BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
UMUM Suatu kota dapat dipandang sebagai suatu tempat dimana terjadi aktivitas-
aktivitas atau sebagai suatu pola tata guna lahan. Lokasi dimana aktivitas berlangsung
akan
mempengaruhi
manusia,
dan
aktivitas
manusia
akan
mempengaruhi lokasi tempat aktivitas tersebut berlangsung. Interaksi antar aktivitas terungkap dalam wujud pergerakan manusia, barang dan informasi.
Tata-guna lahan
Perjalanan
Kebutuhan akan transportasi
Nilai lahan
Aksesibilitas
Fasilitas transportasi
Gambar 2. 1 Siklus Tata-guna Lahan/Transportasi Sumber:Dasar-dasar Rekayasa Transportasi,2003
Alasan yang menyebabkan manusia dan barang bergerak dari satu tempat ke tempat lain dapat dijelaskan oleh tiga kondisi berikut ini (C.Jotin Khisty & B. Kent Lall, 2003): -
Komplementaritas, daya tarik relatif antara dua atau lebih tempat tujuan.
-
Transferabilitas, keinginan untuk mengatasi kendala jarak.
Universitas Sumatera Utara
-
Persaingan antar beberapa lokasi untuk memenuhi permintaan dan penawaran.
Penyebab permasalahan transportasi adalah bahwa tingkat pertumbuhan prasarana transportasi tidak bisa mengejar tingginya tingkat pertumbuhan kebutuhan akan transportasi (Tamin,1997). Oleh karena itu, untuk meningkatkan prasarana transportasi pemerintah banyak melakukan kajian transportasi dan juga bebarapa tindakan lain bersama beberapa instansi dan departemen terkait. Usaha untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah: -
Meredam atau memperkecil tingkat kebutuhan transportasi.
-
Meningkatkan pertumbuhan prasarana transportasi itu sendiri, terutama penanganan masalah fasilitas prasarana yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
-
Memperlancar sistem pergerakan melalui kebijakan rekayasa dan manajemen lalu lintas yang baik.
Suatu arus lalu lintas dapat dikatakan lancar apabila arus lalu lintas tersebut dapat melewati suatu ruas jalan atau persimpangan tanpa mengalami hambatan atau gangguan dari jalan ataupun arah lain, sehingga pada jaringan jalan tersebut tidak mengalami masalah lalu lintas. Masalah lalu lintas yang timbul di jalan raya dapat disebabkan oleh banyak faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi serta keamanan perjalanan di jalan raya. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan masalah tersebut secara garis besar yaitu : 1. Faktor jalan (fisik) 2. Faktor lalu lintas (kendaraan) 3. Faktor manusia (pengemudi dan pemakai jalan)
7 Universitas Sumatera Utara
4. Fasilitas jalan 2.2
PERSIMPANGAN Persimpangan adalah suatu lokasi dimana dua atau lebih ruas jalan bertemu
atau berpotongan dan termasuk di dalamnya fasilitas yang diperlukan untuk membantu kelancaran pergerakan lalulintas di lokasi tersebut. 2.2.1. Pertemuan Persimpangan Jalan (Intersection) Persimpangan merupakan bagian yang sangat penting dari jaringan jalan karena di persimpangan sering terjadi konflk yang dapat menyebabkan kemacetan dan kecelakaan bila tidak dilakukan pengaturan persimpangan dengan baik. Pengaturan lalu lintas pada persimpangan merupakan hal yang paling kritis dalam pergerakan lalu lintas. Pergerakan lalu lintas ini dikendalikan berbagai cara, bergantung pada jenis persimpangannya. Dari sifat dan tujuan gerakan di daerah persimpangan, dikenal beberapa bentuk alih gerak yaitu: a. Diverging (memisah) Divering adalah peristiwa memisahnya kendaraan dari suatu arus yang sama ke jalur yang lain.
Gambar 2. 2 Arus memisah Sumber: Hobbs, 1995, perencanaan dan teknik lalu lintas.
8 Universitas Sumatera Utara
b. Merging (menggabung) Merging adalah peristiwa menggabungnya kendaraan dari suatu jalur ke jalur yang lain.
Gambar 2. 3 Arus menggabung Sumber: Hobbs, 1995, perencanaan dan teknik lalu lintas.
c. Crossing (memotong) Crossing adalah peristiwa perpotongan antara arus kendaraan dari satu jalur ke jalur yang lain pada persimpangan dimana keadaan yang demikian akan menimbulkan titik konflik pada persimpangan tersebut.
Gambar 2. 4 Arus memotong Sumber: Hobbs, 1995, perencanaan dan teknik lalu lintas
d. Weaving (menyilang) Weaving adalah pertemuan dua arus lalu lintas atau lebih yang berjalan menurut arah yang sarna sepanjang suatu lintasan di jalan raya tanpa bantuan rambu lalu lintas. Gerakan ini sering terjadi pada suatu kendaraan yang berpindah dari suatu jalur ke jalur lain misalnya pada saat kendaraan masuk ke suatu jalan raya dari
9 Universitas Sumatera Utara
jalan masuk, kemudian bergerak ke jalur lainnya untuk mengambil jalan keluar dari jalan raya tersebut keadaan ini juga akan menimbulkan titik konflik pada persimpangan tersebut.
Gambar 2. 5 Arus menyilang Sumber: Hobbs, 1995, perencanaan dan teknik lalu lintas.
Berdasarkan sifatnya konflik yang ditimbulkan oleh manuver kendaraan dan pedestrian dibedakan 2 (dua) tipe yaitu: 1.
Konflik primer , yaitu konflik yang terjadi antara arus lalu lintas yang saling memotong
2.
Konflik Sekunder, yaitu konflik yang terjadi antara arus lalu lintas kanan dengan arus lalu lintas arah lainnya dan atau lalu lintas belok kiri dengan pejalan kaki. Adapun titik konflik yang terjadi di suatu persimpangan dapat dilihat pada
gambar berikut:
10 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. 6 Titik konflik Sumber: Hobbs, 1995, perencanaan dan teknik lalu lintas.
Pada dasarnya jumlah titik konflik yang terjadi di persimpangan tergantung beberapa faktor antara lain: 1.
Jumlah kaki persimpangan yang ada
2.
Jumlah lajur pada setiap kaki persimpangan
3.
Jumlah arah pergerakan yang ada
4.
Sistem pengaturan yang ada
2.2.2. Jenis-jenis Persimpangan Persimpangan dapat dibedakan atas dua jenis yaitu: 1. Persimpangan sebidang Persimpangan jalan umumnya merupakan persimpangan sebidang. Pada jenis ini, titik konflik yang ditemukan adalah pada gerakan menerus memotong (crossing). Persimpangan ini dibagi lagi dalam beberapa jenis
11 Universitas Sumatera Utara
yaitu:
Bercabang tiga Persimpangan ini memilki bentuk dasar “T” atau “Y”, yang pada prinsipnya adalah sama saja, namun yang membedakannya adalah besarnya sudut pertemuan. Bila jumlah arus lalu lintas membelok cukup besar, maka keadaan dapat diatasi dengan penambahan jalur. Pemisahan jalur bisa dilakukan dengan pemasangan pulau-pulau jalan yang mempunyai fungsi ganda, yaitu selain memisahkan jalur , juga berfungsi untuk mengurangi luas jalan yang diaspal yang tidak dilalui kendaraan. Selain itu dapat juga dimanfaatkan sebagai tempat penampungan bagi para pejalan kaki yang sedang menyeberang dan tempat untuk ramburambu lalulintas yang mengatur persimpangan tersebut.
Bercabang empat Persimpangan bercabang empat merupakan pertemuan jalan yang paling sederhana. Pada pertemuan bercabang empat dengan penambahan jalur, jalur yang ditambahkan bisa sejajar atau menyempit, tergantung dari besarnya arus lalulintas yang melewati persimpangan tersebut. Pertemuan dengan pemisah jalur ditentukan dengan membuat pulau-pulau jalan.
Bercabang banyak Yang dimaksud dengan persimpangan sebidang bercabang banyak adalah persimpangan yang memiliki cabang lebih dari empat. Dalam pertemuan bercabang banyak ini sebaiknya dihindari karena semuanya bertemu pada satu tempat, kecuali arus lalulintasnya sangat kecil sehingga tidak terjadi kemacetan lalulintas. Pertemuan di satu tempat dapat
12 Universitas Sumatera Utara
dilakukan dengan mengadakan pergeseran dari satu cabang atau lebih.
Bundaran Sistem pertemuan dengan bundaran pada persimpangan adalah dengan menempaatkan pulau jalan pada pusat pertemuan beberapa cabang, sehingga cabang-cabang tersebut tidak bertemu langsung. Sistem ini bisa diterapkan pada banyak keadaan, dan ternyata berguna pada persimpangan yang bercabang banyak.
2. Persimpangan Tidak Sebidang Persimpangan tidak sebidang adalah suatu bentuk khusus dari pertemuan jalan dan bisa merupakan suatu penyelesaian yang baik untuk suatu persoalan pertemuan sebidang. Berbeda dengan persimpangan jalan, maka disini disediakan paling sedikit satu hubungan antara jalan-jalan yang bertemu. Elemen atau bagian-bagian dari persimpangan tidak sebidang dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :
13 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. 7 Bagian-bagian dari persimpangan tidak sebidang Sumber: Haryanto, Joni. Perencanaan Persimpangan Tidak Sebidang Pada Jalan Raya. Jurnal USU hal. 1-14, Medan, 2004.
Sesuai dengan fungsinya, maka jalur-jalur jalan dalam daerah interchange bisa digolongkan sebagai berikut:
Jalur Utama (Main Lane) Jalur utama adalah merupakan jalur untuk arus lalu lintas yang utama, arus mana bisa menerus, bisa juga membelok baik kekiri maupun kekanan.
Collector dan Distributor Road Collector dan Distributor Road adalah satu atau lebih jalur yang dipisahkan, teapot sejajar dan searah dengan jalur utama, pada jalur mana kendaraan masuk, atau dari jalur mana kendaraan keluar dari suatu arah utama tanpa mengganggu arus alalu lintas di jalur utama tersebut pada
14 Universitas Sumatera Utara
ujung-ujungnya jalur ini disatukan kembali dengan jalur utamanya setelah melalui jalur perlambatan /percepatan.
Jalur Percepatan/Perlambatan (Acceleration Lane/Speed Change Lane) Jalur percepatan/perlambatan adalah suatu jalur dengan panjang terbatas dan terletak tepat di sebelah jalur cepat (sebagai pelebaran jalur cepat) dan berfungsi sebagai tempat kendaraan menyesuaikan kecepatannya dari situasi di belakangnya ke situasi di depannya. Kalau meninggalkan arus cepat kendaraan mengurangi kecepatannya, kalau akan memasuki arus cepat kendaraan menambahkan kecepatannya.
Jalur penghubung (Ramp) Jalur
penghubung
(Ramp)
adalah
jalur
yang
berfungsi
untuk
membelokkan kendaraan dari satu jalan kejalan lain. Sesuai dengan kegunaannya ramp ini dibagi atas tiga macam yaitu: a. Hubungan langsung (Direct) Jenis ini kendaraan dapat berbelok langsung ke arah tujuan sebelum titik pusat pertemuan.
Gambar 2. 8 Hubungan Langsung Sumber: Haryanto, Joni. Perencanaan Persimpangan Tidak Sebidang Pada Jalan Raya. Jurnal USU hal. 1-14, Medan, 2004.
b. Hubungan setengah langsung (Semi Direct)
15 Universitas Sumatera Utara
Kendaraan dalam menuju arah tujuan melewati atau mengelilingi titik pusat pertemuan dahulu dan memotong salah satu arus lain secara tegak (hubungan setengah langsung).
Gambar 2. 9 Hubungan Setengah Langsung Sumber: Haryanto, Joni. Perencanaan Persimpangan Tidak Sebidang Pada Jalan Raya. Jurnal USU hal. 1-14, Medan, 2004.
c. Hubungan tidak langsung (Indirect) Kendaraan berbelok ke arah berlawanan dahulu, dan baru memutar sekitar dua ratus tujuh puluh derajat.
Gambar 2. 10 Hubungan tidak langsung Sumber: Haryanto, Joni. Perencanaan Persimpangan Tidak Sebidang Pada Jalan Raya. Jurnal USU hal. 1-14, Medan, 2004.
2.2.3. Tipe-tipe Persimpangan Tidak Sebidang (Interchainge) Dilihat dari bentuknya ada beberapa jenis persimpangan tidak sebidang yaitu antara lain:
16 Universitas Sumatera Utara
a. Pertemuan tidak sebidang bercabang tiga Simpangan ini disebut juga dengan Y Interchange atau terompet atau kepala burung. Pada umumnya sistem ini hanya mempunyai suatu bangunan persilangan, pengecualian adalah apabila semua hubungan adalah langsung.
Gambar 2. 11 Pertemuan tidak sebidang bercabang tiga Sumber: Haryanto, Joni. Perencanaan Persimpangan Tidak Sebidang Pada Jalan Raya. Jurnal USU hal. 1-14, Medan, 2004.
b. Pertemuan tidak sebidang bercabang empat Simpangan ini dapat dibagi atas lima golongan yaitu:
17 Universitas Sumatera Utara
Diamond interchange Tipe ini dipakai apabila suatu jalan utama memotong suatu jalan lokal, tipe ini juga merupakan yang paling sederhana, tetapi harus diusahakan supaya jalan keluar dan masuk ke interchange ditandai dengan jelas untuk menghindari kekeliruan. Clover leaf interchange (daun semanggi) Sistem ini biasanya dipakai pada perpotongan dua jalan utama, untuk perpotongan jalan utama dan jalan lokal bisa digunakan clover leaf tidak lengkap (partial clover leaf). Rotary interchange Sistem ini merupakan peningkatan dari rotary biasa (sebidang) yang hanya mempunyai kemampuan terbatas. Fungsi bundaran adalah untuk menampung lalu lintas yang akan membelok sehingga arus-arus yang menerus tidak terganggu. Directional interchange Apabila arus lalu lintas pada interchange yang hendak membelok ke kanan cukup besar, maka hubungan-hubungan indirect tak bisa dipakai lagi karena terhambat oleh gerakan weaving (khusus untuk arus yang akan membelok ke kanan). Pada directional interchange, daerah weaving ditiadakan dengan membuat belokan ke kanan secara semi direct ataupun direct sebagai akibatnya diperlukan banyak bangunan jembatan sehingga biayanya relatif lebih mahal. Kombinasi beberapa macam Sistem ini adalah merupakan kombinasi dari type-type diatas.
18 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. 12 Pertemuan tidak sebidang bercabang empat Sumber: Haryanto, Joni. Perencanaan Persimpangan Tidak Sebidang Pada Jalan Raya. Jurnal USU hal. 1-14, Medan, 2004.
2.2.4. Perencanaan Persimpangan Pertimbangan dasar dalam perencanaan persimpangan dan operasional persimpangan adalah kemampuan dan keterbatasan pengemudi, pejalan kaki, dan kendaraan yang menggunakan fasilitas jalan tersebut. Oleh karena itu, perencanaan suatu persimpangan haruslah direncanakan dan operasikan dengan baik,sederhana dan seragam. 1. Sederhana Suatau persimpangan haruslah dirancang sesederhana mungkin dan mudah
19 Universitas Sumatera Utara
dimengerti, sehingga tidak membuat bingung pengemudi yang melewati persimpangan tersebut. Semua pergerakan pada persimpangan harus jelas bagi pengemudi, khususnya bagi pengemudi yang tidak paham/tidak mengenal daerah tersebut, sehingga menimbulkan keraguan pengendara yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalulintas. 2. Seragam Keseragaman dalam perencanaan suatu persimpangan berhubungan langsung dengan usaha menanggulangi kekurangan yang ada pada pengemudi, kecuali pengemudi yang baru, cenderung akan mengendarai kendaraannya dengan kebiasaan yang sering dilakukannya, dan tidak benar-benar memusatkan perhatiannya pada tata cara dan bagaimana cara berkendaraan. 2.2.5. Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Interchange Keuntungan penggunaan simpang susun (interchange) ini adalah kapasitas persimpangan dapat ditingkatkan lebih besar sehingga sesuai untuk digunakan pada persimpangan-persimpangan dimana arus lalu lintasnya sangat tinggi dan sudah tidak dapat dilakukan lagi pengaturan dan pengendalian sehingga cenderung terjadi kemacetan dan juga dapat digunakan pada pertemuan jalan bebas hambatan dengan jalan umum. Kerugian penggunaan jenis persimpangan ini adalah dari segi ekonomi dimana biaya pembangunannya relatif sangat mahal dan membutuhkan lokasi tanah yang lebih luas. 2.3
KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS DI PERSIMPANGAN Teori dasar lalu lintas adalah arus, kecepatan dan kerapatan. Karakteristik
arus dinyatakan dengan tingkat arus yang akan ditekankan pada pola variasi dalam
20 Universitas Sumatera Utara
waktu, ruang dan jenis kendaraan. Karakteristik kecepatan menganalisis kecepatan kelompok kendaraan yang melintas suatu titik pengamat atau suatu potongan jalan pendek selama periode waktu tertentu. Karakteristik kerapatan dinyatakan sebagai sejumlah kendaraan yang menempati suatu potongan jalan, selengkapnya mengenai ukuran arus, ukuran kecepatan dan ukuran kerapatan dijelaskan sebagai berikut ini. 2.3.1. Ukuran Arus Ukuran arus yakni volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu titik pada suatu jalur gerak per satuan waktu, biasanya digunakan satuan kendaraan per waktu (Morlok, 1978). Perhitungan volume meliputi macam moda lalu lintas. Tujuan dilakukannya perhitungan volume lalu lintas adalah: (F.D. Hobbs,1995)
nilai kepentingan suatu rute
fluktuasi dalam arus
distribusi lalu lintas pada suatu sistem jalan
kecenderungan pemakaian jalan
survei skala dan pengecekan perhitungan lalu lintas tersintesiskan
perencanaan fasilitas transportasi Perhitungan volume dilakukan dalam suatu jam yaitu 24 jam, 16 dan 12 jam per hari. Volume lalu lintas di tiap hari tidak sama, terutama pada hari-hari kerja akan berbeda dengan lalu lintas pada hari libur. Salah satu manfaat dari perhitungan volume lalu lintas adalah untuk peramalan, sehingga dapat direncanakan perancangan jalan dan pengendalian lalu lintas. Satuan yang digunakan adalah satuan kendaraan, sedangkan untuk menunjukkan volume
21 Universitas Sumatera Utara
kendaraan pada jalan maka dilakukan pengalian jumlah kendaraan dengan faktor lain. 2.3.2. Variasi Lalu Lintas Menurut Waktu Volume lalu lintas yang lewat tidak konstan dan selalu berubah-ubah menurut suatu pola yang dapat dikatakan teratur. Beberapa faktor yang mempengaruhinya adalah iklim, cuaca, fisik jalan, pola siang malam, pola penggunaan tanah. Demikian juga dengan faktor sosial ekonomi. Ditinjau dari periode waktu, maka dikenal korelasi dalam satu jam, korelasi jam dalam sehari, korelasi harian dalam seminggu atau korelasi bulanan dalam setahun. Variasi lalu lintas menurut waktu dapat digolongkan dalam tiga jenis, yaitu: a. Perubahan akibat pertumbuhan arus lalu lintas Pertumbuhan ini biasanya dinyatakan dalan besaran persen per tahun. Pertumbuhan ini terdiri dari empat macam, yaitu: -
Pertumbuhan normal, yakni naiknya jumlah kendaraan yang berada di jalan atau naiknya jumlah perjalanan (trip) akibat perkembangan normal.
-
Diverted Traffic, yaitu lalu lintas merubah rute perjalanan dari jalan raya yang satu ke jalan raya yang lain karena sesuatu alasan tertentu (biasanya lebih ekonomis).
-
Converted Traffic, yaitu lalu lintas yang terjadi karena adanya angkutan barang atau penumpang yang berganti alat angkutnya; yang sebelumnya tidak melewati jalan raya, sekarang melewati jalan raya.
-
Generated Traffic atau Induced Traffic, yaitu lalu lintas yang terjadi karena adanya pembangunan atau perbaikan jalan; lalu lintas angkutan ini tidak ada
22 Universitas Sumatera Utara
sebelumnya atau tidak akan terjadi tanpa pembangunan atau perbaikan jalan tersebut. b. Variasi berkala Perubahan arus lalu lintas terjadi secara teratur, misal dalam sehari ada jamjam tertentu terjadi arus lalu lintas yang padat atau pada hari-hari tertentu dalam seminggu terjadi perubahan arus lalu lintas. c. Variasi tak berkala Perubahan arus lalu lintas yang terjadi tidak teratur, misalnya seperti akibat bencana alam, perayaan setempat, sebagainya. 2.3.3. Satuan Mobil Penumpang (SMP) Arus lalu lintas yang terjadi di lapangan bervariasi. Sejumlah kendaraan dengan berbagai jenis dan sifatnya membentuk suatu arus lalu lintas. Setiap jenis kendaraan mempunyai geometrik, ukuran, dan percepatan yang beragam, sehingga akan membentuk karakteristik lalu lintas yang berbeda untuk setiap komposisi. Perbedaan dari setiap jenis kendaraan menentukan pula pengaruhnya terhadap arus lalu lintas secara keseluruhan. Oleh sebab itu perlu diambil suatu konsep atau besaran yang akan menyatakan pengaruh sebuah jenis kendaraan terhadap arus lalu lintas keseluruhan. SMP atau PCU (Passenger Car Unit) merupakan sebuah konsep atau besaran yang diperlukan untuk menyatakan ekivalensi pengaruh setiap jenis kendaraan. Arus lalu-lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok-kiri [QLT], lurus [QST], dan belok-kanan [QRT]) dikonversi dari kendaraan per jam menjadi satuan mobil penumpang
(smp) per jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang
(emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan. Tabel 2.1 di bawah
23 Universitas Sumatera Utara
ini adalah tabel ekivalensinya. Tabel 2. 1 Ekivalensi MKJI EMP untuk tipe pendekat Jenis Kendaraan Terlindung
Terlawan
1
1
Kendaraan Berat (HV)
1,3
1,3
Sepeda Motor (MC)
0,2
0,4
Kendaraan Ringan (LV)
(Sumber: MKJI, 1997)
2.4
KAPASITAS DAN TINGKAT PELAYANAN Dalam menganalisis kapasitas, ada suatu prinsip dasar yang objektif yaitu
perhitungan jumlah maksimum lalulintas yang dapat ditampung oleh fasilitas yang ada, serta bagaimana kualitas operasional fasilitas tersebut didalam pemeliharaan serta peningkatan fasilitas itu sendiri yang tentunya akan sangat berguna di kemudian hari. Dalam merencanakan suatu fasilitas jalan kita jumpai suatu perencanaan agar fasilitas itu dapat mendekati
kapasitasnya. Kapasitas dari suatu fasilitas akan
menurun fungsinya jika diperlukan saat atau mendekati kapasitasnya. Kriteria operasional dari suatu fasilitas diwujudkan dengan istilah tingkat pelayanan (Level Of Service), yaitu ukuran kualitatif yang digunakan di Highway Capacity Manual, 1985 dan menerangkan kondisi operasional dalam arus lalulintas dan penilaiannya oleh pemakai jalan (pada umumnya dinyatakan dalam kecepatan, waktu tempuh, kebebasan bergerak, interupsi arus lalulintas, keenakan, kenyamanan, dan keselamatan). Setiap tipe fasilitas telah ditentukan suatu interfal dari kondisi operasional yang dihubungkan dengan jumlah lalulintas yang mampu ditampung disetiap tingkatan.
24 Universitas Sumatera Utara
2.4.1. Kapasitas (Capacity) Kapasitas yang diidentifikasikan oleh Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997 sebagai arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan (tetap) pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu pada kondisi jalan lalulintas dan kondisi pengendalian pada saat itu (misalnya: rencana geometrik, lingkungan, komposisi lalu lintas, dan sebagainya; biasanya dinyatakan dalam kend/jam atau smp/jam). Secara umum, kapasitas dijelaskan sebagai jumlah kendaraan dalam satu jam dimana orang
atau kendaraan diperkirakan dapat melewati
sebuah titik atau
potongan lajur jalan yang seragam selama periode waktu tertentu. Sedangkan, kapasitas lengan persimpangan adalah tingkat arus maksimum yang dapat melewati persimpangan melalui garis berhenti (stop line) dan menuju keluar tanpa mengalami tundaan pada arus lalulintas, keadaan jalan dan pengaturan lalulintas tertentu. Dalam analisis digunakan periode waktu dengan mempertimbangkan waktu tersebut interval terpendek selama arus yang ada stabil. Pada perhitungan kapasitas harus ditetapkan bahwa kondisi yang ada seperti kondisi jalan, kondisi lalulintas dan sistem pengendalian tetap. Hal-hal yang terjadi yang membuat suatu perubahan dari kondisi yang ada mengakibatkan terjadinya perubahan kapasitas pada fasilitas tersebut. Sangat dianjurkan dalam penentuan kapasitas, perkerasan dan cuaca dalam keadaan baik. Dalam
menentukan
kapasitas,
ada
beberapa
kondisi
yang
harus
diperhitungkan, yaitu : 1. Kondisi Jalan (Roadway Condition) Kondisi ini berkaitan dengan karakteristik geometrik suatu jalan antara lain
25 Universitas Sumatera Utara
yaitu fasilitas, lingkungan yang terbina, jumlah lajur atau arah, bahu jalan (shoulder), lebar lajur, kebebasan lateral, kecepatan rencana, alinemen horizontal dan vertikal. 2. Kondisi Lalu lintas (Traffic Condition) Kondisi lalu lintas tergantung pada karakteristik lalu lintas yang menggunakan fasilitas lalulintas tersebut antara lain yaitu pendistribusian tipe kendaraan, jumlah kendaraan dan pembagian lajur yang ada serta arah distribusi lalulintas. 3. Kondisi Pengendalian (Control Condition) Kondisi ini tergantung pada tipe dan rencana khusus dari alat pengendalian yaitu peraturan yang ada (peraturan lokal yang ada). Hal yang sangat mempengaruhi ini adalah lokasi, jenis dan waktu sinyal lalulintas disamping tanda-tanda dan yield dari lajur yang digunakan serta lajur belok. 2.4.2. Metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997 Analisis kapasitas adalah penilaian terhadap jumlah maksimum lalulintas yang dapat dialirkan oleh fasilitas yang tersedia. Namun begitu, analisis ini tidak berarti apa-apa jika hanya memfokuskan kepada kapasitas saja. Biasanya pemakaian terhadap fasilitas yang tersedia jarang sekali dimanfaatkan pada tingkat kapasitas penuh. Kapasitas persimpangan dengan lampu lalulintas didasarkan pada konsep arus jenuh (Saturation Flow) per siklus. Kapasitas lengan persimpangan atau kelompok lajur dinyatakan dengan persamaan 2.4 yang merupakan persamaan umum dalam penentuan kapasitas untuk setiap metode.
26 Universitas Sumatera Utara
=
�
× ................................................................................................... (2.1) �
Dimana: C
= Kapasitas untuk lengan atau kelompok lajur (smp/jam)
S
= Arus jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat selama sinyal hijau (smp/jam hijau)
g
= Waktu hijau (det)
c
= Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang sama)
Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh dasar (S0) yaitu arus jenuh pada keadaan standar, dengan faktor penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari kondisi sebenarnya, dari suatu kumpulan kondisi-kondisi (ideal) yang telah ditetapkan sebelumnya =
×
×
×
×
× … .×
�
....................................... (2.2)
Untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat (We): �=
× �� ..................................................................................... (2.3)
Penyesuaian kemudian dilakukan untuk kondisi-kondisi berikut ini: - Ukuran kota
CS,jutaan penduduk
- Hambatan samping
SF, kelas hambatan samping dari lingkungan jalan dan kendaraan tak bermotor
- Kelandaian
G, % naik(+) atau turun (-)
-Parkir
P, jarak garis henti - kendaraan parkir pertama.
- Gerakan membelok
RT, % belok-kanan LT, % belok-kiri
27 Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor penyesuaian pada kapasitas simpang bersinyal adalah: i.
Faktor penyesuaian ukuran kota (FCS) Tabel 2. 2 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota FCS Penduduk kota (juta jiwa) >3,0 1,0-3,0 0,5-1,0 1,0-0,5 <0,5
Faktor penyesuaian ukuran kota 1,05 1,00 0,94 0,83 0,82
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997
ii.
Faktor penyesuaian hambatan samping (FSF)
Tabel 2. 3 Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan, Hambatan Samping dan Kendaraan Tak Bermotor Lingkungan jalan
Rasio kendaraan tak bermotor Hambatan samping
Tipe fase 0,00
0,05
0,10
0,15
0,20
≥0,25
Komersial (COM)
Tinggi “ Sedang “ Rendah “
Terlawan Terlindung Terlawan Terlindung Terlawan Terlindung
0,93 0,93 0,94 0,94 0,95 0,95
0,88 0,91 0,89 0,92 0,90 0,93
0,84 0,88 0,85 0,89 0,86 0,90
0,79 0,87 0,80 0,88 0,81 0,89
0,74 0,85 0,75 0,86 0,76 0,87
0,70 0,81 0,71 0,82 0,72 0,83
Permukiman (RES)
Tinggi “ Sedang “ Rendah “
Terlawan Terlindung Terlawan Terlindung Terlawan Terlindung
0,96 0,96 0,97 0,97 0,98 0,98
0,91 0,94 0,92 0,95 0,93 0,96
0,86 0,92 0,87 0,93 0,88 0,94
0,81 0,99 0,82 0,90 0,83 0,91
0,78 0,86 0,79 0,87 0,80 0,88
0,72 0,84 0,73 0,85 0,74 0,86
Tinggi/sedang/rendah “
Terlawan terlindung
1,00 1,00
0,95 0,98
0,90 0,95
0,85 0,93
0,80 0,90
0,75 0,88
Akses terbatas (RA)
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997
28 Universitas Sumatera Utara
iii.
Faktor penyesuaian keladaian FG Ditentukan dari Gambar 2.13 sebagai fungsi dari kelandaian (GRAD) yang tercatat pada Formulir SIG-I, dan hasilnya dimasukkan ke dalam Kolom 13 pada Formulir SIG-IV.
Gambar 2. 13 Faktor Penyesuaian Kelandaian FG Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997
iv.
Faktor penyesuaian parkir FP Faktor parkir tepi jalan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: = [� / – �� –
Dimana:
� / – � /��]/� ......................................... (2.4)
FP
= Faktor jarak parkir tepi jalan;
Wa
= Lebar pendekat (m);
g
= Waktu hijau (detik);
LP
= Jarak antara garis henti dan kendaraan yang parkir pertama (m)
29 Universitas Sumatera Utara
v.
Faktor penyesuaian belok kanan FRT Faktor koreksi terhadap arus belok kanan pada pendekat yang ditinjau, dapat dihitung dengan rumus: =
Dimana: PRT vi.
+
× ,
........................................................................... (2.5)
= Rasio arus belok kanan pada pendekat.
Faktor penyesuaian belok kiri FLT Pengaruh arus belok kiri dihitung dengan rumus: �
=
Dimana: PLT vii.
– � × ,
.......................................................................... (2.6)
= Rasio arus belok kiri pada pendekat.
Faktor jumlah kendaraan antri
Gambar 2. 14 Jumlah Kendaraan Antri (SMP) yang Tersisa dari Fase Hijau Sebelumnya Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997
30 Universitas Sumatera Utara
viii.
Faktor peluang untuk pembebanan lebih dari POL
Gambar 2. 15 Perhitungan Jumlah Antrian (Nq max) Dalam SMP Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997
ix.
Faktor penetapan tundaan lalu lintas rata-rata (DT)
Gambar 2. 16 Penetapan Tundaan Lalu Lintas Rata-Rata (DT) Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997
31 Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Waktu Siklus Optimum Suatu Simpang Waktu siklus adalah panjang waktu yang diperlukan dari rangkaian urutan fase sinyal lalu lintas (siklus). Lama waktu siklus dari suatu sistem operasional sinyal lalu lintas dengan waktu tetap (fixed time) mempengaruhi tundaan rata – rata dari kendaraan yang melewati persimpangan. Dari parameter diatas dapat ditentukan besarnya waktu siklus optimum suatu simpang, dan terdapat suatu parameter lain yang digunakan untuk menentukan waktu siklus optimum ini yaitu nilai IFR, yang merupakan perbandingan antara volume lalu lintas dalam smp dengan arus jenuh dalam smp. Waktu siklus harus mampu melewatkan arus lalu lintas sedemikian rupa sehingga dapat meminimumkan tundaan yang terjadi. Waktu siklus yang terlalu singkat menimbulkan banyak terjadi waktu hilang dan keterlambatan bergerak (starting delay), sehingga pengaturan dengan lampu lalu lintas menjadi tidak efisien. Jika waktu siklus terlalu besar maka arus lalu lintas akan dilewatkan pada sebagian waktu hijau dan tidak ada kendaraan yang tertahan digaris henti. Kendaraan yang dilewatkan pada sebagian waktu hijau berikutnya merupakan kendaraan yang datang kemudian dengan jarak kedatangan yang panjang. Pada kondisi dimana arus lalu lintas yang ada bertambah besar sehingga terjadi antrian pada cabang simpang. Dengan demikian, waktu siklus yang terlalu panjang juga tidak memberikan kebaikan dalam operasional sinyal lalu lintas. Untuk itu, penentuan waktu siklus yang optimum dapat ditentukan dengan menggunakan tundaan rata – rata yang dialami setiap kendaraan sebagai dasar penurunan rumus. Waktu siklus optimum dengan kriteria tundaan minimum dapat dihitung dengan rumus:
32 Universitas Sumatera Utara
, � �+
��� =
−��
................................................................................ (2.7)
Dimana: cua
= Waktu siklus sebelum penyesuaian sinyal (det)
LTI
= waktu hilang total per siklus (det)
IFR
= rasio arus simpang ∑(FRCRIT)
Tabel dibawah memberikan waktu siklus yang disarankan untuk keadaan yang berbeda Tabel 2. 4 Tipe Pengaturan Waktu Siklus Tipe pengaturan
Waktu siklus yang layak (det)
Pengaturan dua fase
40-80
Pengaturan tiga fase
50-100
Pengaturan empat fase
80-130
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997
2.4.4. Tundaan Tundaan (delay) dapat didefinisikan sebagai ketidak nyamanan pengendara, borosnya konsumsi bahan bakar dan kehilangan waktu perjalanan. Dalam mengevaluasi tingkat pelayanan suatu persimpangan bersinyal perlu diketahui waktu tunda henti (stopped – time delay) adalah waktu yang digunakan sebuah kendaraan untuk berhenti dalam suatu antrian pada saat menunggu untuk memasuki sebuah persimpangan. Sedangkan waktu tunda henti rata – rata (average stopped – time delay), dinyatakan dalam detik / kendaraan adalah jumlah waktu tunda henti yang dialami oleh semua kendaraan pada sebuah jalan atau kelompok lajur selama satu periode waktu yang ditentukan, dibagi dengan volume total kendaraan yang memasuki persimpangan pada jalan untuk kelompok lajur dalam waktu yang sama.
33 Universitas Sumatera Utara
Banyak metode yang dapat digunakan unutk menentukan tundaan rata – rata yang dialami kendaraan pada persimpangan. Berikut ini adalah persamaan yang digunakan dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, untuk menentukan tundaan rata – rata setiap pendekat akibat pengaruh timbal balik dengan gerakan – gerakan lainnya pada simpang sebagai berikut : =�×�+ �
Dimana:
×
/ ............................................................ (2.8)
DT
= Tundaan lalu lintas rata-rata (det/smp)
c
= waktu siklus yang disesuaiakan (det)
A
=
GR
= rasio waktu hijau
DS
= derajat kejenuhan
NQ1
= Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya
C
= kapasitas (smp/jam)
, ×
−
^ /
−
×
................................ (2.9)
2.4.5. Antrian Antrian suatu kendaraan adalah gangguan yang terjadi secara berkala akibat adanya sinyal atau lampu lalu lintas pada persimpangan. Atau dengan kata lain, antrian merupakan banyaknya kendaraan yang menunggu pada suatu persimpangan. Persamaan yang digunakan untuk menentukan panjang antrian rata – rata N yang terjadi pada suatu cabang persimpangan adalah: � =�
+�
.................................................................................. (2.10)
Untuk DS > 0,5
34 Universitas Sumatera Utara
�
= ,
×
×[
Untuk DS < 0,5: NQ1=0
−
+√
−
+
8×
− ,
] ................. (2.11)
Dimana: NQ1
= jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya
DS
= Derajat kejenuhan
GR
= rasio hijau
C
= Kapasitas (smp/jam) = arus jenuh dikalikan rasio hijau
�
2.4.6. Tingkat Pelayanan (Level Of Service) Tingkat pelayanan menurut Highway Capacity Manual (HCM), 1985 adalah suatu pengukuran kualitatif yang menggambarkan kondisi operasional dalam suatu aliran lalulintas, dan persepsinya oleh pengendara atau penumpang. Pada umumnya, tingkat pelayanan menjelaskan suatu kondisi yang dipengaruhi oleh kecepatan, waktu perjalanan, kebebasan untuk bergerak, gangguan lalulintas, kenyamanan, kenikmatan dan keamanan. Pada KM Perhubungan No. 4 Tahun 2006 tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan Pasal 11 ayat 2 menyebutkan teknik-teknik pemecahan permasalahan lalu lintas dalam upaya mempertahankan tingkat pelayanan dilakukan: a. pada ruas jalan, mencakup antara lain: i. jalan satu arah; ii. lajur pasang surut (tidal flow); iii. pengaturan pembatasan kecepatan; iv. pengendalian akses ke jalan utama; v. kanalisasi; dan/atau
35 Universitas Sumatera Utara
vi. pelebaran jalan. b. pada persimpangan, mencakup antara lain: i. simpang prioritas; ii. bundaran lalu lintas; iii. perbaikan geometrik persimpangan; iv. pengendalian persimpangan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas; v. persimpangan tidak sebidang. Kinerja jalan menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga tahun 1997, adalah suatu ukuran kuantitatif yang menerangkan tentang kondisi operasional jalan seperti kerapatan atau persen waktu tundaan. Kinerja jalan pada umumnya dinyatakan dalam kecepatan, waktu tempuh dan kebebasan bergerak. Unjuk kerja atau tingkat pelayanan jalan merupakan indikator yang menunjukan tingkat kualitas lalu lintas. Menurut MKJI 1997 dalam Fathoni, M dan Buchori, E, 2004 tingkat pelayanan jalan (Level of service) dinyatakan sebagai berikut: a. Kondisi operasi yang berbeda yang terjadi pada lajur jalan ketika mampu menampung bermacam-macam volume lalu lintas. b. Ukuran kualitas dari pengaruh faktor aliran lalu lintas, kenyamanan pengemudi, waktu perjalanan, hambatan, kebebasan manuver dan secara tidak langsung biaya operasi dan kenyamanan. Unjuk kerja lalu lintas pada ruas jalan perkotaan dapat ditentukan melalui nilai VC ratio atau perbandingan antara volume kendaraan yang melalui ruas jalan tersebut pada rentang waktu tertentu dengan kapasitas ruas jalan tersebut yang
36 Universitas Sumatera Utara
tersedia untuk dapat dilalui kendaraaan pada rentang waktu tertentu. Semakin besar nilai perbandingan tersebut maka unjuk kerja pelayanan lalu lintas akan semakin buruk dan berpengaruh pada kecepatan operasional kendaraan yang merupakan bentuk fungsi dari besaran waktu tempuh kendaraan. Nilai VC ratio dapat dibuat interval untuk mengklasifikasikan tingkat pelayanan ruas jalan. Di Indonesia, kondisi pada tingkat pelayanan (LOS) diklasifikasikan atas berikut ini. 1. Tingkat Pelayanan A a. Kondisi arus bebas dengan volume lalu lintas rendah dan kecepatan tinggi. b. Kepadatan lalu lintas sangat rendah dengan kecepatan yang dapat dikendalikan
oleh
pengemudi
berdasarkan
batasan
kecepatan
maksimum/minimum dan kondisi fisik jalan. c. Pengemudi dapat mempertahankan kecepatan yang diinginkannya tanpa atau dengan sedikit tundaan. 2. Tingkat Pelayanan B a. Arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas. b. Kepadatan lalu lintas rendah, hambatan internal lalu lintas belum mempengaruhi kecepatan. c. Pengemudi masih cukup punya kebebasan yang cukup untuk memilih kecepatannya dan lajur jalan yang digunakan. 3. Tingkat Pelayanan C a. Arus stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan dikendalikan oleh volume lalu lintas yang lebih tinggi.
37 Universitas Sumatera Utara
b. Kepadatan lalu lintas meningkat dan hambatan internal meningkat. c. Pengemudi memiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan, pindah lajur atau mendahului. 4. Tingkat Pelayanan D a. Arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas tinggi dan kecepatan masih ditolerir namun sangat terpengaruh oleh perubahan kondisi arus. b. Kepadatan lalu lintas sedang fluktuasi volume lalu lintas dan hambatan temporer dapat menyebabkan penurunan kecepatan yang besar. c. Pengemudi memiliki kebebasan yang sangat terbatas dalam menjalankan kendaraan, kenyamanan rendah, tetapi kondisi ini masih dapat ditolerir untuk waktu yang sangat singkat. 5. Tingkat Pelayanan E a. Arus lebih rendah daripada tingkat pelayanan D dengan volume lalu lintas mendekati kapasitas jalan dan kecepatan sangat rendah. b. Kepadatan lalu lintas tinggi karena hambatan internal lalu lintas tinggi. c. Pengemudi mulai merasakan kemactan-kemacetan durasi pendek. 6. Tingkat Pelayanan F a. Arus tertahan dan terjadi antrian kendaraan yang panjang. b. Kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan volume rendah serta terjadi kemacetan untuk durasi yang cukup lama. c. Dalam keadaan antrian, kecepatan maupun volume turun sampai 0. Pengerjaan tugas akhir ini akan meninjau tingkat pelayanan di tiap ruas jalan pada persimpangan sebagai acuan atas perbaikan simpang sebagaimana disebutkan
38 Universitas Sumatera Utara
pada KM Perhubungan No. 14 Tahun 2006 tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan Pasal 9 ayat: (1) Tingkat pelayanan yang diinginkan pada ruas jalan pada sistem jaringan jalan primer sesuai fungsinya, untuk: a. jalan arteri primer, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya B; b. jalan kolektor primer, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya B; d. jalan lokal primer, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya C; e. jalan tol, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya B. (2) Tingkat pelayanan yang diinginkan pada ruas jalan pada sistem jaringan jalan sekunder sesuai fungsinya untuk: a. jalan arteri sekunder, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya C; b. jalan kolektor sekunder, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya C; c. jalan lokal sekunder, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya D; d. jalan lingkungan, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya D.
Tabel 2. 5 Kriteria Tingkat Pelayanan pada Persimpangan Bersinyal Tingkat Pelayanan
Tundaan Henti Tiap Kendaraan (detik)
A B C D E F
≤ 0,5 5,1 – 15,0 15,1 – 25,0 25,1 – 40,0 40,1 – 60,0 ≥ 60,0
Sumber : Highway Capacity Manual, 1985
2.5
ANALISA KELAYAKAN Menurut Woodhead, dkk buku terjemahan (1992-1994), penelitian kelayakan
(Assessment of Feasibility) meliputi penentuan apakah penyelesaian terhadap suatu
39 Universitas Sumatera Utara
masalah itu sesuai, dapat diterima, dan dapat dicapai. Aspek-aspek ini sangat penting karena keputusan implementasi umumnya dikaitkan dengan kelayakan sistem atau proyek yang diusulkan. Sedangkan dalam implementasinya yang dianalisis adalah kelayakan dari suatu proyek. Hasil dari studi/analisa kelayakan adalah rekomendasi mengenai perlu tidaknya proyek yang dikaji untuk dilanjutkan pada tahap lebih lanjut. Penilaian Kelayakan dibedakan menjadi 5 macam yaitu : 1.
Kelayakan Perekayasaan (Engineering Feasibility) mengharuskan agar sistem mampu mejalankan fungsi yang harus dikehendaki. Prosedur analisis perancangan ini seperti yang diuraikan buku-buku pegangan standar tentang perekayasaan dapat digunakan menunjukkan kemampuan sistem yang diusulkan dalam menjalankan fungsinya.
2.
Kelayakan Ekonomi (Economiy Feasibility) jika nilai total dari manfaat yang dihasilkan sistem tersebut melebihi biaya yang ditimbulkan. Kelayakan ekonomi tergantung pada kelayakan perekayasaan karena suatu sistem harus mampu menghasilkan keluaran yang dihasilkan guna menghasilkan manfaat.
3.
Kelayakan Keuangan (Finance Feasibility) dapat atau mungkin pula tidak berkaitan dengan kelayakan ekonomi. Pemilik proyek harus mempunyai dana yang cukup untuk membiayai pemasangan dan pengoperasian sistem, sebelum sistem tersebut dinyatakan layak secara keuangan.
4.
Kelayakan
Lingkungan
(Environment
Feasibility) mencakup penilaian
konsekuensi-konsekuensi lingkungan dan sistem yang diusulkan. Karena meningkatnya perhatian masyarakat terhadap pengaruh jangka pendek dan jangka panjang terhadap lingkungan, maka pengembangan dan penerapan 40 Universitas Sumatera Utara
sebagian besar sistem perekayasaan yang berukuran apapun mengharuskan penelaahan ini menghasilkan apa yang dikenal dengan perumusan dampak lingkungan. 5.
Kelayakan Politik dan Sosial (Politics and Social Feasibility) terjamin jika persetujuan politik yang diperlukan dapat diperoleh dan jika pemakai sistem potensial beraksi secara positif terhadap penerapan sistem. Setiap sistem harus dikaji ulang pada berbagai tahap perencanaan. Biasanya dukungan politik diperoleh
setelah
pembuktian
kelayakan
perekayasaan
dan
ekonomi
dikemukakan. Pada analisa kelayakan data primer dan data sekunder dikumpulkan secara lengkap sehingga analisis teknis, ekonomi, sosial dan lingkungan dapat dilakukan lebih detail. Dari studi ini dianalisis secara lebih rinci beberapa alternatif model desain yang ada. Ada beberapa kriteria tentang hal-hal yang memerlukan analisa kelayakan yaitu: b.
Menggunakan dana publik yang cukup besar
c.
Mempunyai sifat ketidakpastian dan resiko cukup tinggi
d.
Memiliki indikasi kelayakan yang tinggi, dan lain-lain Fungsi kegiatan analisa kelayakan adalah untuk menilai tingkat kelayakan
alternatif solusi yang ada dan untuk menajamkan analisis kelayakan bagi satu atau lebih alternatif solusi yang unggul. Maksud dari suatu analisa kelayakan proyek adalah untuk mengkaji sejauh mana tingkat kelayakan suatu proyek yang akan
41 Universitas Sumatera Utara
dilaksanakan, sedemikian agar sumber daya yang terbatas dapat dialokasikan secara tepat, efisien, efektif. Sedangkan tujuan analisa kelayakan proyek adalah dalam skala yang luas, dengan terbatasnya sumber-sumber yang tersedia pemilihan antara berbagai macam proyek dapat dilakukan, sedemikian sehingga hanya proyek-proyek yang benar-benar layak saja yang terpilih. 2.5.1. Pendekatan Analisis Kegiatan Studi Kelayakan Metode pendekatan yang digunakan dalam studi kelayakan ada 2 cara yaitu: a. Metode before and after project b. Metode with and without project Metode yang lazim digunakan adalah metode with and without project. Dalam hal ini digunakan metode pendekatan pembandingan kondisi dengan proyek (with project) dan tanpa proyek (without project), dan atas dasar pendekatan kebijakan publik atau pendekatan economic analysis. Untuk Tugas Akhir ini, metode with and without project terletak pada analisa kelayakan Simpang Sei Sikambing tanpa proyek yaitu tidak melakukan apapun terhadap Simpang Sei Sikambing dan analisa kelayakan dengan proyek yaitu dengan menganalisa adanya proyek simpang tak bersinyal, simpang bersinyal dan pembangunan jalan layang (fly over) di Simpang Sei Sikambing. Pendekatan dengan proyek diasumsikan sebagai suatu kondisi, di mana diperlukan suatu investasi yang besar, yang dilaksanakan untuk meningkatkan kinerja simpang. Sedangkan untuk pendekatan tanpa proyek diasumsikan sebagai suatu kondisi, di mana tidak ada investasi yang dilaksanakan untuk meningkatkan
42 Universitas Sumatera Utara
kinerja simpang, kecuali untuk mempertahankan fungsi pelayanan simpang, yaitu pemeliharaan rutin dan pemeliharaan berkala. 2.5.2. Aspek yang Ditinjau Ada beberapa aspek yang ditinjau dalam kegiatan suatu studi kelayakan meliputi: a. Aspek teknis b. Aspek lingkungan dan keselamatan c. Aspek ekonomi d. Aspek lain-lain
a. Aspek Teknis 1. Lalu Lintas a. Untuk evaluasi manfaat ekonomi perlu diketahui besarnya volume lalu lintas sekarang dan prakiraan lalu lintas masa depan. b. Pertumbuhan
lalu
lintas
dipengaruhi
oleh
pertumbuhan
ekonomi,
pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan kepemilikan kendaraan. Prakiraan pertumbuhan lalu lintas merupakan kombinasi dari pertumbuhan normal dengan satu atau lebih jenis pertumbuhan lainnya. c. Analisis lalu lintas menghasilkan LHR, yang merupakan lalu lintas harian rata-rata.yang diperoleh dari pencacahan lalu lintas selama beberapa hari penuh. d. Karakteristik dari volume jam sibuk pada hari sibuk diawali dengan suatu faktor k. Nilai k ini tergantung pada karakteristik fluktuasi dalam waktu dari
43 Universitas Sumatera Utara
arus lalu lintas di wilayah studi dan besarnya resiko yang diambil untuk terlampauinya prakiraan pertumbuhan lalu lintas. 2. Geometrik Jenis persimpangan jalan dan metode pengendaliannya ditetapkan sesuai dengan hirarki jalan dan volume lalu lintas yang melewatinya. Jenis pengendalian persimpangan dapat berupa pengendalian tanpa rambu, dengan rambu hak utama, dengan alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL), dengan jalan layang (fly over) dan underpass, atau dengan persimpangan tak sebidang lainnya. b. Aspek Lingkungan dan Keselamatan Hal-hal yang mungkin timbul yang dapat mempengaruhi kondisi lingkungan harus dianalisis lebih dalam mengenai dampak terhadap lingkungan. Alternatif solusi yang terpilih diharapkan dapat meningkatkan keselamatan lalu lintas. Biaya kecelakaan lalu lintas merupakan komponen dari biaya proyek seumur rencana, pengurangan biaya kecelakaan akan menjadi manfaat dari peningkatan simpang. Biaya kecelakaan dihitung sebagai hasil perkalian jumlah kecelakaan dengan biaya satuan kecelakaan, menurut klasifikasi dari kecelakaan. c. Aspek Ekonomi Biaya-biaya yang tidak diperhitungkan sebagai komponen biaya dalam analisis ekonomi, yaitu: 1. Selisih total biaya operasi kendaraan antara kondisi dengan proyek dan kondisi tanpa adanya proyek diperhitungkan sebagai manfaat. 2. Biaya kecelakaan lalu lintas berhubungan langsung dengan lalu lintas yang melewati simpang. Penurunan biaya kecelakaan, yang menggambarkan peningkatan dalam keselamatan, diperhitungkan sebagai manfaat.
44 Universitas Sumatera Utara
d. Aspek Lain-lain Aspek lain-lain meliputi aspek non ekonomi yang dapat mempengaruhi kelayakan
suatu
produk
secara
keseluruhan.
Aspek-aspek
ini
dapat
diperhitungkan pada waktu menentukan rekomendasi akhir dari studi ini melalui suatu metode multi kriteria. Untuk Tugas Akhir ini, kelayakan yang ditinjau hanya kelayakan terhadap aspek teknis saja, yaitu menganalisi karakteristik dari volume jam-jam puncak untuk kondisi eksiting dan kondisi perkiraan umur rencana yang akan datang dengan berdasarkan pertumbuhan lalu lintas yang terjadi. 2.6
LITERATUR REVIEW Adapun beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini
adalah: 1. Kajian Arus Jenuh pada Simpang Bersinyal di Kota Malang Bagian Selatan, (Hendi
Bowoputro,
M.
Zainul
Arifin,
Ludfi
Djakfar,
Rahayu
Kusumaningrum, 2014). Penelitian ini bertujuan untuk mencari arus jenuh dasar pada kaki simpang dengan survei menggunakan kamera video pada 11 lokasi simpang bersinyal yang mencakup 40 kaki simpang bersinyal. Metodologi pengerjaan dilakukan dengan cara time slice diperoleh nilai arus jenuh interval rata-rata (Srata-rata) pada seluruh kaki simpang serta metodologi kajian arus jenuh dasar. Pengerjaan nilai arus jenuh dasar didasarkan pada MKJI 1997. 2. Evaluasi Kinerja Simpang Bersinyal (Studi Kasus: Jl. Ir. H. Juanda-Jl. Imam Bonjol), (Lasthreeida J. H, Medis Surbakti, 2013).
45 Universitas Sumatera Utara
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian simpang empat bersinyal dengan mencari kinerja persimpangan menggunakan MKJI 1997 dan HCM 2000. Metode survey yang dilakukan dengan cara manual (hand counter). Perhitungan panjang antrian menggunakan gelombang kejut (shock wave). Hasil akhir yang diperoleh adalah tingkat pelayanan setiap kaki simpang sebagai kinerja persimpangan tersebut. 3. Analisis Kinerja Simpang Bersinyal (Studi Kasus: Jalan Teuku Umar BaratJalan Gunung Salak), (A. A.N. A Jaya Wikrama, 2011). Penelitian ini mencari kinerja simpang dengan parameter sebagai berikut: kapasitas, derajat kejenuhan, panjang antrian, kendaraan terhenti dan tundaan setelah itu dicari nilai tinkat pelayanan menurut HCM 2000. Pada metodologi penelitian, pemecahan masalah yang dilakukan adalah dengan cara: Resetting APILL multi program, Resetting APILL multi program dengan kombinasi pelebaran geometrik dan Resetting APILL multi program dengan kombinasi perubahan arah lalu lintas. 4. Evaluasi dan Penanganan Simpang Empat Bersinyal Menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia, (Taufikkurrahman, 2011). Penelitian
dilakukan pada
simpang empat
bersinyal
dengan
metodologi MJKI. Pengananan yang dilakukan pada permasalahan adalah dengan optimalisasi waktu siklus, perbaikan geometrik persimpangan dengan mencari prediksi kinerja persimpangan setelah dilakukan penanganan.
46 Universitas Sumatera Utara
5. Kinerja Lalu Lintas Persimpangan Lengan Empat Bersignal (Studi Kasus: Persimpangan Jalan Walanda Maramis Manado), (Gland Y.B. Lumintang, 2013) Penelitian dilakukan pada simpang empat bersinyal. Metodologi yang dilakukan adalah survey manual dan pengamatan langsung di lapangan. Pengerjaan data berdasarkan MKJI 1997 dan tingkat pelayanan jalan diperoleh dari HCM 1985. Penanganan yang disarankan penelitia adalah dengan mengatur ulang lampu lalu lintas dan melebarkan kaki persimpangan. 6. Analisa Kelayakan Teknis Pembangunan Jalan Layang (Fly Over) Jatingaleh, (Puji Iswoyo, Slamet Subagya, 2006) Penelitian dilakukan pada jalan layang rencana dengan melewati satu simpang bersinyal dan satu simpang tidak bersinyal. Metodologi penelitian dilakukan dengan cara survey manual pada pos-pos yang ditentukan peneliti. Analisis simpang diolah berdasarkan MKJI 1997, dan dilakukan analisis biaya operasional kendaraan (BOK) menggunakan PCI (Non-Tol Road) didasarkan kecepatan tempuh. Selanjutnya analisis kelayakan yang ditinjau berdasarkan aspek teknis yaitu kapasitas lalu lintas serta efektifitasnya dengan memperhatikan kondisi geometrik, keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan, masalah lingkungan dan disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, sehingga perencanaan yang dibuat dapat sejalan dengan program pengembangan kota dan dapat memecahkan permasalahan yang ada.
47 Universitas Sumatera Utara