BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Mutu Assauri (2008) menyatakan bahwa mutu diartikan sebagai faktor-faktor yang terdapat dalam suatu barang atau hasil yang menyebabkan barang atau hasil tersebut sesuai dengan tujuan untuk apa barang atau hasil itu dimaksudkan atau dibutuhkan. Handoko (2008) menyatakan bahwa pengendalian manajemen mutu meliputi inspeksi atau pemeriksaan dengan melakukan implementasi kualitas utama, yang berjalan dengan basis hari ke hari. Tjiptono (1995) menyatakan bahwa terdapat lima langkah-langkah untuk mencapai kualitas. Adapun kelima langkah-langkah tersebut adalah: 1. Program, kebijakan dan sikap yang melibatkan komitmen dari manajemen puncak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2. Sistem informasi yang menekankan ketepatan, baik pada waktu maupun detail. 3. Desain produk yang menekankan keandalan dan perperjanjian ekstensif produk sebelum dilepas ke pasar. 4. Kebijakan produksi dan tenaga 7 kerja yang menekankan peralatan yang terpelihara
baik,
pekerja
yang
terlatih
baik,
dan
penemuan
penyimpangan yang cepat. 5. Manajemen yang menekankan kualitas sebagai sasaran utama. 6. Siklus Deming (Deming Cycle)
Siklus Deming ini dikembangkan untuk menghubungkan antara operasi dengan kebutuhan pelanggan dan memfokuskan sumber daya semua bagian dalam perusahaan (riset, desain, operasi, dan pemasaran) secara terpadu dan sinergi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Siklus Deming adalah model perbaikan berkesinambungan yang dikembangkan oleh W. Edward Deming yang terdiri atas empat komponen utama secara berurutan, seperti disajikan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Siklus Plan – Do – Check- Action
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Penjelasan dari setiap siklus PDCA adalah sebagai berikut: 1. Mengembangan rencana perbaikan (Plan) Merupakan langkah setelah dilakukan pengujian ide perbaikan masalah. Rencana perbaikan disusun berdasarkan prinsip 5-W (what, why, who, when, dan where) dan 1-H (how), yang dibuat secara jelas dan terinci serta menetapkan sasaran dan target yang harus dicapai. Dalam menetapkan sasaran dan target harus diperhatikan prinsip SMART (specific, measurable, attainable, and reasonable, dan time). 2. Melaksanakan rencana (Do) Rencana yang telah disusun diimplementasikan secara bertahap, mulai dari skala kecil dan pembagian tugas secara merata sesuai dengan kapasitas dan kemampuan dari setiap personil. Selama dalam melaksanakan
rencana
harus
dilakukan
pengendalian,
yaitu
mengupayakan agar seluruh rencana dilaksanakan dengan sebaik mungkin agar sasaran dapat dicapai. 3. Memeriksa atau meneliti hasil yang dicapai (Check atau Study) Memeriksa
atau
meneliti
merujuk
pada
penetapan
apakah
pelaksanaannya berada dalam jalur, sesuai dengan rencana dan memantau kemajuan perbaikan yang direncanakan. Alat atau piranti yang dapat digunakan dalam memeriksa adalah pareto diagram, histogram, dan diagram kontrol. 4. Melakukan tindakan penyesuaian jika diperlukan (Action)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Penyesuaian dilakukan bila dianggap perlu, yang didasarkan hasil analisis. Penyesuaian berkaitan dengan standarisasi prosedur baru, guna menghindari timbulnya kembali masalah yang sama atau menetapkan sasaran baru bagi perbaikan berikutnya. Siklus PDCA tersebut berputar secara berkesinambungan, segera setelah suatu perbaikan dicapai, keadaan perbaikan tersebut dapat memberikan inspirasi untuk perbaikan selanjutnya, oleh karenanya, manajemen harus secara terus menerus merumuskan sasaran dan target-target perbaikan baru. 2.2 Empat Era Kualitas Menurut Darvin (1994) terdapat empat era kualiatas, yaitu: 1. Inspeksi Pendekatan ini mulai diterapkan pada akhir abad 18. Inspeksi terhadap output dilakukan langsung dan dapat pula dengan bantuan mesin yang dirancang untuk mengukur output fisik apakah sesuai dengan standar yang seragam. 2. Pengendalian Kualitas Statistikal Gerakan kualitas menggunakan pendekatan ilmiah untuk pertama kalinya pada tahun 1931 oleh W.A. Shewhart. Ia menyatakan bahwa variabilitas merupakan suatu kenyataan dalam industri dan hal ini dapat dipahami dengan menggunakan prinsip probabilitas dan statistik. Kemudian, terjadi perbaikan dalam skala besar terhadap teknik statistik yang dilakukan saat Perang Dunia II untuk mempercepat produksi dan menghindari inspeksi yang membuang waktu, tenaga, dan biaya. 3. Jaminan Kualitas
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Dalam era ini terdapat pengembangan empat konsep baru yang penting, yaitu biaya kualitas, pengendalian kualitas terpadu (total quality control), reliability engineering, dan zero defect. Era ketiga manajemen kualitas ini menandai titik balik yang menentukan. Konsep ini menaruh perhatian utama pada pelanggan dan inisiatif karyawan sebagai masukan penting bagi program peningkatan kualitas. 4. Total Quality Management Total Quality Management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya. 2.3 Empat Prinsip Total Quality Management Menurut Scheuing dan Christopher (1993), terdapat empat prinsip utama dalam TQM. Keempat prinsip tersebut adalah : 1. Kepuasan Pelanggan Kualitas tidak lagi hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasispesifikasi tertentu, tetapi kualitas tersebut ditentukan oleh pelanggan. Oleh karena itu kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai (value) yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan. Semakin tinggi nilai yang diberikan, maka semakin besar pula kepuasan pelanggan. 2. Respek terhadap setiap orang Karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu setiap orang dalam organisasi diperlukan dengan baik
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dan diberi kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan. 3. Manajemen berdasarkan fakta Ada dua konsep pokok berkaitan dengan hal ini. Pertama, prioritasasi (priorization) yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan, mengingat keterbatasan sumber daya yang ada. Oleh karena itu dengan menggunakan data maka manajemen dan tim dalam organisasi dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu yang vital. Konsep kedua, variasi (variation) atau variabilitas kinerja manusia. Data statistik dapat memberikan gambaran mengenai variabilitas yang merupakan bagian yang wajar dari setiap sistem organisasi. Dengan demikian manajemen dapat memprediksi hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan. 4. Perbaikan Berkesinambungan Konsep yang berlaku disini adalah siklus PDCA (plan-do-check-act), yang terdiri dari langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan rencana, pemeriksaan hasil pelaksanaan rencana, dan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh. 2.4 Definisi Pemborosan Pengertian Seven Waste dalam Lean Manufacturing – Waste atau sering disebut dengan Muda dalam bahasa Jepang merupakan sebuah kegiatan yang menyerap atau memboroskan sumber daya seperti pengeluaran biaya ataupun waktu tambahan tetapi tidak menambahkan nilai apapun dalam kegiatan tersebut.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Menghilangkan Waste (Muda) merupakan prinsip dasar dalam Lean Manufacturing. Konsep Penghilangan Waste (Muda) ini harus diajarkan ke setiap anggota organisasi sehingga efektifitas dan efisiensi kerja dapat ditingkatkan. Seven Waste atau 7 Pemborosan ini pertama kali diperkenalkan oleh Taiichi Ohno yang bekerja di Toyota Jepang dalam Sistem Produksi Toyota atau Toyota Production System. Menurut Sistem Produksi Toyota Taiichi Ohno terdapat dua jenis waste (Muda) yang mendasar yang harus dipertimbangkan dalam melakukan analisis penghilangan Waste, yaitu jenis obvious (jelas) dan jenis hidden (tersembunyi). Jenis waste yang bersifat obvious (jelas) adalah sesuatu yang mudah dikenali dan dapat dihilangkan dengan segera dengan biaya yang kecil ataupun tanpa biaya sama sekali, sedangkan jenis waste yang bersifat hidden (tersembunyi) adalah waste yang hanya dapat dihilangkan dengan metode kerja terbaru, bantuan teknologi ataupun kebijakan baru. Waste didefiniskan sebagai segala aktivitas pemakaian sumber daya (resources) yang tidak memberikan nilai tambah (value added) pada produk. Pada dasarnya semua waste yang terjadi berhubungan erat dengan dimensi waktu. JIT mendefinisikan ada delapan jenis waste yang tidak memberikan nilai dalam proses bisnis atau manufaktur, antara lain adalah sebagai berikut (Liker, 2006): 2.4.1 Produksi berlebihan (overproduction) Memproduksi lebih banyak dari permintaan, atau memproduksi sebelum diinginkan. Hal ini terlihat pada simpanan material. Ini adalah akibat dari produksi berdasarkan permintaan spekulatif.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Produksi berlebihan juga berarti membuat lebih banyak dari yang dibutuhkan oleh proses berikutnya, membuat sebelum diinginkan oleh proses berikutnya, atau membuat lebih cepat dari yang dibutuhkan oleh proses berikutnya. Penyebab over-produksi : Logika just-in-case (untuk jaga-jaga). Penggunaan otomatisasi yang salah Proses set-up yang lama Penjadwalan yang salah Ketidakseimbangan beban kerja Rekayasa berlebihan Inspeksi berlebihan, dll. 2.4.2 Menunggu (waiting) Waktu menunggu dalam proses harus dihilangkan. Prinsipnya adalah memaksimalkan penggunaan / efisiensi pekerja daripada memaksimalkan penggunaan mesin-mesin. Penyebab menunggu yaitu : Ketidakseimbangan beban kerja Pemeliharaan yang tidak terencana Waktu set-up yang lama Penggunaan otomatisasi yang salah Masalah kualitas yang tidak selesai Penjadwalan yang salah, dll.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.4.3 Transportasi (transportation) Tidak ada nilai tambah pada produk. Daripada memperbaiki transportasi, akan lebih baik bila dikurangi atau dihilangkan. Beberapa penyebab transportasi tinggi: Layout pabrik yang buruk Pemahaman yang buruk terhadap aliran proses produksi Ukuran lot besar Lead time besar Area penyimpanan yang besar. 2.4.4 Memproses secara keliru/berlebihan (Inefficient Process) Harus dihilangkan dengan cara bertanya mengapa sebuah proses diperlukan dan mengapa sebuah produk diproduksi. Semua langkah proses yang tidak diperlukan harus dihilangkan. Beberapa penyebabnya : Perubahan produk tanpa perubahan proses Logika just-in-case Keinginan konsumen yang sebenarnya tidak jelas Proses berlebihan untuk menutupi downtime Kurang komunikasi. 2.4.5 Work In Process (WIP) Material antar operasi yang timbul karena lot produksi yang besar atau proses-proses dengan waktu siklus yang panjang. Penyebab inventory berlebihan : Melindungi perusahaan dari inefisiensi dan masalah-masalah tak terduga Kompleksitas produk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Penjadwalan yang salah Peramalan pasar yang buruk Beban kerja tidak seimbang Supplier yang tidak bisa diandalkan Kesalahan komunikasi. 2.4.6
Gerakan yang tidak perlu (unnecessary motion) Gerakan-gerakan tubuh yang tidak perlu, seperti mencari, meraih, memutar
akan membuat proses memakan waktu lebih lama. Daripada melakukan otomatisasi terhadap gerakan sia-sia, operasionalnya sendiri yang seharusnya diperbaiki. Penyebabnya antara lain : Efektifitas manusia/mesin yang buruk Metode kerja yang tidak konsisten Layout fasilitas yang buruk Pemeliharaan dan organisasi tempat kerja yang buruk Gerakan tambahan saat menunggu 2.4.7
Produk cacat (defective product) Memproduksi barang cacat, sehingga membutuhkan pengerjaan ulang atau
bahkan dibuang karena tidak bisa diperbaiki. Jelas ini merupakan pemborosan pemakaian bahan, waktu, tenaga kerja, dan sumber daya yang lain. Aktivitas ini merupakan kesia-siaan yang sempurna. Mencegah timbulnya cacat lebih baik daripada mencari dan memperbaiki cacat. Penyebabnya antara lain : Kontrol proses yang lemah Kualitas buruk Tingkat inventory tidak seimbang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Perencanaan maintenance yang buruk Kurangnya pendidikan / training / instruksi kerja Desain produk Keinginan konsumen tidak dimengerti . 2.4.8 Kreativitas karyawan yang tidak dimanfaatkan (Underutilizing- People) Kehilangan waktu, gagasan, keterampilan, peningkatan, dan kesempatan belajar karena tidak melibatkan atau mendengarkan karyawan. Penyebabnya antara lain : Budaya bisnis Politik Perekrutan yang buruk Rendah / tidak adanya investasi untuk training Strategi upah rendah Turnover tinggi. 2.5
Dimensi Kualitas American Society for quality control mendefinisikan kualitas sebagai ciri dan
karakteristik total dari suatu produk atau suatu jasa yang dibuat atau dilakukan menurut spesifikasi untuk memuaskan pelanggan pada saat membeli dan selama penggunaan. Secara umum kualitas adalah “derajat atau tingkat kesempurnaan”. Kualitas adalah ukuran relatif dari kebaikan. Secara operasional, produk atau jasa yang berkualitas adalah yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Adapun delapan dimensi kualitas menurut pelanggan adalah sebagai berikut: 1. Performance (Kinerja)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Performance atau Kinerja merupakan Dimensi Kualitas yang berkaitan dengan karakteristik utama suatu produk. Contohnya sebuah Televisi, Kinerja Utama yang kita kehendaki adalah kualitas gambar yang dapat kita tonton dan kualitas suara yang dapat didengar dengan jelas dan baik. 2. Features (Fitur) Features atau Fitur merupakan karakteristik pendukung atau pelengkap dari Karakteristik Utama suatu produk. Misalnya pada produk Kendaraan beroda empat (mobil), Fitur-fitur pendukung yang diharapkan oleh konsumen adalah seperti DVD/CD Player, Sensor atau Kamera Mundur serta Remote Control Mobil. 3. Reliability (Kehandalan) Reliability atau Kehandalan adalah Dimensi Kualitas yang berhubungan dengan kemungkinan sebuah produk dapat bekerja secara memuaskan pada waktu dan kondisi tertentu. 4. Conformance (Kesesuaian) Conformance adalah kesesuaian kinerja dan kualitas produk dengan standar yang diinginkan. Pada dasarnya, setiap produk memiliki standar ataupun spesifikasi yang telah ditentukan. 5. Durability (Ketahanan) Durability ini berkaitan dengan ketahanan suatu produk hingga harus diganti. Durability ini biasanya diukur dengan umur atau waktu daya tahan suatu produk. 6. Serviceability Serviceability adalah kemudahan layanan atau perbaikan jika dibutuhkan. Hal ini sering dikaitkan dengan layanan purna jual yang disediakan oleh produsen
http://digilib.mercubuana.ac.id/
seperti ketersediaan suku cadang dan kemudahan perbaikan jika terjadi kerusakan serta adanya pusat pelayanan perbaikan (Service Center) yang mudah dicapai oleh konsumen. 7. Aesthetics (Estetika/keindahan) Aesthetics adalah Dimensi kualitas yang berkaitan dengan tampilan, bunyi, rasa maupun bau suatu produk. Contohnya bentuk tampilan sebuah Ponsel yang ingin dibeli serta suara merdu musik yang dihasilkan oleh Ponsel tersebut. 8. Perceived Quality (Kesan Kualitas) Perceived Quality adalah Kesan Kualitas suatu produk yang dirasakan oleh konsumen. Dimensi Kualitas ini berkaitan dengan persepsi Konsumen terhadap kualitas sebuah produk ataupun merek. Seperti Ponsel iPhone, Mobil Toyota, Kamera Canon, Printer Epson dan Jam Tangan Rolex yang menurut Kebanyakan konsumen merupakan produk yang berkualitas. Berdasarakan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas adalah standar atau spesifikasi yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Produk dapat dikatakan berkualitas jika produk tersebut sesuai dengan standar atau spesifikasi yang telah ditetapkan. Biaya
kualitas
yaitu
biaya-biaya
yang
berkaitan
dengan
pencegahan,
pengidentifikasikan, perbaikan, dan pembetulan produk yang berkualitas rendah dan dengan opportunity cost dari hilangnya waktu produksi dan penjualan sebagai akibat rendahnya kualitas. Biaya kualitas adalah biaya yang terjadi karena kualitas produk yang dihasilkan rendah. Dengan demikian biaya kualitas berhubungan dengan kreasi, identifikasi, reparasi, dan pencegahan terjadinya produk yang tidak sempurna.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
biaya kualitas yaitu biaya yang mengacu pada biaya-biaya yang terjadi untuk mencegah atau biaya-biaya yang timbul sebagai hasil dari memproduksi suatu produk yang berkualitas rendah. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa biaya kualitas adalah biaya-biaya yang terjadi akibat gagalnya suatu produk atau jasa atau rendahnya kualitas dari produk atau jasa yang dihasilkan. 2.6
Biaya Kualitas Biaya kualitas adalah biaya yang terjadi atau mungkin akan terjadi karena
kualitas yang buruk. Jadi biaya kualitas adalah biaya yang berhubungan dengan penciptaan, pengidentifikasian perbaikan, dan pencegahan kerusakan. Biaya kualitas dikelompokan menjadi empat golongan yaitu : a. Biaya pencegahan (Prevention Cost). Biaya ini merupakan biaya yang terjadi untuk mencegah kerusakan produk yang dihasilkan, meliputi biaya yang berhubungan dengan perancangan, pelaksanaan, dan pemeliharaan sistem kualitas. Beberapa macam biaya yang termasuk dalam kelompok biaya pencegahan.
Teknik dan perencanaan kualitas. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan patokan rencana kualitas yang dihasilkan, rencana tentang kehandalan, rencana pemeriksaan, sistem data, dan rencana khusus dari jaminan kualitas.
Tinjauan produk baru. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk penyiapan usulan tawaran, penilaian rancangan baru dari segi kualitas, penyiapan program percobaan dan pengujian untuk menilai penampilan produk baru dan aktivitas-aktivitas kualitas lainnya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Rancangan proses atau produk. Biaya-biaya yang dikeluarkan pada waktu perancangan produk atau pemilihan proses produksi yang dimaksudkan untuk meningkatkan keseluruhan kualitas produk tersebut.
Pengendalian proses. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk teknik pengendalian proses, seperti grafik pengendalian yang memantau proses pembuatan dalam usaha mencapai kualitas produksi yang dikehendaki.
Pelatihan. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pengembangan, penyiapan, pelaksanaan, penyelenggaraan, dan pemeliharaan program latihan formal masalah kualitas.
Audit kualitas. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan terhadap rencana kualitas keseluruhan.
b. Biaya deteksi/penilaian (Detection/Appraisal Cost). Biaya deteksi adalah biaya yang terjadi untuk menentukan apakah produk dan jasa sesuai dengan persyaratan-persyaratan kualitas. Tujuan utama fungsi deteksi ini adalah untuk menghindari terjadinya kesalahan dan kerusakan sepanjang proses perusahaan, misalnya pencegahan pengiriman barang-barang yang tidak sesuai dengan persyaratan kepada para pelanggan. Yang termasuk dalam jenis kualitas ini antara lain adalah :
Pemeriksaan dan pengujian bahan baku yang dibeli. Biaya ini merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memeriksa dan menguji kesesuaian bahan baku yang dibeli dengan kualifikasi yang tercatum dalam pesanan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Pemeriksaan dan pengujian produk. Biaya ini meliputi biaya yang terjadi untuk meneliti kesesuaian hasil produksi dengan standar perusahaan, termasuk meneliti pengepakan dan pengiriman.
Pemeriksaan kualitas produk. Biaya ini meliputi biaya untuk melaksanakan pemeriksaan kualitas produk dalam proses maupun produk jadi.
Evaluasi persedian. Biaya ini meliputi biaya yang terjadi untuk menguji produk di gudang, dengan tujuan untuk mendeteksi terjadi penurunan kualitas.
c. Biaya kegagalan internal (Internal Failure Cost). Biaya Kegagalan Internal adalah biaya yang terjadi karena ada ketidaksesuaian dengan persyaratan dan deteksi sebelum sebelum barang atau jasa tersebut dikirim kepihak luar (pelanggan). Pengukuran biaya kegagalan internal dilakukan dengan menghitung kerusakan produk sebelum meninggalkan pabrik. Biaya kegagalan internal terdiri atas :
Sisa bahan (Scrap). Biaya yang timbul karena adanya bahan baku yang tidak terpakai dalam memenuhi tingkat kualitas yang dikehendaki.
Pengerjaan ulang. Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan proses pengerjaan ulang agar dapat memenuhi standar kualitas yang disyaratkan.
Biaya untuk memperoleh material (bahan baku). Biaya-biaya tambahan yang timbul karena adanya aktivitas menangani penolakan (rejects) dan pengaduan (complaints) terhadap bahan baku yang telah dibeli.
Factory Contact Engineering. Biaya yang berhubungan dengan waktu yang digunakan oleh para ahli produk atau produksi yang terlibat dalam masalahmasalah produksi yang menyangkut kualitas
http://digilib.mercubuana.ac.id/
d. Biaya kegagalan Eksternal (External Failure Cost). Biaya kegagalan eksternal adalah biaya yang terjadi karena produk atau jasa gagal memenuhi persyaratan-persyaratan yang diketahui setelah produk itu dikirimkan kepada pelanggan, seperti biaya dalam rangka meralat cacat kualitas setelah produk sampai ke pelanggan dan laba gagal yang diperoleh karena hilangnya peluang sebagai akibat adanya produk atau jasa yang tidak dapat diterima oleh pelanggan. Biaya ini merupakan biaya yang paling membahayakan karena dapat membuat reputasi buruk, kehilangan pelanggan dan kehilangan pangsa pasar. Biaya kegagalan eksternal meliputi:
Biaya untuk menangani keluhan dan pengembalian dari pelanggan, biaya ini meliputi semua biaya yang ditimbulkan karena adanya keluhan-keluhan tertentu,
sehingga
diperlukan
pemeriksaan,
reparasi
atau
penggantian/penukaran produk. Biaya penanganan keluhan ini dibedakan antara yang masih bergaransi dan masa garansinya sudah lewat.
Pelayanan (service) produk, adalah biaya yang dikeluarkan akibat dari usaha untuk memperbaiki ketidaksempurnaan atau untuk pengujian khusus atau untuk memperbaiki yang cacat yang bukan disebabakan oleh adanya keluhan pelanggan.
Biaya penarikan kembali dan pertanggung jawaban produk, biaya untuk menangani pengembalian produk, perbaikan atau penggantian, biaya hukum atau biaya penyelesaian hukum.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Penjualan yang hilang karena produk yang tidak memuaskan, margin kontribusi yang hilang karena pesanan yang tertunda, penjualan yang hilang dan menurunnya pangsa pasar.
2.7 Alat Pengendalian Mutu Pakar Kualitas W. Edwards Deming mengajukan cara pemecahan masalah melalui Stastical Process Control (SPC) atau Statical Quality Control (SQC) yang dilandasi tujuh alat yang biasa dikenal dengan Seven Tools. Adapun ketujuh alat tersebut adalah: 1. Diagram Sebab Akibat Diagram ini sering pula disebut diagram tulang ikan (fishbone diagram). Alat ini dikembangkan pertama kali pada tahun 1950 oleh pakar kualitas Jepang, Kaoru Ishikawa. Diagram ini digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis suatu proses atau situasi dan menemukan kemungkinan penyebab suatu persoalan/masalah yang terjadi. Manfaat diagram ini adalah dapat memisahkan penyebab dari gejala, memfokuskan perhatian pada hal-hal yang relevan, serta dapat diterapkan pada setiap masalah. Berikut adalah Gambar 2.2 yaitu contoh diagram sebab akibat:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.2 Contoh Diagram Sebab Akibat 2. Check Sheet Check Sheet merupakan alat pengumpulan dan analisis data yang bertujuan untuk mempermudah proses pengumpulan data bagi tujuantujan tertentu dan menyajikannya dalam bentuk yang komunikatif sehingga dapat dikonversi menjadi informasi. Contoh check sheet dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Contoh Checksheet 3. Diagram Pareto Diagram ini digunakan untuk mengklasifikasikan masalah menurut sebab dan gejalanya. Masalah didiagramkan menurut prioritas atau tingkat kepentingannya, dengan menggunakan format grafik batang, dimana 100% menunjukan kerugian total. Diagram pareto digunakan untuk memperbandingkan berbagai ketegori kejadian yang disusun menurut ukurannya, dari yang paling besar di sebelah kiri ke yang paling kecil di sebelah kanan. Susunan tersebut akan membantu kita untuk menentukan pentingnya kategori kejdian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang dikaji atau untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
mengetahui masalah utama proses. Dengan bantuan pareto chart tersebut, kegiatan akan lebih efektif dengan memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampak yang paling besar terhadap kejadian dari pada meninjau berbagai sebab pada suatu ketika. Berbagai pareto chart dapat digambarkan dengan menggunakan data yang lama, tetapi digambarkan secara berlainan dengan cara menunjukan data menurut frekuensi terjadinya, menurut biaya, waktu terjadinya, dapat diungkapkan berbagai prioritas penanganannya bergantung pada kebutuhan spesifik. Dengan demikian, tidak begitu saja menentukan bar yang terbesar dalam diagram pareto sebagai persoalan terbesar. Dalam hal ini, harus dikumpulkan informasi secukupnya. Dalam mengadakan analisis pareto, harus diatasi sebab kejadian, bukan gejalanya. Diagram pareto berikut menunjukan jumlah kecelakaan yag
http://digilib.mercubuana.ac.id/
terjadi pada berbagai instansi dalam suatu organisasi. Contoh diagram pareto dapat dilihat pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 Contoh Diagram Pareto 4. Control Chart Control Chart digunakan untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) yang terjadi dengan menggambarkan atau memetakan data selama periode waktu tertentu. Kecendrungan (trend) tersebut sangat berguna untuk memisahkan sebab dari gejala. Dalam setiap proses selalu ada dua variasi, yaitu variasi yang tidak terelakkan yang timbul dalam kondisi normal dan variasi yang disebabkan oleh suatu masalah (abnormal). Control Chart berguna untuk menganalisis proses dengan tujuan memperbaikinya secara terus menerus. Grafik ini mendeteksi penyimpangan abnormal dengan bantuan grafik garis. Grafik ini berbeda dari grafik garis standar dengan adanya garis kendali batas di tengah, atas dan bawah. Rumusan untuk grafik X dan R pada control chart dapat dilihat pada Tabel 2.1 . Tabel 1.1 Rumusan untuk grafik X dan R control chart Jenis Rumusan
Grafik x
Grafik R
Ukuran sample
Kecil, normal <10, biasanya 3 atau 5
Kecil, normal biasanya 3 atau 5
Faktor diawasi
x - variasi rataan sampel
R – variasi range sample
Titik Pusat
x = (x1+...xm)/m
R = xmaks - xmin
BPA
x + A2R
D4R
BPB
x – A2R
D3R
yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
<10,
Standar Proses
Deviasi
R/d2
R/d2
Keterangan : X-bar
= rataan
X-bar-bar = rataan total R
= Range
A2
= Nilai konstan yang diperoleh dari 3/(d2n)
d2
= Rataan variabel random mean
d3
= Rataan variabel random range
D3
= 1 - 3(d3/d2)
D4
= 1 + 3(d3/d2) Untuk contoh control chart dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Contoh Control Chart 5. Histogram Histogram merupakan suatu diagram yang dapat menggambarkan penyebaran atau standar deviasi suatu proses. Data frekuensi yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
diperoleh dari pengukuran menunjukan suatu puncak pada suatu nilai tertentu. Variasi ciri khas kualitas yang dihasilkan disebut distribusi. Angka yang menggambarkan frekuensi dalam bentuk batang disebut histograin. Alat tersebut terutama digunakan untuk menentukan masalah dengan memeriksa bentuk dispersi, nilai rata-rata, dan sifat dispersi. Untuk contoh histogram dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Contoh Histogram 6. Stratifikasi Stratifikasi merupakan teknik pengelompokkan data ke dalam kategori-kategori tertentu, agar dapat menggambarkan permasalahn secara jelas sehingga kesimpulan-kesimpulan dapat lebih mudah diambil. Kategori-kategori yang dibentuk meliputi data relatif terhadap lingkungan, sumber daya manusia yang terlibat, mesin yang digunakan dalam proses, bahan baku, dan lain-lain.
7. Scatter Diagram
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Scatter
diagram
ini
adalah
gambaran
yang
menujukkan
kemungkinan hubungan (korelasi) antara pasangan dua macam variabel. Walaupun terdapat hubungan, namun tidak berarti bahwa satu variabel menyebabkan timbulnya variabel yang lain. Scatter diagram biasanya menjelaskan adanya hubungan antara dua variabel dan menunjukkan keeratan hubungan tersebut, yang diwujudkan sebagai koefisien korelasi (Hunt: 1993: 140). Untuk contoh scatter diagram dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 2.7 Contoh Scatter Diagram
2.8 Unsur Total Quality Mangement Tjiptono (1995) menyatakan bahwa terdapat sepuluh unsur utama TQM. Adapun kesepuluh unsur tersebut adalah: 1. Fokus pada pelanggan 2. Obsesi terhadap kualitas 3. Pendekatan ilmiah 4. Komitmen jangka panjang 5. Kerja sama tim
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6. Perbaikan sistem secara berkesinambungan 7. Pendidikan dan pelatihan 8. Kebebasan yang terkendali 9. Kesatuan tujuan 10. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan 2.8.1 Fokus Pada Pelanggan Fokus pada pelanggan menurut International Standard Organization (2000:5) ialah top manajemen harus menjamin persyaratan/keinginan pelanggan yang ditetapkan dan dipenuhinya tujuan meningkatkan kepuasan pelanggan. Whitely dalam Goetsch dan Davis (1994:149-150) mengemukakan karakteristik organisasi yang sukses dalam membentuk fokus pada pelanggan, yaitu: 1. Visi, komitmen, dan suasana Manajemen menunjukkan baik dengan kata dan tindakan, bahwa pelanggan itu penting bagi organisasi, organisasi memiliki komitmen besar terhadap kepuasan pelanggan. Dimana kebutuhan pelanggan lebih diutamakan dari kebutuhan internal organisasi. Salah satu cara untuk menunjukkan komitmen itu adalah menjadikan fokus pada pelanggan sebagai faktor utama dalam pertimbangan kenaikan pangkat atau promosi dan kompensasi. 2. Penjajaran dengan pelanggan Organisasi yang bersifat customer driven akan menyesuaikan perubahan selera pelanggan dengan menyejajarkan dirinya dengan para pelanggan. Hal ini tercermin dalam beberapa hal diantaranya adalah: a. Pelanggan berperan sebagai penasihat dalam penjualan barang dan pelayanan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
b.
Pelanggan tidak pernah dijanjikan sesuatu yang lebih daripada yang dapat diberikan
c. Pegawai memahami atribut produk yang paling dihargai pelanggan d. Masukan dan umpan balik dari pelanggan dimasukkan dalam proses pengembangan produk/pelayanan. 3. Kemauan untuk mengidentifikasi dan mengatasi permasalahan pelanggan Organisasi
yang
bersifat customer driven selalu
berusaha
untuk
mengidentifikasi dan mengatasi permasalahan para pelanggannya. Hal ini tercermin dalam beberapa hal diantaranya: a. Keluhan pelanggan dipantau dan dianalisa b. Selalu mengupayakan adanya umpan balik dari pelanggan c. Organisasi berusaha mengidentifikasi dan menghilangkan proses, prosedur, dan sistem internal yang tidak menciptakan nilai bagi pelanggan 4. Memanfaatkan informasi dari pelanggan Organisasi yang bersifat customer driven tidak hanya mengumpulkan umpan balik dari pelanggan, tetapi juga menggunakan dan menyampaikannya kepada semua pihak yang membutuhkan dalam rangka melakukan perbaikan. Pemanfaatan informasi pelanggan ini tercermin dalam beberapa hal yaitu: a. Semua pegawai memahami bagaimana pelanggan menentukan kualitas b. Pegawai pada semua level diberi kesempatan untuk bertemu dengan pelanggan c. Pegawai mengetahui siapa yang menjadi pelanggan sesungguhnya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
d. Organisasi memberikan informasi yang membantu terciptanya harapan realistis kepada para pelanggan, prinsip dasarnya ialah janjikan apa yang bisa diberikan, tetapi berikan lebih dari yang dijanjikan e. Pegawai dan Manajer memahami kebutuhan dan harapan pelanggan 5. Mendekati para pelanggan Berdasarkan pendekatan TQM, tidak cukup bila organisasi hanya pasif dan menunggu umpan balik yang disampaikan oleh pelanggannya. Berbagai bidang yang kompetitif menuntut pendekatan yang lebih aktif. Mendekati pelanggan berarti melakukan hal-hal yaitu: a. Memudahkan pelanggan untuk menjalankan bisnis b. Berusaha untuk mengatasi semua keluhan pelanggan c. Memudahkan pelanggan dalam menyampaikan keluhannya, misalnya melalui telepon, surat, dan datang langsung. 6. Kemampuan, kesanggupan, dan pemberdayaan pegawai Pegawai diperlukan sebagai profesional yang memiliki kemampuan dan diberdayakan untuk menggunakan pertimbangannya sendiri dalam melakukan hal-hal yang dianggap perlu dalam rangka memuaskan kebutuhan pelanggan. Hal ini berati setiap pegawai memahami produk/jasa yang mereka tawarkan dan kebutuhan pelanggan yang berkaitan dengan produk/jasa tersebut. Ini juga berarti bahwa pegawai diberi sumber daya dan dukungan yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. 7. Penyempurnaan produk dan proses secara terus-menerus Organisasi yang bersifat customer driven melakukan setiap tindakan yang diperlukan untuk secara terus-menerus memperbaiki produk/jasa dan proses
http://digilib.mercubuana.ac.id/
yang menghasilkan produk/jasa tersebut. Pendekatan ini diwujudkan dalam beberapa hal yakni: a. Kelompok fungsional internal bekerja sama untuk mencapai sasaran bersama b. Praktik-praktik terbaik yang berkaitan dengan bidang pendidikan dipelajari dan dilaksanakan c. Waktu siklus riset dan pengembangan secara terus-menerus dikurangi d. Setiap masalah diatasi dengan segera e. Investasi dalam pengembangan ide-ide inovatif dilakukan. Ketujuh karakteristik tersebut dapat digunakan sebagai pedoman dan membentuk fokus pada pelanggan. Pada tahap awal setiap organisasi perlu melakukan analisis diri. Dalam analisis ini akan ditentukan karakteristik mana yang sudah dan belum ada dalam organisasi. Organisasi perlu mewujudkan karakteristik yang belum ada tersebut sehingga fokus pada pelanggan dapat terbentuk. 2.8.2 Obsesi Terhadap Kualitas Tjiptono (1995) menyatakan bahwa dalam organisasi yang menerapkan TQM, penentu akhir kualitas adalah pelanggan. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan tersebut. Hal ini berarti bahwa semua karyawan pada setiap level berusaha melaksanakan setiap aspek pekerjaannnya berdasarkan perspektif “Bagaimana kita dapat melakukannya dengan lebih baik ?”. Bila suatu organisasi terobsesi dengan kualitas, maka berlaku prinsip “good enough is never good enough”.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.8.3 Pendekatan Ilmiah Tjiptono (1995) menyatakan bahwa pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan. 2.8.4 Komitmen Jangka Panjang Tjiptono (1995) menyatakan bahwa TQM merupakan suatu paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu diperlukan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses. Komitmen jangka panjang perlu dipegang teguh oleh Manajemen, agar TQM dapat berjalan secara kontinu. 2.8.5 Kerja Sama Tim Kerjasama tim merupakan salah satu unsur fundamental dalam TQM. Tim merupakan sekelompok orang yang memiliki tujuan bersama. Dengan menggunakan tim kerja, organisasi akan dapat memperoleh penyelesaian yang cepat dan tepat terhadap semua masalah. Suatu tim biasanya juga memberikan perbaikan-perbaikan permanen dalam proses dan operasi-operasi. Dalam sebuah tim, orang-orang merasa lebih nyaman untuk mengajukan masalah-masalah yang terjadi dan dapat dengan segera memperoleh bantuan dari pekerja-pekerja lainnya berupa solusi-solusi yang akan digunakan untuk menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Faktor-faktor yang mendasari perlunya dibentuk tim-tim tertentu dalam suatu organisasi (Tjiptono & Diana, 2001) adalah:
Pemikiran dari 2 orang atau lebih cenderung lebih baik daripada pemikiran satu orang saja
Konsep sinergi (1+1>2), yaitu bahwa hasil keseluruhan (tim) jauh lebih baik daripada jumlah bagiannya (anggota individual)
Anggota tim dapat saling mengenal dan saling percaya, sehingga mereka dapat saling membantu
Kerjasama tim dapat menyebabkan komunikasi terbina dengan baik.
Secara umum terdapat tiga jenis tim yang diadopsi oleh organisasi TQM: a. Tim Perbaikan Mutu (Quality Improvement Teams atau QITs) Jenis ini merupakan bentuk tim sementara yang dibentuk untuk menyelesaikan suatu masalah spesifik yang sering terjadi berulang-ulang. Tim ini biasanya dibentuk untuk periode tertentu antara 3 sampai 12 bulan. b. Tim Penyelesaian Masalah (Problem Solving Teams atau PSTs) Jenis ini juga merupakan bentuk tim sementara yang dibentuk untuk memecahkan masalah-masalah tertentu dan juga untuk mengidentifikasi dan mengatasi penyebab dari masalah-masalah tersebut. Umumnya tim ini dibentuk untuk masa kerja 1 minggu sampai 3 bulan. c. Tim Kerja Biasa (Natural Work Teams atau NWTs) Jenis ini terdiri dari sejumlah grup-grup kecil dari pekerja-pekerja terampil yang saling berbagi tugas dan tanggungjawab. Tim ini menggunakan konsep-konsep seperti keterlibatan semua karyawan, pengaturan mandiri
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dan lingkaran mutu (quality circles). Tim-tim ini biasanya bekerja untuk jangka waktu 1 sampai 2 jam per minggu. 2.8.6 Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan Tjiptono (1995) berpendapat bahwa setiap produk atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu dalam suatu sistem/lingkungan. Oleh karena itu sistem yang ada perlu diperbaiki secara terus-menerus agar kualitas yang dihasilkan dapat meningkat. Perbaikan sistem secara berkesinambungan perlu menjadi fokus dari semua pihak di perusahaan, agar terjalin keharmonisan sistem didelamnya. Dibutuhkan komitmen manajemen tingkat tinggi untuk dapat menjaga konsistensi
perusahaan
terhadap
komitmen
perbaikan
sistem
secara
berkesinambungan. Perbaikan sistem secara berkesinambungan menjadi tanggung jawab dan fokus dari semua departemen bukan hanya top management atau bagian quality. Untuk itu perlu diterapkan budaya di perusahaan untuk dapat menjaga kekonsistensiannya. 2.8.7 Pendidikan dan Pelatihan Dalam menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental untuk dapat berkembang dan bersaing dengan perusahaan lain, apalagi dalam era persaingan global. Menurut Rumagit (2013), dewasa ini masih terdapat perusahaan yang menutup mata terhadap pentingnya pendidikan dan pelatihan. Mereka beranggapan bahwa perusahaan bukanlah sekolah, yang diperlukan adalah tenaga terampil siap pakai. Jadi, perusahaan-perusahaan seperti itu hanya akan memberikan pelatihan sekadarnya kepada para karyawannya. Kondisi seperti itu menyebabkan perusahaan yang bersangkutan tidak berkembang dan sulit bersaing dengan perusahaan lainnya,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
apalagi dalam era persaingan global. Sedangkan dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan factor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar. Dalam hal ini berlaku prinsip bahwa belajar merupakan proses yang tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya. 2.8.8 Kebebasan yang Terkendali Rumagit (2013) berpendapat bahwa dalam TQM keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan ‘rasa memiliki’ dan tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang telah dibuat. Selain itu unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak. Meskipun demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan dan pemberdayaan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik. Pengendalian itu sendiri dilakukan terhadap metodemetode pelaksanaan setiap proses tertentu. Dalam hal ini karyawan yang melakukan standarisasi proses dan mereka pula yang berusaha mencari cara untuk meyakinkan setiap orang agar bersedia mengikuti prosedur standar tersebut. 2.8.9 Kesatuan Tujuan Rumagit (2013) berpendapat bahwa agar TQM dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Namun hal ini tidak berarti bahwa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
harus selalu ada persetujuan atau kesepakatan antara pihak manajemen dan karyawan mengenai upah dan kondisi kerja. 2.8.10 Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan Rumagit (2013) berpendapat bahwa keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM. Usaha untuk melibatkan karyawan membawa dua manfaat utama. Pertama, hal ini akan meningkatkan kemungkinan dihasilkannya keputusan yang baik, rencana yang lebih baik, atau perbaikan yang lebih efektif Karena juga mencakup pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak yang langsung berhubungan dengan situasi kerja. Kedua, keterlibatan karyawan juga meningkatkan ‘rasa memiliki’ dan tanggung jawab
atas
keputusan
dengan
melibatkan
orang-orang
yang
harus
melaksanakannya. Pemberdayaan bukan sekadar berarti melibatkan karyawan tetapi juga melibatkan mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh-sungguhb berarti. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menyusun pekerjaan yang memungkinkan para karyawan untuk mengambil keputusan mengenai perbaikan proses pekerjaannya dengan parameter yang ditetapkan dengan jelas. 2.9 Definisi S,Q,C,D,E (Safety, Quality, Cost, Delivey dan Improvement) 2.9.1 Safety Kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu upaya untuk menciptakan suasana bekerja yang aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah mencapai produktivitas setinggi-tingginya. Keselamatan kerja merupakan keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. (Suma’mur,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
1989) Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 dalam (Markkanen, 2004) menerangkan bahwa Undang-undang ini meliputi semua tempat kerja dan menekankan pentingnya upaya atau tindakan pencegahan primer, serta memenuhi dan menaati semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan.
Menurut Suma’mur (1996), berpendapat bahwa kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan beserta prakteknya yang bertujuan agar para pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan serta terhadap penyakit umum. Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan memberikan ketentuan mengenai kesehatan kerja dalam Pasal 23, menyebutkan bahwa kesehatan kerja dilaksanakan supaya semua pekerja dapat bekerja dalam kondisi kesehatan yang baik tanpa membahayakan diri mereka sendiri atau masyarakat, dan supaya mereka dapat mengoptimalkan produktivitas kerja mereka sesuai dengan program perlindungan tenaga kerja. Melihat beberapa uraian diatas mengenai pengertian keselamatan dan pengertian kesehatan kerja diatas, maka dapat disimpulkan mengenai pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu bentuk usaha atau upaya bagi para pekerja untuk memperoleh jaminan atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam melakukan pekerjaan yang mana pekerjaan tersebut dapat mengancam dirinya yang berasal dari individu sendiri dan lingkungan kerjanya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Pada hakekatnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu keilmuan multidisiplin yang menerapkan upaya pemeliharaan dan peningkatan kondisi lingkungan kerja, keamanan kerja, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja serta melindungi tenaga kerja terhadap resiko bahaya dalam melakukan pekerjaan serta mencegah terjadinya kerugian akibat kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kebakaran, peledakan atau pencemaran lingkungan kerja.
Menurut Setyawati & Djati (2008) secara umum terdapat dua golongan penyebab kecelakaan yaitu (1) tindakan atau perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human acts) dan (2) keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe condition). 2.9.2 Quality Adapun definisi quality menurut beberpa ahli, antara lain: a. Menurut Juran (1962) "kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya” b. Menurut Crosby (1979) "kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi availability, delivery, realibility,
maintainability, dancost
effectiveness” c. Menurut Feigenbaum (1991) "kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintenance, yang mana produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan yang baik dan sesuai dengan standard yang ada”.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
d. Menurut Elliot (1993) "kualitas adalah sesuatu yang berbeda untuk orang yang berbeda dan tergantung pada waktu dan tempat atau dikatakan sesuai dengan tujuan". e. Menurut Deming (1986) “kualitas adalah menterjemahkan untuk mengubah kebutuhan yang akan datang dari pengguna kedalam suatu karakteristik yang diperlukan agar sebuah produk dapat di desain dan dibuat untuk memberikan kepuasan dengan harga yang dibayar oleh pengguna”. 2.9.3 Cost Adapun definisi cost menurut beberpa ahli, antara lain: Mulyadi (2000), mengemukakan bahwa definisi biaya dibagi atas dua, yaitu biaya dalam arti sempit dan biaya dalam arti luas. Dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi dan kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan pengertian biaya dalam arti sempit adalah sebagai pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva. Dari definisi biaya tersebut terdapat empat unsur pokok, yaitu: a. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi. b. Diukur dalam satuan uang. c. Yang telah terjadi atau secara potensial akan terjadi. d. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu. Mas’ud Machfoeds (1996), mengemukakan biaya adalah beban terhadap penghasilan karena perusahaan menggunakan sumber daya ekonomi yang ada.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.9.4 Delivery Berikut ini adalah pengertian penyerahan (delivery) menurut para ahli dibidangnya didefinisikan sebagai berikut: a. Menurut Suyono (2003) “Delivery adalah penyerahan muatan yang merupakan kegiatan menyerahkan barang dari dan ke wilayah pelabuhan”. b. Menurut Sutiyar (1994) “Delivery adalah penyerahan muatan kepada yang berhak di pelabuhan tujuan”. c.
Menurut Asad (1992) “Delivery adalah tindakan penyerahan barang-barang yang dimiliki berdasarkan nota kepada pihak lain”.
d. Menurut Diklat PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia Jakarta (2001) “Delivery adalah suatu kegiatan penyerahan barang yang berlangsung di sisi lambung kapal atau di lapangan penumpukan dan dapat juga dilaksanakan di area lapangan tertutup (gudang)” e. Menurut Djoko (2003) “Delivery adalah kegiatan pengalihan kepemilikan fisik suatu barang, seperti pengalihan kepemilikan dari pengirim ke perusahaan pengangkutan, dari perusahaan pengangkutan yang satu ke perusahaan pengangkutan yang lain, atau dari perusahaan pengangkutan ke penerima barang”. 2.9.5 Environment Pengertian environment (lingkungan) adalah situasi dimana perilaku terjadi. ia mencakup lingkungan potensial dan lingkungan aktual. Lingkungan potensial mencakup berbagai kemungkinan konsekuensi yang dapat terjadi setelah respons individual. Lingkungan aktual mencakup semua perubahan dalam situasi yang terjadi sebagai akibat dari tindakan individual.
http://digilib.mercubuana.ac.id/