BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian
2.1.1
Anggaran Anggaran berasal dari kata budget (Inggris), sebelumnya dari kata bougette
(Perancis) yang berarti sebuah tas kecil. Menurut Indra Bastia (2006:191), berdasarkan The National Committee on Govermental Accounting (NGCA) yang saat ini telah menjadi Govermental Accounting Standards Board (GASB) definisi anggaran (budget) adalah rencana operasi keuangan, yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam periode waktu tertentu. Menurut Mardiasmo (2009:61), definisi anggaran adalah sebagai berikut : “Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metoda untuk mempersiapkan suatu anggaran”. Sedangkan menurut Abdul Halim (2007:164) mengartikan anggaran adalah: “Anggaran merupakan sebuah rencana yang disusun dalam bentuk kuantitatif dalam satuan moneter untuk satu periode dan periode anggaran biasanya dalam jangka waktu setahun”. 2.1.1.1 Fungsi Anggaran Bagi organisasi sektor publik seperti pemerintah, anggaran tidak hanya sebuah rencana tahunan tetapi juga merupakan bentuk akuntabilitas atas pengelolaan dana publik yang dibebankan kepadanya. Mardiasmo (2009:63-66) menguraikan fungsi utama anggaran sektor publik sebagai berikut :
7
8
1. 2. 3. 4. 5.
Alat Perencanaan (planning tool) Alat Pengendalian (control tool) Alat Kebijakan Fiskal (fiscal tool) Alat Politik (political tool) Alat Koordinasi dan Komunikasi (coordination and communication tool) 6. Alat Penilaian Kinerja (performance measurement tool) 7. Alat Motivasi (motivation tool) 8. Alat Menciptakan Ruang Publik (public sphere) Fungsi anggaran dapat di uraikan sebagai berikut : 1. Anggaran sebagai Alat Perencanaan (planning tool) Dengan adanya anggaran, organisasi tahu apa yang harus dilakukan dan ke arah mana kebijakan yang dibuat. 2. Anggaran sebagai Alat Pengendalian (control tool) Dengan adanya anggaran organisasi sektor publik dapat menghindari adanya pengeluaran yang terlalu besar (overspending) atau adanya penggunaan dana yang tidak semestinya (misspending). 3. Anggaran sebagai Alat Kebijakan Fiskal (fiscal tool) Melalui anggaran dapat diketahui arah kebijakan fiskal pemerintah, sehingga dapat digunakan untuk mendorong, memfasilitasi, dan mengkoordinasikan kegiatan ekonomi masyarakat, sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi. 4. Anggaran sebagai Alat Politik (political tool) Dalam organisasi sektor publik, melalui anggaran dapat dilihat komitmen pengelola dalam melaksanakan program-program yang telah dijanjikan. 5. Anggaran seabagai Alat Koordinasi dan Komunikasi (coordination and communication) Melalui dokumen anggaran yang komprehensif sebuah bagian atau unit kerja atau departemen yang merupakan suborganisasi dapat mengetahui apa yang harus dilakukan dan juga apa yang akan dilakukan oleh bagian atau unit kerja lainnya. 6. Anggaran sebagai Alat Penilaian Kinerja (performance measurement tool) Anggaran adalah suatu ukuran yang bisa menjadi patokan apakah suatu bagian/unit kerja telah memenuhi target baik berupa terlaksananya aktivitas maupun terpenuhinya efisiensi biaya.
9
7. Anggaran sebagai Alat Motivasi (motivation tool) Anggaran dapat digunakan sebagai alat motivasi dengan menjadikan nilai-nilai nominal yang tercantum sebagai target pencapaian. 8. Angaran sebagai Alat untuk Menciptakan Ruang Publik (public sphere) Masyarakat seabagai alat untuk menciptakan ruang publik (publik sphere) masyarakat, LSM, perguruan tinggi, dan berbagai organisasi kemasyarakatan harus terlibat dalam proses penganggaran publik. 2.1.2
Anggaran Berbasis Kinerja Anggaran berbasis kinerja merupakan suatu ukuran yang bisa menjadi
patokan apakah suatu bagian atau unit kerja telah memenuhi target, baik berupa terlaksananya aktifitas maupun terpenuhinya efisiensi biaya. Sistem anggaran berbasis kinerja memiliki suatu kerangka kerja yang secara sistematik dibangun untuk menghasilkan suatu anggaran berbasis kinerja. 2.1.2.1 Pengertian Anggaran Berbasis Kinerja Anggaran berbasis kinerja (perfomance based budgeting) pada dasarnya adalah sebuah sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat dengan visi, misi, dan rencana strategis organisasi. Menurut Abdul Halim (2007:177) mengartikan anggaran berbasis kinerja adalah : “Anggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapain hasil dari keluaran tersebut. Keluaran dan hasil tersebut dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kinerja”. Sedangkan Indra Bastian (2006:171) mengemukakan anggaran berbasis kinerja adalah : “Anggaran berbasis kinerja adalah sistem penganggaran yang berorintesai pada “output” organisasi yang berkaitan sangat erat dengan visi, misi dan rencana strategis organisasi”.
10
2.1.2.2 Prinsip Anggaran Berbasis Kinerja Dalam menyusun anggaran berbasis kinerja perlu diperhatikanya prinsipprinsip anggaran berbasis kineja. Menurut Abdul Halim (2007:178) prinsipprinsip anggaran berbasis kinerja yaitu : 1. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran 2. Disiplin Anggaran 3. Keadilan Anggaran 4. Efisiensi dan Efektivitas Anggaran 5. Disusun dengan Pendekatan Kinerja Prinsip-prinsip anggaran berbasis kinerja dapat diuaraikan sebagai berikut: 1. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran Anggaran harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran, hasil, dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan. Anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat. Masyarakat juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut. 2. Disiplin Anggaran Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Sedangkan belanja yang dianggarkan pada setiap pos/pasal merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan/proyek yang belum/tidak tersedia anggarannya. Dengan kata lain, bahwa penggunaan setiap pos anggaran harus sesuai dengan kegiatan/proyek yang diusulkan. 3. Keadilan Anggaran Pemerintah daerah wajib mengalokasikan penggunaan anggarannya secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam
11
pemberian pelayanan, karena daerah pada hakikatnya diperoleh melalui peran serta masyarakat secara keseluruhan. 4. Efisiensi dan Efektivitas Anggaran Penyusunan anggaran hendaknya dilakukan berlandaskan azas efisiensi, tepat guna, tepat waktu pelaksanaan, dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan. Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan dan kesejahteraan yang maksimal untuk kepentingan stakeholders. 5. Disusun dengan Pendekatan Kinerja Anggaran yang disusun dengan pendekatan kinerja mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (output/outcome) dari perencanaan alokasi biaya atau input yang telah ditetapkan. Hasil kerjanya harus sepadan atau lebih besar dari biaya atau input yang telah ditetapkan, selain itu harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja di setiap organisasi. 2.1.2.3 Tujuan Anggaran Berbasis Kinerja Menurut Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran (2009) tujuan anggaran berbasis kinerja adalah : 1. Menunjukkan keterkaitan antara pendanaan dan prestasi kerja yang akan dicapai (directly linkages between performance and budget). 2. Meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pelaksanaan (operational efficiency). 3. Meningkatkan fleksibilitas dan akuntabilitas unit dalam melaksanakan tugas dan pengelolaan anggaran (more flexibility and accountability). 2.1.2.4 Elemen-Elemen Anggaran Berbasis Kinerja Dalam rangka penerapan anggaran berbasis kinerja menurut Departemen Keuangan Republik Indonesia/Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK, 2008:10-11) menjelaskan elemen-elemen utama yang harus ditetapkan terlebih dahulu yaitu : 1.
Visi dan Misi yang hendak dicapai
12
2. 3. 4. 5.
Tujuan Sasaran Program Kegiatan Elemen-elemen anggaran berbasis kinerja dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Visi dan Misi yang hendak dicapai Visi mengacu kepada hal yang ingin dicapai oleh pemerintah dalam jangka panjang. Sedangkan misi adalah kerangka yang menggambarkan bagaimana visi akan dicapai. 2. Tujuan Tujuan merupakan penjabaran lebih lanjut dari visi dan misi. Tujuan tergambar dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional yang menunjukkan tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam rangka mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan. Tujuan harus menggambarkan arah yang jelas serta tantangan yang realisitis. Tujuan yang baik bercirikan, antara lain memberikan gambaran pelayanan utama yang akan disediakan, secara jelas menggambarkan arah organisasi dan program-programnya, menantang namun realistis, mengidentifikasikan obyek yang akan dilayani serta apa yang hendak dicapai. 3. Sasaran Sasaran menggambarkan langkah-langkah yang spesifik dan terukur untuk mencapai tujuan. Sasaran akan membantu penyusun anggaran untuk mencapai tujuan dengan menetapkan target tertentu dan terukur. Kriteria sasaran yang baik adalah dilakukan dengan menggunakan kriteria spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan, dan ada batasan waktu (specific, measurable, achievable, relevant, timely/SMART) dan yang tidak kalah penting bahwa sasaran tersebut harus mendukung tujuan (support goal).
4. Program
13
Program adalah sekumpulan kegiatan yang akan dilaksanakan sebagai bagian dari usaha untuk mencapai serangkaian tujuan dan sasaran. Program dibagi menjadi kegiatan dan harus disertai dengan target sasaran output dan outcome. Program yang baik harus mempunyai keterkaitan dengan tujuan dan sasaran serta masuk akal dan dapat dicapai. 5. Kegiatan Kegiatan adalah serangkaian pelayanan yang mempunyai maksud menghasilkan output dan hasil yang penting untuk pencapaian program. Kegiatan yang baik kriterianya adalah harus dapat mendukung pencapaian program. 2.1.2.5 Unsur-Unsur Pokok Anggaran Berbasis Kinerja Dalam rangka penerapan anggaran berbasis kinerja terdapat unsur-unsur yang harus dipahami dengan baik oleh semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja. Unsur-unsur pokok anggaran berbasis kinerja yang harus dipahami menurut Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK, 2008:14-19) unsur-unsur anggaran berbasis kinerja yaitu : 1. 2. 3. 4. 5.
Pengukuran Kinerja Penghargaan dan Hukuman (Reward and Punishment) Kontrak Kinerja Kontrol Eksternal dan Internal Pertanggungjawaban Manajemen Unsur-unsur pokok anggaran berbasis kinerja tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut : 1. Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja adalah suatu proses yang obyektif dan sistematis dalam mengumpulkan, menganalisis dan menggunakan informasi untuk menentukan seberapa efektif dan efisien pelayanan yang dilaksanakan oleh pemerintah mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Konsekuensi anggaran berbasis kinerja yang menghubungkan perencanaan strategis (tertuang dalam program) dengan penganggaran (tertuang dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan). a. Menentukan Program dan Kegiatan Dengan Jelas
14
Untuk mencapai tujuan strategis adalah harus menentukan program dan kegiatan dengan jelas. Pembiayaan dari masing-masing program, kegiatan dan keluaran juga harus tergambar dengan jelas. Struktur pembiayaan yang jelas akan muncul apabila sistem akuntansi yang dipakai berdasarkan akrual. b. Sistem Informasi yang Memadai Dalam rangka pengukuran kinerja yang baik diperlukan adanya sistem informasi yang mampu menghasilkan informasi yang memadai untuk menilai pencapaian kinerja dari masing-masing lembaga/unit kerja yang bertanggung jawab atas suatu kegiatan. Tingkat informasi dasar yang harus dikembangkan meliputi : a) Ekonomis, sejauh mana masukan yang ada digunakan dengan sebaikbaiknya. b) Efisiensi, sejauh mana perbandingan antara tingkat keluaran suatu kegiatan dengan masukan yang digunakan. c) Efektivitas, sejauh mana keluaran yang dihasilkan mendukung pencapaian hasil yang ditetapkan. Informasi yang dihasilkan juga harus dapat membandingkan kinerja yang direncanakan dengan pencapaiannya. Pengukuran kinerja dilaksanakan oleh masing-masing lembaga/unit kerja yang selanjutnya dikontrol mutunya serta diverifikasi oleh instansi pusat serta lembaga audit. Beberapa teknik dan sumber informasi yang relevan yang digunakan antara lain: a) Pengembangan biaya per unit dimana kuantitas dan biaya dari keluaran merupakan sesuatu yang menjadi pertimbangan. b) Pembandingan (benchmarking) atas biaya dan standar pelayanan, baik itu antar lembaga, antara wilayah, maupun antar negara. c) Penentuan peringkat atas kinerja masing-masing lembaga. d) Survey atas pengguna (client survey) dimana kualitas dan ketepatan waktu dari pelayanan publik dinilai. c. Pihak Eksternal (Independen) Agar tercapai penilaian yang fair diperlukan peran dari pihak eksternal dalam mengukur kinerja secara lebih independen. Pendekatan dalam mengukur kinerja
15
akan bervariasi antar lembaga/unit kerja, bergantung pada bentuk keluaran yang dihasilkan. d. Mengukur Kinerja yang Strategis (Key Performance Indicators) Suatu sistem pengukuran kinerja sebaiknya hanya mengukur kinerja yang strategis (key performance indicators), bukan menekankan tingkat komprehensif dan birokratis atas kinerja yang disusun. (catatan: kinerja tidak diukur berdasarkan jumlah surat masuk/keluar jumlah laporan yang dibuat/jumlah surat yang ditandatangani) karena pengkuran seperti ini dapat menyesatkan. 2. Penghargaan dan Hukuman (Reward and Punishment) Pelaksanaan penganggaran berdasarkan kinerja sulit dicapai dengan optimal tanpa ditunjang dengan faktor-faktor yang dapat menunjang pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja yaitu berupa ganjaran dan hukuman (reward and punishment) bagi para pelaksana penganggaran. Penghargaan dan hukuman (reward and punishment) tersebut diantaranya adalah : a. Penerapan Insentif Atas Kinerja yang Dicapai dan Hukuman Atas Kegagalannya Penerapan insentif di sektor publik bukan hal yang mudah untuk dilaksanakan karena penerapan sistem insentif perlu didukung oleh mekanisme non keuangan, terutama keinginan dan kebutuhan atas pencapaian kinerja. Hal ini dapat tumbuh misalnya jika ada aturan bahwa lembaga/unit kerja yang mencapai kinerja dengan baik dapat memperoleh prioritas atas anggaran berikutnya walaupun alokasi anggaran telah ditentukan oleh prioritas kebijakan dan program. Hal lain yang bisa menjadi insentif bagi pencapaian kinerja adalah bertambahnya fleksibilitas bagi pihak manajer dalam mengelola keuangan publik dan kepastian atas pendanaan suatu program dan kegiatan. Pendekatan lain dalam pemberian insentif adalah berdasarkan kapasitas yang dimiliki oleh suatu lembaga dalam mencapai suatu target kinerja. Apabila suatu lembaga dapat mencapai target yang ditetapkan, dapat diberikan keleluasaan yang lebih dalam mengelola anggaran yang dialokasikan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Hal ini memungkinkan setiap lembaga untuk maju dan berkembang secara konsisten dengan kapasitas yang mereka miliki.
16
b. Penerapan Efisiensi (Savings) Bentuk lain untuk peningkatan kinerja melalui insentif atau disinsentif yaitu penerapan efisiensi (savings). Hal ini dapat dilakukan untuk program dan kegiatan yang bersifat pelayanan publik. Alokasi anggaran untuk setiap program dan kegiatan dikurangi dengan jumlah tertentu untuk saving dalam rangka meningkatkan efisiensi atas pelayanan yang diberikan. c. Penahanan atas Penerimaan yang Diperoleh Oleh Suatu Lembaga Selain itu dapat juga diterapkan penahanan atas penerimaan yang diperoleh oleh suatu lembaga, hal ini dapat dilaksanakan dengan suatu bentuk perjanjian antara lembaga pusat (central agency) dengan lembaga bersangkutan dalam pembagian atas hasil yang diterima. 3. Kontrak Kinerja Jika penganggaran berdasarkan kinerja telah dapat berkembang dengan baik, kontrak atas kinerja dapat mulai diterapkan. Atas nama pemerintah, departemen keuangan dapat melaksanakan kontrak atas pencapaian suatu kinerja dengan kementerian negara/lembaga teknis lainnya, begitu juga antara menteri dengan unit organisasi di bawahnya. Walaupun demikian, suatu sistem kontrak kinerja harus didukung oleh faktor-faktor berikut ini : a. Definisi yang jelas terhadap pelayanan yang dikontrakkan. b. Kewenangan yang ada bagi pihak kementerian negara/lembaga untuk mengelola sumber daya yang ada. Kriteria tersebut dapat terlaksana apabila reformasi bidang pengelolaan keuangan negara dapat menciptakan kondisi yang dapat meningkatkan keinginan dan kebutuhan atas pencapaian kinerja.
4. Kontrol Eksternal dan Internal Sistem kontrol eksternal terhadap penggunaan anggaran harus dilakukan oleh badan di luar pengguna anggaran. Pengguna anggaran harus mendapat persetujuan sebelum menggunakan anggaran mereka. Kontrol diarahkan pada kontrol input
17
suatu kegiatan, serta apa dan bagaimana pencapaian output. Untuk menciptakan kontrol yang efektif harus memenuhi persyaratan : 1. Adanya pemisahan antara lembaga kontrol dan lembaga pengguna anggaran; 2. Kontrol dilakukan pada input, output dan outcome; 3. Kontrol dilakukan sebelum dan sesudah anggaran digunakan. 5. Pertanggungjawaban Manajemen Bila sistem penganggaran yang lama menekankan pada kontrol terhadap input, maka di dalam sistem penganggaran berbasis kinerja difokuskan pada output. Dalam sistem ini manajer pengguna anggaran memperoleh kewenangan penuh dalam merencanakan dan mengelola anggaran mereka. Prinsip dasar di dalam sistem ini adalah manajer pengguna anggaran harus diberi kebebasan penuh bila akuntabilitas atas pencapaian output yang ingin dicapai. Agar akuntabilitas dapat diwujudkan, maka sistem ini didesain mengandung dua karakteristik dasar, yaitu : a. Kontrol dilakukan pada output dan outcome Hal ini menyebabkan manajer bertanggung jawab terhadap output baik volume, waktu pengerjaan maupun kualitasnya serta outcome yang timbul. b. Adanya kebebasan bagi manajer Dengan adanya kebebasan bagi manajer, maka manajer dapat melakukan dan mengekspresikan profesionalitas mereka dengan optimal. 2.1.2.6 Manfaat Anggaran Berbasis Kinerja Mardiasmo (2009:63) mengemukakan pentingnya anggaran berbasis kinerja bagi pemerintahan, karena beberapa alasan yaitu : 1. Anggaran
merupakan
pembangunan
sosial
alat
bagi
ekonomi,
pemerintah menjamin
untuk
mengarahkan
kesinambungan
dan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat. 2. Anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang tak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumber daya yang ada terbatas. Anggaran diperlukan karena adanya masalah keterbatasan sumber daya (scarcity of resources), pilihan (Choice), dan trade offs.
18
3. Anggaran diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah bertanggung jawab terhadap masyarakat. Dalam hal ini anggaran publik merupakan instrumen pelaksanaan akuntabilitas publik oleh lembagalembaga publik yang ada. 2.1.3
Akuntabilitas Akuntabilitas adalah pemberian informasi dan pengungkapan (disclosure)
atas aktifitas dan kinerja flinancial pemerintah daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Akuntabilitas mensyaratkan bahwa pengambil keputusan berperilaku sesuai dengan mandat yang diterimanya. 2.1.3.1 Pengertian Akuntabilitas Istilah Akuntabilitas berasal dari istilah bahasa inggris accountability yang berarti pertangungjawaban atau keadaan untuk dipertanggung jawabkan atau keadaan untuk diminta pertanggung jawaban. Menurut Mahmudi (2010:23) mengartikan akuntabilitas adalah sebagai berikut : “Kewajiban agen (pemerintah) untuk mengelola sumber daya, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya publik kepada pemberi mandat (principal)”. 2.1.3.2 Jenis-Jenis Akuntabilitas Mardiasmo (2009:21) mengkategorikan akuntabilitas menjadi dua macam yaitu : 1. Akuntabilitas Vertikal (Internal) 2. Akuntabilitas Horizontal (Eksternal) Adapun penjelasan dari akuntabilitas vertikal dan akuntabilitas horizontal adalah sebagai berikut :
1. Akuntabilitas Vertikal (Internal)
19
Akuntabilitas vertikal (Internal) merupakan pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, dan pemerintah pusat kepada MPR. 2. Akuntabilitas Horizontal (Eksternal) Akuntabilitas horizontal (eksternal) melekat pada setiap lembaga Negara sebagai suatu organisasi untuk mempertanggungjawabkan semua amanat yang telah diterima dan dilaksanakan ataupun perkembangannya untuk dikomunikasikan kepada pihak eksternal (masyarakat luas). 2.1.4
Akuntabilitas Kinerja Masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui anggaran, namun
juga berhak menuntut pertanggungjawaban atas setiap dana masyarakat yang dialokasikan atas rencana, pelaksaan, ataupun pelaporan dan evaluasi atas anggaran tersebut. Anggaran yang memiliki kualitas yang baik dan realistis, dengan adanya pengendalian keuangan yang efektif, pelaksanaan anggaran dapat lebih baik, sehingga dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. 2.1.4.1 Pengertian Akuntabilitas Kinerja Akuntabilitas kinerja dapat diartikan sebagai kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumbersumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab halhal yang menyangkut pertanggungjawabannya. Adapun menurut Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (2003:3) menyatakan bahwa akuntabilitas kinerja adalah : “Perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan melalui sistem pertanggungjawaban secara periodik”.
20
2.1.4.2 Dimensi Akuntabilitas Dalam organisasi sektor publik akuntabilitas memiliki beberapa aspek atau dimensi. Ellwod (1993) dalam Mardiasmo (2009:21-23) menjelaskan bahwa terdapat empat aspek atau dimensi akuntabilitas yaitu : 1. 2. 3. 4.
Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran Akuntabilitas Proses Akuntabilitas Program Akuntabilitas Kebijakan Adapun penjelasan dari empat aspek atau dimensi akuntabilitas adalah :
1. Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran Akuntabilitas Hukum adalah pertangungjawaban lembaga publik untuk berperilaku jujur dalam bekerja dan mentaati ketentuan hukum yang berlaku didalam penguanaan sumber dana publik. Sedangkan akuntabilitas kejujuran berkaitan dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan, korupsi, dan kolusi. Akuntabilitas hukum dan kejujuran pengukuranya dengan penggunaan dana sesuai anggaran dan ketaatan pada peraturan. 2. Akuntabilitas Proses Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan dalam pertangungjawaban lembaga publik didalam melakukan pengelolaan organisasi secara efisien dan efektif dalam hal kecukupan efisiensi sistem informasi. Akuntabilitas proses dapat juga diartikan sebagai akuntabilitas kinerja karena untuk memeriksa terhadap kinerjanya apakah sesuai dengan yang diharapkan atau terjadi tindakan korupsi,kolusi, dan nepotisme. Akuntabilitas proses ialah bahwa proses organisasi harus dapat dipertanggungjawabkan dengan kata lain tidak terjadi inefisiensi dari ketidakefektifan organisasi. 3. Akuntabilitas Program Akuntabilitas program berkaitan dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dalam kegiatan yang dicapai atau tidaknya dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal
21
dengan
biaya
yang
minimal.
Lembaga-lembaga
publik
harus
mempertanggungjawabkan program yang telah dibuat pada pelaksanaan program. 4. Akuntabilitas Kebijakan Akuntabilitas kebijakan menyangkut pertanggungjawaban pemerintah atau lembaga publik baik pusat maupun daerah atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas. Dalam membuat kebijakan lembaga publik hendaknya dapat mempertanggungjawabkan kebijakan yang telah ditetapkan denganmempertimbangkan dampak masa depan. Dalam membuat kebijakan harus dipertimbangkan apa tujuan kebijakan tersebut, mengapa kebijakan itu yang diambil,siapa sasaran dari kebijakan tersebut, stokeholder mana yang akan berpengaruh dan memperoleh dampak negatif dari kebijakan tersebut. Pengukuran akuntabilitas kebijakan dapat dilakukan dengan melihat kebijakan yang diambil atau diabaikan, dampak yang ditimbulkan terhadap kebijakan yang diambil atau diabaikan. Sedangkan aspek atau dimensi akuntabilitas publik dalam organisasi sektor publik menurut Hopwood dan Elwood yang dikutip oleh Mahmudi (2006:8992) menjelaskan bahwa terdapat lima aspek yaitu : 1. 2. 3. 4. 5.
Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran Akuntabilitas Manajerial Akuntabilitas Program Akuntabilitas Kebijakan Akuntabilitas Finansial Adapun penjelasan mengenai lima aspek atau dimensi akuntabilitas publik
adalah : 1. Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran Akuntabilitas hukum dan kejujuran adalah pertangungjawaban lembaga publik untuk berperilaku jujur dalam bekerja dan mentaati ketentuan hukum yang berlaku pengguna dana publik harus dilakukan secara benar dan mendapatkan otorisasi. Akuntabilitas hukum berkaitan dengan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang diisyaratkan dalam menjalankan organisasi. Sedangkan akuntabilitas kejujuran berkaitan dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan, korupsi, dan
22
kolusi. Akuntabilitas hukum dan kejujuran pengukuranya dengan penggunaan dana sesuai anggaran dan ketaatan pada peraturan. 2. Akuntabilitas Manajerial Akuntabilitas manajerial adalah pertanggungjawaban publik dalam melakukan pengelolaan organisasi secara sektor publik secara efisien dan efektif. Akuntabilitas manajerial dapat juga diartikan sebagai akuntabilitas kinerja. Inefisiensi organisasi publik menjadi tanggungjawab lembaga yang bersangkutan dan tidak boleh dibebankan kepada klienya. Akuntabilitas manajerial juga berkaitan dengan Akuntabilitas proses ialah bahwa proses organisasi harus dapat dipertanggung jawabkan dengan kata lain tidak terjadi inefisiensi dari ketidak efetifan organisasi, analisa terhadap akuntabilitas sektor publik akan banyak berfokus pada akuntabilitas manajerial. 3. Akuntabilitas Program Akuntabilitas program berkaitan dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dalam kegiatan yang dicapai atau tidaknya dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan
biaya
yang
minimal.
Lembaga-lembaga
publik
harus
mempertanggungjawabkan program yang telah dibuat pada pelaksanaan program. Akuntabilitas program berarti bahwa program organisasi hendaknya merupakan program bermutu yang mendukung strategi dan pencapain visi, misi dan tujuan organisasi. Pengukuran akuntabilitas program dapat dilihat dari outcome dan efektifitasnya. 4. Akuntabilitas Kebijakan Akuntabilitas kebijakan menyangkut pertanggungjawaban lembaga publik atas kebijakan-kebijakan yang diambilnya. Dalam membuat kebijakan lembaga publik hendaknya dapat mempertanggungjawabkan kebijakan yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan dampak masa depan. Dalam membuat kebijakan harus dipertimbangkan apa tujuan kebijakan tersebut, mengapa kebijakan itu yang diambil, siapa sasaran dari kebijakan tersebut, stokeholder mana yang akan
23
berpengaruh dan memperoleh dampak negatif dari kebijakan tersebut. Pengukuran akuntabilitas kebijakan dapat dilakukan dengan melihat kebijakan yang diambil atau diabaikan, dampak yang ditimbulkan terhadap kebijakan yang diambil atau diabaikan. 5. Akuntabilitas Finansial Akuntabilitas Finansial merupakan pertanggungjawaban lembaga publik dalam menggunakan uang publik secara ekonomi,efisien dan efektif tidak ada pemborosan serta korupsi. Akuntabilitas finansial mengharuskan lembaga-lembaga publik untuk membuat laporan keuangan untuk mengambarkan kinerja finansial organisasi kepada pihak luar. Akuntabilitas ini sangat penting karena pengelolaan keuangan publik akan menjadi sorotan utama masyarakat dan akuntabilitas instansi pemerintah di indonesia mengenai aspek finansial diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara. Kedua Undang-undang tersebut berserta Standar Akuntansi Pemerintahan mewajibkan instansi pemerintah selaku pengguna
anggaran
untuk
menyusun
laporan
keuangan
sebagai
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan. Laporan yang harus dijadikan oleh instansi pemerintah menurut permendagri No. 13 Tahun 2006 adalah : a. Laporan Keuangan untuk SKPKD terdiri dari: 1) Neraca 2) Laporan Arus Kas 3) Laporan Realisasi Anggaran 4) Catatan Atas Laporan Keuangan b. Laporan Keuangan untuk SKPD terdiri dari: 1) Neraca 2) Laporan Realisasi Anggaran 3) Catatan Atas Laporan Keuangan Laporan keuangan disusun dan disajikan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Laporan-laporan ini akan menyajikan informasi keuangan yang dapat digunakan oleh publik untuk melihat
24
dan mengevaluasi kinerja keuangan instansi pemerintah. Untuk itu akuntansi sektor publik memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong terciptanya akuntabilitas finansial. Informasi keuangan merupakan produk akuntansi yang sangat powerful untuk mempengaruhi pengambilan keputusan, meskipun informasi keuangan bukanlah satu-satunya informasi yang dibutuhkan untuk mendukung pengambilan keputusan. Informasi merupakan bahan dasar untuk untuk proses pengambilan keputusan untuk menghasilkan produk berupa keputusan. Dalam organisasi sektor publik keputusan yang diambil harus memahami prinsip akuntabilitas publik terutama dengan akuntabilitas kebijakan oleh karena itu kualitas berupa keakuratan, transparasi, ketepatan waktu, relevasi, dan keandalan informasi sangat mempengaruhi kualitas keputusan dan akuntabilitas karena akuntabilitas finansial berhubungan dengan karateristik kualitatif laporan keuangan. Menurut Abdul Hafiz Tanjung (2008:11) karateristik kualitatif laporan keuangan adalah : “Ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuanya”. Karakteristik dalam laporan keuangan mempunyai syarat normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki. Karateristik tersebut adalah : 1. 2. 3. 4.
Relevan Andal Dapat dibandingkan Dapat dipahami Adapun penjelasan dari karakteristik laporan keuangan adalah :
1. Relevan Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang termuat didalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini dan memperediksi masa
25
depan,serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka dimasa lalu dan memiliki informasi yang relevan diantaranya : a. Memiliki manfaat umpan balik b. Memiliki manfaat prediktif c. Tepat waktu d. Lengkap 2. Andal Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi yang andal memenuhi karateristik : a. Penyajian jujur b. Dapat diverifikasi c. Netralitas 3. Dapat Dibandingkan Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya. 4. Dapat Dipahami Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna. Akuntabilitas kinerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah hanya akuntabilitas finansial. Di mana lembaga pemerintahan juga memerlukan pertanggungjawaban yang baik untuk menilai kinerja sektor publik juga memberikan pertanggungjawaban kepada masyarakat atas dana yang diterima sektor publik yang berasal dari masyarakat lewat laporan keuangan yang dikeluarkan pemerintah.
26
2.2
Kerangka Pemikiran Terselenggaranya
otonomi
daerah
dan
desentralisasi
membawa
konsekuensi dilakukanya reformasi penganggaran daerah. Sistem anggaran daerah berubah dari anggaran tradisional menjadi anggaran berbasis kinerja. Anggaran berbasis kinerja merupakan sistem penganggaran yang berorientasi pada pencapaian hasil prestasi kinerja atau kegiatan yang dibelanjai dengan pengeluaran yang dianggarkan. Anggaran Berbasis kinerja mengharuskan pemerintah untuk mempunyai program prioritas, pemerintah juga dituntut untuk mengalokasikan anggaran yang senantiasa dapat diukur manfaatnya agar hemat, berdaya guna, dan tepat guna (Bahri, 2012). Melalui reformasi anggaran yang sudah dilakukan pemerintah, tuntutan agar terwujud pemerintah yang amanah dan didukung oleh instansi pemerintah yang efektif, efisien, professional, dan akuntabel, serta mampu memberikan pelayanan prima dalam proses penyusunan APBD sehingga dapat menciptakan transparansi dan meningkatkan akuntabilitas publik. Salah satu masalah yang sangat penting pada organisasi sektor publik dalam pengelolaan keuangan pemerintah adalah anggaran selain berfungsi sebagai alat perencanaan dan alat pengendalian juga berfungsi sebagai instrumen akuntabilitas publik atas pengelolaan dana publik dan program-program yang dibiayai dengan uang publik sebagai alat akuntabilitas publik. Penggunaan anggaran harus dapat dipertanggungjawabkan dengan menggunakan hasil dari dipergunakannya dana publik tersebut. Sehingga pada akhirnya dapat diperoleh gambaran mengenai kinerja instansi yang bersangkutan dalam penggunaan dana publik dan bisa dipertanggungjawabkan melalui media pelaporan yang dilaksanakan dalam waktu satu tahun anggaran. Menurut Mardiasmo (2009:61), definisi Anggaran adalah sebagai berikut: “Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran fianansial”.
27
Ketentuan penerapan anggaran berbasis kinerja telah dinyatakan dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan diubah lagi dengan Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah. Dalam peraturan ini disebutkan tentang penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD). Adanya RKA-SKPD ini berarti telah terpenuhinya kebutuhan tentang anggaran berbasis kinerja dan akuntabilitas kinerja, dimana anggaran berbasis kinerja menuntut adanya output optimal atau pengeluaran yang dialokasikan sehingga setiap pengeluaran yang dialokasikan harus berorientasi atau bersifat ekonomi, efisien, dan efektif didalam pelaksanaannya dan mencapainya suatu hasil (outcome). Kemudian melakukan penerapan anggaran berbasis kinerja tersebut, instansi dituntut untuk membuat standar kinerja pada setiap anggaran kegiatan sehingga jelas tindakan apa yang akan dilakukan, berapa biaya yang dibutuhkan, dan berapa hasil yang diperoleh (Lestari, 2014). Adapun penjelasan mengenai tentang Anggaran Berbasis Kinerja dan Akuntabilitas Kinerja sebagai berikut : Menurut Abdul Halim (2007:177) mengartikan Anggaran Berbasis Kinerja adalah : “Anggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapain hasil dari keluaran tersebut. Keluaran dan hasil tersebut dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kinerja”. Menurut Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (2003:3) menyatakan bahwa akuntabilitas kinerja adalah : “Perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan melalui sistem pertanggungjawaban secara periodik”. Dari definisi diatas bisa dikatakan bahwa anggaran berbasis kinerja adalah suatu pendanaan didalam kegiatanya yang bertitik beratkan kepada pengeluaran dan hasil, sedangkan akuntabilitas kinerja adalah suatu pertanggungjawaban tindakan
28
seseorang, pimpinan, dan suatu organisasi yang memiliki kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban. Sistem penganggaran berbasis kinerja memiliki suatu kerangka kerja yang secara sistematik dibangun untuk menghasilkan suatu anggaran berbasis kinerja. Secara umum menurut Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK, 2008:14-19) unsur-unsur anggaran berbasis kinerja, yaitu pengukuran kinerja, penghargaan dan hukuman, kontrak kinerja, kontrol eksternal dan internal, serta pertanggungjawaban manajemen agar bisa dilaksanakan sesuai pelaksanaan kinerjanya. Serta dalam penerapan anggaran dengan pendekatan kinerja untuk mendukung terciptanya suatu akuntabilitas pada instansi pemerintah dalam rangka pelaksanan otonomi daerah dan desentralisasi dalam organsisasi sektor publik harus memenuhi beberapa aspek atau dimensi dalam akuntabilitas publik (Bahri,2012). Dalam organisasi sektor publik akuntabilitas memiliki beberapa aspek atau dimensi. Hopwood dan Ellwod (1993) dalam Mahmudi (2006:89-92) menjelaskan bahwa terdapat empat aspek atau dimensi akuntabilitas yaitu, akuntabilitas hukum dan kejujuran, akuntabilitas proses, akuntabilitas program, akuntabilitas kebijakan, dan akuntabilitas finansial. Aspek-aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap suatu anggaran kinerja karena dalam melakukan pelaksanaan pendekatan kinerja dengan mematuhi aspek akuntabilitas tersebut, instansi pemerintah
bisa
menghasilkan
kinerja
secara
optimal
yang
bisa
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Penyusunannya suatu anggaran berbasis kinerja dilakukan dengan memperhatikan kaitan antara pendanaan dengan pengeluaran dan hasil yang diharapkan dari kegiatan dan program yang dilakukan termasuk efisiensi dalam pencapaian output dan outcome. Serta pada pendekatan anggaran kinerja dilaksanakan untuk terciptanya suatu akuntabilitas dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentriliasi yang harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat (Bahri, 2012). Oleh karena itu keterkaitan antara Anggaran Berbasis Kinerja dengan Akuntabilitas kinerja terlihat dari penjelasan yang dikemukan oleh Indra Bastian (2006:54) yang menyatakan bahwa upaya untuk menciptakan sistem pengelolaan
29
anggaran berbasis kinerja diharapkan akan mampu memenuhi berbagai tuntutan dan kebutuhan
masyarakat,
yaitu
terbentuknya
semangat
desentralisasi,
demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas dalam proses penyelenggaraan pemerintahan pada umumnya dan proses pengelolaan keuangan daerah pada khususnya. Begitu pula yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2004:105) yang menyatakan bahwa akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan
kegiatan
harus
benar-benar
dapat
dilaporkan
dan
dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat dari pengeluaran dan hasil tersebut. Anggaran yang ditetapkan merupakan pegangan dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah sehingga tercapainya anggaran berarti tercapainya sasaran pemerintah daerah. Maka dari itu, anggaran harus berkualitas dan realistis dan adanya pengendalian yang efektif sehingga dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (Haspiarti, 2012). Berdasarkan uraian kerangka pemikiran tersebut, maka dapat digambarkan dalam skema kerangka pemikiran, sebagai berikut :
Anggaran Berbasis Kinerja (X)
Pengukuran Kinerja
Penghargaan dan Hukum
Kontrak Kinerja
Kontrol Eksternal dan Internal
Pertanggungjawaban Manajemen
Akuntabilitas Kinerja (Y)
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran
Akuntabilitas Finansial
30
2.3
Hipotesis Penelitian Menurut Sekaran (2007:135), hipotesis dapat didefinisikan sebagai
hubungan yang diperkirakan secara logis diantara dua variabel yang diungkapkan dalam bentuk pertanyaan yang logis. Berdasarkan uraian keterkaitan antara anggaran berbasis kinerja terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, mengacu pada kerangka pemikiran dan rumusan masalah, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Ho :
Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Tidak Berpengaruh Terhadap
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Ha : Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Berpengaruh Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.