5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1
Beasiswa PPA dan BBM Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo Beasiswa merupakan suatu bentuk penghargaan terhadap siswa maupun
mahasiswa selama menjalani pendidikan. Pemberian beasiswa ini diberikan oleh lembaga pendidikan maupun pihak luar kepada mereka yang berprestasi namun kurang mampu dalam menyelesaikan pendidikannya (Badjuka, 2012). Seperti yang tercantum dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Berdasarkan pasal tersebut, maka pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap
warga negara tanpa diskriminasi, dan masyarakat berkewajiban
memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu diperlukan biaya yang cukup besar. Oleh karena itu bagi setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya, dan berhak mendapatkan beasiswa bagi mereka yang berprestasi. Pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab V Pasal 12 ayat (1.c), menyebutkan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan beasiswa
6
bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya, dan di Pasal 12 ayat (1.d), menyebutkan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya. Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, Bagian Kelima, Pasal 27 ayat (1), menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya memberi bantuan biaya pendidikan atau beasiswa kepada peserta didik yang orang tua atau walinya tidak mampu membiayai pendidikannya. Pada Pasal 27 ayat (2), menyebutkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dapat memberi beasiswa kepada peserta didik yang berprestasi (DIKTI, 2011). Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa beasiswa merupakan dana bantuan pendidikan yang diberikan berdasarkan prestasi dan ketidakmampuan seseorang untuk membiayai pendidikan. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam Undang-undang bahwa pemberian bantuan beasiswa merupakan hal yang wajib dilakukan dan juga tujuannya adalah untuk menjamin mutu pendidikan bagi tiap warga negara tanpa diskriminasi. Begitu pula dengan Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo yang telah memiliki program beasiswa PPA dan BBM tiap tahunnya. Beasiswa harus diterima oleh pihak yang yang layak menerimanya, sehingga membutuhkan metode yang tepat untuk menghasilkan data akurat mengenai penerima beasiswa. Beasiswa PPA dan BBM banyak diminati oleh mahasiswa, namun penerima beasiswa PPA dan BBM dibatasi dan juga harus memenuhi syarat-syarat atau
7
kriteria-kriteria tertentu. Data yang masuk akan diseleksi terlebih dahulu melalui Biro Administrasi Kemahasiswaan Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo.
2.1.1.1 Persyaratan Beasiswa Persyaratan untuk mendapatkan beasiswa adalah sebagai berikut (Laporan Persyaratan Beasiswa PPA dan BBM): A. Persyaratan Umum Mahasiswa calon penerima beasiswa: 1. Beasiswa PPA untuk program studi S1 duduk pada semester 2, 4, dan 6, Diploma duduk pada semester 2 dan 4. 2. Beassiwa BBM untuk program studi S1/Diploma paling rendah pada semester 6. 3. Surat permohonan beasiswa kepada Rektor UNG. 4. Fotokopi slip pembayaran SPP terakhir. 5. Fotokopi kartu keluarga. 6. Surat keterangan baik dari fakultas. 7. Wajib mengisi kuesioner. 8. Beasiswa ini tidak berlaku bagi mahasiswa yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS).
B. Persyaratan Khusus -
PPA (Peningkatan Prestasi Akademik)
1. Mahasiswa yang mempunyai IPK paling tinggi.
8
2. Mahasiswa yang mempunyai SKS yang paling banyak (jumlah semester paling sedikit). 3. Mahasiswa yang memiliki prestasi di kegiatan ko/ekstra kurikuler (olahraga, teknologi, seni/budaya tingkat Internasional/Dunia, Regional/Asia/Asean dan Nasional). 4. Mahasiswa yang (orang tuanya) paling tidak mampu.
-
BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa)
1. Mahasiswa yang (orang tuanya) paling tidak mampu. 2. Mahasiswa yang memiliki prestasi di kegiatan ko/ekstra kurikuler (olahraga, teknologi, seni/budaya tingkat Internasional/Dunia, Regional/Asia/Asean dan Nasional). 3. Mahasiswa yang mempunyai IPK paling tinggi. 4. Mahasiswa yang mempunyai SKS yang paling banyak (jumlah semester paling sedikit).
2.1.2
Pengertian Sistem Pendukung Keputusan Little (1970) mendefinisikan SPK sebagai sekumpulan prosedur berbasis
model untuk data pemrosesan dan penilaian untuk membantu para manajer dalam membuat keputusan. Dia menyatakan bahwa sistem tersebut haruslah sederhana, cepat, mudah dikontrol, adaptif, lengkap dengan isu-isu penting, dan mudah berkomunikasi.
9
Sementara Velmurugan dan Narayanasamy (2008) mendefinisikan SPK sebagai istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan setiap aplikasi komputer yang meningkatkan kemampuan pengguna untuk membuat keputusan. Lebih khusus lagi, istilah ini biasanya digunakan untuk menggambarkan suatu sistem berbasis komputer yang dirancang untuk membantu para pengambil keputusan untuk menggunakan data, pengetahuan, dan teknologi komunikasi dengan tujuan mengidentifikasi masalah dan membuat keputusan dalam memecahkan masalah tersebut. Berdasarkan dua pendapat diatas, Sistem Pendukung Keputusan dapat disimpulkan menjadi sistem berbasis model yang menggunakan komputer untuk mengolah data, nilai, pengetahuan, dan informasi yang digunakan oleh para pembuat keputusan sebagai alat bantu dalam menghasilkan keputusan.
2.1.3
Karakteristik dan Kapabilitas Sistem Pendukung Keputusan Karakteristik dan kapabilitas kunci dari SPK menurut Turban dkk (2005),
ialah: 1.
Dukungan
untuk
pengambilan
keputusan,
terutama
pada
situasi
semiterstruktur dan tak terstruktur, dengan menyertakan penilaian manusia dan informasi terkomputerisasi. Masalah-masalah tersebut tidak dapat dipecahkan (atau tidak dapat dipecahkan dengan konvenien) oleh sistem komputer lain atau oleh metodoe atau alat kuantiatif standar. 2.
Dukungan untuk semua level manajerial, dari eksekutif puncak sampai manajer lini.
10
3.
Dukungan untuk individu dan kelompok. Masalah yang kurang terstruktur sering memerlukan keterlibatan individu dari departemen dan tingkat organisasional yang berbeda atau bahkan dari organisasi lain. SPK mendukung tim virtual melalui alat-alat Web kolaboratif.
4.
Dukungan untuk keputusan independen dan atau sekuensial. Keputusan dapat dibuat satu kali, beberapa kali atau berulang (dalam interval yang sama).
5.
Dukungan di semua fase proses pengambilan keputusan: intelegensi, desain, pilihan, dan implementasi.
6.
Dukungan diberbagai proses dan gaya pengambilan keputusan.
7.
Adaptivitas sepanjang waktu. Pengambilan keputusan seharusnya reaktif, dapat
menghadapi
perubahan
kondisi
secara
cepat
dan
dapat
mengadaptasikan SPK untuk memenuhi perubahan tersebut. SPK bersifat fleksibel dan karena itu pengguna dapat menambahkan, menghapus, menggabungkan, mengubah, atau menyusun kembali elemen-elemen dasar. SPK juga fleksibel dalam hal dapat dimodifikasi untuk memecahkan masalah lain yang sejenis. 8.
Pengguna merasa seperti di rumah. Ramah-pengguna, kapabilitas grafis yang sangat kuat dan antarmuka manusia-mesin interaktif dengan satu bahasa alami dapat sangat meningkatkan keefektifan SPK. Kebanyakan aplikasi SPK yang baru menggunakan antarmuka berbasis-Web.
9.
Peningkatan
terhadap
keefektifan
pengambilan
keputusan
(akurasi,
timeliness, kualitas) ketimbang pada efisiensinya (biaya pengambilan
11
keputusan). Ketika SPK disebarkan, pengambilan keputusan sering membutuhkan waktu lebih lama, namun keputusannya lebih baik. 10. Kontrol penuh oleh pengambil keputusan terhadap semua langkah proses pengambilan keputusan dalam memecahkan suatu masalah. SPK secara khusus menekankan untuk mendukung pengambila keputusan, bukannya menggantikan. 11. Pengguna akhir dapat mengembangkan dan memodifikasi sendiri sistem sederhana. Sistem yang lebih besar dapat dibangun dengan bantuan ahli sistem informasi. Perangkat lunak OLAP dalam kaitannya dengan data warehouse membolehkan pengguna untuk membangun DSS yang cukup besar dan kompleks. 12. Biasanya model-model digunakan untuk menganalisa situasi pengambilan keputusan. Kapabilitas pemodelan memungkinkan eksperimen dengan berbagai strategi yang berbeda di bawah konfigurasi yang berbeda. 13. Akses disediakan untuk berbagai sumber data, format dan tipe mulai dari sistem informasi geografis (GIS) sampai sistem berorientasi objek. 14. Dapat dilakukan sebagai alat standalone yang digunakan oleh seorang pengambil keputusan pada satu lokasi atau didistribusikan disatu organisasi keseluruhan dan dibeberapa organisasi sepanjang rantai persediaan. Dapat diintegrasikan dengan SPK lain dan atau aplikasi lain, dan dapat didistribusikan secara internal dan eksternal dengan mengunakan networking dan teknologi Web.
12
2.1.4
Komponen-Komponen Sistem Pendukung Keputusan Menurut Turban dkk (2005) komponen-komponen dalam Sistem
Pendukung Keputusan terdiri dari: a.
Subsistem Manajemen Data Subsistem manajemen data memasukkan satu database yang berisi data yang relevan untuk situasi dan dikelola oleh perangkat lunak yang disebut sistem manajemen database
(DBMS).
Subsistem
manajemen data
dapat
diinterkoneksikan dengan data warehouse perusahaan, suatu repositori untuk data perusahaan yang relevan untuk pengambilan keputusan. Biasanya data disimpan atau diakses via server Web database. b.
Subsistem Manajemen Model Merupakan paket perangkat lunak yang memasukkan model keuangan, statistik, ilmu manajemen, atau model kuantitatif lainnya yang memberikan kapabilitas analitik dan manajemen perangkat lunak yang tepat. Bahasabahasa pemodelan untuk membangun model-model kustom juga dimasukkan. Perangkat lunak ini sering disebut Sistem Manajemen Basis Model (MBMS). Komponen ini dapat dikoneksikan ke penyimpanan korporat atau eksternal yang ada pada model. Sistem manajemen dan metode solusi model diimplementasikan pada sistem pengembangan Web (seperti Java) untuk berjalan pada server aplikasi.
c.
Subsistem Antarmuka Pengguna Pengguna berkomunikasi dengan dan memerintahkan SPK melalui subsistem ini. Pengguna adalah bagian yang dipertimbangkan dari sistem. Para peneliti
13
menegaskan bahwa beberapa kontribusi unik dari SPK berasal dari interaksi yang intensif antara computer dan pembuat keputusan. Browser Web memberikan struktur antarmuka pengguna grafis yang familier dan konsisten bagi kebanyakan SPK. d.
Subsistem Manajemen Berbasis-Pengetahuan Subsistem ini dapat mendukung semua subsistem lain atau bertindak sebagai suatu komponen independen. Ia memberikan inteligensi untuk memperbesar pengetahuan si pengambil keputusan. Subsistem ini dapat diinterkoneksikan dengan repositori pengetahuan perusahaan (bagian dari sistem manajemen pengetahuan),
yang
kadang-kadang
disebut
basis
pengetahuan
organisasional. Pengetahuan dapat disediakan via server Web. Banyak metode kecerdasan tiruan diimplementasikan dalam sistem pengembangan Web seperti Java, dan mudah untuk diintegrasikan dengan komponen SPK lainnya. Berdasarkan definisi, SPK harus mencakup tiga komponen utama dari DBMS, MBMS, dan antarmuka pengguna. Subsistem manajemen berbasispengetahuan adalah opsional, namun dapat memberikan banyak manfaat karena memberikan inteligensi bagi tiga komponen utama tersebut. Seperti pada semua sistem informasi manajemen, pengguna dapat dianggap sebagai komponen SPK.
14
Gambar 2.1 Skematik SPK (Turban, 2005)
2.1.5
Langkah- Langkah Pemodelan dalam Sistem Pendukung Keputusan Menurut Kusrini (2007) langkah-langkah yang diperlukan ketika
melakukan pemodelan dalam pembangunan SPK, yaitu: a.
Studi Kelayakan (Intelligence) Pada langkah ini, sasaran ditentukan dan dilakukan pencarian prosedur, pengumpulan data, identifikasi masalah, identifikasi kepemilikan masalah, klasifikasi masalah, hingga akhirnya terbentuk sebuah pernyataan masalah.
b.
Perancangan (Design) Pada tahapan ini akan diformulasikan model yang akan digunakan dan kriteria-kriteria yang ditentukan. Setelah itu, dicari alternatif model yang bisa menyelesaikan
permasalahan
tersebut.
Langkah
selanjutnya
adalah
15
memprediksi keluaran yang mungkin. Kemudian ditentukan variabel-variabel model. c.
Pemilihan (Choice) Setelah pada tahap perancangan ditentukan berbagai alternatif model berserta variable-variabelnya. Pada tahapan ini akan dilakukan pemilihan modelnya, termasuk solusi dari model tersebut. Selanjutnya, dilakukan analisis sensitivitas, yakni dengan mengganti beberapa variabel.
d.
Membuat SPK Setelah menentukan modelnya, berikutnya adalah mengimplementasikannya dalam aplikasi SPK.
2.1.6
Analytical Hierarchy Process (AHP) Proses AHP dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton
School of Bussines pada tahun 1970-an untuk mengorganisasikan informasi dan judgement dalam memilih alternatif yang disukai. Dengan menggunakan AHP, suatu persoalan yang akan dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan tersebut (Marimin, 2004). Pada dasarnya proses pengambilan keputusan menggunakan metode AHP adalah memilih suatu alternatif. Peralatan utama AHP adalah sebuah hierarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Keberadaan hierarki memungkinkan dipecahnya masalah kompleks atau tidak terstruktur dalam
16
sub-sub masalah, lalu menyusunnya menjadi suatu bentuk hierarki (Kusrini, 2007). Sehingga pada metode ini persepsi manusia digunakan sebagai input utama dalam pemecahan masalah, artinya persepsi manusia yang digunakan ialah manusia yang ahli dalam bidang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Dalam hal ini manusia dianggap pakar dalam pemecahan masalah dan dalam menentukan bobot penilaiannya.
2.1.6.1 Prinsip Dasar Analytical Hierarchy Process Dalam menyelesaikan permasalahan dengan AHP ada beberapa prinsip yang harus dipahami, diantaranya adalah (Kusrini, 2007): 1.
Decomposition (Membuat Hierarki) Sistem yang kompleks bisa dipahami dengan memecahnya menjadi elemenelemen
pendukung,
menyusun
elemen
secara
hierarki,
dan
menggabungkannya atau mensistensinya. 2.
Comparative Judgement (Penilaian Kriteria dan Alternatif) Kriteria dan alternatif dilakukan dengan perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1988), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik untuk mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty bisa diukur menggunakan Tabel seperti yang terlihat pada Tabel 2.1
17
Tabel 2.1 Nilai Skala Perbandingan Berpasangan Intensitas Kepentingan 1 3 5 7 9 2,4,6,8 Kebalikan
3.
Keterangan Kedua elemen sama pentingnya Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya Elemen yang satu lebih penting daripada elemen lainnya Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan Jika aktivitas i mendapat satu angka dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya dibandingkan dengan i
Synthesis of priority (Menentukan Prioritas) Untuk setiap kriteria dan alternative, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (Pairwise Comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif dari seluruh alternatif kriteria bisa disesuaikan dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot dan prioritas dihitung dengan memanipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematika.
4.
Logical Consistency (Konsistensi Logis) Konsistensi memiliki dua makna. Pertama, objek-objek yang serupa bisa dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Kedua, menyangkut tingkat hubungan antarobjek yang didasarkan pada kriteria tertentu.
18
2.1.6.2 Prosedur Analytical Hierarchy Process Pada dasarnya, prosedur atau langkah-langkah dalam metode AHP meliputi (Kusrini, 2007): a.
Mengidentifikasi masalah dan menentukan solusi yang diinginkan, lalu menyusun hierarki dari permasalahan yang dihadapi. Penyusunan hierarki adalah dengan menetapkan tujuan yang merupakan sasaran sistem secara keseluruhan pada level teratas.
b.
Menentukan prioritas elemen 1)
Langkah pertama dalam menentukan prioritas elemen adalah membuat perbandingan
pasangan,
yaitu
membandingkan
elemen
secara
berpasangan sesuai kriteria yang diberikan. 2)
Matriks perbandingan berpasangan diisi menggunakan bilangan untuk merepresentasikan kepentingan relatif dari suatu elemen terhadap elemen yang lainnya.
c.
Sintesis Pertimbangan-pertimbangan
terhadap
perbandingan
berpasangan
disintesiskan untuk memperoleh keseluruhan prioritas. Hal-hal yang dilakukan dalam langkah ini adalah : 1)
Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap kolom pada matriks
2)
Membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks.
3)
Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan nilai rata-rata.
19
d.
Mengukur Konsistensi Dalam membuat keputusan, penting untuk mengetahui seberapa baik konsistensi yang ada karena kita tidak menginginkan keputusan berdasarkan pertimbangan dengan konsistensi yang rendah. Hal-hal yang dilakukan dalam langkah ini adalah: 1)
Kalikan setiap nilai pada kolom pertama dengan prioritas relatif elemen pertama, nilai pada kolom kedua dengan prioritas relatif elemen kedua, dan seterusnya.
2)
Jumlahkan setiap baris.
3)
Hasil dari penjumlahan baris dibagi dengan elemen prioritas relatif yang bersangkutan.
4)
Jumlahkan hasil bagi di atas dengan banyaknya elemen yang ada, hasilnya disebut maks.
e.
Menghitung Consistency Indeks CI dengan rumus: CI =
...……………(1)
Dimana n = banyaknya elemen. f.
Hitung Rasio Konsistensi/Consistency Ratio (CR) dengan rumus: CR = Dimana : CR = Consistency Ratio CI = Consistency Indeks IR = Indeks Random Consistency
………………(2)
20
g.
Memeriksa konsistensi hierarki. Jika nilainya lebih dari 10%, maka penilaian data judgment harus diperbaiki. Namun jika rasio konsistensi (CI/IR) kurang atau sama dengan 0,1, maka hasil perhitungan bisa dinyatakan benar. Daftar Indeks Random Konsistensi (IR) bisa dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 2.2 Daftar Indeks Random Konsistensi (IR) UKURAN MATRIKS 1,2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
2.1.7
NILAI IR 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59
Technique for Others Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) Metode TOPSIS pertama kali diperkenalkan oleh Hwang dan Yoon tahun
1981, dengan gagasan utamanya datang dari konsep kompromi solusi yakni alternatif yang dipilih memiliki jarak terdekat dengan solusi ideal positif (solusi optimal) dan memiliki jarak terjauh dari solusi ideal negatif (solusi non-optimal).
21
Jadi memilih yang terbaik dari pemilahan, akan menjadi alternatif yang terbaik (Tzeng, 2011). Berikut ini adalah contoh sebuah matriks dengan alternatif dan kriteria (Manurung, 2010): D=
⋯ ⋱ ⋯
⋮
⋮
………………(3)
Dimana: D = matriks m = alternatif n = kriteria = alternatif ke- i dan kriteria ke- j
2.1.7.1 Prosedur TOPSIS Prosedur pengerjaan metode TOPSIS adalah sebagai berikut (Manurung, 2010): 1.
Normalisasi matriks keputusan Setiap elemen pada matriks
D
dinormalisasikan untuk mendapatkan
matriks normalisasi R. Setiap normalisasi dari nilai
dapat dilakukan
dengan perhitungan sebagai berikut:
=
………………(4)
22
Untuk i=1,2,3,…,m; j=1,2,3,…,n 2.
Pembobotan pada matriks yang telah dinormalisasikan Diberikan bobot W = (w1,w2,…,wn), sehingga weighted normalized matrix V dapat dihasilkan sebagai berikut:
V=
⋮
⋯ ⋱ ⋯
⋮
………………(5)
Dengan i=1,2,3,…,m dan j=1,2,3…,n 3.
Menentukan solusi ideal positif dan solusi ideal negatif Solusi ideal positif dinotasikan dengan dinotasikan dengan
dan solusi ideal negatif
, sebagai berikut :
Menentukan Solusi Ideal (+) & (-) = {(max
| j ϵ J)(min
| j ϵ J’), I = 1,2,3,…m} = {
,
,…
} ..(6)
= {(max
| j ϵ J)(min
| j ϵ J’), I = 1,2,3,…m} = {
,
,…
} ..(7)
Dimana: = elemen matriks V baris ke-i dan kolom ke-j J
= {j= 1,2,3,…,n dan j berhubung dengan benefit criteria}
J’ = {j= 1,2,3,….n dan j berhubung dengan cost criteria}
23
4.
Menghitung Separation Measure Separation measure ini merupakan pengukuran jarak dari suatu alternatif ke solusi ideal positif dan solusi ideal negatif. Perhitungan matematisnya adalah sebagai berikut: Separation measure untuk solusi ideal positif = ∑
(
−
)² , dengan i=1,2,3,…n
………………(8)
Separation measure untuk solusi ideal negatif = ∑
5.
(
−
)² , dengan i=1,2,3,…n
………………(9)
Menghitung kedekatan relative dengan ideal positif Kedekatan
relative
dari
alternatif
dengan
solusi
ideal
direpresentasikan dengan: = 6.
, dengan 0 <
< 1 dan i=1,2,3,…m
………………(10)
Mengurutkan Pilihan Alternatif dapat dirangking berdasarkan urutan
. Maka dari itu, alternatif
terbaik adalah salah satu yang berjarak terpendek terhadap solusi ideal dan berjarak terjauh dengan solusi ideal negatif. 2.18 Perhitungan Akurasi Perhitungan akurasi dilakukan agar dapat dinilai dalam bentuk angka dan presentase menggunakan rumus akurasi umum, yakni (Abidin, 2012):
Akurasi =
….……………(11)
24
2.2 Penelitian Terkait Penelitian mengenai Sistem Pendukung Keputusan beasiswa PPA dan BBM di Universitas Negeri Gorontalo sebelumnya pernah diteliti oleh Badjuka (2012) yakni Penerapan Metode FMADM dalam Penentuan Kuota dan Penerima Beasiswa pada Universitas Negeri Gorontalo menggunakan metode Fuzzy SAW. Pada penelitian ini terdapat 11 kriteria untuk menentukan calon penerima beasiswa PPA dan BBM, yakni nilai IPK, penghasilan orang tua, keadaan keluarga, semester, penerima beasiswa pemerintah, usia, status orang tua, tanggungan orang tua, kuliah bersaudara, jalur masuk, dan jenjang mahasiswa. Badjuka berkesimpulan bahwa aplikasi sistem yang dibangun menggunakan metode Fuzzy SAW ini dapat membantu proses pengambilan keputusan sehingga diperoleh kuota program studi yang proporsional dan mahasiswa yang berhak menerima beasiswa. Sementara Idris (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Perbandingan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Simple Additive Weighting (SAW) melakukan perbandingan metode Sistem Pendukung Keputusan yakni AHP dan SAW dengan menggunakan studi kasus Penentuan Penerima Bantuan
Modal Wirausaha Baru pada Dinas Koperasi Perindustrian dan
Perdagangan Provinsi Gorontalo. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui tingkat keakurasian dari hasil yang diberikan oleh masing-masing metode tersebut, yakni AHP dan SAW. Menurut Idris, hasil
akhir
yang
diberikan oleh kedua metode tersebut relatif sama akan tetapi metode AHP mampu memberikan informasi yang lebih akurat, karena pada metode AHP
25
prosesnya dilakukan perbandingan berpasangan antara kriteria dan kriteria serta subkriteria dan subkriteria. Selain itu, Daniel (2012) melakukan penelitian mengenai Sistem Pendukung Keputusan menggunakan metode TOPSIS, yakni Penerapan Metode Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) Untuk Perekrutan Tenaga Kerja.
Daniel (2012) mengemukakan bahwa
hasil
penelitiannya tersebut mampu menyelesaikan permasalahan yang ada karena TOPSIS merupakan metode pengambilan keputusan yang multikriteria yang juga dapat melakukan proses perhitungan dengan mencari jarak terdekat dari solusi ideal positif dan jarak terjauh dari solusi ideal negatif. Sehingga proses perekrutan dapat berlangsung secara efektif dan efisien serta menghasilkan keputusan yang objektif. Sementara itu Menurung (2012) pada penelitiannya yakni Sistem Pendukung Keputusan Seleksi Penerima Beasiswa dengan Metode AHP dan TOPSIS (Studi Kasus: FMIPA USU) melakukan penggabungan metode yakni AHP dan TOPSIS, dimana metode tersebut ia terapkan untuk menyelesaikan permasalahan penerima beasiswa di Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara. Dalam metode ini, proses yang dilakukan terlebih dahulu adalah melakukan perhitungan AHP untuk mendapatkan bobot prioritas, kemudian dilanjutkan dengan melakukan pengerjaan perhitungan TOPSIS untuk perangkingan, dimana bobot yang digunakan ketika melakukan pengerjaan perhitungan TOPSIS yakni bobot yang dihasilkan dalam perhitungan AHP. Menurut Manurung(2010),
26
metode ini menurut dianggap mampu memecahkan masalah penyeleksian beasiswa. Berdasarkan penelitian-penelitian diatas, penulis menyimpulkan bahwa metode gabungan AHP dan TOPSIS serta metode TOPSIS mampu memberikan alternatif terbaik bagi masalah yang ada. Sehingga penulis berinisiatif untuk melakukan analisis perbandingan terhadap kedua metode, apakah metode penggabungan lebih akurat dibandingkan metode yang tidak digabungkan, maupun sebaliknya. Selain itu penulis juga akan melengkapi kekurangan metode AHP dan TOPSIS yang diteliti oleh Manurung, yaitu dengan menyelesaikan perhitungan matriks hingga mendapatkan hasil Consistency Ratio (CR). Karena dalam penelitian Manurung, penyelesaian metode AHP hanya dilakukan hingga mendapatkan bobot prioritas tanpa mencari tahu apakah nilai bobot tersebut konsisten atau tidak. Penulis juga menggunakan studi kasus beasiswa PPA dan BBM di Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo, dimana kriteria yang digunakan adalah kriteria dari Laporan Persyaratan Beasiswa PPA dan BBM dari Fakultas Teknik UNG, dan kriteria dari penelitian Badjuka (2012). Hal lain yang membedakan penelitian Badjuka dan penulis adalah pemisahan bobot prioritas beasiswa PPA dan beasiswa BBM. Pada penelitian Badjuka, prioritas bobot penerima beasiswa PPA dan BBM digabungkan, sehingga penulis berinisiatif untuk memisahkan penilaian bobot beasiswa PPA dan BBM, karena prioritas penerima beasiswa PPA berbeda dengan prioritas penerima beasiswa BBM.