BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang teori-teori yang mendasari dan mempunyai relevansi dengan penelitian. Dalam pembahasan ini meliputi:
2.1 Masyarakat Sebagai Kesatuan Sosial Kehidupan manusia tidak mungkin lepas dari kehidupan masyarakat karena didalamnya terdapat bagian dari individu-individu yang berinteraksi, berkumpul dan melakukan berbagai macam usaha didalamnya, entah usaha untuk mempersatukan atau malah pertentangan yang terjadi didalam kehidupan masyarakat.1 Dan memang istilah yang lazim dipakai untuk menyebut kesatuan hidup manusia baik dalam tulisan ilmiah maupun dalam sebutan sehari-hari adalah menyebutnya dengan masyarakat. Di dalam suatu kesatuan manusia atau masyarakat pasti terjadi suatu interaksi, adapun faktor-faktor yang mendasari terjadinya interaksi adalah: imitasi (meniru), sugesti (menerima), identifikasi (menempatkan diri) dan simpati (turut merasakan). Masyarakat sebagai suatu lembaga sosial bersifat langgeng karena setiap anggotanya (individu) berusaha untuk bersatu dan menyesuaikan diri satu sama lain dengan berinteraksi dalam jangka waktu tertentu didukung oleh dimana individu-individu tersebut bertempat 1
Masyarakat mempunyai cirri-ciri yang bisa menyebutnya sebagai masyarakat, diantaranya ; 1) Manusia yang hidup bersama dua atau lebih. 2) Bergaul dalam jangka waktu yang relative lama. 3) Setiap anggotannya menyadari sebagai suatu kesatuan; dan 4) Bersama membangun sebuah kebudayaan yang membuat keteraturan dalam hidup bersama. Prof.Dr.Awan Mutakin, Dr.Dasin Budimansyah,Msi dan Drs.Gunawan Kamil Pasya M.Si. Dinamika masyarakat Indonesia
9
tinggal dan ini yang disebut dengan Community (komunitas) yang artinya suatu kesatuan hidup manusia yang menempati wilayah yang spesifik dan terikat oleh sistem budaya dan identitas tertentu pula, sehingga timbul ikatan atau kesadaran wilayah. Perbedaan ikatan sosial pada kesatuan hidup masyarakat menurut Soekanto (1984 : 30), yaitu: 1) Residence community atau ecological community, dimana faktor mengikat yang terpenting bagi anggotannya (warga masyarakat) adalah wilayah tempat tinggal tertentu. Maka ikatan tempat tinggal tersebut didasarkan pada hubungan sosial. 2) Moral community atau psychyc community, dimana ikatan antar para anggota (warga masyarakat) didasararkan pada faktor spiritual yang mencakup nilai asal-usul atau kepercayaan. Kedua ikatan sosial yang dikatakan oleh Soekanto diatas memiliki motivasi yang sama untuk dapat aktif dalam kesatuan masyarakat (integrasi). Masyarakat sebagai suatu sistem sosial merupakan suatu keseluruhan dari kehidupan bernegara. Masyarakat merupakan organisasi yang didalamnya terdapat sistem yang terdiri atas beberapa komponen didalamnya yang mempunyai fungsi dan saling melengkapi dan didalamnya juga terdapat interaksi, solidaritas, pemimpin, nilai maupun norrna tersendiri yang mengikat anggotanya.
2.2 Kesadaran Masyarakat Sadar
kadang digunakan untuk merujuk keadaan–keadaan ketika orang–orang
memberikan perhatian pada peristiwa-peristiwa yang terjadi disekitar mereka dalam cara sedemikian rupa untuk menghubungkan aktivitas mereka dengan peristiwa-peristiwa itu. Dengan kata lain, „sadar‟ merujuk pada pengawasan agen manusia (Giddens, 2010:68).
10
May (Koswara,1987:51)2 mengungkapkan bahwa kesadaran diri adalah kapasitas yang memungkinkan manusia yang mampu mengamati dirinya sendiri maupun membedakan diri dari dunia orang lain serta kapasitas yang memungkinkan manusia menempatkan diri dalam waktu kini, masa lampau dan masa yang akan datang. Kesadaran adalah suatu proses kesiapan diri untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu, menanggapi hal tertentu dengan didasari atas pengertian, pemahaman, penghayatan dan pertimbangan- pertimbangan nalar dan moral dengan disertai kebebasan sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara sadar. Kesadaran masyarakat memiliki arti suatu proses yang dilakukan masyarakat secara bebas dan sadar sehingga tindakan yang dilakukan dapat dipertanggung jawabkan.
2.3 Partisipasi Masyarakat Partisipasi menurut Ife (2008: 295) adalah sebuah konsep sentral dan prinsip dasar dari pengembangan masyarakat karena diantara banyak hal partisipasi terkait erat dengan gagasan HAM. Uphoff dan Cohen ( 1979 dalam Ife 2008: 296) menekan partisipasi pada rakyat yang memiliki peran dalam pembuatan keputusan. Pearse dan Sufel (1979 disitir oleh Kannan 2002 dalam Ife 2008: 296) memfokuskan pada rakyat yang biasanya tidak dilibatkan memiliki kendali terhadap sumber daya dan institusi. Partisipasi masyarakat berdasarkan pengertian partisipasi diatas adalah keikutsertaan masyarakat dalam program yang dilakukan pemerintah tidak hanya sebagai peserta akan 2
Diambil dari bahan PDF s_pkn_045743_chapter2 . sabtu 3 maret 2012 . pukul 11:40
11
tetapi mampu memberikan saran dan kritik terhadap pemerintah serta dapat menjalankan program itu dengan bertanggung jawab. Partisipasi memiliki arti yang beragam, dan oleh karena itu selama 10 tahun ini istilah partisipasi menjadi sangat terkenal dalam konteks berbagai kegiatan pembangunan. Hobley, 1996 (dalam Awang, 2003:151) merumuskan berbagai tingkatan dan arti partisipasi menjadi tujuh tingkat, yaitu :
Manipulasi Partisipasi, karakteristik dari model partisipasi adalah keanggotaan bersifat keterwakilkan pada satu komisi kerja, organisasi kerja, dan atau kelompokkelompok. Jadi tidak berbasis pada partisipasi individu
Pertisipasi Pasif, partisipasi rakyat dilihat dari apa yang telah diputuskan atau apa yang telah terjadi, info datang dari administrator tanpa mau mendengar respon dari rakyat tentang keputusan atau informasi tersebut. Informasi yang dibagikan hanya untuk orang luar yang profesional..
Partisipasi melalui Konsultasi, partisipasi rakyat dengan berkonsultasi atau menjawab pertanyaan. Orang dari luar mendefinisikan masalah- masalah dan proses pengumpulan informasi, dan mengawasi analisis. Proses konsultasi tersebut tidak ada pembagian dalam pengambilan keputusan, dan pandangan- pandangan rakyat tidak dipertimbangkan oleh orang luar.
Partisipasi untuk Insentif, partisipasi rakyat melalui dukungan berupa sumber daya, misalnya tenaga kerja, dukungan pangan, pendapatan atau insentif material material lainnya. Mungkin saja petani menyediakan lahan dan tenaga, tetapi mereka dilibatkan dalam proses percobaan- percobaan dan pembelajaran. Kelemahan model partisipasi
12
ini adalah apabila insentif habis maka teknologi yang digunakan dalam program juga tidak akan berlanjut.
Partisipasi Fungsional, partisipasi dilihat oleh lembaga eksternal sebagai satu tujuan akhir untuk mencapai target proyek, khususnya untuk mengurangi biaya. Rakyat mungkin berpartisipasi melalui pembentukkan kelompok untuk penentuan tujuan terkait dengan proyek. Keterlibatan seperti ini mungkin cukup menarik, dan mereka juga dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, tetapi kecenderungan yang terjadi keputusan tersebut diambil setelah keputusan utama ditetapkan oleh orang luar desa atau dari luar komunitas rakyat desa. Hal yang terburuk, penduduk desa hanya dikooptasi untuk melindungi target dari orang luar desa.
Partisipasi Interaktif, partisipasi rakyat dalam analisis bersama mengenai pengembangan perencanaan aksi dan pembentukkan atau penekanan lembaga lokal. Partisipasi dilihat sebagai suatu hak, tidak hanya berarti satu cara mencapai target (goal) proyek saja. Proses melibatkan multi – disiplin metodelogi, atau proses belajar tersetruktuk. Pengambilan keputusan bersifat lokal oleh kelompok dan kelompok menentukan bagaimana ketersedian sumberdaya digunakan, sehingga kelompok tersebut memiliki kekuasaan untuk menjaga potensi yang ada.
Partisipasi Mandiri, partisipasi rakyat melalui pengambilan inisiatif secara independen dari lembaga luar untuk melakukan perubahan sistem. Masyarakat mengambangkan hubungan dengan lembaga eksternal untuk advise mengenai sumber daya dan teknik yang mereka perlukan, tetapi juga tetap mengawasi bagaimana sumber daya tersebut digunakan. LSM dapat dikembangkan jika pemerintah dan LSM menyiapkan satu kerangka pemikiran untuk mendukung. 13
Dusseldorp (Awang, 2003 : 153) menyatakan ada sembilan tipe partisipasi, yaitu :
Penggolongan partisipasi berdasarkan pada derajat kesukarelaan.
Penggolongan partisipasi berdasarkan pada cara keterlibatan.
Penggolongan partisipasi berdasarkan pada keterlibatan dalam berbagai tahap dalam proses pembangunan berencana.
Penggolongan partisipasi berdasarkan pada tingkatan organisasi.
Penggolongan partisipasi berdasarkan pada intensitas dan frekuensi kegiatan.
Penggolongan partisipasi berdasarkan pada lingkup liputan kegiatan.
Penggolongan partisipasi berdasarkan pada efektifitas.
Penggolongan partisipasi berdasarkan pada siapa yang terlibat.
Penggolongan partisipasi berdasarkan pada gaya partisipasi.
2.4 Strategi Strategi berasal dari bahasa Yunani kuno “strategia” yang diartikan sebagai “The Art of Genneral” atau seni seorang panglima yang biasa digunakan dalam peperangan. Dalam pengertian umum strategi adalah cara untuk mendapatkan kemenangan atau mencapai tujuan.3 Strategi pada dasarnya merupakan seni dan ilmu menggunakan dan mengembangkan kekuatan yang berasal dari ideologi politik, ekonomi, sosial, budaya dan HANKAM, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun beberapa defini tentang Strategi, antara lain4:
3 4
Diambil dari http://caramedia.com/. Minggu 17 februari 2013 Diambil dari http://caramedia.com/. Minggu 17 februari 2013
14
Menurut A. Halim, strategi adalah suatu cara dimana organisasi atau lembaga akan mencapai tujuannya, sesuai dengan peluang – peluang serta ancaman- ancaman lingkungan eksternal yang dihadapi serta sumber daya dan kemampuan internal.
Stephanie K. Marrus, mendefinisikan strategi sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebutdapat dicapai.
WEBSTER THIRD NEW INTERNATIONAL DICTIONARY. Strategi adalah ilmu dan seni tentang penggunaan kekuatan–kekuatan politik, ekonomi, psikologi dan militer suatu bangsa atau kelompok bangsa-bangsa yang memungkinkan dukungan maksimal kepada kebijakan yang telah ditetapkan baik saat damai maupun saat perang. Strategi dapat didefinisikan sebagai upaya bagaimana mencapai tujuan atau sasaran
yang ditetapkan sesuai dengan keinginan. Karena strategi merupakan upaya pelaksanaan, maka strategi pada hakekatnya merupakan suatu seni yang implementasinya didasari oleh intuisi, perasaan dan hasil pengalaman.
Strategi juga dapat merupakan ilmu yang
langkah-langkahnya selalu berkaitan dengan data dan fakta. Seni dan ilmu digunakan sekaligus untuk membina atau mengelola sumber daya yang dimiliki dalam suatu rencana atau tindakan.5
2.5 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) adalah organisasi non-pemerintah yang independen dan mandiri, dan karena itu bukan merupakan bagian atau berafiliasi dengan 5
Diambil dari www.kumpulanistilah.com . Senin 05 Oktober 2012. Pukul 21.43 WIB
15
lembaga-lembaga Negara dan pemerintahan6. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) adalah organisasi non-partisan dan karena itu tidak merupakan bagian atau berafiliasi dengan partai-partai politik dan tidak akan menjalankan politik praktis dalam arti mengejar kekuasaan7. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) adalah lembaga non-sektarian dan membebaskan
dirinya
dari
prasangka-prasangka
atas
dasar
segala
perbedaan,
termasuk agama, suku, ras, golongan dan gender8. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) adalah organisasi yang tumbuh secara swadaya, atas kehendak dan keinginan sendiri, ditengah masyarakat, dan berminat serta bergerak dalam bidang lingkungan hidup. 9 Menurut argument Edward dan Hume (Fakih, 2004:2), salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi dan menghambat kemampuan NGOs untuk berperan dalam perubahan sosial global adalah kegagalan NGO sendiri dalam membuat jaringan antara kerja mereka ditingkat mikro dengan sistem dan struktur makro yang lebih luas. Edward dan Hume (Fakih, 2004:2-3) mendefinisikan istilah NGO sebagai kategori organisasi yang batasannya sangat luas, terdiri dari lembaga yang sangat beragam, mereka mencoba mengidentifikasi batasan NGOs dari segi bentuk, ukuran dan fungsi, yang dapat dibedakan menjadi tiga tipe yakni:
NGO Internasional
LSM Perantara di Selatan (NGOs selatan) yakni mereka yang mendukung kerja kelompok akar rumput (grass- roots) melalui pendanaan, nasihat teknis dan advokasi.
6
Diambil dari http://arisandi.com/pengertian-lsm/. Sabtu 03 Maret 2012. Pukul 11:29 WIB, dari buku Kode Etik Lembaga Swadaya Masyarakat bab 1 nomor 1 7 Diambil dari http://arisandi.com/pengertian-lsm/. Sabtu 3 maret 2012. 11:29 WIB, dari buku Kode Etik Lembaga Swadaya Masyarakat bab 1 nomor 2 8 Diambil dari http://arisandi.com/pengertian-lsm/. Sabtu 3 maret 2012. 11:29 WIB, dari buku Kode Etik Lembaga Swadaya Masyarakat bab 1 nomor 3 9 Diambil dari http://arisandi.com/pengertian-lsm/. Sabtu 3 maret 2012. 11:29 WIB, dari undang- undang . UndangUndang Republik Indonesia No.4 Tahun 1986
16
Gerakan akar rumput dari jenis yang beragam ( organisasi akar rumput atau GROs, dan organisasi berbasis komunitas CBOs) yang dikendalikan anggotanya sendiri.
Jaringan kerja maupun federal yang terdiri dari beberapa atau seluruh tipe LSM diatas. LPSM (Lembaga Pengembangan swadaya masyarakat) dan LSM (Lembaga Swadaya
masyarakat) berusaha menanggapi pelbagai kebutuhan organisasi akar rumput dengan dukungan lembaga kerja sama pembangunan internasional atau lembaga dana (funding agencies). LPSM maupun organisasi akar rumput yang disebut LSM, organisasi gerakan sosial serta lembaga dana internasional (NGOs International, solidaritas dan lembaga dana) adalah tiga protagonist utama dalam proses kerja sama lembaga non pemerintah. Istilah LSM yang dimaksud disini adalah berbagai organisasi yang bukan bagian dari organisasi pemerintah serta didirikan bukan sebagai hasil dari persetujuan antar pemerintah (Fakih, 2004:4).
2.6 Jenis Hutan 1. Hutan Hutan (Arief, 2001:11-12) merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuhan tumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan sangat penting bagi kehidupan di bumi. Dari sudut pandang orang ekonomis, hutan merupakan tempat menanam modal jangka panjang yang sangat menguntungkan dalam bentuk Hak Pengusaha hutan (HPH). Sedangkan bagi para ilmuan, hutan menjadi bervariasi sesuai dengan spesifikasi ilmu. Menurut ahli silvika, hutan merupakan suatu asosiasi dari tumbuh- tumbuhan yang sebagian besar terdiri atas pohon- pohon atau 17
vegetasi berkayu yang menempati areal luas. Sedangkan ahli ekologi mengartikan hutan sebagai suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan berbeda dengan keadaan diluar hutan. Ahli kehutanan mengartikan hutan sebagai suatu komunitas biologi yang didominasi oleh pohon-pohonan tanaman keras. Sedangkan menurut Undang–undang No.5 Tahun 1967, hutan diartikan sebagai lapangan bertumbuhan pohon-pohon yang secara menyeluruh merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya. Kesimpulan definisi hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora) maupun binatang (fauna) dari yang sederhana sampai yang bertingkat tinggi dan dengan luas sedemikian rupa serta mempunyai kerapatan tertentu dan menutup areal, sehingga dapat membentuk iklim mikro tertentu. 2. Hutan Negara (public forest) Hutan Negara (Arief,2001: 53)
yaitu suatu kawasan hutan dan hutan yang
tumbuh diatas tanah yang tidak dibebani hak milik. Hutan negara ini dapat berupa hutan adat, yaitu hutan Negara yang pengelolaannya diserahkan kepada masyarakat hukum adat (hutan ulayat, marga/ pertuanan). Sedangkan hutan hutan Negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan demi kesejahteraan desa disebut hutan desa. 3. Hutan milik (Privat forest) Hutan milik menurut Arief (2001: 53) yaitu hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik. 4. Hutan Kemasyarakatan (Sosial Forest) Hutan Kemasyarakatan menurut Arief (2001:53) yaitu suatu sistem pengelolaan hutan yang bertujuan untuk mendukung kehidupan dan kesejahteraan masyarakat sekitar 18
hutan dengan meningkatkan daya dukung lahan dan sumber daya alam tanpa mengurangi fungsi pokoknya, misalnya pelaksanaan Agroforestry oleh KTH. 5. Hutan Desa Hutan desa menurut Awang (2003)10 membagi pengertian Hutan Desa dari beberapa sisi pandang, yaitu; (a) dilihat dari aspek teritorial, hutan desa adalah hutan yang masuk dalam wilayah administrasi sebuah desa definitif dan ditetapkan oleh kesepakatan masyarakat, (b) dilihat dari aspek status, hutan desa adalah kawasan hutan negara yang terletak pada wilayah administrasi desa tertentu dan ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan desa, (c) dilihat dari aspek pengelolaan, hutan desa adalah kawasan hutan milik rakyat dan milik pemerintah (hutan negara) yang terdapat dalam satu wilayah administrasi desa tertentu dan ditetapkan secara bersama-sama antara pemerintah daerah dan pemerintah sebagai hutan desa yang dikelola oleh organisasi masyarakat desa. Alam (2003)11 yang sedang mengembangkan hutan desa di Sulawesi Selatan mendefinisikan hutan desa sebagai kawasan hutan negara, hutan rakyat dan tanah negara yang berada dalam wilayah administrasi desa yang dikelola oleh lembaga ekonomi yang ada di desa, antara lain rumah tangga petani, usaha kelompok, badan usaha milik swasta, atau badan usaha milik desa yang khusus dibentuk untuk itu, dimana lembaga desa memberikan pelayanan publik terkait dengan pengurusan dan pengelolaan hutan
10
Diambil dari http://uwityangyoyo.wordpress.com/2009/09/28/%E2%80%9Cpengelolaan-hutan-desa-sebagai-satualternatif-pengelolaan-hutan-berbasis-masyarakat-terutama-dalam-kaitanya-dengan-wacana-otonomi-daerahkhususnya-otonomi-desa%E2%80%9D/. sabtu 3 maret 2012. Pukul 11:21 WIB 11
http://uwityangyoyo.wordpress.com/2009/09/28/%E2%80%9Cpengelolaan-hutan-desa-sebagai-satu-alternatifpengelolaan-hutan-berbasis-masyarakat-terutama-dalam-kaitanya-dengan-wacana-otonomi-daerah-khususnyaotonomi-desa%E2%80%9D/. sabtu 3 maret 2012. Pukul 11:21 WIB
19
Hutan desa adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani izin atau hak. (Bahan seminar, 2011). Hutan desa juga bisa dimasukkan dalam perhutanan sosial. Suharjito, 2000 mengatakan perhutanan sosial perum perhutani diberi pengertian sebagai program pembangunan dan pengamanan hutan dengan cara mengikut sertakan masyarakat dalam mengelola hutan. Dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus perbaikan lingkungan dan menjaga lingkungannya. Pada dasarnya dahulu hutan desa adalah hutan-hutan rakyat yang dibangun dan dikelola oleh rakyat dan kebanyakan berada diatas tanah adat atau tanah milik, meski ada juga yang berada dikawasan hutan milik Negara.12 Hutan desa idealnya memiliki definisi kawasan hutan milik rakyat dan milik pemerintah (Hutan Negara) yang terdapat dalam satu wilayah administrasi desa tertentu dan ditetapkan secara bersama-sama antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat sebagai hutan desa yang dikelola oleh organisasi masyarakat desa.13 Dalam pengembangan hutan desa dilakukan dengan 3 tahap perijinan yaitu14 : 1.
Penetapan Areal Hutan Desa
Penetapan areal kerja hutan desa diberikan oleh Menteri Kehutanan kepada Gubernur . jika dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak Surat Keputusan Areal Kerja Hutan Desa ditanda tangani tidak ada pemberian HPHD15 maka keputusan Menteri tersebut akan batal dengan sendirinya.
12
http://www.anneahira.com/hutan-desa.htm senin 3 juni 2013. Pukul 13:30 WIB http://www.anneahira.com/hutan-desa.htm senin 3 juni 2013. Pukul 13:30 WIB 14 Berdasarkan Pemenhut Nomor : 49/Menhut-II/2008 jo Permenhut Nomor: 53/Menhut –II/2011 tentang hutan desa 15 HPHD kepanjangan dari Hak Pengelolaan Hutan Desa 13
20
Masyarakat setempat mengajukan permohonan penetapan Areal Kerja Hutan desa kepada Bupati atau Walikota dengan melampirkan : a.
Sketsa lokasi areal yang dimohon;
b.
Surat usulan dari kepala Desa atau Lurah;
c.
Nama- nama calon anggota lembaga desa atau struktur lembaga desa jika sudah terbentuk yang diketahui oleh Camat dan Kepala Desa
Selanjutnya berdasarkan permohonan masyarakat tersebut Bupati/ Walikota mengajukan usulan penetapan Areal Kerja Hutan Desa kepada Menteri Kehutanan, dilengkapi dengan : a.
Peta digitasi areal kerja hutan desa dengan skala paling kecil 1: 50.000, sesuai dengan Perdirjen Planologi Kehutanan Nomor:
P.05/VII-
WP3H/2010; b.
Deskripsi wilayah, antara lain keadaan fisik wilayah, sosial ekonomi dan potensi kawasan
c.
Surat usulan untuk Kepala Desa atau Lurah
d.
Nama-nama calon anggota lembaga desa atau struktur lembaga desa jika sudah terbentuk yang diketahui oleh Camat dan Kepala Desa.
2.
Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD)
Hak Pengelolaan Hutan Desa diberikan dalam bentuk Surat Keputusan pemberian Hak Pengelolaan Hutan Desa oleh Gubernur kepada Lembaga Desa dalam luasan tertentu dan jangka waktu paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang. 21
Permohonan Hak Pengelolaan Hutan Desa diajukan oleh Lembaga Desa kepada Gubernur melalui Bupati/Walikota dengan melampirkan persyaratan : a.
Peraturan desa tentang penetapan lembaga desa.
b.
Surat pernyataan dari Kepala Desa yang menyatakan wilayah administrasi desa yang bersangkutan yang menyatakan wilayah administrasi desa yang bersangkutan yang diketahui Camat.
c.
Luas areal kerja yang dimohon.
d.
Rencana kerja dan bidang usaha lembaga desa
Selanjutnya Bupati atau Walikota meneruskan permohonan HPHD tersebut kepada Gubernur dengan melampirkan surat rekomendasi yang menerangkan bahwa Lembaga Desa telah :
3.
a.
Mendapatkan fasilitas
b.
Siap mengelola hutan desa
c.
Ditetapkan areal kerjanya oleh menteri kehutanan
Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) dalam hutan desa IUPHHK Hutan Alam atau IUPHHK Hutan tanaman dalam Hutan Desa dapat diajukan pada areal kerja Hak Pengolahan Hutan Desa yang berada dalam Hutan Produksi. Permohonan IUPHHK dalam Hutan Desa diajukan oleh pemegang HPHD kepada Menteri Kehutanan, dengan melengkapi persyaratan: a. Fotocopy peraturan desa tentang Penetapan Lembaga Desa. 22
b. Fotocopy Surat Keputusan Penetapan Areal Kerja Hutan Desa yang terkait. c. Fotocopy Surat Keputusan Pemberian Hak Pengelolaan Hutan Desa. d. Rencana Kerja Hutan Desa yang Sudah disahkan. e. Akta penetapan lembaga desa sebagai Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Terhadap permohonan IUPHHK tersebut dilakukan penilaian oleh tim penilaian yang dibentuk oleh Menteri Kehutanan. Hasil penilaian yang ditolak, Menteri Kehutanan menyampaikan surat pemberitahuan dan hasil penilaian yang diterima, Menteri Kehutanan menetapkan IUPHHK dalam Hutan Desa dengan jangka waktu sampai berakhirnya HPHD, kecuali dicabut oleh pemberi izin. Menteri dapat melimpahkan wewenang penerbitan IUPHHK Hutan Alam dalam Hutan Desa kepada Gubernur dan IUPHHK Hutan Tanaman kepada Bupati/Walikota.
4.
Penyusunan Rencana Kerja Hutan Desa (RKHD)
Rencana Kerja Hutan Desa (RKHD) merupakan rencana pengelolaan Areal Kerja Hutan Desa yang menjamin kelestarian fungsinya secara ekonomi, ekologi dan sosial.
RKHD wajib disusun oleh pemegang HPHD selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah mendapatkan HPHD.
23
RKHD disusun secara partisipatif dengan difasilitasi oleh instansi / dinas yang diberi wewenang dan tanggung jawab dibidang kehutanan tingkat Provinsi atau Kabupaten/ Kota atau pihak lain.
RKHD disahkan oleh Gubernur dan dapat didelegasikan kepada instansi/ dinas yang diberi wewenang dan tanggung jawab dibidang kehutanan tingkat Provinsi.
RKHD disusun untuk satu periode jangka waktu HPHD yakni selama 35 tahun dan dapat direvisi oleh pemegang HPHD dengan persetujuan pemberi HPHD.
5.
Penyusunan Rencana Tahunan Hutan Desa (RTHD)
RTHD merupakan penjabaran lebih rinci dari RKHD yang memuat kegiatankegiatan yang akan dilaksanakan dan target-target yang akan dicapai dalam jangka waktu 1 (satu) tahun ke depan.
RTHD memuat rencana dalam kurun waktu 1 (satu) tahun dengan mengacu pada RKHD yang telah disusun. RTHD memuat rencana mengenai :
Tata batas areal kerja
Penanaman
Pemeliharaan
Pemanfaatan
Perlindungan
Pengembangan kelembagaan
Pengembangan sumber daya manusia
24
RTHD wajib disusun secara partisipatif oleh pemegang HPHD dengan difasilitasi oleh pemerintah Kabupaten / Kota atau pihak lain, disahkan oleh Bupati/Walikota yang dapat didelegasikan kepada instansi yang diberi wewenang dan tanggung jawab dibidang Kehutanan.
6.
RTHD dibuat dalam bentuk tabel.
Penyusunan Rencana Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (HKK)
Rencana Pemanfaatan HHK Hutan Desa dibuat setelah lembaga desa mendapatkan IUPHHK Hutan Desa baik Hutan Alam maupun Hutan Tanaman pada Hutan Produksi.
Rencana Pemanfaatan HHK Hutan Desa disusun setiap tahun untuk digunakan sebagai dasar dalam melakukan pemanfaatan Hasil Hutan Kayu.
Rencana Pemanfaatan HHK Hutan Desa adalah rencana pemanfaatan hasil hutan kayu yang memuat luas dan atau volume dalam satuan waktu tertentu.
Rencana Pemanfaatan HHK Hutan Desa disusun untuk mengatur pelaksanaan penerbangan kayu agar berjalan secara tertib dan menekan sekecil mungkin dampak negatif terhadap lingkungan.
Rencana Pemanfaatan HHK Hutan Desa disusun berdasarkan hasil inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP).
Hasil ITSP dibuat dalam Tallysheet
ITSP yang kemudian direkap dalam
Laporan Hasil Cruising (LHC).
Penebangan kayu dilakukan dengan sistem tebang pilih yang diikuti dengan penanaman kembali. 25
Jatah tebang tahunan ditentukan berdasarkan prinsip-prinsip kelestarian hasil Areal Kerja Hutan Desa.
Penebangan kayu pada Areal Kerja Hutan Desa pada Hutan Alam hanya dapat dilakukan pada kayu- kayu yang berdiameter minimal 40 cm.
Berdasarkan Rencana Pemanfaatan HHK Hutan Desa dan LHC dapat diketahui perkiraan kapan pemanfaatan HHK dapat dilakukan.
Rencana Pemanfaatan HHK Hutan Desa disusun oleh pemegang IUPHHK Hutan Desa maksimal 6 (enam) bulan sebelum pelaksanaan penebangan.
Rencana Pemanfaatan HHK dilengkapi dengan Peta blok dan petak tebangan yang dibuat dengan sekala minimal 1 :10.000.
Rencana Pemanfaatan HHK Hutan Desa pada Hutan Alam disahkan oleh Gubernur dan dapat didelegasikan kepada dinas yang diberi wewenang dan tanggung jawab dibidang kehutanan Kabupaten.
Rencana Pemanfaatan HHK Hutan Desa pada Hutan Tanaman disahkan oleh Bupati/ Walikota dan dapat didelegasikan kepada dinas yang diberi wewenang dan tanggung jawab dibidang kehutanan Kabupaten.
Rencana Pemanfaatan HHK Hutan Desa pada Hutan Alam dan Hutan Tanaman disusun dan dibuat menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku dalam IUPHHK.
Rencana Pemanfaatan HHK Hutan Desa dibuat dalam bentuk tabel.
2.7 Originalitas Penelitian 26
Originalitas penelitian adalah berisi tentang topik penelitian yang akan dilaksanakan benar-benar asli dan tidak merupakan hasil jiplakan dari naskah atau karya penelitian orang lain, meskipun dalam beberapa hal mempunyai kesamaan terutama yang berhubungan dengan metode tetapi ada hal-hal lain dalam penelitian yang berbeda. Hal yang berbeda inilah yang akan menunjukan keaslian penelitian. Adapun penelitian sebelumnya antara lain : 1. Nunung Yuntari . 2005. Partisipasi Masyarakat
Diaras Rukun Warga (RW) Dalam
pembangunan (Study Kasus di Dua RW di Kelurahan
Randuacir, Kecamatan
Argomulyo, Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah). Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa partisiasi masyarakat di RW I dan RW VII
berbeda dimana RW I
untuk
partisipasi masyarakatnya masih kurang karena masyarakat hanya hanya menjadi penonton dan yang bekerja, ketua RT dan RW serta pemborong bangunan. Sedangkan untuk RW VII partisipasi masyarakat lebih terlihat dari sumbangan materi, tenaga, dan pikiran. Bentuk–bentuk partisipasi masyarakat
antara lain: pembangunan jalan,
penerangan jalan, Raskin (Beras Miskin), program penanaman hutan rakyat, kegiatan olah raga, posyandu dan ASKES. 2. Alvianto Wahyudi Utomo. 2005. Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Di Kelurahan Kali Bening. Hasil dari penelitian
ini, pertama) perubahan pola
kepemimpinan dan pola perilaku masyarakat yang terjadi tidak terlalu signifikan setelah terjadinya perubahan status Pemerintahan Kelurahan yang berarti masyarakat masih mempunyai kekuatan dalam melakukan kritik dan control terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintahan Kelurahan walaupun BPD sudah tidak ada. Sehingga peran Civil Society yang dikembangkan menjadi penting untuk mengurangi hegemoni 27
Negara yang ada dalam Pemerintah Kelurahan. Kedua) proses partisipasi masyarakat dalam pemerintahan di Kelurahan Kali Bening pada dasarnya lebih pada proses pendelagasian wewenang dalam pengambilan keputusan dan perencanaan tentang bentuk–bentuk pembangunan yang akan di implemantasikan di kelurahan tersebut. 3. Daud Kristianto. 2009. Implementasi Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (Studi di LMDH Wana Sejati Kelurahan Randurejo Kecamatan Pulokulon KPH Gundih Kabupaten Grobogan). Hasil dari penelitian ini pertama) Implementasi PHBM. PHBM tidak berjalan sesuai dengan aturan ataupun pedoman yang sudah ditetapkan dalam PHBM. Hal tersebut ditunjukan dari beberapa hal sebagai berikut: program pemerintah dan program Perhutani berjalan tidak sinergis, prinsip partisipasi masyarakat yang merupakan aspek fundamental dalam implementasi PHBM telah diabaikan, aksesibilitas masyarakat dalam penggunaan lahan negara pada kenyataannya dikenakan biaya “sewa lahan”, bendera PHBM dimanfaatkan oleh pihak broker tebu dan oknum di LMDH untuk mengejar kepentingan ekonomi dengan tidak memperhatikan aspek kelestarian lingkungan, LMDH seharusnya merupakan lembaga representasi dari MDH dirasakan kurang berfungsi secara optimal. Kedua) faktor penghambat antara lain: Kurang adanya Komitment Politik Perhutani dalam PHBM, adanya karakteritas perhutani yang memberatkan,terdapat persepsi yang berbeda tentang PHBM, serta SDM yang kurang memadai. Ketiga) faktor pendukung antara lain : hadirnya NGO. Keempat) dampak dari PHBM antara lain : dalam hal perbaikan biofisik lingkungan berupa keberhasilan reboisasi dengan penanaman hutan rakyat diluar hutan Negara telah dilaksanakan di Desa Randurejo, sukses tanam dilahan Perhutani sendiri dari tahum ketahun menunjukan peningkatan, dalam hal tingkat penurunan gangguan keamanan hutan telah terjadi 28
penurunan tingkat gangguan keamanan hutan, pelaksanaan PHBM di Desa Randurejo belum dapat mewujudkan peningkatan aspek sosial berupa peningkatan pendidikan dan kesehatan. 4. Dedi Herwanto, 2009. Pengelolaan Hutan Desa Sebagai satu Alternatif Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Terutama Dalam Kaitannya Dengan Wacana Otonomi Daerah Khususnya Otonomi Desa. Hasil dari penelitian ini pertama) pengelolaan hutan yang bersifat sentralistik selama ini telah membawa dampak yang sangat merugikan bagi kelestarian alam dan lingkungan serta sistem sosial di tengah masyarakat daerah. Sejalan dengan semangat otonomi daerah yang telah mulai dilaksanakan dalam penyelenggaraan pemerintahan saat ini maka diperlukan juga adanya desentralisasi pengelolaan kehutanan. Kedua) dalam memanfaatkan kawasan hutan desa, baik yang berada di hutan lindung maupun hutan produksi masyarakat dapat melakukan berbagai kegiatan usaha, yaitu budidaya tanaman obat, tanaman hias, jamur, lebah, penangkaran satwa liar, atau budidaya pakan ternak. Sedangkan dalam memanfaatkan jasa lingkungan dapat melalui kegiatan usaha pemanfaatan jasa aliran air, pemanfaatan air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan dan perlindungan lingkungan, atau penyerapan dan penyimpanan karbon. 5. Cinintya Dwi Amalinda. 2013. Peran LSM Flora dan Fauna Internasional (FFI) Dalam Mewujudkan Hutan Desa Di Sungai Pelang Kecamatan Matan Hilir Selatan Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. Hasil dari penelitian ini adalah peran LSM FFI sangat penting dalam terbentuknya Hutan Desa. Strategi dan kegiatan yang dilakukan LSM bersama pihak terkait yaitu Dinas Kehutana Provinsi KalBar dan Kabupaten Ketapang merupakan faktor pendukung dalam terbentuknya Hutan Desa. Serta semangat dari 29
masyarakat desa dalam mewujudksn Hutan Desa yang tinggi turut membantu dalam terbentuknya Hutan Desa. Namun, program Hutan Desa ini masih dalam proses, pihak LSM dan Dinas Kehutanan masih menunggu izin dari Gubernur.
2.8 Kerangka Pikir
Masyarakat
LSM FFI
Kegiatan dan Strategi Kesadaran Masyarakat Hambatan dan Dorongan Respon Masyarakat Desa Sungai Pelang Hutan Desa
Keterangan : Berangkat dari kerangka teoritis yang telah diuraikan di atas dan melihat persoalan yang akan dikaji dalam penelitian ini mengenai peran LSM Flora fan Fauna Internasional dalam mewujudkan hutan desa di desa Sungai Pelang. Bagan di atas merupakan kerangka pikir yang dipakai sebagai dasar dalam penelitian. 30