BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Mutu Pelayanan Keperawatan 1.
Pengertian mutu pelayanan keperawatan Menurut Azwar (1996) yang dikutip Purwanto (2009), mutu pelayanan kesehatan adalah yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula kualitas pelayanan kesehatan. Menyelenggarakan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan tidak
terlepas
dari
sebuah
mutu
pelayanan keperawatan.
Berdasarkan standar tentang evaluasi dan pengendalian mutu dijelaskan bahwa pelayanan keperawatan menjamin adanya asuhan keperawatan yang berkualitas tinggi dengan terus menerus melibatkan diri dalam program pengendalian mutu keperawatan. Sedangkan Depkes RI ( 2009 ), telah menetapkan bahwa pelayanan keperawatan
dikatakan
berkualitas
baik
apabila
perawat
dalam
memberikan pelayanan kepada pasien sesuai dengan aspek-aspek dasar perawatan. Aspek dasar tersebut meliputi aspek penerimaan, perhatian, tanggung jawab, komunikasi dan kerjasama. Tanpa mutu pelayanan keperawatan yang baik, kesejahteraan pasien juga terabaikan karena perawat adalah penjalin kontak pertama dan terlama dengan pasien mengingat pelayanan keperawatan berlangsung terus menerus selama 24 jam sehari (Aditama, 2002). Pelayanan keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya pengertian pasien akan kemampuan melaksanakan kegiatan secara mandiri. Kegiatan itu dilakukan dalam usaha mencapai peningkatan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan yang memungkinkan setiap
individu mencapai kemampuan hidup sehat dan produktif (Aditama, 2002). Dari batasan-batasan mengenai pengertian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan pengertian mutu pelayanan keperawatan adalah sikap profesional
perawat
yang
memberikan
perasaan
nyaman,
terlindungi pada diri setiap pasien yang sedang menjalani proses penyembuhan dimana sikap ini merupakan kompensasi sebagai pemberi layanan dan diharapkan menimbulkan perasaan puas pada diri pasien.
2. Aspek-aspek mutu pelayanan keperawatan Menurut Parasuraman dalam Tjiptono (2007) aspek-aspek mutu atau kualitas pelayanan keperawatan adalah: 1) Keandalan (reliability) Yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan, jujur, aman, tepat waktu,serta ketersediaan. Keseluruhan ini berhubungan dengan kepercayaan terhadap pelayanan dalam kaitannya dengan waktu. 2) Ketanggapan (responsiveness) Yaitu keinginan seorang perawat membantu pasien dan memberikan pelayanan dengan tanggap terhadap kebutuhan pasien, 3) Jaminan (assurance) Mencakup kemampuan, pengetahuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki pada perawat, bebas dari bahaya, resiko, keragu-raguan, memiliki kompetensi, percaya diri (convident) dan menimbulkan keyakinan kebenaran (obyektif). 4) Empati atau kepedulian (emphaty) Meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pasien yang terwujud dalam penuh perhatian terhadap setiap pasien, melayani pasien dengan ramah dan menarik, memahami aspirasi pasien, berkomunikasi yang baik dan benar serta bersikap dengan penuh simpati
5) Bukti langsung atau berujud (tangibles) Meliputi fasilitas fisik, peralatan perawat, kebersihan (kesehatan), ruangan teratur rapi, berpakaian rapi dan harmonis, penampilan karyawan atau peralatannya dan alat komunikasi. 3. Standart mutu pelayanan keperawatan Berdasarkan
surat
keputusan
DPP
PPNI
Nomor:
03/DPP/SK/I/1996, maka standart keperawatan di Indonesia dikategorikan menjadi 4 jenis standart, yaitu standart pelayanan keperawatan, standart praktik keperawatan, standart pendidikan keperawatan, dan standart pendidikan berkelanjutan bagi perawat. Standart pelayanan keperawatan terdiri dari; 1) Standart 1: Divisi Keperawatan mempunyai falsafah dan struktur yang menjamin pemberian asuhan keperawatan yang bermutu tinggi dan merupakan sarana untuk menyelesaikan berbagai persoalan praktik keperawatan di seluruh institusi asuhan keperawatan, 2) Standart 2: divisi keperawatan dipimpin oleh seorang perawat eksekutif yang memenuhi persyaratan dan anggota direksi, 3) Standart 3: Kebijaksanaan dan praktik divisi keperawatan menjamin pelayanan keperawatan merata diantara klien / pasien di institusi pelayanan kesehatan, 4) Standart 4: Divisi keperawatan menjamin bahwa proses keperawatan digunakan untuk merancang dan memberikan asuhan untuk memenuhi kebutuhan individu klien/pasien dalam konteks keluarga, 5) Standart 5: Divisi keperawatan menciptakan lingkungan yang menjamin efektifitas praktik keperawatan, 6) Standart 6: Divisi keperawatan menjamin pengembangan berbagai program pendidikan untuk menunjang pelaksanaan asuhan keperawatan yang bermutu tinggi, 7) Standart 7: Divisi keperawatan memprakarsai, memanfaatkan, dan berperan serta dalam telah atau berbagai proyek penelitian untuk peningkatan asuhan klien/pasien.
B. Kepuasan Mutu Pelayanan 1.
Pengertian kepuasan Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen adalah hal penting yang mempengaruhi kepuasannya. Konsumen yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila konsumen puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberi dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya. Untuk menciptakan kepuasan konsumen, sebuah pelayanan harus menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh konsumen yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan konsumen. Kepuasan pasien adalah perasaan senang, puas individu karena terpenuhinya harapan dan keinginan dalam menerima jasa pelayanan kesehatan (Junaidi, 2002). Kepuasan sangat tergantung pada mutu suatu produk atau jasa. Mutu dalam pelayanan kesehatan bersifat multi dimensional, sehingga setiap pasien akan menilai mutu pelayanan tergantung dari latar belakang dan kepentingan
masing-masing.
Kepuasan
terhadap
pelayanan
keperawatanpun juga merupakan konsep yang multidimensional, sehingga untuk membicarakan hal ini akan sulit apabila tidak meletakkan dalam kontek peningkatan kualitas dan pelayanan yang berorientasi kepada pasien (Nash, 1994). Kepuasan pasien dapat diartikan sebagai suatu sikap konsumen yakni berapa derajat kesukaan atau ketidaksukaannya terhadap pelayanan yang pernah dirasakan. Oleh karena itu perilaku konsumen dapat juga diartikan sebagai model perilaku pembeli. Dalam hal ini penting bagi pemasaran untuk peningkatan pengguna jasa berulang, bagaimana unsur pokok diantara
kepuasan kesetiaan pasien pengguna pelayanan adalah unsur
pokok di antaranya kepuasan dan kesetiaan lainnya (Ilyas, 1999).
Menurut
Hafizzurrahman
(2004),
kepuasan
pelanggan
akan
terpenuhi apabila proses penyampaian jasa dari si pemberi jasa kepada pelanggan sesuai dengan apa yang dipersepsikan pelanggan. Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor subyektifitas yang dapat membuat perbedaan persepsi pelanggan dan sipemberi jasa. Ada lima kesenjangan dalam kualitas jasa yaitu: 1) Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen; 2) Kesenjangan antara persepsi manajemen tentang harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa; 3) Kesenjangan antara spesifikasi jasa dan jasa yang disajikan; 4) Kesenjangan antara penyampaian jasa actual dan komunikasi eksternal kepada konsumen; 5) Kesenjangan antara jasa yang diharapkan dan jasa aktual yang diterima konsumen.
2. Mengukur Tingkat Kepuasan Kepuasan pasien dapat diukur baik secara kuantitatif ataupun kualitatif (dengan membandingkannya) dan banyak cara mengukur tingkat kepuasan pasien. Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pengukuran tingkat kepuasan pasien ini mutlak diperlukan. Dengan melakukan pengukuran tingkat kepuasan, kita akan dapat mengetahui sejauh mana dimensi-dimensi mutu pelayanan yang kita berikan dapat memenuhi harapan pasien (Pohan, 2003). Jika belum sesuai dengan harapan pasien, maka hal tersebut akan merupakan masukan kepada organisasi pelayanan kesehatan agar berupaya memenuhinya. Jika kinerja pelayanan kesehatan yang diperoleh pasien pada suatu fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan harapannya, maka pasien itu akan selalu mencari pelayanan kesehatan yang diperolehnya dapat memenuhi harapannya atau tidak mengecewakan (Pohan, 2003). Pengukuran kepuasan pasien tidaklah mudah, karena untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengukur tingkat kepuasan pasien tersebut akan berhadapan dengan suatu kultural, yaitu terdapatnya
suatu
kecenderungan
masyarakat
yang
enggan
atau
tidak
mau
mengemukakan kritik, apalagi terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, kebanyakan masyarakat berpendapat bahwa menyembunyikan kritik adalah merupakan kesopanan dan sebaliknya, mengemukakan kritik adalah menunjukkan ketidaksopanan (Pohan, 2003). Pengukuran kepuasan pasien sendiri merupakan tujuan akhir dari pendefinisian sebuah mutu atau kualitas pelayanan keperawatan. Mutu pelayanan berbasis pada 5 aspek - aspek kualitas pelayanan dengan menerapkan konsep kesenjangan, disebut SERVQUAL (Parasuraman dalam Tjiptono, 2007). Lima aspek kualitas yang dimaksud yaitu: a. Tangibles (kenyataan/wujudnya) yang meliputi: fasilitas fisik, peralatan yang digunakan, pegawai dan sarana informasi/komunikasi. b. Reliability (kehandalan) adalah kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera,akurat dan memuaskan, jujur, aman, tepat waktu, ketersediaan. c. Responsiveness (daya tanggap) adalah keinginan para karyawan dalam memberikan pelayanan yang tanggap d. Assurance (jaminan) mencakup kemampuan, pengetahuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki pada karyawan, bebas dari bahaya, resiko, keragu-raguan, memiliki kompetensi, percaya diri dan menimbulkan keyakinan kebenaran (obyektif). e. Emphaty (perhatian) adalah sifat dan kemampuan untuk memberikan perhatian penuh kepada pasien, kemudian dalam melakukan kontak, komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan pelanggan secara individual. Pada penelitian Suharto (1999), secara kualitatif kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan meliputi:
mengenai
a. Sikap atau tata krama perawat yang muncul dalam bentuk atribut pribadi perawat seperti sikap suka menolong, ramah, pengertian dan berdedikasi. b. Penuh perhatian yaitu kepedulian perawat untuk memberi respon terhadap kebutuhan pasien. c. Ketersediaan yaitu tersedianya perawat saat pasien membutuhkan. d. Menentramkan hati, agar perawat dapat membantu pasien sehingga dapat seperti dirumahnya sendiri, serta dapat menenangkan pasien dari rasa cemas dan takut terhadap program terapi. e. Penanganan secara individual, pasien dilayani secara khusus, serta perawatan dirancang sesuai dengan masing-masing kebutuhan pasien. f. Keterbukaan / informalitas. Suasana informal dan peraturan tidak terlalu kaku lebih disuka dan perawat lebih bersikap sebagai teman. g. Informasi, pasien menghendaki adanya informasi yang menyeluruh yang meliputi perawatannya di rumah sakit. h. Profesionalisme, meliputi kepemimpinan, kemampuan, kompetensi, dan ketenangan dalam menjalankan tugas, serta tidak membeda-bedakan pasien kecuali karena kebutuhan perawatannya. i. Pengorganisasian bangsal, pasien yang dirawat lama lebih senang bila perawatnya sama. j. Pengetahuan perawat. Perawat yang memuaskan adalah yang memiliki pengetahuan secara umum dan lebih spesifik adalah mengerti tentang pasien yang ada secara individu dengan segala program yang diperuntukkan bagi pasien tersebut. k. Lingkungan bangsal. Lingkungan juga mempengaruhi kepuasan pasien.
3. Klasifikasi Kepuasan Menurut Mac Dougall (dalam Tjiptono, 2007) untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan yaitu: a) Exellent atau sangat puas 95%; b) Bagus atau puas 65%; c) Rata-rata atau netral 15%; d) Jelek atau tidak puas2%; e) Sangat jelek atau sangat tidak puas 0%.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien Menurut Budiastuti ( 2002 ), kepuasan pasien terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa faktor antara lain: a. Kualitas produk atau jasa Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas. b. Kualitas pelayanan Kualitas pelayanan memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai yang diharapkan. c. Faktor emosional Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap pasien bila dalam hal ini pasien memilih penyedia pelayanan yang terkenal mahal, dan merasa kurang puas jika ternyata diberikan pelayanan secara gratis atau cuma- Cuma. d. Harga Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien
mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien. e. Biaya Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan, cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut. Sedangkan Tjiptono (2007) menyatakan bahwa kepuasan pasien ditentukan oleh beberapa faktor antara lain, yaitu : a. Kinerja (performance) Kinerja merupakan karakteristik dari pelayanan inti yang telah diterima sangat berpengaruh pada kepuasan yang dirasakan. Wujud dari kinerja ini misalnya: kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan jasa pengobatan terutama keperawatan dengan waktu penyembuhan yang relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan yang diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan peralatan rumah sakit. b. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features) Merupakan karakteristik sekunder atau karakteristik pelengkap yang dimiliki oleh jasa pelayanan, misalnya : kelengkapan interior dan eksterior seperti televisi, AC, sound system, dan sebagainya. c. Keandalan (reliability) Sejauhmana kemungkinan kecil akan mengalami ketidakpuasan atau ketidaksesuaian dengan harapan atas pelayanan yang diberikan. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki oleh perawat didalam memberikan jasa keperawatannya yaitu dengan kemampuan dan pengalaman yang baik terhadap pemberian pelayanan keperawatan dirumah sakit.
d. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesification) Yaitu sejauh mana karakteristik pelayanan memenuhi standart-standart yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya : standar keamanan dan emisi terpenuhi seperti peralatan pengobatan. e. Daya tahan (durability) Berkaitan dengan berapa lama produk tersebut digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis dalam penggunaan peralatan rumah sakit, misalnya : peralatan bedah, alat transportasi, dan sebagainya. f. Service ability Meliputi kecepatan, kompetensi, serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan oleh perawat dengan memberikan penanganan yang cepat dan kompetensi yang tinggi terhadap keluhan pasien sewaktu-waktu. g. Estetika Merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh panca indera. Misalnya : keramahan perawat, peralatan rumah sakit yang lengkap dan modern, desain arsitektur rumah sakit, dekorasi kamar, kenyamanan ruang tunggu, taman yang indah dan sejuk, dan sebagainya. h. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality) Citra dan reputasi rumah sakit serta tanggung jawab rumah sakit. Bagaimana kesan yang diterima pasien terhadap rumah sakit tersebut terhadap prestasi dan keunggulan rumah sakit daripada rumah sakit lainnya dan tangggung jawab rumah sakit selama proses penyembuhan baik sejak pasien masuk sampai pasien keluar rumah sakit dalam keadaan sehat.
C. Kerangka Teori Pasien jamkesmas
Pasien non jamkesmas
Pelayanan keperawatan
Pelayanan keperawatan
Kualitas pelayanan keperawatan: Keandalan Ketanggapan Jaminan Emphati Bukti langsung
Kualitas pelayanan keperawatan: Keandalan Ketanggapan Jaminan Emphati Bukti langsung
1. 2. 3. 4. 5.
1. 2. 3. 4. 5.
Tingkat kepuasan pasien: 1. Kinerja 2. Keistimewaan 3. Keandalan 4. Kesesuaian 5. Daya Tahan 6. Service 7. Estetika 8. Kualitas Sumber : Budiastuti (2002), Tjiptono (2007) dan Purwanto (2009) Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian
D. Kerangka Konsep Tingkat Kepuasan
Tingkat Kepuasan
Pasien Jamkesmas
Pasien Non Jamkesmas
E. Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2006). Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah kepuasan pasien jamkesmas dan kepuasan pasien non jamkesmas
F. Hipotesa Penelitian Hipotesa adalah jawaban sementara yang akan dibuktikan dalam suatu penelitian (Notoatmodjo, 2002). Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada perbedaan tingkat kepuasan antara pasien jamkesmas dan non jamkesmas terhadap pelayanan keperawatan di ruang rawat inap Puskesmas Kandangserang.