BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANAK 2.1.1 Pengertian Anak Anak merupakan modal dasar bagi pembangunan nasional dan penerus cita-cita perjuangan bangsa yang kelak diharapkan mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya demi kelestarian bangsa dan Negara. Anak adalah generasi pererus yang perlu ditingkatkan kualitasnya sebagai sumber daya manusia bagi perbaikan masa depan bangsa. Untuk menjadipenerus yang akan melanjutkan cita-cita bangsa dan Negara maka anak harus tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa yang sehat jasmani, rohani, pendidikan dan bermental terpuji (http://analisis-situasi-pekerja-anak.or.id.diakses tanggal 26 oktober 2012 pukul 19.04). Beberapa ketentuan hukum manusia disebut sebagai anak dengan pengukuran atau batasan usia. Menurut The Minimum Age Convention Nomor 138 pengertian tentang anak adalah seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Kondisi ini tercermin dari perbedaan batasan usia menurut Konvensi Hak Anak (KHA) maupun Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Menurut Konvensi Hak Anak definisi anak secara umum adalah manusia yang umurnya belum mencapai 18 tahun. Implementasi keputusan Konvensi Hak Anak tersebut setiap negara diberikan peluang untuk menentukan berapa usia manusia yang dikategorikan sebagai anak. Dalam KHA (pasal 1) disebutkan bahwa anak berarti setiap manusia yang berusia di bawah delapan belas tahun kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku untuk anak-anak, kedewasaan telah dicapai lebih cepat. Hal yang sama juga dijelaskan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Universitas Sumatera Utara
Sementara itu United Nations Internasional Children’s Emergency Fund (UNICEF) mendefinisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0-18 tahun. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan undang-undang perkawinan menetapkan batas anak usia 16 tahun (Huraerah, 2006: 31). Bahwa sebuah keluarga terdapat anak-anak yang menjadi tanggung jawab orang tua baik yang masih dalam kandungan, masa bayi hingga anak mencapai usia dewasa dan mandiri. Sebagai bagian dari masyarakat bangsa, anak juga memiliki hak-hak yang berguna dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya seperti bertahan hidup, tumbuh kembang, perlindungan, partisipasi (http://kebijakan-pembangunan-kesejahteraan-/dan-perlindungan-anak-kpa.ac.id/diakses tanggal 27 oktober 2012 pukul 21.45 WIB). Pengakuan terhadap anak secara internasional dilakukan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) melalui suatu konvensi yaitu pada tahun 1989. Prinsip-prinsip yang dianut dalam konvensi hak anak adalah a. Non Diskriminasi (Pasal 2) semua hak anak yang diakui dan terkandung dalam KHA (Konvensi Hak Anak) harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa perbedaan apapun. b. Kepentingan terbaik untuk anak (Pasal 3) semua tindakan yang menyangkut anak, pertimbangannya adalah apa yang terbaik untuk anak. c. Kelangsungan hidup dan perkembangan anak (Pasal 6) hak hidup yang melekat pada diri setiap anak harus diakui atas perkembangan hidup dan perkembangannya harus dijamin d. Penghargaan terhadap pendapat anak (Pasal 12) pendapat anak terutama yang menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya perlu diperhatikan dalam setiap pengambilan keputusan (http://Pekerja.anak{{erka.htm/diakses tanggal 27 oktber 2012 pukul 22.05 WIB).
Universitas Sumatera Utara
Sistem struktural masyarakat, anak seringkali dianggap sebagai pelaksana dari keputusan yang ditetapkan oleh orang dewasa karena masih belum memiliki kapasitas untuk mandiri. Anak hanya dianggap sebagai konsumen dari budaya yang telah dikembangkan oleh orang dewasa. Agar proses menuju kematangan sebagai seorang individu diperlukan tindakan sosialisasi dari orang-orang dewasa sekitarnya. Sehubungan dengan konsep pemaknaan anak (children), pada masa kanak-kanak (childhood) beberapa ahli sosiologi seperti Jenks serta James dan Prout menyatakan ada beberapa ciri-ciri paradigma tentang anak yaitu: a. Masa kanak-kanak (childhood) dipahami sebagai sebuah konstruksi sosial. Pandangan ini memilki perbedaan dan kematangan biologis yang memandang bahwa masa kanakkanak sebagai sebuah gambaran natural dan universal. Memandang childhood sebuah komponen struktural dan kultural yang khusus dari berbagai masyarakat. b. Childhood merupakan sebuah variabel dari analisis sosial. Hal ini tidak bisa terlepas dari variabel lain seperti gender, kelas dan etinisitas. Analisis komparatif dan crosskultrural lebih mengungkapkan keberagaman dari childhood dari pada sebuah fenomena yang bersifat tunggal dan universal c. Hubungan sosial anak. Hubungan sosial anak dan budaya merupakan studi yang berguna dalam hak (right) anak, bebas dari perspektif dan kepentingan orang dewasa (adults). d. Anak merupakan dan harus dipandang sebagai subjek yang aktif dalam konstruksi dan determinasi dari kehidupan sosial mereka sendiri, kehidupan di seputar mereka dan dari masyarakat dimana mereka tinggal. Anak bukanlah subjek pasif dari struktur dan proses sosial e. Childhood merupakan sebuah fenomena dalam kaitan dengan mana hermeneutik ganda dari ilmu pengetahuan sosial merupakan pernyataan yang benar atau tajam (acutely). Untuk menyatakan sebuah paradigma baru dari sosiologi, childhood juga perlu ikut
Universitas Sumatera Utara
terlibat dalam proses rekonstruksi childhood dalam masyarakat (James, Prout, & Allans, 1997: 8).
2.1.2 Hak-Hak Anak Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Bab II Pasal 2-9 mengatur hak-hak anak atas kesejahteraan, sebagai berikut: a. Hak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar. Asuhan yang dimaksud adalah berbagai upaya yang dilakukan kepada anak-anak yang tidak mempunyai orang tua dan terlantar, anak terlantar dan anak yang mengalami masalah kelainan yang bersifat sementara sebagai pengganti orang tua atau keluarga agar dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial. b. Hak atas pelayanan Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna. c. Hak atas pemeliharaan dan perlindungan, anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan. d. Hak atas perlindungan lingkungan hidup, anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar e. Hak mendapat pertolongan pertama dalam keadaan yang membahayakan, anak pertama-tama berhak mendapat pertolongan, bantuan dan perlindungan.
Universitas Sumatera Utara
f. Hak memperoleh asuhan dimana anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan olehnegara atau orang atau badan lain. Dengan demikian anak yang tidak mempunyai orang tua itu dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik jasmani, rohani maupun sosial. g. Hak memperoleh bantuan dimana anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan agar dalam lingkungankeluarganya dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar. h. Hak diberi pelayanan dan asuhan, anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yangbertujuan mendorong guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya. i. Hak memperoleh pelayanan khusus, anak cacat berhak memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan sejauh batas kemampuan dan kesanggupannya. j. Hak mendapat bantuan dan pelayanan, dimana anak berhak mendapat bantuan dan pelayanan yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anak menjadi hak setiap anak, tanpa membedakan jenis kelamin, agama, pendidikan dan kedudukan sosial (Prinst, 1997: 57).
2.1.3 Hak Anak Dalam Masa Tanggap Darurat Menurut cara pembagian yang dirumuskan oleh Komite Hak Anak PBB yang mengelompokkan Konvensi Hak Anak menjadi delapan Kategori yaitu: a. Hak sipil dan kemerdekaan Ada dua hak dasar anak yang harus diperhatikan terkait dengan hak sipil dan kemerdekaan dalam tanggap darurat yaitu
Universitas Sumatera Utara
1. Hak atas pencatatan kelahiran dan identitas (KHA pasal 7, UUPA pasal 5) Situasi pasca bencana, kehancuran infrastruktur dan kelumpuhan sistem administrasi negara, membuat anak-anak yang lahir pasca gempa tidak tercatat. Hal ini menempatkan anak-anak dalam situasi kehilangan hak akibat tidak tercatat dalam mekanisme pencatatan kelahiran ataupun pencatatan darurat menyangkut bantuan darurat. Disamping itu situasi darurat saat bencana mengakibatkan masyarakat tidak dapat mengamankan harta benda dan dokumen-dokumen berharga seperti akte kelahiran sehingga ketika bencana datang akte kelahiran tersebut menjadi ikut rusak. Oleh karena itu, perlu mengembangkan program khusus dari pemangku kepentingan untuk memenuhi kebutuhan anak akan hak identitas mereka. Selama ini karena dianggap tidak terlalu mendesak program yang mencoba menjawab kebutuhan ini belum banyak dilakukan dalam masa tanggap darurat 2. Hak atas Kebebasan Beragama (KHA pasal 27) Situasi pasca bencana, bantuan kemanuasiaan baik fisik maupun bersifat dukungan psikologis harus ditujukan kepada semua anak atau orang dewasa tanpa memandang keyakinan dan agama. Situasi pasca bencana sangat mudah dijumpai pemberian bantuan dan dukungan kemanusiaan yang lain dimanfaatkan baik secara langsung maupun terselubung untuk memaksakan keyakinan agama pada korban termasuk anak-anak. Oleh karena itu, setiap program yang dilaksanakan haruslah menghormati keyakinan dan agama yang dianut oleh penerima manfaat program sehingga program yang dilaksanakan tidak dijadikan media untuk mengubah keyakinan anak. Dalam konteks ini peran masyarakat dan pemerintah menjadi penting untuk memantau setiap program yang mempunyai maksud dan tujuan tersembunyi untuk mengubah agama para penerima manfaat.
Universitas Sumatera Utara
b. Lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif 1. Hak atas bimbingan orang tua (KHA pasal 5) Situasi pasca bencana, kehidupan yang serba darurat sering membuat orangtua kehilangan kontrol atas pengasuhan dan bimbingan terhadap anak-anak mereka. Keadaan ini dapat mengancam perkembangan mental, moral dan sosial anak, sekaligus menempatkan anak dalam posisi rentan terhadap kemungkinan tindak eksploitasi, penculikan, kekerasan dan perdagangan. Perhatian dari orang tua mengambil peran penting dalam membantu anak melewati masa-masa krisis setelah bencana. Oleh karena itu menjadi penting untuk setiap stakeholder atau pemangku kepentingan melibatkan peran orang tua dalam melakukan pendampingan terhadap anak-anak mereka sesuai dengan kapasitas yang bisa diperankan oleh mereka. Peran paling sederhana yang bisa diperankan oleh orang tua adalah bersikap tenang karena anak-anak secara psikologis melihat tanda dari apa yang diperlihatkan oleh orang tua mereka. Mereka akan menjadi semakin panik dan stress ketika orang tua mereka menunjukkan kepanikan dan stres. Oleh karena itu orang tua dan pemangku kepentingan yang lain harus mendampingi anak dan meyakinkan mereka bahwa keluarga dan masyarakat akan memperhatikan mereka dan keadaan akan kembali normal. Disamping itu orang tua adalah teman anak yang dapat mendorong anak untuk mengungkapkan perasaan dan perhatian mereka terkait dengan bencana. Kemampuan mendengarkan dan berempati dari orang tua menjadi kekuatan yang luar bisaa dalam membantu anak melewati masa-masa krisis akibat bencana (Lazarus, 2002: 3)
Universitas Sumatera Utara
2. Hak untuk tidak dipisahkan dan penyatuan kembali dengan orang tua (KHA pasal 9 dan 10, UUPA pasal 7) Situasi pasca bencana anak-anak dapat terpisahkan dari orang tua mereka. Kemungkinan situasi keterpisahan bersifat permanen (orangtua meninggal atau tidak pernah ditemukan) atau temporer hingga orang tua kelak ditemukan. Oleh karena itu prioritas utama program yang dapat dilakukan adalah program reunifikasi atau mempertemukan anak dengan orang tua dan keluarganya. c. Kesehatan dan kesejahteraan dasar 1. Hak khusus anak difabel atau orang dengan kecacatan (KHA pasal 23) Pada saat dan pasca bencana anak-anak difabel berada dalam kerentanan khusus karena situasi kecacatan mereka. Saat terjadi bencana mereka mengalami kesulitan untuk menyelamatkan diri. Disamping itu peristiwa bencana dapat mengakibatkan anak menjadi difabel baru. Saat pasca bencana kebutuhan khusus mereka seringkali terabaikan oleh bantuan masa tanggap darurat yang disalurkan. Oleh karena itu menjadi penting untuk merancang program yang memperhatikan kebutuhan khusus dari anak-anak difabel baik karena bencana atau tidak 2. Hak atas pelayanan kesehatan (KHA pasal 6 dan 24, UUPA pasal 8) Pada saat dan pasca bencana anak-anak dihadapkan pada situasi yang dapat mengancam tingkat kesehatan mereka. Hancur dan rusaknya fasilitas sanitasi, lukaluka akibat bencana alam ataupun lingkungan buruk pasca bencana alam menyebabkan dapat menurunkan tingkat kesehatan anak. Disisi lain hilangnya kemampuan orang tua memberikan asupan gizi yang layak dalam jangka panjang dapat mempengaruhi perkembangan fisik dan kesehatan anak. Oleh karena itu program yang memberikan layanan kesehatan gratis bagi korban anak sangat dibutuhkan dalam situasi tanggap darurat. Pengalaman penanganan bencana selama
Universitas Sumatera Utara
ini menunjukan banyak sekali program-program layanan kesehatan yang disediakan untuk korban bencana baik anak-anak maupun orang dewasa baik dari unsur pemerintah dan non-pemerintah 3. Hak atas standar penghidupan yang layak (KHA pasal 27) Situasi pasca bencana standar kehidupan yang layak bagi perkembangan jasmani, mental, spiritual, moral and sosial anak yang dalam situasi normal disediakan oleh orangtua atau wali tidak terpenuhi akibat kerusakan sarana prasarana.
Stakeholder
(pemangku
kepentingan)
khususnya
Negara
wajib
memberikan bantuan material serta program dukungan khususnya menyangkut nutrisi, pakaian dan penampungan sementara. Menyangkut bantuan tersebut anakanak memilki kebutuhan sangat khusus terutama berkaitan dengan tingkat usia mereka. Pemenuhan hak dasar inilah dalam konteks tangap darurat melului bantuan logistik mendominasi model dan bentuk bantuan kemanusian yang diberikan oleh hampir semua stakeholder (pemangku kepentingan). d. Pendidikan, waktu luang dan kegiatan budaya 1. Hak atas pendidikan termasuk pelatihan dan bimbingan keterampilan (KHA pasal 28, Undang-Undang Perlindungan Anak pasal 9) Situasi pasca bencana, kerusakan sarana dan prasarana pendidikan termasuk prasarana perhubungan serta situasi-situasi seperti kehidupan keluarga anak dan keluarga guru yang tidak normal dapat menyebabkan proses belajar-mengajar reguler terhenti. Terganggunya perekonomian akibat bencana juga menempatkan anak-anak dalam posisi rawan putus sekolah. Berdasarkan kondisi ini programprogram pendidikan alternatif yang diberikan para pemangku kepentingan akan sangat membantu para korban anak. Program sekolah darurat, program menggambar, bercerita, Taman Pendidikan Al-Qur’an adalah program yang sering
Universitas Sumatera Utara
dilaksanakan untuk menjawab kebutuhan dan hak anak atas pendidikan dalam masa tanggap darurat. 2. Hak atas waktu luang, rekreasi dan kegiatan budaya (KHA pasal 31) Situasi darurat pasca bencana, aktifitas sosial-budaya menjadi terganggu. Ruang fisik dan ruang sosial untuk bermain dan bersosialisasi secara normal menjadi hilang. Keadaan ini dapat berlangsung lama hingga masa rekonstruksi dan rehabilitasi. Begitu pula kehidupan perekonomian yang belum pulih membuat anakanak rawan untuk kehilangan waktu beristirahat dan mendapatkan waktu luang yang cukup. Untuk menjawab kebutuhan dan hak anak akan waktu luang, rekreasi dan budaya, banyak program yang bisa ditawarkan seperti program bermain, rekreasi, pelatihan seni seperti menari, menyanyi dan lain-lain. e. Perlindungan khusus 1. Hak untuk dilindungi dari eksploitasi ekonomi (KHA pasal 32) Kerusakan sarana dan prasarana ekonomi serta situasi tidak normal yang dialami oleh keluarga-keluarga mengancam kelangsungan pendapatan keluarga baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Tantangan pemenuhan kebutuhan yang dihadapi oleh keluarga-keluarga menempatkan anak-anak dalam posisi rawan mengalami eksploitasi ekonomi, baik oleh orangtua atau keluarga sendiri maupun oleh orang atau pihak lainnya. Dalam kondisi tersebut tidak jarang anak bekerja dalam bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak seperti menjadi pekerja rumah tangga dan lain-lain. 2. Hak untuk dilindungi dari Eksploitasi dan kekerasan seksual (KHA pasal 34) Pada situasi pasca bencana terutama dalam situasi pemukiman kolektif di barak-barak pengungsian tidak memberi ruang privasi dan pemenuhan kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
seksual orang dewasa sehingga menempatkan anak-anak dalam posisi rawan mengalami kekerasan atau eksploitasi seksual 3. Hak untuk mendapat perlindungan dari penculikan dan perdagangan anak (KHA pasal 35) Situasi pasca bencana keterpisahan dari orangtua atau orangtua yang kehilangan kontrol efektif terhadap anak-anak mereka, orangtua yang kehilangan kemampuan finansial untuk mengasuh anak-anak mereka atau terdesak oleh kebutuhan finansial yang nyata dan ketiadaan perlindungan sosial yang memadai menempatkan anak-anak dalam posisi rawan untuk menjadi korban penculikan dan perdagangan.
2.1.4 Hak Anak Korban Bencana Hak anak korban bencana menurut Konvensi Hak Anak (KHA) adalah hak-hak dasar anak yang harus diberikan ketika terjadi bencana dan semua aspek kebutuhan anak tetap mengacu kepada prinsip dasar hak anak. Skala prioritas yang harus diberikan bagi anak korban bencana adalah a. Shelter atau tempat tinggal sementara. Anak-anak yang terpisah dari orang tuanya atau anak-anak yang tidak mempunyai orang tua karena bencana akan ditampung di shelter atau tempat tinggal sementara. Shelter atau tempat tinggal sementara dapat dikelola oleh pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun oleh masyarakat. Setiap shelter ada petugas yang bertanggung jawab untuk mengelola dan menjaga serta memperhatikan kebutuhan anak-anak yang berada di dalam shelter. Adapun bentuk-bentuk kebutuhan anak adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Makanan dan minuman Makanan dan minuman merupakan kebutuhan yang paling pokok ketika terjadi bencana, maka pemerintah harus memperhatikan kebutuhan anak yang paling mendasar, terutama tentang kesehatan makanan serta air bersih dalam memberikan bantuan pangan terhadap korban bencana. Petugas juga harus mendata tingkat kebutuhan anak berdasarkan usia. Tujuan pemberian makanan dan minuman adalah memastikan bahwa korban bencanan memiliki akses yang aman untuk mendapatkan makanan dan minuman dengan mutu dan jumlah yang memadai dan memiliki sarana untuk mempersiapkan dan mengonsumsinya dengan aman. 2. Perawatan dan perlindungan Setiap anak-anak yang menjadi korban bencana alam berhak mendapatkan perawatan kesehatan serta perlindungan untuk dirinya hal ini berdampak terhadap kelangsungan hidup anak. Perawatan dan perlindungan ini dapat diberikan ketika anak berada di shelter atau dirumah ketika anak sudah tinggal bersama dengan orang tua. b. Kebersihan dan sanitasi Ketika terjadi bencana maka kebutuhan akan kebersihan dan sanitasi menjadi kebutuhan yang paling mendasar di setiap pengungsian. Setiap korban bencana alam berhak atas kebersihan dan tempat tinggal sementara dan sanitasi yang baik, karena ini berdampak pada kesehatan mereka selama berada di shelter maupun di tempat pengungsian c. Hubungan dengan keluarga Setiap anak korban bencana harus tetap melakukan kontak atau komunikasi dengan pihak keluarga. Jika kedua orang tua meninggal akibat bencana maka petugas harus mencari tahu keberadaan keluarga lainnya, sehingga hubungan anak dengan
Universitas Sumatera Utara
keluarga tidak terputus, begitu juga anak-anak yang terpisah dari keluarga, maka pemerintah harus mengupayakan reunifikasi untuk mempertahankan anak dengan keluarganya. Jika orang tau atau keluarga dekat lainnya tidak ditemukan dalam jangka waktu yang lama, maka anak berhak mendapatkan perlindungan khusus dan bantuan yang disediakan oleh Negara (pasal 20 ayat 1 KHA). d. Pendidikan dan bermain Pendidikan adalah kebutuhan dasar bagi anak, setelah terjadi bencana banyak anak yang tidak tahu lagi mesti belajar di sekolah mana dan apakah sekolah yang ada bisa menampung mereka dalam kondisi morat-marit di area pengungsian yang sejauh ini masih dibawah terpal darurat dan tenda-tenda sementara. Disinilah pentingnya memikirkan alternatif untuk mencegah agar anak-anak sekolah di kawasan bencana tidak menjadi generasi yang hilang dengan membangun pendidikan darurat. Pendidikan darurat itu penting untuk memberikan pelajaran dan pendidikan yang layak, apalagi bagi mereka yang masih harus menyelesaikan pendidikan sembilan tahun. e. Agama dan budaya. Setiap anak korban bencana berhak untuk menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing serta mengembangkan budayanya. f. Jaminan hokum Setiap anak korban bencana berhak mendapatkan jaminan dan perlindungan hukum dari Negara, upaya ini dilakukan karena anak korban bencana menjadi sangat rentan terhadap tindak kekerasan dan upaya sindikat seperti perdagangan.
2.1.5 Bahaya yang mengancam anak saat dan pasca bencana Anak-anak korban bencana juga sangat rentan terhadap ancaman-ancaman yang berada di sekelilingnya, antara lain:
Universitas Sumatera Utara
a. Kehilangan keluarga inti dimana tidak jarang anak-anak korban bencana kehilangan keluarga inti (orang tua) mereka terpisah dengan ayah, ibu dan keluarga lainnya. b. Penyakit menular. Anak-anak menjadi sangat rentan terhadap penyakit-penyakit selama berada di pengungsian. Terutama penyakit seperti diare, ispa dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena daya tahan tubuh anak belum cukup kuat untuk melawan virus penyakit yang sedang mewabah baik di shelter maupun di tempat pengungsian. Apalagi jika ternyata air bersih maupun sanitasi tidak memadai sehingga menjadi salah satu penyebab penyebaran penyakit c. Trauma. Trauma adalah cedera yang terjadi pada batin dan tubuh akibat sesuatu peristiwa tertentu. Tingkat trauma pada anak korban bencana tidak semua sama, ada yang hanya mengalami trauma ringan dalam arti bisa disembuhkan dalam jangka waktu cepat dan anak yang mengalami trauma berat. Anak-anak yang mengalami trauma berat akan membutuhkan jangka waktu yang panjang dalam proses pemulihan. Trauma ini karena diakibatkan anak mengalami dan melihat kejadian bencana yang menimpanya sehingga peristiwa itu melekat di pikiran anak-anak. d. Adopsi illegal. Adopsi illegal merupakan pengangkatan anak tanpa bukti-bukti yang sah dari Negara. Dalam melakukan adopsi ada beberapa persyaratan yang dipenuhi oleh orang tua pengganti yang pertama bahwa adopsi disahkan oleh pejabat yang berwenang dan sesuai dengan undang-undang dan prosedur yang berlaku, adopsi tersebut adalah untuk pemenuhan hak anak dalam perawatan, perlindungan, memberikan pendidikan, kesehatan yang semuanya bertujuan untuk perkembangan anak baik secara fisik
Universitas Sumatera Utara
maupun psikis. Adopsi illegal terkadang hanya bertujuan untuk menguntungkan sepihak saja dan bahkan tidak jarang terjadi diskriminasi terhadap anak e. Perdagangan anak. Perdagangan anak merupakan perekrutan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seorang anak untuk tujuan eksploitasi di dalam atau antar Negara yang mencakup tidak hanya pada prostitusi anak, pornografi anak dan bentuk lain eksploitasi seksual, pekerja anak, kerja paksa atau pelayanan, perbudakana ataupun praktek lain yang menyerupai perbudakan, penghambaan atau penjualan organ tubuh, penggunaan aktivitas terlarang dan keikutsertaan dalam konflik bersenjata. Ancaman ini menjadi sangat serius karena pelaku perdagangan anak melihat bahwa anak korban bencana menjadi sasaran empuk bagi mereka dengan janji-janji akan disekolahkan, akan dirawat membuat orang akan terpedaya sehingga tanpa sadar mereka sudah terjerat dalam kasus perdagangan anak (Yayasan KKSP-Pusat Pendidikan Informasi dan Hak Anak, 2011: 15-16).
2.1.6 Konvensi Hak Anak Konsep tentang perlindungan anak pertama kali dicetuskan pasca berakhirnya perang dunia ke-1 yang merupakan respon dari berbagai penderitaan yang kebanyakan dialami oleh kaum perempuan dan anak akibat peperangan. Pada saat itu beberapa aktivis perempuan menggelar aksi untuk meminta perhatian dunia agar peduli akan nasib perempuan dan anakanak yang menjadi korban perang. Pada tahun 1923 seorang aktivis perempuan berkebangsaan Inggris bernama Eglantyne Jebb merumuskan dan menyuarakan 10 Hak Dasar yang harus dipenuhi dan dimiliki oleh Anak yaitu: a. Hak untuk memiliki Nama (identitas) b. Hak Mendapatkan makanan (asupan gizi yang layak)
Universitas Sumatera Utara
c. Hak Bermain d. Hak Rekreasi e. Hak Kebangsaan f. Hak Mendapat Persamaan (non diskriminasi) g. Hak Perlindungan h. Hak Pendidikan i. Hak Kesehatan j. Hak untuk Berperan Dalam pembangunan. Pada tahun 1924 kesepuluh Hak Dasar Anak tersebut dideklarasikan dan diadopsi secara internasional oleh Liga Bangsa-Bangsa yang dikenal dengan Deklarasi Jenewa. Setelah berakhirnya Perang Dunia II tepatnya pada tanggal 10 Desember 1948 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadopsi Universal Declaration of Human Rights atau Deklarasi Universal mengenai HAM (DUHAM). Peristiwa yang diperingati setiap tahun sebagai Hari Hak Azasi Manusia (HAM) sedunia tersebut menandai perkembangan penting dalam sejarah HAM. Beberapa hal yang menyangkut hak khusus bagi anak-anak tercakup pula dalam deklarasi ini. Pada tahun 1959 Majelis Umum PBB kembali mengeluarkan pernyataan mengenai hak anak sekaligus merupakan deklarasi internasional kedua di bidang hak khusus bagi anak-anak. Selanjutnya perhatian dunia terhadap eksistensi bidang hak ini semakin berkembang. Tahun 1979 bertepatan dengan saat dicanangkannya Tahun Anak Internasional, Pemerintah Polandia mengajukan usul disusunnya perumusan suatu dokumen yang meletakkan standar internasional bagi pengakuan terhadap hak-hak anak dan bersifat mengikat secara yuridis. Inilah awal mula dibentuknya Konvensi Hak Anak. Tahun 1989 rancangan Konvensi Hak Anak diselesaikan dan pada tahun itu juga tanggal 20 November naskah akhir tersebut disahkan dengan suara bulat oleh Majelis Umum PBB. Rancangan
Universitas Sumatera Utara
inilah yang hingga saat ini dikenal sebagai Konvensi Hak Anak (KHA). Pada 2 September 1990 KHA mulai diberlakukan sebagai hukum internasional. Indonesia meratifikasi KHA pada 25 September 1990 melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Konvensi Hak Anak memberikan definisi bahwa ”Anak” adalah manusia yang berumur di bawah 18 tahun dan memiliki hak-hak yang harus di penuhi seperti hak untuk hidup, hak tumbuh berkembang, perlindungan dan partisipasi. Hak-hak tersebut tidak dapat diabaikan dan semestinya harus dipenuhi oleh lingkungan dimana anak berdomisili dan berinteraksi sebagai mahluk sosial. Konvensi Hak Anak lahir dari sebuah kesadaran bahwa sesuai kodratnya anak adalah rentan, lugu, belum dapat mandiri oleh sebab itu anak membutuhkan perawatan dan perlindungan yang khusus dari orang dewasa agar fisik dan mentalnya dapat bertumbuh dengan baik. Tujuan Konvensi Hak Anak adalah agar anak sebagai individu mampu memainkan peranan yang konstruktif dalam masyarakat. Hal ini di tegaskan dalam mukadimah KHA paragraf ke-7 yaitu : ”.....anak harus sepenuhnya di persiapakan untuk menjalani kehidupannya baik sebagai pribadi yang utuh maupun masyarakat”.
2.2 Bencana 2.2.1 Pengertian Bencana Istilah bencana biasanya mengacu pada kejadian alami yang dikaitkan dengan efek kerusakan yang ditimbulkannya. Bencana memberikan pengaruh dalam tingkat kerentanan yang berbeda pada daerah dengan kondisi sosial, kesehatan dan ekonomi tertentu. Menurut Departemen Sosial bencana adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa akibat fenomena alam dan atau akibat ulah manusia yang menimbulkan gangguan kehidupan dan penghidupan manusia disertai kerusakan lingkungan yang menyebabkan ketidakberdayaan potensi dan
Universitas Sumatera Utara
infrastruktur setempat serta memerlukan bantuan dari kabupaten atau provinsi lain atau pdari pusat dan bantuan dari Negara lain dengan menanggalkan prosedur rutin. Bencana adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan menganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (UndangUndang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana). Selain itu bencana merupakan sebuah peristiwa yang disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia yang dapat terjadi secara tiba-tiba atau perlahan yang menyebabkan hilangnya jiwa manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan serta melampaui kemampuan dan sumber daya masyarakat untuk menaggulanginya (Harjadi dkk, 2005: 9).
2.2.2 Bentuk-Bentuk Bencana Adapun bentuk-bentuk bencana menurut Yayasan KKSP-Pusat Pendidikan Informasi dan Hak Anak (2011: 1) yaitu: a. Bencana Alam Bencana alam merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan menganggu kehidupan atau penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh alam antara lain gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor. b. Bencana Non alam Bencana non alam merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan menganggu kehidupan atau penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh peristiwa non alam antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemik dan wabah penyakit.
Universitas Sumatera Utara
c. Bencana Sosial Bencana sosial merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror
2.2.3 Karakteristik Bencana Adapun karakteristik bencana, yaitu: a. Terdapat kerusakan pada pola kehidupan normal. Kerusakan tersebut biasanya terlihat cukup parah sebagai akibat dari kejadian yang mendadak dan tidak terduga serta luasnya cakupan dan dampak dari bencana. b. Dampak dari bencana merugikan manusia baik bersifat langsung maupun tidak langsung. Biasanya berupa kematian, kesakitan, kesengsaraan, maupun akibat negatif lainnya yang berdampak pada kesehatan masyarakat. c. Merugikan struktur sosial seperti kerusakan pada sistem pemerintahan, bangunan, komunikasi dan berbagai sarana dan prasarana pelayanan umum lainnya. d. Adanya pengungsi yang membutuhkan tempat tinggal atau penampungan, makanan, pakaian, bantuan kesehatan dan pelayanan sosial yang terkadang tidak mencukupi atau kurang terkoordinasi (Royan, 2004: 35).
2.2.4 Penanggulangan Bencana a. Pengertian Penaggulangan bencana adalah
seluruh kegiatan
yang meliputi
aspek
perencanaan, dan penanggulangan bencana baik sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang mencakup pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang
Universitas Sumatera Utara
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi yang bertujuan untuk: 1. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana 2. Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang telah ada 3. Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh 4. Menghargai budaya lokal 5. Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta 6. Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan dan kedermawanan 7. Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Undang-Undang
Republik
Indonesia
Nomor
24
tahun
2007
tentang
dilakukan
secara
Penanggulangan Bencana). b. Siklus Penanggulangan Bencana. Adapun
Siklus
Penanggulangan
bencana
yang
berkesinambungan menurut Departemen Sosial (2005), yaitu: 1. Kejadian bencana. Kejadian atau peristiwa bencana yang disebabkan oleh alam atau ulah manusia baik yang terjadi secara tiba-tiba atau perlahan yang dapat menyebabkan hilangnya jiwa manusia, trauma fisik, psikis, kerusakan harta benda dan lingkungan yang melampaui kemampuan dan sumber daya masyarakat untuk mengatasinya. 2. Tanggap Darurat (Emergency Response). Tanggap darurat yaitu upaya yang dilakukan segera setelah kejadian bencana yang bertujuan untuk menanggulangi dampak yang timbul akibat bencana, terutama penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi serta pengungsian. 3. Pemulihan (Recovery)
Universitas Sumatera Utara
Proses pemulihan kondisi korban bencana yang terkena bencana baik yang berdampak fisik dan psikis dengan memfungsikan kembali sarana dan prasarana pada keadaan semula. Hal ini dilakukan dengan memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar seperti jalan, listrik, air bersih, pasar, Puskesmas dan lain-lain), serta memulihkan kondisi trauma psikologis yang dialami korban bencana. 4. Pembangunan Pembangunan merupakan fase membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana. Adapun pembangunan dalam penanggulangan bencana dapat dikelompokkan menjadi beberapa bentuk, yaitu: a) Rehabilitasi Rehabilitasi merupakan suatu upaya yang dilakukan setelah kejadian bencana untuk membantu masyarakat untuk memperbaiki rumah, fasilitas sosial, serta menghidupkan kembali roda ekonomi. b) Rekonstruksi Rekonstruksi merupakan salah satu program jangka menengah dan jangkapanjang yang meliputi perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau mungkin lebih baik. 5. Pencegahan (prevention). Pencegahan merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana dan jika mungkin dengan meniadakan bencana. 6. Mitigasi. Mitigasi merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana baik secara fisik structural melalui perbuatan bangunan-bangunan fisik maupun non fisik struktural melalui perundang-undangan dan pelatihan.
Universitas Sumatera Utara
7. Kesiapsiagaan (preparedness). Kesiapsiagaan merupakan suatu upaya yang dialkukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna. c. Sistem Penanggulangan Bencana 1. Legislasi. Serangkaian perundangan dan peraturan sangat diperlukan dalam upaya mewujudkan penanggulangan bencana yang optimal baik di tingkat nasional manupun daerah. Di tingkat nasional, setelah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 diterbitkan, serangkaian peraturan turunannya adalah Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Menteri (Permen) dan Peraturan Kepala Lembaga (Perka). 2. Kelembagaan Sebagai penanggung jawab penyelenggaraan penanggulangan di tingkat nasional, pemerintah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang bertanggung jawab kepada presiden sesuai dengan perpres Nomor 8 tahun 2008 tentang BNPB. Setelah itu pemerintah daerah membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang bertanggung jawab kepada gubernur yang dilaksanakan melalui koordinasi dengan BNPB sesuai dengan Permendagri Nomor 26 tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi serta Tata Kerja BPBD di tingkat provinsi serta kabupaten dan kota. Keanggotaan BNPB dan BPBD terdiri atas : a) Unsur pengarah dari pejabat pemerintah dan masyarakat prosfesional. Anggota unsur pengarah terdiri dari 10 pejabat pemerintah Eselon I atau setingkat yang diusulkan oleh Pimpinan Lembaga Pemerintah yaitu Kmenterian Koordinator Bidang Kesejhateraan Rakyat, Departemen Dalam Negeri, Departemen Sosial, Departemen
Pekerjaan
Umum,
Departemen
Kesehatan,
Departemen
Universitas Sumatera Utara
Keuangan, Departemen Perhubungan, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia. b) Unsur pelaksana, yang terdiri dari 9 anggota (Peraturan Presiden Nomor 8 tahun 2008 pasal 5). 3. Pendanaan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2008 tentang pendanaan dan pengelolaan bantuan bencana, pengaturannya meliputi: a) Sumber dana penanggulangan bencana Sumber dana penanggulangan bencana yaitu berasal dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), pemerintah yang menyediakan Dana Kontinjensi bencana (untuk kegiatan kesiapsiagaan pada tahap pra bencana), dana siap pakai (digunakan untuk kegiatan tanggap darurat), dana bantuan sosial perpola, serta hibah (untuk kegiatan tahap pasca bencana) b) Penggunaan dan penanggulangan bencana c) Pengawasan, pelaporan dan pertanggungjawaban pendanaan dan pengelolaan bantuan bencana Pengelolaan bantuan bencana pada pasal 24 dimana pemerintah pusat dan daerah memberikan bantuan bencana kepada korban bencana yang terdiri dari santunan duka cita, santunan kecacatan, pinjaman lunak untuk usaha produktif, bantuan pemenuhan kebutuhan dasar. Sedangkan pertanggung jawaban dana pada pasal 34 pasal 1 pada saat tanggap darurat bencana diperlakukan secara khusus sesuai dengan kondisi kedaruratan yang dilaksanakan sesuai dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi, pada pasal 2 dimana laporan pertanggungjawaban dana pelaksanaan penanggulangan
Universitas Sumatera Utara
bencana baik keuangan maupun kinerja pada saat tanggap darurat dilaporkan paling lambat 3 bulan setelah masa tanggap darurat. 4. Perencanaan Agar upaya penanggulangan bencana dapat berjalan maksimal, perencanaan penanggulangan bencana yang terpadu sangat diperlukan melalui pemaduan pengurangan resiko bencana (PRB) dalam perencanaan kegiatan baik di tingkat nasional maupun daerah baik berupa rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), rencana jangka menengah (RJM), maupun rencana kerja pemerintah (RKP). Dokumen perencanaan penanggulangan bencana dibuat dalam bentuk rencana nasional penanggulangan bencana (Renas PB) oleh pemerintah atau BNPB. 5. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Salah satu azas penanggulangan bencana di Indonesia adalah ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu bahwa dalam penanggulangan bencana harus memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara optimal. Dengan demikian proses penanggulangan bencana baik pada tahap pra bencana, saat terjadi bencana, ataupun pasca bencana dapat dipermudah dan dipercepat (Kementerian Riset dan Teknologi, 2007). Dalam prakteknya, unsur seni ataupun budaya juga mennetukan kelancaran dan keberhasilan penanggulangan bencana. Dengan demikian IPTEK dalam penanggulangan bencana di modifikasi menjadi IPTEKS karena memasukkan unsur S (seni atau kebudayaan) misalnya memasukkan secara tepat unsur kearifan lokal dan budaya atau karekteristik masyarakat lokal. Namun perlu ditekankan bahwa penetapan unsur S dalam penanggulangan bencana harus tepat, mengingat bahwa penerapan penanggulangan bencana oleh masyarakat dengan pendekatan
Universitas Sumatera Utara
yang bertentangan dengan logika yang berujung pada hambatan dan bahkan kegagalan penanggulangan bencana telah banyak ditemui. Adapun contoh penerapan teknologi bencana adalah pembuatan mapping (pemetaan) resiko bencana dan tata ruang wilayah bencana, pengembangan teknologi deteksi dini Erupsi Gunung melalui pemanfaatan tekonologi informasi dan komunikasi, pengembangan dan pembuatan bangunan atau rumah tahan gempa yang sekaligus dapat digunakan untuk perlindungan sementara terhadap awan panas, pengembangan teknologi tenda dan hunian sementara (huntara) yang efektif di lereng gunung dan pengembangan teknologi pertanian dan kehutanan (Sarwidi, 2008). d. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Peraturan pemerintah Nomor 21 tahun 2008 tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri dari: 1. Tahap Pra Bencana a) Rencana Aksi Nasional dan Daerah Pengurangan Resiko Bencana (RAN/RAD PRB) Dalam peraturan pemerintah nomor 21 tahun 2008 menegaskan pentingnya pengurangan resiko bencana diwadahi dalam dokumen Rencana Aksi Nasional atau daerah yang berlaku untuk periode tertentu, yaitu 1) Berisi kumpulan program kegiatan yang komprehensif dan sinergis dari seluruh pemangku kepentingan. 2) Disusun melalui proses koordinasi dan partisipasi. 3) Memuat landasan, prioritas, rencana aksi serta mekanisme pelaksanaan dan kelembagaan.
Universitas Sumatera Utara
b) Pendidikan dan pelatihan penanggulangan bencana berbasis masyarakat, dimana bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kepedulian, kemampuan dan kesiapsiagaan masyarakat
dalam menghadapi bencana dimana
diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dalam bentuk pendidikan formal, informal dan nonformal berupa pelatihan dasar, teknis, simulasi serta gladi. 2. Tahap Tanggap Darurat Penyelenggara penanggulangan bencana memberikan kemudahan akses pada saat tanggap darurat bencana. Kepala BNPB atau BPBD sesuai dengan kewenangannya
mempunyai
kemudahan
akses
berupa
komando
untuk
memerintahkan sektor atau lembaga dalam satu komando yang diatur dalam pasal 24 dimana pada status keadaan darurat bencana ditetapkan, BNPB dan BPBD mempunyai kemudahan akses di bidang: a) Pengerahan sumber manusia. b) Pengerahan peralatan. c) Pengerahan logistik. d) Migrasi, cukai dan karantina. e) Perizinan f) Pengadaan barang atau jasa meliputi pencarian dan penyelamatan korban bencana, pertolongan darurat, evakuasi korban bencana, kebutuhan air bersih dan sanitasi, pangan, sandang, pelayanan kesehatan, penampungan serta tempat hunian sementara. g) Pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan atau barang. h) Penyelamatan. i) Komando untuk memerintahkan instansi atau lembaga.
Universitas Sumatera Utara
3. Tahap Pasca Bencana. Adapun penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana, yaitu rehabilitasi dan rekonstruksi. a. Pilihan Tindakan Penanggulangan Bencana saat Rehabilitasi. 1. Pencegahan dan Mitigasi. Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan atau mitigasi yang dilakukan
bertujuan
untuk
menghindari
terjadinya
bencana
serta
mengurangi resiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan pencegahan dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 bagian yaitu: a. Mitigasi pasif, dimana tindakan pencegahan yang dilakukan adalah: 1) Penyusunan peraturan perundang-undangan. 2) Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan massalah. 3) Pembuatan pedoman brosur, leaflet ataupun poster. 4) Penelitian atau pengkajian karakteristik bencana. 5) Internalisasi penanggulangan bencana dalam muatan lokal Pendidikan 6) Pembentukan organisasi atau satuan tugas bencana. 7) Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat seperti forum. 8) Pengurus-utamaan penyelenggara bencana dalam perencanaan pembangunan. b. Mitigasi aktif, adapun tindakan yang dilakukan adalah: 1) Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan memasuki daerah rawan bencana.
Universitas Sumatera Utara
2) Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang penataan ruang, izin mendirikan bangunan (IMB) dan peraturan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana. 3) Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat 4) Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang lebih aman. 5) Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat. 6) Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi jika terjadi bencana. 7) Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah, mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana. 2. Kesiapsiagaan Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi kegiatan yang dilakukan antara lain: a. Pengaktifan
pos-pos
siaga
bencana
dengan
segenap
unsur
pendukungnya. b. Pelatihan siaga atau simulasi atau gladi ataupun teknis bagi sektor penanggulangan bencana seperti SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum. c. Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan. d. Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumber daya maupun logistik.
Universitas Sumatera Utara
e. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung tugas kebencanaan. f. Penyiapan dan pemasangan kontinjensi. g. Mobilisasi sumber daya. 3. Tanggap Darurat Tanggap darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan pertolongan untuk membantu masyarakat yang tertimpa bencana guna menghindari bertambahnya korban jiwa. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi: a. Pengkajian secara tepat dan cepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian dan sumber daya. b. Penentuan status keadaan darurat bencana. c. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana. d. Pemenuhan kebutuhan dasar. e. Perlindungan terhadap kelompok rentan. f. Pemulihan dengan segera prasara dan sarana vital. 4. Pemulihan Tahapan pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya yang dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah: a. Perbaikan lingkungan daerah bencana, prasarana dan sarana umum. b. Pemberian bantuan dan perbaikan rumah masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
c. Pemulihan sosial psikologis, sosial, ekonomi, budaya, keamanan, ketertiban, fungsi pemerintahan serta fungsi pelayanan publik. d. Pelayanan kesehatan. e. Rekonsiliasi dan resolusi konflik. b. Pilihan Tindakan Penanggulangan Bencana Saat Rekonstruksi Pada tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih baik dan sempurna. Oleh sebab itu pembangunannya harus dilakukan melalui suatu perencanaan yang didahului oelh pengkajian dari berbagai ahli dan sektor terkait seperti: 1. Pembangunan kembali prasaran dan sarana sosial masyarakat. 2. Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat 3. Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana. 4. Partisipasi dan peran lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan masyarakat. 5. Peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya. 6. Peningkatan fungsi pelayanan publik. 7. Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat (Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 tahun 2008 mengenai Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana).
2.2.5 Managemen Bencana a. Pengertian Mangemen Bencana Managemen bencana adalah suatu proses dinamis, berlanjut, dan terpadu untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan observasi dan
Universitas Sumatera Utara
analisis bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, penanganan darurat, rehabilitasi serta rekonstruksi bencana. Manjemen
Bencana
adalah
kegiatan-kegiatan
yang
dilakukan
untuk
mengendalikan bencana dan keadaan daruat, sekaligus memberikan kerangka kerja untuk menolong masyarakt dalam keadaan beresiko tinggi agar dapt menghindari ataupun pulih dari dampak bencana (Pancawita, 2006: 47). b. Tujuan Managemen Bencana Managemen bencana bertujuan untuk: 1. Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan harta benda dan lingkungan hidup. 2. Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan penghidupan korban. 3. Mengembalikan korban bencana dari daerah penampungan sementara atau pengungsian ke daerah asal bila menungkinkan atau merelokasi ke daerah baru yang layak huni dan aman. 4. Mengembalikan fungsi fasilitas utama seperti komunikasi atau transportasi, air minum, listrik dan telepon termasuk mengembalikan kehidupan ekonomi dan sosial daerah yang terkena bencana. 5. Mengurangi kerusakan dan kerugian lebih lanjut. 6. Meletakkan dasar-dasar yang diperlukan guna pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dalam konteks pembangunan. c. Prinsip Managemen Bencana Drs. Andi Hanindito (Kasubdit Tanggap Darurat Departemen Sosial Republik Indonesia), menguraikan secara mendalam dan ilmiah pada The 5th Asia Crisis
Universitas Sumatera Utara
Management Conference di Jakarta tanggal 24 Oktober 2007, bahwa prinsip utama dalam meangemen penanggulangan bencana adalah: 1. Tidak ada dua bencana yang sama walaupun jenis bencana dan lokasinya sama. 2. Efektivitas dan efisiensi managemen bencana ditentukan oleh penguasaan akan karakteristik setiap bencana serta kejelasan aspek-aspek kunci sebagai berikut: a. Sasaran dan bentuk bahaya yang akan terjadi. b. Sumber-sumber lokal yang tersedia. c. Bentuk-bentuk organisasi managemen bencana yang dibutuhkan. d. Perencanaan pemenuhan kebutuhan bila bencana terjadi. 3. Tindakan yang harus dilakukan oleh sektro serta titik masuknya dalam siklus managemen bencana (pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, tanggap darurat, restorasi, rehabilitasi dan rekonstruksi). 4. Pendidikan, pelatihan dan pengembangan personil managemen bencana secara berlanjut. 5. Kesejahteraan personel-personel bencana. d. Aspek-aspek dalam menagemen bencana. Ada 3 aspek mendasar yang terdapat dalam managemen bencana yaitu: 1. Respon tehadap bencana. 2. Kesiapsiagaan menghadapi bencana. Tujuan dari upaya kesiapsiagaan bencana adalah menjamin bahwa sistem, prosedur dan sumber daya yang tepat siap ditempatnya masing-masing untuk memberikan bantuan yang efektif dan segera bagi korban bencana sehingga dapat mempermudah langkah-langkah pemulihan dan rehabilitasi layanan.
Universitas Sumatera Utara
3. Minimalisasi (mitigasi atau pencegahan bencana) efek bencana Kegiatan mtigasi mempunyai dua tujuan, yaitu mengurangi kerentanan sistem (seperti dengan memperbaiki dan mengakkan aturan bangunan) dan untuk mengurangi besarnya bahaya.Istilah pencegahan bencana menyiratkan bahwa eliminasi kerusakan akibat suatu bencana memang dimungkinkan, tetapi hal ini tidak realistis untuk sebagian besar bahaya. Salah satu contohnya adalah relokasi penduduk dari daerah yang terkena dampak erupsi gunung ke daerah yang tidak terkena dampaknya. 4. Situasi yang dialami korban bencana Secara garis besar, situasi-situasi yang dialami oleh korban bencana cenderung beragam bergantung pada jenis bencana, konteks sosial, geografis dan politik yaitu: a) Korban bencana yang rumah dan hartanya mengalami kerusakan tetapi masih tinggal di lokasi bencana atau di daerah sekitarnya. b) Korban bencana yang karena kerusakan parah pada komunitas mereka, harus ditampung untuk sementara waktu, jauh dari tempat tinggal biasa mereka. c) Orang-orang yang mengungsi dari komunitas mereka (biasanya karena kekerasan) dan yang kepulangannya diragukan. d) Pengungsi yang meninggalkan Negara mereka karena khawatir akan keselatan hidup
mereka
(https://www.facebook.com/ForumHijauIndonesia/posts/266153556809082, diakses tanggal 23 april 2014 Pukul 19.08 WIB).
Universitas Sumatera Utara
e. Pendekatan Managemen Bencana Pada manajemen bencana khususnya terhadap bantuan darurat yang dikenal dua model pendekatan yaitu: 1. Pendekatan konvensional Korban dianggap tidak berdaya dan membutuhkan barang yang harus kita berikan. Terhadap kebutuhan itu pun harus ditaksir secara cepat dan umum. Dalam pendekatan ini, kebutuhan dianggap begitu mendesak. 2. Pendekatan Pemberdayaan Korban merupakan manusia yang aktif dengan berbagai kemampuan dan kapasitas.Dengan demikian, penaksiran kebutuhan dapat dilakukan seksama dengan memperhatikan kapasitas yang ada. Karena itu, pendekatan ini menekankan bahwa sejak awal sudah harus mempertimbangkan dampak jangka panjang dari bantuan luar yang mengalir serta harus menghormati gagasan dan kapasitas yang ada pada masyarakat setempat. Managemen penanggulangan bencana juga mengenal adanya dua mekanisme. Pertama, mekanisme internal yaitu pola penanggulangan bencana yang dilakukan unsur-unsur masyarakat di lokasi bencana, baik berupa keluarga, organisasi sosial dan masyarakat lokal. Mekanisme itu dikenal sebagai mekanisme penanggulangan bencana secara alamiah. Kedua, mekanisme eksternal yaitu penanggulangan bencana dengan melibatkan unsur-unsur di luar unsur-unsur yang terlibat dalam mekanisme internal. Seperti melibatkan unsur-unsur eksternal seperti pemerintah dan dunia internasional dalam bentuk pelaksanaan berbagai kegiatan kemanusiaan. Pembangunan dan pemberdayaan pasca bencana alam merupakan bagian dari aktivitas
pembangunan
yang
memiliki
tujuan
untuk
mensejahterakan
dan
meningkatakan kualitas, taraf hidup masyarakat pasca bencana alam terjadi. Sebagai
Universitas Sumatera Utara
bagian dari pembangunan maka ada beberapa pendekatan yang digunakan oleh lembaga-lembaga non pemerintah baik internasional maupun nasional dalam melaksanakan pemberdayaan bagi masyarakat, yaitu : 1. Pendekatan kebutuhan pokok Pendekatan kebutuhan pokok terdapat preposisi bahwa kebutuhan pokok tidak dapat terpenuhi dengan baik jika kelompok masyarakat berada dalam keadaan tidak berdaya atau miskin (segala harta benda dan kebutuhan telah diporak-porandakan oleh bencana alam) serta untuk sementara waktu tidak bisa memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan pokok yang meliputi sandang, pangan dan papan. 2. Pendekatan kemandirian Pendekatan kemandirian (self reliance) atau juga dikenal dengan self suistained merupakan konsekuensi logis dari berbagai upaya yang dilakukan untuk melepaskan ketergantungan dari berbagai bantuan dari negara-negara industri yang mengalir secara umum dinegara-negara miskin (dunia ketiga) secara spesifik kepada Negara atau daerah yang mengalami disfungsi yang disebabkan oleh peristiwa bencana alam. Konsep kemandirian terfokus kepada dua aspek perpektif yaitu penekanan yang dilebih diutamamakan pada hubungan timbal balik dan saling menguntungkan dalam kegiatan pembangunan dan penekananan pada kemampuan dan sumberdaya sendiri. 3. Pendekatan ketergantungan Pendekatan
ketergantungan
menyatakan
bahwa
munculnya
sifat
ketergantungan masyarakat kepada berbagai bantuan yang datang dari negara-negara maju dalam bentuk kegiatan kemanusiaan dapat menjadikan masyarakat semakin tidak berdaya dan mengalami keterbelakangan. Jika hal ini terus berlanjut maka pembangunan dalam masyarakat akan mengalami stagnasi dan masyarakat akan
Universitas Sumatera Utara
semakin terpuruk dalam masalah yang sama dan tetap dianggap belum mandiri (Susanto, 2001: 212-214).
2.3 Perlindungan Anak 2.3.1 Pengertian Anak yang ada dalam kandungan perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan. Bilamana juga kepentingan si anak menghendakinya atau berarti bayi dalam kandungan ibu heruslah telah dianggap sebagai insan atau individu demi perlindungan dilakukan orang tua sedini mungkin, yaitu sejak anak dalam kandungam baik secara adat maupun agama telah dilakukan atau dibiasakan oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Perlindungan anak adalah suatu hasil interaksi karena adanya interelasi antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhi. Oleh sebab itu apabila kita mengetahui adanya terjadi perlindungan anak yang baik atau buruk, tepat atau tidak tepat maka harus memperhatikan fenomena mana yang relevan yang mempunyai peran penting dalam terjadinya kegiatan perlindungan anak (Gosita, 2004: 12). Perlindungan anak menjelaskan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Undang-Undang Nomor 23 tahun 2003 pasal 1 ayat 2). Konsep perlindungan anak mencakup dalam empat kelompok permasalahan yaitu perlindungan aspek sosial budaya, ekonomi, politik atau hukum dan pertahanan keamanan. Dalam aspek sosial budaya, tidak boleh ada paksaan atas anak yang berdalih adat istiadat atau tradisi yang menganggu atau menghambat pertumbuhan si anak menjadi manusia berkualitas. Dalam aspek ekonomi tidak ada pekerja anak atau buruh anak yang bekerja tidak sesuai dengan persyaratan kerja bagi anak-anak. Aspek politik atau hukum tidak boleh ada peraturan
Universitas Sumatera Utara
perundangan yang mengindahkan harkat dan martabat anak dalam penghukuman serta perlakuan terhadap anak bermasalah harus selalu diutamakan kepentingan pertumbuhan dan perkembangan anak sebagai manusia yang baik. Sedangkan dalam aspek pertahanan keamanan, anak harus dilindungi dari penyalahgunaan di dalam segala bentuk kejahatan seperti prostitusi dan perdagangan anak (Supatmi dan Puteri, 1999: 109-110).
2.3.2 Prinsip Perlindungan anak Adapun 4 prinsip mengenai perlindungan anak meliputi: a. Anak yang tidak dapat berjuang sendiri. Salah satu prinsip yang digunakan dalam perlindungan anak sebagai modal utama kelangsungan hidup manusia, bangsa dan keluarga, untuk itu hak-hak anak harus dilindungi. Anak tidak dapat melindungi diri sendiri hak-haknya, banyak pihak yang mempengaruhi kehidupannya. Negara dan masayarakat berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak-hak anak. b. Kepentingan terbaik anak (the best interest of the child). Demi kepentingan terbaik anak merupakan filsafah utama dibalik konvensi hak anak adalah bahwa anak juga setara sebagai manusia mereka memiliki nilai melekat yang sama seperti orang dewasa. Penegasan tentang hak anak menyoroti penekanan bahwa masa kanak-kanak sangat berharga bagi anak belakangan ini bukan semata-mata periode pelatihan untuk menuju ke kehidupan manusia dewasa. Adanya gagasan bahwa anak-anak memiliki setara mungkin terdengar seperti kebenaran yang tidak dapat disangkal lagi tetapi sesungguhnya merupakan pemikiran radikal yang sama sekali dihargai pada saat ini. Perlindungan anak dapat diselenggarakan dengan baik dengan menganut prinsip yang menyatakan kepentingan terbaik anak harus dipandang sebagai of promount
Universitas Sumatera Utara
importance (memperoleh prioritas tertinggi) dalam setiap keputusan yang menyangkut anak. Tanpa prinsip ini perjuangan untuk melindungi anak akan mengalami banyak batu sandungan. Prinsip the best interest of the child digunakan karena dalam banyak hal anak sebagai korban disebabkan ketidaktahuan karena usia perkembangannya. The best interest of the child merupakan salah satu prinsip yang terkandung dalam Konveksi
Hak
Anak
sebagaimana
telah
diadopsi
dalam
prinsip-prinsip
penyelengggaraan perlindungan anak selain dari non diskriminasi, hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan serta penghargaan terhadap pendapat anak. Kepentingan yang terbaik bagi anak dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif dan badan yudikatif maka kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama (Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002). c. Ancangan daur kehidupan (Life-Circleapproach) Perlindungan anak mengacu pada pemahaman perlidungan harus dimulai sejak dini dan terus menerus. Janin yang berada dalam kandungan perlu dilindungi dengan gizi, termasuk yodium dan kalsium yang abaik melalui ibunya. Jika ia lahir maka diperlukan air susu ibu dan pelayanan kesehatan primer dengan memberikan pelayanan imunisasi dan lain-lain, sehingga anak terbebas dari berbagai kemungkinan cacat dan penyakit. d. Lintas sektoral Nasib anak tergantung dari berbagai faktor mikro maupun makro yang langsung maupun tidak langsung. Kemiskinan, perencanaan kota dan segala penggusuran, sistem pendidikan yang menekankan hapalan dan bahan-bahan yang tidak relevan, komunitas yang penuh dengan ketidakadilan dan sebagainya tidak dapat ditangani oleh sektor,
Universitas Sumatera Utara
terlebih keluarga atau anak itu sendiri. Perlindungan terhadap anak adalah perjuangan yang membutuhkan sumbangan semua orang diseluruh tingkatan (Irwanto, 1997: 4).
2.3.3 Perlindungan Anak Dalam Kondisi Khusus (Bencana Alam) Kejadian bencana alam yang merenggut korban yang banyak termasuk anak-anak mengilhami dan menginisiasi para pengambil kebijakan untuk meminilisir dampak bencana alam terhadap masyarakat khususnya memberikan perlindungan terhadap anak-anak yang menjadi korban. Perlindungan terhadap anak-anak dalam situasi dan kondisi yang tidak normal (kondisi bencana alam dan konflik) telah diatur dalam Konvensi Hak Anak yang merupakan instrumen internasional dalam penyelenggaraan perlindungan terhadap anak. Dalam bahasa hukumnya KHA (Konvensi Hak Anak) merinci kewajiban Negara untuk memenuhi 31 hak anak. Dimana pengaturan pemenuhan 31 hak anak ini dikelompokan kedalam 5 kelompok besar yaitu : a. Hak dan Kebebasan Sipil. b. Lingkungan keluarga dan pemeliharaan alternatif. c. Kesehatan dan Kesejahteraan Dasar. d. Pendidikan, Kegiatan liburan dan Budaya. e. Perlindungan Khusus. Kondisi yang tidak normal akibat kejadian bencana alam, yang tidak dapat diprediksi, melanda dan merusak tatanan sosial yang telah berlangsung dalam masyarakat dan memberikan dampak yang signifikan terhadap tumbuh kembang anak. Proses perlindungan terhadap anak di Indonesia dapat diberikan dengan beberapa cara yang secara legal telah diakui dan diatur oleh negara dalam beberapa undang-undang seperti pemenuhan perlindungan anak dalam situasi dan kondisi khusus telah ditetapkan dalam Konvensi Hak Anak yang diratifikasi oleh bangsa Indonesia dan dituangkan dalam Undang-Undang Nomor
Universitas Sumatera Utara
23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang terinci dalam beberapa pasal yaitu yang mengamanatkan dalam beberapa pasal yakni pada pasal 59 bahwa pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat. Pasal 60 anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 terdiri atas: a. Anak yang menjadi pengungsi. b. Anak korban kerusuhan. c. Anak korban bencana alam. d. Anak dalam situasi konflik bersenjata. Pada pasal selanjutnya 61 dinyatakan bahwa Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi pengungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 huruf a dilaksanakan sesuai dengan hukum humaniter. Pada pasal 62 Perlindungan khusus bagi anak korban kerusuhan, korban bencana, dan anak dalam situasi konflik bersenjata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf b, huruf c dan huruf d, dilaksanakan melalui: a. Pemenuhan kebutuhan dasar yang terdiri atas pangan, sandang, pemukiman, pendidikan, kesehatan, belajar dan berekreasi, jaminan keamanan dan persamaan perlakuan. b. Pemenuhan kebutuhan khusus bagi anak yang menyandang cacat dan anak yang mengalami gangguan psikososial. c. Dalam Undang-Undang tersebut juga dijelaskan tentang peran masyarakat dalam hal perlindungan anak. Masyarakat berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam perlindungan anak (pasal 72 ayat 1). Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan oleh orang perorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan,
Universitas Sumatera Utara
lembaga keagamaan, badan usaha dan media massa. Peran masyarakat tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pada pasal 48 dinyatakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b meliputi: a. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan dan sumber daya. b. Penentuan status keadaan darurat bencana. c. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana. d. Pemenuhan kebutuhan dasar. e. Perlindungan terhadap kelompok rentan (bayi, balita, anak-anak, ibu sedang mengandung atau menyusui, penyandang cacat dan lanjut usia. f. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital. g. Secara manusiawi bencana merupakan keadaan yang tidak dapat diperdiksikan danterjadi diluar kontrol. Dalam merekonstruksikan kembali tatanan dan lingkungan yang telah porak poranda dibutuhkan respon agar tatanan masyarakat tidak mengalami disfungsi dalam waktu yang cukup lama.
2.4. Penanganan Anak Korban Bencana Adapun bentuk-bentuk penanganan terhadap Anak korban bencana, yaitu a. Bantuan pangan bagi anak korban bencana 1. Untuk bayi berumur 0-6 bulan: a) Pastikan bahwa bayi hanya mendapat ASI (Air Susu Ibu) saja. b) Dalam kondisi darurat, bisa saja bayi pada umur ini kehilangan ibunya. Untuk itu perlu dicarikan donasi ASI dari ibu lain yang sedang menyusui.
Universitas Sumatera Utara
c) Jika tidak ada ibu menyusui, dapat diberikan susu formula khusus untuk bayi usia kurang dari 6 bulan yang dilengkapi dengan instruksi penggunaan yang jelas sesuai dengan Standar Internasional Institusi Kesehatan Dunia. d) Jika ibu menyusui jatuh sakit, sama halnya dengan point c dimana pemberian susu formula khusus untuk bayi usia kurang 6 bulan harus diberikan satu paket dengan air kemasan untuk mencegah kontaminasi dan dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi atau sampai ibu dapat memproduksi susu kembali. 2. Untuk bayi berumur 6-24 bulan Selain ASI pemberian makanan pelengkap harus diberikan kepada bayi berumur 6-24 bulan. Pemberian makanan tambahan pendamping ASI atau sering disebut MP-ASI harus dilakukan dengan menggunakan sumber air yang aman dan dimasak sempurna. Jika tidak ada MP-ASI yang tersedia gunakan alternatif MP-ASI seperti biskuit bayi dan susu formula lanjutan yang sesuai dengan usia bayi. 3. Untuk anak berusia 2-5 tahun. Pemberian makanan untuk usia ini sama seperti orang dewasa, selain itu perlu tambahan berupa susu dan biskuit. b. Bantuan non pangan 1. Kebersihan pribadi Setiap anak yang terkena dampak bencana mempunyai akses yang memadai terhadap sabun dan barang lainnya untuk memastikan kebersihan, kesehatan, martabat dan kesejahteraan pribadi. Setiap anak minimal mendapatkan: a) Setiap anak mempunyai akses terhadap 250 gram sabun mandi setiap bulan. b) Anak-anak perempuan mempunyai bahan pembalut selama menstruasi. c) Bayi hingga usia 2 tahun mempunyai 12 popok yang bisa dicuci sesuai dengan kebiasaan setempat.
Universitas Sumatera Utara
2. Peralatan memasak dan makan. Setiap keluarga yang terkena dampak bencana mempunyai akses terhadap peralatan untuk memasak dan makan. 3. Kompor, bahan bakar dan penerangan. Setiap keluarga yang terkena dampak bencana mempunyai akases terhadap sarana-sarana memasak bersama atau satu kompor dan akses terhadap pasokan bahan bakar untuk keperluan memasak dan menjaga kehangatan. c. Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan pada anak korban bencana merupakan akses mereka untuk mendapatkan pelayanan kesehatan harus benar-benar terjamin. Dalam memberikan pelayanan kesehatan berpedoman kepada standar minimum layanan kesehatan yaitu suatu ungkapan praktis dari kepercayaan dan komitmen bersama lembaga-lembaga kemanusiaan yang dinyatakan dalam Piagam Kemanusiaan. Akses pada pelayanan kesehatan merupakan penentu kritis keberlangsungan hidup pada tahap awal tanggap darurat. Adapun sumbangan sector dalam pelayanan kesehatan menurut The Sphere Project (2011: 309-354) , antara lain: 1. Memprioritaskan pelayanan kesehatan dasar Pelayanan kesehatan dasar adalah layanan kesehatan pencegahan dan kuratif yang tepat memenuhi kebutuhan kesehatan penduduk yang terkena bencana. Adapun area pelayanan kesehatan dasar harus sesuai dengan jenis bencana dan dampaknya. Selain itu akses pada pelayanan kesehatan dasar harus berdasarkan prinsip keadilan dan imparsialitas yang menjamin akses sesuai kebutuhan tanpa diskriminasi. Semua anak mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan yang diprioritaskan untuk menangani penyebab-penyebab utama kematian dan kesakitan yang berlebihan, setiap anak berhak mengakses puskesmas maupun rumah sakit untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
2. Pengendalian penyakit menular. Kesakitan dan kematian akibat penyakit menular cenderung meningkat pada saat bencana. Kurang gizi akut memperberat penyakit-penyakit khususnya bagi anak-anak. Kejadian luar biasa penyakit menular jarang dikaitkan dengan bencana alam yang terjadi mendadak. Adapun berbagai jenis pengendalian penyakit menular, yaitu: a. Pencegahan campak, dimana semua anak-anak usia 6 bulan sampai 15 tahun mendapat imunisasi untuk mencegah campak. Diagnosis dan pengelolaan campak, dimana anak-anak mempunyai akses terhadap diagnosis dan pengobatan yang efektif untuk penyakit menular yang akan sangat berperan dalam mencegah kematian dan kesakitan yang berlebihan. b. Kesiapsiagaan terhadap kejadian luar biasa (KLB) penyakit seperti pencegahan malaria, dengue dan tuberculosis (TB). 3. Pengendalian penyakit tidak menular Meningkatnya kesakitan dan kematian karena penyakit tidak menular merupakan ciri umun banyak bencana. Indikator umum untuk pengendalian penyakit tidak menular sebagai berikut: a) Cedera Cedera biasanya penyebab utama dan kesakitan berlebihan setelah bencana akibat fenomena alam yang terjadi secara mendadak. Cedera akibat kekerasan fisik juga dihubungkan dengan kondisi kedaruratan kompleks adapun prosedur dalam penaganan korban cedera yaitu: 1. Pemilahan kasus, artinya proses menggolongkan korban sesuai beratnya cedera atau sakit dan memprioritaskan pengobatan sesuai ketersediaan sumber dan peluanh hidup korban.
Universitas Sumatera Utara
2. Pertolongan pertama dan layanan medis dasar. Langkah ini merupaka n prosedur kritis termasuk mengembalikan dan mengatur pernafasan yang mungkin membutuhkan pembersihan dan perlindungan saluran napas atau pengendalian pendarahan. 3. Tata laksana penanganan luka 4. Tetanus, biasanya akibat bencana alam alam yang terjadi mendadak mengakibatkan sejumlah besar korban mengalami cedera dan trauma, sehingga resiko tetanus dapat meningkat secara relatif. b) Kesehatan reproduksi c) Aspek kesehatan jiwa dan sosial dan penyakit kronis d. Psikososial (Rehabilitasi Trauma) Psikososial merupakan sebuah program yang dilakukan untuk menjalin interaksi yang baik dengan anak, keluarga dan masyarakat. Program ini bertujuan untuk melakukan rehabilitasi traumatik terhadap anak korban bencana agar dapat menghilangkan rasa trauma. Adapun upaya penanganan psikososial terahadap anakanak korban bencana yaitu: 1. Menjalin interaksi yang baik dengan anak, keluarga dan masyarakat. 2. Bermain dengan anak melalui seni dan olahraga. 3. Pertemuan dan wawancara dengan anak dan keluarga dimana sebaiknya menggunakan wawancara sensitif anak dimana terlebih dahulu meminta persetujuan anak ketika akan melakukan wawancara. 4. Melakukan assesment masalah psikis anak sehingga dapat teridentifikasi berbagai masalah psikis anak serta tersedianya data anak yang mengalami gangguan psikis.
Universitas Sumatera Utara
5. Melakukan pendampingan psikososial anak, yang bertujuan untuk mendapakan rekam medik anak, sehingga petugas atau konselor dapat mengetahui langkah berikutnya untuk perkembangan anak. e. Pendidikan Darurat Pendidikan darurat merupakan hal yang sangat penting untuk dipertimbangkan ketika terjadi bencana, anak-anak yang berada di tempat pengungsian maupun shelter sangat membutuhkan keberlangsungan pendidikan yang sesuai dengan tingkatan dan kelompok kelas masing-masing anak. Hal ini dilakukan agar prestasi anak di sekolah tidak tertinggal akan pelajaran, selain itu juga mengajak anak untuk tidak larut dalam kondisi bencana yang dialami oleh mereka. Hal pertama yang dilakukan ketika melakukan pendidikan darurat di tempat pengungsian, yaitu: 1. Pendataan tingkatan sekolah anak. Pendataan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pendidikan anak, sehingga akan memudahkan bagi relawan untuk mengelompokkan anak berdasarkan tingkat pendidikan misalnya SD, SMP, SMA. Pendataan ini juga untuk mempermudah melisting kebutuhan anak. Misalnya buku bacaan, serta materi-materi yang akan diberikan oleh relawan atau masyarakat. 2. Pendirian tenda belajar darurat. Sarana belajar tidak harus merupakan sebuah gedung dengan fasilitas meja dan bangku untuk belajar. Dalam kondisi darurat tenda-tenda juga menjadi sebuah sarana untuk proses belajar mengajar. Sebisa mungkin tenda yang menjadi sarana belajar harus aman dan terbuka sehingga anak-anak tidak merasa jenuh dan besarnya tenda ditentukan jumlah anak yang ada pada tempat pengungsian.
Universitas Sumatera Utara
3. Proses belajar darurat. Proses belajar, diharapkan peran masyarakat ikut andil dalam proses belajar mengajar kepada anak korban bencana, tidak harus langsung belajar secara formal seperti yang dilakukan anak-anak sebelum bencana, tetapi usahakan agar anak-anak bisa terbebas dari rasa ketakutan dan rasa cemas akan bencana yang pernah menimpa mereka. Beberapa hal sederhana yang dapat dilakukan oleh relawan atau masyarakat dalam mendampingi anak-anak korban bencana adalah: a) Berbicara dengan anak bagaimana perasaannya saat ini maupun saat bencana, sharingkan (berbagi) juga bagaimana perasaan kita. Jika anak menanyakan tentang bencana, berikan informasi dan penggambaran sesuai dengan usia mereka sehingga dapat dimengerti. b) Sentuhan fisik seperti pelukan dan rangkulan sangat penting untuk memberikan rasa aman dan perlindungan emosional, tetapi harus dilakukan oleh relawan yang berjenis kelamin sama dengan anak. c) Bermain bersama anak-anak yang lain, bernyanyi bersama dan melakukan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan untuk menggantikan perasaan takut dengan sesuatu yang menyenangkan. d) Mengajarkan teknik-teknik rileksasi otot sederhana dan pengaturan nafas. e) Memberikan kesempatan kepada anak untuk menyalurkan emosi mereka dengan bercerita ataupun memberikan alat tulis dan kertas gambar sehingga mereka bisa menyalurkan kecemasan mereka dalam gambar-gambar atau tulisan yang mereka buat.
Universitas Sumatera Utara
4. Bentuk-bentuk pendidikan darurat Adapun bentuk-bentuk pendidikan darurat yang diberikan adalah a) Pendidikan KHA, dimana memberitahukan kepada anak-anak tentang hak-hak dasar yang harus diberikan kepada anak. Pendidikan hak anak dimana anak diberikan pengajaran atau pengetahuan tentang kebutuhan anak-anak yang harus mereka dapat sebagai anak. b) Pendidikan berorganisasi meruapak sebuah pengajaran dan pengetahuan yang diberikan dengan mengajarkan anak-anak untuk bekerja kelompok, bahu membahu, tolong menolong dan memecahkan permasalahan. c) Pendidikan partisipasi merupakan pendidikan yang diajarkan kepada anak-anak sebuah kepekaan akan lingkungan, berempat atau bersimpati terhadap sesame d) Pendidikan kesehatan diartikan anak-anak diberikan pengetahuan akan hal menjaga kesehatan, menjaga kebersihan diri dan lingkungan dan mengendalikan diri atau cara mengobati diri ketika sakit. e) Pendidikan konseling, pendidikan konseling dimana anak-anak diberikan pengarahan atau pengajaran tentang konseling untuk pemulihan trauma anakanak. Anak-anak diberikan pengetahuan akan konseling dan cara penanganan diri ketika terjadi sebuah emosi tidak stabil ataupun trauma berlebihan. 5. Metode pendidikan darurat. Beberapa metode yang digunakan dalam proses pendidikan darurat yang diberikan kepada korban bencana agar mencapai sasaran menurut Standar Operasional Konvensi Hak Anak, yaitu: a) Metode diskusi Metode ini dilakukan bersama anak, baik dalam mendiskusikan persoalan tentang hak anak, persoalan tentang trauma yang dihadapi oleh anak maupun
Universitas Sumatera Utara
persoalan lain. Metode ini cukup efektif untuk mengeluarkan pendapat. Dalam pelaksanaannya akan lebih baik jika peserta diskusi dibatasi sesuai dengan usia anak, sehingga capaian yang diharapkan dapat terlaksana. b) Metode outbond (pendidikan alam bebas) Dunia anak adalah dunia bermain, dimana dengan bermain anak merasa bebas mengeluarkan ekspresinya. Dalam metode bermain banyak media yang bisa dipergunakan yaitu musik, melukis, menari, olahraga dan teater. Metode outbond merupakan metode pendidikan yang dilakukan di alam bebas, biasanya konsep yang dibangun untuk anak adalah memupuk kebersamaan dan menimbulkan rasa percaya diri pada anak (Yayasan KKSP-Pusat Pendidikan Informasi dan Hak Anak, 2011: 35-51). f. Sistem Rujukan 1. Gambaran umum Penanganan bagi anak korban bencana, sistem rujukan memiliki peranan penting untuk memastikan tindak lanjut penanganan anak korban bencana. Rujukan dilakukan agar anak korban bencana sesegera mungkin mendpatkan pelayanan, seperti bantuan pangan dan sandang, pemulihan kesehatan fisik dan psikis, tempat penampungan sementara, pencarian keluarga, penyatuan dengan keluarga dan pendidikan formal serta non fomal. Penanganan bagi anak korban bencana, dasar pentingnya membangun sistem rujukan dikarenakan: a. Masyarakat atau kelompok masyarakat yang bersangkutan memilki keterbatasan pelayanan yang dibutuhkan anak-anak korban bencana, sehingga memerlukan layanan tertentu dari lembaga atau institusi lain yang memiliki kapasitas terhadap layanan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
b. Masyarakat atau kelompok masyarakat yang bersangkutan sama sekali tidak memiliki kapasitas untuk melakukan dan memberikan pelayanan terhadap anak korban bencana. 2. Prinsip rujukan Membangun sistem rujukan dalam penanganan anak korban bencana harus mengacu pada prinsip-prinsip seperti: a. Tidak adanya pembedaan dimana dipastikan bahwa perlindungan hak diberikan secara sama kepada setiap anak yang menjadi korban bencana tanpa membedakan asal suku, agama, warna kulit, jenis kelamin status kelahiran dan status sosial. b. Kepentingan yang terbaik bagi anak, dilakukan dengan memastikan terlebih pertimbangan kepentingan terbaik bagi anak korban bencana. Upaya rujukan dilakukan demi kepentingan terbaik untuk anak korban bencana. c. Penghargaan atas pendapat anak, dipastikan bahwa pendapat atau pandanganpandangan anak korban bencana didengar, diperhatikan, dihormati dengan cara memberikan kesempatan kepada anak korban bencana tersebut untuk berpendapat atau menyampaikan pandangannya terhadap setiap langkah yang diambil dalam rujukan. d. Akses atas informasi, anak korban bencana harus diberikan akses informasi tentang semua hal yang mempengaruhi mereka termasuk hak-hak mereka, pelayanan yang akan diberikan, lembaga atau institusi yang akan memberikan pelayanan. e. Kenyamanan, harus memastikan kenyamanan setiap pelayanan yang diberikan kepada anak korban bencana
Universitas Sumatera Utara
3. Tahapan Rujukan Penanganan anak korban bencana, tahapan yang dilakukan dalam rujukan adalah a. Melakukan komunikasi dengan lembaga atau institusi yang akan dilakukan rujukan baik secara tertulis maupun tidak tertulis. b. Menjelaskan dan menginformasikan bentuk pelayanan yang akan dilakukan. c. Memastikan persamaan prinsip-prinsip dalam penanganan anak korban bencana dengan lembaga atau indtitusi yang dituju atau dimaksud. d. Menyiapkan dokumentasi seperti data anak, kondisi terakhir yang dialami oleh anak, penanganan yang telah dilakukan serta hasilnya, jenis layanan yang diinginkan, pandangan atau pendapat anak terhadap layanan, serta surat rujukan dan surat kesediaan atau persetujuan lembaga untuk dilakukan rujukan termasuk kesedeiannya untuk menghormati dan mentaati prinsip rujukan. e. Memastikan adanya mekanisme yang nyaman, cepat, dan efektif dalam rujukan penanganan dan pemulihan anak korban bencana. f. Pelaksanaan rujukan. g. Evaluasi. 4. Lembaga atau institusi yang bisa dilakukan dalam rujukan dalam penanganan anak korban bencana, yaitu a. Dinas Sosial. Dinas
sosial
adalah
institusi
pemerintah
pada
tingkat
provinsi,
kabupaten/kota yang menangani bidang kesejahteraan dalam membantu masyarakat yang dilanda bencana. Bantuan dan layanan yang dapat diberikan oleh oleh Dinas Sosial berupa makanan, pakaian dan tempat penampungan
Universitas Sumatera Utara
sementara. Selain itu juga dapat memberikan pelatihan tentang pembuatan dapur umum dan pembangunan tempat pengungsian. b. Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat). Puskesmas merupakan institusi pemerintah yang memiliki tugas untuk memberikan pelayanan kesehatan di tingkat kecamatan dan desa. Puskesmas memiliki kemampuan untuk melakukan tindakan-tindakan penanganan penderita gawat darurat bagi korban bencana sebelum dilakukan evakuasi selanjutnya ke rumah sakit. Yang pertama dilakukan adalah melakukan Initial Rapid Health Assesement (penilaian cepat masalah kesehatan awal). Mengirimkan tenaga medis dan perbekalan kesehatan serta ambulans atau alat transportasi lainnya ke lokasi bencana dan ke tempat penampungan pengungsi. Selain itu juga tenaga medis membantu perawatan dan evakuasi korban serta pelayanan kesehatan pengungsi. c. Rumah Sakit Rumah sakit milik pemerintah maupun swasta adalah institusi yang memilki kapasitas dan kewenangan dalam melakukan pelayanan kesehatan kepada korban bencana baik fisik maupun psikis. Dalam melakukan penanganan bencana, rumah sakit melakukan penanganan korban bencana baik dalam penanganan penderita gawat darurat maupun tindakan-tindakan perawatan korban bencana secara berkelanjutan. d. Dinas Pendidikan. Dinas pendidikan adalah institusi pemerintah pada tingkat provinsi, kabupaten atau kota yang menangani bidang pendidikan dalam membantu anak korban bencana untuk mendapatkan pelayanan pendidikan baik formal maupun non formal. Pelayanan yang diberikan berupa penyediaan fasilitas dan sarana belajar dan melakukan proses belajar mengajar.
Universitas Sumatera Utara
e. Palang Merah Indonesia (PMI). PMI adalah lembaga yang memiliki kapasitas untuk membantu korban bencana dalam melakukan evakuasi penyelematan korban bencana dan pertolongan pertama korban bencana dengan memprioritaskan kepada kelompok rentan seperti anak-anak, ibu hamil dan menyusi serta manula. f. Search and Rescue (SAR) SAR adalah lembaga yang memiliki kapasitas dan fungsi dalam melakukan pencarian, pertolongan, serta penyelamatan terhadap orang yang mengalami bencana. g. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) LSM adalah lembaga non pemerintah yang bekerja sama dengan masyarakat dalam menangani bencana. Lembaga ini dapat memberikan bantuan kepada masyarakat korban untuk menjalin hubungan dengan pihak-pihak lain baik dalam maupun luar negeri. h. Tentara Nasional Indonesia (TNI) Selain memiliki fungsi sebagai institusi pertahanan Negara, TNI memiliki peran penting dalam penanganan korban bencana yaitu melakukan evakuasi penyelamatan korban bencana dan melatih masyarakat korban bencana untuk meningkatkan kemampuan dalam bidang operasi di lapangan. i. Kepolisian Kepolisian adalah institusi pemerintah yang memiliki kapasitas dan wewnang dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat korban bencana. Kepolisian memiliki fungsi sebagai pihak yang melakukan tindakan-tindakan darurat dalam penanganan korban bencana, menciptakan rasa aman, membangun keteraturan dan ketertiban korban bencana.
Universitas Sumatera Utara
j. Media massa Media massa baik cetak maupun elektronik seperti koran, radio dan televisi memiliki peran dalam menyebarkan berita tentang situasi dan kondisi korban bencana, serta bisa membantu untuk mencarikan bantuan bagi korban bencana (Yayasan KKSP-Pusat Pendidikan Informasi dan Hak Anak, 2011: 58-61).
2.5 Kesejahteraan Anak Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak. Dasar dari undang-undang ini mengacu kepada pasal 34 UUD 1945, yang menyatakan fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara. Apabila ketentuan pasal 34 UUD 1945 ini diberlakukan secara konsekwen, maka kehidupan fakir miskin dan anak terlantar akan terja. Pada pasal 2 Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979, juga disebutkan hak-hak anak sebagai berikut: a. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih sayang di dalam keluarga maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh kembang secara wajar. b. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa untuk menjadi warga Negara yang baik dan berguna. c. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun seseudah dilahirkan. d. Anak berhak atas perindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannnya secara wajar.
Universitas Sumatera Utara
Menurut kamus istilah kesejahteraan sosial, defenisi kesejahteraan sosial adalah keadaan sejahtera pada umumnya yang meliputi keadaan jasmaniah, rohaniah dan sosial dan bukan hanya perbaikan dan pemberantasan keburukan sosial tertentu saja. Jadi, kesejahteraan sosial merupakan suatu keadaan dan kegiatan (Suparlan, 1983:58). Walter. A. Friedlander (dalam Nurdin, 1989: 29) menerangkan bahwa kesejahteraan sosial merupakan sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembagalembaga yang bertujuan untuk membantu individu dan kelompok agar dapat mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan dan relasi-relasi pribadi dan sosial yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan meningkatkan kesejahteraannya selaras dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 menegaskan bahwa kesejahteraan sosial ialah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkamn diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Adapun penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang dilakukan merupakan suatu upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial. Sedangkan Arthur Dunham mengemukakan kesejahteraan sosial sebagai suatu bidang usaha manusia dimana di dalamnya terdapat berbagai macam badan dan usaha sosial yang tujuannya meningkatkan kesejahteraan dari segi sosial pada bidang-bidang kehidupan keluarga dan anak, kesehatan, penyesuaian sosial, waktu senggang, standar-standar kehidupan dan hubungan-hubungan sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial memberikan perhatian utama terhadap individu-individu, kelompok-kelompok, komunitas-komunitas dan
Universitas Sumatera Utara
kesatuan-kesatuan penduduk yang lebih luas dimana pelayanan ini mencakup pemeliharaan atau perawatan, penyembuhan dan pencegahan (Sumarnugroho, 1987:28-29). Melihat konsepsi kesejahteraan sosial ternyata masalah-masalah sosial dirasakan begitu berat dan mengganggu perkembangan masyarakat sehingga diperlukan sistem pelayanan sosial yang lebih teratur. Dengan kata lain bahwa pelayanan sosial diberikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemampuan berfungsi sosial individu, kelompok ataupun masyarakat. Maka pelayanan kesejahteraan sosial adalah pelayanan yang memungkinkan untuk memberi kesempatan kepada orang-orang dari golongan yang tidak dapat memanfaatkan adanya pelayanan sosial seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, dan sebagainya (Sumornugroho, 1989: 28).
2.6 Peranan Pekerja Sosial dalam Menangani Korban Bencana alam Pekerja sosial ditandai oleh usaha-usaha yang terorganisie melalui suatu rangkaian program, pelayanan-pelayanan dan lembaga-lembaga baik pemerintah maupun bukan pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan mencegah atau mengurangi disfungsi sosial. Pekerja sosial tumbuh sebagai suatu kegiatan pemberian bantuan dalam bentuk pelayanan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Pekerja sosial memerlukan keterlibatan dan partisispasi dari berbagai kategori personel seperti pekerja sosial professional, pekerja non professional dalam bidang sosial, pekerja sukarela, pekerja-pekerja professional dari bidang lain yang relevan (Muhidin, 2007: 72). Adapun model-model pelayanan bagi korban pengungsi bencana alam, yaitu a. Tahap pra bencana Tahap pra bencana dimana pelayanan yang diberikan oleh pemerintah dan semua pihak termasuk profesi pekerja sosial bertujuan untuk membengun dan meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana yang sudah
Universitas Sumatera Utara
diperkirakan. Dalam tahap ini praktek pekerja sosial perlu melakukan intervensi terhadap keluarga-keluarga yang enggan untuk mengungsi karena berbagai alasan. Penguatan kapabilitas kelompok dengan menggunakan pengaruh
stakeholder
(pemangku kepentingan) juga sangata diperlukan. Adapun masyarakat yang bersedia untuk dievakuasi ke daerah yang aman diberikan pelayanan-pelayanan yang sesuai, antara lain: 1. Advokasi Advokasi merupakan upaya memberikan perlindungan dan mewakili kepentingan pengungsi melakukan koordiansi dengan pihak terkait (terutama pemerintah) agar hak-hak pengungsi dan kebutuhan dasarnya terpenuhi dengan layak. 2. Mediasi, merupakan upaya membantu korban bencana alam dalam berhubungan dengan sistem sumber yang berkompeten dalam memenuhi kebutuhannya. 3. Membentuk kelompok-kelompok bantu diri (Self Help) Pembentukan kelompok bantu diri dimaksudkan agar korban bencana alam dapat saling mendukung diantara mereka sendiri dalam menghadapi situasi dan kondisi kehidupan di kamp penampungan, memikirkan dan merencanakan alternatifalternatif pemecahan masalah dan langkah-langkah yang ditempuh apabila bencana benar-benar terjadi, serta menginventarisasi kebutuhan maupun sistem sumber yang diharapkan dapat membantu untuk pelaksanaannnya. 4. Partisipasi. Partisipasi merupakan upaya melibatkan pengungsi dalam kegiatan-kegiatan yang atau dilaksanakan di kamp.pengungsian seperti dapur umum, membangun fasilitas umum serta perbaikan sanitasi lingkungan atau menciptakan beberapa kegiatan baru, misalnya latihan-latihan keterampilan yang sederhana, melibatkan
Universitas Sumatera Utara
para orang tua untuk ikut mendirikan dan mengajar di sekolah tenda dan sebagainya. Kegiatan ini bertujuan agar korban bencana dapat mengalihkan perasaanperasaannya yang negatif (cemas, takut dan lain-lain) menjadi perasaan positif dalam kegiatan yang sifatnya gotong royong dan konstruktif (membangun). b. Tanggap darurat Tahap tanggap darurat yang paling utama yang perlu dilakukan oleh pekerja sosial adalah berempati terhadap korban bencana, melakukan pendataan terhadap korban bencana baru dan bekerja sama dengan semua pihak untuk menempatkan pengungsi di kamp-kamp yang telah disediakan serta memastikan agar mereka berkumpul dengan keluarganya serta semua kebutuhannya terpenuhi. Dalam kegiatan ini profesi pekerja sosial biasanya tidak menjadi Lending Sector karena dalam kasus bencana termasuk di Indonesia, peran pemerintah (Satuan Penanggulangan Bencana yang terdiri dari Dinas Kimpraswil, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, BMG, TNI, POLRI dan instansi terkait lainnya) lebih dominan. Pekerja sosial dapat mengambil posisi penting sebagai manager kasusu apabila mempunyai data yang lengkap, akurat mengenai jumlah pengungsi dan berbagai kebutuhannya mulai dari pra bencana, mempunyai rencana program dan kegiatan penanggulangan yang memungkinkan untuk dilaksanakan, serta dapat meyakinkan semua pihak terkait untuk melaksanakannya secara terkoordinir.
c. Tahap Pasca Bencana Peran pekerja sosial dalam tahap pasca bencana sangat penting karena permasalahan yang timbul akan menjadi lebih kompleks bila bencana yang terjadi juga menimbulkan korban jiwa. Peran pemerintah pada tahap ini lebih ditujukan pada
Universitas Sumatera Utara
pemenuhan kebutuhan makan minum pengungsi dan sarana penunjang di kamp pengungsian. Pada tahap ini, pekerja sosial perlu membiarkan para korban bencana alam atau pengungsi untuk beberapa waktu (1-3 hari) untuk meluapkan perasaan-perasaannya seperti marah, sedih dan kecewa, mencari atau dikunjungi kerabatnya, menenangkan diri dan mulai beradaptasi dengan situasi dan kondisi di kamp pengungsian. Adapun model-model pelayanan yang dapat dilakukan oleh pekerja sosial, yaitu: 1. Advokasi Advokasi diperlukan untuk memastikan agar semua kebutuhan pengungsi dapat terpenuhi layak dan memadai. Kebutuhan-kebutuhan yang belum mencukupi dikomunikasikan dengan pihak pemerintah dan pihak-pihak lainnya agar dapat desediakan. 2. Intervensi keluarga Pelayanan ini utamanya dilakukan apabila keluarga yang bersangkutan mengalami kehilangan anggota keluarga (meninggal) atau ada anggota keluarga yang sakit fisik (karena terkena material letusan gunung atau benda-benda lainnya), ataupun mengalami keguncangan. 3. Terapi kritis Pelayanan ini diberikan kepada individu-individu yang mengalami stress atau trauma karena kejadian bencana itu sendiri karena kehilangan harta bendanya ataupun karena anggota keluarganya. 4. Fasilitasi Apabila pengungsi dipindahkan ke lokasi yang baru (relokasi) maka pekerja sosial perlu melakukan fasilitasi agar pengungsi dapat beradaptasi dengan
Universitas Sumatera Utara
lingkungan dan masyarakat di daerah yang baru. Demikian pula sebaliknya, pekerja sosial perlu melakukan pendekatan, penyuluhan dan fasilitasi terhadap masyarakat di daerah tujuan yang baru agar dapat menerima kehadiran para pengungsi yang dialokasi ke daerah baru.
2.7 Kerangka Pemikiran Bencana erupsi Gunung Sinabung yang terjadi di Kabupaten Karo telah meninggalkan kesan yang tidak dapat dilupakan oleh para korban. Berpuluh ribu orang menjadi korban keganasan erupsi Gunung Sinabung yang menyebabkan mengungsi, pemukiman penduduk yang hancur, tertutup debu, ternak dan tanaman mati sekejap. Gunung yang telah tidur 400 tahun lamanya aktif kembali membuat mata masyarakat Indonesia bahkan dunia internasional tergerak untuk membantu para korban yang selamat dari erupsi Gunung Sinabung. Meskipun tidak banyak menelan korban jiwa namun akibat letusan Gunung Sinabung akses ekonomi. sosial penduduk terhenti, bantak desa-desa menjadi daerah mati, hilangnya harta benda dan lain-lain. Salah satu upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Karo untuk melindungi korban yang masih hidup adalah membangun banyak posko pengungsian untuk menampung korban erupsi Gunung Sinabung. Salah satunya adalah Posko Pengungsian Universitas Karo (UKA) 1 terdapat 1.974 pengungsi yang tergolong balita, anak-anak, bumil (ibu hamil), remaja dan lansia. Sebagian pengungsi telah meninggalkan posko untuk bertempat tinggal di rumah kerabat atau balik ke rumah asal, bagi yang masih tetap bertahan menuggu penangananpenanganan yang dilakukan serta menunggu bantuan relokasi rumah baru dari pemerintah ataupun LSM jika ada. Khusus di posko pengungsian UKA 1 terdapat 970 jumlah total pengungsi yang terdiri dari 77 balita, 279 anak usia sekolah, SD 68 anak, SMP 124 anak, SMA 87 anak dan lansia 77 orang.
Universitas Sumatera Utara
Gambaran korban erupsi Gunung Sinabung di Posko Pengungsian UKA I pada saat ini mengalami kejenuhan karena belum ada kepastian dari pemerintah setempat untuk merelokasi mereka ke daerah baru dikarenakan untuk kembali ke desa tidak memungkinkan karena letak desa berada di zona merah. Selain itu penanganan bagi korban erupsi Gunung Sinabung semakin berkurang tidak seperti bencana pada saat terjadi, keluarga yang memiliki anak-anak usia sekolahpun resah memikirkan bagaimana nasib anak mereka kedepannya. Anak-anak merupakan salah satu kelompok rentan terhadap berbagai kemungkinan yang terjadi. Diperlukan upaya penanganan khusus bagi anak-anak untuk diberikan perlindungan khusus dimana hal tersebut berbasis perlindungan anak antara lain memmenuhi kebutuhan minimum anak dalam bentun pangan dan sandang, pendidikan darurat di tenda-tenda pengungsian, pelayanan kesehatan bagi anak-anak serta bentuk rehabilitasi korban anak seperti psikososial (rehabilitasi trauma) dimana didalamnya anak dapat menjalin interaksi yang baik bersama keluarga dan masyarakat dengan media bermain atau hiburan bagi anakanak. Keseluruhan penanganan tersebut dapat maksimal terpenuhi jika seluruh sumber daya yang ada dapat melakukan hal itu dengan baik. Sementara kita tahu bahwa setiap manusia menginginkan hidup yang sejahtera, dimana sejak dilahirkan telah memiliki sejumlah kebutuhan dalam mempertahankan hidup. Kita menyadari bahwa setiap mmanusia memiliki kebutuhan yang tidak terbatas dalam hidupnya. Maka korban bencana erupsi Gunung Sinabung terutama anak-anak harus diprioritaskan dalam meminimalisir trauma mereka terhadap bencana yang sedang mereka alami oleh berbagai sistem sumber yang ada.
Universitas Sumatera Utara
Bagan 2.1 Bagan Alir Pemikiran
Bencana alam Erupsi Gunung Sinabung yang melanda Kabupaten Karo 2013-2014
Anak Korban Bencana Erupsi Gunung Sinabung Di Posko Pengungsian UKA 1
Bentuk-bentuk penanganan untuk anak korban erupsi Gunung Sinabung berbasis perlindungan anak, yaitu: a. b. c. d.
Kebutuhan minimum seperti sandang dan pangan Pendidikan darurat Kesehatan Psikososial (Rehabilitasi Trauma) s
2.8 Definisi Konsep dan Definisi Operasional 2.8.1 Definisi Konsep Konsep merupakan istilah atau definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Perumusan definisi konsep dalam suatu penelitian ilmiah menunjukkan bahwa peneliti ingin mencegah salah pengertian atas konsep yang diteliti. Peneliti berupaya menggiring para pembaca hasil penelitian itu memaknai konsep itu sesuai dengan yang diinginkan dan
Universitas Sumatera Utara
dimaksudkan oleh si peneliti, jadi definisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011: 136 & 138). Memahami pengertian mengenai konsep-konsep yang akan digunakan, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut: a. Anak dalam penelitian ini adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. b. Bencana dalam penelitian ini adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan menganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. c. Perlindungan anak dalam penelitian ini adalah segala kegaiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. d. Penanganan anak korban bencana dalam penelitian ini adalah segala upaya yang dilakukan dalam menagani anak-anak korban bencana dalam pemenuhan kbutuhan standar minimum anak, pendidikan, samapi kepada rehabilitasi atau tahap pemulihan anak yang dilakukan oleh sistem sumber yang ada. e. Kesejahteraan anak dalam penelitian ini adalah suatu tata kehidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak dengan wajar, baik secara jasmani, rohani maupun sosial. f. Peranan pekerja sosial dalam menangani korban bencana alam dalam penelitian ini adalah pekerja sosial melakukan usaha-usaha yang terorganisir melalui suatu rangkaian program, pelayanan-pelayanan, dan lembaga-lembaga baik pemerintah maupun bukan
Universitas Sumatera Utara
pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan mencegah atau mengurangi disfungsi sosial.
2.8.2 Definisi Operasional Definisi operasional adalah petunjuk bagaimana suatu variabel diukur dengan membaca suatu definisi operasional dalam suatu penelitian, seseorang peneliti akan tahu pengukuran suatu variabel sehingga ia dapat mengetahui baik buruknya pengukuran. Ditinjau dari proses atau langkah-langkah penelitian, dapat dikemukakan bahwa perumusan definisi operasional merupakan langkah lanjutan dari perumusan definisi konsep. Definisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman pemahaman tentang konsep-konsep, baik berupa obyek, peristiwa, maupun fenomena yang diteliti, maka perumusan definisi operasional ditunjukkan dalam upaya transformasi konsep ke dunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat di observasi (Siagian, 2011: 141). Adapun yang menjadi indikator dalam penelitian ini adalah 1. Kebutuhan minimum seperti: a. Pangan meliputi: 1) Terpenuhi atau tidaknya kebutuhan makan 2) Terpenuhi atau tidaknya makanan 4 sehat 5 sempurna 3) Ada atau tidaknya makanan tambahan 4) Peralatan makan 5) Sumber air b. Sandang meliputi: 1) Frekuensi diberi pakaian 2) Kualitas pakaian 3) Cara memilih pakaian
Universitas Sumatera Utara
2. Pendidikan darurat, meliputi 1) Lokasi pelaksanaan pendidikan darurat 2) Kondisi lokasi pendidikan darurat 3) Pengajar pendidikan darurat 4) Proses belajar yang menyenangkan 5) Jenis pendidikan darurat 6) Metode yang digunakan 3. Pelayanan kesehatan meliputi: 1) Tempat berobat 2) Cedera 3) Frekuensi berobat 4) Pernah atau tidaknya tertular penyakit 5) Kualitas pelayanan kesehatan 4. Psikososial (rehabilitasi trauma) meliputi: 1) Pengetahuan tentang psikososial 2) Tatap muka 3) Interaksi 4) Hiburan 5) Perubahan nyata setelah diberikan psikososial
Universitas Sumatera Utara