BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1 Sistem Agribisnis Sistem diartikan sebagai suatu saluran yang menghubungkan suatu subsistem dengan berbagai subsistem lainnya yang memiliki keterkaitan erat antar subsistem-subsistem itu sendiri. Menurut Arsyad dkk. (1985), yang dimaksud dengan agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil, dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti yang luas. Yang dimaksud dengan ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas adalah kegiatan usaha yang menunjang dan ditunjang oleh kegiatan pertanian (Soekartawi, 2005). Agribisnis dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu usahatani (on-farm) dengan industri hulu (up-stream) dan industri hilir (down-stream) pertanian. Secara garis besar, sistem dari agribisnis tersebut memiliki subsistem. Subsistem pertama adalah subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang-barang modal bagi pertanian, seperti industri pembibitan/pembenihan hewan dan tumbuhan, industri agrokimia (pupuk, pestisida, obat/vaksin ternak) dan industri agrootomotif (mesin dan peralatan pertanian) serta industri pendukung (Soekartawi, 2002). Kedua, subsistem usahatani atau pertanian primer (on-farm agribusiness), yaitu kegiatan yang menggunakan sarana produksi pertanian untuk menghasilkan 9
Universitas Sumatera Utara
10
komoditas pertanian primer. Termasuk dalam hal ini adalah usahatani tanaman pangan dan holtikultura (Soekartawi, 2002). Ketiga, subsistem agribisnis hilir atau pengolahan (downstream agribusiness), yakni kegiatan ekonomi yangmengolah komoditas pertanian primer (agroindustri) menjadi produk olahan, baik produk antara (intermediate product) maupun produk akhir (finish product) (Soekartawi, 2002). 2.1.2 Tinjauan Agronomi Menurut Bahri (1996), Kopi (Coffea sp.) termasuk ke dalam jenis coffea, anggota dari famili Rubiaceae yang terdiri dari tiga spesies utama yakni coffea arabica, coffea canephora dan coffea liberica. Dari ketiga spesies tersebut terdapat banyak varietas yang merupakan hasil turunan klon-klon, kopi digolongkan dalam kelas dicotyledoneae. Berikut ini adalah klasifikasi dari tanaman Kopi Arabika : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Rubiales
Family
: Rubiaceae
Genus
: Coffea
Spesies
: Coffea arabica L.
Tanaman ini tumbuh tegak, bercabang dan tingginya dapat mencapai 2 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak meruncing. Daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang dan ranting. Kopi Arabika mempunyai sistem percabangan
Universitas Sumatera Utara
11
yang agak berbeda dengan tanaman lain. Tanaman ini mempunyai beberapa jenis cabang yang sifat dan fungsinya berbeda (Najiyati dan Danarti, 2004). Kopi Arabika berasal dari Ethiopia dan Abessinia. Kopi ini merupakan jenis pertama yang dikenal dan dibudidayakan, bahkan termasuk kopi yang paling banyak diusahakan hingga akhir abad ke-19. Setelah abad ke-19, dominasi Kopi Arabika menurun karena kopi ini sangat peka terhadap penyakit Hemileia vastatrix (HV), terutama di dataran rendah. Beberapa sifat penting Kopi Arabika, sebagai berikut : a. Menghendaki daerah dengan ketinggian antara 700-1700 m dpl dengan suhu sekitar 16°-20°C. b. Menghendaki daerah beriklim kering atau bulan kering 3 bulan/tahun secara berturut-turut, tetapi sesekali mendapat hujan kiriman (hujan yang turun di musim kemarau). c. Umumnya peka terhadap serangan penyakit HV, terutama bila ditanam di dataran rendah atau kurang dari 500 m dpl. d. Rata-rata produksi sedang (4,5-5 ku kopi beras/ha/tahun), tetapi mempunyai kualitas, cita rasa dan harga relatif lebih tinggi dibandingkan kopi lainnya. Bila dikelola secara intensif, produksinya bisa mencapai 15-20 ku/ha/tahun dengan rendeman sekitar 18%. Kopi beras yang dimaksud adalah kopi kering siap giling e. Umumnya berbuah sekali dalam setahun (Najiyati dan Danarti, 2004). Kopi Arabika adalah jenis tanaman dataran tinggi antara 1250-1850 m dari permukaan laut. Tanaman ini banyak terdapat di Ethiopia pada garis lintang
Universitas Sumatera Utara
12
belahan utara 6°-9° sampai daerah subtropis 24° pada garis lintang belahan selatan. Sebenarnya jenis arabika ini dapat hidup juga di dataran rendah sampai dataran yang lebih tinggi lagi, tetapi apabila ditanam di dataran yang lebih rendah atau lebih tinggi kurang produktif. Sebab jenis Kopi Arabika ini jika ditanam di dataran rendah di bawah 1000 m akan mudah terserang penyakit Hemileia vastatrix. Sebaliknya, jika Kopi Arabika ini ditanam di dataran tinggi, yang lebih dari 1850 m, udara akan terlalu dingin sehingga akan banyak tumbuh vegetatif saja. Dan yang paling optimal bila tanaman ini ditanam pada ketinggian 12501850 m dari permukaan laut, dengan suhu sekitar 17°-21°C. Ciri-ciri umum Kopi Arabika antara lain: • Kopi Arabika peka terhadap penyakit karat daun Hemileia vastatrix (HV), terutama bila ditanam di daerah dengan elevasi kurang dari 700 m. • Kopi Arabika hidup di daerah dataran tinggi dan sejuk. • Bentuk cabang tidak teratur, ruas batang agak pendek, cabang meliuk-liuk mendominasi. • Daun bulat telor dengan ujung runcing, permukaan dan tepi daun bergelombang. • Pohonnya tinggi agak melebar dengan daun rimbun menutupi batang • Buah yang masih muda bentuknya agak memanjang • Buah yang masak berbentuknya agak bulat dan warna merah hati • Pemasakan buah tidak serentak sehingga perlu dipanen secara bertahap Ciri-ciri rasa Kopi Arabika : • Memiliki rasa asam yang agak asam.
Universitas Sumatera Utara
13
• Rasa Kopi Arabika lebih lembut. • Memiliki rasa pahit yang dominan. • Memiliki kekentalan atau kepadatan saat di mulut. • Aroma wangi Kopi Arabika seperti perpaduan bunga dan buah (Herman, 2008). 1. Tanah Selain menghendaki tanah gembur dan kaya bahan organik, kopi juga menghendaki tanah yang agak masam, yaitu antara pH 5-6,5 untuk Kopi Arabika. Bila pH tanah kurang dari angka tersebut, tanaman kopi juga masih dapat tumbuh, tetapi kurang bisa menyerap beberapa unsur hara sehingga terkadang perlu diberi kapur. Sebaliknya, tanaman kopi tidak menghendaki tanah yang agak basa (pH lebih dari 6,5) sehingga pemberian kapur tidak boleh berlebihan (Najiyati dan Danarti, 2004). Tanaman kopi menghendaki reaksi yang agak masam dengan pH 5,5-6,5. Tetapi, hasil yang baik sering kali diperoleh pada tanah yang lebih asam, dengan catatan keadaan fisiknya baik. Pada tanah yang bereaksi lebih asam, dapat dinetralisasi dengan kapur tohor atau yang lebih tepat diberi pupuk. Pada umumnya tanah yang lebih asam kandungan mineralnya lebih rendah. Walaupun syarat-syarat yang berhubungan dengan tanah itu dapat dipenuhi dengan baik, tetapi perusahaan kopi belum tentu menguntungkan karena harus memperhatikan faktor lain, terutama iklim (AAK, 1991).
Universitas Sumatera Utara
14
2. Iklim Faktor iklim besar sekali pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi. Faktor iklim mencakup : a. Daerah penyebaran, tinggi tempat dan suhu b. Curah hujan dalam satu tahun c. Angin d. Pengaruh iklim terhadap produksi tanaman (AAK, 1991). Kopi adalah salah satu jenis tanaman yang terdapat di daerah tropis dan subtropis yang membentang di sekitar garis ekuator dan dapat hidup pada dataran rendah sampai dataran tinggi. Namun, hal ini tergantung dari jenis kopi itu sendiri. Tanaman kopi memerlukan musim kering maksimal 1,5 bulan sebelum masa berbunga lebat. Sedangkan masa kering sesudah berbunga lebat sebisa mungkin tidak melebihi 2 minggu. Sehubungan dengan keadaan hujan di musim kemarau, maka daerah-daerah membedakan antara daerah basah dan daerah kering (Retnandari dan Tjokrowinoto, 1991). Berdasarkan kegiatan usahatani kopi tersebut, kegiatan dalam budidaya merupakan faktor penentu keberhasilan usahatani. Beberapa kegiatan dalam budidaya tersebut adalah : 1. Pembibitan atau Persemaian Pemilihan bibit tanaman kopi mencakup berbagai segi, yaitu pemilihan Varietas/klon unggul yang sesuai, macam bibit serta sumber benih dan bibit. bibit yang ditanam berasal dari klon unggul yang dianjurkan. Ciri klon unggul tersebut yaitu dapat berproduksi tinggi dan kontinu, tahan terhadap serangan
Universitas Sumatera Utara
15
hama/penyakit tertentu (terutama HV) serta menghasilkan kopi bermutu tinggi. Beberapa klon Arabika yang dianjurkan adalah AB2, S795, USDA762, Kartika1 dan Kartika2. Bibit kopi dapat diperoleh dengan cara membeli atau membuat bibit sendiri. 2. Penanaman Tanaman kopi yang baru ditanam biasanya tidak tahan kekeringan. Oleh karena itu, sebaiknya penanaman dilakukan pada awal musim hujan atau pertengahan bulan November – Desember, dengan demikian pada musim kemarau berikutnya tanaman kopi sudah cukup kuat menahan kekeringan. Didalam kegiatan penanaman dilakukan beberapa hal seperti persiapan lahan, pembuatan lubang tanam, penanaman dan penyulaman (pergantian terhadap tanaman yang mati). 3. Pemeliharaan Terdapat beberapa kegiatan dalam pemeliharaan tanaman, yaitu : a. Pemupukan 1. Pupuk buatan diberikan 2 kali setahun, pada awal dan akhir musim hujan. Setiap tanaman dipupuk dengan Urea sebanyak 50 gr, SP 36 sebanyak 25 gr dan KCL 20 gr. 2. Pupuk organik yang diberikan berupa mulsa yang berasal dari daun – daun , serasah sekitar tanaman kopi, dll. Pupuk tersebut diberikan 1–2 tahun pada awal musim hujan bersamaan dengan pemberian pupuk buatan. b. Pemangkasan Pemangkasan sebaiknya dilakukan pada awal atau akhir musim hujan setelah pemupukan sehingga tanaman sudah mempunyai simpanan makanan yang cukup sebelum dipangkas. Hal ini dilakukan agar tanaman tidak mudah terserang penyakit dan berproduksi dengan optimal serta tidak sulit untuk dipanen. Ada 4
Universitas Sumatera Utara
16
tahap pemangkasan kopi, yaitu pemangkasan pembentukan tajuk, produksi atau pemeliharaan, cabang primer dan peremajaan c. Pencegahan dan Pengendalian Hama Penyakit serta Gulma Tanaman kopi harus dihindarkan dari serangan hama, penyakit dan gulma. Hal ini dikarenakan ketiga faktor tersebut dapat menurunkan produksi dan mutu kopi yang dihasilkan. Oleh sebab itu kegiatan tersebut harus dilakukan dengan baik dan intensif (Najiyati dan danarti , 2004). 2.1.3 Tinjauan Sosial Ekonomi Turunnya produksi Kopi Arabika sepanjang tahun 2010 lalu hingga mencapai 40%, membawa dampak besar pada harga. Karena pasokan yang minim, harga kopi melonjak drastis. Untuk Kopi Arabika asalan saja, harganya kini telah mencapai Rp44.000 hingga Rp46.000 per kg dan ini merupakan harga tertinggi sepanjang sejarah perkopian di Sumatera. Awal Desember 2010, harga Kopi Arabika biasa masih berkisar antara Rp35.000 hingga Rp36.000 per kg dengan harga ekspor US$4,6 per kg. Peningkatan harga lokal ini menyebabkan harga ekspor semakin bertahan menguat pada level harga US$5,5 sampai US$6 per kg. Peningkatan harga lokal dan ekspor diperkirakan masih terus berlanjut mengingat penurunan produksi akan berlangsung hingga tahun ini. Kondisi itu tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi pada negara penghasil kopi lainnya seperti Brazil dan Vietnam (Herman, 2008). Petani
menggunakan
sumber-sumber
yang
berbeda
untuk
mendapatkan
pengetahuan dan informasi yang mereka perlukan untuk mengelola usahatani mereka dan pengetahuan baru itu dikembangkan tidak hanya oleh lembaga
Universitas Sumatera Utara
17
penelitian, tetapi juga oleh banyak pelaku yang berbeda. Untuk mengelola usahataninya dengan baik, petani memerlukan pengetahuan dan informasi mengenai berbagai topik seperti : hasil penemuan dari penelitian berbagai disiplin pengolahan usahatani dan teknologi produksi, pengalaman petani lain, situasi mutakhir dan perkembangan yang mungkin terjadi di pasaran input dan hasil-hasil produksi serta kebijakan pemerintah (Rahardi, 1995). Di Indonesia, masa panen kopi jenis Arabika mundur dari seharusnya mulai Oktober hingga Desember lalu. Namun, sampai sekarang masih sedikit lahan yang bisa dipanen. Mundurnya masa panen itu membuat kualitas kopi menurun ke grade rendah, terutama di daerah produksi Sumatera Utara. Meskipun begitu, importir mengalihkan permintaan khusus ke grade rendah karena menilai harga Kopi Arabika bertahan menguat itu terlalu tinggi sehingga mempengaruhi biaya produksi (Herman, 2008). 2.2 Landasan Teori Agribisnis
merupakan
sektor
perekonomian
yang
menghasilkan
dan
mendistribusikan masukan bagi pengusaha tani dan memasarkan, mengolah serta mendistribusikan produk usahatani kepada pemakai akhir. Agribisnis dalam arti sempit yaitu hanya merujuk pada produsen dan pembuat bahan masukan untuk produksi pertanian. Dewasa ini, pandangan tentang agribisnis yang secara umum dianggap tepat sudah semakin meluas. Dengan demikian, sistem agribisnis dapat didefinisikan sebagai suatu saluran sektor perekonomian pertanian yang terdiri dari beberapa sektor atau subsistem yang mempunyai hubungan yang erat dalam menyalurkan hasil usahatani.
Universitas Sumatera Utara
18
Usaha tani pada dasarnya merupakan usaha untuk meningkatkan produksi pertanian yang berkualitas dan berdaya saing. Oleh karena itu pengembangan suatu komoditas
pertanian harus mempertimbangkan permintaan pasar,
berkonsentrasi pada produk unggulan yang berdaya saing tinggi mampu memenuhi fungsi sebagai komoditas ekonomi dan sosial, mampu memaksimalkan sumber daya alam terutama lahan berwawasan lingkungan serta mempunyai keterkaitan yang erat dengan sektor lain baik backward lingkages dan forward lingkages. Dengan mempertimbangkan hal tersebut maka itu dihadapkan perubahan perubahan eksternal pertanian terutama persaingan pasar dapat diantisipasi oleh pertanian kita (Soekartawi,dkk, 1998). Kaitan ke belakang berlangsung karena usahatani memerlukan input seperti bibit dan benih berkualitas, pupuk, pestisida, pakan ternak, alat dan mesin pertanian, modal, teknologi, serta manajemen. Sedangkan keterkaitan erat ke depan dapat diartikan bahwa suatu industri muncul karena mempergunakan hasil produksi budidaya/usahatani sebagai bahan bakunya, atau bisa juga suatu produk agroindustri digunakan untuk bahan baku industri lainnya. Kaitan ke depan berlangsung karena produk pertanian mempunyai berbagai karakteristik yang berbeda dengan produk industri, antara lain misalnya: musiman, tergantung pada cuaca, membutuhkan ruangan yang besar untuk menyimpannya, tidak tahan lama/mudah rusak (perishable), harga fluktuatif, serta adanya kebutuhan dan tuntutan konsumen yang tidak hanya membeli produknya saja, tapi makin menuntut persyaratan kualitas (atribut produk) bila pendapatan meningkat. Selanjutnya kaitan ke belakang ini disebut juga agroindustri Hulu (Up stream) dan kaitan ke depan disebut agroindustri hilir (Down stream) (Maulidah, 2012).
Universitas Sumatera Utara
19
Umumnya, kelemahan dari pelaksanaan sistem agribisnis ini terletak pada lemahnya keterkaitan sub-sistem tersebut. Apa yang terjadi di lapangan adalah bahwa sub-sistem tersebut bekerja sendiri-sendiri. Agar pelaksanaan sistem agribisnis berjalan lancar dan agar keterkaitan antarsub-sistem bertambah kuat maka diperlukan dukungan sumberdaya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM). Penekanan pada SDA terletak pada bagaimana menerapkan sistem agribisnis yang memperhatikan aspek keberlanjutan (sustainibility). Penekanan pada SDM terletak pada bagaimana meningkatkan kualitas SDM di berbagai sektor kegiatan sistem agribisnis. Integrasi agribisnis dari hulu ke hilir dianalisis dari aliran komoditi pertanian dari subsistem farm di hulu ke subsistem proses di hilir. Jumlah produksi suatu komoditi di hulu terserap memenuhi kebutuhan bahan baku di hilir berarti terjadi integrasi agribisnis dari hulu ke hilir. Sebaliknya, jika komoditi pertanian di hulu harus diangkut ke luar daerah untuk proses industrinya, berarti belum terdapat integrasi agribisnis dari hulu ke hilir di kawasan tersebut (Sugiyanto, 2011). Sarana produksi adalah sarana yang dibutuhkan dalam proses produksi. Sarana produksi terdiri dari lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Seluruh biaya yang dikeluarkan untuk menyediakan sarana produksi dan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi merupakan biaya produksi. Biaya produksi yang dikeluarkan petani dipengaruhi oleh harga input produksi. Faktor produksi/input adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor produksi sangat menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh. Faktor produksi
Universitas Sumatera Utara
20
lahan, modal untuk membeli bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan aspek manajemen merupakan faktor produksi terpenting diantara faktor produksi yang lain (Soekartawi, 2005). Lahan sebagai salah satu input atau faktor produksi merupakan pabriknya hasilhasil pertanian yaitu tempat dimana produksi berjalan dan darimana hasil produksi tersebut keluar. Luas penguasaan lahan pertanian merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses produksi atau usaha pertanian (Hosanna, 2009). Modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor-faktor produksi tanah dan tenaga kerja mengahsilkan barang-barang baru yaitu dalam hal ini hasil pertanian. Modal petani yang berupa barang diluar tanah adalah cangkul, bajak, ternak beserta kandangnya dan alat-alat pertanian lainnnya (Hernanto, 1988). Tenaga kerja adalah orang yang bersedia dan sanggup bekerja baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain, dengan tidak atau menerima upah. Tenaga kerja ini merupakan faktor yang penting dalam usahatani, khususnya tenaga kerja petani dan anggota keluarganya (Tohir, 1983) Menurut Daniel (2002), menyatakan bahwa biaya produksi adalah sebagai kompensasi yang diterima pemilik faktor-faktor produksi atau biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam proses produksi, baik secara tunai maupun tidak tunai. Biaya tetap adalah jenis biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya sewa yang berupa uang, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya berhubungan dengan besarnya produksi, misalnya bibit, pupuk, obat-obatan dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
21
Pemasaran pertanian adalah proses aliran komoditi yang disertai dengan perpindahan hak miik dan penciptaan guna waktu, guna tempat dan guna bentuk yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran dengan melaksanakan satu atau lebih fungsi-fungsi pemasaran. Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses
pemasaran
produk
pertanian
seperti:
produsen/petani,
pedagang
pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer (Sudiyono, 2004). Menurut Adiwilanga, (1992) pendapatan diperlukan oleh keluarga petani untuk memenuhi kebutuhan hidup ini tidak tetap melainkan terus menerus. Oleh karena itu, pendapatan yang dimaksimal itulah yang selalu diharapkan petani dari usaha tani. Di tambahkan oleh (Mosher, 1991), pendapatan merupakan produksi yang dinyatakan dalam bentuk uang setelah dikurang biaya yang dikeluarkan selama kegiatan usaha tani. Menurut Hernanto (1994), besarnya pendapatan yang akan diperoleh dari suatu kegiatan usahatani tergantung dari beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti luas lahan, tingkat produksi, identitas pengusaha, pertanaman, dan efisiensi penggunaan tenaga kerja. Rendahnya pendapatan petani disebabkan sempitnya luas lahan yang dimiliki dan diolah. Di Provinsi Sumatera Utara terdapat 58,% adalah petani gurem yakni petani memiliki luas lahan < 0,5 ha dan 66.0% petani mengerjakan lahannya sendiri (Tafbu dkk, 2009).
Universitas Sumatera Utara
22
2.3 Penelitian Terdahulu Penelitian oleh Mahmudah Nasution (2004) berjudul “Sistem Agribisnis Usahatani Sayur Mayur di Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Sub sistem Penyediaan sarana produksi, Proses Produksi, Pemasaran dan pasca panen, sarana penunjang serta ada tidaknya keterkaitan antar sub sistem sehingga dapat mencapai pendapatan yang paling menguntungkan bagi para petani sayur mayur tersebut. Penelitian ini dilakukan di Lingkungan IV Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan
Medan
Marelan
yang ditentukan
secara purposive dengan
pertimbangan bahwa Kelurahan ini merupakan daerah sentra produksi sayur mayur dan daerah pengembangan agribisnis usahatani sayur mayur di Kotamadya Medan. Sampel diambil secara Proportional Stratified Random Sampling berdasarkan jenis sayur utama yang diusahakan petani sayur mayur sebanyak 30 sampel.Beberapa hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1. Sarana produksi pertanian (benih, pupuk, insektisida, pestisida, herbisida dan tenaga kerja) cukup tersedia untuk mendukung pengembangan sistem agribisnis usahatani sayur mayur 2. Kegiatan usahatani di daerah penelitian sudah mengikuti petunjuk teknis yang berlaku hanya saja karena pendidikan petani yang rendah sehingga petani sulit untuk menerima adopsi teknoogi dengan mudah. 3. Perlakuan pasca panen di daerah penelitian masih pada tingkat yang sederhana seperti panen sore hari, pencucian, sortasi, pengikatan, pengangkutan dengan menumpuk saja dan belum ada kerjasama degan pihak industri pengolahan 4. Terdapat 3 saluran pemasaran sayur mayur yaitu : 1). Petani-Pedagang Pengumpul I-Pedagang Pengumpul IIPengecer-Konsumen; 2). Petani-Pedagang Pengumpul I-Pengecer-Konsumen; 3).
Universitas Sumatera Utara
23
Petani-Konsumen 5. Belum terdapat suatu badan usaha tani yang dapat menyediakan sarana produksi, memberikan pinjaman modal dan menampung hasil pertanian pada setiap panen. 2.4 Kerangka Pemikiran Sistem adalah kesatuan yang utuh dari sesuatu rangkaian yang terikat satu dengan yang lainnya. Bagian kecil atau anak cabang dari suatu sistem, menjadi induk sistem dari rangkaian selanjutnya. Keadaan tersebut yang akan terus terjadi hingga tiba pada saat adanya bagian yang mengganggu kestabilan itu sendiri. Secara konsepsional, Sistem agribisnis adalah semua aktivitas mulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai kepada pemasaran produkproduk yang dihasilakan oleh usaha tani dan agroindustri yang saling terkait satu sama lain. Sistem agribisnis merupakan suatu konsep yang menempatkan kegiatan pertanian sebagai suatu kegiatan yang utuh dan komprehensif sekaligus sebagai suatu konsep yang dapat menelaah dan menjawab berbagai masalah dan tantangan. Komponen-komponen yang terdapat dalam sistem agribisnis Kopi Arabika adalah: (1) Sub-sistem pra produksi (up-stream agribusiness), yakni kegiatan usahatani yang menghasilkan barang-barang modal bagi usahatani Kopi Arabika, seperti bibit, pupuk, pestisida, alat, dan mesin pertanian. (2) Sub-sistem produksi (on-farm agribusiness), yaitu kegiatan usahatani yang menghasilkan komoditi pertanian primer, yaitu biji Kopi Arabika
Universitas Sumatera Utara
24
(3) Sub-sistem post produksi (down-stream agribusiness), terbagi atas dua, yaitu subsistem pengolahan dan subsistem pemasaran usahatani Kopi Arabika. Sistem agribisnis meliputi proses-proses yang dilakukan para pelaku agribisnis dimana pelaku agribisnis tersebut yaitu produsen, middleman, lembaga pemasaran, tengkulak, dan konsumen melakukan kegiatan subsistem-subsistem agribisnis agar pendistribusian produk usahatani kopi dapat berjalan lancar, sehingga pendapatan petani pun maksimal. Pendekatan pembangunan pertanian yang berorentasi pada sistem agribisnis terpadu dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya pertanian wilayah memerlukan teknologi pertanian yang dapat mengembangkan usahatani di suatu daerah. Sistem agribinis yang berfungsi baik dan subsistem yang saling mendukung dapat melancarkan proses distribusi serta pemasaran yang baik. Hal ini tentu saja berpengaruh positif terhadap pembangunan usahatani kopi Arabika dimana dapat memberikan keuntungan terhadap pelaku-pelaku sistem agribisnis usahatani kopi Arabika. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pendapatan usahatani kopi Arabika adalah biaya sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida), luas lahan, dan tenaga kerja.
Universitas Sumatera Utara
25
Petani Kopi Arabika
Usahatani Kopi Arabika
Luas Lahan
Sistem Agribisnis Kopi Arabika
Subsistem Produksi
Subsistem Pra Produksi
-
Bibit Pupuk Pestisida Tenaga Kerja
Produksi Kopi
Subsistem Post Produksi
Pasca Panen
Pemasaran
Harga
Penerimaan
Pendapatan Usahatani Kopi Arabika
Total Biaya Produksi
KETERANGAN : : Menyatakan hubungan : Menyatakan pengaruh
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Universitas Sumatera Utara
26
2.5 Hipotesis Penelitian Berdasarkan teori yang sudah dibuat, maka hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut : 1. Diduga terdapat disfungsional dan sekat yang kuat antar subsistem agribisnis dalam sistem agribisnis kopi Arabika di daerah penelitian. 2. Pendapatan usahatani kopi di daerah penelitian dominan dipengaruhi oleh faktor luas lahan dan biaya tenaga kerja.
Universitas Sumatera Utara