BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Uraian Teoritis
2.1.1. Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan Pemberian definisi antara pemimpin dan kepemimpinan tidak dapat disamakan.
Oleh
karena
pemimpin
merupakan
individunya
sedangkan
kepemimpinan merupakan pola tindakan dan tingkah laku dari pemimpin tersebut. Menurut (Affif, 2003:67) “Pemimpin adalah individu yang berkemampuan meniupkan roh bagi suatu organisasi. Pendapat lain menyatakan “kepemimpinan adalah upaya untuk mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan,” (Dubrin, 2005:4). Siagian (2002:62) mendefinisikan “Kepemimpinan adalah merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, dalam hal ini para bawahannya sedemikian rupa sehingga orang lain mau melakukan kehendak pemimpin meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak disenanginya. Menurut Griffin (2000:99) membagi pengertian kepemimpinan menjadi 2 konsep, yaitu sebagai proses dan atribut. Sebagai Proses, kepemimpinan difokuskan kepada apa yang dilakukan oleh para pemimpin, yaitu proses dimana para pemimpin menggunakan pengaruhnya untuk memperjelas tujuan bagi para pegawai, bawahan, atau yang dipimpinnya, memotivasi mereka untuk mencapai tujuan tersebut, serta membantu menciptakan suatu budaya produktif dalam organisasi. Adapun dari sisi Atribut, kepemimpinan adalah kumpulan karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
kepemimpinan merupakan faktor penentu bagi kehidupan, perkembangan bahkan matinya suatu organiasasi disektor apapun dia bergerak. Pemimpin yang berhasil tidak hanya tergantung dari berapa banyak keterampilan yang ia kuasai, namun juga dapat bergantung pada cara ia berprilaku dan tindakan yang dilakukuannya.
2.1.2. Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan (Leadership Style) seorang pemimpin akan sangat berpengaruh terhadap kinerja pegawai dan pencapaian tujuan. Pemilihan gaya kepemimpinan yang benar dan tepat dapat mengarahkan pencapaian tujuan perorangan maupun tujuan perusahaan dan lembaga pemerintahan. Dengan gaya kepemimpinan yang tidak sesuai dapat mengakibatkan pencapaian tujuan perusahaan dan pengarahan terhadap pegawai akan menjadi tidak jelas, dimana hal ini dapat mengakibatkan ketidakpuasan pada anggota, atau pegawai. Pengertian gaya kepemimpinan menurut Nawawi (2003:15) adalah perilaku atau cara yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku para anggota organisasi atau bawahannya. Seseorang yang menduduki jabatan pimpinan mempunyai kapasitas untuk membaca situasi yang dihadapinya secara tepat dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya
agar sesuai dengan tuntutan situasi yang dihadapinya,
meskipun penyesuaian itu hanya bersifat sementara. Menurut Winardi (2000:76) terdapat 3 (tiga) macam model gaya kepemimpinan secara umum, yaitu demokratis, otoriter, dan kepemimpinan bebas.
Universitas Sumatera Utara
1. Gaya Kepemimpinan Demokratis Kepemimpinan Demokratis adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis dan terarah.
Kegiatan-kegiatan pengendalian
dilaksanakan
secara
tertib
dan
bertanggung jawab. Pembagian tugas yang disertai pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang jelas, memungkinkan setiap anggota berpartisipasi secara aktif. Dengan kata lain setiap anggota mengetahui secara pasti sumbangan yang dapat diberikannya untuk mencapai tujuan kelompok atau organisasinya. Selain itu dapat diketahui bagaimana melaksanakannya secara efektif dan efisien. 2. Gaya Kepemimpinan Otoriter Kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan di tangan satu orang atau sekelompok kecil orang yang diantara mereka tetap ada seseorang yang paling berkuasa. Pemimin bertindak sebagai penguasa tunggal. Orang-orang yang dipimpin jumlahnya lebih banyak, merupakan pihak yang dikuasai, yang disebut bawahan atau anak buah. Kedudukan dan tugas bawahan (anak buah) sematamata sebagai pelaksana keputusan, perintah dan bahkan kehendak pimpinan. 3. Gaya Kepemimpinan Bebas Kepemimpinannya dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan menurut kehendak dan kepentingan masing-masing baik secara perseorangan maupun berupa kelompok-kelompok kecil. Pemimpin hanya memfungsikan dirinya sebagai penasehat, yang dilakukan dengan memberi kesempatan untuk berkompromi atau bertanya bagi anggota kelompok yang memerlukannya.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Fungsi – fungsi Kepemimpinan Kemampuan mengambil keputusan merupakan kriteria utama dalam menilai efektivitas kepemimpinan seseorang. Dalam hubungan ini perlu ditekankan bahwa yang dimaksud dengan kemampuan mengambil keputusan tidak hanya diukur secara kuantitatif, dalam arti jumlah keputusan yang diambil. Tetapi juga diperlukan keputusan yang bersifat praktis, realistis dan dapat dilaksanakan serta memperlancar usaha pencapaian tujuan organisasi. Berkaitan dengan kriteria pengambilan keputusan
tersebut, menurut
Siagian (2008:47) terdapat 5 (lima) fungsi kepemimpinan sebagai berikut: 1. Pimpinan selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha pencapaian tujuan. 2. Wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak – pihak di luar organisasi. 3. Pimpinan selaku komunikator yang efektif. 4. Mediator yang andal, khususnya dalam hubungan secara internal terutama dalam menangani situasi konflik. 5. Pimpinan selaku integrator yang efektif, rasional, objektif dan netral. Berdasarkan fungsi kepemimpinan yang hakiki dapat diketahui bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang berasal dari ciri-ciri kepemimpinan yang dimilikinya dimungkinkan oleh 3 (tiga) sumber (Siagian ,2008:52) yaitu : 1. Sumber genetika, dalam arti bakat yang dibawa sejak orang dilahirkan. 2. Ciri - ciri yang diperoleh karena belajar dari pengalaman. 3. Ciri-ciri yang diperoleh melalui pendalaman teori kepemimpinan.
Universitas Sumatera Utara
Yang dikemukakan tersebut merupakan serangkaian ciri-ciri yang bersifat ideal artinya, betapa pun besarnya bakat kepemimpinan yang dimiliki seseorang dan betapa banyak pun kesempatan untuk menempa diri menjadi pemimpin yang efektif melalui pengalaman dan pendidikan serta latihan, tidak ada seorang pun memiliki semua ciri tersebut. Jelasnya, meningkatkan efektivitas kepemimpinan merupakan proses. Oleh karena itu yang maksimal dapat dilakukan oleh setiap orang yang menduduki jabatan kepemimpinan dengan terus-menerus berusaha agar semakin banyak ciri-ciri tersebut menjadi miliknya selama ia berkarya sebagai seorang pemimpin. Pembuktian bahwa pandangan yang mengatakan bahwa “pemimpin dilahirkan” mengandung kebenaran yang telah dibuktikan oleh penelitian dan pengalaman banyak orang. akan tetapi di tekankan pula bahwa betapa pun pentingnya
bakat
yang
dibawa
sejak
lahir
itu,
tetap
diperlukan
“penempaan”melalui pengalaman dan pengembangan pengetahuan teoritikal.
2.1.4. Disiplin Kerja 2.1.4.1. Pengertian Disiplin Kerja Disiplin kerja dalam perusahaan yang baik akan mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja dan terwujudanya tujuan perusahaan. Oleh karena itu setiap manajer selalu berusaha agar para bawahannya mempunyai disiplin
kerja
yang
baik.
Seorang
manajer
dikatakan
efektif
dalam
kepemimpinannya jika bawahannya mempunyai disiplin yang baik.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Rivai (2004:44) Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dengan norma-norma sosial yang berlaku. Pendisiplinan karyawan adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku karyawan sehingga para karyawan tersebut secara suka rela berusaha bekerja secara kooperatif dengan para karyawan lain serta meningkatkan prestasi kerjanya (Siagian, 2008:305). Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku, (Hasibuan, 2007:193). Niat juga dapat diartikan sebagai keinginan untuk berbuat sesuatu atau kemauan untuk menyesuaikan diri dengan aturan – aturan. Sikap dan prilaku disiplin kerja ditandai oleh berbagai inisiatif, kemauan, dan kehendak untuk mentaati peraturan. Artinya, orang yang dikatakan mempunyai displin yang tinggi tidak semata – mata patuh dan taat terhadap peraturan secara kaku dan mati, tetapi juga mempunyai kehendak (niat) untuk menyesuaikan diri dengan peraturanperaturan organisasi.
2.1.4.2. Macam – Macam Disiplin kerja a. Disiplin Diri Disiplin diri merupakan hasil proses belajar (sosialisasi) dari keluarga dan masyarakat. Penanaman nilai–nilai yang menjunjung disiplin, baik yang
Universitas Sumatera Utara
ditanamkan oleh orang tua, guru ataupun masyarakat sebagai bekal positif bagi tumbuh dan berkembangnya disiplin diri. Penanaman nilai – nilai disiplin dapat berkembang apabila didukung oleh situasi lingkungan yang kondusif yaitu situasi yang diwarnai perlakuan yang konsisten dari orang tua, guru atau pimpinan. Selain itu, orang tua, guru, dan pimpinan yang berdisiplin tinggi merupakan model peran yang efektif bagi berkembangnya disiplin diri. Disiplin diri sangat besar perannya dalam mencapai tujuan organisasi. Melalui disiplin diri seorang karyawan selain menghargai dirinya sendiri juga menghargai orang lain. b.
Disiplin Kelompok Kegiatan organisasi bukanlah kegiatan yang bersifat individual semata.
Selain disiplin diri masih diperlukan disiplin kelompok. Disiplin kelompok akan tercapai jika disiplin diri telah tumbuh dalam diri karyawan. Artinya, kelompok akan menghasilkan pekerjaan yang optimal jika masing – masing anggota kelompok dapat memberikan andil yang sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya. Kaitan antara disiplin diri dan disiplin kelompok seperti dua sisi dari satu mata uang. Keduanya saling melengkapi dan menunjang. Sifatnya komplementer. Disiplin diri tidak dapat dikembangkan secara optimal tanpa dukungan disiplin kelompok. Sebaliknya, disiplin kelompok tidak dapat ditegakkan tanpa adanya dukungan disiplin pribadi
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Disiplin Kerja Faktor – faktor yang mempengaruhi kedisiplinan adalah sebagai berikut (Fathoni, 2006:173). a. Tujuan dan kemampuan. b. Keteladanan pimpinan c. Balas jasa d. Keadilan e. Waskat merupakan tindakan nyata dan paling efektif untuk mewujudkan kedisiplinan karyawan. Atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, gairah kerja dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu hadir di tempat kerjanya agar dapat mengawasi dan memberikan petunjuk, jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan. f. Sanksi hukuman. g. Ketegasan h. Hubungan kemanusiaan. Semua organisasi atau perusahaan pasti mempunyai standar perilaku yang harus dilakukan dalam hubungannya dengan pekerjaan, baik secara tertulis maupun tidak, dan menginginkan para karyawan untuk mematuhinya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas. Tetapi dalam kenyataannya sering terjadi pegawai sebagai manusia mempunyai kelemahan, yaitu tidak disiplin. Oleh karena itu, peningkatan disiplin menjadi bagian yang penting dalam manajemen sumber daya manusia, sebagai faktor penting dalam peningkatan
Universitas Sumatera Utara
produktivitas. Permasalahan yang muncul adalah bagamanakah usaha yang dilakukan untuk meningkatkan disiplin karyawan.
2.1.4.4. Tindakan Pendisiplinan Kerja Hariandja
(2002:300)
menyebutkan
beberapa
pendekatan
untuk
meningkatkan disiplin kerja meliputi : a. Disiplin (preventive) merupakan tindakan yang dilakukan untuk mendorong karyawan untuk menaati standar dan peraturan sehingga tidak terjadi pelanggaran, atau bersifat mencegah tanpa ada yang memaksa yang pada akhirnya akan menciptakan disiplin diri. Ini tentu saja mudah dipahami sebagai tanggung jawab yang melekat pada pemimpin. b. Disiplin (corrective) merupakan tindakan yang dilakukan untuk mencegah supaya kesalahan tidak terulang kembali sehingga tidak terjadi pelanggaran pada hari-hari selanjutnya. c. Disiplin (progressive) merupakan pengulangan kesalahan yang sama akan mengakibatkan hukuman yang lebih berat.
Langkah-langkah melakukan
pendisiplinan secara (progressive) yang efektif adalah 1). Melakukan pembicaraan informal Sebagai aturan, pembicaraan informal dilakukan terhadap karyawan yang melakukan pelanggaran kecil dan pelanggaran itu dilakukan pertama kali, seperti terlambat masuk kerja atau istirahat siang lebih lama dari yang ditentukan, pembicaraan formal akan memecahkan masalah. Pemimpin harus menemukan hal – hal yang menyebabkan terjadinya pelanggaran dan
Universitas Sumatera Utara
mempertimbangkan
potensi
yang
bersangkutan
serta
catatan
kepegawaiannya. 2). Pemberian peringatan lisan Peringatan lisan dipandang sebagai dialog atau diskusi, bukan ceramah atau kesempatan untuk mengumpat karyawan. Pemimpin perlu mengajukan pertanyaan pada karyawan, tetapi harus berusaha untuk tidak menyela dan jangan merendahkan martabatnya sebagai manusia. Sekalipun demikian, pemimpin tetap perlu tegas karena akan lebih efektif mengubah perilaku karyawan. Sebagai hal yang perlu diingat, pemimpin perlu membuat catatan dalam dokumen kepegawaian yang bersangkutan mengenai tanggal, tujuan, dan hasil pembicaraan dengan karyawan. 3). Peringatan tertulis Peringatan tertulis adalah untuk karyawan yang melakukan pelanggaran peraturan berulang – ulang. Tindakan ini didahului dengan melakukan pembicaraan dengan karyawan yang melakukan pelanggaran, lalu pada akhir pembicaraan pemimpin memberitahu karyawan bahwa ia akan memberikan peringatan tertulis yang nantinya akan ditanda tangani karyawan. 4). Merumahkan sementara Merumahkan sementara adalah
untuk karyawan yang telah melanggar
peraturan berulang kali dan pelanggaran berat. Ini berarti bahwa tindakan pendisiplinan sebelumnya tidak berhasil mengubah perilakunya. Tindakan
Universitas Sumatera Utara
ini biasanya dilakukan setelah melakukan penyelidikan seksama dan pembicaraan tuntas dengan karyawan. Merumahkan sementara ini biasanya berlangsung antara satu sampai beberapa minggu, berlangsung pada tingkat kesalahan yang dilakukan. 5). Demosi atau penurunan pangkat Demosi berarti penurunan pangkat atau upah yang diterima karyawan. Akibat yang biasanya ditimbulkan dari tindakan pendisiplinan ini adalah timbulnya perasaan kecewa, malu, patah semangat, atau mungkin marah pada karyawan yang bersangkutan. 6). Pemecatan Pemecatan adalah langkah terakhir dan paling drastis dalam pendisiplinan progresif. Tindakan ini dilakukan untuk jenis pelanggaran yang sangat serius atau untuk pelanggaran yang terlalu sering dilakukan dan tidak dapat diperbaiki dengan langkah pendisiplinan sebelumnya. Keputusan ini biasanya diambil oleh pimpinan pada tingkat yang lebih tinggi dan didukung oleh fakta yang diperoleh dari penyelidikan yang telah dilakukan serta biasanya disampaikan oleh manajer sumber daya manusia.
1.2
Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan dengan penelitian ini adalah
Penelitian dari Siregar (2008) dengan judul Pengaruh Perilaku Pimpinan Terhadap Disiplin Kerja Pegawai di Kantor Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Utara. Hasil analisis menunjukkan ada pengaruh positif antara perilaku pimpinan terhadap disiplin kerja pegawai. Hal ini berarti jika perilaku pimpinan
Universitas Sumatera Utara
semakin baik, maka disiplin kerja pegawai juga akan semakin tinggi, hasil analisis koefisien determinasinya sebesar 0,716 yang menyebabkan perubahan disiplin kerja pegawai dinas sebesar 71,6 %. Eriandi (2005) “Persepsi bawahan atas perilaku pimpinan yang efektif untuk meningkatkan kepuasan dan disiplin kerja bawahan di unit-unit usaha koperasi produksi di Indonesia”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku pimpinan yang efektif akan memberikan persepsi yang positif kepada bawahan. Dalam penelitian Eriandi tersebut, Perilaku pimpinan akan membentuk persepsi bawahan, sedangkan dalam penelitian ini perilaku pimpinan langsung di uji dalam pengaruhnya terhadap disiplin. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu (Dharma, 2003:136). Unsur kuncinya adalah pengaruh yang dimiliki seseorang akan memberikan pengaruh bagi orang yang hendak dipengaruhinya.
1.3
Kerangka Konseptual Menurut Siagian (2002:62), kepemimpinan adalah kemampuan seseorang
untuk mempengaruhi orang lain, dalam hal ini para bawahannya, sedemikian rupa sehingga orang lain itu mau melakukan kehendak pemimpin meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak disenanginya. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan berpengaruh, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap disiplin karyawan dalam bekerja.
Universitas Sumatera Utara
Disiplin kerja yang berarti kesediaan untuk mematuhi peraturan/ketentuan yang berlaku dalam lingkungan organisasi kerja masing-masing sehingga diharapkan dapat meningkatkan kinerja yang tinggi yang menunjukkan ketaatan karyawan terhadap peraturan organisasi. Menurut Saydam (2000:284) Disiplin kerja merupakan sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk menaati dan mematuhi segala norma-norma, peraturan yang berlaku disekitarnya. Pimpinan yang mampu menjalankan tugas dengan baik dan membina hubungan dengan karyawan lain akan lebih efektif dalam pencapaian tugas sehari-hari. Kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang dapat mengorganisasikan pekerjaan dengan baik sehingga dapat terlaksana sesuai dengan yang direncanakan. Semakin baik kemampuan pemimpin untuk mengorganisasikan pekerjaan, maka disiplin kerja karyawan juga akan semakin baik. Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, dan penjelasan maka kerangka konseptual penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1
Kepemimpinan (X)
Disiplin Kerja Karyawan (Y)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Sumber : Siagian (2002), Saydam (2000), diolah
Universitas Sumatera Utara
1.4
Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan dugaan sementara bagi suatu masalah yang sedang
diselidiki kebenarannya dan masih memerlukan pembuktian. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah ini, maka diajukan hipotesis dalam penelitian ini, yaitu : Kepemimpinan Manajer Unit Berpengaruh Terhadap Disiplin Kerja Karyawan PTPN IV (Persero) Unit Kebun Mayang.
Universitas Sumatera Utara