dan pcd, (b) Pembuatan Kurva p-y S. Prakash (Pile Foundations in Engineering Practice, 1989)
c. Pertama pilih suatu kedalaman yang akan digambar kurva p-y nya. Bandingkan kedalaman tersebut (x) dengan kedalaman kritis (xr) yang didapatkan dari langkah (b) dan tentukan kecocokan dengan pcr dan pcd. Kemudian gunakan perhitungan untuk kurva p-y sebagai berikut. Langkah-langkah berikut mengacu pada Gambar 2.8b. d. Pilih nh yang cocok dari Tabel 2.4. Hitung faktor berikut: p m = B1 p c
(2.36)
Dengan B1 diambil dari Tabel 2.5 dan pc dari persamaan (2.34) untuk kedalaman di atas titik kritis dan dari persamaan (2.35) untuk kedalaman di bawah titik kritis. Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
2-20
Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
B 60 Dengan B adalah lebar tiang. p u = A1 p c ym =
Dan dengan A1 diambil dari Tabel 2.5. 3B yu = 80 m=
pu − p m yu − ym pm my m
n=
C=
1
1
(2.39)
(2.40)
(2.42)
m
⎛ C ⎞ ⎟⎟ yk = ⎜⎜ n x ⎝ h ⎠ p = Cy
(2.38)
(2.41)
pm
(ym )
(2.37)
n
( n−1)
n
(2.43)
(2.44)
Tentukan yk pada axis y pada Gambar 2.8. Tukarkan nilai yk tersebut sebagai y pada persamaan(2.44) untuk menentukan nilai p. Nilai p ini akan menentukan titik k. Hubungkan titik k dengan titik asal O, membentuk garis OK pada Gambar 2.8 Tentukan titik m untuk nilai ym dan pm dari persamaan (2.37) dan (2.36). Kemudian gambarkan parabola diantara titik k dan m menggunakan persamaan (2.40). Tentukan titik u dari nilai yu dan pu dari persamaan (2.39) dan (2.38). Hubungkan m dan u dengan garis lurus. e. Ulangi langkah-langkah di atas untuk berbagai kedalaman untuk mendapat kurva p-y untuk tiap kedalaman di bawah permukaan tanah.
Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
2-21
Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
Tabel 2.2 Perkiraan Nilai nh . Soil Type Granular
Value nh
ranges from 1.5 to 200 lb/in3, is generally in the range from 10 to 100 lb/in3, and is approximately proportional to relatif density
Normally loaded Organic silt
nh
ranges from 0.4 to 3.0 lb/in3
Peat
nh
is approximately 0.2 lb/in3
cohesive soil
nh
is approximately 67 Su where Su is the undrained shear strength of the soil
* After Davisson, 1970 Sumber: S. Prakash (Pile Foundations in Engineering Practice,1989), Table 4.16a
Tabel 2.3 Nilai Kofisien A1 dan B1 x/B
A1
Static Cyclic Static 1 2 3 4 0.0 2.85 0.77 2.18 0.2 2.72 0.85 2.02 0.4 2.6 0.93 1.9 0.6 2.42 0.98 1.8 0.8 2.2 1.02 1.7 1.0 2.1 1.08 1.56 1.2 1.96 1.1 1.46 1.4 1.85 1.11 1.8 1.6 1.74 1.08 1.24 1.8 1.62 1.06 1.15 2.0 1.5 1.05 1.04 2.2 1.4 1.02 0.96 2.4 1.32 1 0.88 2.6 1.22 0.97 0.85 2.8 1.15 0.96 0 3.0 1.05 0.95 0.75 3.2 1 0.93 0.68 3.4 0.95 0.92 0.64 3.6 0.94 0.91 0.61 3.8 0.91 0.9 0.56 4.0 0.9 0.9 0.53 4.2 0.89 0.89 0.52 4.4 to 4.8 0.89 0.89 0.51 5 and more 0.88 0.88 0.5 * All these values have been obtained from the curve provided by Reese et al. (1974)
B1 Cyclic 5 0.5 0.6 0.7 0.78 0.8 0.84 0.86 0.86 0.86 0.84 0.83 0.82 0.81 0.8 0.78 0.72 0.68 0.64 0.62 0.6 0.58 0.57 0.56 0.55
Sumber: S. Prakash (Pile Foundations in Engineering Practice, 1989), Table 6.5
Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
2-22
Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
2.1.5
Efek Instalasi Tiang Terhadap Nilai ф
Nilai ф yang digunakan pada perhitungan tahanan ujung dan tahanan friksi untuk tanah tak berkohesi (cohensioless soil) bergantung pada metode instalasi tiang. Pada kasus tiang yang dipancang, tanah terkompaksi sampai jarak 3.5D dari ujung tiang, sehingga menyebabkan penambahan nilai ф di bawah daerah ini. Jika ф2 adalah nilai maksimum ф pada ujung tiang, dan ф1 adalah nilai ф sebelum instalasi, maka dapat dinyatakan
bahwa (Kishida, 1967)
φ2 =
φ1 + 40 0
(2.45)
2
Apabila ф1 = 400, maka tidak ada perubahan kepadatan
elative dari tanah akibat
pemancangan tiang. Kishida juga memberikan hubungan antara ф dengan nilai N dari SPT sebagai berikut:
φ = 15 0 + 20 N
(2.46)
Sedangkan Tomlinson (1986) memberikan pendapat bahwa pasir tidak selalu mengalami kompaksi, sebagai contoh pasir lepas (loose sand). Nilai ф yang digunakan dalam desain harus menunjukkan kondisi in-situ yang hanya ada sebelum pemancangan. 2.1.6
Tiang Grup
Dalam beberapa kasus, tiang-tiang digunakan dalam bentuk grup untuk meneruskan beban struktur ke dalam tanah, seperti terlihat pada Gambar 2.9. Di atas tiang grup dibangun sebuah pile cap atau poer. Pada kebanyakan kasus, pier menyentuh permukaan tanah (Gambar 2.9a), tetapi bisa juga berada di atas permukaan tanah, seperti dalam pembangunan platform lepas pantai (Gambar 2.9b). Pada kelompok tiang, daerah yang menerima tegangan menjadi lebih lebar dan lebih dalam. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya keruntuhan ataupun penurunan keruntuhan yang sangat besar. Penentuan kapasitas daya dukung tiang grup merupakan masalah yang cukup kompleks dan belum sepenuhnya terpecahkan. Pada saat tiangtiang diletakan berdekatan antara satu dengan yang lainnya, dapat diasumsikan akan Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
2-23
Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
terjadi overlap pada tegangan dan akan mengurangi kapasitas daya dukung tiang. Idealnya, tiang-tiang dalam grup harus diberi jarak sedemikian rupa sehingga kapasitas daya dukung grup tidak kurang dari jumlah kapasitas daya dukung tiang individu. Mengacu pada BS 8004 (Tomlinson,1995), jarak minimal antar pusat tiang untuk tiang berbentuk lingkaran adalah tiga kali diameter tiang. Dalam prakteknya, jarak antar pusat tiang (d) minimal 2,5D dan umumnya dibuat 3-3,5D. Efisiensi kapasitas beban daya dukung tiang grup dapat dinyatakan sebagai
η=
Qg
∑Q
(2.47)
u
Dimana η = efisiensi grup Qg(u) = kapasitas beban daya dukung ultimate tiang grup Qu = kapasitas beban daya dukung ultimate tiap tiang tanpa adanya efek grup
Gambar 2.9 Tiang Grup Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
2-24
Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
2.1.7.1 Tiang Grup Pada Tanah Pasir
Jika tiang-tiang berperan sebagai blok, dengan dimensi Lg x Bg x L, kapasitas friksi dapat diberikan sebagai favpgL≈Qg(u). Dimana pg = keliling potongan blok = 2(n1+n2-2) d + 4D, dan fav = tahanan unit friksi rata-rata. Sedangkan untuk individu tiap tiang, Qu = pLfav, dengan p = keliling potongan tiap tiang. Sehingga,
η=
Qg (u )
∑Q
=
u
=
f av [2(n1 + n2 − 2)d + 4 D]L n1 n2 pLf av
(2.48)
2(n1 + n 2 − 2)d + 4 D pn1 n 2
Jadi, ⎡ 2( n + n 2 − 2) d + 4 D ⎤ Qg (u ) = ⎢ 1 ⎥ ∑ Qu pn1 n2 ⎦ ⎣
(2.49)
Jika jarak antar pusat (center to center) besar, akan menghasilkan η > 1. Pada kasus ini tiang berperan sebagai individu. Sehingga dalam prakteknya, jika η < 1, maka Qg(u) =η ∑ Qu , dan jika η ≥ 1 , maka Qg(u) = ΣQu. Converse-Labarre equation memberikan persamaan yang lain dalam desain, yaitu: ⎡ (n1 − 1)n2 + (n 2 − 1)n1 ⎤ ⎥θ 90n1 n 2 ⎦ ⎣
η = 1− ⎢
(2.50)
Dimana θ(deg) = tan -1 (D/d)
Berdasarkan eksperimen lapangan, diadapatkan bahwa untuk driven pile grup pada tanah pasir dengan d ≥ 3D, harga Qg(u) bisa diambil sama dengan ΣQu. Ini termasuk tahanan friksi dan kapasitas daya dukung ujung tiang individu.
Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
2-25
Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
2.2 Metode Elemen Hingga
Metode elemen hingga merupakan suatu prosedur numerik untuk menyelesaikan suatu model matematik dari satu masalah fisik (physical problem). Model fisik tersebut akan dibagi-bagi ke dalam beberapa elemen hingga yang disebut diskritisasi (discretization). Dalam analisis struktur, metoda elemen hingga dianggap mampu memberikan pendekatan solusi secara numerik dimana struktur dengan derajat kebebasan tak hingga disederhanakan dengan diskretisasi dalam elemen-elemen kecil yang umumnya memiliki geometri lebih sederhana dengan derajat kebebasan tertentu (berhingga), sehingga lebih mudah dianalisis. Elemen-elemen kecil dari hasil model fisik yang telah terbagi-bagi disebut mesh. Titik persilangan dari garis-garis elemen ini dinyatakan sebagai nodal. Pada nodal tersebut diberlakukan syarat keseimbangan dan kompatibilitas. Dengan menerapkan prinsip energi, disusun matriks kekakuan untuk tiap elemen dan kemudian diturunkan persamaan keseimbangannya pada tiap nodal dari elemen diskret sesuai dengan kontribusi elemennya. Masing-masing elemen memiliki sifat-sifat konstitutif dan fisik tersendiri yang bisa dinyatakan dalam suatu persamaan-persamaan elemen. Persamaan-persamaan tersebut bisa dinyatakan dalam bentuk notasi matriks sebagai : [k] {q} = {Q}
(2.51)
dimana : [k] = matriks kekakuan elemen {q} = vektor perpindahan nodal-nodal {Q}= vektor parameter gaya nodal-nodal Untuk analisis yang memanfaatkan hubungan tegangan-regangan tanah nonlinear sebagai fungsi hiperbolik, [k] adalah: [k] = ∫[B]T[C][B]dV
(2.52)
di mana [C] adalah matriks tegangan-regangan.
Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
2-26
Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
Untuk masalah-masalah dua dimensi yang mengasumsikan model memiliki geometri dan pembebanan yang tidak berubah banyak pada arah longitudinal (plane strain), teori elastisitas menyatakan hubungan tegangan-regangan sebagai:
⎡ ⎧σ x ⎫ ⎢1 − μ μ 0 ⎪ ⎪ ⎢ E 0 ⎨σ y ⎬ = ⎢μ 1 − μ ⎪ ⎪ (1 + μ )(1 − 2μ ) ⎢ 1 − 2μ ⎩τ xy ⎭ 0 ⎢0 2 ⎣
⎤ ⎥ ⎧ε x ⎫ ⎥⎪ ⎪ ⎥ ⎨ε y ⎬ ⎥ ⎪γ ⎪ ⎥ ⎩ xy ⎭ ⎦
(2.53)
Sehingga matriks [C] dalam persamaan {σ}=[C]{ε} adalah : ⎡ ⎢1 − μ μ 0 ⎢ E [C ] = μ 1− μ 0 (1 + μ )(1 − 2μ ) ⎢⎢ 1 − 2μ 0 ⎢0 2 ⎣
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦
(2.54)
Kemudian masalah-masalah yang melibatkan material padat yang mengelilingi suatu sumbu (solids of revolution) atau simetris terhadap sumbunya (axisymmetric solids) beserta pembebanannya, maka persamaan hubungan tegangan-regangan ialah:
μ μ 0 ⎤ ε ⎡1 − μ ⎧σ r ⎫ ⎥⎧ r ⎫ ⎢ μ μ 1 0 − ⎪σ ⎪ ⎥ ⎪⎪ε z ⎪⎪ ⎢ E ⎪ z⎪ ⎥⎨ ⎬ ⎢ ⎨ ⎬= 1− μ 0 ⎥ ⎪ε θ ⎪ ⎪σ θ ⎪ (1 + μ )(1 − 2μ ) ⎢ μ 1 2 − ⎥ ⎪⎩γ rz ⎪⎭ ⎢ simetris ⎪⎩τ rz ⎪⎭ 2 ⎦⎥ ⎣⎢
(2.55)
Matriks [C] untuk hubungan diatas adalah:
μ μ 0 ⎤ ⎡1 − μ ⎥ ⎢ 1− μ μ 0 ⎥ ⎢ E [c ] = ⎥ ⎢ 1− μ 0 (1 + μ )(1 − 2μ ) ⎢ ⎥ 1 − 2μ ⎥ ⎢ simetris 2 ⎦⎥ ⎣⎢
Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
(2.56)
2-27
Laporan Tugas Akhir– Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga
Setelah didapatkan persamaan [k]{q}={Q} untuk semua elemen, langkah selanjutnya adalah menggabungkan persamaan-persamaan tersebut untuk semua sistem. Hubungan kekakuan untuk keseluruhan sistem atau hubungan global dinyatakan dalam bentuk: [K]{r} = {R} dimana :
(2.57)
[K] = matriks kekakuan global {r} = vektor perpindahan nodal global {R} = vektor gaya nodal global
Suatu solusi menggunakan metode elemen hingga harus memperhatikan kondisikondisi berikut ini: a)
Keseimbangan antara gaya-gaya yang bekerja pada elemen dan tegangannya,
b)
Kompatibilitas secara geometris antara perpindahan dan regangan,
c)
Hukum-hukum konstitutif antara tegangan dan regangan.
Kondisi-kondisi batas geomatrik harus diikutkan ke dalam persamaan [K]{r}={R}. Solusi akhir dari persamaan tersebut akan memberikan parameter-parameter yang ingin kita ketahui seperti perpindahan, tegangan, dan regangan.
Berli Setiadi 15004137 Nina Purwanti 15004154
2-28