Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Energi Baru dan Terbarukan Apakah yang dimaksud dengan Energi Terbarukan? Energi terbarukan adalah sumber-sumber energi yang bisa habis secara alamiah. Energi terbarukan berasal dari elemen-elemen alam yang tersedia di bumi dalam jumlah besar, misal: matahari, angin, sungai, tumbuhan dsb. Energi terbarukan merupakan sumber energi paling bersih yang tersedia di planet ini. Ada beragam jenis energi terbarukan, namun tidak semuanya bisa digunakan di daerah-daerah terpencil dan perdesaan. Tenaga Surya, Tenaga Angin, Biomassa dan Tenaga Air adalah teknologi yang paling sesuai untuk menyediakan energi di daerah-daerah terpencil dan perdesaan. Energi terbarukan lainnya termasuk Panas Bumi dan Energi Pasang Surut adalah teknologi yang tidak bisa dilakukan di semua tempat. Sektor energi di Indonesia mengalami masalah serius, karena laju permintaan energi di dalam negeri melebihi pertumbuhan pasokan energi. Minyak mentah dan BBM sudah diimpor guna mengatasi permintaan yang melonjak dari tahun ke tahun sehingga ketahanan energi nasional rentan terhadap fluktuasi harga dan pasokan/permintaan minyak mentah dunia. Energi Baru dan Terbarukan (EBT) harus mulai dikembangkan dan dikuasai sejak dini, dengan mengubah pola fikir (mind-set) bukan sekedar sebagai energi alternatif dari bahan bakar fosil tetapi harus menjadi penyangga pasokan energi nasional dengan porsi EBT > 17 % pada tahun 2025 (Lampiran II Keppres no.5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional) berupa biofuel > 5 %, EBT lainnya > 5%, dan batubara cair > 2%, Gas bumi >30%dan Batubara > 33%. Pemerintah berkomitmen mencapai visi 25/25, yaitu pemanfaatan EBT 25% pada tahun 2025.
Laporan Akhir
Hal II -1
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Manfaat/kelebihan dari energi baru dan terbarukan:
Tersedia secara melimpah
Lestari tidak akan habis
Ramah lingkungan (rendah atau tidak ada limbah dan polusi)
Sumber energi bisa dimanfaatkan secara cuma-cuma dengan investasi teknologi yang sesuai
Tidak memerlukan perawatan yang banyak dibandingkan dengan sumber-sumber energi konvensional dan mengurangi biaya operasi.
Membantu
mendorong
perekonomian
dan
menciptakan
peluang
kerja„'Mandiri' energi tidak perlu mengimpor bahan bakar fosil dari negara ketiga
Lebih murah dibandingkan energi konvensional dalam jangka panjang
Bebas dari fluktuasi harga pasar terbuka bahan bakar fosil
Beberapa teknologi mudah digunakan di tempat-tempat terpencil
Distribusi Energi bisa diproduksi di berbagai tempat, tidak tersentralisir.
Kerugian/kekurangan dari energi baru dan terbarukan
Biaya awal besar
Kehandalan pasokan Sebagian besar energi terbarukan tergantung kepada kondisi cuaca.
Saat ini, energi konvensional menghasilkan lebih banyak volume yang bisa digunakan dibandingkan dengan energi terbarukan.
Energi tambahan yang dihasilkan energi terbarukan harus disimpan, karena
infrastruktur
belum
lengkap
agar
bisa
dengan
segera
menggunakan energi yang belum terpakai, dijadikan cadangan di negara-negara lain dalam bentuk akses terhadap jaringan listrik.
Kurangnya tradisi/pengalaman Energi terbarukan merupakan teknologi yang masih berkembang
Masing-masing energi terbarukan memiliki kekurangan teknis dan sosialnya sendiri. Minyak merupakan sumber energi utama di Indonesia. Pemakaiannya
terus meningkat baik untuk komoditas ekspor yang menghasilkan devisa
Laporan Akhir
Hal II -2
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
maupun untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Sementara cadangannya terbatas sehingga pengelolaannya harus dilakukan seefisien mungkin. Karena itu, ketergantungan akan minyak bumi untuk jangka panjang tidak dapat dipertahankan lagi sehingga perlu ditigkatkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan.
Energi Baru dan Terbarukan adalah energi yang pada umumnya berasal dari sumber daya nonfosil yang dapat diperbarui atau bisa dikelola dengan baik, maka sumber dayanya tidak akan habis. Di dalam bab ini akan dipaparkan secara teori (berdasarkan tinjauan pustaka) berkaitan dengan energi terbarukan, yaitu sebagai berikut : - Energi Solar/Surya - Energi Angin - Energi Biomassa - Energi Biofuel - Tenaga Air - Energi Panas Bumi - Energi Pasang Surut - Energi Ombak - Energi Bahan Bakar Nabati
2.2. Energi Solar/Surya Energi ini mempunyai peranan penting dalam pencapaian tujuan sosial, ekonomi, dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan, serta merupakan pendukung bagi kegiatan ekonomi nasional. Penggunaan energi di Indonesia meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Sedangkan, akses ke energi yang andal dan terjangkau merupakan pra-syarat utama untuk meningkatkan standar hidup masyarakat. Matahari terletak berjuta-juta kilometer dari Bumi (149 juta kilometer) akan tetapi menghasilkan jumlah energi yang luar biasa banyaknya. Energi yang dipancarkan oleh matahari yang mencapai Bumi setiap menit akan cukup untuk memenuhi kebutuhan energi seluruh penduduk manusia di planet kita selama satu tahun, jika bisa ditangkap dengan benar.
Laporan Akhir
Hal II -3
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Energi surya merupakan salah satu energi yang sedang giat dikembangkan saat ini oleh Pemerintah Indonesia. Sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai potensi energi surya yang cukup besar. Berdasarkan data penyinaran matahari yang dihimpun dari 18 lokasi di Indonesia, radiasi surya di Indonesia dapat diklasifikasikan berturutturut sebagai berikut: untuk kawasan barat dan timur Indonesia dengan distribusi penyinaran di Kawasan Barat Indonesia (KBI) sekitar 4,5 kWh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 10%; dan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Dengan demikian, potesi angin rata-rata Indonesia sekitar 4,8 kWh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Untuk memanfaatkan potensi energi surya tersebut, ada 2 (dua) macam teknologi yang sudah diterapkan, yaitu teknologi energi surya termal dan energi surya fotovoltaik. Energi surya termal pada umumnya digunakan untuk memasak (kompor surya), mengeringkan hasil pertanian (perkebunan, perikanan, kehutanan, tanaman pangan) dan memanaskan air. Energi surya fotovoltaik digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik, pompa air, televisi, telekomunikasi, dan lemari pendingin di Puskesmas dengan kapasitas total ± 6 MW.
2.2.1. Teknologi Energi Surya Fotovoltaik Energi surya fotofoltaik adalah upaya mengkonversi energi cahaya menjadi tenaga listrik dengan menggunakan modul fotovoltaik yang disebut dengan modul PV atau panel surya. Pemanfaatan energi surya fotovoltaik khususnya dalam bentuk SHS (solar home systems) sudah mencapai tahap semi komersial. Komponen utama suatu panel surya adalah:
Sel fotovoltaik yang mengubah penyinaran matahari menjadi listrik, masih impor, namun untuk laminating menjadi modul surya sudah dikuasai;
Laporan Akhir
Hal II -4
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Balance of system (BOS) yang meliputi controller, inverter , kerangka modul, peralatan listrik, seperti kabel, stop kontak, dan lain-lain, teknologinya sudah dapat dikuasai;
Unit penyimpan energi (baterai) sudah dapat dibuat di dalam negeri;
Peralatan penunjang lain seperti: inverter untuk pompa, sistem terpusat, sistem hibrid, dan lain-lain masih diimpor.
Kandungan lokal modul fotovoltaik termasuk pengerjaan enkapsulasi dan framing sekitar 25%, sedangkan sel fotovoltaik masih harus diimpor. Balance of System (BOS) masih bervariasi tergantung sistem desainnya. Kandungan lokal dari BOS diperkirakan telah mencapai diatas 75%.
Sasaran Pengembangan Fotovoltaik di Indonesia
Sasaran pengembangan energi surya fotovoltaik di Indonesia adalah sebagai berikut: Semakin berperannya pemanfaatan energi surya fotovoltaik dalam penyediaan energi di daerah perdesaan, sehingga pada tahun 2020 kapasitas terpasangnya menjadi 25 MW.
Semakin berperannya pemanfaatan energi surya di daerah perkotaan.
Semakin murahnya harga energi dari solar fotovoltaik, sehingga tercapai tahap komersial.
Terlaksananya produksi peralatan panel surya dan peralatan pendukungnya di dalam negeri yang mempunyai kualitas tinggi dan berdaya saing tinggi.
Strategi Pengembangan Fotovoltaik di Indonesia Strategi pengembangan energi surya fotovoltaik di Indonesia adalah sebagai berikut:
Mendorong pemanfaatan panel surya secara terpadu, yaitu untuk keperluan
penerangan
(konsumtif)
dan
kegiatan
produktif.
Mengembangan panel surya melalui dua pola, yaitu pola tersebar dan terpusat yang disesuaikan dengan kondisi lapangan. Pola tersebar diterapkan apabila letak rumah-rumah penduduk menyebar
Laporan Akhir
Hal II -5
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
dengan jarak yang cukup jauh, sedangkan pola terpusat diterapkan apabila letak rumah-rumah penduduk terpusat.
Mengembangkan pemanfaatan panel surya di perdesaan dan perkotaan.
Mendorong komersialisasi panel surya dengan memaksimalkan keterlibatan swasta.
Mengembangkan
industri
panel
surya
dalam
negeri
yang
berorientasi ekspor.
Mendorong terciptanya sistem dan pola pendanaan yang efisien dengan melibatkan dunia perbankan.
Program Pengembangan Fotovoltaik di Indonesia Program pengembangan energi surya fotovoltaik adalah sebagai berikut:
Mengembangkan panel surya untuk program listrik perdesaan, khususnya untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah yang jauh dari jangkauan listrik PLN.
Meningkatkan penggunaan teknologi hibrida, khususnya untuk memenuhi kekurangan pasokan tenaga listrik dari isolated PLTD.
Mengganti seluruh atau sebagian pasokan listrik bagi pelanggan Sosial Kecil dan Rumah Tangga Kecil PLN dengan SESF. Pola yang diusulkan adalah: 1. Memenuhi semua kebutuhan listrik untuk pelanggan S1 dengan batas daya 220 VA; 2. Memenuhi semua kebutuhan untuk pelanggan S2 dengan batas daya 450 VA; 3. Memenuhi 50 % kebutuhan listrik untuk pelanggan S2 dengan batas daya 900 VA; 4. Memenuhi 50 % kebutuhan untuk pelanggan R1 dengan batas daya 450 VA.
Mendorong penggunaan panel surya pada bangunan gedung, khususnya Gedung Pemerintah.
Mengkaji kemungkinan pendirian pabrik modul surya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan kemungkinan ekspor.
Laporan Akhir
Hal II -6
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Mendorong partisipasi swasta dalam pemanfaatan energi surya fotovoltaik.
Melaksanakan kerjasama dengan luar negeri untuk pembangunan panel surya skala besar.
Peluang Pemanfaatan Fotovoltaik Kondisi geografis Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau yang kecil dan banyak yang terpencil menyebabkan sulit untuk dijangkau oleh jaringan listrik yang bersifat terpusat. Untuk memenuhi kebutuhan energi di daerah-daerah semacam ini, salah satu jenis energi yang potensial untuk dikembangkan adalah energi surya. Dengan demikian, energi surya dapat dimanfaatkan untuk penyedian listrik dalam rangka mempercepat rasio elektrifikasi desa. Selain dapat digunakan untuk program listrik perdesaan, peluang pemanfaatan energi surya lainnnya adalah:
Lampu penerangan jalan dan lingkungan;
Penyediaan listrik untuk rumah peribadatan. Panel Surya sangat ideal untuk dipasang di tempat-tempat ini karena kebutuhannya relatif kecil. Dengan panel surya 100 /120Wp sudah cukup untuk keperluan penerangan dan pengeras suara;
Penyediaan listrik untuk sarana umum. Dengan daya kapasitas 400 Wp sudah cukup untuk memenuhi listrik sarana umum;
Penyediaan listrik untuk sarana pelayanan kesehatan, seperti: rumah sakit, Puskesmas, Posyandu, dan Rumah Bersalin;
Penyediaan listrik untuk Kantor Pelayanan Umum Pemerintah. Tujuan pemanfaatan panel surya pada kantor pelayanan umum adalah untuk membantu usaha konservasi energi dan membantu PLN mengurangi beban puncak di siang hari;
Untuk pompa air (solar power supply for waterpump) yang digunakan untuk pengairan irigasi atau sumber air bersih (air minum).
Laporan Akhir
Hal II -7
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Kendala Pengembangan Fotovoltaik di Indonesia Kendala yang dihadapi dalam pengembangan energi surya fotovoltaik adalah:
Harga modul surya yang merupakan komponen utama panel surya masih mahal mengakibatkan harga panel surya menjadi mahal, sehingga kurangnya minat lembaga keuangan untuk memberikan kredit bagi pengembangannya;
Sulit untuk mendapatkan suku cadang dan air accu, khususnya di daerah pedesaan, menyebabkan panel surya cepat rusak;
Pemasangan panel surya di daerah perdesaan pada umumnya tidak memenuhi standar teknis yang telah ditentukan, sehingga kinerja sistem tidak optimal dan cepat rusak.;
Pada umumnya, penerapan panel surya dilaksanakan di daerah pedesaan yang sebagian besar daya belinya masih rendah, sehingga pengembangan panel surya sangat tergantung pada program Pemerintah;
Belum ada industri pembuatan sel surya (sel fotovoltaik) di Indonesia, sehingga ketergantungan pada impor sangat tinggi. Akibatnya, dengan menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dollar menyebabkan harga modul surya menjadi semakin mahal.
2.2.2. Teknologi Energi Surya Termal Pada sistem Energi Surya Termal ini, energi cahaya dari matahari dikonversi menjadi energi panas. Selama ini, pemanfaatan energi surya termal di Indonesia masih dilakukan
secara
tradisional.
Para
petani
dan
nelayan
di
Indonesia
memanfaatkan energi surya untuk mengeringkan hasil pertanian dan perikanan secara langsung. Berbagai teknologi pemanfaatan energi surya termal untuk aplikasi skala rendah (temperatur kerja lebih kecil atau hingga 60 o C) dan skala menengah (temperatur kerja antara 60 hingga 120 o C) telah dikuasai dari rancang-bangun, konstruksi hingga manufakturnya secara nasional. Sedangkan untuk aplikasi skala tinggi yaitu dengan penggunaan Teknologi Laporan Akhir
Hal II -8
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
seperti Integrated Solar Combined Circle (ISCC), Concentrated Solar Power dsb. Masih dalam tahap kajian. Secara umum, teknologi surya termal yang kini dapat dimanfaatkan termasuk dalam teknologi sederhana hingga madya. Beberapa teknologi untuk aplikasi skala rendah dapat dibuat oleh bengkel pertukangan kayu/besi biasa. Untuk aplikasi skala menengah dapat dilakukan oleh industri manufaktur nasional. Beberapa peralatan yang telah dikuasai perancangan dan produksinya seperti sistem atau unit berikut:
Pengering pasca panen (berbagai jenis teknologi);
Pemanas air domestik;
Pemasak/oven;
Pompa air (dengan Siklus Rankine dan fluida kerja Isopentane );
Penyuling air ( Solar Distilation/Still );
Pendingin (radiatif, absorpsi, evaporasi, termoelektrik, kompressip, tipe jet);
Sterilisator surya;
Pembangkit listrik dengan menggunakan konsentrator dan fluida kerja dengan titik didih rendah.
Untuk skala kecil dan teknologi yang sederhana, kandungan lokal mencapai 100 %, sedangkan untuk sistem dengan skala industri (menengah) dan menggunakan teknologi tinggi (seperti pemakaian Kolektor Tabung Hampa atau Heat Pipe ), kandungan lokal minimal mencapai 50%.
Sasaran Pengembangan Energi Surya Termal Sasaran pengembangan energi surya termal di Indonesia adalah sebagai berikut:
Meningkatnya kapasitas terpasang sistem energi surya termal, khususnya untuk pengering hasil pertanian, kegiatan produktif lainnya, dan sterilisasi di Puskesmas.
Tercapainya tingkat komersialisasi berbagai teknologi energi surya thermal dengan kandungan lokal yang tinggi.
Strategi Pengembangan Energi Surya Termal Laporan Akhir
Hal II -9
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Strategi pengembangan energi surya termal di Indonesia adalah sebagai berikut: Mengarahkan pemanfaatan energi surya termal untuk kegiatan produktif, khususnya untuk kegiatan agro industri.
Mendorong keterlibatan swasta dalam pengembangan teknologi surya termal.
Mendorong terciptanya sistem dan pola pendanaan yang efektif.
Mendorong keterlibatan dunia usaha untuk mengembangkan surya termal.
Program Pengembangan Energi Surya Termal Program pengembangan energi surya termal di Indonesia adalah sebagai berikut:
Melakukan inventarisasi, identifikasi dan pemetaan potensi serta aplikasi teknologi fototermik secara berkelanjutan.
Melakukan diseminasi dan alih teknologi dari pihak pengembang kepada pemakai (agro-industri, gedung komersial, dan lain-lain) dan produsen nasional (manufaktur, bengkel mekanik, dan lainlain) melalui forum komunikasi, pendidikan dan pelatihan dan proyek-proyek percontohan.
Melaksanakan
standarisasi
nasional
komponen
dan
sistem
teknologi fototermik.
Mengkaji skema pembiayaan dalam rangka pengembangan manufaktur nasional.
Meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan untuk berbagai teknologi fototermik.
Meningkatkan produksi lokal secara massal dan penjajagan untuk kemungkinan ekspor.
Pengembangan
teknologi
fototermik
suhu
tinggi,
seperti:
pembangkitan listrik, mesin stirling , dan lain-lain.
Laporan Akhir
Hal II -10
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Peluang Pemanfaatan Energi Surya Termal Prospek teknologi energi surya termal cukup besar, terutama untuk mendukung peningkatan kualitas pasca-panen komoditi pertanian, untuk bangunan komersial atau perumahan di perkotaan. Prospek pemanfaatannya dalam sektor-sektor masyarakat cukup luas, yaitu:
Industri, khususnya agro-industri dan industri pedesaan, yaitu untuk penanganan
pasca-panen
hasil-hasil
pertanian,
seperti:
pengeringan (komoditi pangan, perkebunan, perikanan/peternakan, kayu olahan) dan juga pendinginan (ikan, buah dan sayuran);
Bangunan komersial atau perkantoran, yaitu: untuk pengkondisian ruangan ( Solar Passive Building , AC) dan pemanas air;
Rumah tangga, seperti: untuk pemanas air dan oven/ cooker ;
PUSKESMAS terpencil di pedesaan, yaitu: untuk sterilisator, refrigerator vaksin dan pemanas air.
Kendala Pengembangan Energi Surya Termal
Kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan surya termal adalah:
Teknologi energi surya termal untuk memasak dan mengeringkan hasil pertanian masih sangat terbatas. Akan tetapi, sebagai pemanas air, energi surya termal sudah mencapai tahap komersial. Teknologi
surya
termal
masih
belum
berkembang
karena
sosialisasi ke masyarakat luas masih sangat rendah;
Daya beli masyarakat rendah, walaupun harganya relatif murah;
Sumber daya manusia (SDM) di bidang surya termal masih sangat terbatas. Saat ini, SDM hanya tersedia di Pulau Jawa dan terbatas lingkungan perguruan.
Laporan Akhir
Hal II -11
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Gambar 2.1. Energi Surya Termal
Laporan Akhir
Hal II -12
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Gambar 2.2. Energi Surya fotovoltaik
2.3. Energi Angin Pada saat angin bertiup, angin disertai dengan energi kinetik (gerakan) yang bisa melakukan suatu pekerjaan.Contoh, perahu layar memanfaatkan tenaga angin untuk mendorongnya bergerak di air. Tenaga angin juga bisa dimanfaatkan menggunakan baling-baling yang dipasang di puncak menara, yang disebut dengan turbin angin yang akan menghasilkan energi mekanik atau listrik.
Laporan Akhir
Hal II -13
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Gambar 2.3. Energi Angin (skala kecil)
Gambar 2.4. Energi Angin (skala Besar)
Dipicu oleh semangat untuk mengurangi ketergantungan terhadap sumber-sumber energi fosil yang bersifat tidak terbarukan, serta timbulnya kesadaran Internasional terhadap isu pencemaran lingkungan seperti yang disepakati pada Protocol Kyoto atau UNFCCC (United Nation Framework
Laporan Akhir
Hal II -14
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Convention on Climate Change) pada tahun 1997, dimana negara-negara maju diwajibkan untuk mengendalikan dan mengurangi emisi karbon hingga turun mencapai angka sebelum tahun 1992, pemanfaatan energi baru dan terbarukan
telah
meningkat
secara
signifikan.
Salah
satunya
adalah
pemanfaatan energi angin untuk membangkitkan tenaga listrik. Berdasarkan data yang ada hingga akhir tahun 2010 kapasitas terpasang energi angin di dunia telah mencapai 194,4 Gigawatt. Padahal pada tahun 1996 kapasitas terpasang PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu baru sebesar 6,1 Gigawatt). Laju peningkatan kapasitas pembangkit listrik tenaga angin tersebut sangat signifikan, dengan pertumbuhan rata-rata antara 13 – 20 % per tahun. Sedangkan negara-negara yang memiliki pembangkit listrik tenaga bayu yang terbanyak adalah China (44.733 MW), Amerika Serikat (40.180 MW), Jerman (27.215 MW), Spanyol (20.676 MW) dan India (13.065 MW). Sayangnya di Indonesia pengembangan teknologi listrik tenaga bayu berkembang sangat lambat, meskipun penelitian dan pemanfaatan tenaga bayu juga telah dimulai sejak tahun 1980-an, kapasitas terpasang PLTB pada tahun 2010, baru sekitar 2 MW. Suatu jumlah yang sangat sedikit dan sangat menyedihkan. Kenapa hal tersebut terjadi ? Salah satu sebab utama lambatnya pengembangan pembangkit listrik tenaga bayu di Indonesia adalah karena ketidaktahuan tentang teknologi pembangkit listrik tenaga bayu. Listrik tenaga bayu selama ini dipersepsikan sebagai tenaga listrik yang mahal, masa pembangunannya lama, bahkan disebut “angin-anginan” karena besar dan arah angin dapat berubah setiap saat.
Laporan Akhir
Hal II -15
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Gambar 2.5. PLTB lepas pantai
Dari sisi harga tentunya dalam setiap pengembangan teknologi yang baru akan lebih mahal dibandingkan teknologi yang sudah ada. Listrik tenaga bayu akan mahal karena peralatannya masih sedikit sehingga harus diimpor atau diproduksi secara khusus. Pembangunan PLTB juga memerlukan data angin yang saat ini sangat sedikit tersedia, sehingga setiap pembangunan PLTB baru harus didahului dengan pengukuran data angin terlebih dahulu. Pengukuran tersebut memerlukan waktu beberapa bulan sehingga akan memperlama waktu pembangunannya. Selanjutnya karakter PLTB yang tidak dapat menghasilkan listrik secara kontinyu karena tergantung dari besar dan arah angin setiap saat, sebenarnya merupakan tantangan yang dapat diatasi oleh teknologi. Secara umum memang setiap pembangkit listrik memiliki batasan-batasan operasi. PLTA akan beroperasi sesuai dengan air yang tersedia, PLTS tergantung cahaya matahari, demikian juga pembangkit listrik jenis lain akan tergantung pada pasokan bahan bakar, disamping masing-masingnya memerlukan waktu untuk pelaksanaan pemeliharaan mesin.
Laporan Akhir
Hal II -16
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Prinsip Kerja PLTB Pembangkit listrik tenaga bayu bekerja dengan memanfaatkan energi angin sebagai penggeraknya. Berdasarkan hukum kekekalan energi disebutkan bahwa energi tidak dapat diciptakan atau dihilangkan, energi hanya dapat berubah bentuk. Setiap benda yang bergerak – seperti udara yang bergerakmengandung energi yang disebut energi kinetik. Jika kecepatan udara berkurang maka energi kinetiknya berkurang, namun energi tersebut tidak hilang, hanya berubah menjadi energi lain. Pada turbin angin, angin yang mengenainya akan berkurang kecepatannya, dan diubah menjadi energi bentuk lain yaitu energi mekanik. Turbin yang dihubungkan dengan generator akan menghasilkan energi listrik. Jumlah energi kinetic angin dapat dihitung dengan rumus berikut : Ek = ½ mV2 , dimana m = massa (dalam kg), v = kecepatan (dalam m/s). Sedangkan daya angin yang melintas tegak lurus pada turbin adalah : P = ½ ρV3A , dimana : P = daya angin (watt), ρ = rho = kerapatan udara (dalam kg/m3), (1,225 kg/m3, udara permukaan laut), v = kecepatan angin , m/s , A = Π r2 = luas lingkaran rotor dalam m2, Π = phi = 3,1416. r = radius rotor , m. Suatu turbin angin akan mengurangi kecepatan angin dan merubah energi kinetiknya, namun tidak semua energi kinetik tersebut dapat diubah. Ahli fisika jerman, Albert Betz pada tahun 1919 menemukan batas tertinggi besar energi kecepatan angin yang dapat ditangkap, yaitu sebesar 16/27 atau sekitar 59 %.
Namun secara prakteknya turbin angin yang ada hanya dapat
menghasilkan energi lebih rendah dari nilai hipotetis maksimum tersebut. Daya actual yang diperoleh turbin angin adalah sebagai berikut : P = Cp η ½ ρ V2 A Terdapat 2 parameter baru yang ditambahkan, yaitu : Laporan Akhir
Hal II -17
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Cp = koefisien daya turbin η = eta = efisiensi mekanik & elektrikal turbin. Nilai Cp harus lebih rendah dari batas Betz. Pada prakteknya nilai tersebut tergantung pada kecepatan angin, turbulensi dan kondisi operasi; contoh nilai tersebut sekitar 44 % untuk turbin skala komersil pada kecepatan angin 10 m/s. Sedangkan kisaran η sekitar 90 %.
Bagian-bagian PLTB Pembangkit listrik tenaga bayu adalah pembangkit yang menghasilkan listrik dengan memanfaatkan energi kinetik angin. Komponen utama dari PLTB adalah turbin angin yang akan mengubah gerakan angin menjadi putaran poros turbin, putaran turbin tersebut dihubungkan dengan generator setelah putarannya diubah oleh gearbox. Listrik yang dihasilkan selanjutnya dialirkan ke trafo. Trafo akan menaikkan tegangan listrik sehingga dapat disalurkan ke jaringan distribusi. Adapun bagian-bagian typical turbin generator adalah sebagai berikut :
Gambar 2.6. Komponen-komponen PLTB Rotor atau bagian yang berputar turbin terdiri dari sudu (rotor blade) dan poros turbin. Poros turbin dihubungkan dengan poros generator oleh roda gigi pada gearbox sehingga putarannya sesuai dengan kebutuhan. Komponen-
Laporan Akhir
Hal II -18
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
komponen poros turbin, gearbox, generator, termasuk system control, rem dan bantalan-bantalan terlindung dari cuaca pada rumah turbin generator (nacelle) yang juga berfungsi untuk mengurangi kebisingan mekanik Komponen nacelle dan sudu turbin disangga oleh menara yang merupakan struktur baja yang kuat untuk menahan beban berat, beban putar dan angin besar. Untuk PLTB berkapasitas besar menara tersebut biasanya berbentuk tabung dan dilengkapi tangga untuk akses pemeliharaan turbin dan generator.
Selain
sebagai
penyangga,
adanya
menara
juga
akan
memungkinkan turbin terpapar pada aliran angin yang lebih cepat yang berada pada lapisan atas. Pada kaki menara atau tower dilengkapi fondasi dari beton yang diperkuat baja tulangan. Pada daerah rawa atau di lepas pantai, fondasi harus ditopang tiang pancang.
Komponen Lainnya : Komponen utama turbin angin adalah sudu turbin, gearbox, generator dan rumah. Namun agar PLTB dapat berfungsi secara efektif dan efisien, maka dewasa ini umumnya turbin-turbin ukuran medium dan besar yang dioperasikan secara komersil, umumnya dilengkapi dengan peralatan-peralatan tambahan sebagai berikut : a.
Yaw (pengatur arah poros turbin) mempunyai fungsi untuk memutar arah turbin sehingga berhadapan pada sudut 90 º menyongsong angin datang. Dengan posisi tersebut maka energy yang angin yang diterima akan maksimal. Jika kecepatan angin yang terlalu tinggi, maka yaw dapat mengubah arah rotor turbin agar terhindar dari kerusakan.
b.
Up-wind turbin: Adakalanya arah angin yang datang tidak parallel dengan permukaan laut, pada turbin yang modern dilengkapi dengan pengatur sudut yang akan menyongsong arah angin.
c.
Cut-in speed: adalah kecepatan angin minimum dimana turbin mulai menghasilkan atau membangkitkan tenaga listrik. Biasanya produksi energy listrik diatur mulai kecepatan angin lebih besar dari 4 m/ detik.
Laporan Akhir
Hal II -19
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
d.
Cut-out speed : adalah kecepatan angin maksimum dimana turbin harus shut-down dan mengubah arah
untuk melindungi dari
kerusakan akibat terlalu cepatnya aliran angin. Biasanya cut-out speed diatur pada kecepatan 25 m/ detik. e.
Variable-speed turbine : beberapa turbin dilengkapi pengatur elektronik yang memungkinkannya dapat mengoptimalkan daya output dengan mengatur kecepatannya, contohnya antara 10 sd 20 rpm. Type lainnya variasinya hanya kecil atau tidak dapat diatur sama sekali. Turbin dengan variable speed akan menaikkan kecepatannya
jika
kecepatan
angin
meningkat
untuk
mengoptimalkan efisiensi aerodinamiknya f.
Variable-blade pitch : turbin yang dapat mengatur sudut sudunya (pitch) sehingga dapat mengoptimalkan unjuk kerjanya.
Perkembangan Teknologi Pembangkit listrik tenaga bayu merupakan pemanfaatan energi terbarukan yang berkembang sangat pesat pada dekade terakhir. Selain dari segi kapasitasnya, teknologi PLTB juga maju dengan sangat pesat. Kemajuan teknologi tersebut mencakup kapasitas pembangkit listrik, turbin kecepatan rendah, efisiensi serta teknologi konstruksi PLTB di lepas pantai. a.
Kapasitas PLTB : Kapasitas satu unit pembangkit listrik tenaga bayu sekarang semakin
meningkat. Pada skala komersil sekarang dikenal 3 ukuran, yaitu untuk skala residensial, medium dan komersil. Skala residensial memiliki kapasitas di bawah 30 kW dengan diameter turbin 1 – 13 meter dan tinggi menara antara 18 sampai 37 meter. PLTB ukuran medium memiliki kapasitas antara 30 sampai 500 kW, dengan diameter turbin 13 – 30 meter dan tinggi menara antara 35 – 50 meter. Sedangkan untuk skala komersil kapasitasnya antara 500 kW sampai 2 MW, diameter turbin 47 – 90 meter, sedangkan tinggi menara antara 50 sampai 80 meter. Namun berbagai perusahaan di Eropa, Amerika, India dan China terus mengembangkan untuk memproduksi turbin angin dengan ukuran lebih besar mencapai kapasitas 5 MW per turbinnya. b.
Turbin kecepatan rendah
Laporan Akhir
Hal II -20
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Mengingat kecepatan angin pada berbagai tempat tidak sama, maka untuk dapat memanfaatkan semaksimal mungkin aliran angin, termasuk yang berkecepatan rendah, maka saat ini berbagai penelitian dilakukan untuk penyempurnaan desain LSWT (low speed wind turbine). Pengembangkan untuk meningkatkan performance LSWT dilakukan dengan penyempurnaan aspek aerodinamika turbin angin. c.
Efisiensi Untuk meningkatkan efisiensi PLTB sehingga dapat memanfaatkan
energy angin yang ada, maka diterapkan berbagai teknologi seperti teknologi material untuk medapatkan material yang cocok bagi sudu turbin, poros dan generator. Teknologi pengaturan atau control, berupa pengaturan yaw, upwind, cut-in speed, cut-out speed, variable-speed dan variable-blade pitch, d.
Konstruksi lepas pantai Pengembangan teknologi konstruksi PLTB di lepas pantai merupakan
kegiatan yang sangat banyak dilakukan oleh negara-negara maju dalam pengembangan tenaga bayu. Hal tersebut disebabkan karena angin yang bertiup di daratan
mempunyai banyak hambatan geografis, sehingga
kecepatan dan intensitasnya lebih kecil dari angin yang bertiup di laut atau lepas pantai. Dengan demikian pengembangan teknologi untuk memasang PLTB di lepas pantai atau laut semakin maju, yaitu dengan semakin besarnya ukuran PLTB per unitnya. Pengembangan teknologi tersebut juga mencakup metoda konstruksi fondasi, transmisi kabel laut, hidrodinamik load dan struktur tower.
Catatan Akhir Dengan melihat telah begitu majunya perkembangan teknologi dan pemanfaatan energi angin pada pembangkit listrik tenaga bayu di berbagai Negara. Kita perlu memikirkan bagaimana caranya agar di Indonesia energi angin juga dapat dimanfaatkan, karena semakin lama sumber-sumber energi yang berasal dari fosil akan semakin langka dan habis, sementara kebutuhan manusia akan energi tetap meningkat seperti deret ukur. Dari sisi kegiatan penelitian dan uji coba pengembangan PLTB telah banyak dilakukan sejak tigapuluh tahun yang lalu. Namun dalam implementasi Laporan Akhir
Hal II -21
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
secara komersil hal tersebut sulit dilakukan karena dalam pembangunan pembangkit ini langsung berhadapan dengan pembangkit jenis lain yang telah berkembang sejak berpuluh bahkan ratus
tahun yang lalu. Lebih-lebih jika
dibandingkan dengan pembangkit berbahan bakar fosil yang disubsidi. Jelas harga listrik yang dihasilkan oleh PLTB akan lebih mahal dibandingkan pembangkit lain. Oleh sebab itu diperlukan dukungan dari pemerintah agar pada tahap awal pengembangannya tidak dihitung hanya dari berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan listrik per kWH dari pembangkit ini. Harga listrik tersebut dengan sendirinya akan turun jika telah tercapai skala ekonomi dalam pengembangan PLTB. Jika harga listrik dari PLTB dituntut lebih rendah dari pembangkit jenis lain, maka tidak akan ada pembangunan PLTB di Indonesia. Namun ada jalan tengah untuk mengembangkan PLTB, misalnya dengan menerapkan proporsi pengembangan PLTB dibanding pembangunan pusat listrik yang lain. Misalnya dalam waktu 10 tahun dari sekarang kapasitas terpasang PLTB sebesar 1 % total pembangkit listrik. Angkanya akan sangat luar biasa, 1 % dari 50.000 MW berarti 500 MW. Kalau 2 per mil misalnya, kisarannya akan mencapai 100 MW. Suatu jumlah yang cukup signifikan dan jika terealisir akan dapat memajukan pemanfaatan energy angin di Indonesia dan dapat berkompetisi dengan berbagai pembangkit listrik yang lain.
2.4. Energi Biomassa Biomassa merupakan salah satu sumber energi yang telah digunakan orang sejak dari jaman dahulu kala: orang telah membakar kayu untuk memasak makanan selama ribuan tahun. Biomassa adalah semua benda organik (misal: kayu, tanaman pangan, limbah hewan & manusia) dan bisa digunakan sebagai sumber energi untuk memasak, memanaskan dan pembangkit listrik. Sumber energi ini bersifat terbarukan karena pohon dan tanaman pangan akan selalu tumbuh dan akan selalu ada limbah tanaman. Pengembangan sumber energi dapat diperbaharui, termasuk biomassa, merupakan fundamental bagi kesinambungan ketersediaan energi masa depan. Biomassa dapat memainkan peranan penting sebagai sumber energi Laporan Akhir
Hal II -22
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
yang dapat diperbaharui, yang berfungsi sebagai penyedia sumber karbon untuk
energi,
yang
dengan
menggunakan
teknologi
modern
dalam
pengkonvariannya dapat menjaga emisi pada tingkat yg rendah. Di samping itu, penggunaan energi biomassa pun dapat mendorong percepatan rehabilitasi lahan tergradasi dan perlindungan tata air. Secara general, keragaman sumber biomassa dan sifatnya yang dapat diperbaharui dapat berperan sebagai pengaman energi di masa mendatang sekaligus berperan dalam konservasi keanekaragaman hayati. Biomassa dapat digunakan untuk menyediakan berbagai vektor energi, baik panas, listrik atau bahan bakar kendaraan. Namun demikian, energi biomassa dapat berasal dari berbagai sumber daya dan mungkin juga rute konversi yang beragam, sehingga dapat menimbulkan pemahaman yang kompleks dalam implikasinya. Sejumlah isu memerlukan klarifikasi dalam rangka
memahami
potensi
biomassa
sebagai
sumber
energi
yang
berkesinambungan: mengenai sumber daya dan ketersediannya, aspek logistik, biaya-biaya rantai bahan bakar, dan dampaknya terhadap lingkungan. Di sisi lain juga timbul pertanyaan berapa kuantitas residu yang dapat digunakan dari suatu sumber biomassa, dimana dan bagaimana harus dikembangkan, apa dan bagaimana
kebutuhan
infrastruktur
yang
harus
dipenuhi,
kesemuanya
memerlukan pertimbanan yang seksama. Di bawah ini akan dipaparkan potensi pengembangan biomassa hutan sebagai bahan substitusi minyak bumi dan kontribusinya kepada pengurangan emisi CO2 di Indonesia.
2.4.1. Status Implementasi Bioenergi Peningkatan konsumsi bahan bakar fosil menyebabkan peningkatan emisi yang pada gilirannya akan menimbulkan pemanasan global yang berpengaruh nyata terhadap pola hidup dan kehidupan manusia. Dengan demikian penggunaan energi yang terbarukan, dalam hal ini bioenergi perlu terus dikembangkan. Penggunaan biomassa untuk listrik (bioelectricity) di Indonesia masih sangat jarang ditemukan. Beberapa diantaranya telah dikembangkan oleh PT. Ajiubaya di sebagian kecil wilayah Kabupaten Sampit, Kalimantan Timur, Laporan Akhir
Hal II -23
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
dengan kapasitas 4-6 MW, dan juga beberapa instalasi Bioner-1 (gasifikasi biomassa yang dikoversikan pada mesin diesel yang dapat digunakan untuk power generating, pompa dan mesin penggiling) yang dikembangkan oleh PT. Boma Bisma Indra dengan kapasitas sekitar 18 kW juga dimanfaatkan di beberapa wilayah di Kalimantan, Sumatra dan Sulawesi Utara (5,8). Beberapa perusahaan industri, baik milik pemerintah maupun swasta juga telah memulai pengunaan bioenergi sebagai pembangkit listrik, energi mekanik dan energi panas.
2.4.2. Prospek Implementasi Bioenergi Masih banyaknya wilayah yang belum menikmati lisrik negara ataupun swasta, dan belum optimalnya pemanfaataan biomassa merupakan prospek yang sangat besar dalam implementasi bioenergi. Sisa pemanfaatan kayu merupakan sumber potensial bagi pembangkit listrik tenaga biomassa. Biomassa yang belum dimanfaatkan tersebut sebagian besar bersumber dari sisa pembalakan, konversi lahan hutan, maupun dari perkebunan rakyat. Di samping residu biomassa dari hutan alam, resisdu biomassa dari hutan tanaman juga berpotensi besar sebagai sumber energi, dimana program pemanfaatannya bisa diintegrasikan denga kegiatan lain berbasis sosial ekonomi
masyarakat
sekitar
hutan.
Dalam
implementasinya,
program
pengembangan bioenergi di daerah sekitar hutan ini selain berkontribusi dalam peningkatan taraf dan kualitas hidup masyarakat yang umumnya berpengaruh rendah, juda dapat menjadi sarana komunikasi yang efektif untuk tujuan pengelolaan hutan berkelanjutan. Dengan limpahan residu dari biomassa hutan yang sangat besar, maka implementasi energi biomassa memiliki prospek yang besar.Di samping tiu pemanfaatan biomasa menjadi energi pun dapat mengurangi emisi CO2 baik dari respirasi akibat dekomposisi maupun dari kemungkinan kebakaran, serta berkontribusi besar pada penurunan
penggunaan vahan bakar fosil yang
semakin langka dan mahal.
Laporan Akhir
Hal II -24
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
2.4.3. Teknologi Konversi Biomassa Menjadi Energi Semua material organik mempunyai potensi untuk dikonversi menjadi energi. Biomassa dapat secara langsung dibakar atau dikonversi menjadi bahan padatan, cair atau gas untuk menghasilkan panas dan listrik. a.
Konversi biomassa pada ketel uap modern Biomassa dibakar pada ketel uap modern untuk menghasilkan panas,
listrik atau kombinasi panas dan tenaga. Sistem ini secara komersial telah banyak digunakan di Amerika Serikat, Australia, Finlandia dan German, walaupun secara tipikal hanya menghasilkan 20% energi jika dibandingkan dengan bahan bakar fosil. b.
Proses anaerobik Merupakan proses biologi yang konversi biomassa baik padatan maupun
cair menjadi gas tanpa oksigen. Gas yang dihasilkan didominasi methane dan CO2. Hasil ikutan berupa kompos dan pupuk untuk pertanian dan kehutanan. Teknologi ini telah dikembangkan secara komersial di Eropa dan Amerika Utara. c.
Gasifikasi Biomassa Gasifikasi merupakan konversi dengan menggunakan parsial oksidasi
pada suhu karbonisasi sehingga menghasilkan bahan bakar gas dengan level panas berkisar antara 0,1-0,5 dari gas alam, tergantung proses gasifikasi yang digunakan. Konversi ini lebih menguntungkan secara ekonomi dibandingkan dengan pembakaran langsung, bersih, dan efisien dalam pengoperasian. Produk dari gasifikasi ini dapat juga di-reform untuk menghasilkan metanol dan hygrogen. Teknologi ini sedang dalam awal komersial. d.
Pyrolysis Biomassa Pyrolysis merupakan pendegradasian panas pada biomassa tanpa
oksigen, untuk menghilangkan komponen pada karbon. Hasil dari proses ini selalu dalam bentuk gas, dan hasil penguapannya dapat menghasilkan bahan bakar cair dan padatan sisa. Bahan bakar cair ini dapat menghasilkan panas dan listrik apabila dibakar dalam ketel uap, mesin atau turbin. Produk lain dari proses pirolisis ini adalah berupa arang dan bahan kimia. Teknologi konversi pyrolysis biomassa ini telah didemonstrasikan di Europa selama 3 tahun, dar tahun 2002-2005. Laporan Akhir
Hal II -25
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
e.
Pembuatan arang Penyiapan lahan baik pertanian maupun HTI (Hutan Tanaman Industri)
seringkali dengan cara pembakaran, selain beresiko kebakaran dan gangguan pernafasan, cara inipun dapat menstimulus pemanasan global akibat peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer. Dengan mengkonversinya menjadi arang tentunya dapat meminimalkan emisi, pun menambah penghasilan masyarakat. Selain digunakan sebagai sumber panas, arang pun dapat digunakan sebagai kondisioner tanah untuk mempercepat terjadinya simbiotik antara akar dengan mikoriza, yang berkontribusi pada percepatan pertumbuhan tanaman dan penyerapan emisi CO2 di atmosfir Dalam hubungannya dengan peningkatan karbon sequestrasi, konversi biomassa menjadi arang merupakan salah satu pilihan bijak yang efektif dan efisien, karena karbon pada arang dapat disimpan dalam durasi yang lama dibanding dengan karbon pada bentuk kayu.
f.
Pengembangan Energi Biomassa Penggunaan
bahan
bakar
biomassa
atau
kayu
sebagai
bahan
pensubstitusi bahan bakar fosil merupakan salah satu peranan penting hutan. FAO mengestimasi bahwa penggunaan biomassa di negara berkembang berkontribusi sekitar 15% dari total biaya energi yang diperlukan. Teknologi bioenergi menggunakan sumber daya biomassa terbarukan untuk menghasilkan sejumlah energi terkait antara lain listrik, bahan bakar cair, padat dan gas, panas, material kimia dan sebagainya. Bioenergi berada pada level kedua setelah hidropower dalam produksi energi primer terbarukan di Amerika Serikat. Biomassa (bahan organik) dapat digunakan untuk menyediakan panas, membuat bahan bakar, dan membangkitkan listrik. Ini disebut bioenergi. Kayu sebagai sumber terbesar dari bioenergi telah digunakan untuk menyediakan panas selama ribuan tahun. Tetapi masih banyak tipe lain dari biomassa, seperti tanaman, sisa-sisa pertanian atau kehutanan, dan komponen organik dari sampah kota dan industri, yang sekarang dapat digunakan sebagai sumber energi. Saat ini, banyak sumber daya bioenergi diperbaharui melalui
Laporan Akhir
Hal II -26
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
pengolahan energi dari hasil panen seperti pohon dan rumput-rumputan yang cepat tumbuh, yang disebut bioenergi cadangan makanan. Tidak seperti sumber daya energi terbarukan lainnya, biomassa dapat dikonversi langsung menjadi bahan bakar cair untuk kebutuhan transportasi. Dua bahan bakar bio yang paling umum adalah ethanol dan biodiesel. Ethanol merupakan alkohol yang dibuat dengan fermentasi biomassa dengan kandungan hidrokarbon yang tinggi seperti jagung melalui proses yang sama untuk membuat bir. Ethanol paling sering digunakan sebagai additif bahan bakar untuk mengurangi emisi CO dan asap lainnya dari kendaraan. Biodiesel merupakan ester yang dibuat dengan menggunakan minyak tanaman, lemak binatang, ganggang, atau bahkan minyak goreng bekas. Biodiesel dapat digunakan sebagai additif diesel untuk mengurangi emisi kendaraan atau dalam bentuk murninya sebagai bahan bakar kendaraan.
Gambar 2.7. Salah satu pemanfaatan Biomassa dari kotoran Sapi Panas dapat digunakan untuk mengubah biomassa secara kimiawi menjadi bahan bakar minyak yang dapat dibakar seperti minyak tanah untuk membangkitkan
listrik.
Biomassa
juga
dapat
langsung
dibakar
untuk
menghasilkan uap untuk pembangkitan listrik atau proses manufaktur. Dalam sistem pembangkit, turbin biasanya menangkap uap dan generator mengubahnya menjadi listrik. Di industri kayu dan kertas, serpihan kayu terkadang langsung dimasukkan ke boiler untuk menghasilkan uap untuk proses
manufaktur
atau
menghangatkan
ruangan.
Beberapa
sistem
pembangkit berbahan bakar batubara menggunakan biomassa sebagai sumber energi tambahan dalam boiler efisiensi tinggi untuk mengurangi emisi. Laporan Akhir
Hal II -27
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Gas juga dapat dihasilkan dari biomassa untuk membangkitkan listrik. Sistem gasifikasi menggunakan temperatur tinggi untuk mengubah biomassa menjadi gas (campuran dari hidrogen, CO dan metana). Bahan bakar gas menggerakkan turbin yang sangat mirip dengan mesin jet, tetapi untuk membangkitkan listrik bukan memutar baling-baling jet. Biomassa yang membusuk di tanah juga menghasilkan gas metana yang dapat dibakar dalam boiler untuk memproduksi uap untuk pembangkitan listrik atau untuk proses industri. Teknologi baru dapat memudahkan penggunaan bahan kimia dan material bio untuk membuat produk seperti anti beku, plastik, barang-barang lain yang saat ini dibuat dari minyak. Pada beberapa kasus produk tersebut dapat dihancurkan secara biologi. Karena kandungan kalori yang rendah, diperlukan tungku pembakaran yang efisien karena besarnya massa bahan bakar yang harus dimasukkan ke dalamnya. Hal inilah yang menjadi penyebab mengapa PLTU Biomassa memiliki efisiensi lebih rendah dibandingkan batubara. Dalam hal ini, perlu dipertimbangkan pencampuran (blending) dengan biomassa / material yang memiliki kandungan kalori yang lebih tinggi. Kondisi rendahnya kalori yang dikandung material biomassa mengharuskan penggunaan boiler khusus dengan tempat pembakaran bervolume lebih besar dibandingkan bahan bakar batubara yang kandungan kalorinya 2 kali lebih tinggi, menyebabkan biaya pembangunan PLTU Biomassa akan lebih tinggi dibandingkan PLTU Batubara.
2.5. Energi Biofuel Biofuel adalah bahan bakar dari sumber hayati (renewable energy). Biofuel, apabila diartikan untuk pengganti BBM, maka biofuel merupakan salah satu bentuk energi dari biomassa dalam bentuk cair, seperti biodiesel, bioethanol dan biooil. Indonesia sebagai salah satu negara tropis yang memiliki sumberdaya alam yang sangat potensial. Usaha pertanian merupakan usaha yang sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia karena Indonesia memiliki potensi sumber daya lahan, agroklimat dan sumber daya manusia yang memadai. Kondisi iklim tropis dengan curah hujan yang cukup, ketersediaan lahan yang Laporan Akhir
Hal II -28
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
masih luas, serta telah berkembangnya teknologi optimalisasi produksi dapat mendukung kelayakan pengembangan usaha agribisnis.
Gambar 2.8. BioFuel
Terjadinya krisis energi, khususnya bahan bakar minyak (BBM) yang diinduksi oleh meningkatnya harga BBM dunia telah membuat Indonesia perlu mencari sumber-sumber bahan bakar alternatif yang mungkin dikembangkan di Indonesia. Salah satu tanaman yang memiliki potensi sebagai sumber bahan bakar adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas). Selama ini ini tanaman jarak pagar hanya ditanam sebagai pagar dan tidak diusahakan secara khusus. Secara agronomis, tanaman jarak pagar ini dapat beradaptasi dengan lahan maupun agroklimat di Indonesia bahkan tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada kondisi kering (curah hujan < 500 mm per tahun) maupun pada lahan dengan kesuburan rendah (lahan marjinal dan lahan kritis). Walaupun tanaman jarak tergolong tanaman yang bandel dan mudah tumbuh, tetapi ada permasalahan yang dihadapi dalam agribisnis saat ini yaitu belum adanya varietas atau klon unggul, jumlah ketersediaan benih terbatas, teknik budidaya yang belum memadai dan sistem pemasaran serta harga yang belum ada standar. Luas lahan kritis di Indonesia lebih dari 20 juta ha, sebagian besar berada di luar kawasan hutan, dengan pemanfaatan yang belum optimal atau bahkan cenderung ditelantarkan. Dengan memperhatikan potensi tanaman jarak yang mudah tumbuh, dapat dikembangkan sebagai sumber bahan Laporan Akhir
Hal II -29
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
penghasil minyak bakar alternatif pada lahan kritis dapat memberikan harapan baru pengembangan agribisnis. Keuntungan yang diperoleh pada budidaya tanaman jarak di lahan kritis antara lain (1) menunjang usaha konservasi lahan, (2) memberikan
kesempatan
kerja
sehingga
berimplikasi meingkatkan
penghasilan kepada petani dan (3) memberikan solusi pengadaan minyak bakar (biofuel).
Regulasi dan Peraturan yang terkait dengan Biofuel : Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain Keputusan
Direktur
Jenderal
Minyak
dan
Gas
Bumi
Nomor
3674K/24/DJM/2006 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar yang Dipasarkan Dalam Negeri. (Keputusan ini memuat spesifikasi bensin yang memperbolehkan pencampuran bioetanol sampai dengan 10% (v/v)) Keputusan
Direktur
Jenderal
Minyak
dan
Gas
Bumi
Nomor
3675K/24/DJM/2006 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar yang Dipasarkan Dalam Negeri. (Keputusan ini memuat spesifikasi solar yang memperbolehkan pencampuran biodiesel sampai dengan 10% (v/v)) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomo 0048 Tahun 2005 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) serta Pengawasan Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, Bahan Bakar Lain, LPG, LNG, dan Hasil Olahan yang Dipasarkan di Dalam Negeri.
Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional: Target tahun 2025: 1. Elastisitas Energi <1 2. Bauran Energi Primer tahun 2025 sebagai berikut:
Laporan Akhir
Hal II -30
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Gambar 2.9. Target Energi Mix 2025
Pemanfaatan Biofuel Jenis
Penggunaan
Bahan Baku
Biodiesel
Pengganti solar
Minyak nabati, seperti minyak kelapa sawit dan jarak pagar
Bioethanol
Pengganti bensin
Tanama yang mengandung pati / gula, seperti sagu, singkong, tebu dan sorgum
Biooil
Biokerosin
Minyak Bakar
Pengganti
Minyak nabati (straight vagetable oil)
minyak tanah
Pengganti
Biomass melalui proses pirolisa
HSD Biogas
Pengganti tanah
miyakLimbah cair dan limbah kotoran ternak
Pengembangan Biofuel Penyediaan Bahan Baku (Sektor Hulu)
sebagai focal point adalah
Departemen Pertanian
Laporan Akhir
Hal II -31
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Pengolahan (Sektor Tengah) sebagai focal point adalah Departemen Perindustrian Pemanfaatan biofuel (Sektor Hilir) sebagai focal point adalah Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (SNI Biofuel, sertifikasi, tata niaga). Kegiatan pendukung lainnya sebagai focal point adalah cq (Departemen Keuangan dan instansi terkait lainnya)
2.6. Tenaga Air Tenaga air adalah energi yang diperoleh dari air yang mengalir atau air terjun. Air yang mengalir ke puncak baling-baling atau baling-baling yang ditempatkan di sungai, akan menyebabkan baling-baling bergerak dan menghasilkan
tenaga mekanis atau
listrik.
Tenaga
air sudah
cukup
dikembangkan dan ada banyak pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang menghasilkan listrik di seluruh Indonesia. Pada umumnya, bendungan dibangun di seberang sungai untuk menampung air di mana sudah ada danau. Air selanjutnya dialirkan melalui lubang-lubang pada bendungan untuk menggerakkan balingbaling modern yang disebut dengan turbin untuk menggerakkan generator dan menghasilkan listrik. Akan tetapi, hampir semua program PLTA kecil di Indonesia merupakan program yang memanfaatkan aliran sungai dan tidak mengharuskan mengubah aliran alami air sungai. Potensi energi mikrohidro di Indonesia mencapai 500 megawatt (MW). Sayangnya, belum semua potensi tersebut telah dimanfaatkan sebagai pembangkit listirk. Saat ini di Seluruh Indonesia ada sebanyak 200 pembangkit listrik tenaga mikrohidro. Kapasitas pembangkit mikrohidro itu baru memanfaatkan tidak lebih dari 15 persen dari potensi yang ada. Potensi energi potensial yang dimiliki sungai dapat digunakan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro. Mikrohidro atau yang dimaksud dengan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), adalah suatu pembangkit listrik skala kecil yang menggunakan tenaga air sebagai tenaga penggeraknya seperti, saluran irigasi, sungai atau air terjun alam dengan cara memanfaatkan tinggi terjunan (head) dan jumlah debit air. Mikrohidro merupakan sebuah istilah yang terdiri dari kata mikro yang berarti
Laporan Akhir
Hal II -32
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
kecil dan hidro yang berarti air. Secara teknis, mikrohidro memiliki tiga komponen utama yaitu air (sebagai sumber energi), turbin dan generator. Mikrohidro mendapatkan energi dari aliran air yang memiliki perbedaan ketinggian tertentu. Pada dasarnya, mikrohidro memanfaatkan energi potensial jatuhan air (head). Semakin tinggi jatuhan air maka semakin besar energi potensial air yang dapat diubah menjadi energi listrik. Di samping faktor geografis (tata letak sungai), tinggi jatuhan air dapat pula diperoleh dengan membendung aliran air sehingga permukaan air menjadi tinggi. Air dialirkan melalui sebuah pipa pesat kedalam rumah pembangkit yang pada umumnya dibangun di bagian tepi sungai untuk menggerakkan turbin atau kincir air mikrohidro. Energi mekanik yang berasal dari putaran poros turbin akan diubah menjadi energi listrik oleh sebuah generator. Mikrohidro bisa memanfaatkan ketinggian air yang tidak terlalu besar, misalnya dengan ketinggian air 2.5 meter dapat dihasilkan listrik 400 watt.
Gambar 2.10. Pembangkit Listrik Tenaga Air
Relatif kecilnya energi yang dihasilkan mikrohidro dibandingkan dengan PLTA skala besar, berimplikasi pada relatif sederhananya peralatan serta kecilnya areal yang diperlukan guna instalasi dan pengoperasian mikrohidro. Hal tersebut merupakan salah satu keunggulan mikrohidro, yakni tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Perbedaan antara Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dengan mikrohidro terutama pada besarnya tenaga listrik yang dihasilkan, PLTA dibawah ukuran 200 KW digolongkan sebagai mikrohidro. Dengan demikian, sistem pembangkit mikrohidro cocok untuk menjangkau ketersediaan jaringan energi listrik di daerah-daerah terpencil dan
Laporan Akhir
Hal II -33
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
pedesaan. Beberapa keuntungan yang terdapat pada pembangkit listrik tenaga listrik mikrohidro adalah sebagai berikut : 1.
Dibandingkan dengan pembangkit listrik jenis yang lain, PLTMH ini cukup murah karena menggunakan energi alam.
2.
Memiliki konstruksi yang sederhana dan dapat dioperasikan di daerah terpencil dengan tenaga terampil penduduk daerah setempat dengan sedikit latihan.
3.
Tidak menimbulkan pencemaran.
4.
Dapat dipadukan dengan program lainnya seperti irigasi dan perikanan.
5.
Dapat mendorong masyarakat agar dapat menjaga kelestarian hutan sehingga ketersediaan air terjamin.
Prinsip Kerja Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Prinsip dasar mikrohidro adalah memanfaatkan energi potensial yang dimiliki oleh aliran air pada jarak ketinggian tertentu dari tempat instalasi pembangkit listrik. Sebuah skema mikrohidro memerlukan dua hal yaitu, debit air dan ketinggian jatuh (head) untuk menghasilkan tenaga yang dapat dimanfaatkan. Hal ini adalah sebuah sistem konversi energi dari bentuk ketinggian dan aliran (energi potensial) ke dalam bentuk energi mekanik dan energi listrik. Daya yang masuk (Pgross) merupakan penjumlahan dari daya yang dihasilkan (Pnet) ditambah dengan faktor kehilangan energi (loss) dalam bentuk suara atau panas. Daya yang dihasilkan merupakan perkalian dari daya yang masuk dikalikan dengan efisiensi konversi (Eo).
Pnet = Pgross ×Eo kW
Daya kotor adalah head kotor (Hgross) yang dikalikan dengan debit air (Q) dan juga dikalikan dengan sebuah faktor gravitasi (g = 9.8), sehingga persamaan dasar dari pembangkit listrik adalah :
Pnet = g ×Hgross × Q ×Eo kW
Laporan Akhir
Hal II -34
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Dimana head dalam meter (m), dan debit air dalam meter kubik per detik (m3/s).
Komponen Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Beberapa komponen yang digunakan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro baik komponen utama maupun bangunan penunjang antara lain : 1. Dam/Bendungan Pengalih (intake). Dam pengalih berfungsi untuk mengalihkan air melalui sebuah pembuka di bagian sisi sungai ke dalam sebuah bak pengendap. 2. Bak Pengendap (Settling Basin). Bak pengendap digunakan untuk memindahkan partikel-partikel pasir dari air. Fungsi dari bak pengendap adalah
sangat
penting
untuk
melindungi
komponen-komponen
berikutnya dari dampak pasir. 3. Saluran Pembawa (Headrace). Saluran pembawa mengikuti kontur dari sisi bukit untuk menjaga elevasi dari air yang disalurkan. 4. Bak penenang (Forebay). Bak penenang berada di ujung saluran pembawa yang berfungsi untuk mecegah turbulensi air sebelum diterjunkan melalui pipa pesat 5. Pipa Pesat (Penstock). Penstock dihubungkan pada sebuah elevasi yang lebih rendah ke sebuah roda air, dikenal sebagai sebuah turbin. 6. Turbin. Turbin berfungsi untuk mengkonversi energi aliran air menjadi energi putaran mekanis. 7. Pipa Hisap, (draft tube). Pipa hisap berfungsi untuk menghisap air, mengembalikan tekanan aliran yang masih tinggi ke tekanan atmosfer. 8. Generator. Generator berfungsi untuk menghasilkan listrik dari putaran mekanis. 9. Panel kontrol. Panel kontrol berfungsi untuk menstabilkan tegangan. 10. Pengalih Beban (Ballast load). Pengalih beban berfungsi sebagai beban sekunder (dummy) ketika beban konsumen mengalami penurunan. Kinerja pengalih beban ini diatur oleh panel kontrol. Penggunaan beberapa komponen disesuaikan dengan tempat instalasi (kondisi geografis, baik potensi aliran air serta ketinggian tempat) serta budaya masyarakat.Sehingga Laporan Akhir
terdapat
kemungkinan
terjadi
perbedaan
desain
Hal II -35
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
mikrohidro serta komponen yang digunakan antara satu daerah dengan daerah yang lain. Kemampuan pemerintah dalam mendanai pembangunan pembangkit mikrohidro terbatas. Oleh karenanya, pembangunan mikrohidro di daerah diserahkan kepada pemerintah daerah maupun masyarakat
Keberlanjutan PLTMH ditentukan dukungan potensi sumberdaya alam yang ada, terutama ketersediaan air sungai sebagai sumber energi primer bagi PLTMH. Ketersediaan air sungai sangat tergantung pada konservasi catchment area (wilayah tangkapan air) dari hulu sungai tersebut. Lingkungan hidup yang terjaga dan terpelihara akan menjamin kelestarian sumberdaya air dan menjamin pasokan energi primer bagi PLTMH. Program
pelistrikan
perdesaan
melalui
pengembangan
PLTMH
seyogyanya diiringi dengan kegiatan konservasi hutan. Masyarakat yang menggunakan PLTMH diharapkan dapat memahami manfaat keberadaan hutan sebagai catchment area. Dengan demikian, masyarakat juga akan tergerak
untuk
menjaga
kelestarian
hutan,
dengan
tidak
melakukan
penebangan liar dan merusak keaneka ragaman hayati yang terdapat di sekitar hutan. Lebih jauh, masyarakat juga akhirnya dapat mengambil peranan penting untuk menjaga agar hutan tetap terpelihara. Pemanfaatan air untuk Pembangkit Listrik sudah merupakan hal yang umum di Indonesia.
Dengan potensi sumber air yang besar dan kontinyu,
PLTMH menjadi salah satu pembangkit alternatif di Indonesia. Kendala yang dihadapi dalam membangun PLTMH adalah, lokasinya yang umumnya tidak berada di pusat beban sehingga membutuhkan transmisi yang cukup panjang dan aksesibilitas yang rendah pada saat proses pembangunan. Untuk daerah daerah terpencil dengan potensi air yang baik dan belum terjangkau jaringan listrik, pembangunan PLTMH berkapasitas hingga 200 kW, sangat tepat dilakukan. Pembangkit tersebut akan dapat menyediakan listrik yang kontinyu untuk satu desa atau beberapa kampung pada jarak yang berdekatan.
Laporan Akhir
Hal II -36
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Prinsip Konversi Energi Air Aliran air menghasilkan energi yang dapat dijadikan listrik. Ini disebut dengan hydropower (Pembangkit Listrik Tenaga Air).
Hydropower saat ini
merupakan sumber terbesar dari energi terbarukan. Salah satu hydropower adalah Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) atau dapat disebut Mikrohidro. Sebuah skema hidro memerlukan dua hal yaitu debit air dan ketinggian jatuh (biasa disebut „head‟) untuk menghasilkan tenaga yang bermanfaat. Ini adalah sebuah sistem konversi tenaga, menyerap tenaga dari bentuk ketinggian dan aliran, dan menyalurkan tenaga dalam bentuk daya listrik atau daya gagang mekanik. Tidak ada sistem konversi daya yang dapat mengirim sebanyak yang diserap dikurangi sebagian daya hilang oleh sistem itu sendiri dalam bentuk gesekan, panas, suara dan sebagainya. Persamaan konversinya adalah:
Daya yang masuk = Daya yang keluar + Kehilangan (Loss); atau Daya yang keluar = Daya yang masuk × Efisiensi konversi
Umumnya PLTMH adalah pembangkit listrik tenaga air jenis Runoff River di mana head diperoleh tidak dengan cara membangun bendungan besar, tetapi dengan mengalihkan sebagian aliran air sungai ke salah satu sisi sungai dan menjatuhkannya lagi ke sungai yang sama pada suatu tempat dimana head yang diperlukan sudah diperoleh. Dengan melalui pipa pesat, air diterjunkan untuk memutar turbin yang berada di dalam rumah pembangkit. Energi mekanik dari putaran poros turbin akan diubah menjadi energi listrik oleh sebuah generator. Penghitungan potensi daya dilakukan dengan berdasarkan net-head dan debit andalan. Potensi daya air (hidrolik) dapat dinyatakan sebagai:
Pg = 9,8 * Q * hg
Di mana: Pg
= potensi daya (kW)
Laporan Akhir
Hal II -37
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Q hg
= debit aliran air (m3/dtk) = head (tinggi terjun) kotor (m)
9,8 = konstanta gravitasi.
Potensi daya listrik terbangkit:
Pel = 9,8 * Eff * Q * hn
Di mana: Pel
= daya listrik yang keluar dari generator (kW)
Q
= debit aliran air (m3/dtk)
hn
= head (tinggi terjun) bersih (m)
Eff
= Efisiensi konversi dari tenaga hidrolik ke tenaga listrik
Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Dari aspek teknologi, terdapat keuntungan dan kemudahan pada pembangunan dan pengelolaan PLTMH dibandingkan jenis-jenis pembangkit listrik, yaitu: •
Konstruksinya relatif sederhana.
•
Mudah dalam perawatan dan penyediaan suku cadang.
•
Dapat dioperasikan dan dirawat oleh masyarakat desa.
•
Biaya operasi dan perawatan rendah. Ada banyak tipe turbin yang digunakan untuk PLTMH dan dipilih
berdasarkan penggunaannya di lapangan serta tinggi vertikal air (umumnya diistilahkan “head”) yang dapat menjalankannya. Tipe turbin yang paling umum adalah sebagai berikut: 1. Turbin Crossflow Turbin crossflow (turbin aliran silang) terdiri atas empat bagian utama: nosel, runner, guide vane dan rumah. Air dialirkan masuk turbin melalui pipa pesat berpenampang bulat. Pada ujung pipa pesat yaitu sebelum masuk ke turbin, dipasang adaptor, tempat perubahan penampang lingkaran menjadi persegi, menjelang masuk rumah turbin. Dari adaptor airnya masuk ke nosel. Nosel berpenampang persegi dan mengeluarkan pancaran air ke selebar Laporan Akhir
Hal II -38
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
runner.
Bentuk pancaran adalah persegi, lebar dan tidak terlalu tebal.
Sebelum mencapai runner, aliran disesuaikan kecepatan masuk dan sudut masuknya. Konstruksi runner terdiri dari dua buah piringan sejajar yang disatukan pada lingkar luarnya oleh sejumlah sudu. Sudu-sudu deperkuat oleh piringan tambahan yang dilas setiap 10-15 cm sepanjang runner. Dibandingkan jenis lainnya, turbin crossflow memiliki desain dan konstruksi yang sederhana, instalasi dan perawatan yang mudah, serta investasi dan biaya perawatan yang rendah. Tinggi air jatuh (head) yang bisa digunakan diatas 3 m sampai 50 m. Kapasitas aliran air antara 25 – 1500 liter/detik dengan daya yang dapat dihasilkan antara 2 – 200 kW. Efisiensi turbin crossflow rata-rata berkisar 65% – 75% dan bisa mencapai >80%. Namun pada posisi guide vane <40% posisi maksimum efisiensinya akan turun sampai 30%. Di samping itu umur turbin crossflow panjang, disebabkan komponen-komponennya yang relatif tahan aus dan kecil kemungkinan untuk terjadi kavitasi yang dapat merusak kinerja turbin.
2. Turbin Pico Propeler Turbin propeller kecil (pico propeller turbine) dapat digunakan untuk head rendah (1 – 6 m), debit 100 – 700 liter/detik dengan kapasitas 0,1 – 30 kW.
Turbin ini memiliki penggerak (runner) beberapa bilah tetap, seperti
baling baling kapal.
Air melewati penggerak (runner) dan menggerakkan
bilah bilah tersebut.
3. PAT ( Pump As Turbine) Penggunaan pompa sebagai turbin (PAT) pada mikrohidro untuk head menengah (medium head), 10 sampai 50 m, merupakan alternatif yang dapat dipertimbangkan. Hanya saja karena pompa tidak didesain untuk aliran yang terbalik mengakibatkan efisiensi PAT tidak sebaik turbin air umumnya. Sebuah pompa didesain untuk bekerja pada kecepatan, head dan debit yang konstan, sehingga untuk digunakan sebagai turbin menuntut laju aliran air
Laporan Akhir
Hal II -39
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
yang
konstan
sepanjang
tahun.
Perubahan
laju
aliran
air
akan
mengakibatkan efisiensi PAT menurun. PAT didesain untuk bekerja pada tingkat keadaan tertentu (head dan debit air tertentu). Karena tidak dilengkapi dengan guide vane untuk mengatur debit yang dapat masuk ke turbin, apabila debit airnya turun efisiensi serta pengeluaran daya akan merosot. Dengan demikian daerah kerja PAT sangat sempit dan spesifik. Hal tersebut yang menjadi kendala utama dalam penerapan pompa sebagai turbin (PAT) Keunggulan sistem PAT adalah dibanding dengan turbin lain lebih murah sebab pompa standar mudah diperoleh dan suku cadang banyak tersedia dipasaran.
Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Pembangkit
Listrik
Tenaga
Mikrohidro
(PLTMH) pada
dasarnya
memanfaatkan energi potensial air (jatuhan air). Semakin tinggi jatuhan air (head) maka semakin besar energi potensial air yang dapat diubah menjadi energi listrik. Di samping faktor geografis yang memungkinkan, tinggi jatuhan air (head) dapat pula diperoleh dengan membendung aliran air sehingga permukaan air menjadi tinggi. Secara umum layout sistem PLTMH merupakan pembangkit jenis Run off River, memanfaatkan aliran air permukaan (sungai). Komponen sistern PLTMH tersebut terdiri dari banaunan intake (penyadap) – bendungan, saluran pembavia, bak pengendap dan penenang, saluran pelimpah, pipa pesat, rumah pembangkit dan saluran pembuangan. Basic lay-out pada perencanaan pengembangan PLTMH dimulai dari penentuan lokasi intake, bagaimana aliran air akan dibawa ke turbin dan penentuan tempat rumah pembangkit untuk rnendapatkan tinggi jatuhan (head) optimum dan aman dari banjir. Pada umumnya instalasi PLTMH merupakan pembangkit listrik tenaga air jenis aliran sungai langsung, jarang yang merupakan jenis waduk (bendungan besar). Konstruksi bangunan intake untuk mengambil air langsung dari sungai dapat berupa bendungan (intake dam) yang melintang sepanjang lebar sungai atau langsung membagi aliran air sungai tanpa dilengkapi bangunan bendungan. Lokasi intake harus dipilih secara cermat untuk menghindarkan masalah di kemudian hari. Laporan Akhir
Hal II -40
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Lokasi intake harus memiliki dasar sungai yang relatif stabil, apalagi bila bangunan intake tersebut tanpa bendungan (intake dam). Dasar sungai yang tidak stabil inudah mengalami erosi sehingga permukaan dasar sungai lebih rendah dibandingkan dasar bangunan intake; hal ini akan menghambat aliran air memasuki intake. Dasar sungai berupa lapisan lempeng batuan merupakan tempat yang stabil. Tempat di mana kemiringan sungainya kecil, umumnya memiliki dasar sungai yang relatif stabil. Pada kondisi yang tidak memungkinkan diperoleh lokasi intake dengan dasar sungai yang relatif stabil dan erosi pada dasar sungai memungkinkan teladi, maka konstruksi bangunan intake dilengkapi dengan bendungan untuk menjaga ketinggian dasar sungai di sekitar intake. Salah satu permasalahan yang sering terjadi pada instalasi PLTMH adalah kerusakan pada bangunan intake yang disebabkan oleh banjir. Hal tersebut sering terjadi pada intake yang ditempatkan pada sisi luar sungai. Pada bagian sisi luar sungai mudah erosi serta rawan terhadap banjir. Batubatuan, batang pohon serta berbagai material yang terbawa banjir akan mengarah pada bagian tersebut. Sementara itu bagian sisi dalam sungai merupakan tempat terjadinya pengendapan lumpur dan sedimentasi, sehingga tidak cocok untuk lokasi intake. Lokasi intake yang baik terletak sepanjang bagian sungai yang relatif lurus di mana aliran akan terdorong memasuki intake secara alami dengan membawa beban (bed load) yang kecil. Pada dasarnya setiap pembangunan mikrohidro berusaha untuk mendapatkan
head
yang
maksimum.
Konsekuensinya
lokasi
rumah
pembangkit (power house) berada pada tempat yang serendah mungkin. Karena alasan keamanan dan konstruksi, lantai rumah pembangkit harus selalu lebih tinggi dibandingkan permukaan air sungai. Data dan informasi ketinggian permukaan sungai pada waktu banjir sangat diperlukan dalam menentukan lokasi rumah pembangkit.
Selain lokasi rumah pembangkit berada pada ketinggian yang aman, saluran pembuangan air (tailrace) harus terlindung oleh kondisi alam, seperti batu-batuan besar. Disarankan ujung saluran tail race tidak terletak pada
Laporan Akhir
Hal II -41
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
bagian sisi luar sungai karena akan mendapat beban yang besar pada saat banjir, serta memungkinkan masuknya aliran air menuju ke rumah pembangkit. Layout sebuah sistem PLTMH merupakan rencana dasar untuk pembangunan PLTMH. Pada Layout dasar digambarkan rencana untuk mengalirkan air dari intake sampai ke saluran pembuangan akhir. Air dari intake dialirkan ke turbin menggunakan saluran pembawa air berupa kanal dan pipa pesat (penstock). Penggunaan pipa pesat memerlukan biaya yang iebih besar dibandingkan pembuatan kanal terbuka, sehingga dalam membuat Layout perlu diusahakan agar menggunakan pipa pesat sependek mungkin. Pada lokasi. tertentu yang tidak memungkinkan pembuatan saluran pembawa, penggunaan pipa pesat yang panjang tidak dapat dihindari. Pendekatan dalam membuat Layout sistem PLTMH adalah sebagai berikut: air dari intake dialirkan melalui penstok sampai ke turbin. Jalur pemipaan dibuat mengikuti aliran air, paralel dengan sungai. Metoda ini dapat dipilih seandainya pada medan yang ada tidak memungkinkan untuk dibuat kanal, seperti sisi sungai berupa tebing batuan. Perlu diperhatikan bahwa penstock harus aman terhadap banjir
Gambar 2.11 Komponen Mikrohidro
Laporan Akhir
Hal II -42
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) merupakan suatu pembangkit skala kecil yang mengubah energi potensial air menjadi kerja mekanis, dengan cara memutar turbin dan generator untuk menghasilkan daya listrik skala kecil. Mikrohidro adalah istilah yang digunakan untuk instalasi pembangkit listrik yang menggunakan energi air. Kondisi air yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber daya (resources) penghasil listrik adalah memiliki kapasitas aliran dan ketinggian tertentu dan instalasi. Semakin besar kapasitas aliran maupun ketinggiannya dari instalasi maka semakin besar energi yang bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik.
Gambar 2.12 Susunan Mikrohidro
Prinsip dasar mikrohidro adalah memanfaatkan energy potensial yang dimiliki oleh aliran air pada jarak ketinggian tertentu dari tempat instalasi pembangkit listrik. Sebuah skema mikrohidro memerlukan dua hal yaitu, debit air dan ketinggian jatuh (head) untuk menghasilkan tenaga yang dapat dimanfaatkan langsung, melalui beberapa tahapan berturut-turut sebagai berikut :
Laporan Akhir
Hal II -43
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Gambar 2.13 gambaran Umum Mikrohidro
2.7. Energi Panas Bumi Energi panas bumi adalah energi panas yang berasal dari dalam Bumi. Pusat Bumi cukup panas untuk melelehkan bebatuan. Tergantung pada lokasinya, maka suhu Bumi meningkat satu derajat Celsius setiap penurunan 30 hingga 50 m di bawah permukaan tanah. Suhu Bumi 3000 meter di bawah permukaan cukup panas untuk merebus air. Kadang-kadang, air bawah tanah merayap mendekati bebatuan panas dan menjadi sangat panas atau berubah menjadi uap. Pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTPB) adalah seperti pembangkit listrik tenaga batu bara biasa, hanya tidak memerlukan bahan bakar. Uap atau air panas langsung berasal dari bawah tanah dan menggerakkan turbin yang dihubungkan dengan generator yang menghasilkan listrik. Lubang-lubang dibor ke dalam tanah dan uap atau air panas keluar dari pipa-pipa
dialirkan
ke
pembangkit
listrik
tenaga
panas
bumi
untuk
menghasilkan listrik. Tenaga panas bumi bersifat terbarukan selama air yang diambil dari Bumi dimasukkan kembali secara terus-menerus ke dalam tanah setelah didinginkan di pembangkit listrik. Tidak banyak tempat di mana PLTPB bisa dibangun, karena perlu menemukan lokasi dengan jenis bebatuan yang sesuai dengan kedalaman di mana memungkinkan untuk melakukan pemboran ke dalam tanah dan mengakses panas yang tersimpan.
Laporan Akhir
Hal II -44
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Gambar 2.14. Energi Panas Bumi Sumber Energi yang saat ini paling popular digunakan di seluruh dunia adalah sumber energi yang berasal dari fosil berupa minyak bumi, batu bara dan gas alam. Sumber energi minyak bumi, batu bara dan gas alam merupakan sumber masalah bagi dunia. Sebab energi yang berasal dari fosil ini cepat ataupun lambat akan semakin berkurang seiring dengan pertumbuhan umat manusia dan pertumbuhan industri didunia sehingga yang pada akhirnya minyak bumi akan menjadi barang langka dan sangat mahal. Biaya kehidupan akan tersedot hanya untuk memenuhi kebutuhan akan energi. Selain itu hal yang paling serius dari sumber energi fosil adalah masalah dampak yang ditimbulkan dari sisa pembakarannya. Minyak bumi, batu bara dan gas alam dituding sebagai penyumbang terbesar dalam memproduksi gas karbon yang dilepas ke udara sehingga mempengaruhi iklim di bumi ini. Akibatnya terjadi efek rumah kaca atau pemanasan global. Sumber energi alternatif baru dan terbarukan terus dilakukan riset serta pengembangan supaya dapat menggantikan atau paling tidak menghemat sumber energi minyak. Para ahli teknologi dari berbagai penjuru dunia melakukan riset untuk mendapatkan sumber energi baru yang murah, bersih dan dapat diperbarui. Sumber energi alternatif yang dilakukan pengembangan antara lain bersumber dari matahari, air, angin, biomasa dan panas bumi (geothermal). Sumber energi panas bumi menjanjikan dapat memenuhi kebutuhan sumber energi saat ini. Sebab diperkirakan akan mampu menutupi kelemahan yang
dimiliki
oleh
energi
minyak
yaitu
mahalnya
poses
produksinya. PLTP merupakan pembangkit listrik sumber panas bumi yang Laporan Akhir
Hal II -45
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
sangat ekonomis mengingat bahan pruduksinya berupa air yang diinjeksikan kedalam perut bumi untuk menghasilkan uap, jadi tak ada biaya untuk bahan pengolahan bahan lainnya selain air. Setelah uap air terbentuk dan mempunyai tekanan / energi potensial dari sumur produksi, uap dipisahkan dari kandungan air menjadi uap kering pada separator untuk selanjutnya uap tersebut digunakan untuk menggerakan generator penghasil listrik melalui turbin uap. PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) pada pengoperasiannya sama sekali tidak menghasilkan gas karbon sehingga benar benar ramah terhadap lingkungan, hal seperti inilah yang diharapkan oleh masyarakat dari berbagai penjuru dunia. PLTP pertama di Indonesia yang saat ini tengah beropersi adalah di Kamojang Garut Jawa Barat yang dibangun tahun 1983 dengan kapasitas sekitar 110 MW. Indonesia yang merupakan negeri dengan banyak gunung berapi,
merupakan
potensial
tersendiri
bagi
pengembangan PLTP dan
diperkirakan mempunyai kapasitas sekitar 40% atau sekitar 27000 MW dari total cadangan panas bumi dunia dan baru termanfaatkan sekitar 4% nya saja.
Cara kerja Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)
Gambar 2.15. Cara Kerja PLTP
Pada prinsipnya PLTP merupakan Pembangkit listrik tenaga uap seperti pada umumnya. Hanya untuk PLTP ini uap yang digunakan bukan berasal dari boiler tetapi uap berasal dari dapur di dalam perut bumi.
Secara sederhana cara kerja PLTP dapat digambarkan sebagai berikut
Laporan Akhir
Hal II -46
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Air disuntikan kedalam perut bumi dimana terdapat sumber panas alami melalui injektor.
Air akan mengalami pemanasan dan menjadi uap bertekanan dan keluar melalui sumur produksi.
Uap yang keluar masih mengandung air sehingga harus dilakukan pemisahan antara uap dan air pada separator.
Dari sini uap kering akan menuju turbin dan selanjutnya menjalankan generator untuk digunakan sebagai pembangkit listrik, sedangkan airnya akan menuju kembali kedalam injektor.
Setelah uap menyelesaikan tugasnya menggerakan turbin maka akan menuju kondensor untuk dijadikan air kembali. Air dari kondensor akan didinginkan pada tangki pendingin melalui sistim pendinginan udara untuk selanjutnya air dapat di injeksikan kembali pada sumur injeksi.
2.8. Energi Pasang Surut Dua kali sehari, air pasang naik dan turun menggerakkan volume air yang sangat
banyak saat tingkat airlaut naik dan turun di sepanjang garis
pantai. Energi air pasang bias dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik seperti halnya listrik tenaga air tetapi dalam skala yang lebih besar. Pada saat air pasang, air bisa ditahan di belakang bendungan. Ketika surut, maka tercipta perbedaan ketinggian air antara air pasang yang ditahan di bendungan dan air laut, dan air laut di belakang bendungan bisa mengalir melalui turbin yang berputar, untuk menghasilkan listrik. Memang tidak mudah membangun penahan air pasang ini, karena pantai harus terbentuk secara alami dalam bentuk kuala, dan hanya 20 lokasi di seluruh dunia yang telah diidentifikasi sebagai tempat yang berpotensi untuk dimanfaatkan energi pasang surut.
Laporan Akhir
Hal II -47
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Gambar 2.16. Energi Pasang-Surut
2.9. Energi Ombak Ombak laut yang selalu beralun disebabkan oleh angin yang meniup di atas laut. Ombak laut memiliki potensi menjadi sumber energi yang hebat jika bisa dimanfaatkan dengan benar. Ada beberapa metode untuk memanfaatkan energi ombak. Ombak bisa ditangkap dan dinaikkan ke bilik dan udara dikeluarkan paksa dari bilik tersebut. Udara yang bergerak menggerakkan turbin (seperti turbin angin) yang menggerakkan generator untuk menghasilkan listrik. Sistem energi ombak yang lain adalah memanfaatkan gerakan naik turun ombak untuk menggerakkan piston yang bias menggerakkan generator. Tidak mudah untuk menghasilkan listrik dari ombak dalam jumlah besar. Lagipula memindahkan energi tersebut ke pantai merupakan kesulitan tersendiri. Inilah sebabnya sistem tenaga ombak sejauh ini belum lazim.
Laporan Akhir
Hal II -48
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Gambar 2.17 Energi Ombak
2.10. Energi Bahan Bakar Nabati Sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, Indonesia memiliki banyak sumber energi baru dan terbarukan yang bisa dimanfaatkan. Berdasarkan kebijakan energi pemerintah, sumber-sumber energi tersebut adalah panas bumi, bahan bakar nabati (disingkat BBN) atau biofuel), aliran sungai, panas surya, angin, biomassa, biogas, ombak laut, dan suhu kedalaman laut. Melalui optimalisasi pengelolaan energi yang diatur dalam cetak biru energi 2006 – 2025, energi baru dan terbarukan menempati peran yang cukup penting. Dari konsumsi 6,20% pada tahun 2005 diharapkan pada tahun 2025 dapat meningkat menjadi 17%. BBN dan panas bumi masing-masing berkontribusi lima persen. Jenis BBN yang akan dikembangkan adalah biodiesel, bioethanol, dan bio oil (Biokerosene atau Pure Plant Oil/PPO untuk pembangkit listrik). Targetnya adalah penggunaan biofuel sebesar 22,26 juta KL pada tahun 2025 Bahan Bakar Nabati (BBN) adalah bahan bakar dari sumber hayati. Bahan Bakar Nabati (BBN) berjenis biodiesel dan bioetanol saat ini telah menjadi pilihan sumber energi pengganti minyak bumi. Bahan bakar nabati (BBN) berperan penting dalam menganekaragamkan penggunaan energi dan memberikan sumbangan terhadap peningkatan ketahanan energi. Indonesia adalah negara tropis, sehingga hampir keseluruhan jenis tanaman penghasil minyak nabati dapat tumbuh dengan cepat. Simulasi yang
Laporan Akhir
Hal II -49
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
dilakukan Organization for Economic Co-Operation & Development (OECD, 2006) juga mengungkapkan bila negara-negara maju konsisten menggantikan 10% konsumsi bahan bakar fosil dengan BBN, maka perlu dilakukan konversi lahan pertanian yang besar. Konversi lahan pertanian tersebut mustahil dilakukan bagi negara maju karena akan mengganggu produksi pangan. Alternatif yang mungkin ditempuh negara-negara maju adalah mengimpor bahan baku BBN. Namun, sayangnya potensi Indonesia sebagai produsen bahan bakar nabati (BBN) terbesar di dunia belum dioptimalkan dengan baik. Hal ini diindikasikan dengan negara produsen terbesar biodiesel(BBN) saat ini adalah Uni Eropa, sedangkan negara produsen bioetanol terbesar adalah Amerika Serikat. Bahkan pengembangan BBN di Indonesia, khususnya biodiesel dari kelapa sawit dinilai buruk karena menghasilkan energi yang lebih rendah dan menyumbang emisi karbon secara tidak langsung melalui pembakaran hutan dan konversi hutan untuk lahan tanam. Tabel 2.1 Konversi Energi
Hingga saat ini, kebutuhan energi Negara Indonesia masih didominasi oleh minyak solar dan Premium dengan mengesampingkan potensi yang lebih baik yaitu dengan Bioetanol/Biofuel dan bahan bakar nabati lainnya. Padahal Negara Indonesia mempunyai potensi alam yang sangat besar dalam pengembangan bahan bakar nabati (BBN). Potensi kekayaan alam Indonesia sebagian besar terletak di kawasan timur terdiri atas: panjang garis pantai
Laporan Akhir
Hal II -50
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
>81.000 km, 17.508 pulau, luas laut 5,8 juta km²(3x luas daratan), 37% spesies dunia, pusat keragaman tropis dunia (>70 % genus dari karang, 18% terumbu karang dunia ada di Indonesia),30% hutan bakau dunia ada di Indonesia, 90% hasil tangkapan ikan berasal dari perairan pesisir dalam 12 mil laut dari pantai. Untuk memanfaatkan potensi besar yang dimiliki Indonesia, perlu adanya landasan tentang cara pengembangan dalam berbagai aspek diantaranya:
1.
Riset Bioteknologi Riset bioteknologi yang gencar dapat diketahui varietas unggul yang
menghasilkan rendemen minyak dan produktivitas tinggi, karakteristik hama, perlindungan, dan keekonomisan jenis tanaman sebagai bahan baku BBN. Hal ini sejalan dengan pendapat James(2006) bahwa peran bioteknologi modern juga diperlukan untuk menghadapi kerusakan lingkungan sebagai akibat pola pertanian yang kurang tepat. Riset bioteknologi pertama adalah identifikasi cara pengembangan alga sebagai bahan baku biodiesel. Indonesia memiliki garis pantai tropis terpanjang di dunia sepanjang > 81.000 km (Jakti, 2004). BBN bisa diproduksi dari budidaya cepat alga mikro yang tumbuh di perairan tawar/asin. Jenis riset kedua yang diperlukan adalah biobutanol sebagai generasi kedua BBN dengan bahan baku berupa bahan-bahan non pangan dan limbah seperti batang padi, jerami, kertas bekas, dan bagasse (batang tebu yang telah diperas). 2.
Infrastruktur Dukungan infrastruktur penting dibutuhkan karena biaya transaksi
menjadi rendah. Dukungan infrastruktur meliputi akses dari petani ke industri pengembangan BBN dan pasar. Dengan demikian, pengembangan BBN yang lebih intensif akan berdampak pada kegairahan pasar domestik dalam pengembangan BBN. 3.
Ekonomi Indonesia perlu memberlakukan kebijakan yang bertumpu pada
permintaan dan penawaran dengan prioritas utama adalah penciptaan pasar domestik. Artinya, menjaga ketersediaan pasokan di masa mendatang adalah penting di samping tetap mendahulukan permintaan kebutuhan BBN dari dalam negeri. Potensi Indonesia sebagai Raja BBN Dunia dapat dioptimalkan melalui Laporan Akhir
Hal II -51
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
diversifikasi sumber BBN melalui pencampuran (mixing) beberapa sumber BBN mulai dari tanaman pangan, non pangan, dan limbah. Hal ini mengingat kekayaan alam Indonesia yang melimpah dan menjaga sisi keekonomisan BBN.
4.
Hukum Dalam rangka menjamin kepastian hukum, maka penegakan hukum
secara konsisten dan berkesinambungan mutlak diperlukan, khususnya pada beberapa sektor pendukung pengembangan BBN. Adanya pengaturan baru, berupa insentif bagi SPBU sebagai infrastruktur, fiskal berupa pengurangan pajak pada pemakaian kendaraan hemat bahan bakar, dan industri terkait diperlukan. Selain itu, pengawasan terhadap implementasi peraturan tentang Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) patut dipertahankan untuk menjaga kelestarian hutan.
5.
Sosial dan Edukasi Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat adalah komponen penting
agar masyarakat beralih mengembangkan dan menggunakan BBN serta dapat berpikir positif ramah lingkungan. Perubahan paradigma bahwa pengembangan BBN bukan sekadar sebagai energi alternatif melainkan sebagai solusi dan investasi penting untuk disosialisasikan. Hal ini sejalan dengan Ernsting, dkk(2007) yang dikutip oleh Khudori(2008) bahwa program pengembangan BBN skala kecil dengan sistem kontrol oleh komunitas lokal berpotensi memberi manfaat kepada pedesaan dan menciptakan lapangan kerja baru. Dengan demikian, untuk mewujudkan Indonesia sebagai Raja BBN Dunia namun tetap menjamin kelestarian lingkungan, maka diperlukan dukungan sektor swasta, lembaga riset, perguruan tinggi setempat termasuk konsumen yang berpartisipasi penuh dalam proses pengambilan keputusan berkaitan dengan lingkungan. Bioetanol adalah etanol atau alkohol yang dihasilkan melalui proses fermentasi. Etanol memiliki tiga jenis (grade) berdasarkan kadar alkoholnya, yaitu jenis industrial (90-94%), jenis netral yang digunakan untuk minuman
Laporan Akhir
Hal II -52
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
keras atau bahan baku farmasi (96-99,5%) dan jenis bahan bakar (99,5-100 %) (Anonim, 2006). Bietanol dapat dipergunakan sebagai energi alternatif pengganti bensin yang ramah lingkungan dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Umumnya penggunaan bioetanol masih dalam bentuk campuran dengan bensin pada konsentrasi 10% (E10), yaitu 10% bioetanol dan 90% bensin, bahan bakar ini dikenal sebagai Gasohol (Hambali, 2008). Nilai oktan Gasohol E-10 sebesar 91 hampir sama dengan Pertamax dengan nilai oktan 91,5 (Effendi, D.S., 2009). Konsumsi energi hingga saat ini masih didominasi oleh minyak bumi. Konsumsi minyak bumi mencapai 54%, sedangkan bentuk sumber energi lainnya dibawah 30% (BPPT, 2009). Sumber energi lainnya tersebut seperti gas alam, batu bara, PLTA, Geothermal, dan energi terbarukan (renewable energy) seperti biogas, bioetanol, fuel cell dan lain sebagainya.
Gambar 2.18. Salah satu pemanfaatan bahan Nabati
Indonesia yang dulu menjadi negara pengekspor minyak, sejak 2004 berubah menjadi negara pengimpor minyak. Sementara itu adanya peningkatan
Laporan Akhir
Hal II -53
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
harga minyak dunia, diprediksikan jumlah impor BBM meningkat sekitar 60%70% dari kebutuhan dalam negeri pada tahun 2010 yang mana dapat menjadikan Indonesia pengimpor BBM terbesar di Asia (Muspahaji, M, 2007). Hal ini menyebabkan pemerintah melakukan pengurangan subsidi agar beban anggaran nasional tetap stabil. Untuk itu pemerintah berusaha mencari alternatif lain untuk menghemat pemakaian BBM dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti BBM (Prihandana, 2007). Untuk dapat digunakan sebagai bahan baker alternatif pengganti bensin perlu dilakukan destilasi berulang agar kadar alkohol menjadi 99,5%. Harga Bahan Bakar Nabati (BBN) tersebut terjangkau untuk masyarakat dibandingkan dengan harga BBM yang semakin mahal apalagi jika subsidinya dicabut 100%. Destilasi fraksional sering digunakan dalam laboratorium untuk memurnikan suatu cairan dari pengotornya yang mana terbatas pada skala kecil, untuk skala besar atau rumah tangga masih tergolong mahal dan kadar alkoholnya di bawah 95%. Agustin, dkk. (2011) menggunakan teknologi destilasi bertingkat untuk memurnikan bioetanol hingga mencapai kadar etanol 96%. Sehingga masih perlu dikembangkan sebuah teknologi destilasi pengolahan bioetanol alternatif skala rumah tangga yang dapat dilakukan oleh masyarakat dengan alat-alat yang mudah didapat menggunakan sistem kolom fraksional dan metode dehidrasi.
Laporan Akhir
Hal II -54
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Tabel 2.2. Pasar Bioetanol
Untuk dapat digunakan sebagai bahan baker alternatif pengganti bensin perlu dilakukan destilasi berulang agar kadar alkohol menjadi 99,5%. Harga Bahan Bakar Nabati (BBN) tersebut terjangkau untuk masyarakat dibandingkan dengan harga BBM yang semakin mahal apalagi jika subsidinya dicabut 100%. Destilasi fraksional sering digunakan dalam laboratorium untuk memurnikan suatu cairan dari pengotornya yang mana terbatas pada skala kecil, untuk skala besar atau rumah tangga masih tergolong mahal dan kadar alkoholnya di bawah 95%. Agustin, dkk. (2011) menggunakan teknologi destilasi bertingkat untuk memurnikan bioetanol hingga mencapai kadar etanol 96%. Sehingga masih perlu dikembangkan sebuah teknologi destilasi pengolahan bioetanol alternatif skala rumah tangga yang dapat dilakukan oleh masyarakat dengan alat-alat yang mudah didapat menggunakan sistem kolom fraksional
dan
metode
dehidrasi.
Metode
dehidrasi
dilakukan
untuk
menghilangkan kandungan air dalam alkohol dengan cara melewatkan campuran bioetanol ke dalam zeolit. Bioetanol merupakan etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung komponen pati atau selulosa seperti singkong dan tetes tebu. Laporan Akhir
Hal II -55
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
Etanol umumnya digunakan sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran minuman keras seperti sake atau gin, dan bahan baku farmasi dan kosmetika. Bioetanol (C2H5OH) dapat diperoleh melalui proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme (Mursyidin, 2007). Bioetanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai bensin. Bioetanol yang digunakan sebagai bahan bakar dalam bentuk campuran bioetanol dengan bensin adalah bioetanol dengan kadar etanol 99,5% atau lebih dikenal sebagai bioetanol anhidrat (Hambali et al., 2008; Assegaf, F., 2009). Bioetanol yang digunakan sebagai bahan bakar mempunyai kelebihan, diantaranya murah dan ramah lingkungan karena bahan bakar tersebut memiliki nilai oktan 92, lebih tinggi dari premium (88), sedangkan pertamax memiliki nilai oktan 94. Hal ini menyebabkan bioetanol dapat menggantikan fungsi zat aditif yang sering ditambahkan untuk memperbesar nilai oktan tanpa bersifat toksik sehingga merupakan bahan bakar alternatif yang potensial untuk dikembangkan (Anonim, 2005). Bioetanol juga merupakan bahan bakar yang tidak mengakumulasi gas karbon dioksida (CO2) dan relatif kompatibel dengan mesin berbahan bakar bensin (Assegaf, F., 2009). Campuran bioetanol (5%) dengan
bensin (95%) telah dikomersialkan oleh
Pertamina dengan nama dagang Pertamax. Tahun 2008, harga Pertamax pada beberapa SPBU di Pulau Jawa dan Sumatera, cukup tinggi, yakni Rp. 6.5006.850/liter (Prihandana et al., 2008) bahkan pada tahun 2011 harga pertamax mencapai Rp. 8.900/liter. Menurut Shadily (1984) destilasi diartikan sebagai proses pemanasan suatu bahan pada pelbagai temperatur, tanpa kontak dengan udara luar untuk memperolah hasil tertentu. Proses destilasi bertingkat (fraksinasi) ini digunakan untuk komponen yang memiliki titik didih yang berdekatan (Syukri, S. 1999). Sistem kerjanya sama dengan destilasi sederhana, perbedaannya adalah adanya kolom fraksinasi. Di kolom ini terjadi pemanasan secara bertahap dengan suhu yang berbeda-beda pada setiap platnya. Pemanasan yang berbeda-beda ini bertujuan untuk pemurnian destilat yang lebih baik daripada plat-plat di Laporan Akhir
Hal II -56
Kajian Rencana Pengembangan Energi Terbarukan di Kab. Bandung 2013
bawahnya. Semakin ke atas, semakin tidak volatil cairannya (Lando, J.B. dan Maron, S.H., 1974). Pada umumnya hasil fermentasi berupa bioetanol atau alkohol yang mempunyai kemurnian sekitar 30 – 40% belum dapat diketegorikan sebagai fuel based ethanol. Agar dapat digunakan sebagai bahan bakar maka bioetanol harus memiliki kadar alkohol di atas 95%. Untuk memurnikan bioetanol menjadi berkadar lebih dari 95% agar dapat dipergunakan sebagai bahan bakar harus melewati proses destilasi untuk memisahkan alkohol dengan air untuk memperoleh bioethanol dengan kemurnian hingga 99,5-99,8%. (Simanjuntak, R. 2009) dan dehidrasi (Tjokoroadikoesoemo, 1986; Hambali et al., 2008; Assegaf, F., 2009). Dilaporkan bahwa pengolahan bioetanol dengan menggunakan proses destilasi bertingkat (dua kali proses destilasi) menghasilkan bioetanol dengan kadar 69,2-89,1% (Anonim, 2008), kadar 96% (Agustin, dkk., 2011). Diharapkan dengan menggunakan destilasi 3 tingkat akan diperoleh bioetanol dengan kadar di atas 90%. Untuk meningkatkan kadar etanol menjadi 99,599,8% dengan cara dehidrasi (Tjokroadikoesoemo, 1986). Penggunaan hidrator dengan zeolit atau saringan molekuler 3 Å (hidrat yang mempunyai kemampuan tinggi untuk mengadsorbsi air dari etanol namun tidak menyerap etanol) akan membantu proses peningkatan kadar etanol dengan hanya menggunakan energi relatif sedikit dengan waktu cukup singkat (Fornoff, 1981).
Laporan Akhir
Hal II -57