BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
TEKNOLOGI CATALYTIC CRACKING Cracking merupakan suatu proses pemutusan ikatan suatu unsur menjadi
senyawa linier, siklik parafin, olefin, aldehid, keton dan asam karboksilat. Proses cracking termasuk proses pirolisis non-hidrogenasi yaitu proses memecah rantai polimer menjadi senyawa dengan berat molekul yang lebih rendah dengan menggunakan katalis dehidrasi dan minyak biomassa mengalami dekarboksilasi menjadi gas, cairan hidrokarbon, padatan dan air [12,15]. Salah satu contoh proses non-hidrogenasi yaitu proses catalytic cracking. Catalytic cracking yaitu cracking yang menggunakan katalis. Proses cracking membutuhkan suhu, waktu dan katalis. Dengan menggunakan katalis temperatur menjadi relatif rendah dari 450-550 oC dan mengurangi waktu reaksi [4,14]. Adapun contoh mekanisme catalytic cracking pada minyak canola, dapat dilihat pada gambar 2.1.
(1) Canola Oil
Heavy Oxygenated CxHy (thermal)
(2) Heavy Oxygenated CxHy
Heavy CxHy + H2O + CO (thermal and
catalytic) (3) Heavy CxHy
Parafin + olefin (Rantai panjang dan pendek) (thermal
dan catalytic) (4) Light olefin
C2 – C10 Olefin (catalytic)
(5) C2 – C10 Olefin (6) Canola Oil
Aromatik CxHy + Aliphatic CxHy (catalytic) Coke (thermal)
(7) N (Aromatik CxHy)
Coke (catalytic)
Gambar 2.1 Mekanisme Catalytic Cracking [43]
Pada gambar 2.1 menjelaskan bahwa langkah awal dalam catalytic cracking yaitu menggunakan dekomposisi termal untuk menghasilkan hidrokarbon berat teroksigenasi dengan cara mekanisme radikal bebas. Senyawa dengan berat molekul
tinggi
selanjutnya
akan
mengalami
6
cracking
sekunder
untuk
menghasilkan olefin rantai pendek dan panjang serta parafin. Kemudian reaksi oligomerisasi, siklisasi dan aromatisasi akan menghasilkan olefin rantai pendek, alifatik dan hidrokarbon aromatik. Kokas dapat terbentuk karena reaksi polikondensasi trigliserida dan polimerisasi hidrokarbon aromatik [43]. Selain faktor katalis, suhu dan waktu dalam catalytic cracking, faktor lain yaitu bahan yang digunakan berasal dari biomassa yang berasal dari minyak nabati dan terdiri dari trigliserida dan asam lemak.
2.2
BIOMASSA Biomassa ialah sesuatu yang berasal dari makhluk hidup baik tumbuhan
maupun hewan. Biomassa yang berasal dari tumbuhan salah satunya yaitu minyak nabati seperti kelapa sawit, minyak kedelai, minyak bunga matahari, minyak jarak dan minyak biji kapas [24]. Pada tahun-tahun terakhir, minyak nabati bahan telah dipelajari secara intensif dapat dijadikan sebagai bahan bakar yang terbarukan.
2.2.1
Minyak Nabati Minyak nabati adalah suatu bahan yang terdiri dari trigliserida dan asam
lemak. Trigliserida yaitu suatu senyawa yang memiliki struktur sangat mirip dengan hidrokarbon dalam minyak mentah dan mengandung rantai asam lemak terhubung kerantai karbon gliserol melalui gugus karboksilat [9]. Oleh karena itu, minyak nabati dapat dijadikan bahan bakar alternatif sebagai pengganti minyak fosil dalam memproduksi bahan bakar [10]. Bahan bakar yang dapat diperoleh dari minyak nabati disebut bio-oil. Setiap bio-oil memiliki sifat yang berbedabeda, tergantung proses konversi yang dilakukan. Adapun berbagai proses konversi biomassa dapat dilihat pada gambar 2.2.
7
Gambar 2.2 Proses Konversi Biomassa [14]
Gambar 2.2 menjelaskan beberapa cara mengubah biomassa menjadi bio oil dan catalytic cracking merupakan bagian dari fast pirolisis. Biomassa dapat dipirolisis menghasilkan bio-oil yang dapat dijadikan bahan bakar transportasi, namun aplikasi bio-oil terbatas karena minyak mentah bio-oil memiliki kekurangan, seperti kadar air yang tinggi dan mempunyai kandungan oksigen, viskositas tinggi, korosif dan nilai kalor rendah. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, proses catalytic cracking dapat meng-upgrade bio-oil mentah dan mengubahnya menjadi bahan bakar hidrokarbon bermutu tinggi [13,24]. Salah satu minyak nabati yang dapat diubah menjadi bahan bakar yaitu palm fatty acid distillate.
2.2.2
Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) PFAD ialah produk yang dihasilkan selama tahap deodorisasi dalam
pemurnian fisik minyak sawit. Secara umum, PFAD mengandung asam lemak bebas antara 80% sampai lebih 90% [25]. PFAD berasal dari produk samping industri kilang minyak sawit mentah yang disebut sebagai limbah pengilangan Crude Palm Oil (CPO). Secara umum, PFAD mengandung fatty acid antara 85-95% bersama dengan beberapa bahan unsaponifiable, trigliserida netral, gliserida parsial dan zat dengan berat molekul tinggi lainnya [11,25]. Komponen utama PFAD adalah
8
asam lemak bebas (FFA) dan juga terdiri dari gliserida, squalene, sterol, vitamin E dan substansi lainnya. Pada suhu kamar, PFAD sangat ringan berwarna coklat padat dan mencair menjadi cairan coklat pada pemanasan [26]. Kandungan senyawa minor PFAD yaitu eicosanoic 0,1%, palmitoleic 0,2%, trigleserida 4,5%, digliserida 3,7%, monogliserida 2,6% dan air 1% [11]. Adapun komposisi dari Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak dari Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) [26] Fatty Acid
Rumus Molekul
Struktur
Wt%
Lauric Acid
C12H22O2
12:0
0,25
Myristic Acid
C14H28O2
14:0
0,86
Palmitic Acid
C16H32O2
16:0
42,49
Stearic Acid
C18H36O2
18:0
3,35
Oleic Acid
C18H34O2
18:1
34.77
Linoleic Acid
C18H32O2
18:2
8,25
Lain-lain
-
-
10,03
Dari tabel 2.1 dapat dilihat senyawa asam lemak jenuh tertinggi pada asam palmitat dan asam lemak tak jenuh tertinggi pada asam olein. Beberapa studi telah mengkonversi beberapa FFA (misalnya asam oleat, asam palmitat), asam lemak metil ester melalui reaksi cracking maupun transesterifikasi. Bahan FFA dengan PPO (local purified palm oil) lebih mahal (0,74 USD per liter), dibandingkan bahan PFAD, biaya kilang minyak hanya 0,37 USD per liter [27]. Pada penelitian ini PFAD dipilih sebagai bahan baku untuk pembuatan biofuel dikarenakan harga yang lebih murah dibandingkan CPO, pemanfaatan dan ikatan karbon yang tinggi sehingga dapat menghasilkan biofuel
9
Adapun sifat fisika dan kimia yang dimiliki PFAD adalah seperti yang terdapat dalam tabel 2.2. Tabel 2.2 Sifat Fisika dan Kimia dari PFAD [25,26] Sifat Fisika dan Kimia
Nilai
Satuan
Densitas @ 40 °C
0.87
g/cm3
Kinematic viscosity @ 40 °C
10.75
CSt
Angka asam
170
mg KOH/g
Kandungan air
0.05-0,65
%wt
Angka saponifikasi
200.57
mg KOH/g
Angka Iodin
57.57
g I2/100g
Free fatty acid
85
%
Copper
1,0-2,0
Ppb
Iron
6,0
Ppm
2.3
KATALIS ZEOLITE Katalis adalah suatu bahan yang dapat mempercepat reaksi dan mengurangi
energi aktivasi. Salah satu katalis yang banyak diteliti yaitu katalis zeolite yang disintesis menjadi katalis heterogen. Katalis sintesis dibuat menggunakan tambahan logam aktif. Tambahan logam aktif pada zeolite dapat memperbesar luas permukaan dan meningkatkan keasaman katalis [15]. Katalis ini telah digunakan sebagai agen penyerap sebagai katalis dalam petrokimia, maupun produksi kimia, reaksi organik seperti cracking, oksidasi, hidroksilasi, dehidrogenasi dan lain-lain [4,5,16]. Beberapa sifat zeolit yaitu dapat menyaring molekul, keasaman tinggi, stabilitas termal, struktur pori serta situs aktif katalis dapat dikontrol untuk bentuk selektivitasnya. Pada zeolite terdapat pusat asam yang memberikan medium kondusif (lebih reaktif) untuk proses katalitik. Katalis ini memiliki rasio Si/Al dalam situs aktif. Rasio Si/Al yang semakin tinggi akan menyebabkan keasaman yang tinggi. Setiap jenis zeolit mempunyai batas rasio Si/Al yang berbeda-beda [5,14]. Konsentrasi situs asam di dalam zeolit sangat penting untuk memaksimalkan hasil aromatik. Membuat mesopori dalam zeolit sedikit meningkat pembentukan kokas dan penurunan monosiklik pembentukan aromatik
10
pada proses catalytic cracking [14,16]. Salah satu zeolite sintesis yaitu zeolite socony mobil-5 (ZSM-5).
2.3.1
Struktur Katalis Zeolite Zeolit terdiri dari suatu mineral dengan struktur kristal aluminosilikat SiO4
dan [AlO4]- tetrahedral berbentuk tiga dimensi. Silika tetrahedral bersifat netral dengan muatan +4 yang seimbang dengan empat anion tetrahedral, sedangkan muatan negatif dari [AlO4]- tetrahedra membutuhkan +1 muatan dari kation (misalnya natrium), untuk menjaga electro neutrality keseluruhan zeolit. Zeolit memiliki saluran pori-pori dan mengandung ion-ion logam seperti Na+, K+, Mg2+ dan Ca2+ serta molekul air [15,19,20]. Rumus kimia zeolit sebagai berikut: Mc/n [ (AlO2)C (SiO2)d ] . bH2O
[22]
Adapun struktur moderit dari katalis zeolite digambarkan pada gambar 2.3 berikut :
Gambar 2.3 Struktur mordenit [15]
Pada gambar 2.3 dapat dilihat a) rongga pertama S-8R ditempati oleh logam alkali dan b) rongga kedua S-12) lebih besar ditempati oleh molekul air [15]. Struktur moderit serta diameter dari katalis zeolite yang berbentuk kristal dan menunjukkan zeolite mengandung Na, SiO2, AlO4 dan molekul air [22]. Keasaman total katalis pada rasio Si/Al merupakan gabungan dari asam Bronsted
11
dan asam Lewis. Semakin tinggi keasaman katalis maka pembentukan hasil semakin cepat. Pembentukan asam Bronsted dan asam Lewis dapat dilihat pada gambar 2.4 dibawah ini :
Gambar 2.4 Situs asam Bronsted dan Asam Lewis pada Zeolite [15] Salah satu katalis sintesis zeolite yaitu ZSM-5. ZSM-5 adalah rasio alkali SiO2/Al2O3 yang diperlakukan berbeda dengan zeolite alami. Struktur kristal dari jenis zeolit disusun dengan Si, Al, atau P serta logam transisi dan memiliki ukuran pori sebesar 10nm [23]. Dengan menggunakan Alkali sintesis ZSM-5 menghasilkan hasil yang lebih tinggi pada konversi minyak. Menyebabkan produk campuran memiliki minimal lebih dari tujuh puluh komponen yang terdiri dari hidrokarbon berat dan oksigenat dan studi GCMS telah mengidentifikasi bahwa terdapat senyawa alkana ringan, alkena, air, karbon dioksida, dan karbon monoksida pada cracking menggunakan katalis ZSM-5 [2,14,23].
2.4
BIOFUEL Biofuel yaitu salah satu hasil cracking yang didefinisikan sebagai bahan
bakar padat, cair, gas, hasil konversi dari material-material biologis. Ketersedia biofuel melimpah, sangat murah sehingga dapat diperbaharui dan ramah terhadap lingkungan. Biofuel ini bersifat biodegradable, tidak beracun dan biasanya menghasilkan sekitar 60% lebih sedikit karbon dioksida bersih (CO2) dan juga bebas dari sulfur dan nitrogen [14,28]. Sumber utama biofuel adalah etanol dan biodiesel, tanpa pasca perawatan lebih lanjut untuk memenuhi standar minyak bumi. Dibandingkan dengan bahan
12
bakar minyak bumi, bio-fuel cair biasanya menunjukkan nilai pH rendah, oksigen dan kadar air yang lebih tinggi, viskositas yang lebih tinggi dan kepadatan lebih tinggi. Oleh.karena itu, beberapa masalah dapat terjadi ketika digunakan dalam mesin, seperti korosi dan efisiensi pembakaran yang buruk. Pirolisis dengan catalytic cracking telah menjadi solusi, karena dua proses termokimia yang mengkonversi biomassa langsung ke biofuel cair, menggambarkan efisiensi energi lebih tinggi dari gabungan gasifikasi/Fischer Tropsch [9]. Biofuel memilki campuran oksigen dengan jumlah besar makromolekul, yang hampir melibatkan semua species, seperti ester, eter, Alde-Hydes, keton, fenol, asam organik, dan lain-lain. Untuk minyak pirolisis mentah, rata-rata komposisi yang terlibat 50% - 65% dari komponen organik, 15% - 30% air dan 20% dari fraksi koloid lignin [32]. Untuk mengetahui hasil yang didapat dari proses catalytic cracking dapat dilihat dari besarnya yield OLP dan konversi dengan rumus dibawah ini: [5] dimana, desired product
= produk yang diinginkan (kg)
massa umpan
= massa umpam yang direaksikan (kg)
Hasil dari catalytic cracking berupa Organic Liquid Product (OLP) yaitu campuran dari Biofuel (fraksi gasoline, kerosene dan diesel) yang dapat dilihat padatabel 2.3. Tabel 2.3 Komponen Biofuel, Suhu dan Ikatan Karbon Hasil Destilasi [9,29] No.
Fraksi
Suhu destilasi (oC)
Ikatan karbon
1
Gasoline
60-120
C7-C11
2
Kerosene
120-180
C12-C16
3
Diesel
180-200
C17-C22
Produk biofuel dipengaruhi oleh suhu, seperti produk diesel pada suhu rendah diperoleh yield yang lebih besar [17]. Salah satu komponen biofuel yaitu light alkena yang mengalami reaksi oligomerisasi untuk menghasilkan campuran alkena berat dan alkana yang spesifik yang ada dalam fraksi bensin, diesel dan minyak tanah. Hidrokarbon aromatik diproduksi dari reaksi aromatisasi, alkilasi
13
dan isomerisasi olefin berat dan parafin. Padatan juga diproduksi dalam jumlah yang cukup pada kondensasi langsung minyak sawit dan polimerisasi aromatik [2,18].
2.5
ORGANIC LIQUID PRODUCT Organic Liquid Product (OLP) adalah produk cair dari proses catalytic
cracking yang mengandung komponen organik yang berbeda yang dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok yaitu asam organik, aldehid, parafin, olefin rantai pendek, hidrokarbon aromatik dan aromatik siklik. Dalam mengidentifikasi OLP, maka diperlukan analisa komponen menggunakan gas kromatografi (GC). Cracking biomassa menghasilkan produk sludge, padat dan cair, yang kualitatif dan kuantitatif dianalisis menggunakan GC-MS untuk mengetahui senyawa dengan molekul rendah [30]. Kromatografi gas (GC) adalah metode yang umum digunakan untuk menganalisis gas yang dihasilkan dari berbagai proses kimia. Misalnya, Torrefaction adalah metode untuk perlakuan awal biomassa agar membuatnya lebih cocok dalam aplikasi bioenergi yang menggunakan GC untuk mengkarakterisasi produk terbentuk selama proses tersebut [31]. GC dengan spektroskopi massa digunakan untuk hasil yang terkondensasi dan gas tidak terkondensasi. Konfigurasi GC memiliki peran penting dalam mengidentifikasi senyawa yang akurat dalam gas. Kombinasi yang berbeda detektor seperti termal, api dan foto ionisasi detektor dikombinasikan dengan spektrometer massa [31]. 2.6
ANALISIS EKONOMI PFAD tepat digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan BBM
alternatif dikarenakan harganya relatif murah (80% dari harga CPO standar) yaitu sekitar Rp 7300,00 per Kg [38] dan penggunaannya yang tidak bersaing dengan kebutuhan pokok manusia. Pabrik minyak goreng dapat menghasilkan PFAD sekitar 6% dari kebutuhan CPO nya, sehingga setahun dapat mancapai 0,21 juta ton PFAD. Dengan jumlah ini maka dapat dihasilkan biodiesel sebesar 0,189 juta ton. Nilai ini setara dengan 3,78 juta ton biosolar pertahun [34]. Ketersediaan PFAD yang melimpah berpotensial sebagai bahan baku pembuatan biofuel
14
disamping harga yang murah serta penggunaanya yang tidak bersaing dengan bahan untuk pangan seperti minyak sawit. Kajian potensi ekonomi biofuel dari palm fatty acid distillate (PFAD) dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana. Harga jual bahan baku pembuatan biofuel dari limbah PFAD berada di bawah harga jual bahan baku dari CPO yaitu sekitar Rp 7.500/liter, canola oil yaitu sekitar Rp. 90.000/liter, dan minyak jarak yaitu sekitar Rp. 180.000/liter [38]. Tentu hal ini membawa nilai ekonomis dalam pembuatan biofuel dari PFAD. Harga bahan bakar gasoline, kerosene dan diesel nonsubsidi sebanyak 1 liter berturut-turut sebesar Rp 12.400,-; Rp 15.000,- dan Rp 8150,-. Dalam penelitian ini, bahan baku 1 L PFAD menghasilkan 3 produk sebagai berikut : 1. Gasoline (C7-C11)
= 0,247 L
= Rp 3705,-
2. Kerosene (C12-C16)
= 0,361 L
= Rp 4476,-
3. Diesel (C17-C22)
= 0,132 L
= Rp 1075,-
Harga total bahan bakar (biofuel) yang didapat sebesar Rp 9.576 [39]. Dalam hal ini, hasil produk catalytic cracking PFAD dapat dilanjutkan dikarenakan harga jual produk lebih mahal dibandingkan harga PFAD.
15